• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK JIGSAW DENGAN TEKNIK

TWO STAY TWO STRAY

(Kuasi Eksperimen di MTs PUI Bogor)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Syarat Memperoleh Gelas Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Irna Purnamasari

106016100559

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

Bapak dan ibuku tercinta, , Bpk Sofari dan ibu Acih yang

senantiasa memberikan motivasi, curahan kasih sayang, yang

selalu memberikan senyuman ketenangan dikala datang

kegelisahan dan memberikan do’a restu yang tiada henti.

Semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana ia

menyayangi peneliti. Kakak, adik, keponakan kecilku Yogi dan

Dede Ira serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberi

dorongan baik moril maupun materil.

“AyAh dAn ibu sudAh menukAr seluruh jiwA

semata untuk kebahagian aku

Dan sampai saat ini belum tentu aku bisa

(6)

Siswa Yang Diajarkan Melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan Two Stay Two Stray.” Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dengan teknik TSTS. Penelitian ini dilakukan di MTs PUI Bogor tahun pelajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan desain two group pre test pos test. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, siswa kelas VII-1 sebagai kelas Jigsaw sebanyak 35 orang dan siswa kelas VII-2 sebagai kelas TSTS sebanyak 35 orang. Pengambilan data menggunakan menggunakan instrumen tes berupa pilihan ganda dan instrumen non tes berupa Lembar observasi aktivitas siswa pada kelompok jigsaw dan TSTS. Analisis data menggunakan uji-t dan diperoleh nilai thitung sebesar 4,44 pada taraf signifikan α 0,05 dan diperoleh ttabel sebesar 2,00, maka thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan teknik TSTS, dengan nilai rata-rata (mean) gain kelas VII-1 yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw yaitu 0,59 dan nilai rata-rata (mean) gain kelas VIII-2 yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik TSTS yaitu 0,46 maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik TSTS.

(7)

Biology by Using Cooperative Learning between Jigsaw Technique And Two Stay Two Stray. Script, Majors Education IPA in Biological Education Study Program, Faculty of Science Tarbiyah and Teachership of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta., 2011.

The research was designed to know the different of Biology achievement by using cooperative learning technique between Jigsaw Tehnique and Two Stay Two Stray. The research was conducted at MTs PUI Bogor of the 2010/2011 academic year. This research used quasi experiment method with two group pretest and posttest design. The technique sample of the study was purposive sampling where 35 first year student of VII-1 were taken as the jigsaw class and 35 students of VII-2 as TSTS class. The data is taken by instrument used in this study were test in multiple choice and non test in observation sheet to osberve the students’ activities in jigsaw group and TSTS. The data analysis used in this study is t-test and the findings of thitung is 4.44 in significant α 0.05 and the findings of ttabel is 2.00, so thitung > ttabel and it can be concluded that there was comparison of Biology achievement of the students who taught by using jigsaw technique and the students who taught by using TSTS technique, the mean gain of VII-1 class which taught by using cooperative learning of jigsaw technique was 0.59 and the mean gain of VII-2 which taught by using cooperative learning of TSTS technique was 0.46, so it can be said that the students’ Biology achievement who taught by using jigsaw technique better than the students who taught by using TSTS technique.

(8)

i

Assalamu’alaikum, wr., wb.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna dan memberikan ilmu pengetahuan lebih dari makhkuk lain. Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang tiada putus dan henti-hentinya. Sehingga penulis dapat menyelesesaikan skripsi ini dengan judul ”Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa Yang diajarkan Melalui Pembelajaran Kooperatif Tehnik Jigsaw dengan Two Stay Two Stray”.

Shalawat serta salam semoga selalu teriringkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada keluarga dan sahabat yang selalu istiqomah dalam menjalankan sunnah-nya.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu apresiasi dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan serta pengarahannya dalam penulisan skripsi ini dan selalu ada saat peneliti kesulitan.

4. Ibu Yanti Herlanti, M.Pd. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Komaluddin, S.Pd selaku Kepala Sekolah MTs PUI Bogor yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

(9)

ii

Abang, Indah, Dede Supriyadi, Nurdin, Fitrhotul, terima kasih untuk do’a dan semangatnya selama ini.

9. Serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari ketebatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Akhir kata

Wassalamu’alaikum, wr., wb.

Jakarta, Maret 2011

(10)

iii ABSTRAK

ABSTRACT

LEMBAR PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian ... 6

E.Rumusan Masalah ... 6

F.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 7

A. Kajian Teoritis ... 7

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) .... 7

a. Pengertian Model pembelajaran Kooperatif... 7

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 8

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 9

2. Teknik Jigsaw ... 10

a. Pengertian Teknik Jigsaw ... 10

(11)

iv

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik

TSTS ... 17

c. Kelebihan dan Kelemahan Teknik TSTS ... 19

4. Hasil Belajar ... 20

a. Pengertian Belajar ... 20

b. Pengertian Hasil Belajar ... 21

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24

d. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar ... 28

e. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Pikir ... 35

D. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Instrumen Penelitian ... 40

