TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi S.1 Kependidikan Islam dan
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
TITIN SUKAESIH NIM. 1811018300077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DUAL MODE SISTEM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi S.1 Kependidikan Islam dan
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
TITIN SUKAESIH NIM. 1811018300077
Di bawah bimbingan
Syaripulloh, M.Si NIP. 196709092007011033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DUAL MODE SISTEM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dengan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan, karena ilmu
pengetahuan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan dan
disepelekan. Salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Ilmu
Pengetahuan Sosial erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, sebab manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah : “Suatu program pendidikan yang
merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisiknya maupun dalam lingkungan sosial yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi,
sosiologi, ilmu politik dan psikologi”.1
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial
adalah suatu ilmu yang membahas mengenai manusia dan lingkungannya baik
secara fisik maupun secara sosial.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa manusia merupakan
makhluk sosial artinya tidak terlepas dari batuan orang lain, membutuhkan
bantuan orang lain, sehingga manusia mustahil bisa hidup sendiri.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh seorang pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) terutama Ilmu
Pengetahuan Sosial kepada siswanya. Keberhasilan seorang guru dalam
menyampaikan suatu ilmu pengetahuan (materi pelajaran), tidak hanya
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menguasai materi yang akan
disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga
ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif.
1
Menurut undang-undang guru dan dosen bab IV pasal 8 tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi, seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dan pasal 10 ayat (1) menjelaskan Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.2
Keempat kompetensi tersebut harus berjalan secara selaras dan tumbuh
terbina dalam kepribadian guru. Sehingga diharapkan dengan memiliki empat
kompetensi tersebut seorang guru dapat mengerahkan segala kemampuan dan
keterampilannya dalam mengajar secara profesional dan efektif.
Mengenai kompetensi paedagogik (dalam hal ini cara-cara mengajar),
seorang guru dituntut mampu merencanakan atau mampu menyusun setiap
program satuan pelajaran, mempergunakan dan mengembangkan media
pendidikan serta mampu memilih strategi.
Ketepatan seorang guru dalam memilih strategi pengajaran yang efektif
dalam suatu pembelajaran akan dapat menghasilkan pembeajaran yang efektif
yaitu tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sebaliknya ketidaktepatan
seorang guru dalam memilih strategi pengajaran yang efektif dalam suatu
pembelajaran, maka akan dapat menimbulkan kegagalan dalam mencapai
pembelajaran yang efektif yaitu tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Secara harfiah, ”kata Strategi dapat diartikan sebagai seni (art)
melaksanakan strategi yakni siasat atau rencana. Banyak padanan kata Strategi
dalam bahasa Inggris, dan yang dianggap relevan dengan pembahasan ini adalah
kata approach (pendekatan) dan kata procedure (tahapan kegiatan)”.3
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achivers a particular educational goal. Jadi,
dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang
2
Undang-Undang Guru dan Dosen (Jakarta: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, 2005), h. 6
3
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.4
Sementara itu menurut Kosasih berpendapat bahwa “strategi pembelajaran dalam IPS diartikan sebagai cara-cara membawakan pengajaran IPS
agar segala prinsip dasar serta sasaran pengajaran IPS dapat terlaksana dan
tercapai secara baik”.5
Pembelajaran IPS MI ditekankan pada keterampilan berpartisipasi dalam
kehidupan bermsyarakat. IPS memiliki pembelajan praktis, yang harus membina
individu kreatif, demokratis dan penuh tanggung jawab, serta sekaligus memiliki
beban pembinaan budaya serta kehidupan yang baik, harmonis dan dinamis.
Strategi pembelajaran IPS terbagi dalam dua strategi umum yang dapat
dipakai, yakni: Strategi Ekspositasi dan Strategi Heuristik.6
Strategi ekspositasi merupakan bentuk pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada guru (teacher centered approaach). Dikatakan demikian,
sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui
strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan
harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.
Sedangkan pembelajaran dengan strategi heuristik merupakan salah satu
pembelajaran yang menekankan pada proses menemukan, yang biasa disebut
pembelajaran inkuiri yaitu rangkaian pembelajaran yang menekankan kepada
proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab antaran guru dan siswa. Dengan strategi heuristik
tersebut, siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri suatu konsep sehingga
siswa memahami dan mengusai konsep IPS secara benar.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan strategi adalah suatu rencana, metode atau sejumlah langkah yang di buat
4
Wina Sanjaya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Bandung 2006, h 126
5
Agung Eko Purnama,dkk., Pembelajaran IPS MI, Surabaya: Lapis PGMI, 2009, Cet. I, h. 10
6
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Sebuah strategi
mengajar dapat berlaku umum bagi semua guru bidang studi selama orientasi
sasarannya sama. Misalnya untuk memperoleh perhatian siswa yang sedang
mengikuti uraian pelajaran secara lisan (metode ceramah) guru dapat melakukan
peragaan. Alternatif strategi lainya agar siswa tidak bosan dan jenuh guru dalam
menyajikkan materi pelajarannya bisa dengan penyajian kisah-kisah dramatis
sebagai selingannya ceramahnya.
