• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Rhizophora mucronata SETELAH APLIKASI FUNGI Penicillium sp., Aspergillus sp., DAN Curvularia sp.

PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

SKRIPSI

OLEH:

Widya Kurniawan Putra

061202003

Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas Nama Mahasiswa : Widya Kurniawan Putra

Nim : 061202003

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Yunasfi., M.Si Dr. Budi Utomo SP. MP.

Mengetahui Program Studi Kehutanan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Judul hasil penelitian ini adalah “Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas”. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua komisi pembimbing saya, bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si. selaku ketua dan bapak Dr. Budi Utomo SP. MP. selaku

anggota serta kepada orangtua saya yang telah mendukung saya dalam doa dan materil dan kepada teman-teman yang telah membantu saya.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan hasil penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa kehutanan.

Medan, Maret 2011

(4)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove ... 5

Produksi Serasah Daun Mangrove ... 7

Dekomposisi Serasah Daun ... 9

Peranan dan Kandungan Unsur Hara Dekomposisi Serasah Mangrove .... 11

Fungi Sebagai Dekomposer ... 14

Taksonomi dan Morfologi Rhizophora mucronata ... 15

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Prosedur Penelitian ... 18

Penentuan Zona Salinitas ... 18

Pengambilan Sampel Serasah Daun ... 19

Penempatan Serasah Daun ... 19

Analisis Serasah Daun Rhizophora mucronata ... 20

Pengolahan Data ... 20

Laju Dekomposisi Serasah daun Rhizophora mucronata ... 20

Analisis unsur hara karbon(C), nitrogen (N) dan fosfor (P) ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... 23

Makrobentos ... 27

Kandungan unsur hara karbon, nitrogen, fosfor ... 28

Fungi (jamur) ... 30

Pembahasan ... 31

Laju dekomposisi ... 31

Faktor lingkungan ... 33

Makrobentos ... 34

Kandungan unsur hara ... 35

Karbon (C) ... 35

(5)

Fosfor (P) ... 37

Fungi (jamur) ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove ... 12 2. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ekosistem Mangrove ... 5

2. Serasah kering daun R. Mucronata ... 9

3. Rhizophora mucronata ... 16

4. Sisa serasah daun R.mucronata rata-rata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas 0-10 ppt .... 23

5. Sisa serasah daun R.mucronata rata-rata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas 10-20 ppt .. 23

6. Sisa serasah daun R.mucronata rata-rata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas 20-30 ppt .. 24

7. Laju dekomposisi serasah daun R.mucronata selama 105 hari pada berbagai tingkat salinitas ... 25

8. Sisa serasah yang terdekomposisi pada pengamatan hari ke-105 ... 26

9. Makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun R.mucronata Siput laut , cacing, kepiting ... 28

10.Unsur hara karbon pada berbagai tingkat sallinitas ... 29

11.Unsur hara nitrogen pada berbagai tingkat salinitas ... 29

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Bobot kering (gram) sisa serasah daun R.mucronata tiap ulangan

pada berbagai tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi ... 42

2. Perhitungan laju dekomposisi metode olson... ... 44

3. Makrobentos yang terdapat di dalam kantong serasah daun R.mucronata ... 48

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas ole terjadi terlindung dari gempuran melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses (Wikipedia, 2010).

(10)

bagi makrobentos dan menyokong rantai makanan di hutan mangrove yang terdiri dari ikan, krustasea, burung, mamalia kecil dan invertebrata serta penghasil unsur hara bagi perairan sekitarnya. Bahan organik yang terbentuk di kawasan hutan bakau turur dieksport ke ekosistem sekitarnya.

Hutan mangrove mempunyai kombinasi baik dalam hal menghasilkan serasah dan laju dekomposisi. Hal-hal yang mempengaruhi, selain faktor jenis tumbuhan, umur, iklim, perbedaan lingkungan dapat juga mempengaruhi produksivitas serasa. Misalnya zonasi yang lebih dekat pantai dan terkena pengaruh pasang surut secara langsung akan menghasilkan serasah yang berbeda dibandingkan dengan zonasi yang jauh lebih dari garis pantai dan terkena pengaruh pasang surut air laut (Handayani, 2004).

Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis,yang dapat menyuburkan kawasan pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis ikan dan Avertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Dewi, 2010).

(11)

Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur akan didekomposisi oleh berbagai jenis bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian Protozoa dan Avertebrata lainnya dan kemudian Protozoa dan Avertebrata tersebut akan dimakan oleh karnivor sedang, selanjutnya karnivor sedang ini dimakan oleh karnivor yang lebih tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakeri dan fungi untuk menguraikan partkel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat.

(12)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengukur laju dekomposisi serasah daun R. mucronata pada berbagai tingkat salinitas.

