PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS
DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP
DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
ABDUL ARIS
NIM 8106172021PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
ABDUL ARIS. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa. (2) Untuk mengetahui apakah kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa. (3) Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. (4) Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Pandan Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran kontekstual dan kelas kontrol diberi pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) Tes kemampuan koneksi matematis, (2) Angket kemandirian belajar siswa. Instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan validasi isi, dengan koefisien realibilitas r11= 0,882 untuk kemampuan koneksi matematis, selanjutnya r11= 0,886 untuk kemandirian belajar siswa.
Analisis data yang digunakan analisis varian (ANAVA) dua jalur, dengan melibatkan kemampuan awal siswa sebagai variabel penyerta. Dari perhitungan dengan signifikansi α = 0,05 diperoleh nilai Fhitung = 29,623 > Ftabel = 4,022 untuk kemampuan koneksi matematis dan Fhitung = 39,680 > Ftabel = 4,022 untuk kemandirian belajar siswa. Selanjutnya Fhitung = 0,026 < Ftabel = 3,172 untuk interaksi pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan koneksi dan Fhitung = 0,902 < Ftabel = 3,172 untuk interaksi pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kemampuan koneksi matematis siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa. (2) Kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar siswa.
ii
ABSTRACT
ABDUL ARIS. The Effect Contextual Teaching and Learning in Mathematical Connection Student Ability and Self Regulated Learning Student Junior High School at Kabupaten Tapanuli Tengah.
This reasearch of the goal for : (1) to know what’s mathematical connection student ability use contextual teaching and learning higher than to learn usualy. (2) to know wahat’s self regulated learning student use contextual teaching and learning higher than to learn usualy. (3) to know what’s obtain interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to student mathematical connection ability.(4) to know what’s obtain interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to self regulated learning student.
This reasearch is quasi experimen reasearch. This reasearch population is student class VII SMP N Pandan Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah. The class experimen using contextual teaching and learning and class control using usual learn. Instrumen use likes (1) Mathematical connection ability test. (2) The quuestionnaire self regulated learning. The instrument had to realizes essential contain validity than realibility coefficient that r11 = 0,882 for mathematical connection ability and r11 = 0,886 for self regulated learning.
Data analisys use varians analisys (ANAVA) two way with involve mathematical earlier ability student as partner variable. From acount with level of significansi α = 0,05 result Faccount = 29,623 > Ftable = 4,022 for mathematical connection ability and Faccount = 39,680 > Ftable = 4,022 for self regulated learning student. Further more Faccount = 0,026 < Ftable = 3,172 for interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to student mathematical conection ability and Faccount = 0,902 < Ftable = 3,172 for interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to self regulated learning student. That based on result can collection as: (1) Mathematical connection student ability use contextual teaching and learning higher than to learn usualy. (2) Self regulated learning student use contextual teaching and learning higher than to learn usualy. (3) No haven to interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to student mathematical conection ability.(4) No haven to interaction between contextual teaching and learning with mathematical earlier ability to self regulated learning student.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahrirohmanirrohim,
Alhamdulillahirobbil’Alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur
kekhadirat Allah SWT yang senantiasa memberi nikmat dan hidayahNya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta seluruh keluarga dan
sahabat-sahabatnya.
Tesis yang berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP di
Kabupaten Tapanuli Tengah”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak menerima bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Program Pascasarjana Unimed sekaligus narasumber, yang telah
memberikan arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin M.Pd, selaku Pembimbing I sekaligus Sekretaris
Program Studi Pendidikan Matematika yang telah meluangkan waktu di
sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasihat sehingga
iv
3. Ibu Dr. Izwita Dewi M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan nasihat yang sangat berharga pada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih M.Pd, Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd selaku
narasumber, yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang sangat
berarti bagi penulis.
5. Bapak Anwar Said, S.Pd, M.M selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Pandan
Nauli dan rekan-rekan guru di SMP Negeri 2 Pandan Nauli, Tapanuli Tengah
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian lapangan.
