• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)

G33

676

bkJ

kN

1C

KAJlAN EKOLOGI

-

EKONOMI SUMBERDAYA

HUTAN MANGROVE DI DESA TALISE,

KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

OLEH:

ADNAN SJALTOUT WANTASEN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(96)

ABSTRAK

Adnan S. Wantasen. Kajian Ekologi - Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa

Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Dibimbing oleh Dietriech G. Bengen dan Akhmad Fauzi.

Desa Talise, Kabupaten Minahasa memiliki luas hutan mangrove sebesar 62 hektar dimana tersebar di Dusun 1 (Kp Talise),Dusun I1 (Kp Tambun) dan Dusun 111 (P. Kinabuhutan). Hutan mangrove ini hanya terdiri dari 2 famili yaitu Avicenniaceae dengan jenis Avicennie marina dan nama lokalnya api-api; Rhizophoracea dengan jenis Rhizophora mucronaia, R apiculaia, R.siylosa, Rruguiera cylindrica, R. ~mtiorrhiza dengan nama lokal bertu~t-turut lolaro, lolaro merah, lolaro putih, ting putih dan makurung laut.

Untuk struktur komunitas mangrove stasion I memiliki tingkat keanekamgaman, kekayaan jenis dan kemerataan jenis yang paling tinggi berturut- turut H'= 1.01; R = 1.05 dan E = 0.64; dibanding dengan stasion I1 dan 111.

Sedangkan ketebalan mangrove dimasing-masing stasion adalah stasion I : 50-100, stasion I1 : 25-75, dan stasion 111 : 20-40 dalam satuan meter. Stasion I dengan nilai H', R dan E yang tinggi menunjukkan tidak ada yang dominan dan memungkinkan untuk bertambahnya spesies yang lain untuk hidup dan menunjukkan lebih banyak jenis yang ditemukan. Sedangkan stasion I1 dan 111 yang memiliki nilai H', R dan E yang rendah menyebabkan hanya beberapa spesies yang dapat bertahan hidup dan tidak ada yang mendominasi. Ini tejadi karena terdapat perbedaan substrat yang mana di stasion I bersubstrat lumpur, berpasu dan adanya areal penggenangan serta sirkulasi, sedangkan stasion I1 d m 111 substratnya hanya sedikit lumpur dan berpasir, hancuran batuan karang serta berhadapan langsung dengan gelombang.

(97)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul :

KAJIAN EKOLOGI-EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE

DI DESA TALISE, KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belurn pemah dipublikasikan.

Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2002

(98)

KAJIAN EKOLOGI

-

EKONOMI SUMBERDAYA

HUTAN MANGROVE DI DESA TALISE,

KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

ADNAN SJALTOUT WANTASEN

Tesis

Sebagai salah satu syarat

untuk

memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(99)

Judul Tesis : Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara

Nama : Adnan Sjaltout Wantasen

NRP : 99660

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (SPL)

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Lr. ~ k h m a d Fauzi. M.Sc

Ketua AWgota

Mengetahui :

2. Ketua Program Studi Pengelolaan Program Pascasarjana Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

Dr. Ir. Rokhmin Dahuri. MS

(100)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 25 Oktober

1968 dari ayah Darmin Wantasen dan ibu Rusna Kawulusan, sebagai putra kedua

dari empat bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Perikanan Universitas Sam Ratulangi sejak tahun 1987 d m lulus tahun 1992. Pada

tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana

diperoleh dari DITJEN DIKTI, Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Budidaya Perairan

(101)

PRAKATA

M~amdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas segala rahrnat dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan.

Teina yang dipilih dalam penelitian ini adalah kajian potensi dan nilai ekonomi,

dengan judul Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa

Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Selesainya penyusunan tesis ini tidak lepas dukungan dan bantuan semua

pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasill sebesar-besarnya semoga Allah

SWT memberikan balasan pahala kepada :

1. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA dan Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc selaku dosen pembimbing yang banyak inemberikan arahan, masukan dan saran.

2. Mama dan Papa tersayang serta seluruh keluarga yang selalu rnemberi

dorongan moral, doa dan kasih sayangnya.

3. Departemen Pendidikan Nasional DITJEN DIKTl yang telah memberikan

bantuan pendidikan program pascasarjana.

4. Seluruh staf Proyek Pesisir di Manado, atas bantuannya dilapangan.

5. Only, Ewin, Ar, rekan-rekan asrama Sam Ratulangi Bogor, serta Aulia Yuli

Utami atas bantuannya.

6. Rekan-rekan SPL angkatan 111 yang t e n ~ s kompak selarna ini.

Bogor, Maret 2002

(102)

DAFTAR IS1

Halaman

PRAKATA I

.. DAFTAR IS1 ... 11

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR ... v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang ... 1

Perurnusan Masalah

. .

4

Tujuan Penel~tlan ... 5

. .

Kegunaan Penelltzan ... 5 Pendekatan Masalah ... 5 TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Hutan Mangrove ...

Stmktur dan Adaptasi ...

[image:102.595.91.497.115.776.2]

Kondisi Fisik Hutan Bakau ... Zonasi ... Organisma yang Berasosiasi ...

... Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove

... Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman

...

Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Suatu Ekosistem Alamiah

METODOLOGI PENELITIAN ... 20 Tempat dan Waktu Penelitian

... 2 3 d . .

Anallsls Data ... 23 Ekologi Ekosistem Mangrove ... 23

Penilaian Ekonomi ... 25

(103)

Zonasi Vegetasi Mangrove ... ... ... ... ... .. . . ...

.

. . . ... ... ... . .. ... .. . Stnlktur Komunitas Mangrove . . . ... . .

. .

. . ...

..

. .. . .

. .

. . .

.

. . .

. .

. Potensi Hutan Mangrove . .. . . .. . .. . .

..

. . .

.

. . .

. . .

. . . Analisis SWOT (Strength. Weakness, Opportunity and Tlueat) . . . .

.

. ..

Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Talise

...

.

. . .

. .

. . . . .. .

.

. KESIMPULAN DAN SARAN
(104)

DAFTAR TABEL

Halaman Lokasi dan posisi masing-masing areal penelitian ... 21

...

Data yang diolah dengan Analisis Faktorial Diskriminan 25 Matrik SWOT ... 27

...

Kegiatan Produktif Masyarakat Desa Talise 30

...

Hasil Tanaman Pertanian Rakyat Desa Talise 31

... Karakteristik Sosial Ekonomi Rurnahtangga Pengguna Kayu 33 Taksono~ni Spesies Mangrove ... 41 Distribusi Spesies Mangrove ... 42 Variabel-variabel sttuktur komunitas mangrove pada 3 lokasi . . penellhan ... 44 Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon. pohon anakan. dan remaja serta ketebalan mangrove pada lokasi penelitian

...

46 Identifikasi dan pembobotan SWOT ... 56 Mahik hasil analisis SWOT ... 57
(105)

I . Skem, 2. Nilai I

3. Peta 11 4. Profil 5. Profil 6. Profil

1

DAFTAR GAMBAR

a

Halaman . .

kerangka pem~klr an... ... 7

t tal ekonomi mangrove ... 19

9 .

. .

~ k a s l penel~t~an ... 20

I

.

... zonasi vegetasi mangrove stasion I 43

I

...

zonasl vegetasi mangrove stasion 11.. 43

I

.

...
(106)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilakukan adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dari pada seluruh lapisan masyarakat. Makin besar kebutuhan, maka makin besar jumlah barang yang dihasilkan atau diproduksi dan ha1 ini memerlukan bahan mentah atau bahan baku atau disebut juga resources.

Resources yang akan digunakan di dalam proses produksi ataupun yang langsung dikonsumsikan oleh masyarakat dapat dibagi ke dalam dua kategori : (I). Sumber yang dapat diperbahamildiganti yaitu sumber yang bisa dipakai tanpa habis karena ia dapat dihasilkan kembali, dan (2). Sumber yang tidak bisa diperbaharui, yaitu sumber-sumber yang habis sekali pakai dan tidak dapat dihasilkan atau diperbaharui kembali.