2. Mengetahui kandungan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P) dan karbon (C) yang terdapat pada serasah daun R. mucronata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

3. Mengetahui pengaruh fungi terhadap laju dekomposisi serasah daun R. mucronata.

Manfaat Penelitian

1. Menentukan kecepatan laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. 2. Menentukan kecepatan pelepasan bunsur hara C, N, P.

3. Bahan acuan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah serta penentu lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan dan udang di ekosistem mangrove. Hipotesis Penelitian

1. Serasah daun R. mucronata lebih cepat terdekomposisi pada tingkat salinitas 20-30 ppt.

2. Unsur hara C, N dan P yang terdapat pada serasah daun R. mucronata lebih cepat terdekomposisi pada tingkat salinitas 20-30 ppt.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove

Menurut Kusmana (2002), pengertian mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.

Berbagai pengertian mangrove tersebut sebenarnya mempunyai arti yang sama, yaitu formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit subtropika, terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit berpasir, serta mendapat pengaruh pasang surut air laut. Mangrove juga merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Bentuk ekosistem mangrove di daerah Sicanang Belawan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ekosistem mangrove

(14)

karbondioksida dan substansi organik seperti tanaman yang mati, dan hewan yang membusuk oleh karena mikro organisme. Komponen biotik terdiri dari tiga tipe organisme, yaitu dikelompokkan menurut fungsinya dalam suatu ekosistem yaitu organisme produser, organisme konsumer dan organisme dekomposer (Harahab, 2010).

Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil. Akan tetapi kepadatan populasi masing – masing umumnya besar. Karena berada di perbatasan antara darat dan laut, maka hutan mangrove merupakan ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan, baik dengan ekosistem darat maupun lepas pantai. Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi, yaitu memiliki 89 jenis tumbuhan, yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Anwar dan Gunawan, 2006).

(15)

Produksi Serasah Daun Mangrove

Produksi serasah daun setiap jenis mangrove berbeda, hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan. Perbedaan jumlah serasah ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas, kesuburan tanah, kelembaban tanah, kerapatan, musim dan tegakan.

Produktivitas primer kotor dari hutan mangrove sangat tinggi, yaitu 100 mt C/ ha/ tahun, meskipun demikian laju produktivitas bersih dari hutan mangrove adalah mirip dengan ekosistem perairan dangkal lainnya, yaitu 18 mt C/ha/tahun. Hal ini terutama berkaitan dengan tingginya kebutuhan respirasi dan metabolisme dari ekosistem mangrove itu sendiri yang mengkonsumsi sekitar 80% dari produktivitas kotor. Biomas organik umumnya terdiri dari vegetasi mangrove itu sendiri dan kotoran daun atau akar mangrove yang utuh atau bagian-bagian yang telah mengalami dekomposisi. Kotoran-kotoran mangrove tersebut yang membentuk dasar jaring-jaring makanan yang mencakup berbagai invertebrata, ikan, reptil, burung dan mamalia (Farhum, 2000).

(16)

detritus yang diperkaya dengan fungi, bakteri dan dengan yang tumbuh didalamnya. Jika kepiting ditiadakan maka proses dekomposisi daun dapat memakan waktu 6 minggu.

Daun tersusun dari 61% berat kering bebas abu sebagai protein, daun gugur proteinnya sekitar 3,1%, sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus mengalami peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis satwa. kemudian serasah terurai menjadi bagian yang lebih kecil (detritus) menurut penelitian daun yang telah terurai ini mengandung vitamin B12, detritus ini kemudian dimakan oleh jasad renik seperti zooplankton, udang, kepiting,ikan kecil (kebanyakan hewan ini memiliki nilai ekonomis tinggi seperti fase juvenil udang, kepiting) yang selanjutnya hewan kecil ini akan dimakan oleh karnivora terutama ikan.

(17)

Dekomposisi Serasah Daun

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mokroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa organik sederhana (Gultom, 2009). Bentuk serasah kering daun R. mucronata dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Serasah kering daun R. mucronata

Menurut Nybakken (1998) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2) penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi.

(18)

Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua, biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragamjenis-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya (Aquablok2b, 2007).

Keekfektifan bakteri, fungi, dan hewan lainnya dalam dekomposisi serasah ditunjukkan oleh cepat atau lambatnya serasah hilang dari permukaan tanah secepat jatuhnya serasah dari tanaman. Dekomposisi yang lengkap membutuhkan waktu beberapa minggu bahkan bertahun-tahun. Bahan organik dapat dihancurkan melalui dua proses utama, yaitu melalui dekomposisi aerobik dan anaerobik (fermentasi). Kedua proses dekomposisi tersebut dapat memberikan manfaat seperti : mengurangi total masa bahan organik, meningkatkan presentasi unsur hara dan menghilangkan bau busuk, bahan toxik dan pantogen yang mungkin ada pada bahan organik tersebut. Laju dimana bahan organik dapat dihancurkan sangat ditentukan oleh : jenis dan sifat bahan organik, mikroba penghancur, jenis yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme (Handayani, 2004).