F. Kalibrasi Instrumen ... 41

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 51

(12)

v

(13)
[image:13.595.127.527.80.474.2]
(14)

vii

Tabel 4. 1 Data Pretest Kelas Jigsaw dan TSTS ... 49

Tabel 4. 2 Data Posttest Kelas Jigsaw dan TSTS ... 49

Tabel 4. 3 Perhitungan Normal Gain ... 50

Tabel 4. 4 Hasil Uji Normalitas Kelas Jigsaw ... 51

Tabel 4. 5 Hasil Uji Normalitas Kelas TSTS ... 52

Tabel 4. 6 Perhitungan Uji Homogenitas ... 53

[image:14.595.114.525.81.477.2]
(15)

viii

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran TSTS... 86

Lampiran 3 LKS Jigsaw ... 106

Lampiran 4 LKS Two Stay Two Stray ... 119

Lampiran 5 Lembar Observasi Guru... 126

Lampiran 6 Lembar Observasi Siswa ... 128

Lampiran 7 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 130

Lampiran 8 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 142

Lampiran 9 Prasyarat Uji Normalitas ... 143

Lampiran 10 Uji Normalitas Data ... 153

Lampiran 11 Uji Homogenitas Data ... 157

Lampiran 12 Nilai Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen Two Stay Two Stray ...159

Lampiran 13 Nilai Normal Gain (N-Gain) Kelas Eksperimen Jigsaw ... 161

Lampiran 14 Persiapan Uji Hipotesis (uji “t”) ... 163

(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang–undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Berdasarkan pernyataan tersebut maka tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan segala potensi yang ada pada manusia. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan berbagai usaha dan strategi sehingga tercipta suatu proses belajar mengajar yang tepat dan efektif serta melibatkan semua aspek yang ada di dalamnya.

Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan kita pada saat ini yaitu lemahnya proses pembelajaran. Padahal kurikulum tingkat satuan pendidikan menekankan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Sementara metode yang diterapkan di sekolah masih konvensional. Hal ini menyebabkan anak kurang diarahkan perkembangannya dalam kemampuan berpikir. Mereka di dalam kelas hanya diarahkan untuk mampu menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi yang diingat tanpa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Hal serupa berlaku pada mata pelajaran sains yang tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Guru sains berperan dan bertanggung jawab terhadap pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran sains sehingga dapat

1

(17)

mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional. Oleh sebab itu dalam proses belajar mengajar guru seharusnya melakukan proses belajar yang terdiri dari perencanaan, pengalaman belajar, observasi, dan refleksi. 2

Pengalaman baru yang diperoleh siswa akan mengubah perilaku pembelajar menuju titik akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Tetapi permasalahan tersebut tidak akan tercapai jika tidak melibatkan siswa dalam perencanaan dan proses pembelajaran. Siswa harus dilibatkan secara penuh agar termotivasi untuk ikut secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga tidak tertinggal dengan peserta didik yang lain.3

Pelibatan siswa dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara kerja sama yang kompak antara guru dan siswa. Sehingga terjadi interaksi yang intensif antar berbagai komponen sistem pembelajaran (guru, siswa, materi pembelajaran, dan lingkungan). Situasi ini dapat dilakukan dengan mengembangkan dan mengaplikasikan strategi pembelajaran yang tepat. Kriteria strategi pembelajaran tersebut merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).

Pembelajaran kooperatif digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif membawa maksud belajar bersama-sama dalam satu kumpulan kecil yang mempunyai tujuan sama. Siswa memiliki semangat bekerjasama untuk mencapai tahap pembelajaran yang maksimum bagi dirinya sendiri dan juga bagi kelompoknya.4

Pengelompokkan heterogenitas merupakan cir-ciri yang menonjol dalam model pembelajaran Cooperative Learning. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosial, ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning

2

Tonih Feronika, Buku Ajar Strategi Pembelajaran Kimia, (Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif hidayatullah Jakarta. 2008),h. 7

3

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 120

4

(18)

biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. 5

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok biasa. Pembelajaran kooperatif tidak hanya menekankan kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan sosial. Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat unsur kerjasama yang menyebabkan adanya saling ketergantungan antar kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas kelompoknya. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok untuk saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Sehingga pembelajaran tersebut memicu siswa berlatih berperan aktif dan komunikatif.

Kegiatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan sekelompok kecil siswa yang bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kelompoknya. Menurut Killen, Cooperative Learning merupakan suatu teknik instruksional dan filosofi pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok kecil, guna memaksimalkan kemampuan belajarnya, dan belajar dari temannya serta memimpin dirinya.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik, dua diantaranya, yaitu teknik jigsaw dan teknik two stay two stray. Dalam teknik jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok ahli ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu serta menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Setelah mendiskusikan topik yang diberikan dengan kelompok ahli. Tujuannya adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Karena teknik jigsaw dapat menuntut siswa untuk meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya. Siswa tidak hanya mempelajari

5

(19)

materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.