Di era sekarang pembangunan telah menempatkan wilayah pesisir sebagai daerah yang strategis sebagai pusat indusm, pemukiman, pembangkit tenaga listrik, areal rekreasi dan pariwisata, areal pertanian, perikanan dan pertambakan. Pemanfaatan wilayah pesisir yang semakin meningkat selain berdampak positif dalam peningkatan taraf hidup dan kesempatan k e j a juga memiliki dampak negatif bila pemanfaatannya tidak terkendali (Prastowo dalam Agustono, 1996).

(107)

sistem ekonomi, sehingga ada pertanyaan 'berapa banyak' aset itu akan dimanfaatkan dan 'kapan aset itu akan digunakan.

Salah satu dari surnber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir adalah

ekosistem mangrove. Fungsi hutan mangrove sebagai spawning ground, feeding ground, dan juga nursely ground, di samping sebagai tempat penampung sedimen, sehingga hutan mangrove merupakan ekosistem dengan tingkat produktivitas yang tinggi dengan berbagai macam fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang penting. Penipisan dan penurunan kapasitas suatu ekosistem untuk memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan pada akhirnya mendorong negara-negara untuk menerapkan suatu konsep atau paradlgma yang barn tentang pembangunan yaitu pembangunan yang berkelanjutan (Kusumastanto dan Meilani, 1998).

Desa Talise, yang terletak di Kecamatan Likupang Minahasa, memiliki hutan mangrove dengan luas areal yang diperkirakan sebesar 62 hektar. Penggunaan mangrove oleh penduduk desa sudah dilakukan sejak lama baik sebagai kayu bakar maupun untuk mendirikan rumah. Khusus di Pulau Talise, hamparan bakau terdapat di bagian Selatan pulau dekat Dusun LI dan areal perusahaan budidaya kerang mutiara dan sebelah Utara Dusun I, serta terdapat di Dusun I11 yaitu di Pulau Kinabuhutan (Proyek Pesisir, 1999).

(108)

Ekosistem mangrove selain untuk ekologi juga dapat dijadikan sebagai kawasan pariwisata. Pariwisata yang hanya mementingkan jumlah wisatawan dalam jumlah besar temyata telah menimbulkan herkembangnya pariwisata yang tidak terkendali. Perilaku wisatawan yang kurang menghargai lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, vandalisme, dan kurang menghargai nilai-nilai budaya masyarakat sekitar telah menimbulkan ketimpangan ekologi dan sosial. Obyek wisata menjadi rusak dan kehilangan daya tariknya sehingga lambat laun jumlah wisatawan yang datang menjadi berkurang, dan akhirnya ditinggalkan pengunjung. Masalah baru timbul, seperti kerugian investor dan masyarakat tidak dapat lagi mengambil manfaat dari pariwisata. Untuk menanggulangi pennasalahan tersebut para ahli lingkungan telah mernbuat s& pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan adanya keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep tersebut dinamakan ekoturisme.

Sulawesi Utara dengan potensi pengembangan pariwisata yang sangat beragam, mempakan wilayah pengembangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sehingga ditetapkan sebagai pintu gerbang tujuan wisata kelima. Untuk itu Pemerintah Daerah memasukan pariwisata sebagai salah satu Panca Program

Unggulan Pembangunan di Sulawesi Utara. Salah satu obyek yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah potensi pariwisata di wilayah pesisir Desa Talise Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa.

(109)

sebagai kawasan Taman Wisata Alam yang dalam ha1 ini akan lebih ditekankan kepada aspek ekoturisme. Perencanaan, pelatihan dan pengembangan telah diupayakan untuk mendukung kegiatan konservasi di daerah tersebut. Jika potensi- potensi itu dimanfaatkan sebagai obyek wisata akan memberikan altematif pendapatan masyarakat setempat mtuk meningkatkan pendapatan mereka. Yang berarti mereka akan turut menjaga kelestarian lingkungan sebagai sumber pendapatan mereka.

Secara umum penelitian ini akan menilai manfaat langsung dari sumberdaya mangrove serta mengkaji potensi sumberdaya mangrove yang ada dan memberikan masukan untuk pengelolaan hutan bakau yang ada di Desa Talise, Kecamatan Likupang, Sulawesi Utara.

Perurnusan Masalah

(110)

Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang ada, maka penelitian ini tujuamya adalah :

*:+ Mengetahui potensi hutan mangrove yang ada di Desa Talise.

*:* Menilai secara ekonomi manfaat langsung dari sumberdaya hutan mangrove di Desa Talise.

*:

. Memherikan strategi altematif dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk Desa Talise.

Kegunaan Penelitian

Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi :

Pengambil kebijakan dalam mengelola hutan mangrove di Desa Talise, '

terutama dalam menentukan lokasi yang boleh dimanfaatkan dan yang perlu dilindungi atau sebagai kawasan konservasi.

*:* Pemanfaatan kawasan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

.:.

~eninformasikan kepada masyarakat tentang pentingnya manfaat sumberdaya hutan mangrove

Pendekatan Masalah

(111)

mangrove (disamping adanya faktor alam). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal disekitar hutan mangrove merupakan masalah prinsip dalam usaha menyelamatkan hutan mangrove. Kondisi sosial ekonomi yang buruk dari masyarakat (nelayan) akan mendorong peningkatan frekuensi dan intensitasnya pada penebangad liar pohon-pohon mangrove. Hal yang lebih buruk lagi adalah masyarakat desa yang tinggal paling dekat dengan surnberdaya hayati seringkali merupakan kelompok yang paling tidak beruntung secara ekonomis yang termiskin diantara yang miskin (McNeely, 1988). Pada gilirannya banyak lahan pertanian

(112)

Secara ringkas, pendekatan masalah tersebut ditelusuri melalui kerangka berpikir seperti pada Gambar 1 berikut ini.

ANALISIS EKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAB PESISIR \ b

v

PENGELOLAAN

EKOSISTEM MANGROVE

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

t

POTENSI

MANGROVE 4 F

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE 1 L KAJIAN

EKOLOGI KEADAAN UMUM

SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR

v

-

v

MANGROVE DESKlUPTIF

[image:112.599.80.527.118.803.2]
(113)
(114)

kepentingan, seperti: kehutanan, perikanan (tambak), pertanian, industri, pemukiman,

pertambangan, pariwisata dan lainnya. Adanya berbagai kepentingan dari berbagai pihak dalam memanfaatkan areal hutan mangrove, sering menimbulkan konflik dan mengarah pada pengelolaan dengan pertimbangan yang sempit dan tidak berkelanjutan.

Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 1992, luas hutan mangrove di Indonesia selain Jawa dan Madura adalah 3.737.000 ha (LH,DEPHUT, LIPI,

DEPDAGRI dan Yayasan Mangrove, 1993). Kontribusi hutan mangrove terhadap masyarakat terbukti cukup besar dan sebagai contoh di Teluk Bintuni dimana kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan masyarakat sebesar 70 %

(Ruitenbeek, 1991). Sumberdaya hayati, seperti hutan mangrove, seringkali terancam karena tanggungiawab untuk mengelola sumberdaya dialihkan dari penduduk yang tinggal paling dekat dengan sumberdaya ke lembaga pemerintah yang bertempat di ibukota yang jauh. Akan tetapi beban pelestariannya masih secara khusus dirasakan oleh sebagian penduduk desa yang seharusnya mendapat keuntungan langsung dari penggunaan sumberdaya tersebut.