(19)

dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis bagi dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).

Menurut Arifin (2003) peristiwa pasang surut membantu terjadinya proses dekomposisi melalui pelapukan. Bersama-sama kadar garam dan sinar matahari, secara lambat pasang surut menghancurkan bahan-bahan organik tersebut. Terjadinya pasang surut akan menghambat perkembangan dan aktivitas makrobentos (dekomposer). Pasang surut berkaitan dengan salinitas, tingkat frekuensi pasang surut sangat ikut menentukan adanya perubahan salinitas. Semakin sering terjadi pasang surut, tingkat sallinitas semakin meningkat. Pengaruh salinitas terhadap kepadatan makrobentos (dekomposer) terjadi secara tidak langsung, yaitu melalui kerapatan pohon yang mengakibatkan suatu tunjangan bagi kenaikan kepadatan makrobentos. Kerapatan pohon mampu meredam atau menetralisir peningkatan salinitas. Penurunan tingkat salinitas juga disebabkan oleh terjadinya pengenceran air di dalam tanah pada waktu surut.

Peranan dan Kandungan Unsur Hara Dekomposisi Serasah Mangrove

(20)

magnesium. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove

Sumber : Laboratorium Fahutan, IPM (1997) dalam Arifin (2003)

Hara merupakan faktor penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem mangrove, hara dalam ekosistem mangrove dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu : (a) Hara anorganik, penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara ini terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Sumber utama hara anorganik adalah curah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut, dan bahan organik yang terurai di mangrove: (b) Detritus organik, merupakan bahan organic yang berasal dari bioorganik yang melalui beberapa tahap pada proses microbial (Handayani, 2004).

Karbon (C)

Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan

H2O. Oksigen secara berangsur terbentuk karena rata-rata produksi biomassa yang

menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen, maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan besar

dalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Notohadiprawiro, 1998). No. Jenis Daun Karbon Nitrogen Fosfor Kalium Kalsium Magnesium

(21)

Nitrogen (N)

Pada ekosistem pesisir dan estuary, tampaknya nitrogen bahkan menjadi unsure utama yang mampu membatasi pertumbuhan sebagian besar jenis tanaman halofia. Secara individual, nitrogen merupakan unsur penting dalam penyusunan asam amino, asam nukleat, protein yang berperan dalam sebagian besar proses metabolism tanaman.

Nitrogen harus mengalami fiksasi menjadi NH3, NH4, dan NO3. Meskipun

beberapa organism dapat memanfaatkan Nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi Nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk gas. Nitrogen berupa Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia NH3, ammonium NH4, nitrit NO3, dan molekul

nitrogen N2 dalam bentuk gas dan Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan

urea (Handayani, 2004).

Fosfor (P)

Fosfor adalah salah satu hara esensial bagi pertumbuhan tanaman dan merupakan unsur yang kritis setelah nitrogen. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk fosfat, dimana sebagian besar dalam bentuk anion fosfat yang monovalen dan sedikit sebagai anion divalent.

(22)

Fungi Sebagai Dekomposer

Fungi merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab. Jamur uniseluler dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu vegetatif dapat dilakukan dengan cara membentuk spora, membelah diri, kuncup (budding). Secara generatif dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk jamur multiseluler reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora. Secara generatif dapat dilakukan dengan cara konjugasi, hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora askus, spora basidium (Rustono, 2009).

Jamur (fungi) adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati (eucariotic), biasanya berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung kitin, selulosa atau keduanya. Jamur adalah organisme heterotrof absobtif, dan membentuk beberapa macam spora. Di antara sekitar seratus ribu jenis jamur, sebagian besar dapat hidup sebagai saproba yang berjasa karena melakukan dekomposisi bahan-bahan organik mati. Klasifikasi jamur yaitu ;

Ascomycotina

(23)

benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel. Cara berkembangbiak ada dua cara, yaitu:

a. Secara vegetatif.

Dengan cara kalmidospora (spora berdinding tebal), fragmentasi (pemisahan sebagian cabang dari miselium yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru), tunas/kuncup (budding) yaitu pada Saccharomyces.

b. Secara generatif

Dengan menghasilkan spora yang dibentuk di dalam askus. Askus-askus itu berkumpul dalam badan yang disebut askokarp. Contohnya: Penicillium sp, Aspergillus sp.