Selama ini guru dalam memberikan materi ajar dalam proses KBM
(Kegiatan Belajar Mengajar) masih sebatas pada metode ceramah, dan tanya
jawab. Kurangnya kreatifitas guru dalam menerapkan berbagai macam strategi
pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yang menyebabkan
pembelajaran berpusat pada guru, dan menyebabkan kejenuhan yang dialami oleh
siswa selama KBM berlangsung. Maka diperlukan strategi atau metode yang tepat
untuk menghindari hal-hal di atas. Sehingga siswa merasa senang dalam belajar
dan tidak merasa jenuh apalagi merasa bosan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru MI Dayatussalam Cileungsi
Bogor Jawa Barat yang dilakukan pada tanggal 21 April 2014, teridentifikasi
masalah dengan kurangnya fasilitas pendukung yang seharusnya dimiliki sekolah.
Seperti kurangnya media pembelajaran pendukung seperti LCD (Liquid Crystal
Digital) yang masih terbatas jumlahnya. Kurangnya fasilitas tersebut yang
seharusnya dapat digunakan siswa dan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran menjadikan kegiatan pembelajaran itu sendiri kurang maksimal.7
Permasalahan selanjutnya adalah siswa kurang memiliki semangat dalam
belajar hal ini dapat dilihat dari keaktifan di kelas yang masih dinilai kurang,
hanya beberapa orang saja yang terlihat menjawab pertayaaan guru dan
mengajukkan pertanyaan. Kurangnya perhatian siswa dalam menerima materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru, siswa cenderung melakukan aktifitas lain
7
yang dapat mengganggu proses pembelajaran, selain itu tidak adanya persiapan
dari siswa ketika akan memulai pelajaran.
Dengan demikian perlunya pemecahan masalah yang dapat dilakukan
guru untuk menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dengan meningkatkan mutu
proses pembelajaran. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan
strategi-strategi pembelajaran yang tepat, sehingga diharapkan siswa dapat
diberikan kesempatan untuk menggunakan semua potensi yang dimiliki.
Strategi pembelajaran kooperatif diduga dapat diterapkan pada proses pembelajaran sebagai solusi terhadap masalah yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu perinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain.8
Tidak hanya siswa yang aktif dalam strategi pembelajaran kooperatif
tetapi guru sebagai fasilitator memberikan dukungan dan menetapkan tugas dan
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan alat-alat media dan
informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang
sesuai materi ketika proses belajar berlangsung. Dan di akhir pembelajaran guru
memberikan tes serta penilian.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur strategi pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) “
memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh yang berkompeten menilai.9
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembeajaran yang telah dirumuskan.” Ada empat unsur penting dalam strategi
pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya
8
Miftahul Huda, M.Pd, Cooperative Learning, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, h.29
9
aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4)
adanya tujuan yang harus dicapai”10
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap
kelompok belajar. Pengelompokan siswa ditetapkan berdasarkan beberapa
pendekatan, diantaranya pengelompokkan yang didasarkan atas minat dan bakat
siswa, pengelompokkan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau
dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apa pun yang
digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua
pihak yang terlibat, baik siswa sebagai siswa, maupun siswa sebagai anggota
kelompok. Misalnya aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok,
waktu dan tempat pelaksanaan, dan sebagainya.
Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan
kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik
kemampuan keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam
kegiatan kelompok, sehingga antarpeserta dapat saling membelajarkan melalui
tukar pikiran, pengalaman, maupun ide.
Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok
dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar mengajar.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
5. Group processing (pemrosesan kelompok).11
10
Wina Sanjaya, op. Cit., h. 241.
11
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilain dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian,
setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung
jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan
mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan
memilki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan
kelompok.
Jadi hal yang menarik dari strategi pembelajaran kooperatif adalah
harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan hasil
belajar siswa juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan
terhadap siswa yang dianggap lemah, harga diri, penghargaaan terhadap waktu,
dan suka memberi pertolongan kepada yang lain.