6. Secara khusus, kepada segenap keluarga besar ayahanda Arius (Alm),
keluarga besar ayahanda B.T. Siagian (Alm), Istri tercinta Yuslely Siregar dan
anak-anak tersayang Rayhan Dzikri Rabbani, Fatiha Maulina yang selalu
sabar, memberikan doa dan semangat penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah
Pascasarjana Unimed angkatan XIX, dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Hanya kepada Allah SWT penulis memohon, semoga segala kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan
yang setimpal dari Allah SWT. Amiiin.
Medan, Juni 2015
Penulis
vi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 127
5.1 Simpulan ... 127
5.2 Saran ... 128
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-Langkah KomponenPembelajaranKontekstual ... 28
3.1 Sebaran Data Populasi ... 51
3.2 DesainKelompokKontrolPretes-Postes ... 53
3.3 Tabel Winer Keterkaitan Antara Kemampuan Koneksi Matematis, Kemandirian Belajar, Kelompok Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika ... 54
3.4 Hasil Validasi Angket Kemandirian Belajar Siswa ... 56
3.5 Kisi-Kisi Angket Kemandirian Belajar Siswa ... 56
3.6 Hasil Validasi Observasi Pengelolaan Pembelajaran ... 58
3.7 Kisi-Kisi Instrumentes Kemampuan Koneksi Matematis ... 59
3.8 Hasil Validasi Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 60
3.9 Hasil Analisis Validitas Tes ... 62
3.10 Hasil Perhitungan Reliabilitas ... 63
3.11 Perhitungan Daya PembedaSoal ... 64
3.12 Tingkat Kesukaran Tes ... 65
3.13 Hasil Validasi Ahli Instrumen LAS ... 66
3.14 KeterkaitanAntara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji Dan UjiStatistik ... 75
4.1 Rata-Rata Pretes Kelas Eksperimen Dan KelasKontrol ... 78
4.2 Rata-Rata dan Standar Deviasi Berdasarkan KAM ... 79
4.3 Tingkat Penguasaan Kemampuan Koneksi Matematis Kelas Eksperimen... 80
4.4 Rata-Rata dan StandarDeviasiKelasKontrolBerdasarKAM ... 81
4.5 Tingkat Penguasaan KKM Kelas Kontrol ... 82
4.6 Rata-Rata dan Standar Deviasi KBS Kelas Eksperimen ... 83
4.7 Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelas Kontrol ... 85
4.8 Rata-Rata Pretes-Postes Kedua Kelas ... 86
4.9 Rata-Rata dan Standar Deviasi Berdasarkan KAM. ... 87
4.10 Tingkat Penguasaan Kemampuan Koneksi Matematis Kelas Eksperimen ... 87
4.11 Tingkat Penguasaan BerdasrkanAspek KKM ... 88
4.12 Rata-Rata dan StandarDeviasiKelasKontrolBerdasarKAM ... 89
4.13 TingkatPenguasaan KKM KelasKontrol ... 90
4.14 Tingkat PenguasaanBerdasrkanAspekKKM ... 91
4.15 Rata-Rata dan Standar DeviasiData KBS Kelas Eksperimen ... 91
4.16 Rata-Rata dan Standar Deviasi Data KBS Kelas Kontrol ... 92
4.17 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen .... 94
4.18 Hasil Uji Normalitas Liliefors Pretes KKM Kelas Eksperimen ... 95
vi
4.20 UjiNormalitaspretes KKM kelasEksperimen berdasarkan KAM
dengan SPSS ... 97
4.21 Hasil Uji NormalitasLiliefors Pretes KKM Kelas Kontrol ... 97
4.22 UjiNormalitas Pretes KKM Kelas Kontrol Dengan SPSS... 98
4.23 UjiNormalitaspretes KKM kelas Kontrol berdasarkan KAM dengan SPSS ... 99
4.24 Hasil Uji Normalitas Liliefors Postes KKM Kelas Eksperimen ... 99
4.25 Uji Normalitas Postes KKM Kelas Eksperimen Dengan SPSS ... 100
4.26 Uji Normalitas Postes KKM Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM Dengan SPSS ... 101
4.27 Hasil Uji Normalitas Liliefors Postes KKM KelasKontrol ... 101