Ruitenbeek (1991) menggambarkan bahwa pembangunan ekonomi yang memperluas upah disektor ekonomi akan menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan mangrove. Sebagai contoh substitusi kegiatan di luar

(115)

akibatnya adalah meningkatnya tekanan terhadap perikanan lepas pantai. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah cepatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dipacu oleh sistem transportasi yang lancar dan tersedianya sumberdaya hutan dan laut yang potensial, mengakibatkan pembahan struktur sosial ekonomi dan kebutuhan penduduk yang semakin konsumtif (Susilowati dalam Sukardjo, 1986).

Struktur dan Adaptasi

Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi beberapa pohon yang khas atau semak-semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga dalam 8 famili yang berbeda dan yang paling dominan adalah genera Avicennia ,

Sonnerratia. Rhizopora, Bruguiera. Bakau mempunyai sejumlah bentuk khusus yang

memungkinkan mereka untuk hidup di perairan pantai yang dangkal yaitu berakar pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas

(116)

Kondisi Fisik Hutan Bakau

Bakau dapat berkembang sendiri pada tempat dimana tidak terdapat gelombang, kondisi fisik yang hams terdapat pada daerah bakau adalah gerakan air yang minimal. Gerakan air yang lambat akan menyebabkan partikel sedimen yang

halus cenderung mengendap dan berkurnpul di dasar. Hasilnya berupa kumpulan lumpur, sehingga subst~at pada rawa bakau biasanya bempa lumpur. Gerakan awai air yang lambat pada hutan bakau selanjutnya ditingkatkan oleh bakau sendiri. Bahwa banyak bakau mempunyai akar penyangga yang khas, yang memanjang ke bawah dari batang dan dahan, juga akar ini sangat banyak dan kusut sehingga sukar ditembus di antara permukaan lumpur dan permukaan air. Adanya sistem akar yang padat ini akan mengurangi gerakan air, sehingga partikel yang sangat halus mengendap di sekeliling akar bakau membentuk lapisan sedimen yang sukar untuk dialirkan keluar lagi.

Keadaan fisik yang lain adalah pasang-surut. Kisaran pasang-surut bervariasi bergantung pada keadaan geografi bakau. Mangrove berkembang hanya pada

perairan yang dangkal dan daerah intertidal sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang- SUNt.

Zonasi

(117)

lumpur dalam yang kaya bahan organik (Bengen, 2001). Untuk zone lebih ke arah darat, urnumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Pohon-pohon ini adalah kumpulan kornunitas yang paling khas karena rnernpunyai akar tunggang yang rnelengkung yang rnengakibatkan daerah ini sukar ditembus manusia. Spesies ini meliputi daerah yang luas yaitu dari tingkat yang tergenang pada setiap pasang-naik sampai daerah yang hanya tergenang pada pasang-pumama tertinggi. Pada zona ini juga ditemukan

Rruguiera spp dan Xylocarpus spp. Untuk zona berikutnya didominasi oleh

Rruguiera spp yang berkernbang pada daerah yang rnerniliki sedimen yang lebih berat (tanah 1iat)dan pada zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa diturnbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Zonasi dapat juga diputuskan oleh kondisi lokal seperti penguapan air dari tanah yang mengakibatkan terjadinya hipersalinitas. Hipersalin cenderung mernatikan bakau dan rnembentuk daerah gundul. Perkembangan maksimal hutan

bakau ditemukan pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi atau pada daerah- daerah di mana sungai-sungai mernberikan air tawar yang cukup untuk mencegah perkernbangan kondisi hipersalin.

Pembagian zonasi ini biasanya berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove baik terhadap kadar oksigen yang rendah sehingga rnerniliki bentuk perakaan yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun dan

(118)

Organisma yang Berasosiasi

Hutan bakau merupakan suatu komunitas yang sangat unik karena membentuk suatu komunitas percampuran antara organisma lautan dan daratan yang menggambarkan suatu rangkaian dari darat ke laut atau sebaliknya.

Organisma daratan tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tertinggi, meskipun mereka dapat mengambil hewan lautan sebagai makanannya.

Kelompok hewan lautan yang dominan dalam hutan bakau adalah moluska, udang-udang tertentu dan beberapa ikan yang khas. Moluska seperti siput yang hidup pada akar atau batang pohon bakau (Littorinidae) dan lainnya yang h~dup dalarn lumpur sebagai pemakan detritus Fllobiidae dan Potamididae). Ada juga kelompok moluska yang termasuk bivalva seperti tiram yang melekat pada akar-akar bakau.

Hutan bakau juga ditempati oleh sejumlah kepiting berukuran besar dan udang. Ada kepiting laga (fiddler crab); kepiting darat tropik (Cardisoma) dan beberapa kepiting hantu (Dotilla, Cleistostoma). Kepiting-kepiting ini biasanya khusus memakan partikel detritus di dalam lumpur. Udang penaeid dan ikan-ikan

(119)

Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan berfungsi sebagai : tempat mencari makan, memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak; fungsi ekologi sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen; secara ekonomi d a p t dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, bahan baku kertas (pulp), alat tangkap ikan selain itu daerah hutan mangrove dapat dijadikan tempat pariwisata.

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup diperairan, di atas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada hutan mangrove (Naamin, 1991). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik yang merupakan kombinasi dari: tanah, air, pepohonan, binatang dan manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton dan Snedaker, 1984).

Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove mempakan ekosistem yang unik dengan fungsi yang bermacam, yaitu: fungsi fisik, fungsi biologi dan fkngsi ekonomi atau produksi (Naamin, 1991). Fungsi fisik dari hutan mangrove atau ekosistem

mangrove adalah

untuk

menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan

tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai serta sebagai perangkap bahan-bahan pencemar dan limbah. Fungsi biologi dari hutan mangrove yaitu sebagai daerah

(120)

jenis biota. Adapun fungsi ekonomi atau produksi dari hutan mangrove seperti yang diungkapkan oleh Hamilton dan Snedaker (1984) yang mengelompokkan menjadi pemanfaatan langsung dan tak langsung seperti bahan bakar (kayu, arang, alkohol), bahan bangunan (rumah, pagar), alat penangkap ikan @ubu, tiang sero), tekstil dan kulit (rayon, bahan untuk pakaian), makanan, minuman dan obat-obatan; produk

kertas dan lainnya sebagai pemanfaatan langsung. Sedangkan jasa lingkungan atau ekosistem yang menjadi nilai pemanfaatan tidak langsung sering tidak diperhatikan atau dianggap memilib peran yang rendah. Ini adalah salah satu faktor yang mendorong tejadinya konflik dalam pengelolaan sumberdaya dan keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang sempit (Pomeroy, 1992). Pemanfaatan ridak langsung dari hutan mangrove di Desa Talise adalah penangkapan ikan dan udang serta perlindungan daratan dari abrasi pantai

.

Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman

Penggunaan indeks-indeks lingkungan untuk memantau suatu perubahan dalam komunitas biotik pada akhimya kita kenal sebagai baku mum lingkungan atau kualitas lingkungan. Indeks-indeks lingkungan ini meliputi baik yang berdasarkan parameter fisik dan kirnia, maupun yang didasarkan atas parameter biologi dan juga kualitas estetika lingkungan.

Keanekaragaman merupakan ukuran pangkal dari perbraan dimana perubahan dalam lingkungan akan menghasilkan perubahan dalam susunan jenis dan kepadatan (density) populasi. Sehingga ukuran keanekaragaman mempunyai fungsi

(121)

keanekaragaman dapat diceminkan pada tingkat gen, jenis dan ekosistem. Keanekaragaman hayati dapat diukur pada tingkat jenis dengan menghitung atau mencatat jenis-jenis yang terancam (endangered). Pendekatan-pendekatan digunakannya indeks keanekaragaman hayati sebagai indikator lingkungan karena mudah untuk memantau perubahan-perubahan dalam kaitannya dengan beberapa aktivitas manusia.