Menurut Silberman, seperti yang dikutip Sirih, H.M. dan Muhammad Ali, “jigsaw learning merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan pertukaran dari kelompok ke kelompok dengan suatu perbedaan penting setiap peserta didik mengerjakan sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasikan dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, kemudian dibuat suatu kumpulan pengetahuan. Dalam setting jigsaw learning ini dijelaskan bahwa setiap peserta didik adalah pengajar. Strategi ini memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk bertindak sebagai seorang pengajar terhadap peserta

didik lainnya.”6

Sedangkan dalam teknik two stay two stray terdapat dua tamu dan dua penerima tamu. Siswa yang berperan menjadi penerima tamu bertugas memberikan informasi kepada tamu yang datang kekelompoknya layaknya tuan rumah yang menginformasikan apa yang ada dirumahnya, sedangkan yang bertugas menjadi tamu berkunjung kekelompok lain untuk mendapatkan informasi lain. Setelah selesai mereka kemudian mendiskusikan kembali bersama kelompoknya. Teknik two stay two stray ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.7

Iqbal mengatakan bahwa dengan menerapkan model TSTS, para siswa tampak antusias, bahkan mereka ber’akting’ layaknya tamu yang hendak masuk ke rumah orang, ada yang pura-pura mengetuk pintu, ada yang mengucap salam dan lain-lain. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi

6 Sirih, H.M. dan Muhammad Ali. Penerapan model pembelajaran tipe jigsaw dengan tongkat estafet untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Kendari. Jurnal MIPMIPA, Vol. 6, No.1, Pebruari 2007:19-29, h.23

7

(20)

lebih menyenangkan, dan yang terpenting hal tersebut memungkinkan siswa untuk lebih mudah menyerap informasi secara lebih baik.8

Dalam konsep ekosistem siswa dituntut untuk memahami, menjelaskan, menyebutkan, membedakan, memberikan contoh komponen ekosistem serta menggambarkan saling ketergantungan antar komponen ekosistem. Dengan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dan two stay two stray siswa dapat saling mengajarkan, member informasi serta mendiskusikan tuntutan dari konsep ekosistem tersebut. Sehingga, siswa diharapkan akan lebih memahami materi ekosistem.

Penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dan teknik two stay two stray masih sedikit tetapi lebih banyak yang membandingkan teknik satu dengan teknik yang lain. Pada dasarnya jigsaw dan TSTS memiliki keunggulan masing-masing. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian dengan judul: “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa Yang Diajarkan Melalui Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dengan Teknik Two Stay Two Stray

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Proses belajar mengajar sains masih menggunakan metode konvensional. b. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered)

c. Guru di sekolah belum menerapkan model pembelajaran kooperatif yang bervariasi.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada hal berikut:

1. Metode pembelajaran kooperatif yang dikembangkan adalah teknik Jigsaw dan teknik Two Stay Two Stray.

8

(21)

2. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif yaitu C1, C2 dan C4. 3. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep ekosistem

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam ini penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dengan Two Stay Two Stray?.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dengan teknik TSTS

Adapun kegunaan hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti, memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai model pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa sehingga ketika menjadi pendidik bisa diterapkan langsung.

(22)

7

KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu samalainnya sebagai satu kelompok satu tim. Istilah cooperative learning dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 1 Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar-mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa,yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli orang lain. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja dalam membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua atau lebih untuk memecahkan masalah. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari

1

(23)

setiap anggota kelompok itu sendiri. Belajar kooperatif maksudnya membelajarkan siswa pada siswa lain atau tutor sebaya.2

Pada pembelajaran kooperatif tercipta suasana positif, hubungan harmonis antara pelajaran, sekolah dan guru, pembelajaran menyenangkan dan siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.3 Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok biasa. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Unsur tersebut yaitu: saling gotong royong, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota dan evaluasi.4

Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif biasanya siswa mempelajari bagian kecil dari materi yang luas dan kemudian mengajarkannya kepada anggota kelompoknya. Sehingga terjadi transfer ilmu yang memungkinkan mereka memahami materi yang dipelajari secara lebih mendalam.5

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan siswa yang mempunyai latar belakang berbeda. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik,

2 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007), h. 42

3 Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT. Gramedia. 2008), h. 91

4

Anita Lie. Cooperative….h. 31 5

(24)

unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.6

Menurut Sri Sulastri dalam jurnalnya mengatakan bahwa ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif yaitu: 7

1. Prestasi akademik.

Pembelajaran kooperatif didalamnya mencakup berbagai tujuan sosial yaitu kerjasama, tatap muka dan sebagainya. Selain itu pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik.

2. Penerimaan akan keanekaragaman.

Efek penting pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang lebih luas dari orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, dan kemampuan akademik.

3. Pengembangan keterampilan kooperatif mengajarkan siswa untuk kerjasama dan kolaborasi.

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan strategi pembelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok, atau dalam mencapai tujuan pembelajaran peserta didik secara harmonis bekerjasama dengan teman kelasnya. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut:8

6

Trianto., Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2007),h. 42-44

7

Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan diakses dari http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009, h.23, 30 Oktober 2010

8

(25)

1. Ketergantungan positif, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama.

2. Interaksi tatap muka, yaitu interaksi yang berlangsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara.

3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.

4. Membutuhkan keluwesan.

5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok)

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu:

a) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.

b) Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.

c) Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

d) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

2. Teknik Jigsaw

a. Pengertian teknik jigsaw

(26)

Menurut Lie yang dikutip oleh Yeti Sulastri dan Diana Rochintaniawati, dalam teknik ini guru harus memperhatikan pengetahuan dan pengalaman siswa serta membantu siswa mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman itu agar bahan bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa juga harus bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.9

Menurut Arends pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.10 Kunci teknik jigsaw adalah interpedensi dimana tiap siswa tergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan agar dapat berkinerja dengan baik pada saat penilaian. 11