Deuteromycotina

a. Belum diketahui tingkat seksualnya, disebut juga jamur tidak sempurna (fungi imperfecti)

b. Pembiakan vegetatif dengan menggunakan konidium, sedang alat pembiakan generatifnya (askus atau basidium) belum atau tidak dikenal. Contohnya: Curvularia sp.

Taksonomi dan Morfologi Rhizophora mucronata

(24)

Gambar 3. Rhizophora mucronata

Secara taksonomi, tata urutan atau klasifikasi dari jenis bakau ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Genus

Spesies : Rhizophora mucronata

R. mucronata ini dapat digolongkan ke dalam jenis bakau hitam (black mangrove). Jenis ini sering juga dikenal dengan nama bakau,bakau besar atau bakau genjah.

(25)
(26)

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakuka n di kawasan hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan, Sumatera Utara. Penelitian di lapangan dilaksanakan bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011. Penimbangan serasah dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) dilakukan di Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Laboratorium Tanah, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah Rhizophora mucronata yang diambil dari kawasan hutan mangrove Sicanang Belawan Medan. Peralatan yang digunakan meliputi : Hand refractometer, oven dan timbangan analitik, kantong serasah (litter bag) yang berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon, kantong plastik dengan ukuran ¼ kg, tali plastik (rafia), patok bambu, amplop sampel, dan lain-lain.

Prosedur Penelitian Penentuan zona salinitas

(27)

Pengambilan sampel serasah daun

Pengambilan serasah daun Rhizophora mucronata dilakukan di beberapa lokasi pada kawasan hutan mangrove Sicanang Belawan. Pengambilan serasah langsung dilakuan dari lantai hutan mangrove Sicanang Belawan. Kemudian serasah daun Rhizophora mucronata dimasukkan ke dalam kantong plastik/karung plastik dan dibawa ke laboratorium untuk ditimbang.

Penempatan serasah daun

Selanjutnya serasah daun Rhizophora mucronata yang sudah dibawa ditimbang seberat 50 gr dan dimasukkan ke kantong serasah. Pada tiap salinitas ditempatkan kantong serasah daun sebanyak 63 kantong, dengan tiga perlakuan yaitu;

- Perlakuan 1 diberi jamur Penicillium sp. dengan 3 ulangan, - Perlakuan 2 diberi jamur Aspergillus sp. dengan 3 ulangan, dan - Perlakuan 3 diberi jamur Curvularia sp. dengan 3 ulangan

(28)

Setelah kantong serasah ditempatkan pada tingkat salinitas yang digunakan ke dalam tambak, kantong serasah tersebut diambil sekali dalam 15 hari sebanyak 9 kantong serasah dari tiap tingkat salinitas. Kantong berisi serasah yang diambil dari semua tingkat salinitas adalah sebanyak 27 kantong hingga 7 kali pengambilan. Serasah daun dari kantong serasah tersebut dikeluarkan dan ditiriskan/dikeringanginkan untuk selanjutnya dimasukkan kedalam kantong kertas HVS Folio. Kantong kertas yang berisi serasah daun Rhizophora mucronata tersebut dimasukkan kedalam oven bersuhu 75 0C selama 3 x 24 jam. Setelah dioven serasah tersebut ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Laju dekomposisi serasah daun Rhizophora mucronata dihitung dari penyusutan bobot serasah yang terdekomposisi dalam satu satuan waktu. Sebagai kontrol digunakan serasah yang tidak ditempatkan di lapangan dan juga digunakan untuk analisis unsur hara.

Analisis serasah daun Rhizophora mucronata

Contoh serasah daun Rhizophora mucronata dari setiap zona salinitas yang telah diketahui berat keringnya sebanyak 5 gram dibawa dan dikirim ke Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Balai Penelitian Tanah Laboratorium Tanah, Bogor untuk dianalisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P).

Pengolahan Data

Laju dekomposisi serasah daun Rhizophora mucronata

(29)

Xt/Xo = e –kt

Keterangan : Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t Xo = Berat serasah awal

E = Bilangan logaritma (2,72) T = Periode Pengamatan K = Laju Dekomposisi

Analisis unsur hara karbon(C), nitrogen (N) dan fosfor (P)

Analisis unsur hara karbon, nitrogen dan fosfor dilakukan di Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Balai Penelitian Tanah Laboratorium Tanah, Bogor. Penentuan kadar unsur hara C dilakukan berdasarkan kehilangan bobot bahan organik karena pemanasan. Penetapan kadar karbon dilakukan dengan rumus :

Kadar C dalam daun = 1.724 (0,458 0,4) x100% Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode Kjelldahl, yaitu : nitrogen (organik dan anorganik) didekstruksi dengan H2SO4

pekat dirubah menjadi garam Amonium Sulfat, kemudian didestilasi dengan penambahan NaOH 50 % untuk melepas NH4 yang ditangkap dengan larutan

(30)

Kadar N dalam daun =

b a×0,02×14

x 100 % keterangan : a = Selisih volume (ml)

b = Bobot bahan kering dalam 0,1 gram tepung daun

0,02 = Normalitas HCL (sebelumnya distandarisasi terlebih dahulu

untuk mengetahui nilai normalis yang tepat)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penurunan bobot kering pada serasah daun R.mucronata sangat signifikan setiap pengamatannya dari hari ke – 15 hingga hari ke – 105. Perubahan bobot kering tersebut disajikan pada gambar 4, 5, dan 6 di bawah ini.