Sementara itu menurut Ott (1978), indeks keanekaragaman jenis merupakan suatu konsep yang didasarkan atas kekayaan suatu habitat dalam ha1 jumlah jenis yang ada dan jumlah individu di dalam tiap jenis. Spellerberg (l991), mengemukakan bahwa indeks keanekaragaman didasarkan atas jumlah jenis yang ada dan juga komposisi jenis tanpa mengukur kelimpahan atau didasarkan atas jenis dan kelimpahan jenis dalam suatu habitat atau kominitas.

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), indeks keanekaragaman Shannon (H') mempunyai kegunaan yang paling luas dalam ekologi komunitas. Indeks ini didasarkan atas teori informasi dan merupakan suatu ukuran rata-rata derajat ketidakpastian dalam pendugaan tentang jenis apa suatu individu yang dipilih secara acak dari sekumpulan jenis (S) dan N individu. Rata-rata ketidakpastian akan meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah jenis. Oleh karena itu H'

mempunyai dua sifat yang membuatnya populer digunakan sebagai ukuran

(122)

Keseragaman jenis (evenness) atau ekuatabilitas (equitibility) adalah bagaimana sebaran kelirnpahan jenis yaitu Cjumlah individu, biomassa, penutupan dsb) diantara jenis (Ludwig dan Reynolds, 1988). Jika semua jenis dalam sampel sama kelimpahannya, secara intuitif kelihatannya bahwa indeks keseragaman akan maksimum dan menurun ke arah no1 (Ludwig dan Reynolds, 1988).

Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Suatu Ekosistem Alamiah

Dalam konsep dasar penilaian ekonomi (economic valuation) sumberdaya alam, nilai sumberdaya mangrove ditentukan oleh fungsi dari sumberdaya itu sendiri. Menurut Barn (1998), fungsi ekologi sumberdaya mangrove antara lain sebagai: stabilitas garis pantai, menahan sedimen, perlindungan habitat dan keanekaragaman, produktifitas biomassa, sumber plasma nutfah, rekreasi atau wisata, memancing dan produk-produk hutan. Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi hutan mangrove secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nilai penggunaan (use value) dan

nilai intrinsik (non-use value) (Bann.C, 1998). Selanjutnya dapat diuraikan bahwa nilai penggunaan (we value) dapat dibag lagi menjadi nilai penggunaan langsung (direct use), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use) dan nilai pilihan (option value)

(123)

produksi dan konsumsi misalnya hutan mangrove sebagai pelindung badai dan

gelombang.

Nilai pilihan berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan di mass &tang, Kesediaan membayar untuk k m a s i sistem lingkungan atau komponen sistem berhadapan dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan oleh masyarakat di masa datang.

Nilai intrinsik ada dua yaitu nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan

(exixtence value). Nilai warisan berhubungan dengan kesediaan membayar untuk

melindungi manfaat lingkungan bagi generasi yang akan datang, jadi rnerupakan potensi penggunaan. Dan nilai keberadaan muncul karena adanya kepuasan atas keberadaan surnberdaya, meskipun tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya.

Teknik penilaian manfaat, didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar. Manfaat dari suatu barang atau jasa mempunyai nilai yang sama dengan kesediaan penduduk untuk membayamya (willingness to pay). Untuk menilai lingkungan hams dilihat fungsi kerusakan marginal yang menunjukkan perubahan penderita kerusakan oleh orang lain dari ekosistem ketika diadakan perubahan lingkungan. Pemikirannya hams dalam kerangka yang luas karena perubahan lingkmgan hutan mangrove akan banyak dampaknya terhadap masyarakat sekitar, baik dampak fisik, dampak degadasi lingkungan, kualitas estetika. Apabila ingin dilihat WTP

dari

masyarakat maka akan
(124)

Pemanfaatan hutan mangrove yang berlebihan seperti penebangan untuk diambil menjadi kayu bakar, penebangadpengambilan untuk pembuatan bahan bangunan rurnah, pengambilan kulit pohon mangrove untuk pemhuatan bahan pengawet jaring dan untuk keperluan lainnya oleh nelayan secara berlebihan dan tidak teratur serta pengambilan oleh rnasyarakat tertentu secara tidak hertangggung jawab untuk dijual yang dilakukan secara berlebihan, telah berdampak pada kondisi

hutan mangrove yang semakin menurun kualitasnya dan mengecil arealnya (msak) yang berdampak menurunnya kualitas sumberdaya pesisir secara umum termasuk

habitatnya.

I

Total Economoic Value

I

Uses Values ,... .. ... .. ... .. .. Non

-

Use Value

*

M i t - e c + use

) (

:!Tion]

Q

Value

*

-

Kayu bakar Penyediaan pakan Biodiversity Nilai dari sumber

Ran Penahan abrasi daya alam yang

Kepiting Penampung sedimen menjam aset

Kerang untuk generasi

[image:124.595.79.528.331.783.2]

Bibit mangrove yg akan datang

Gambar.2. Nilai Total Ekonomi Mangrove

(125)

METODOLOGI PENELITJAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Talise Kecamatan Likupang, Kabupaten

[image:125.595.80.513.186.666.2]

Minahasa Propinsi Sulawesi Utara dengan lokasi seperti pada peta (Gambar 3).

(126)

Adapun waktu yang dibutuhkan untuk keseluruhan penelitian ini adalah selama 4 bulan (akhir Juni sampai awal Oktober Tahun 2000).

Metode Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapat dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan lewat pengamatanlanalisis langsung di lapangan,

wawancara langsung dengan penduduk dan pemilihan obyek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian adalah desa yang sudah termanfaatkan hutan mangrovenya.

Data sekunder akan didapat dari laporan instansi terkait seperti Proyek Pesisir, Kantor Kecamatan, Kantor Desa, Kanwil Kehutanan, Kanwil Perindag, Kantor Pariwisata, FPIK Unsrat, dan Dinas Perikanan yang berada di Kabupaten dan Propinsi.

Potensi Hutan Mangrove

Pengambilan data ekologis mangrove dilakukan pada 3 lokasi penelitian, yaitu : Pulau Kinabuhutan (stasiun I), Kampong Tambun (stasiun

II)

dan Kampong Talise (stasiun III). Untuk akurasi dilakukan penentuan lokasi dengan GPS (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi dan posisi masing-masing lokasi penelitian

NO. 1 2 3 LOKASI P. Kinabuhutan Kampong Tarnbun Kampong Talise POSlSl LINTANG UTARA

I05O'1 0"

-

1'50'38" 1°48'52"

-

1°48'20" 1°49'50" - 1°50'42

BUJUR TlMUR

[image:126.602.85.521.512.801.2]
(127)

Dalam penelitian ini digunakan 2 metode pengumpulan data yaitu: 1) Transek-kuadrat, clan 2) 'spot check'. Kedua metode ini diaplikasikan untuk mendapatkan informasi komposisi jenis, struktur vegetasi dan komunitas, serta distribusi jenis.

Metode transek-kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus pantai, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 rn, jarak antar kuadrat ditetapkan secara sistematis temtama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya, pada setiap kuadrat dilakukan perhitungan jumlah individual (pohon dewasa, p h o n remaja, anakan), diameter phon, dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis. Metode 'spot check' digunakan untuk melengkapi informasi komposisi jenis, dishibusi jenis, dan kondisi umum ekosistem mangrove yang tidak teramati pada metode transek-kuadrat. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati clan memeriksa zona-zona tertentu dalam ekosistem mangrove yang rnemiliki ciri khusus. lnformasi yang diperoleh melalui metode ini bersifat deskriptif.

Proses identifikasi jenis mangrove mempakan salah satu bagian yang penting dalam penelitian ini. Untuk tujuan tersebut, digunakan beberapa pedoman antara

(128)

Sosial Ekonomi Masyarakat

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan atau lembaga yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pemanfaatan mangrove, dengan sub populasi pengambil hasil hutan, nelayan dan penerirna manfaat keberadaan hutan mangrove. Jumlah responden yang mewakili masing-masing strata ditetapkan berdasarkan alokasi non-proporsional dan proporsional.