Jigsaw merupakan salah satu strategi alternatif yang melibatkan para siswa dalam belajar menulis. Strategi ini merupakan metode pengajaran yang efisien yang juga mendorong keterlibatan mendengarkan, interaksi, mengajar, dan kerjasama dengan memberikan masing-masing anggota kelompok merupakan bagian yang penting untuk bermain dalam kegiatan kelas. Tujuan Jigsaw adalah untuk mengembangkan kerjasama dan keterampilan pembelajaran kooperatif kepada semua siswa, untuk membantu siswa

9

Yeti Sulastri dan Diana RochintaniawatiPengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran Biologi di SMPN 2 CIMALAKA (Jurnal Pengajaran MIPA,

Vol. ISSN: 1412-0917 13 No. 1 April 2009), h. 2 diakses dari

http://fpmipa.upi.edu/v3/www/jurnal/april2009/Makalah%20Bu%20Yeti-Final.pdf 11 Desember 2010 jam 13.00 wib

10

Anonimus, Model Pembelajaran Kooperatif JigSaw (Tim Ahli), diakses dari

http://adiwarsito.wordpress.com/2010/11/12/model-pembelajaran-kooperatif-jigsaw/ 1 Desember 2010 jam 09.00 Wib

11

(27)

mengembangkan kedalaman pengetahuan yang tidak mungkin jika dicoba dan dipelajari semua materi sendiri, dan untuk mengekspos pemahaman siswa pada konsep serta mengungkapkan kesalahpahaman.

Dalam pembelajaran kooperatif teknik jigsaw kunci suksesnya adalah pengelompokkan dengan pelaksaan yang efektif dan efisien. kelompok jigsaw, pertama-tama berdiskusi di kelompok ahli. Kelompok ahli terdiri dari empat sampai enam orang yang disebut dengan kelompok asal (home group) dan setiap anggota tim menjadi seorang ahli (expert group) tentang suatu topik. Kemudian terjadilah diskusi antar kelompok ahli. Setelah diskusi selesai kelompok ahli kembali ke pada kelompok asal untuk berbagi informasi. Setelah berbagi informasi dan diskusi, kelompok memiliki kesempatan untuk meninjau materi sebelum diberikan kuis.12

b. Langkah–langkah pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Dalam buku karangan Anita Lie menyebutkan beberapa langkah pembelajaran kooperatif teknik jigsaw, yaitu:13

1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian

2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang sisawa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk

12

Carolyn Kessler, Cooperative Language Learning, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Regents, 1992),h. 142-143

13

(28)

mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

3. Siswa dibagi berkelompok setiap kelompok beranggotakan 4 orang.

4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.

5. Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing.

6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bias saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

7. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

Dalam makalah yang ditulis oleh Ahmad Noor Fatirul menyebutkan beberapa langkah teknik jigsaw:14

a. Siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen.

b. Materi diberikan dalam bentuk teks.

c. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari bahan yang diberikan. Misalnya: Siswa akan mempelajari tentang Ekskresi, maka siswa akan mempelajari materi yang berbeda yaitu tentang paru-paru, hati, ginjal dan kulit.

14

(29)

& $ @

& $ @ & $ @ @ @ @ $ $ $

& & &

& $ @ & $ @

& $ @

& $ @ & $ @ & $ @

d. Anggota dari kelompok lain juga mempelajari hal yang sama. Kelompok tersebut kita sebut dengan kelompok ahli yaitu ahli paru, ahli hati, ahli ginjal dan ahli kulit.

e. Selanjutnya anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang dipelajarinya dan didiskusikan dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan pada temen sekelompoknya. f. Pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa dikenai kuis secara

individual tentang materi belajar.

g. Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD yaitu Tim dan individu yang mendapat skor tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan.

[image:29.595.147.522.101.544.2]

Gambar 2.1. Pelaksanaan Teknik Jigsaw

Keterangan: A = Klasikal B = Kelompok asal C = kelompok ahli

c. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Jigsaw

Ada beberapa manfaat menggunakan teknik jigsaw dalam kegiatan belajar mengajar, diantaranya sebagai berikut:15

15

(30)

Pertama, teknik jigsaw mendukung pendekatan komunikatif dalam pengajaran karena memberikan pengalaman belajar yang sangat interaktif. Namun yang lebih penting, dalam proses pembelajaran teknik jigsaw yaitu mendorong siswa untuk bekerja sama. Setiap anggota kelompok harus bekerja sama sebagai sebuah tim untuk mencapai tujuan bersama, serta terjadi saling ketergantungan. Siswa bisa berhasil sepenuhnya dengan bekerja sama secara kompak sebagai sebuah tim. Teknik jigsaw merupakan cara yang sangat efisien untuk mempelajari materi.

Kedua, meningkatkan motivasi siswa. Terkait dengan teknik ini, para siswa mampu mencapai keberhasilan dengan mengajukan pertanyaan, mengajar satu sama lain, dan membantu satu sama lain untuk mengajar dalam kelompoknya. Manfaat afektif kerja sama dalam kelompok adalah meningkatan motivasi siswa. Sebagai contoh, jika kinerja kelompok dan individu adalah komponen dari penilaian akhir, individu termotivasi untuk belajar tidak hanya materi tetapi juga untuk mendorong semua anggota kelompok untuk memahami dasar pengetahuan. Sehingga siswa akan ikut berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran.

Ketiga, menumbuhkan kesenangan dalam pembelajaran. di dalam kelas konvensional ada kebosanan daripada dalam kelas jigsaw. Sehingga pengalaman belajar dapat berubah dari tugas membosankan menjadi sebuah tantangan yang menarik. Karena jigsaw menuntut siswa untuk lebih interaktif.