4.28 UjiNormalitasPostesKKM KelasKontrolDenganSPSS ... 102
4.29 Uji Normalitas Postes KKM Kelas Kontrol Berdasarkan KAM dengan SPSS ... 103
4.30 HasilUji Normalitas Liliefors Pretes KBS Kelas Eksperimen ... 103
4.31 Uji Normalitas Pretes KBS Kelas Eksperimen Dengan SPSS ... 104
4.32 Uji Normalitas PretesKBS Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM dengan SPSS ... 105
4.33 Hasil Uji Normalitas Liliefors Pretes KBS Kelas Kontrol... 105
4.34 Uji Normalitas Pretes KBS Kelas Kontrol dengan SPSS... 106
4.35 Uji NormalitasPretesKBS KelasKontrolBerdasarkanKAM dengan SPSS ... 107
4.36 HasilUjiNormalitasLilieforsPostesKBS KelasEksperimen ... 107
4.37 UjiNormalitasPostesKBS Kelas Eksperimen dengan SPSS ... 108
4.38 Uji Normalitas Postes KBS Kelas Eksperimen Berdasarkan KAM dengan SPSS ... 109
4.39 Hasil Uji NormalitasLilieforsPretes KKM KelasEksperimen ... 109
4.40 Uji Normalitas Postes KBS KelasKontrol Dengan SPSS ... 110
4.41 Uji Normalitas Postes KBS Kelas Kontrol Berdasarkan KAM dengan SPSS ... 111
4.42 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes KKM ... 111
4.43 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes KKM denganSPSS... 112
4.44 Hasil Uji Homogenitasi Data Postes KKM ... 113
4.45 HasilUji Homogenitas Data Postes KKM dengan SPSS... 113
4.46 Hasil Uji HomogenitasData Pretes KBS ... 114
4.47 HasilUji Homogenitas Data PretesKBS denganSPSS ... 115
4.48 Hasil Uji Homogenitas Data Postes KBS ... 115
4.49 Hasil Uji Homogenitas Data Postes KBS dengan SPSS ... 116
4.50 Hasil Uji Anava Dua Jalur Postes KKM dengan SPSS ... 117
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 BentukTanah Pak Ahmad BerupaPersegipanjang ... 3
1.2 Jawaban Siswa Benar dengan Menunjukkan Koneksi Matematis ... 4
1.3 Jawaban Siswa Salah ... 5
2.1 DuaTipe Koneksi ... 16
2.2 Model Persegipanjang Ditempel Ubin ... 32
3.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 52
3.2 Alur Prosedur Penelitian ... 69
4.1 Rata-Rata dan StandarDeviasi Kelas Eksperimendan Kontrol ... 78
4.2 Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelompok KAM ... 80
4.3 Tingkat Penguasaan KKM Kelas Eksperimen ... 81
4.4 Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelas Kontrol Berdasar KAM ... 82
4.5 Tingkat Penguasaan KKM Kelas Kontrol ... 83
4.6 Rata-Rata dan Standar Deviasi KBS I KelasEksperimen ... 84
4.7 Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelas Kontrol ... 85
4.8 Rata-Rata Pretes-Postes Kedua Kelas ... 86
4.9 Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelompok KAM ... 87
4.10 TingkatPenguasaan KKM Kelas Eksperimen ... 88
4.11 Rata-Rata dan StandarDeviasi Kelas Kontrol Berdasar KAM ... 89
4.12 Tingkat Penguasaan KKM Kelas Kontrol ... 90
4.13 Rata-Rata dan Standar Deviasi KBS II Kelas Eksperimen ... 92
4.14 Rata-Rata dan Standar Deviasi KBS II Kelas Kontrol ... 93
4.15 VariansData Pretes Kedua Kelomopok KAM ... 112
4.16 Varians Data Postes Kedua KelompokKAM ... 114
4.17 Tidak Terjadi Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ...124
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis yang dapat mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan dan kepribadian seseorang. Demikian juga untuk
mengembangkan potensi seseorang, pendidikan merupakan faktor yang sangat
penting. Sebab melalui pendidikan akan tercipta Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas.