Apabila kemampuan seorang guru sudah optimal dan penggunaan
strategi sudah tepat maka hasil belajar siswa akan tercapai sesuai dengan yang
diharapkan, dengan adanya keterkaitan antara hasil belajar dan strategi, maka
dibuatlah sebuah judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif tipe TGT Materi Masalah Sosial Lingkungan Setempat Kelas IV MI Dayatussalam Cileungsi Bogor”.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
1. Hasil belajar siswa pada materi masalah sosial lingkungan setempat pada
kelas IV MI Dayatussalam Cileungsi Bogor Jawa Barat masih kurang.
2. Metode pembelajaran yang diterapkan guru masih pada metode
konvesional.
3. Kurangnya fasilitas yang seharusnya dimiliki sekolah misalnya media
pendukung pembelajaran seperti LCD (Liquid Crystal Digital).
4. Kurangnya perhatian dan keaktifan siswa dalam menerima materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
Hasil belajar IPS siswa pada materi masalah sosial lingkungan setempat
kelas IV MI Dayatussalam Cileungsi Bogor Jawa Barat melalui strategi
pembelajaran kooperatif tipe TGT masih kurang dan belum cukup sesuai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah
yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Peningkatan hasil
belajar IPS siswa dengan melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT kelas
IV MI Dayatussalam Cileungsi Bogor Jawa Barat ?
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian 1. Tujuaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peningkatan Hasil Belajar IPS
siswa Melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif tipe TGT Materi Masalah Sosial
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua pihak
yang terkait langsung kepada dunia pendidikan, antara lain sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
peneliti tentang strategi pembelajaran Kooperatif dalam
pembelajaran IPS khususnya materi masalah sosial lingkungan
setempat kelas IV MI Dayatussalam Cileungsi Bogor Jawa Barat.
b. Secara Praktis
1) Bagi guru strategi pembelajaran kooperatif ini dapat dijadikan
alternatif dalam menyiapankan berbagai strategi pembelajaran
dalam upaaya mengarahkan siswa untuk mencapai hasil belajar
yang optimal.
2) Bagi siswa penerapan strategi pembelajaran kooperatif ini
diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar IPS sehingga
siswa dapat memahami dan meningkatkan hasil belajarnya.
3) Bagi peneliti: dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan
strategi pembelajaran kooperatif dan dapat menerapkannya
dengan baik dalam proses belajar mengajar.
4) Bagi sekolah : memberikan masukan, untuk lebih maju dan
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Strategi pembelajaran Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dari uraian tersebut dapat di
kemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana
sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6
orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar. 12
Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah mengenai
tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik
bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan
informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka.
Guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak
mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya.
Bentuk-bentuk assesment oleh sesama peserta didik digunakan untuk melihat hasil
prosesnya.13
Beberapa ahli mencoba mengungkapkan pengertian istilah cooperative
learning, diantaranya sebagai berikut:
a. Lie (2002) Pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama
12
Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 22
13
siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru
bertindak sebagai fasilitator.
b. Nurhadi dan Senduk (2007) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber
belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama
siswa.
c. Abdurahman dan Bintaro (2007) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh
antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam msyarakat nyata.14
Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi
seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi
dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Pembelajaran kooperatif mengupayakan seorang peserta didik mampu
mengajarkan kepada peserta lain. Mengajar teman sebaya memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada
waktu yang bersamaan, ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain.
Pengorganisasian pembelajaran dicirikan dengan siswa yang bekerja dalam situasi
pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama,
dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Mereka akan berbagi penghargaan bila mereka berhasil sebagai kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih di pimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih di arahkan oleh
guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta
14
didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk
ujian tertentu pada akhir tugas.15
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar pada siswa,
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang
agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini dapat diterapkan
dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya
dilaksanakan di kelas, karena pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran
dalam kelompok kecil dimana siswa belajardan bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakkan tanggung jawab
individu sekaligus kelompok, sehingga diri siswa tumbuh dan berkembang sikap
dan perilaku saling ketergantungan secara positif. Kondisi ini dapat mendorong
siswa untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam cooperative learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi
siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilanketerampilan khusus
yang di sebut keterampilan kooperatif. Keterampilan koopeartif ini berfungsi
untuk melancarkan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas
anggota kelompok selama kegiatan.
Kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut
kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur, groupness.
Struktur kelompok menunjukan bahwa dalam kelompok ada peran. Peran dari
tiap-tiap anggota kelompok, berkaitan dengan posisi individu dalam kelompok.
Peran masing-masing anggota kelompok akan bergantung pada posisi maupun
kemampuan individu masing-masing. Setiap anggota kelompok berinteraksi
berdasarkan peran-perannya sebagaimana norma yang mengatur perilaku anggota
kelompok. Groupness menunjukkan bahwa kelompok merupakan suatu kesatuan.