Gambar 4. Sisa serasah daun R.mucronata rata-rata yang telah mengalami proses

dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas 0-10 ppt.

(32)

Gambar 6. Sisa serasah daun R.mucronata rata-rata yang telah mengalami proses dekomposisi selama 105 hari pada tingkat salinitas 20-30 ppt.

Perubahan bobot kering serasah daun R.mucronata dari ketiga tingkat salinitas menunjukkan bahwa dari ketiga tingkat salinitas mengalami dekomposisi yang hampir sama sehingga laju dekomposisinya tidak mengalami perbedaan dari ketiga tingkat salinitas tersebut. Nilai laju dekomposisi serasah daun R.mucronata lebih tinggi pada awal dekomposisi dan terjadi grafik yang berbeda-beda pada tingkat salinitasnya setiap dalam pengambilan data (15 hari). Semakin cepat perubahan bobot kering serasah maka semakin tinggi nilai laju dekomposisisnya.

(33)

Laju dekomposisi serasah daun R.mucronata selama 105 hari pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. laju dekomposisi serasah daun R.mucronata selama 105 hari pada berbagai tingkat salinitas.

Pada gambar 7 di atas jelas bahwa kecepatan laju dekomposisi serasah daun R.mucronata berbeda beda setiap salinitasnya. Ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor salinitas air, makrobentos, fungi dekomposer, faktor lingkungan, dan sebagainya.

Pada gambar 7 di atas dapat disimpulkan bahwa kecepatan laju dekomposisi serasah R.mucronata yang tertinggi adalah 0,4403 dengan aplikasi fungi Aspergillus sp. pada salinitas 10-20 ppt. Dengan kecepatan yang sangat tinggi ini, menyebabkan bobot kering dari serasah daun R.mucronata sangat berkurang secara signifikan, dapat dilihat dari gambar 5, sehingga lebih cepat proses dekomposisinya pada salinitas ini yang mencapai 10,8 g pada hari ke 105.

(34)

Sisa serasah daun R.mucronata yang telah terdekomposisi dari pengamatan hari ke-15 samapai hari ke-105 mengalami penurunan bobot basah dan bobot kering. Penurunan bobot basah dan bobot kering dapat dilihat dari perubahan bentuk yang menunjukkan cercahan daun R.mucronata semakin menuju hari ke-105. Perubahan di hari ke-105 ini dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini.

(35)

Makrobentos

Makrobentos termasuk salah satu dekomposer awal yang meremas-remas atau mencacah sisa-sisa daun yang kemudian dikeluarkan kembali sebagai kotoran setelah itu dilanjutkan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Tabel 2 menunjukkan beberapa jenis makrobentos yang terdapat di dalam serasah daun R.mucronata Jumlah makrobentos yang terdapat pada serasah daun R.mucronata yang mengalami dekomposisi setiap 15 hari sekali pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Lampiran 2 yang setiap minggunya mengalami pertambahan jumlah yang sangat signifikan. Pada kantong berisi serasah yang ditempatkan pada tingkat salinitas >30 ppt lebih banyak ditemui makrobentos daripada tingkat salinitas yang lainnya.

Kelas Ordo Genus

Gastropoda(Siput) Mesogastropoda Eubonia, Telescopium

Basammatophora Pupoides

Crustaceae (Kepiting) Decapada Chiromantes

Turbellaria (Cacing) Macrostomida Microstonum Tabel 2. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun

R.mucronata

(36)

Gambar 9. Makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun R.mucronata Siput laut, cacing, kepiting.

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen, Fosfor

(37)

Gambar 10. Unsur hara karbon pada berbagai tingkat salinitas.

Nitrogen dapat melibatkan makrobentos dan mikroorganisme. Sebagian besar nitrogen terlibat dalam proses biologi yang berasal dari atmosfer dalam kesetimbangan nitrogen yang dilepaskan oleh mikroorganisme pada proses dekomposisi. Kandungan unsur hara nitrogen pada serasah daun R.mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 11.

(38)

Kandungan fosfor rata-rata semakin meningkat tiap minggunya. Fosfor berperan dalam proses metabolisme tanaman, Fosfor merupakan salah satu unsur hara essensial. Bentuk fosfor selalu berubah, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh organisme. Kandungan unsur hara fosfor pada serasah daun R.mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Unsur hara fosfor pada berbagai tingkat salinitas.