Setelah data potensi dan biodiversity mangrove serta data sosial ekonomi diperoleh, akan dilakukan valuasi ekonomi berdasarkan data-data tersebut. Dengan dernikian akan diketahui manfaat hutan mangrove terhadap masyarakat dan bagaimana mengelola hutan tersebut secara berkelanjutan.

Analisis Data

Ekologi Ekosistem Mangrove

Data dasar untuk evaluasi struktw komunitas mangrove yaitu berupa hasil hitungan jumlah individu pada setiap satuan luas pengamatan. Data ini selanjutnya dilibatkan dalam perhitungan indeks keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan

jenis seperti yang diusulkan oleh Odum (1971), Ludwig dan Reynolds (1988), dan Maguran (1988):

1) Keragaman (Diversity) Shannon-Wiemer;

dimana :

(129)

2) Kekayaan jenis (species Richness) Margalee

S-I

R=-

In(n)

dimana : S = jurnlah jenis; n = jumlah selumh individu

3) Kemerataan jenis (Species Evenness) Pielou;

dimana : E = Kernerataan jenis

H' = indeks keanekaragaman Shannon S =jumlah jenis.

Melengkapi evaluasi struktur kornunitas yang telah diuraikan, juga dilakukan perhitungan nilai kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, dorninasi relatif, frekuensi, dan fmkensi relatif, dan nilai penting mengikuti cara seperti yang dikernukakan Snedaker dan Snedaker (1984):

1) Kerapatan : K = Jurnlah individuLuas contoh

2) Kerapatan relatif : KI = (Kerapatan suatu jenisKerapatan total) x 100%

3) Dominasi : D = Jurnlah basal area/Luas contoh

4) Dominasi relatif : Dr = (Dorninasi suatu jenis/Dorninasi total) x 100% Jurnlah plot ditemukannya suatu jenis

5) Frekuensi : F =

Jumlah seluruh plot

6) Frekuensi relatif : Fr = (Frekuensi suatu jenis/Frekuensi total)

x

100% 7) Nilai penting : NP = K r + D r + F r
(130)

Dalam hutan mangrove yang sudah t e r m a n f a a m banyaknya stasiun sebagai observasi per kelompok, dimana pada setiap observasi diukur variabel struktur komunitas seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Data yang diolah dengan Analisis Faktorial Diskriminan

Obsewasi (Stasion) Penilaian Ekonomi 1 2 3

Selain meanganalis kondisi ekologis mangrove, penelitian ini juga akan Variabel

K D P

NP

3 3 ((33) 3

melakukan penilaian ekonomi. Dalam menganalisis nilai ekonomi ekosistem terumbu Kelompok

(Group)

Keterangan :

K = Kerapatan

D = Dominasi

F = Frekuensi

NP = Nilai Penting

GI = Dusun 1 G2 = Dusun 2 G3 = Dusun 3

(131)

Pendekatan analisis ekonomi terhadap nilai manfaat langsung dilakukan dengan lnenganalisis hasil wawancara dari para responden tentang manfaat yang langsung mereka rasakan seperti yang telah dijelaskan di atas.

ML =

CML,

Dimana : ML = Total manfaat langsung;

,=I

ML; = Manfaat langsung jenis i

Analisis dengan pendekatan analitik ekosistem mangrove bertujuan untuk melihat hubungan antara pemanfaatan kayu bakar (hutan mangrove) dengan pendapatan masyarakat, apakah pendapatan akan berpengaruh terhadap penggunaan kayu bakar atau pemanfaatan hutan mangrove. Hubungan antar variabel-variabel tersebut pada dasamya berbentuk hubungan linear, dan hubungan tersebut disederhanakan dalam bentuk persamaan linier.

Strategi Pengelolaan Mangrove

Dalam pengelolaan hutan mangrove sesuai dengan potensi dan permasalahan hasil kajian, dianalisis dengan menggunakan SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu pengelolaann. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunitie), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot yang berkisar antara 0,O - 1,O

(132)

dari 4 hingga 1, yaitu dari sangat baik sampai kurang baik. Selanjutnya antara bobot dan rating dikalikan menghasilkan skor (Rangkuti, 1998)

Setelah masing-masing unsur SWOT diperhitungkan skomya, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa altematif strategi. Adapun bentuk matrik SWOT disajikan pada Tabel 2

Tabel 3. Matrik SWOT

Kekuatan

(1). Strategi Kekuatan - Peluang

Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan selumh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besamya.

(2). Strategi Kekuatan - Ancaman

Strategi ini didasarkan pada penggunaan seluruh kekuatan untuk mengatasi ancaman.

(3). Strategi Kelemahan - Peluang

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(4). Strategi Kelemahan - Ancaman

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defen@$, d m berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta fnenghiildafi ancathqp.

Kelemahan Peluang

Ancaman

Strate@ Kekuatan

-

Peluang Strategi Kekuatan

-

Ancaman
(133)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Talise Keadaan Geografi

Desa Talise adalah desa pulau yang berada di ujung utara wilayah Kabupaten Minahasa dengan luas daratan 850 hektare, sedangkan untuk luas Pulau Talise sekitar 2000 ha dengan panjang pulau 6 km memanjang dari utara ke selatan, sedangkan lebar sekitar 2 km dari timur ke barat. Secara administratif desa ini berbatasan dengan Pulau Biaro di sebelah Utara; Pulau Gangga di sebelah Selatan; Pulau Bangka di sebelah Timur; dan sebelal~ Barat berbatasan dengan Desa Aerbanua (berada di P. Talise). Desa Talise ini terdiri dari tiga Dusun dimana Dusun I dan 11 berada di Pulau Talise sedangkan Dusun In[ berada di P. Kinabuhutan. Dusun I mempakan pusat pemerintahan Desa Talise, sedangkan jarak Dusun I dan I1 sekitar 3 km dan jarak antara Dusun I dan Ill sekitar 2,5 km yang dapat dijangkau dengan transportasi laut (perahu).

(134)

Menurut Kusen dkk., (1999), luas habitat pesisir Desa Talise adalah sekitar 295 ha. Pantai P. Talise dan P. Kinabuhutan berpasir putih dan hampir sepanjang

pantai ditutupi hutan bakau dengan luas areal sekitar 62 ha. Umumnya mangrove berada di lokasi-lokasi sekitar Kinabuhutan, ujung barat daya dan tenggara Talise

(selain pantai di depan dusun 11), dan sebagian dari Dusun I bagian utara. Ada beberapa bukti ditemukan penebangan mangrove, sedangkan para tua-tua kampung menginformasikan bahwa sekitar 30 - 40 tahun lalu Kinabuhutan dikelilingi oleh

mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove oleh penduduk sudah berlangsung sejak lama sehingga secara turun temurun telah mengenal manfaat hutan sebagai sumber ekonominya

Kawasan hutan pulau atau hutan gunung Pulau Talise sangat potensial untuk tujuan ekowisata, selain tujuan lainnya pada obyek pantai dan hutan mangrove. Hutan Pulau Talise umumnya berada pada ketinggian 100 m menurut kemiringan dan jenis hewan yang ditemukan seperti monyet l t a m (macacca nigra), ular phyton, beberapa jenis burung endemik serta kelelawar. Yang perlu mendapat perhatian adalah adanya pemburuan beberapa jenis hewan oleh pemburu lokal dan adanya penebangan liar kayu hutan termasuk kayu htam (ebony) sehingga te rjadi degradasi luasan hutan. Pada saat sekarang bahkan sudah tejadi pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian. Hal ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan yang pada tahun 1994 ada sekitar 959 ha maka pada tahun 1998 tinggal 533 ha dan mengancam hutan serta satwa penghuni hutan menjadi habis.