Dalam mempersiapkan SDM yang handal, melalui pendidikan akan
didorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM untuk dapat bersikap
kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap
permasalahan yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan kompetensi yang
diharapkan dalam kurikulum berbasis kompetensi yang menyatakan “matematika
juga dapat diartikan sebagai ilmu yang bertujuan untuk mendidik anak agar
berpikir logis, kritis, percaya diri, dan mandiri (KBK 2003: 2)
Hampir seluruh ilmu pengetahuan ada unsur matematika. Hal ini
mengisyaratkan, matematika penting untuk dipelajari oleh siswa. Pentingnya
mempelajari matematika dinyatakan Maier (1995: 17) mengatakan: “Pelajaran
matematika dianggap sebagai pelajaran inti, dalam arti bahwa pelajaran tersebut
harus diikuti oleh semua pelajar selama seluruh waktu sekolah”. Hal ini diperkuat
Cornelius dalam Abdurahman (2003: 253) menyatakan:
2
Salah satu fungsi dan tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah
sebagai lembaga formal (Depdiknas, 2003: 2) adalah: melatih cara berpikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen ... . Menarik kesimpulan dengan menggunakan ide-ide
oleh siswa memgharuskan siswa terlebih dahulu memiliki pengetahuan atau
konsep-konsep yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya
dengan mengaitkan atau mencari hubungan antara konsep yang ada dengan materi
baru, siswa akan dapat memecahkan masalah yang akhirnya siswa tersebut dapat
menyimpulkan tentang apa yang sedang dipelajarinya. Proses penarikan
kesimpulan oleh siswa ini merupakan kegiatan mengkonstruk ide-ide atau
membangun pengetahuan baru berdasarkan konsep-konsep yang dimilikinya.
Penarikan kesimpulan oleh siswa ini menunjukkan siswa telah membuat koneksi
antar konsep-konsep yang ada dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
Namun dewasa ini, pelajaran matematika oleh siswa pada umumnya
dipandang sebagai pelajaran yang sulit. Bagi siswa matematika dirasakan sulit
karena susah dimengerti, dipenuhi rumus-rumus. Pembelajaran matematika yang
membosankan menjadikan siswa tidak merasa nyaman, dan selalu bergantung
pada orang lain selama kegiatan belajar-mengajar. Hal ini membuat kepedulian
mereka akan pentingnya matematika sebagai bagian dari kehidupan tak dapat
mereka rasakan manfaatnya. Paling tidak kesemuan akan manfaat matematika ada
dalam pikirannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Nooriafshar
(2002) yang mengungkapkan bukti bahwa lebih dari 50% siswa tidak dapat
menyerap dasar materi selama separuh kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya
3
siswa tidak peduli matematika dan menganggap matematika tidak menyenangkan,
Nooriafshar (2002).
Fakta lain yang ditemukan dilapangan, siswa juga kesulitan menyelesaikan
soal seperti berikut:
Pak Ahmad menjual sebidang tanah yang berbentuk persegi panjang, seperti
gambar dibawah ini.
Gambar 1.1: Bentuk tanah pak Ahmad berupa persegi panjang
Bila diketahui perbandingan ukuran panjang terhadap lebarnya adalah 4 : 3 dan
harga jual 1 m2 tanah pak Ahmad sebesar Rp 350.000;. Tentukan berapa hasil
penjualan tanah pak Ahmad tesebut!
Dari 34 siswa yang menyelesaikan soal ini, hanya 3 siswa yang mampu
menjawab dengan benar, 5 siswa tidak menuliskan apa-apa pada lembar
jawabannya dan selebihnya mengerjakan tetapi jawaban siswa salah. Dari
4
Gambar 1.2: Jawaban siswa benar dengan menunjukkan koneksi
Dari jawaban benar ditunjukkan siswa, terlihat bahwa siswa dapat
menunjukkan keterkaitan antar konsep-konsep dalam meneyelesaikan masalah.