15
Kelompok bukanlah semata-mata kumpulan orang yang saling berdekatan.
Kelompok adalah kesatuan yang bulat di antara anggotanya.16
Jadi disini kelompok bukanlah semata-mata hanya untuk berkumpul saja
akan tetapi yang dilihat adalah efek pencapaian dari pembelajaran kooperatif itu
sendiri.
b. Tujuan Coooperative learning
Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative
learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan
menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.17
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning
sebagaimana di kemukakan Slavin (1995), yaitu:
a. Penghargaan kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,
dan saling peduli.
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugastugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
16
Ibid., h. 57
17
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa
bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor
bagi teman sebayanya.18
Cooperative learning menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan
para siswa antara lain:
a. Siswa terlibat di dalam tingkah laku mendefinisikan, menyaring, dan
memperkuat sikap-sikap, kemampuan, dan tingkah laku partisipasi sosial
b. Respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh
pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran
rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama
c. Berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerja
sama dan pentaatan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan
tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota
kelompoknya belajar. Ketika mereka berusaha mempelajari isi dan kemampuan
yang diharapkan, mereka juga menemukan diri bagaimana memecahkan konflik,
menangani berbagai problem, dan membuat pilihan-pilihan yang merefleksikan
situasi-situasi pribadi dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam situasi
dunia ini. 19
Mengacu pada pendapat tersebut maka dengan cooperative learning, para
siswa dapat membuat kemajuan besar ke arah pengembangan sikap, nilai, dan
tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat berparisipasi dalam komunitas
mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan, karena tujuan utama
18
Ibid
19
cooperative learning, adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama
temannya. Jadi, tidak lagi pengetahuan itu diperoleh dari gurunya, dengan belajar
kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang
lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang
lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lainnya.20
Pada dasarnya model cooperative learning di kembangkan untuk
mencapai hasil belajar akademik.21 Model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan,
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor
bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya,
yang mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa
kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberi
pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang
hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
c. Teori yang Melandasi Cooperative learning
Terdapat berbagai teori dalam kita mempelajari cooperative learning. Tiga
diantaranya sebagaimana disebutkan berikut:22
a. Teori Ausubel
David Ausubel adalah seoarang ahli psikologi pendidikan. Menurut
Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaning
full). Pembelajaran bermakna merupakan merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
20
Ibid.
21
Ibid.,h. 39
22
seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasai-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus
cocok dengan kemampuan pelajar dan harus relevan dengan struktur kognitif yang
dimiliki pelajar. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep
baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengandemikian, faktor intelektual
emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
b. Teori Piaget
Menurut Piaget (1996), setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual. Bila merujuk pada teori Piaget, maka pelajar yang
berada pada jenjang SD/MI, termasuk dalam kategori tingkat operasional formal.
Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi yang lebih kompleks.
Kemajuan utama pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Ia mempunyai
kemampuan untuk berpikir abstrak, karena itu cooperative learning dapat di
laksanakan pada jenjang SD/MI.
Menurut Surya (2003), perkembangan kognitif pada perangkat ini
merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa yang menuju kearah proses
berpikir dalam peringkat yang lebih tinggi. Peringkat berpikir ini sangat
diperlukan dalam pemecahan masalah. Proses pembelajaran akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa
hendaknya banyak diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek
fisik, yang ditunjang dengan interaksi dengan teman sebaya, dan dibantu
pertanyaan tilikan dan guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada pelajar agar mau berinteraksi dengan lingkungan dan secara aktif mencari
c. Teori Vygotsky
Vygotsky (1997) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu
perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua pengertian yang spontan
dan yang ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dan
pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat
dari ruangan kelas, atau yang diperoleh dan pelajaran di sekolah. Ide penting lain
yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan sejmlah bantuan
kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan
memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat
mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh,
ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri.23 Dan untuk
selanjutnya siswa dapat melanjutkannya sendiri bersama kelompok yang sudah
dibentuk dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing.
d. Peranan Guru Dalam Kooperatif Learning
Dalam pembelajaran cooperative learning guru harus mampu menciptakan
kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa
berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting di kondisikan sejak di bangku sekolah,
agar peserta didik terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif dalam mengakui
kekuranganya sendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik,
serta mampu mencari pemecahan masalah. Hal yang perlu dihindari ialah bila
perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang bersifat intrapersonal yang
dapat merugikan kesehatan mental siswa.
