• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi dan Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Resiliensi dan Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

oleh Yosi Situmorang

111101067

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)

SKRIPSI

oleh Yosi Situmorang

111101067

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(3)
(4)
(5)

Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Resiliensi dan Mekanisme

Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan

mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Nur Asnah Sitohang, S. Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran

telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat selama

(6)

7. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.

8. Kedua orangtua yang sangat penulis kasihi yaitu S.O Situmorang dan R.

Simanungkalit beserta saudara-saudari yaitu kak Adri, Joel dan Ria atas

segala dukungan dan kasih baik secara moral ataupun materil.

9. Direksi dan staf RSUP Haji Adam Malik Medan atas izin bantuan selama

penelitian

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan

serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Sebelumnya

penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 01 Juli 2015

Penulis,

(7)

Halaman persetujuan ...iii

Kata pengantar...iii

Daftar isi ...iv

Daftar tabel ...ix

Dafrae skema ...x

Abstrak ...xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah...4

1.3Pertanyaan Penelitian ...4

1.4Tujuan penelitian ...5

1.5 Manfaat penelitian ...5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kanker 2.1.1Pengertian kanker ...7

2.1.2Etiologi kanker ...8

2.1.3Leukemia ...8

2.1.3.1Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)...8

2.1.3.2Leukemia Mieloid Akut (LMA) ...9

2.1.3.3Leukemia Miolegenik Kronis (LMK)...9

2.1.3.4Leukemia Kongenital ...9

2.1.4Limfoma ...10

2.1.4.1Penyakit Hodgkin...10

2.1.4.2Limfoma Non-Hodgkin...10

2.1.5 Neuroblastoma...10

2.1.6 Neoplasma ginjal ...11

2.1.6.1Tumor Wilms ...11

2.1.6.2Nefroblastomastomatosis ...11

2.1.7 Sarkoma jaringan lunak ...11

2.1.7.1Rabdomiosarkoma ...11

2.1.7.2Sarkoma jaringan lunak non rabdomiosarkoma...12

2.1.8 Neoplasma tulang ...12

2.1.8.1Osteosarkoma...12

2.1.8.2 Sarkoma Ewig/ neuropitelioma perifer ...12

2.1.9 Retinoblastoma ...13

2.1.10 Stadium Kanker ...13

2.2 Anak 2.2.1Pengertian anak ...14

2.2.2Periode perkembangan anak...14

(8)

2.3.2Manfaat resiliensi ...18

2.3.3Domain resiliensi...18

2.3.4 Tingkat resiliensi ... 20

2.4 Mekanisme koping 2.4.1Pengertian koping...21

2.4.2 Pengertian mekanisme koping ...21

2.4.3Penggolongan mekanisme koping...22

2.4.4 Metode koping...23

2.4.5Respon koping...24

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1Kerangka penelitian...25

3.2Definisi operasional...26

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1Desain penelitian ...29

4.2Populasi dan sampel ...29

4.2.1 Populasi ...29

4.2.2 Sampel ...29

4.3 Lokasi dan waktu penelitian ...30

4.4 Pertimbangan etik penelitian ...30

4.5 Instrumen penelitian ...31

4.5.1 Data demografi ...32

4.5.2 Kuesioner resiliensi ...32

4.5.3 Kuesioner mekanisme koping ...32

4.6 Uji validitas dan reabilitas ...33

4.6.1 Uji validitas ...33

4.6.2 Uji Reabilitas ...33

4.7 Pengumpulan data ...34

4.8 Rencana analisa data...35

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil penelitian ...36

5.1.1 Karakteristik responden...36

5.1.2 Resiliensi responden per item pernyataan ...37

5.1.3 Hasil resilienisi ...39

5.1.4 Mekanisme koping berfokus pada masalah dan emosi ...39

5.1.5 Mekanisme koping responden ...43

5.2 Pembahasan 5.2.1 Resiliensi ...43

5.2.2 Mekanisme koping ...46

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...51

(9)

Lampiran 4. Instrumen penelitian ...60

Lampiran 5.OutputSPSS ...64

Lampiran 6. Anggaran dana...68

Lampiran 7. Riwayat hidup ...69

Lampiran 8,Etical clearance...70

Lampiran 9, Lembar peresetujuan validitas...71

Lampiran 10, Surat uji reliabilitas ...72

Lampiran 11, Surat selesai uji reliabilitas...73

Lampiran 12, Surat pengambilan data ...74

Lampiran 13, Surat selesai pengambilan data ...76

Lampiran 14, Terjemahan abstrak ...77

(10)

Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik

demografi...37 Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi dan presentase per item pernyataan

Resiliensi ...38 Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi dan presentase tingkat resiliensi ...39 Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi dan presentase per item pernyataan

(11)
(12)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Orangtua memiliki masalah selama anak menderita kanker, untuk menghadapi tekanan diperlukan adanya resiliensi dan mekanisme koping yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi resiliensi dan mekanisme koping orangtua anak penderita kanker. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP Haji Adam Malik Medan, populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak penderita kanker, sampel berjumlah 34 orangtua, pengumpulan data dengan teknik total sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh data yaitu orangtua lebih banyak berjenis kelamin perempuan (61,8%), usia pada rentang 30-39 tahun (58,8%), pekerjaan wiraswasta (35,3%), pendidikan terakhir SMA (52,9%), jenis kanker yang di derita anak leukemia (64,7%), resiliensi orangtua berada pada tingkat tinggi (50%) dan mekanisme koping orangtua berfokus pada emosi (85,3%). Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa orangtua memiliki tingkat resiliensi yang baik dan mekanisme koping dengan melakukan usaha berupa gagasan untuk mengatasi stres emosional tetapi tidak menyelesaikan masalah. Sebagai rekomendasi peneliti mengharapkan perawat untuk mengkaji resiliensi dan mekanisme orangtua agar dapat memberi intervensi yang sesuai.

(13)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Year :2015

ABSTRACT

Parents that always have problem when their child are most probably be affected by cancer. In order to solve the stress, they need correct resilience and coping mechanism. The objective of the research was to identify the resilience and coping mechanism of parents whose child was affected by cancer. The research was conducted in the Integrated Inpatient Room B-4 of RSUP Haji Adam Malik, Medan. The population was parents whose children were affected by cancer, and the samples were 34 respondents, taken by using total sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using distribution frequency.The result of the research showed that 61.8% of the respondents were females, 58.8% of the respondents were in the range of 30-39 years old, 35.3% of the respondents were entrepreneurs, 52.9% of the respondents were senior high school graduates, 64.7% of the children were affected by leukemia, 50% of the respondents had high level of resilience, and 85.3% of the respondents focused on emotional coping mechanism. The conclusion of the research was that the parents had good level of resilience and coping mechanism by having the idea to handle emotional stress although it did

not solve the problems. It is recommended that nurses study parents’ resilience

and coping mechanism in order to provide appropriate intervention.

(14)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Orangtua memiliki masalah selama anak menderita kanker, untuk menghadapi tekanan diperlukan adanya resiliensi dan mekanisme koping yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi resiliensi dan mekanisme koping orangtua anak penderita kanker. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP Haji Adam Malik Medan, populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak penderita kanker, sampel berjumlah 34 orangtua, pengumpulan data dengan teknik total sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh data yaitu orangtua lebih banyak berjenis kelamin perempuan (61,8%), usia pada rentang 30-39 tahun (58,8%), pekerjaan wiraswasta (35,3%), pendidikan terakhir SMA (52,9%), jenis kanker yang di derita anak leukemia (64,7%), resiliensi orangtua berada pada tingkat tinggi (50%) dan mekanisme koping orangtua berfokus pada emosi (85,3%). Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa orangtua memiliki tingkat resiliensi yang baik dan mekanisme koping dengan melakukan usaha berupa gagasan untuk mengatasi stres emosional tetapi tidak menyelesaikan masalah. Sebagai rekomendasi peneliti mengharapkan perawat untuk mengkaji resiliensi dan mekanisme orangtua agar dapat memberi intervensi yang sesuai.