Untuk menentukan luas tanah, siswa harus mengetahui ukuran panjang dan
ukuran lebarnya. Untuk mendapatkan ukuran lebarnya harus terlebih dahulu
menyelesaikan perbandingan p : l = 4 : 3. Ukuran lebarnya diperoleh 15 m.
Selanjutnya dengan rumus luas persegi panjang L = p x l diperoleh luasnya adalah
300 m2. Untuk menentukan hasil penjualan tanah pak Ahmad siswa terlebih
dahulu mengalikan luas tanah dengan harga tanah permeter, dan diperoleh
hasilnya Rp 105.000.000.
Untuk menentukan Luas tanah Pak Ahmad
siswa terlebih dahulu harus tahu ukuran panjang dan lebarnya
Siswa tidak paham konsep perbandingan
Siswa dapat menentukan harga
5
Selanjutnya beberapa jawaban yang salah diberikan siswa seperti pada
jawaban berikut:
(a) (b)
Gambar 1.3: Jawaban siswa salah
Pada lembar jawaban (a), siswa tidak menuliskan representasi yang menunjukkan
situasi masalah yaitu perbandingan ukuran panjang dan lebar tanah pak Ahmad.
Siswa seharusnya menuliskan perbandingan ukuran panjang terhadap lebar tanah
yang diketahui dari soal, bukan menuliskan rumus keliling persegi panjang.
Akibatnya siswa tidak dapat mengaplikasikan rumus luas persegi panjang untuk
mendapatkan berapa luas tanah pak Ahmad dengan benar. Selanjutnya siswa tidak
dapat menentukan harga jual tanah pak Ahmad dengan benar. Pada lembar
jawaban (b), siswa sudah membuat representasi sesuai dengan situasi masalah,
tetapi siswa tidak mengerti dalam menggunakan aplikasi yang ada. Siswa tidak
dapat merubah bentuk ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ menjadi bentuk ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ , sehingga tidak
dapat melakukan operasi perkalian dengan benar. Selanjutnya representasi
berikutnya tidak ada kaitannya dengan representasi awal, sehingga penyelesaian
6
bahwa siswa belum memahami konsep luas persegipanjang, konsep perbandingan
dan juga dapat dilihat siswa belum terbiasa mengaitkan konsep-konsep di atas.
Hal ini bisa saja terjadi dikarena karakter siswa dan juga kemampuan awal siswa
tersebut.
Peranan pendidikan matematika yang sangat besar dalam peningkatan
kualitas SDM, haruslah didukung dengan suatu proses pembelajaran matematika
yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat melihat dan mengalami
sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran
matematika juga harus memberikan kesempatan pada siswa mengetahui
manfaatnya belajar matematika untuk mata pelajaran lainnya. Melalui
pembelajaran matematika yang mengkaitkan konsep matematika dengan konsep
lain serta mengkaitkan matematika dengan suatu permasalahan dalam kehidupan
nyata, maka siswa akan semakin mengetahui betapa pentingnya mempelajari
matematika.
Melalui pembelajaran yang proses belajar mengajarnya mengkaitkan
area-area pengetahuan yang berbeda, dan mengarahkan kepada kemampuan koneksi
matematis siswa. Baik kemampuan koneksi antara matematika dengan pelajaran
lain, koneksi matematika dalam kehidupan sehari-hari, maupun kemampuan siswa
dalam mengkoneksikan konsep antar pokok bahasan dalam matematika itu
sendiri. Dengan demikian pembelajarannya haruslah pembelajaran yang
bermakna. Dalam NCTM menyatakan belajar bermakna merupakan landasan
utama untuk terbentuknya mathematical connections. Selanjutnya, bila
kemampuan koneksi matematis siswa baik, maka siswa akan cenderung tidak
7
mempelajari pelajaran lainnya. Jadi dalam proses kegiatan belajar-mengajar perlu
adanya model pembelajaran yang penekanannya mengarah kepada kemampuan
koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa.