(135)

proses erosi garis pantai sedang berlangsung. Hal ini &duga kemungkinan karena adanya pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkontrol oeh masyarakat setempat. Karena justru di bagian pulau yang tadinya pemah ditumbuhi oleh hutan mangrove dan sekarang telah ditebang yang banyak terjadi interusi air laut permukaan, sehingga bila air pasang tinggi atau tertinggi akan masuk sampai dibagian pinggir pemukiman.

Keadaan Masyarakat

Penduduk desa menurut kantor statistik Kabupaten Minahasa tahun 1993 sekitar 1745 jiwa sedangkan laporan Kepala Desa sampai tahun 1997 sebanyak 2007 jiwa.

Tabel 4. Kegiatan Produktif Masyarakat Desa Talise

11 12 13 14 -

Surnber : Crawford dkk., (1999)

**

: termasuk guru SD,SMP, pegawai PLN, pekeja toko, operator taxi air, penjaga

perkebunan.

**z

.

. jumlah ' persentase melebihi 100 % karena ada anggota masyarakat yang

melakukan lebih dari satu kegiatan produktif. Tukang kayu

[image:135.602.80.518.350.751.2]
(136)

Penduduk Desa Talise secara etnik hampir homogen, diindikasikan ada sekitar 97 % berasal dari suku Sangir, 2 % Bajo, 1 % dari Minahasa, sedangkan dalam ha1 golongan agama ada sekitar 68 % Kristen dan 32 % Islam

Kegiatan produktif dari masyarakat Desa Talise adalah bertani dan nelayan. Sebagai petani hasil utamanya adalah ketela pohon, pisang, kelapa dan jagung.

Tabel 5. Hasil Tanaman Pertanian Rakyat Desa Talise

Sumber : Crawford dkk., (1999)

*

: jumlah persentase melebihi 100 % karena ada anggota masyarakat yang menghasilkan lebih dari satu jenis hasil pertanian. [image:136.602.82.438.214.553.2]
(137)

Karena k e ~ a t a n produktif utama masyarakat Desa Talise adalah bertani maka ada beberapa jenis hasil pertanian yang dihasilkan yang digunakan untuk kebutuhan

sehari-hari dan ada juga sebagian yang dijual. Hasil pertanian masyarakat Desa Talise seperti pada Tabel 3.

Disamping kegiatan bertani, kegiatan utama yang lain yang dilakukan oleh masyarakat adalah mencari (menangkap) ikan. Dalam kegiatan penangkapan, masyarakat umumnya masih menggunakan alat tangkap yang sederhana. Dan hasil survei Crawford dkk., (1999) bahwa terbanyak menggunakan alat tangkap pancing ulur sebesar 67.5 %, menggunakan jubi 20.8 % dan soma paka-paka 18.5 %. Ada juga yang menggunakan soma roa, soma rarape dan alat tangkap yang lain namun hanya sekitar 5 % yang menggunakannya. Sedangkan jenis perahu yang digunakan sebagian besar menggunakan perahu jenis londe sebanyak 124 buah, kemudian perahu jenis pelang 54 buah dan jenis bolotu 16 buah, ada juga jenis yang lain seperti perahu bodi, rorehe, katingting, tetapi penggunanya hanya sedikit sekali.

Selain sumberdaya yang ada baik di darat maupun di laut maka Talise juga berpotensi sebagai kawasan ekowisata. Hal ini dapat dilihat dari keadaan alamnya yang memiliki hutan tropis dengan satwa asli Sulawesi seperti Tarsius (Tarsius spectrum), Kuse (Ailurops ursinus), Monyet (Aducaca nigra) dan juga vegetasi hutan yang ditumbuhi pohon jenis lingua (Ptercurpus indicus), Matoa (Pometia pinnata), dan kayu hitam (Diospyros sp).

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumahtangga Pengguna Kayu Bakar

Masyarakat pengguna kayu bakar yang ada di Desa Talise meliputi :

(138)

nelayan dan petani serta pekerja yang ada di pemsahaan kerang mutiara. Adapun ciri sosial ekonomi dari pengguna kayu bakar seperti dalam Tabel 6 .

Tabel 6 . Karakteristik Sosial Ekonomi Rumahtangga Pengguna Kayu Bakar

No.

1

Keterangan

1

Rata-rata

I

Maksimum

I

Minimum

I

3.

1

Pendapatan (RpJthIRt)

1

3025663.1579

1

9600000.0000

1

1200000.0000

/

1.

2.

6.

/

Jumlah anggota Rt (orang)

1

4.2000

1

10.0000

1

2.0000

1

Sumber : Hasil Analisis Data Primer (2001)

Kayu bakar (m3) Harga (RpIm3)

4.

Dengan uraian Tabel diatas, menunjukkan bahwa permintaan kayu bakar dari mangrove sebesar 8.5 m3lth. Pengguna kayu bakar ini rata-rata bemmur 41 tahun,

8.5184 65526.3158

o l P e n d i d 9.0000 i k a6.0000 n

Umur oh)

dimana merupakan umur yang produktif bila dikelompokkan dalam kelompok usia produktif Untuk pendidikan, karena hampir semua responden menyelesaikan

18.7200 144000.0000

41.0000

1

67.0000

sekolah pada tingkat SD dan hanya beberapa yang sampai tingkat SMP. Rata-rata 3.1200 24000.0000

27.0000

jumlah anggota mmahtangga pengguna kayu bakar sebanyak 4.1579 atau 4.2 (dibulatkan) orang

Nilai Ekonomi dari Manfaat Langsung Penggunaaan Mangrove sebagai Kayu Bakar

(139)

menangkap udang lobster di daerah mangrove walaupun ha1 itu hanya kegiatan sampingan dan tidak selalu mendapatkan hasil. Ada juga yang menggunakan kulit bakau sebagai tempat menjemur jaring atau untuk mengikat jaring.

Keterkaitan ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari pemanfaatan hutan mangrove yaitu dari segi pendapatan, sedangkan dari segi ekologi dilihat dari segi struktur komunitas mangrove yang pembahasannya lebih dijelaskan dibawah. Pemanfaatan yang dibahas adalah manfaat langsung dari mangrove yaitu sebagai kayu bakar. Adapun fungsi keterkaitan secara ekonomi ini dapat dilihat dalam hubungan linier sebagai berikut:

Y = 7.75 + 0.000000 X

Keterangan: Y = Penggunaan kayu bakar X = Pendapatan

(Data Lampiran 1)

Dari hail yang diperoleh (y = 7.75 + 0.000000 x) , dengan memperhatikan

koefisien x maka jumlah pendapatan tidak mempengaruhi penggunaan kayu bakar (bakau) oleh masyarakat

Hutan mangrove yang ada di Desa Talise baik di Dusun Tambun, Dusun Talise dan Dusun Kinabuhutan (di Pulau Kinabuhutan) dengan keseluruhan areal seluas 62 ha, banyak dimanfaatkan oleh masyarakat berturut-turut sebagai kayu bakar, pagar rumah, sebagai bahan pembuat rumah (perkakas rumah) dan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan jaring (tali pengikat).

(140)

kepiting bakau sejumlah 1 atau 2 ekor. Kegiatan mengambil ikan di areal mangrove

memang jarang dilakukan oleh penduduk desa, walaupun ditemukan ada dua orang yang pemah mengambil ikan di daerah tersebut dan sekarang sudah menghentikan kegiatan tersebut. Manfaat inilah yang secara langsung dapat dlrasakan oleh masyarakat Desa Talise, sehingga bila terjadi suatu aktifitas atau kegiatan yang mengganggu ekosistem mangrove, maka akan berpengaruh pada manfaat yang didapat oleh penduduk setempat. Sedangkan manfaat yang didapat tersebut merupakan permintaan dari suatu produk yang dipengarwhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi dari masyarakat tersebut.