(15)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Year :2015

ABSTRACT

Parents that always have problem when their child are most probably be affected by cancer. In order to solve the stress, they need correct resilience and coping mechanism. The objective of the research was to identify the resilience and coping mechanism of parents whose child was affected by cancer. The research was conducted in the Integrated Inpatient Room B-4 of RSUP Haji Adam Malik, Medan. The population was parents whose children were affected by cancer, and the samples were 34 respondents, taken by using total sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using distribution frequency.The result of the research showed that 61.8% of the respondents were females, 58.8% of the respondents were in the range of 30-39 years old, 35.3% of the respondents were entrepreneurs, 52.9% of the respondents were senior high school graduates, 64.7% of the children were affected by leukemia, 50% of the respondents had high level of resilience, and 85.3% of the respondents focused on emotional coping mechanism. The conclusion of the research was that the parents had good level of resilience and coping mechanism by having the idea to handle emotional stress although it did

not solve the problems. It is recommended that nurses study parents’ resilience

and coping mechanism in order to provide appropriate intervention.

(16)

Kanker merupakan penyebab kesakitan dan kematian di dunia dengan 14

juta kasus baru dan 8,2 juta kematian terkait kanker pada tahun 2012. Kasus baru

diperkirakan meningkat sekitar 70% selama 2 dekade berikutnya. Sekitar 70%

terjadi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kematian akibat

kanker di seluruh dunia diproyeksikan akan terus meningkat, diperkiraan 12 juta

kematian pada tahun 2030 (World Health Organization, 2014). Kanker merupakan

penyebab kedua kematian pada anak setelah kecelakaan. Sebanyak 10.450 anak di

United States dibawah 15 tahun diperkirakan akan terdiagnosa kanker pada tahun

2014 (American Cancer Society, 2013).

Indonesia memiliki kasus kanker pada anak dari kanker semua usia yaitu

4,9%. Hasil penelitian Ye (2010) yang bertujuan untuk mengetahuai prevalensi

kanker pada anak di daerah kota Medan pada tahun 2009, kasus kanker yang

terbanyak yaitu usia 0-18 tahun dengan jumlah kasus sebanyak 192 kasus kanker

terdapat jenis kanker pertama leukemia yaitu 86 (44,8%), kedua limphoma

dengan jumlah sebanyak 17 kasus (8,9%), ketiga retinoblastoma sebanyak 13

kasus (6,8%), keempat neuroblastoma dengan jumlah sebanyak 9 kasus (4,7%),

kelima karsinoma nasofaring dengan jumlah 8 kasus (4,2%). Menurut data dari

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

(17)

anak sebelum usia 16 tahun, prevalensi kanker agak tinggi pada bayi (0,3%) dan

meningkat pada umur≥15 tahun.

Kanker adalah istilah umum untuk kelompok besar penyakit yang dapat

mempengaruhi setiap bagian dari tubuh yang memiliki istilah lain yaitu tumor

ganas dan neoplasma. Kanker terjadi ketika pembentukan cepat sel-sel abnormal

yang tumbuh melampaui batas-batas yang biasa mereka dan yang kemudian dapat

menyerang bagian tubuh dan menyebar ke organ lain, proses ini disebut sebagai

metastasis yang merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (World

Health Organization, 2014)

Kanker berdampak pada tingkat aktifitas dan perkembangan anak,

terganggunya pendidikan formal dan beresiko tinggi mengalami masalah perilaku

dan emosional. Anak dan keluarga menjalani masa-masa yang sangat sulit

(Rudolph & Julien, 2007). Reaksi anak terhadap penyakit kronis sebagian besar

tergantung pada tingkat perkembangan, tempramen, ketersediaan mekanisme

koping dan reaksi anggota keluarga, orang penting bagi anak (Wong, Marilyn,

David, Patricia., 2009).

Orangtua anak penderita pernyakit kronis seperti kanker mengalami

tekanan dalam segi emosional dan psikologis, hal ini menyebabkan

pengalaman-pengalaman yang penuh penderitaan sering ditemui dalam kehidupan. Penderitaan

sebagian bersumber dari keadaan eksternal dan internal. Dampak lain yaitu

orangtua tidak dapat masuk kerja, mengalami masalah keuangan dan tertantang

secara emosional maupun fisik saat mereka menatalaksanakan perawatan anak

(18)

Menyaksikan orang yang dikasihi sakit atau kematian merupakan salah

satu peristiwa yang membuat trauma. Suatu fokus baru dalam memandang efek

dari stres traumatik adalah penekanan pada yang disebut psikologi positif, salah

satu diantara kekuatan manusia dalam menghadapi stres adalah resiliensi (Weiten,

2010). Resiliensi adalah kemampuan manusia untuk bangkit dari pengalaman

negatif, bahkan lebih kuat selama proses penanggulangannya. Orang yang resilien

adalah yang memiliki kepribadian tangguh, kuat dan mampu mengatasi keadaan

yang tidak menguntungkan yang dapat mengganggu perkembangan dan sebagai

hasilnya mampu menunjukkan kekuatannya dan berfungsi secara adekuat dalam

lingkungan (Nasution, 2009).

Individu yang menghadapi stresor yang sama mempunyai respon dan hasil

berbeda pada proses reaksinya terhadap stres. Hal ini dipengaruhi oleh ketiga

faktor komponen yaitu sumber dukungan sosial, koping, kemampuan kontrol yang

tidak sama antar individu. Individu dapat mengatasi stres dengan menggerakkan

sumber koping di lingkungan. Cara atau perilaku yang dilakukan oleh individu

untuk mengalihkan dan mengalihkan stres disebut dengan koping (Nasution,

2011).

Koping adalah respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya

baik fisik maupun psikologi (Rasmun, 2004). Mekanisme koping adalah perilaku

yang bertujuan mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh krisis dan cara yang

digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang

terjadi dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku (Wong,

(19)

Jaser & White (2013) dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

mekanisme koping dalam menghadapi stres dan bagaimana ketahanan atau

resiliensi orangtua yang memiliki anak menderita kanker, hasilnya adalah koping

anak lebih kepada berfokus pada emosi dan resiliensi pada tingkat yang tinggi.

Penelitian West, Petra, Lee, Kim (2012) yang bertujuan untuk mengukur dan

mengeksplorasi resiliensi keluarga terhadap nyeri kronik yang di alami anggota

keluarga, hasilnya keluarga memiliki resiliensi di tingkat yang sedang. Resiliensi

dan mekanisme koping setiap individu berbeda. Perawat sebagai profesi yang

memandang manusia secara keseluruhan (biopsikososiospiritual) dapat membantu

keluarga dalam mengatasi stres dengan memberi panduan antisipasi, dukungan

emosional, membantu keluarga yaitu orang tua dalam mengembangkan

mekanisme koping dan strategi pemecahan masalah atau resiliensi. Sebelum

mengembangkan, perawat tentu saja harus mengkaji terlebih dahulu sejauh mana

kemampuan individu dalam menghadapi masalah. Menurut pemaparan diatas

peneliti tertarik melakukan penelitian terkait resiliensi dan mekanisme koping

orangtua anak penderita kanker di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Orangtua anak penderita kanker tentu saja memiliki stres, dampak dari

stres itu bisa bermacam-macam. Cara individu dalam menghadapi stres

dinamakan mekanisme koping, sedangkan kemampuan individu untuk bangkit

dari stres ataupun penderitaan yang dihadapi disebut dengan resiliensi. Maka

(20)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana resiliensi dan mekanisme koping orangtua anak penderita

kanker di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian untuk mengidentifikasi resiliensi dan

mekanisme koping orangtua anak penderita kanker di RSUP H.Adam Malik

Medan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik orangtua anak penderita kanker di RSUP H.