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pelaksanaan pembelajaran
mengacu pada empat pilar pendidikan universal yang disarankan UNESCO, yaitu:
learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together in
peace and harmony. Proses learning to do memberi kesempatan pada siswa untuk
terampil dalam mengkoneksikan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan
pengetahuan baru. Dengan demikian dalam benaknya tercipta ide-ide atau konsep
matematika yang terjalin menjadi suatu hubungan yang erat, dan tidak
terpisah-pisah. Sedangkan melalui learning to live together in peace and harmony siswa
akan diberi kesempatan untuk belajar secara berkelompok, bekerja sama, bertukar
pikiran dan saling menghargai walaupun berbeda pendapat.
Selanjutnya dalam belajar berkelompok perlu diperhatikan karakteristik
siswa. Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi belajar
(Uno, 2010: 58). Selanjutnya dijelaskan variabel ini didefinisikan sebagai aspek
atau kualitas seseorang dalam belajar. Aspek karakteristik siswa ini bisa berupa
bakat, minat, sikap motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir dan
kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa sangat berpengaruh dalam
pemilihan model belajar.
Kemampuan awal siswa merupakan bagian dari karakteristik siswa, maka
sangat dimungkinkan setiap siswa mempunyai kemampuan awal yang
berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan pendapat Galton (Ruseffendi, 1991: 113) menyatakan
8
yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Adanya perbedaan
kemamapuan siswa, Hebb dalam Ruseffendi (1991: 111), berpendapat bahwa
inteligensi manuasia tergantung dari dua faktor utama ialah hereditas (keturunan)
dan lingkungan. Dari pendapat diatas terlihat jelas bahwa siswa mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami pelajarannya. Dengan
mengetahui kemampuan dan karakteristik siswa, guru akan lebih mudah
merancang pembelajaran yang sesuai untuk siswa tersebut.
Untuk merealisasikan pembelajaran seperti yang digambarkan dalam
KBK, maka guru harus senantiasa dapat menjabarkan aktivitas kegiatan belajar
mengajar. Guru harus membuat perencanaan pengajaran yang mempertimbangkan
pengurutan kompetensi dasar menjadi pokok bahasan, perlu memperhatikan target
aspek kompetensi yang akan dicapai. Bila aspek kompetensi yang akan dicapai
penekanannya pada kemampuan koneksi matematik, maka hal yang mungkin
dalam pembelajaran dan pengenalan konsep matematika disajikan melalui
masalah kontekstual, yaitu melalui pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning, CTL). Trianto (2009: 107), menyatakan pembelajaran
kontekstual adalah:
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara matematika yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika siswa berhadapan dengan permasalahan, mereka menyadari bahwa
hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut siswa harus dapat mengkonstruksi pengetahuan secara
kritis dengan cara mengkoneksikan, mengintegrasikan serta mengeksplorasi
9
miliki. Johnson (2002: 64) menyatakan tujuan utama CTL adalah membantu para
siswa dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran-pelajaran
akademik mereka. Dengan demikian permasalahan kontekstual (contextual
problem) ataupun permasalahan yang disimulasikan dalam pembelajaran
dimaksudkan untuk memberikan peluang pada siswa agar dapat mengkoneksikan
semua ide matematik untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Selain itu dengan pembelajaran kontekstual siswa juga akan terlatih
menemukan secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Diyakini juga dengan
pembelajaran kontekstual ini kemandirian belajar siswa juga dapat ditingkatkan.
Dengan kemandirian belajar siswa yang baik, diharapkan siswa dapat mengatasi
masalahnya sendiri dan tidak membuang waktu dengan mengharapkan bantuan
dari siswa lain. Indikasi ini dapat dilihat salah satu pada saat pelaksanaan ujian,
siswa tidak lagi mencontek pekerjaan temannya atau mengharapkan bantuan dari
teman.
Kemandirian belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan siswa tersebut dalam belajar matematika. Kemandirian
belajar merupakan kesiapan individu yang mau dan mampu untuk belajar dengan
inisiatif sendiri. Belajar dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan
tujuan belajar, metoda belajar, dan evaluasi hasil belajar. Dalam kemandirian
belajar, inisiatif merupakan indikator yang mendasar. Dalam arti yang lebih luas
kemandirian belajar mendeskripsikan sebuah proses dimana individu mengambil
inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan orrang lain untuk mendiagnosa
10
belajar, dan memilih strategi belajar, dan melakukan evaluasi hasil belajar yang
dicapai.