Dalam kelas Jigsaw, manfaat tambahan untuk guru dan siswa adalah ketersediaan bahan belajar di berbagai tingkat kesulitan. Tehnik ini memungkinkan guru untuk menggunakan beberapa teks atau sumber-sumber informasi pada tingkat perbedaan kesulitan konseptual linguistik atau dalam satu kelas.16

16

(31)

Adapun kelemahan teknik jigsaw menurut Roy Killen yang dikutip oleh Abdul Khalid dan kawan-kawan dalam makalanya yaitu:17 1. Prinsip utama metode pembelajaran ini adalah “peer teaching

yaitu pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan konsepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didikusikan bersama dengan kelompok lain. Oleh karena itu dibutuhkan pengawasan guru agar tidak terjadi misskonsepsi. 2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi

menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri.

3. Record siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimilki oleh pendidik dan biasanya butuh waktu lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tesebut.

4. Awal penggunaan metode biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini berjalan dengan baik.

5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan “team teaching

3. Teknik Two Stay Two Stray a. Pengertian teknik TSTS

Teknik TSTS dikembangkan oleh spencer kagan dan dapat digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini dapat digunakan dalam semua tingkatan usia didik. Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan individu-individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa lain. Padahal dalam

17

(32)

kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainnya.18

Pembelajaran teknik TSTS adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.19

b. Langkah–langkah pembelajaran kooperatif dengan teknik TSTS Dalam buku karangan Trianto menyebutkan beberapa langkah pembelajaran kooperatif teknik TSTS, yaitu:20

1. Siswa dibagi menjadi kelompok berempat

2. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua kelompok lain.

4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ketamu mereka.

5. Tamu mohon diri dan kembali keklompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Dalam buku karangan Anita Lie menyebutkan beberapa langkah teknik two stay two stray, yaitu:21

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

18

Anita Lie, Cooperatif Learning…, h. 60 19

Agus Supriono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 93-94

20

Sugiyanto, Model-model Pembelajaran …, h.55

21

(33)

2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lain.

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Dalam makalah Ahmad Noor Fatirul menyebutkan beberapa langkah pembelajaran Teknik TSTS 22

1. Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat seperti biasa. 2. Setelah selesai, 2 orang dari masing-masing kelompok akan

meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok.

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Tahapan pembelajaran TSTS sebagai berikut:23 1. Persiapan

Dalam tahapan persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalh membuat RPP, membuat silabus dan penilaian, menyiapkan tugas siswa dan embagi siswa kedalam beberapa kelompok.

22

Ahmad Noor Fatirul, Cooperative Learning, Makalah, di akses dari trimanjuniarso.wordpress.com, h. 40, 25 November 2010

23

(34)

2. Presentasi guru

Pada tahap ini guru menyaimpaikan indicator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

3. Kegiatan kelompok

Pada kegiatan pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Kelompook kecil terdiri dari empat orang, dua orang bertugas menjadi tamu dan dua orang bertugsas menjadi penerima tamu.

4. Formalisasi

Mempersentasikan hasil diskusi kelompok untuk didiskusikan dengan kelompok lain. Guru mengarahkan dan membahas hasil diskusi supaya tidak terjadi miss conception.

5. Evaluasi kelompok dan penghargaan

Mengevaluasi untuk mengetahui seberapa besar kemmapuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan mengguanakan metode pembelajaran teknik TSTS. Kemudian masing-masing siswa diberi kuis dan dilanjutkan dengan memberikan penghargaan kepada kelompk yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi.

c. Kelebihan dan Kelemahan teknik TSTS

Pembelajaran kooperatfi teknik Two Stay Two Stray memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. 24 Kelebihan TSTS adalah sebagai berikut:

1. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan

2. Kecendrungan belajar siswa menjadi lebih bermakna 3. Membantu meningkatkan minat dan prestasi siswa

24

(35)

Adapun kelemahan atau kekurangan TSTS adalah sebagai berikut:

1. Membutuhkan waktu yang lama

2. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok 3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan

4. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

4. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Kata “belajar” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “ajar” dan mendapat imbuhan “ber-“ menjadi belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang paling fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil dan gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.25 Dalam buku psikologi karangan Zikri Neni Iska mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu.26

Menurut Hilgard yang dikutip oleh Nasution mengatakan bahwa:

Learning is the proses by which an activity originates or is changed through training procedures (Whether in the laboratory or in natural environment) as distinguished from changes by factor not atributable to training”

yang mengandung pengertian bahwa belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan

25

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: dengan pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Edisi revisi, 2004), h. 89

26

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi

(36)

(apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk atau minum ganja bukan termasuk hasil belajar.27

Sementara menurut W. S. Winkel dalam Max Darsono yang dikutip oleh Ika Nurul Fattakhul Janah dalam skripsinya mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. 28 Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa belajar mengakubatkan perubahan dalam berbagai aspek. Menurut Skinner belajar adalah suatu perubahan prilaku (behaviorisme), pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila tidak melakukan aktifitas belajar maka respon terhadap stimulus akan menurun.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.