Adam Malik Medan

2. Mengidentifikasi resiliensi orangtua anak kanker di RSUP H. Adam Malik

Medan

3. Mengidentifikasi mekanisme koping orangtua anak penderita kanker di

RSUP H. Adam Malik Medan

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada:

1.5.1 Pendidikan Keperawatan

Mensosialisasikan dan memberi informasi mengenai resiliensi dan

(21)

1.5.2 Praktik Keperawatan

Memberikan informasi tentang kemampuan resiliensi dan

mekanisme koping orangtua anak penderita kanker. Sehingga dapat menjadi

dasar acuan dalam menerapkan langkah-langkah merencanakan asuhan

keperawatan termasuk kepada keluarga klien secara holistik.

1.5.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi

penelitian selanjutnya mengenai resiliensi dan mekanisme koping orangtua

(22)

2.1.1 Pengertian

Kanker adalah proses penyakit yang berawal ketika sel abnormal diubah

oleh mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan

mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan

dalam lingkungan sekitar sel tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

Sukarja (2000) menyatakan bahwa sel kanker timbul dari sel normal pada

tubuh kemudian mengalami transformasi menjadi ganas. Perubahan tersebut

disebabkan adanya perubahan atau transformasi genetik, terutama pada gen-gen

yang mengatur pertumbuhan. Sel-sel yang mengalami transformasi terus-menerus

berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal. American Cancer Society

(2013) menyatakan bahwa anak yang menderita kankersurvivingterhadap kanker rata-rata 5 tahun.

Kanker merupakan istilah umum untuk suatu kelompok besar penyakit

yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah kanker lain yang

digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Neoplasma sesungguhnya berarti

proses dari “pertumbuhan baru”, sedangkan tumor diartikan secara sederhana

sebagai pembengkakan yang disebabkan inflamasi. Suatu neoplasma adalah

pertumbuhan dari massa abnormal jaringan yang berlebihan dan tidak

terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara terus menerus

(23)

2.1.2 Etiologi Kanker

Proses karsinogenik dipengaruhi oleh agens atau faktor-faktor tertentu

yang memberi pengaruh. Agens atau faktor-faktor tersebut yaitu virus, agens fisik,

agens kimia, faktor-faktor genetik, faktor-faktor makanan, agens hormonal

(Brunner & Suddarth, 2005).

2.1.3 Leukemia

Leukemia adalah penyakit yang ditandai dengan diferensiasi dan

proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi,

yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal.

Klasifikasi morfologi didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang

dominan dalam sumsum tulang, serta pada penelitian sitokimia (Barr, 2006).

2.1.3.1 Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) anak adalah kanker tersebar yang

pertama terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. Gejala

pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi.

Pada pemeriksaan inisial, lebih kurang 50% menunjukkan petekie atau

perdarahan mukosa. Limfoadenopati biasanya nyata dan spenomegali

dijumpai (William & Ching, 2000).

2.1.3.2 Leukemia Mieloid Akut (LMA)

Leukemia mieloid akut (LMA) merupakan 15-20% dari leukemia

anak. Tidak ada perbedaan insidensi menurut jenis kelamin atau ras, tetapi

sedikit kenaikan pada masa remaja. LMA khas menunjukan tanda dan gejala

(24)

anak yang mula-mula hanya menunjukkan anemia, leukopeni atau

trombositopenia. Prognosis dari penderita jika dengan terapi agresif 40-50%

penderita yang mencapai remisi akan hidup lama. Angka kesembuhan

keseluruhan adalah 30-40% (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.3.3 Leukemia Miolegenik Kronis (LMK)

Leukemia mielogenik kronis (LMK) merupakan keganasan klona dari

sel induk (stem cell) sistem hematopoetik yang ditandai oleh translokasi

spesifik yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia. LMK lebih sering

terjadi pada orang dewasa dan hanya 3% dari kasus leukemia pada anak. Fase

kronis yang berlangsung 3-4 tahun. LMK ditandai dengan hyperplasia

mieloid dengan kenaikan jumlah sel mieloid yang berdiferensiasi dalam darah

dan sumsum tulang. Awitan gejala penyakit ini biasanya tidak nyata dan

diagnosis ditegakkan bila pemeriksaan darah dilakukan atas alasan lain

(Behrman & Arvin, 2000).

2.1.3.4 Leukemia Kongenital

Leukemia kongenital sangat jarang sekali, didiagnosis pada usia bulan

pertama dengan angka 4,7 per juta kelahiran hidup. Umumnya, kasus-kasus

menunjukkan leukositosis berat, petekie, ekimosis dan keterlibatan

ekstramedular, hepatosplenomegali massif, nodulus kulit dan leukemia SSS.

Leukemia kongenital memiliki prognosis yang jelek (Behrman & Arvin,

(25)

2.1.4 Limfoma

Limfoma merupakan keganasan sistem limfatik. Dua kategori besar

limfoma, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin (LNH), mempunyai

manifestasi klinis, terapi dan prognosis yang berbeda (Price & Lorraine, 2006).

2.1.4.1 Penyakit Hodgkin

Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar (berdiameter 15- 45 μ m)

dengan multipel. Sel ini merupakan gambaran histologik utama penyakit

Hodgkin (Behrman, et al.,2000). Gambaran yang tampak paling umum adalah

pembesaran kelenjar limfe tanpa nyeri di leher, supraklavikula, atau

kadang-kadang daerah aksila atau inguinal (Cairo & Bradley, 2007).

2.1.4.2 Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan penyakit klonal yang

muncul secara primer dari precursor sel-T awal pada sel B relatif matur.

Sekitar 80% anak yang menderita penyakit ini dapat disembuhkan dengan

terapi modern (Rudolph & Julien, 2007).

2.1.5 Neuroblastoma

Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial ganas dan merupakan

neoplasma bayi yang terdiagnosis paling sering. Tumor ini berasal dari sel krista

neuralis embrional. Sebagian besar tumor tumbuh di dalam kelenjar adrenal atau

rangkaian saraf simpatik retroperitoneal. Lokasinya mungkin di kepala, leher,

dada atau pelvis. Neuroblastoma merupakan tumor yang tidak bergejala, sehingga

lebih dari 70% kasus, diagnosis ditegakkan setelah terjadi metastasis (Wong,

(26)

2.1.6 Neoplasma Ginjal 2.1.6.1 Tumor Wilms

Tumor Wilms adalah tumor intraabdominal yang paling sering

dijumpai pada masa kanak-kanak. Tumor Wilms adalah suatu neoplasma

soliter yang terjadi pada bagian manapun dari kedua ginjal. Adanya masa di

abdomen pada setiap anak perlu dicurigai tumor Wilms (Wong, Marilyn,

David, 2009). Angka kehidupan penderita mencapai angka kesembuhan

bermakna, terutama pada pendekatan multispesifik dan bentuk studi

kooperatif (Rudolph & Julien, 2007).

2.1.6.2 Nefroblastomatosis

Tumor ini jarang pada dekade pertama kehidupan tetapi kadang pada

usia remaja. Temuan awal adalah adanya massa di abdomen dan hematuria.

Tumor ini merupakan tumor kongenital terbanyak. Tumor ini biasanya

dianggap jinak dan reseksi merupakan terapi yang adekuat (Behrman &

Arvin, 2000).

2.1.7 Sarkoma jaringan lunak 2.1.7.1 Rabdomiosarkoma

Sarkoma jaringan lunak merupakan tipe tumor padat yang berada di

urutan keempat terbanyak pada anak-anak, paling banyak dialami oleh anak

berusia kurang dari 5 tahun (Wong,Marilyn, David., 2009). Tumor ini dapat

terjadi di semua lokasi anatomi tetapi paling sering di kepala dan leher.