Kemandirian belajar menuntut tanggung jawab yang besar pada diri siswa
dalam mencapai tujuan belajar. Haryono dalam Tahar (2006: 92) mengungkapkan
bahwa “kemandirian belajar perlu diberikan kepada peserta ajar agar supaya
mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya
dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri”.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan indikasi yang berbeda, guru
masih melakukan pembelajaran secara tradisional / biasa yang terpusat pada guru.
Guru hanya penyampai pesan pengetahuan, memberikan contoh soal dan tidak
jarang juga guru memberikan jawaban atas soal yang diberikannya. Sementara
siswa cenderung sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat,
mendengarkan dan menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya.
Pembelajaran seperti ini menjadikan pembelajaran yang searah dan bersifat
monoton, sehingga membosankan bagi siswa. Demikian juga jika diberikan
soal-soal latihan, siswa juga menyelesaikan sesuai dengan contoh yang diberikan guru,
ini mengindikasikan siswa tidak memahami bagaimana proses memperoleh
jawabannya. Siswa tidak dapat berkreativitas dalam mencari jawaban karena
sudah terpola seperti jawaban yang diberikan guru.
Dampak selanjutnya siswa tidak mempunyai kemandirian dalam belajar,
hal ini dapat dilihat ketika diberikan soal latihan atau pada pelaksanaan ujian,
siswa tidak mengerjakan secara sendiri tetapi berusaha untuk mendapatkan
bantuan ataupun jawaban dari teman sebangkunya atau yang berada disebelah kiri
11
hasil belajarnya, yang mestinya dimiliki setiap siswa yang menjalani proses
belajar. Sejalan ini Hernawati (2011: 195) mengatakan “didalam proses belajar,
makin tinggi usia seseorang makin bertanggungjawab ia akan proses belajarnya
sendiri”. Dampak selanjutnya siswa tidak berprestasi dalam belajar, terlebih siswa
memiliki kemampuan yang rendah dalam koneksi matematis. Hal ini dilihat dari
pernyataan Ruspiani dalam Sapti (2006: 69) yang mengungkapkan bahwa:
rata-rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan sehari-hari.
Menyimak kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan, dimana
kemampuan siswa belum menggambarkan tujuan pendidikan terutama
kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa. Menyimak
gambaran model pembelajaran kontekstual yang dipaparkan di atas, penulis yakin
Pembelajaran Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis
siswa dan kemandirian belajar siswa. Untuk merealisasikan harapan-harapan di
atas, maka penulis termotivasi untuk meneliti pengaruh model pembelajaran
kontekstual terhadap kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar
siswa dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah
12
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah
yang ada, antara lain:
1. Pelajaran matematika sulit dipahami siswa.
2. Pembelajaran matematika membosankan bagi siswa.
3. Aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika sangat rendah.
4. Siswa belum memiliki kemandirian belajar.
5. Kemampuan koneksi matematis siswa sangat rendah.
6. Siswa terbiasa mencontoh pola jawaban yang diberikan guru dan cenderung
tidak memahami prosesnya.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah atau lebih fokus. Maka perlu dibatasi
masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dibatasi pada
permasalahan kemampuan koneksi matematis, kemandirian belajar siswa dan
pembelajaran kontekstual yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang
diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah: Apakah terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan
koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa sekolah menengah pertama di
kabupaten Tapanuli Tengah. Dari rumusan masalah penelitian ini, akan dipecah
13
1. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran kontekstual lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan
dengan pembelajaran biasa?
2. Apakah kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran
kontekstual lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan
kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan koneksi matematis
siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan
kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar siswa?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam butir pertanyaan
penelitian, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang
dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dibandingkan
siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa.