Benjamin S. Bloom membagi tujuan pengajaran yang menjadi acuan pada hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotorik.29 Ranah kognitif yaitu hasil belajar berdasarkan pemahaman konsep. Ranah afektif yaitu hasil belajar

27

Nasution, Didaktik Dasar-dasar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 35

28

Ika Nurul Fattakhul Janah, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor Dengan Pendekatan Ctl ( Contextual Teaching And Learning) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tulis Tahun Pelajaran 2005/2006, (Skripsi, Semarang: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika, 2006), h. 6. diakses dari

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/hashe307.dir/doc.pdf, 1 Oktober 2010

29

(37)

berdasarkan sikap dan ranah psikomotorik yaitu hasil belajar berdasarkan keterampilan/skill.

1. Ranah Kognitif

Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif oleh Bloom dan kawan-kawan dikategorikan lebih rinci secara hierarkis ke dalam enam jenjang kemampuan, yakni: hafalan (ingatan) (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).30 Hafalan (C1) jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya. Pemahaman (C2) jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Penerapan (C3) yang termasuk jenjang penerapan adalah kemampuan menerapkan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit. Analisis (C4) jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. Sintesis (C5) yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek-obyek,

30

(38)

peristiwa, dan informasi lainnya. Evaluasi (C6) kemampuan pada jenjang evaluasi adalah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjan berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, yang meliputi penerimaan (receiving), sambutan (responding), menilai (valuing), organisasi (organization) dan karakterisasi.31

3. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotor adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak,32 terdiri atas persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, dan krativitas.

Ketiga ranah tersebut sangat penting dilakukan evaluasi. Adapun tujuan adalah antara lain sebagai berikut: 33

1. Bagi siswa, a) Memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar dan sebagai pemandu dalam belajar yang selanjutnya, b) Memberikan motivasi dalam belajar, c) Membangun kepercayaan diri.

2. Bagi guru, a) Mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan dalam pembelajaran, b) Memberikan informasi tentang kekmampuan, kebutuhan dan kesenangan siswa, c) Membandingkan kemajuan siswa dengan siswa yang lain, dan d) Melaporkan kepada orang

31

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 29-30.

32

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses …, h. 30.

33

(39)

tua siswa, administrasi sekolah dan lembaga-lembaga yang memerlukannya.

3. Bagi orang tua, a) Memberikan informasi tentang perkembangan siswa dan b) Membantu dalam pembimbingan belajar dirumah. 4. Bagi sekolah, a) Memberikan informasi yang benar untuk

mengevaluasi pembelajaran individu siswa, kelas dan sekolah, b) Membandingkan level prestasi siswa dalam skala nasional ataupun apapun.

Menurut Howard Kingsley dalam buku Dasar-dasar Proses Belajar mengajar mengatakan bahwa ada tiga macam hasil belajar yaitu 1) keterampilan dan kebiasaan, 2)pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne dalam buku yang sama mengatakan bahwa ada lima tipe belajar yaitu: 1) verbal information, 2) intelektual skill, 3) cognitive strategy, 4) attitude, dan 5) motor skill. 34

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar siswa tekadang mengalami kesulitan-kesulitan dan mempengaruhi hasil belajar siswa. Berhasil atau tidak seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut yaitu:

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah:

34

(40)

a. Faktor Psikologis,

Terdiri dari: bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognisi.35 Bakat adalah kemampuan untuk belajar.36 Menurut Sumardi Suryabrata yang dikutip oleh Ityanu Rahmatin Bakat adalah kualitas yang hanya dapat diungkap atau diukur dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.37 Bakat baru akan tereralisasi menjadi kecakapan yang nyata setelah melalui belajar dan berlatih.

Minat secara sederhana berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. 38 Minat (interest) menurut psikologi adalah kecendrungan untuk slalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat erat kaitannya dengan perasaan terutama perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat itu terjadi karena sikap senang kepada sesuatu. Orang yang berminat kepada sesuatu berarti sikapnya senang kepada sesuatu itu.Minat memiliki perasaan penting dalam kehidupan manusia karena sikap yang ditunjukkan oleh setiap individu itu dipengaruhi oleh minat yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebut. Begitupun dengan kondisi belajar mengajar akan efektif jika ada minat dalam diri siswa yang belajar, sebab dengan adanya minat maka siswa tersebut akan melakukan sesuatu yang dimiliki olehnya. Misalnya, siswa yang menaruh minat terhadap pelajaran biologi, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang biologi.

35

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar…, h. 89

36

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet I, h. 27

37

Ityanu Rahmatin, Pengaruh Pembelajaran Active Learning..., h. 30-31. tidak dipublikasikan

38

(41)

Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.39 Sedangkan IQ adalah alat tes ukur inteligensi.40 Orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar. Bila seseorang memiliki intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses

disbanding dengan orang yang memiliki “IQ” rendah.

Motivasi berasal dari kata dasar motif. Menurut Suardiman motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Dalam hal ini motivasi sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar.

Menurut Suardiman yang dikutip oleh Zikri Neni Iska motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka. Sedangkan motivasi dalam belajar adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menjamin kelangsungan kegiatan bwelajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar.41

39

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 1998), h. 52

40

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar…, h. 94

41

(42)

b. Faktor fisiologi

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Terdiri dari kondisi fisik dan panca indera. 42 Misalnya kesehatan baik kesehatan rohani maupun kesehatan jasmani. Kesehatan jasmani dan kesehatan rohani berpengaruh terhadap hasil belajar. Jika seseorang kesehatan jasmaninya misalnya pilek, demam, sakit gigi maka akan mengganggu konsentrasi belajarnya. Kesehatan rohani misalnya mengalami gangguan pikiran perasaan kecewa terhadap lawan jenis lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.43 Keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Perhatian, kasih sayang dan ekonomi keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.