Gambaran yang paling umum terdapat massa yang mungkin nyeri atau

(27)

2.1.7.2 Sarkoma jaringan lunak nonrabdomiosarkoma (NRSTS)

Sarkoma jaringan lunak nonrhabdomiosarkoma merupakan kelompok

tumor heterogen yang mencakup 3% dari keganasan pada anak. Tumor

tersebut biasanya timbul di badan atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan

seksama pada paru dan metastasis tulang tidak dilaksanakan sebelum eksisi

pembedahan. Kemotrapi tambahan harus dipertimbangkan untuk tumor

derajat tinggi (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.8 Neoplasma Tulang 2.1.8.1 Osteosarkoma

Osteosarkoma adalah suatu tumor ganas jaringan mesenkim yang

membentuk osteoid dan jaringan oseus neoplastik (Rudolp & Julien, 2007).

Tumor ini tumbuh dalam region korteks atau medulla tulang panjang dan

umumnya terdiagnosis pada masa remaja (Behrman & Arvin., 2000).

2.1.8.2 Sarkoma Ewig/ Neuropitelioma Perifer

Sarkoma Ewig lebih dapat muncul pada tulang manapun tetapi paling

sering di temukan di tulang pipih dan region diafisis tulang panjang. Sebagian

besar penderita menunjukan nyeri, pembengkakan dan nyeri tekan pada

tempat yang terkena (Behrman & Arvin 2000). Pasien tanpa metastasis

memiliki harapan 70% ketahanan hidup bebas penyakit selama 5 tahun.

Sedangkan dengan metastasis memiliki harapan 30-50% ketahanan hidup

(28)

2.1.9 Retinoblastoma

Retinablastoma biasanya tumbuh di bagian posterior retina, terdiri dari

sel-sel ganas kecil dan bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma. Umur rata-rata

waktu diagnosis adalah 11 bulan untuk tumor bilateral dan 23 bulan untuk

penderita tumor unilateral. Retinoblastoma biasanya menunjukan leukokoria yaitu

refleksi putih kekuningan dalam pupil yang disebabkan oleh tumor di belakang

lensa (Behrman & Arvin, 2000).

2.1.10 Stadium Kanker

California Cancer Registry (2013) menyatakan bahwa stadium kanker

menggambarkan keparahan penyakit pada saat diagnosis, dengan

mempertimbangkan pertumbuhan, ukuran tumor dan apakah telah menyebar ke

organ yang berdekatan, kelenjar getah bening atau organ jauh. Mengetahui

stadium kanker sangat penting untuk menentukan perawatan yang paling efektif

dan untuk memprediksi jangka waktu penderita bertahan hidup. Stadium ini

didasarkan pada bagaimana kanker berkembang. Berbagai jenis kanker tumbuh

dan menyebar dengan cara yang berbeda. Tahap 0 (in situ), tumor ini belum

menyebar dan masih pada lapisan pertama sel (membran basal), tahap 0 tumor

biasanya sangat dapat disembuhkan.Tahap I, biasanya kanker kecil atau invasif

tumor yang belum berkembang dalam ke jaringan di sekitarnya dan belum

menyebar baik kelenjar getah bening atau bagian lain dari tubuh. Tahapan II dan

III, tahap ini menunjukkan tumor yang lebih besar dalam ukuran dari tahap 1 dan

tumor yang memiliki tumbuh lebih dalam ke jaringan terdekat dan menyebar ke

(29)

lebih besar atau lebih tumor maju dari tahap II.Tahap IV, tahap ini berarti bahwa

kanker telah menyebar ke organ lain atau bagian tubuh dan biasanya digambarkan

sebagai metastasis.

2.2 Anak

2.2.1 Pengertian Anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia (2013) menyatakan bahwa anak mempunyai

arti luas yang meliputi kurun masa hidup seseorang sejak konsepsi sampai dewasa

matur, termasuk masa prenatal dan adolesensi. Undang-undang Republik

Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Bab 1 Pasal 1

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. SedangkanThe Convention on the Rights of the Child mendefinisikan

anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. Anak merupakan

individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai

dari bayi hingga remaja.

2.2.2 Periode Perkembangan Anak

Wong, Marilyn, David (2009) menyatakan bahwa dalam mencapai

pertumbuhan dan perkembangan, tahap prenatal yang terdiri dari masa embrio

yaitu mulai konsepsi sampai 8 minggu dan masa fetus 9 minggu sampai lahir,

tahap post natal yang terdiri dari masa neonates terdiri dari 0-28 hari dan masa

bayi 29 hari-12 bulan, tahap prasekolah usia 3-6 tahun, masa pra remaja usia 6-10

tahun dan masa remaja usia 10-18 tahun. Wong, Marylin, David (2000)

(30)

pranatal, periode, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan dan

masa kanak-kanak akhir.

2.2.2.1 Periode Pranatal

Masa pranatal terdiri dari dua fase yaitu fase embrio dan fase fetus,

pada masa embrio pertumbuhan dimulai pada 8 minggu pertama dengan

terjadi defensiasi yang cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan

terbentuknya manusia (Wong, Marilyn, David., 2000).

2.2.2.2 Periode Bayi

Wong, Marilyn, David (2000) menyatakan bahwa periode ini terbagi

atas nonatus dan bayi. Neonatus adalah sejak lahir hingga berusia 28 hari.

Diatas 28 hari sampai usia 12 bulan termasuk kategori bayi. Pada masa bayi

yaitu usia 29 hari hingga satu tahun dalam pertumbuhan dan perkembangan

dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah 1-4 bulan,

tahap kedua 4-8 bulan, tahap ketiga adalah 8-12 bulan.

2.2.2.3 Periode Kanak-kanak Awal

Periode ini terdiri atas usia anak 1 sampai 3 tahun yang disebut

dengan toddler dan prasekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun.

Anak berusia di bawah 3 tahun cenderung sangat energik dan aktif,

penuh dengan energi yang tidak terbatas, antusias dan selalu ingin tahu.

Peningkatan kemampuan motorik memungkinkan untuk bergerak sendiri,

menjelajahi dan menguji lingkungannya (Allen & Marrotz, 2010). Terjadi

beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik anak pada tahun kedua,

(31)

kenaikan lingkar kepala yang hanya 2 cm, pertumbuhan gigi terdapat

tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama dan gigi taring

sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah (Wong, Marilyn, David., 2000).

Periode prasekolah terdiri atas anak usia 3-6 tahun. Kemampuan

interaksi sosial pada usia ini lebih luas dan mempersiapkan diri untuk

memasuki dunia sekolah, kemandirian anak tampak dari proses eliminasi,

perkembangan konsep diri dimulai pada periode ini. Perkembangan fisik

lebih lambat dan relatif menetap (Wong, Marilyn, David., 2000).

2.2.2.4 Masa Sekolah

Pada masa sekolah pertumbuhan dan perkembangan anak akan

mengalami proses percepatan pada umur 10-12 tahun. Secara umum pada

usia sekolah aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat

kemampuan motoriknya. Anak semakin mandiri dengan lingkungan di luar

rumah seperti sekolah. Perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal,

psikoseksual, moral, dan spiritual sudah mulai menunjukan kematangan pada

masa ini (Wong, Marylind, David., 2000).

2.2.2.5 Periode kanak-kanak akhir

Periode kanak-kanak akhir merupakan fase transisi, yaitu anak mulai

memasuki usia remaja, pada usia 11 atau 12 tahun sampai 18 tahun. Pada

masa ini terjadi peristiwa yang sangat penting yaitu pubertas. Anak

perempuan memasuki masa prapubertas pada usia 11 tahun sedangkan anak

laki-laki memasuki usia 12 tahun. Proses pertumbuhan dan perkembangan

(32)

seperti endokrin, kematangan fungsi seksual hingga tampak remaja sudah

menunjukkan kedewasaan dalam hidup bermasyarakat (Wong, Marilyn,

David., 2000).