2. Untuk mengetahui apakah kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan
dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dibandingkan siswa yang
dibelajarkan dengan pembelajaran biasa.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual
dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemampuan koneksi
14
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran kontekstual
dengan kemampuan awal matematik siswa terhadap kemandirian belajar
siswa?
1.6 Manfaat Penelitian
Seperti yang telah dikemukan dalam latar belakang masalah dengan
dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan dapat :
1. Memberikan pengalaman belajar yang baru kepada siswa, sehingga
pembelajaran berlangsung menarik bagi siswa dan tidak membosankan.
2. Memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan terhadap upaya
perencanaan pembelajaran pada pokok bahasan matematika lainnya, serta
kerangka kerja pedagogik yang harus dipersiapkan guru, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa.
3. Memberikan konstribusi bagi para guru matematika SMP, khususnya dalam
upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa serta
meningkatkan prestasi belajar siswa pada umumnya.
4. Untuk para pengambil kebijakan pendidikan, dapat dijadikan sebagai sebuah
rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi dasar matematik siswa
127 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa ada
pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan koneksi
matematis dan kemandirian belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari jawaban
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual secara signifikan lebih baik
dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dibandingkan
dengan pembelajaran biasa. Kemampuan koneksi matematis siswa yang
dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dibandingkan siswa
yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa. Dari hasil pretes terungkap
rata-rata pretes kelas eksperimen adalah 10,500 dan pada kelas kontrol adalah
10,533. Dari hasil postes terungkap bahwa rata-rata postes kelas eksperimen
23,067 sedangkan kelas kontrol 19,167. Dengan demikian dapat dinyatakan
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual secara signifikan
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa.
2. Kemandirian belajar siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual
lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pretes KBS dan hasil postes KBS setelah
dikuantitatifkan diperoleh data pretes KBS kelas eksperimen 90,533 dan pada
kelas kontrol 86,400. Selanjutnya data hasil postes KBS kelas eksperimen
128
siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual lebih tinggi
dibandikan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran biasa.
3. Tidak terjadi interaksi antara pembelajaran kontekstual dengan KAM terhadap
kemampuan koneksi matematis siswa. Demikian juga tidak terjadi interaksi
antar pembelajaran kontekstual dengan KAM terhadap kemandirian belajar
siswa. Kemampuan koneksi matematis siswa dan kemandirian belajar siswa
pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa pada kelas kontrol
merupakan pengaruh pembelajaran kontekstual
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka dapat diajukan saran-saran
sebagai berikut :
1. Kepada Guru
a. Untuk guru dan praktisi pendidikan sudah sepantasnya segera merubah
kebiasaan pembelajaran yang didominasi oleh guru, menjadi pembelajaran
yang terkini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.
b. Mengingat bahwa Sekolah Menengah Pertama, siswanya masih berusia 11 - 13
tahun maka kontekstual sangatlah potensial untuk diimplementasikan. Dalam
pembelajaran kontekstual siswa didekatkan dengan kontek-kontek yang ada di
sekitar mereka (kehidupan nyata).
c. Agar dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka kerangka teoritik model
pembelajaran kontesktual yang sudah ada dapat dijadikan acuan yang utama.
d. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, perlu memperhatikan
kesesuaian materi pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah serta pembagian
129
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran
dan model pembelajaran yang inovativ agar dapat melaksanakannyasehingga
secara sadar pembelajaran biasa perlahan ditinggalkan untuk menngkatkan
hasil belajar siswa.
2. Kepada lembaga terkait
a. Untuk para pengambil kebijakan pendidikan, kiranya dapat menjadikan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menjadi salah satu model
pembelajaran, yang dapat ditindak lanjuti dengan pelatihan-pelatihan yang
lebih intensif tentang pembelajaran ini.
b. Pembelajaran kontekstual dapat dijadikan salah satu alternatif meningkatkan
kemampuan koneksi matematis siswa pada materi segitiga dan segiempat,
sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai
pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran kontekstual dalam
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan kemandirian belajar
siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil yang maksimal.
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual dalam
meningkatkan kemampuan matematika yang lain dengan kenerapkan lebih