Sarana, prasarana, guru serta kurikulum sekolah juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Guru yang mempunyai metode mengajar yang kreatif, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak dan lain sebagainya.

Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak44. Masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Jika lingkungannya baik maka akan baik pula belajar anak tersebut. Misalnya, jika anak bergaul dengan lingkungan yang tidak sekolah maka anak tersebut akan terbawa

42

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar…, h. 85

43

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka, 2007), h. 59-60.

44

(43)

untuk malas sekolah tetapi jika anak bergaul dengan lingkungan pelajar dan rajin belajar maka anak tersebut akan terbawa atau terpengaruh juga.

d. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar 1) Tujuan Belajar

Dalam buku psikologi pendidikan ada beberapa tujuan belajar yaitu:45

 Belajar adalah suatu usaha

 Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku .

 Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dari yang buruk menjaid baik misalnya kebiasaan merokok.

 Belajar bertujuan untuk mengubah sikap, dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya.

 Belajar bertujuan uttuk mengubah keterampilan.

 Belajar bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.

2) Tujuan Penilaian Hasil Belajar a) Tujuan Umum

 Menilai pencapaian kompetensi peserta didik  Memperbaiki proses pembelajaran

 Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa b) Tujuan Khusus

 Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa  Mendiagnosis kesulitan belajar

 Memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar penentuan kenaikan kelas

45

(44)

 Memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

c) Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut:

 Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.  Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.  Meningkatkan motivasi belajar siswa.

 Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.

e. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar

Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar pendidik perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:

1. Valid/sahih

Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

2. Objektif

Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan hubungan emosional.

3. Transparan/terbuka

(45)

4. Adil

Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.

5. Terpadu

Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 6. Menyeluruh dan berkesinambungan

Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7. Bermakna

Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat

8. Sistematis

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 9. Akuntabel

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

10.Beracuan criteria

(46)

berhasil menciptakan suasana yang menyebabkan siswa termotivasi aktif dalam belajar akan memungkinkan terjadinya peningkatan hasil belajar.46

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Suprapto Mukti Nugroho dalam jurnalnya yang berjudul ” Remedial Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004” mendapatkan hasil penelitian bahwa implementasi (penerapan) remedial teaching dengan teknik jigsaw ini cukup efektif untuk membantu meningkatkan ketuntasan belajar siswa sehingga pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.47

Yuli Purwanti Hasanah dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw dalam Materi Pokok Klasifikasi Makhluk Hidup di MTs NU Unggaran” mendapatkan kesimpulan bahwa diketahui bahwa rata-rata hasil pre-test kelompok A sebesar 45,714 dan

kelompok B sebesar 44,315. Hasil uji-t diperoleh t hitung = - 0,85 < t tabel = 1,99. Hal ini berarti bahwa antara kelompok A dan kelompok B mempunyai

kemampuan awal yang relatif sama dalam memahami materi pokok klasifikasi

makhluk hidup sebelum mengikuti pembelajaran. Rata-rata hasil post-test

kelompok A sebesar 69,01 dan kelompok B sebesar 64,14. Hasil uji-t data

post-test diperoleh t hitung = 3,31 > t tabel = 2,88. Dengan demikian penerapan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif

diterapkan pada materi pokok klasifikasi makhluk hidup dibandingkan dengan

penerapan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW.48

46

Yustini Yusuf dan Mariana Natalina, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di kelas 17 SLTP Negeri 20 Pekanbaru,

laboratorium Pendidikan Biologi Jurusan MIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru Jurnal Biogenesis Vol.2(1):8-11, 2005

47 Nugroho, Suprapto Mukti. Remedial Teaching dengan Teknik Jigsaw Sebagai Pendukung Kurikulum 2004. Jurnal Widya Tama. Volume 2, No. 3, September 2005, h. 49

48

(47)

EFI dalam skripsinya yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Biologi

Antara Siswa yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw dengan Teknik STAD” mendapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan teknik STAD, dengan nilai rata-rata(mean) gain kelas VIII-E yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatifteknik jigsaw yaitu 3,14 dan nilai rata-rata (mean) gain kelas VIII-C yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD yaitu 2,68 maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD.49

Yeti Sulastri dan Diana Rochintaniawati dalam penelitianya yang

berjudul “Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran Biologi Di SMPN 2 Cimalaka” mendapatkan hasil penelitian bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diperoleh hasil tes siswa sudah memenuhi ketuntasan belajar dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 89,74% dan adanya peningkatan skor post tes siswa dibandingkan dengan pre tes dengan perbedaan yang signifikan, ini menunjukkan adanya peningkatan penguasaan konsep siswa. Berdasarkan skor gain ternormalisasi pembelajaran ini mempunyai nilai 0,44 yang tergolong kategori efektivitas sedang. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikembangkan pada penelitian ini cukup efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran Biologi setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada konsep Reproduksi Vegetatif Alami Tumbuhan.50

49

Efi. Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw dengan Teknik STAD. .(skripsi, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2007). Dipublikasikan. Diakses dari http://idb4.wikispaces.com/file/view/ss4005.pdf, 2 November 2010

50

(48)