Dapat dilihat bahwa semua faktor sosiaI ekonomi berpengaruh terhadap penggunaan hutan mangrove sebagai kayu bakar. Faktor sosial dari hiaya pengadaan yang semakin meningkat, maka akan meningkatkan jumlah penggunaan hutan mangrove sebagai kayu bakar. Hal ini disebabkan karena dengan tersedianya sejumlah dana pada masyarakat untuk menghasilkan suatu produk (dalam ha1 ini kayu bakar), berarti masyarakat tersebut mampu mengadakan produk yang dikehendaki sesuai jumlah dana yang ada. Semalun besar dana yang ada, semakin besar pula permintaan untuk menyediakan kayu bakar. Rata-rata biaya pengadaan untuk kayu bakar sebesar Rp 65.526,3158/m3/th. Biaya pengadaan dengan jumlah tersebut, penduduk yang menggunakan hutan mangrove untuk kayu bakar dapat menyediakan kayu bakar sebesar 4072,56 m3 tiap tahun.

(141)

diambil baik dari segi lokasinya maupun nilaitharga yang tejadi terhadap kayu bakar tersebut masih sangat rendah. Masyarakat masih melihat fungsi hutan mangrove hanya sebagai penyedia kayu bakar. Pendapatan yang rendah menyebabkan pengeluaran untuk mendapatkan suatu produk juga rendab sehingga nilai hasil produk tersebut rendah. Rata-rata pendapatan penduduk sebesar Rp 3.025.263,1579/th sehingga untuk rata-rata per bulan adalah Rp 252.105,20. Dengan jumlah pendapatan yang demikian, penduduk menghargai nilai hutan mangrove yang

dijadikan kayu bakar sebesar Rp 7500lm3.

Rata-rata umur penduduk yang memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove adalah 41 tahun. Umur yang masih rendah (muda) merupakan umur potensial produktif, karena ketersediaan tenaga yang besar dan mampu sehingga dapat mengambil kayu bakar dalam jumlah yang besar. Untuk umur yang lebih tinggi atau tua hanya mengambil kayu bakar secukupnya sesuai kebutuhan karena tenaganya sudah tidak mampu lagi untuk bekeja yang lebih berat. Untuk umur yang sudah tua umumnya pergi ke kebun menanam singkong atau tanaman pertanian iainnya dan menangkap ikan dengan pancing ulur pada malam hari.

(142)

berpartisipasi dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan mangrove, sehingga selain manfaat langsung yang dapat dirasakan juga manfaat yang secara tidak langsung dapat dirasakan seperti penahan abrasi pantai dan penampung sedimen. Jumlah anggota keluarga yang bemilai positif menjelaskan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka akan meningkat pula pemanfaatan hutan mangrove yang digunakan sebagai kayu bakar. Dengan jumlah anggota keluarga yang banyak, tentunya kebutuhan akan makanan juga besar sehingga membutuhkan bahan bakar yang besar dalam ha1 ini kayu bakar sebagai bahan bakamya.

Manfaat langsung dari hutan mangrove yang digunakan sebagai kayu bakar , bemilai Rp.30.544.200lth. Nilai ini didapat dari jumlah semua kayu yang digunakan oleh seluruh kepala keluarga dikalikan dengan harga kayu bakar sebesar Rp 7500 setiap meter kubik.

Menurut Alrasjid (1989) dalarn Dahuri er al., (1995) menyatakan bahwa 1

hektar ekosistem mangrove menghasilkan s e b r 9 m3/hektar/tahun. Pemanfaatan hutan mangrove sebagai kayu bakar di Desa Talise sebesar 8,52 m3 kayu bakarlth untuk setiap kepala keluarga, sehingga dalam setahun dengan jumlah kepala keluarga 478 dibutuhkan 4072,56 m3 kayu bakadtahun. Dengan pemanfaatan hutan mangrove untuk kayu bakar yang besar tiap tahun di Desa Talise, maka akan te rjadi penurunan luasan hutan mangrove yang menimbulkan kemgian bagi masyarakat di Desa tersebut.

(143)

gelombang dan pola arus yang ada di sekitar perairan Talise. Lokasi-lokasi yang secara nyata mengalami erosi dari hasil pemantauan penduduk Dusun I ada di sekitar daerah pekuburan umum sebelah Timur pemukiman sebagai akibat dari sudah tidak adanya hutan mangrove dan pengambilan pasir yang berlebihan. Dusun I1 erosi tejadi di depan wilayah pemukiman penduduk yang disebabkan oleh pengambilan pasir yang berlebihan juga sudah tidak adanya areal bakau. Dusun 111 (P. Kinabuhutan) mengalami erosi yang paling parah karena mengalami kehilangan daratan di dekat pemukiman sejauh 30 - 40 meter ke arah darat dalam kurun waktu 60 tahun (1937 - 1997) menurut Mantjoro (1997). Air laut sering masuk ke lokasi pemukiman penduduk pada musim hujan dan pasang tinggi.

Pulau Kinabuhutan merupakan wilayah administrasi Desa Talise yang mempunyai luasan hutan mangrove yang paling besar dan mendapat tekanan geomorfologi pantai yang cukup besar. Hal ini karena pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkontrol oleh masyarakat setempat dimana tejadi banyak penebangan hutan mengakibatkan intrusi air laut permukaan dan pada saat air pasang tinggi atau tertinggi akan masuk sampai di bagian pinggir pemukiman penduduk (Proyek Pesisir,

1999).

(144)

memperluas potensi produksi ekonomi dan pada saat bersamaan menjamin kemajuan merupakan keberlanjutan tak terbatas (Turner dan Pearce, 1990). Menumt Hamilton dan Snedaker (1984) bahwa pemanfaatan dengan basis pengelolaan berkelanjutan mempertimbangkan keragaman aktivitas yang mungkin menggunakan area yang sama pada wakm yang sama atau dalam periode yang berbeda tanpa menyebabkan kerusakan pada sistem. lni akan berarti aktivitas tunggal dan aktivitas campuran dalam pengelolaan hams berhasil dengan memuaskan tanpa menimbulkan kendala untuk pemanfaatan yang lain. Hal ini berhubungan dengan kegiatan produktif masyarakat Desa Talise yang sebagian besar bertani dan nelayan tradisional. Kegiatan bertani umumnya untuk kebutuhan pangan sehari-hari sedangkan untuk ikan seiain untuk kebutuhan sendiri juga ada yang dijual.

Dengan demikian pemanfaatan hutan mangrove hams memperhatikan perencanaan dan pengelolaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan ekosistem mangrove. Pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan di Desa Talise dengan membatasi penebangan hutan mangrove, mengadakan penanaman kembali hutan mangrove terutama di P. Kinabuhutan dan keragaman aktivitas untuk proses produksi.

(145)

Perusahaan tersebut mempekejakan sebagian karyawannya pada penduduk setempat. Untuk yang berpendidikan setingkat SLTA dapat menjadi kalyawan tetap atau tidak tetap dan pendidikan yang lebih rendah merupakan karyawan tidak tetap. Perusahaan juga mempunyai dua orang teknisi berasal dari penduduk setempat yang berpendidikan STM. Untuk karyawan tidak tetap bekerja sebagai pembuat jangkar, pembersih rakit, menyiapkan keranjang tempat cangkang kerang (korekta = nama

lokal) serta berpendapatan Rp 9000hari sudah termasuk uang makan. Untuk karyawan tetap berpendapatan Rp 350.000ibulan sudah termasuk uang makan dan teknisi perusahaan berpendapatan sebesar Rp 600.000/bulan.