2.3 Resiliensi

2.3.1 Pengertian Resiliensi

Henderson & Milstein (2003 dalam Nasution, 2011) mendefinisikan

bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit dari pengalaman

negatif, bahkan menjadi lebih kuat selama menjalani proses penanggulangannya,

sedangkan Ghothberg (1999) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan

manusia untuk menghadapi, mengatasi, mendapatkan kekuatan bahkan mampu

mencapai transformasi diri setelah mengalami penderitaan. Lebih lanjut lagi

Reivich & Shatte (2002) mendefinisikan resiliensi merupakan mind-set yang

memungkinkan individu mencari bermacam pengalaman dan memandang

hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan.

Bautista (2001 dalam Nasution, 2011) menyatakan bahwa resiliensi adalah

kemampuan pada individu yang luar biasa untuk bertahan menghadapi

penderitaan yang berkembang. Mereka akan mengembangkan cara untuk

mengubah keadaan yang penuh tekanan menjadi sebuah kesempatan untuk

pengembangan diri pribadi menjadi lebih baik dari sebelumnya (Maddi &

(33)

2.3.2 Manfaat Resiliensi

Resiliensi membantu individu melakukan koping terhadap stres dan

meminimalkan efek penyakit. Individu yang memiliki resiliensi yang baik akan

mampu bangkit dari trauma yang dialami, mencari pengalaman baru yang

menantang bagi diri karena telah belajar bahwa hanya melalui perjuangan yang

berat mereka mampu mengembangkan wawasan mereka. Resiliensi juga

bermanfaat saat individu mengalami kegagalan sehingga memahami bahwa

kegagalan bukanlah titik akhir (Reivich & Shatte, 2002).

2.3.3 Domain Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) menyatakan bahwa terdapat 7 faktor yang dapat

membangun resiliensi yaitu pertama regulasi emosi adalah kemampuan untuk

tetap tenang bila mengalami tekanan. Individu yang sudah resilien menggunakan

berbagai keterampilan yang sudah sudah matang yang membantu mereka

mengontrol emosi, membentuk keakraban, sukses di tempat kerja dan

mempertahankan kesehatan fisik. Individu yang mampu mengontrol emosinya

adalah individu yang mampu untuk tetap tenang dan fokus sehingga ia

mendapatkan efek relaksasi. Tidak semua emosi yang dirasakan individu harus

dikontrol, hal ini dikarenakan mengekpresikan emosi yang kita rasakan baik

emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan

kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari

resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).

Kedua yaitu impuls contol, Nasution (2011) menyatakan bahwa

(34)

keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.

Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat

mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan

perilaku mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan

kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini

akan membuat orang di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat

pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain (Reivich & Shatte,

2002).

Ketiga adalah optimis, orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang

optimis. Kondisi akan berubah menjadi lebih baik adalah keyakinan mereka.

Memiliki harapan ke masa depan dan yakin bahwa mereka dapat mengatur

bagian-bagian dari kehidupan. Ketika seseorang optimis maka mereka memiliki

keyakinan akan kemampuannya mengatasi penderitaan, yang mungkin muncul di

masa depan.

Keempat yaitu causal analisis eseorang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya jika memiliki causal analisis individu tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus ketika mampu

mengidentifikasi penyebab masah secara akurat. Seligman (1993 dalam Reivich &

Shatte, 2002) mendefinisikan gaya berpikir explanatory yang merupakan

kebiasaan cara seseorang untuk menjelaskan hal baik dan buruk yang terjadi pada

diri dan kehidupan mereka.

Kelima adalah empati yang di tunjukkan dengan bagaimana seseorang

(35)

mereka, hal ini dapat di ungkapkan melalui isyarat, nonverbal, kemudian

menentukan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu yang memiliki

empati yang rendah walaupun memiliki tujuan yang baik, akan cenderung

mengulangi pola perilaku yang tidak resilien.

Keenam adalah self efficacy merupakan perasaan seseorang tentang

seberapa efektifnya ia berfungsi di dunia ini. Keyakinan dapat memecahkan

masalah, dapat mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk

sukses. Individu akan mudah tersesat apabila tidak yakin akan kemampuannya.

Untuk meningkatkan self efficacy dibutuhkan keterampilan avoiding thinking traps.

Ketujuh adalah reaching outyang merupakan mampu untuk keluar dari kondisi sulit dan merupakan kemampuan untuk keluar dari zona nyaman yang

dimilikinya. Individu yang memiliki kemampuan reaching out tidak menetapkan batasan kaku terhadap kemampuan yang dimilikinya. Mereka tidak terperangkap

rutinitas, memiliki rasa ingin tahu, dan ingin mencoba hal-hal baru sehingga

mampu menjalin hubungan dengan orang-orang baru dalam kehidupannya.

2.3.5 Tingkat Resiliensi

J. Block & Kremen (1996) menyatakan bahwa terdapat 5 tingkatan dari

resiliensi, yaitu resiliensi sangat tinggi, resiliensi tinggi, resiliensi sedang,

resiliensi rendah dan resiliensi sangat rendah. . Orang tua yang memiliki tingkat

kemampuan resiliensi yang tinggi akan mampu segera bangkit dan memulihkan

dirinya dan keadaan. Namun orang tua dengan tingkat kemampuan resiliensi

(36)

menerima dan bangkit dari cobaan hidup tersebut. Hal ini berkaitan dengan faktor

resiko dan faktor protektif yang dimiliki seseorang dalam menghadapi

kondisi-kondisi sulit dalam hidupnya (Muray, 2006)

2.4. Mekanisme Koping 2.4.1 Pengertian Koping

Rasmun (2004) menyatakan bahwa koping adalah proses yang dilalui oleh

individu dalam menyelesaikan situasi yang penuh dengan stres atau respon

individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.

Koping yang efektif dapat menghasilkan adaptasi yang menetap sehingga

menghasilkan kebiasaan yang baru dan perbaikan situasi yang lama, sedangkan

koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu prilaku yang

menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun

orang lain. Kozier (2004) menyatakan bahwa koping juga dapat digambarkan

sebagai berhubungan dengan masalah dan situasi atau menghadapinya dengan

sukses.

4.2 Pengertian Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu secara kognitif

maupun perilaku dalam menyelesaikan masalah dengan cara mengatasi perubahan

yang terjadi dan situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Wong, Marilyn, David

(2009) menyatakan bahwa mekanisme koping adalah perilaku yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh krisis. Individu dapat

menggunakan satu atau lebih koping yang tersedia dan dapat menggunakan

(37)

Mekanisme koping sangat penting digunakan oleh individu untuk memecahkan

masalah, koping yang efektif akan membantu individu terbebas dari stres yang

berkepanjangan (Mardiana, 2013).

2.4.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Kozier (2011) mekanisme koping dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu

Pertama yaitu mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping) Meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat

perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi

ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta

nasehat.

Kedua yaitu Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping) Meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional.

Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki sesuatu tetapi

seseorang merasa lebih baik.

Sedangkan Stuart & Suddeen (1995) menggolongkan mekanisme koping

menjadi 2 yaitu mekanisme koping adaptif yang artinya adalah mekanisme koping

yang mendukung fungsi mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan

mencapai tujuan. Beberapa kategori dari mekanisme koping adaptif adalah

berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,

latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif

Merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah

(38)

2.4.4 Metode Koping

Folkman et al (1984 dalam Afidarti, 2006) menyatakan bahwa terdapat 8

metode koping yaitu

1. Confrontative coping/ koping konfrontasi(problem-focused)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan

atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

2. Distancing/pelepasan diri (emotion-focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau

menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

3. Self Control/ kontrol diri(emotion-focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun

tindakan dalam hubungannya dengan masalah.

4. Seeking social support/ penggunaan dukungan sosial(problem focused) Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan

informasional.

5. Accepting responcibility/ penerimaan tanggung jawab(emotion focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk

memperbaikinya.

6. Escape-Avoidanceting/ pelarian-penghindaran (emotion focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh

harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk

(39)

7. Planful problem solving/ perencanaan pemecahan masalah (problem focused)

Individu yang berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan

kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

8. Positive Reappraisal/ penilaian positif(emotion focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi.

2.4.5 Respon Koping

Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek fisiologis dan psikososial yaitu

adalah pertama melalui reaksi fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap

stress dan reaksi psikososial. Reaksi psikososial pertama, meliputi reaksi yang

berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental,

seperti denial (menyangkal), projeksi, regresi, displacement, isolasi dan supresi.