Fungi (jamur)

Fungi yang digunakan sebagai pendekomposer serasah daun R.mucronata ada 3, yaitu Curvularia sp, Aspergillus sp, dan Penicillium sp. Adapun pertumbuhan setiap funginya adalah sebagai berikut.

Curvularia sp

(39)

berwarna coklat transparan dengan panjang mencapai 103 µm, dengan lebar 5-3 µm dan bersepta, konidia berukuran 14,4 – 8 x 6 – 3 µm.

Aspergillus sp

Koloni pada media PDA dalam suhu ruang memiliki warna massa hifa putih, massa konidia berwarna hitam, semakin ke tepi semakin memudar. Diameter koloni 8 cm dalam 12 hari (0,67 cm/hari). Sedangkan ciri-ciri mikroskopiknya : hifa berwarna abu-abu transparan dengan lebar hingga 14 µm. Konidiofor memiliki panjang antara 70 – 200 µm. Konidia berlimpah dan berwarna hitam pekat dengan diameter 1,7 – 2 µm.

Penicillium sp

Koloni pada media PDA dalam suhu ruang memiliki warna massa hifa putih, massa konidia berwarna biru kehijauan, diameter koloni 3 cm dalam 7 hari (0,42 cm/hari). Sedangkan ciri-ciri mikroskopiknya : hifa hijau transparan dengan lebar hingga 4 µm, berseptat, membentuk percabangan dengan sudut 450 dan 900. Konidiofor memiliki panbjang antara 5 – 50 µm, diverticilated. Konidia radiate dengan panjang rantai konidia mencapai 80 µm, berbentuk globus, berwarna hijau kelabu dengan diameter 1 µm.

Pembahasan Laju dekomposisi

(40)

dekomposisi karena serasah yang ditempatkan di dalam kantong serasah pada masing-masing tingkat salinitas mengalami penurunan bobot kering serasah daun yang bervariasi.

Penurunan bobot kering rata-rata serasah daun di hari ke-105 pada serasah R.mucronata yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas 20-30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 0-10 ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun R.mucronata di dalam kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai dekomposer yang tinggi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut.

Namun nilai bobot kering terkecil jika dilihat dari jenis aplikasi funginya yaitu 10,8 g dengan aplikasi fungi Aspergillus pada salinitas 10-20 ppt di hari ke-105. Sedangkan nilai bobot kering yang tertinggi di hari ke-105 yaitu 21,6 g dengan aplikasi fungi Aspergillus pada salinitas 0-10 ppt. Ini menunjukkan bahwa fungi Aspergillus sangat cepat mendekomposisi pada tingkat salinitas 10-20 ppt, sedangkan dengan menggunakan salinitas yang lain tidak begitu cepat dalam mendekomposisi serasah daun R.mucronata.

(41)

10,8 gram, Curvularia 18 gram. Penicilium pada tingkat salinitas 20-30 ppt adalah 17,7 gram, Aspergilus 12,26 gram dan Curvularia 15,63 gram.

Nilai laju dekomposisi dengan menggunakan metode Olson yang tertinggi atau tercepat dalam melakukan dekomposisi yaitu 0,4403 dengan menggunakan aplikasi fungi Aspergillus di tingkat salinitas 10-20 ppt. Sedangkan nilai yang terendah yaitu 0,2412 dengan menggunakan aplikasi fungi Aspergillus di tingkat salinitas 0-10 ppt.

Sementara itu, beberapa kantong serasah yang berisi daun R.mucronata mulai terjadi proses humifikasi. Proses humifikasi berpengaruh terhadap keadaan iklim atau keadaan lingkungan. Didukung oleh Rismunandar (2000) dalam Dewi (2010), terjadinya proses humifikasi tergantung pada kondisi tanah, tumbuhan penutup, aktivitas mikroorganisme tanah dan fauna tanah, pengaruh iklim, serta aktivitas manusia. Menurut Sunarto (2003) bahwa kecepatan terdekomposisi mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Faktor lingkungan

Menurut Sunarto (2003), kecepatan proses dekomposisi pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut umumnya mempengaruhi pertumbuhan dekomposer. kelembaban tanah merupakan faktor terbesar yang menyebabkan variasi daerah di dalam kegiatan pengurai. pada umumnya serasah terkumpul pada musim kering dan membusuk pada musim hujan.