Aceng Haetami dan Supriadi dalam penelitiannya yang berjudul

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kelarutan Dan

Hasil Kali Kelarutan” mendapatkan hasil penelitian bahwa maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat: (1) meningkatkan aktivitas belajar siswaa untuk setiap siklus : Siklus I (rerata = 65,1 %) dan Siklus II (Rerata = 89,0 %) ; (2) meningkatkan hasil belajar kimia siswa yang ditandai dengan : (a) meningkatnya rerata hasil belajar Kimia dari Siklus I (rerata 86,4) menjadi Siklus II (Rerata = 90,1) ; (b) meningkatnya jumlah siswa yang bernilai ≥ 70,37 (KKM) dari Siklus I (76,47 %) menjadi Siklus II (94,12 %). Tuntas tercapai setelah siklus II.51

Bahriyatul Azizah dalam skripsinya yang berjudul “Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Metode Konvensional Pokok Bahasan Jurnal Khusus Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II Man Suruh” mendapatkan kesimpulan bahwa rata-rata hasil pre test kelompok eksperimen sebesar 4,23 dan kelompok kontrol sebesar 4,11. Hasil uji t diperoleh thitung = 0,595 < ttabel = 1.99. Hal ini berarti bahwa antara kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai kemampuan awal yang relatif sama dalam memahami materi pokok bahasan jurnal khusus sebelum mengikuti pembelajaran. Rata-rata hasil post test kelompok eksperimen sebesar 6,84 dan kelompok kontrol sebesar 6,04. hasil uji t data post test diperoleh thitung = 4,639 > ttabel = 1,99. hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar akuntansi pokok bahasan jurnal khusus antara metode kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen yang lebih tinggi menunjukkan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.52

51

Aceng Haetami dan Supriadi. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan. Diakses dari http://jurnal.unhalu.ac.id.pdf, 30 oktober 2010

52

(49)

Hariyatmi, Eli Herowati, dan Djumadi dalam penelitianya yang berjudul

“Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII Semester II Smp Negeri 2

Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2004/2005 Menggunakan Strategi Pembelajaran Jigsaw dan STAD (Student Teams

Achievement Division)” mendapat kesimpulan bahwa perbedaan hasil belajar

biologi yang diperoleh dengan menggunakan strategi pembelajaran jigsaw yaitu aspek kognitif sebesar 69,9, aspek afektif sebesar 92 dan aspek psikomotor sebesar 88, sedangkan hasil belajar biologi yang diperoleh dengan menggunakan strategi pembelajaran STAD yaitu aspek kognitif sebesar 66,4, aspek afektif sebesar 90 dan aspek psikomotor sebesar 86, dan strategi pembelajaran jigsaw lebih tinggi dalam pencapaian hasil belajar biologi dari pada strategi pembelajaran STAD.53

Devi Kusmiyati dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model

Kooperatif Learning Teknik Two Stay Two Stray pada Konsep Ekosistem Terintegrasi Nilai Terhadap Hasil belajar Biologi (eksperimen di SMA

Jami’iyyah Islamiyah, Pondok Aren) mendapatkan kesimpulan bahwa

terdapat perbedaan antara mean kelas eksperimen dengan kelas kontrol

dengan hasil uji hipotesis menggunakan perhitungan uji “t” sehingga Ha yang

menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Cooperatif Learning teknik Two stay Two Stray terintegrasi nilai terhadap hasil belajar biologi siswa diterima.54

Tia Karina dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (Dua Tingga Dua Tamu) dengan Pendekatan Nilai untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Siswa Kelas Ii Man Suruh. skripsi, (Semarang: UNES, 2006). Diakses dari http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0110/00a3183e.dir/doc.pdf , 30 oktober 2010

53

Hariyatmi, dkk., “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII Semester II Smp Negeri 2 Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2004/2005 Menggunakan Strategi Pembelajaran JIGSAW DAN STAD (Student Teams Achievement Division). MIPA, Vol. 17, No. 1, Januari 2007: 17–32. diakses dari http://eprints.ums.ac.id/1248/1/3._HARIYATMI.pdf, 8 oktober 2010

54

(50)

Pada Konsep Cahaya (PTK di MTS Pembangunan UIN Jakarta) mendapat kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dengan pendekatan nilai untuk meningkatkan hasil belajar siswa memberikan dampak positif dalam pembelajaran berupa peningkatan hasil belajar siswa yang cukup signifikan.55

Berbagai hasil penelitian yang sudah diutarakan di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan Two Stay Two Stray (TSTS) masing-masing memiliki kelebihan dan ciri khas tersendiri yang mampu meningkatkan hasil belajar Biologi siswa karena bersifat student center. Namun dari berbagai penelitian tersebut menyatakan bahwa teknik jigsaw lebih baik dari teknik STAD pada konsep tertentu.

C. Kerangka Pikir

Belajar merupakan proses perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Belajar pada dasarnya merupakan pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid. Sedangkan pembelajaran biologi mem

Gambar

Gambar 2.1 Pelaksanaan Teknik Jigsaw ............................................................
Tabel 3.1 Desain Penelitian ...............................................................................
Gambar 2.1. Pelaksanaan Teknik  Jigsaw
Tabel 3.1. Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut (Isjoni, 2009: 9) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (Student

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar pada siswa, terutama untuk mengatasi

Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (studend oriented),

Menurut Isjoni (2016:16) Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang

metode Cooperative Learning suatu model pembelajaran yang saat ini digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa, terutama