Kedua, reaksi yang berkaitan dengan respon verbal seperti, menangis, tertawa,

teriak, memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca respon. Reaksi ketiga

yaitu reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Koping melibatkan

proses kognitif, afektif dan psikomotor. Koping ini meliputi, berbicara dengan

orang lain tentang masalahnya dan mencari jalan keluar dari informasi orang lain.

Membuat berbagai alternatif tindakan dalam menangani situasi, belajar dari

(40)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resiliensi dan

mekanisme koping orang tua anak penderita kanker di RSUP H. Adam Malik

Medan. Kerangka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka konsep penelitian resiliensi dan mekanisme koping orang tua anak penderita kanker.

Orang tua Anak penderita kanker

Resiliensi

- Sangat tinggi - Tinggi - Sedang - Rendah

- Sangat Rendah

Mekanisme Koping

- Berfokus pada masalah

- Berfokus pada emosi - Resiliensi

(41)

3.2 Definisi Operasional

[image:41.595.129.563.208.750.2]

Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1Definisi Operasional No. Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

1. a. Jenis kelamin b. Usia orangtua c. Pekerja-an orangtua Peran biologis yang dimiliki orangtua anak penderita kanker di RSUP H. Adam Malik Medan Lama hidup orangtua anak penderita kanker di RSUP H. Adam Malik Medan sejak dilahirkan sampai saat penelitian dilakukan dalam tahun Aktivitas orangtua anak penderita kanker di RSUP H. Adam Malik Medan yang dapat menghasilkan uang/ gaji Kuesioner Kuesioner Kuesioner Wawancara Wawancara Wawancara 1. Laki-laki 2. Wanita

1. < 20 tahun 2. 20-29 tahun 3. 30 - 39 tahun 4. 40 - 49 tahun

5.≥ 50 tahun

1. PNS 2. Petani 3.Wiraswasta 4. Ibu Rumah tangga

Nominal

Ordinal

(42)
(43)

B, RSUP H. Adam Malik Medan untuk menangani dan

beradaptasi dengan stres terkait penyakit kanker yang diderita anaknya. Berfokus pada emosi adalah cara yang tidak memperbaiki masalah tetapi seseorang merasa lebih baik.

Berfokus pada masalah adalah usaha untuk

(44)

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan

pendekatancross-sectional.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak

yang menderita kanker di RSUP H. Adam Malik. Terdapat 198 orang

anak penderita kanker yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan

(Catatan Ruangan Rindu B, 2014)

4.2.2 Sampel

Teknik sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakantotal sampling.

Kriteria inklusi sampel adalah orangtua (ayah atau ibu) anak

penderita kanker di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP H. Adam Malik

Medan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, memiliki

anak penderita kanker dalam rentang stadium 2-3, lama terdiagnosa

kanker 1-5 tahun.

Sampel pada penelitian ini sebanyak 34 responden dan tidak

mencapai jumlah sampel yang diinginkan. Hal ini disebabkan dalam

(45)

dan keterbatasan waktu dalam pengurusan surat izin reliabilitas maupun

penelitian.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP H.

Adam Malik Medan. Alasan pemilihan lokasi adalah anak yang menderita

kanker dirujuk ke RSUP H. Adam Malik Medan. Kegiatan penelitian mulai

dari pembuatan proposal hingga laporan hasil penelitian dilaksanakan pada

bulan September 2014 sampai Juli 2015.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan pada bagian

pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk

melakukan penelitian. Sebelum pelaksanaan, peneliti memperkenalkan diri,

menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur pelaksanaan penelitian.

Peneliti mempertimbangkan aspek Autonomy, Anonymity, Confidentiality,

Non maleficence, Informed Concent. Peneliti mempertimbangkan hak-hak calon responden untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan

jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas

dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (Autonomy). Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak

mencantumkan nama (Anonimity). Peneliti juga menjamin kerahasiaan (Confidentiality) responden dan data-data responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan

(46)

peneliti menanyakan ketersediaan responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian. Jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, maka

responden dipersilahkan menandatanganiInformed Concent.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang bersifat

tertutup. Instrumen terbagi atas tiga bagian, yaitu kuesioner data demografi

orangtua, kuesioner resiliensi dan mekanisme koping orangtua.. Kuesioner

resiliensi dimodifikasi dari “The Ego Resilience Scale”yang di susun oleh J. Block & Kremen (1996). Terdapat 14 butir pernyataan tentang resiliensi

orangtua yang memiliki anak kanker. Kuesioner mekanisme koping

dimodifikasi dari “Ways of Coping Questionare“ yang disusun oleh S.

Folkman & R.S Lazarus (1984). Kuesioner penelitian ini terdapat 30

pernyataan mengenai mekanisme koping.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi meliputi usia orangtua, jenis kelamin,

pekerjaan orangtua, tingkat pendidikan orangtua. Data demografi

responden hanya digunakan untuk menguraikan karakteristik responden.

4.5.2 Kuesioner resiliensi

Skala pengukuran instrumen yaitu skala Likert dengan jawaban

“tidak pernah” bernilai 1, “jarang” bernilai 2, “kadang” bernilai 3,

“selalu” bernilai 4. Hasil pengukuran resiliensi berdasarkan kuesioner

asli yang mengkategorikan resiliensi sebagai resiliensi sangat tinggi

(47)

23-34, resiliensi rendah, bernilai 11-22, resiliensi sangat rendah bernilai

1-10.

4.5.3 Kuesioner mekanisme koping

Skala pengukuran untuk instrumen penelitian yang digunakan

untuk mengidentifikasi mekanisme koping orang tua anak penderita

kanker yaitu skala Likert, dengan jawaban “tidak pernah” bernilai 0,”jarang” bernilai 1 “kadang” bernilai 2, “sering” bernilai 3.

Cara pengukuran kuesioner berdasarkan kuesioner asli yaitu

dengan mempersentasekan masing-masingitemskala yang terdapat pada

30 pernyataan. Item tersebut terdiri dari 15 pernyataan mekanisme koping berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Mekanisme

koping berfokus pada masalah terdiri dari masing-masing 5 pernyataan

koping konfrontasi, penggunaan dukungan sosial dan perencanaan

pemecahan masalah, sedangkan mekanisme koping berfokus pada emosi

terdiri dari masing-masing 3 pernyataan pelepasan diri, kontrol diri,

penerimaan tanggung jawab, pelarian-penghindaran dan penilaian positif.

Hasil persenan yang tertinggi mengindikasikan bahwa mekanisme koping

(48)

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen 4.6.1 Uji validitas

Uji validitas dengan menggunakancontent validity(validitas isi) pada ahli yaitu dosen Fakultas Keperawatan, Departemen Keperawatan

Jiwa Universitas Sumatera Utara yaitu Mahnum Lailan Nasution S.Kep

Ns M.Kep. Dilakukan dengan menguji setiap butir instrument

pengumpulan data. Kuesioner dikatakan valid jika bernilai >0,7

Nilai validitas pada kuesioner resiliensi adalah 0,85 sedangkan

pada kuesioner mekanisme koping adalah 0,83. Maka dapat dikatakan

bahwa instrumen telah valid.