(42)

bahan organik dimana dekomposer ini sangat besar peranannya. Berawal dari anaerobik yang mencacah bahan organik menjadi partikel kecil kemudian dilanjutkan oleh aerobik membutuhkan oksigen dan sama-sama melakukan proses dekomposisi. Aktivitas pasang surut air laut juga dapat membantu terjadinya proses dekomposisi melalui pelapukan secara lambat dan dapat menghancurkan bahan organik. Selain itu, salinitas juga dapat berperan dalam membantu proses dekomposisi karena salinitas juga dapat menentukan kelimpahan jumlah makrobentos, pada umumnya makrobentos menyukai lokasi dengan salinitas tinggi karena dapat dimanfaatkan untuk pembentukan cangkangnya.

Makrobentos

(43)

Makrobentos berperan dalam dekomposer awal yang akan mencacah sisa-sisa bagian pohon. Cacing maupun kepiting dalam kantong serasah yang memanfaatkan sisa-sisa daun yang kemudian dikeluarkan lagi sebagai kotoran. Menurut Arifin (2003) kehidupan makrobentos membutuhkan habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon. Selain itu, makrobentos harus mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon.

Kandungan Unsur Hara

Unsur hara merupakan unsur esensial yang berasal dari bahan organik mati yang dilakukan oleh aktivitas makroorganisme dan mikroorganisme. Proses pendekomposisian berkaitan dengan kecepatan arus sekitar 0,2–0,4 m/dtk, dimana kecepatan arus membantu mempercepat proses penghancuran unsur hara.

Laju dekomposisi memberikan sumbangan unsur hara yang berperan dalam pembentukan pertumbuhan dan perkembangan di hutan mangrove. Menurut Arief (2003), meneliti bahwa unsur hara yang dikandung oleh daun-daun mangrove adalah karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium. 1. Karbon (C)

(44)

Akan tetapi, pada pengamatan hari ke-60 dan salinitas 0-10 ppt terjadi pengecualian yakni kandungan unsur karbon meningkat melebihi kandungan kontrol. Pada saat pengamatan tersebut intensitas hujan tinggi dan juga pada saat tersebut terjadi kebocoran tanggul yang menyebabkan surutnya air di kolam. Hal ini diduga sebagai penyebab dari tingginya kandungan karbon tersebut. Selain itu, keberadaan industri di sekitar lokasi juga sangat mendukung. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) yang menyatakan bahwa hujan merupakan salah satu sumber penambahan karbon di perairan karena hujan tersebut mengandung karbondioksida yang terdapat di atmosfer.

2. Nitrogen (N)

(45)

3. Fosfor (P)

Kadar fosfor di dalam serasah daun relatif meningkat setiap harinya hingga hari ke-105. Nilai kandungan yang tertinggi yaitu 0,13 pada tingkat salinitas 10-20ppt dengan menggunakan aplikasi fungi Aspergillus. Kandungan unsur hara fosfor pada R. Mucronata dibutuhkan tanaman dalam proses metabolisme. Menurut Effendi (2003) di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Akan tetapi peningkatan yang signifikan pula di tunjukkan di hari ke-60, dimana nilainya mencapai 0,12 pada tingkat salinitas 0-10 ppt dengan menggunakan aplikasi fungi Penicillium. Menurut Effendi (2003) bahwa keberadaan fosfor yang berlebihan dapat diakibatkan oleh pertumbuhan alga di perairan.

Fungi (jamur)

Fungi berperan besar dalam proses dekomposisi serasah daun R.mucronata. Pada aplikasi menggunakan fungi Penicillium pada tingkat salinitas 20-30ppt lebih rendah bobot keringnya daripada salinitas yang lain. oleh karena itu serasah daun R.mucronata lebih cepat terdekomposisi dibandingkan pada tingkat salinitas lainnya.

(46)

salinitas yang lainnya. Hal ini juga menyebabkan bobot kering terendah pada penelitian ini yaitu 10,8 g dengan menggunakan aplikasi fungi Aspergillus tersebut pada salinitas 10-20 ppt ini.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rata-rata laju dekomposisi serasah daun R.mucronata pada tingkat salinitas 20-30 ppt lebih cepat dibandingkan dengan laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, dan 10-20 ppt.

2. Persentase (%) kandungan unsur hara C yang paling tinggi pada serasah daun R.mucronata yaitu 49,31% yang terdekomposisi pada pengamatan hari ke-60, terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt dengan menggunakan aplikasi Aspergillus. Persentase (%) kandungan unsur hara N yang paling tinggi pada serasah daun R.mucronata yaitu 1,37 yang terdekomposisi pada pengamatan hari ke-60, terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt dengan menggunakan aplikasi Penicillium. Persentase (%) kandungan unsur hara P yang paling tinggi pada serasah daun R.mucronata yaitu 0,13 yang terdekomposisi pada pengamatan hari ke-105, terdapat pada tingkat salinitas 10-20 ppt dengan menggunakan aplikasi Aspergillus.