Dalam budidaya kerang mutiara ini pekerjaan untuk operasi pengisian mutiara dan mengeluarkan mutiara dilakukan oleh orang Jepang. Pemsahaan melakukan kegiatan panen sebanyak tiga kali dalam setahun dan setiap kali panen sebanyak tiga rakit. Satu rakit terdiri dari sepuluh baris dan setiap baris memiliki 99 gantung dimana setiap gantung terdapat 6 kerang mutiara. Produksi untuk setiap kali panen sebesar 17.820 kerang mutiara dan ini hanya berdasarkan data dari responden. Untuk hasil produksi baik jumlah, nilai ekonomi dan tujuan pasarnya, pemerintah Kabupaten Minahasa tidak memiliki data.

(146)

Ekologi Mangrove Jenis Vegetasi Mangrove

Dari hasil pengumpulan contoh dan identifikasi yang dilakukan, hanya ditemukan 6 jenis mangrove. Jumlah jenis yang ditemukan ini boleh dikatakan sedikit, karena bila dibandingkan dengan yang ditemukan di Pulau Mantehage sebanyak 24 jenis mangrove (Lalamentik dkk., 1997). Secara lengkap, jenis mangrove yang ditemukan serta taksonominya dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Taksonomi spesies mangrove

Dalam Tabel 7 ditampilkan distribusi jenis-jenis mangrove pada ke-3 lokasi penelitian. Terlihat bahwa jenis Rhizhophora apiculara mempunyai daerah distribusi pada semua stasion penelitian. Pada Stasion I ditemukan 4 jenis mangrove yaitu Avicennia marina, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza dan Rhizhophora apiculata sedangkan untuk Stasion I1 dan Stasion III hanya ditemukan jenis

Rhizhophora yaitu R apiculata, R mucronata, dan R stylosa. Khusus untuk R. apiculata banyak dtemukan d ke-3 lokasi penelitian.

Famili Avicenniaceae Rhizophoraceae Spesies Avicennia marina Bruguiera cylindrica Bruguiera gymnorrhiza Rhizhophora apiculata Rhizhophora mucronata Rhizhophora stylosa

[image:146.605.91.516.282.440.2]
(147)

Tabel 8. Distribusi Spesies Mangrove NO. 1. 2 . 3. SPESIES

4.

1

Rkizhoplzora apiculata

m

0 : Ditemukan - : Tak ditemukan

Avicennia marina Bruguiera cylindrica Brueuiera wmnorrlziza

1

6.

1

Rhizlzoplzora stylosu

Bila diamati lebih jauh, adanya persamaan sebaran jenis vegetasi mangrove di Stasion I

(P. Kinabuhutan)

0

lokasi penelitian, dimana pada semua lokasi (Stasion I, Stasion I1 dan Stasion 111)

0 0 0

5.

1

R/ziz/zoulzora nzucronata

-

banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia, karena ke-3 lokasi ini dekat dengan Stasion 11

(Kp. Talise)

0

perkampungan, dimana ha1 tersebut terlihat dari bekas penebangan pohon bakau Stasion In (Kp. Tambun) - -

-

0 - 0

yang cukup banyak

- - -

0

I

Zonasi Vegetasi Mangrove

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terlihat bahwa ekosistem

0

mangrove di semua.lokasi memiliki profil zonasi vegetasi yang relatif sama yaitu

0

didominasi oleh R. apiculata.

[image:147.602.87.547.102.266.2]
(148)

Gambar 4. Profil zonasi vegetasi mangrove Stasion I.

Pada lokasi Stasion 11, zona depan didominasi oleh R. apiculata, diikuti dominasi oleh R. mucronata dan sedikit R apiculala pada zona tengah dan dominasi R. apiculata serta sedikit R stylosa pada zona belakang (Gambar 5).

Gambar 5. Profil zonasi vegetasi mangrove Stasion 11.

Komunitas mangrove di Stasion 111, zona depan didominasi R. apiculata dan

[image:148.602.117.517.76.188.2] [image:148.602.113.519.302.410.2]

R. stylosa yang hadir bersama di zona depan, diikuti R. mucronata yang mendominasi zona tengah dan dominasi R. apiculata pada zone belakang (Gambar

(149)

Struktur Komunitas Mangrove

Struktur komunitas mangrove di lokasi penelitian relatif sama pada 3 lokasi yang diamati. Secara lengkap hasil hitungan variabel struktur komunitas pada masing-masing stasion ditampilkan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Variabel-variabel struktur komunitas mangrove pada 3 lokasi penelitian.

Dalam Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa transek lokasi Stasion I memiliki tingkat keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan jenis yang paling tinggi dibanding Stasion lainnya. Kondisi sebaliknya ditemukan pada lokasi Stasion

II

dan Stasion III, tarnpak ketiga indeks tersebut relatif rendah. Walaupun demikian, ketebalan dan kepadatan mangrove dilokasi ini adalah yarig terkecil (Tabel 7).

Dari tingkat nilai penting setiap jenis, Rhlzhophora apiculata yang terdapat pada 3 lokasi memiliki rentang nilai penting berkisar 123,65 - 193,OO %. Nilai penting tertinggi ditemukan pada lokasi transek Stasion

II

dan terendah di lokasi Stasion

IH.

Jenis

R

mucronata yang hadir pada lokasi Stasion 11 dan Stasion

IlI

[image:149.605.84.547.198.415.2]
(150)

pada iokasi Stasion I1 dan Stasion

JII

memiliki rentang nilai penting berkisar 49,96 -

115,52 %. Nilai penting tertinggi ditemukan pada lokasi Stasion III dan terendah pada lokasi Stasion 11. Jenis Avicennia marina, Bruguiera cylindrica, dan B. gytnnorrlziza yang hanya ditemukan pada lokasi Stasion I memiliki nilai penting

sebesar 64,29 %, 43,36 %, dan 47,93 %.

Hasil analisis diskriminan menunjukkan perbedaan struktur komunitas antara setiap stasion/lokasi (Dusun). Untuk Dusun I (Group I) dari matrik keragaman analisis diskriminan, nilai kerapatan dan nilai penting adalah yang tertinggi. Nilai kerapatan yang tinga tidak diikuti oleh dominasi yang besar karena hanya ditemukan 4 jenis mangrove. Dusun

II

(Group 11) nilai nilai kerapatan, frekuensi dan nilai penting yang menonjol. Di lokasi ini ditemukan satu spesies yang sering muncul dalam transek sehingga nilai frekuensinya tinggi dan tidak ada yang mendominasi. Sedangkan pada Dusun III (Group III)

,

nilai kerapatan dan nilai penting ya

Gambar

Gambaran Umum Desa Talise .................................................
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar.2. Nilai Total Ekonomi Mangrove *
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif yang

Perlengkapan yang digunakan dalam ritual pamakkang boe, dipercayai oleh sebagian masyarakat bahwa peralatan tersebut bisa mendatangkan rezki yang lebih banyak, hasil panen padi

Dalam penetapan kriteria yang dilakukan Susanto sebagai pemilik bisnis keluarga di PD Bintang. Kriteria yang ditetapkan oleh Susanto dengan harapan calon suksesor

Produsen lebih memperhatikan keinginan konsumen terhadap pancake dari tepung sukun berdasarkan atribut aroma, tekstur, warna dan rasa dari pancake, sehingga bisa mendapatkan

Dra. Afidah Mas'ud NIP.. Shalawat dan salarn senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah diutus untuk membentuk kepribadian umat yang paripurna, yang

Dengan ini diumumkan nama-nama peserta yang dinyatakan lulus dan masuk dalam daftar pendek berdasarkan hasil penilaian kualifikasi paket pengadaan Jasa Konsultansi

Penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian mengenai pengaruh strategi periklanan yang meliputi kreativitas iklan, unsur humor, dan kualitas pesan iklan

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa integrasi antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja sektor pertanian di Indonesia tidak terjadi secara sempurna Hasil ini sejalan