4.6.2 Uji reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan instrumen dikatakan cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak bersifat

tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban

tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang realibel

menghasilkan data yang dipercaya juga. Apabila datanya benar sesuai

dengan kenyataannya maka berapa kali diambil tetap sama. Reliabel

artinya dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas kedua

(49)

Uji reliabilitas ini dibantu dengan teknik komputerisasi. Besar

sampel untuk uji reliabilitas penelitian berjumlah 10 orang tua yang

dilakukan di RSUD Pirngadi Medan. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner

resiliensi adalah 0,836 dan hasil uji reliabiltas pada kuesioner mekanisme

koping adalah 0,865. Maka dapat dikatakan bahwa instrumen sudah

reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU), setelah

surat permohonan izin selesai selanjutnya diserahkan ke tempat penelitian

yaitu RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah peneliti mendapat izin, peneliti

melakukan pengumpulan data. Peneliti bertemu dengan responden dengan

mendatangi langsung calon responden, peneliti menggunakan instrumen

kuesioner dengan cara wawancara, waktu wawancara sekitar 50 menit.

Setelah menemui calon responden, peneliti menjelaskan kepada responden

tentang tujuan, manfaat dan proses pengambilan data. Kemudian bagi calon

responden yang bersedia diminta untuk menandatangani Informed concent

dan mengisi lembar kuesioner. selanjutnya data yang telah terkumpul

dianalisa.

4.8 Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah univariat yaitu mencari

distribusi dan frekuensi. Dilakukan beberapa tahap yaitu editing, coding,

(50)

kelengkapan data kemudian data diedit untuk mengevaluasi kelengkapan

pengisian kuesioner, kemudian coding (memberi kode data) untuk

memberikan kode numerik terhadap data yang terdiri atas beberapa kategorik.

Pemberian kode data dilakukan untuk mempermudah pada saat analisis data

dan mempercepat pemasukan data. Selanjutnya tabulating yaitu melakukan pengukuran terhadap masing-masing jawaban responden lalu ditampilkan

dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dicari besarnya presentase untuk

masing-masing jawaban responden, kemudian hasilnya disajikan dalam

(51)

Hasil penelitian dan pembahasan akan di bahas pada bab ini,

penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 April sampai 24 Mei 2015 di ruang

rindu B-4, RSUP H. Adam Malik yang dengan jumlah responden 34 orang.

Penyajian hasil analisa data penelitian meliputi deskripsi karakteristik,

resiliensi dan mekanisme koping responden.

5.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia,

pekerjaan dan tingkat pendidikan terakhir. Hasil dari penelitian ini

mayoritas responden berjenis kelamin wanita (ibu) yaitu sebanyak 21

orang (61,8%), rentang usia 30-39 tahun sebanyak 20 orang (58,8%),

pekerjaan wiraswasta sebanyak 12 orang (35,3%), pendidikan terakhir

SMA yaitu 18 orang (52,9%), jenis kanker yang diderita anak yaitu

leukemia sebanyak 22 anak (64,7%). Lebih lengkapnya dapat dilihat pada

(52)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden (n=34) di Ruang Rindu B-4 RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015

Karakteristik Responden Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

Jenis Kelamin Orangtua Perempuan Laki-laki Usia Orangtua 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun Pekerjaan Orangtua Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga Petani

PNS

Tingkat Pendidikan Orangtua Perguruan Tinggi SMA

SMP SD

Tidak sekolah

[image:52.595.139.515.183.681.2]
(53)

5.1.2 Hasil resiliensi responden peritempernyataan

Hasil penelitian diperoleh data bahwa 13 dari 34 responden (38,2%)

dapat pulih mengetahui anak menderita kanker, sebaliknya 6 responden

(17,6%) tidak dapat pulih. Sebanyak 9 responden (26,5%) tidak dapat

melaksanakan kegiatan sehari-hari selama anak menderita kanker. Terdapat

31 responden (91,2%) mencari informasi mengenai kanker, sebaliknya 1

responden (2,9%) tidak mencari informasi. Sebanyak 24 responden (70,6%)

merasa menjadi pribadi yang lebih kuat dari sebelumnya, akan tetapi terdapat

1 responden (2,9%) tidak pernah merasakan, Sebanyak 34 responden (100%)

selalu berhati-hati dalam memilih tindakan pengobatan untuk anak,

sedangkan 13 responden (38,2%) tidak pernah mencari alternatif pengobatan

dan 21 responden (61,8) selalu mengontol emosi selama anak menderita

kanker. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.2

Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Respon Responden (n=34) per Item Pernyataan di Ruang Rindu B-4 RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015

No. Pernyataan TP

(F) (%) J (F) (%) K (F) (%) SL (F) (%) 1. 2. 3. 4. 5.

Selama anak saya menjadi pasien kanker, saya tetap bersikap baik pada teman saya

Saya mampu mengatasi dan pulih dari rasa terkejut mengetahui anak saya mengalami kanker

Saya mampu menghadapi masalah kanker pada anak saya

Saya tetap kuat sehingga memberi kesan baik pada orang di sekitar saya walaupun anak saya menjadi pasien kanker

Saya dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari selama anak saya menjadi

[image:53.595.135.515.502.749.2]
(54)

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. pasien kanker

Ketika menghadapi masalah kanker pada anak saya, saya tetap berusaha terlihat bersemangat

Saya dapat mengalihkan perasaan sedih dengan berjalan-jalan ketempat yang baru agar menerima keadaan kanker pada anak saya

Saya mencari informasi mengenai kanker pada anak saya

Berinteraksi dengan teman merupakan hal yang menyenangkan ketika anak saya menjadi pasien kanker

Saya berhati-hati dalam memilih tindakan pengobatan kanker untuk anak saya

Saya mencari alternatif pengobatan untuk kesembuhan anak saya

Kehidupan saya memiliki hal-hal yang menarik selama anak saya menjadi pasien kanker

Selama anak saya menjadi pasien kanker, saya dapat disebut sebagai pribadi yang kuat

Saya dapat mengontrol emosi selama anak saya menderita kanker

0 (0) 10 (29,4) 1 (2,9) 1 (2,9) 0 (0) 13 (38,2) 0 (0) 1 (2,9) 2 (5,9) 1 (2,9) 4 (11,8) 0 (0) 3 (8,8) 0 (0) 8 (23,5) 4 (11,8) 1 (2,9) 1 (2,9) 5 (14,7) 9 (26,5) 2 (5,9) 2 (5,9) 0 (0) 7 (20,6) 5 (14,7) 8 (23,5) 10 (29,4) 28 (82,4) 11 (32,4) 31 (91,2) 28 (82,4) 34 (100) 6 (17,6) 25 (73,5) 24 (70,6) 21 (61,8)

5.1.3 Hasil resiliensi responden

Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat resiliensi terletak pada

tingkat resiliensi tinggi yaitu sebanyak 17 responden (50%). Lebih lengkapnya

dapat dilihat pada tabel 5.1.3

Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Presentase Tingkat Resiliensi Orangtua Anak Penderita Kanker di Ruang Rindu B-4 RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2015

[image:54.595.125.517.678.753.2]
(55)

5.1.4 Mekanisme koping berfokus masalah dan emosi responden per item pernyataan

Hasil penelitian ini diperoleh data terdapat 24 responden (70,6%)

tidak pernah melampiaskan kemarahan, 33 responden (97%) selalu berjuang

untuk kesembuhan anak, 31 responden (91,2%) menggunakan tenaga

professional (dokter dan ners), 33 responden 97,1% selalu berkonsentrasi

terhadap usaha yang akan dilakukan untuk kesembuhan anak. 28 responden

(82,4%) mampu menjalani hidup selama anak menderita kanker, 31

responden (91,2%) cermat dalam bertindak, 32 responden (94,1%) berjanji

pada diri sendiri suatu saat anak akan sembuh dari kanker, 34 responden

(100%) mengharapkan keajaiban dari Tuhan, 33 responden (97,1%) lebih

sering berdoa selama anak sakit. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel

5.1.4

Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi dan Presentase per Item Pernyataan Mekanisme Koping pada Orangtua Anak Penderita Kanker di Ruang Rindu B-4 RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015

No. Metode Koping TP

(F) (%) J (F) (%) K (F) (%) SL (F) (%) 1. 2. 3. 4. Konfrontasi (Confrontative)