3. Bobot kering yang terendah pada hari ke-105 yaitu 10,8 g terdapat pada salinitas 10-20 ppt dengan aplikasi fungi Aspergillus.

4. Aspergillus merupakan fungi yang paling cepat dalam mendekomposisi dari pada yang lainnya.

Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Agil S. 2010. Mangrove. http://www.docstoc.com. [ 1 Desember 2010].

Anwar, C, dan Gunawan, H. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Menduku ng Pembangunan wilayah Pesisir.

Arifin, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit kanisius. Jakarta.

Aquablok2b. 2007. Peranan dan fungsi hutan bakau. http://aquablok2b.wordpress. [ 2 Desember ].

Dewi, N. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Belawan Medan. Skripsi. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian USU. Medan. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Farhum A. 2000. Model Produksi Daun Mangrove, Rhizophora mucronata LAMX dan Pengeksporan ke Ekosistem di Sekitarnya. http://rudyct.com.htm. [ 1 Desember 2010 ].

Gultom, I, M. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata pada berbagai tingkat salinitas. Skripsi. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian USU. Medan.

Handayani T. 2004. Laju dekomposisi serasah mangrove Rhizophora mucronata di pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu Jakarta. Skripsi. Jurusan Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Kusmana C. 2000. Ekologi mangrove. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt Gramedia,

(49)

Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta

.

Rustono. 2009. Jamur.

Soenardjo N, Pramesti R, dan Rudiana E, 2003 Teknik Pembibitan Sistem Apung Pada Bibit Bakau Besar, PUSTAK, Universitas Diponegoro. Semarang. Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut

Pengantar falsafah Sains, Program Pascasarjana/S3 IPB. Bogor. http://tumoutou.net. [ 1 Desember 2010 ].

(50)

Lampiran 1. Bobot kering (gram) sisa serasah daun R. mucronata tiap ulangan pada berbagai tingkat salinitas dan lama masa dekomposisi (hari).

(51)

Total 150 103.8 96.4 81.8 92.4 40.6 54.3 36.8

rata-rata 50 34.6 32.13 27.26 30.8 13.53 18.1 12.26

Penicilium 1 50 34.9 30.8 30 22.5 16.2 25.7 22.4

Penicilium 2 50 31.5 29 27.5 19.8 26.5 27.9 10.5

Penicilium 3 50 38.3 31.6 25.9 18.6 14.4 20.5 20.2

Total 150 104.7 91.4 83.4 60.9 57.1 74.1 53.1

(52)

Lampiran 2. Perhitungan Laju Dekomposisi Metode Olson (Olson, 1963 dalam Subkhan, 1991 ) :

Xt/Xo = e –kt

(53)
(54)
(55)

k = 0,4039 9. Xo = 50 g

Xt = 17.7

= 3,48 50

7 , 17

= e-kt - kt = ln

50 7 , 17

- 3,48 k = ln 0,354 - 3,48 k = - 1,038

(56)

Lampiran 3. Makrobentos yang terdapat didalam kantong serasah daun R.mucronata

Hari Ke- Salinitas Fungi Siput Cacing kepiting

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

Unsur hara C/N

Salinitas 15 60 105

Kontrol 75,55 75,55 75,55

0-10 ppt Curvularia 52,42 38,49 29,83

Aspergillus 56,88 43,63 41,50

Penicilium 62,46 34,86 32,78

10-20 ppt Curvularia 59,46 36,51 29,05

Aspergillus 97,18 30,32 29,39

Penicilium 67,51 30,69 32,15

20-30 ppt Curvularia 66,71 45,48 46,16

Aspergillus 57,65 38,59 45,20

Penicilium 65,36 36,53 39,26

sub total 661,18 410,65 400,87

Gambar

Gambar 1. Ekosistem mangrove
Gambar 2.
Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove
Gambar 3. Rhizophora mucronata
+7

Referensi

Dokumen terkait

In the previous section, we characterize for each level of initial interest rates the mortgage premia, default, cash-out, and refinancing rates predicted by our model, calculated

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas

Kesulitan siswa dalam merepresentasikan konsep pesawat sederhana dalam menyelesaikan soal pada representasi verbal yaitu tidak dapat mengartikan kembali maksud soal, pada

pegawai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam implementasi kebijakan peraturan Bupati Pangandaran Nomor 45 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Pelelangan Ikan pada

Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh berkumur seduhan teh hijau terhadap laju aliran saliva pada wanita menopause

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Menguji dan memberikan bukti empiris mengenai relevansi nilai pertumbuhan perusahaan, dividend yield , dan price- earnings ratio (PER) pada

[r]

Selama periode tahun buku 2015, kegiatan Dewan Komisaris masih difokuskan pada rapat yang telah diagendakan sebelumnya. Secara umum di dalam rapat tersebut Dewan Komisaris