Saya mencoba pengobatan alternatif untuk anak saya yang menderita kanker walaupun saya pikir tidak akan berhasil, setidaknya saya pernah mencoba

Saya melampiaskan kemarahan kepada orang ketika terjadi kanker pada anak saya

Saya larut dalam kesedihan karena kanker yang terjadi pada anak saya Saya mengambil pengobatan yang

[image:55.595.141.515.497.756.2]
(56)

5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1.

kanker pada anak saya

Saya berusaha dan berjuang untuk kesembuhan anak saya dari kanker

Penggunaan Dukungan Sosial (Seeking Social Suport)

Saya memperoleh banyak informasi mengenai kanker dengan berbincang-bincang dengan orang yang memiliki masalah yang sama Saya menerima rasa simpati dan pengertian orang kepada anak saya yang menderita kanker

Untuk pengobatan kanker anak, saya dibantu oleh tim professional (dokter atau ners)

Saya berbicara dengan seseorang yang dapat bertindak nyata dalam mengatasi masalah kanker pada anak saya

Saya menceritakan perasaan saya mengenai masalah kanker anak saya kepada keluarga

Perencanaan Penyelesaian Masalah(Planful Problem Solving)

Saya hanya berkonsentrasi pada usaha yang akan saya lakukan untuk kesembuhan kanker pada anak saya Saya membuat rencana dan mengikuti program untuk pengobatan kanker anak saya

Saya memodifikasi keadaan sehingga masalah kanker pada anak saya berubah menjadi baik

Saya mengerti apa yang harus dilakukan untuk masalah kanker pada anak sehingga saya berusaha dua kali lipat agar semuanya berhasil Saya memilih pengobatan alternatif dalam mengatasi masalah kanker pada anak saya

Pelepasan Diri (Distancing)

Saya percaya kanker pada anak saya karena takdir dan nasib yang

(57)

2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

Saya mampu menjalani hidup walau terjadi kanker pada anak saya

Saya dapat mengatasi situasi sehingga dapat mengalihkan masalah kanker anak saya

Kontrol Diri (Self Control)

Melihat anak saya menjadi pasien

kanker, saya dapat

menyembunyikan perasaan sedih Saya cermat dalam bertindak mengambil keputusan terkait kanker anak saya

Saya menenangkan diri terhadap masalah kanker pada anak saya supaya tidak mengganggu hal lain

Penerimaan Tanggung Jawab (Acepting Responsbility)

Saya mengkritik kesalahan yang saya buat ketika anak saya menderita kanker

Saya melakukan sesuatu untuk membuat situasi menjadi lebih baik untuk anak saya

Saya berjanji pada diri sendiri bahwa anak saya pasti sembuh dari kanker suatu saat nanti

Pelarian-Penghindaran (Escape Avoidence)

Saya mengharapkan keajaiban dari Tuhan untuk kesembuhan anak saya yang menderita kanker Saya menenangkan pikiran dari masalah kanker pada anak saya dengan banyak makan dan minum Saya menyangkal kanker yang terjadi pada anak saya

(58)

1.

2.

3.

Penilaian Positif (Positive Reapprasial)

Saya menjadi seseorang yang lebih baik dan kuat karena kanker yang terjadi pada anak saya

Saya menyadari apa makna dalam hidup ini melalui kanker yang terjadi pada anak saya Saya lebih sering berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan kanker pada anak saya

1 (2,9) 1 (2,9) 0 (0) 2 (5,9) 1 (2,9) 0 (0) 6 (17,6) 4 (11,8) 1 (2,9) 25 (73,5) 28 (82,4) 33 (97,1)

5.1.5 Mekanisme koping responden

Hasil penelitian menunjukan responden cenderung menggunakan

[image:58.595.131.516.112.302.2]

mekanisme koping berfokus pada emosi. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada

tabel 5.1.5

Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi dan Presentase Mekanisme Koping Orangtua Anak Penderita Kanker di Ruang Rindu B-4 RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015

Jenis Mekanisme Koping Frekuensi (F) Persentase (%)

Berfokus pada masalah

Berfokus pada emosi

5

29

14,7

85,3

5.2 Pembahasan

5.2.1 Resiliensi orangtua anak penderita kanker

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang rindu B-4 RSUP

H. Adam Malik Medan, pada umumnya gambaran resiliensi orangtua anak

penderita kanker berada pada tingkat resiliensi kategori tinggi dengan

[image:58.595.131.517.475.560.2]
(59)

Hal ini sesuai dengan penelitian pada Journal of Clinical Nursing yang ditulis oleh West, Buettner, Stewart, Foster, Usher (2012) bertujuan untuk

mengidentifikasi resiliensi keluarga dengan anggota keluarga yang

mengalami nyeri kronik, hasilnya adalah orangtua memiliki tingkat

resiliensi diatas rata-rata atau tinggi, hal ini disebabkan karena orangtua

berusaha mencari dukungan sosial untuk dirinya.

Wangnild (2011) menyatakan bahwa individu yang memiliki

resiliensi tinggi mampu berteman dengan dirinya sendiri sehingga merasa

nyaman, puas dan menyadari keunikan dalam dirinya sendiri. Jika nilai

resiliensi tinggi maka kemungkinan kesuksesan seseorang dalam menjalani

kehidupannya tinggi. Sebaliknya jika nilai rendah, maka kemungkinan

kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya juga rendah (Reivich

& Shatte, 2002).

Wong, Marilyn, David (2009) menyatakan bahwa orangtua anak

penderita pernyakit kronis seperti kanker mengalami tekanan dalam segi

emosional dan psikologis, hal ini menyebabkan pengalaman-pengalaman

yang penuh penderitaan sering ditemui dalam kehidupan. Orangtua

memiliki harapan ketika anak mulai dikandungan, harapan itu berubah

menjadi kekecewaan saat mengetahui bahwa anaknya memiliki gangguan.

Salah satunya akan mengalami kesedihan ketika mengetahui anaknya

terdiagnosa kanker karena hilangnya harapan dan impian untuk anak (Ariel

& Naseef, 2006). Ketika tekanan hidup terjadi secaraintensdan cepat, maka

(60)

melewati masalah secara efektif. Untuk menjaga keseimbangan hidup secara

yang optimal, maka kebutuhan akan kemampuan untuk menjadi resilien

sungguh menjadi semakin penting. Orangtua yang memiliki tingkat

kemampuan resiliensi yang tinggi akan mampu segera bangkit dan

memulihkan dirinya dan keadaan, hal ini berkaitan dengan faktor resiko dan

faktor protektif yang dimiliki seseorang dalam menghadapi kondisi-kondisi

sulit dalam hidupnya (Murray, et al., 2003).

<

Gambar

Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden(n=34) di Ruang Rindu B-4 RSUP H
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Respon Responden (n=34)
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi dan Presentase Tingkat Resiliensi Orangtua
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika meninjau lokasi dari setiap lubang yang dibuat antara sejajar dengan jalan atau di bawah selokan memperlihatkan bahwa nilai rata-rata laju infiltrasi dari lubang terletak di

Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan laju sedimentasi yang telah dilakukan dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai laju sedimentasi yang lebih

Konsep dasar yang digunakan dalam menyusun integrasi sistem informasi dan strategi bisnis pada SPM adalah dengan menggunakan metodologi yang dikemukakan oleh King dan Teo

Penglibatan pelajar didalam pembangunan cadangan kajian ini lebih tertumpu kepada empat aras tertinggi ET, ini berdasarkan hasil dapatan kajian rintis yang

Bagi akseptor KB suntik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi untuk pengetahuan kepada pengguna KB suntik DPMA dan Clycofem dengan

Berdasarkan penelitian di SMP N 2 Turi Sleman Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara teman bermain dengan sikap terhadap

In this research, the fuzzy inference system with the Sugeno method is used to analyze employee performance assessment based on the variables input of criteria

Penelitian ini menggunakan metode analisis diskriminan untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi penentu pembelian sepeda motor Kaisar di kabupaten Lumajang,