Seorang guru memiliki enam bagian peran didalam pembelajaran
kooperatif formal sebagai berikut :
1. Menentukan secara spesifik tujuan sebuah pelajaran;
23
2. Membuat keputusan-keputusan pra-pengajaran berkaitan dengan
kelompok-kelompok pembelajaran, pengaturan ruang, materi
pengajaran, dan peran siswa di dalam kelompok;
3. Menjelaskan susunan tugas dan tujuan kepada para siswa;
4. Mengatur pelajaran kooperatif yang akan dilaksanakan;
5. Mengawasi efektifitas kelompok pembelajaran kooperatif dan
memberi masukan apabila diperlukan;
6. Mengevaluasi pencapaian siswa dan membantu mereka mendiskusikan
tentang seberapa baik mereka telah berkolaborasi satu sama lain.24
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam
menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui
cooperative learning dengan permasalahan yang nyata ditemukan dilapangan. Di
samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar
suasana pembelajaran tidak monoton dan membosankan.
Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar
yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih
ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan
maupun secara kelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk
tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk
melihat kegiatan siswa di kelas.25
Guru mempunyai peranan penting terutama pada saat proses belajar
mengajar berlangsung seperti halnya penentuan topik, permasalahan apa saja yang
akan didiskusiakan, memberikan saran-saran dan juga kalau sudah selesai guru
haruslah memberikan pujian terutama bagi mereka yang telah menyelesaikan
tugasnya paling cepat, tepat dan benar.26 Untuk itu peran-peran seperti diatas
sangat penting dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada
siswa dalam rangka mengembangkan keberanian siswa, baik dalam
mengembangkan keahlian dalam bekerjasama, berkomunikasi saat bertanya,
ataupun mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahan.
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam
penerapannya, model pembelajaran harus dialkukan sesuai dengan kebutuhan
siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan
tekanan utama yang berbeda-beda.27 Sebagai seorang professional, guru harus
mempunyai pengetahuan dan persediaan strategi-strategi pembelajaran. Tidak
semua strategi yang diketahuinya harus bisa diterapkan dalam kenyataan
sehari-hari di ruang kelas.
Dalam model ini, tujuan utamanya adalah agar peserta didik dapat belajar
secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai
pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasanya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Dalam
pelaksanaan model cooperative learning ini dibutuhkan kemauan dan kemampuan
serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan
menggunakan model ini guru bukannya bertambah pasif, tapi harus menjadi lebih
aktif terutama saat menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan
kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama
dengan kelompoknya.
Metode pembelajaran alternatif memiliki berbagai macam perbedaan,
tetapi dapat dikategorisasikan menurut enam karakteristik prinsipil seperti
dibawah ini:28
a. Tujuan kelompok
b. Tanggung jawab individual
c. Kesempatan sukses yang sama
d. Kompetisi tim
e. Spesialisasi tugas 27
Ibid., h. 72
28
f. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok
e. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Learning
Secara umum langkah-langkah pembelajaran kooperatif learning ada 12
langkah diantaranya sebagai berikut : 29
1. Memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif.
2. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif.
3. Merangking siswa.
4. Menentukan jumlah kelompok.
5. Membentuk kelompok-kelompok.
6. Merancang “Team Bulding” untuk setiap kelompok.
7. Mempresentasikan materi pembelajaran.
8. Membagikan lembar kerja.
9. Menugaskan siswa mengerjakan kuis secara mandiri.
10. Menilai dan menskor kuis siswa.
11. Memberi penghargaan pada kelompok.
12. Mengevaluasi perilaku-perilaku (anggota) kelompok.
f. Keunggulan dan Kelemahan Kooperatif Learning
1. Keunggulan Cooperative Learning
Jarolimek dan Parker mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam
pembelajaran ini adalah:30
a) Saling ketergantungan positif
b) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
c) Siswa dilibatkan perencanaan dan pengelolaan kelas
d) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
e) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dengan guru
29
Huda, op.cit.,h.162
30
f) Memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan
2. Kelemahan Cooperative Learning
Kelemahan model pembelajaran cooperative learning bersumber pada dua
faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari
dalam, yaitu:31
a) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan
waktu
b) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
c) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada
kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
d) Saat diskusi kelas, terkadang di dominasi seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif Cooperative learning
juga memiliki keterbatasan atau kelemahan.
2. Pembelajaran Kooperatif Learning tipe TGT (Team Game Tournament)
a. Pengertian pembelajaran kooperatif Learning Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif learning tipe TGT adalah salah salah satu
tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcoment.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
31
kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
b. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif learning tipe TGT
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif learning tipe TGT terdiri dari 5
langkah tahapan, yaitu:
1) Langkah penyajian kelas (class presentation)
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,
dikusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan
membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game
karena skor game akan menentukkan skor kelompok.
2) Belajar dalam kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya
heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Dengan
adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa
untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi. Hal ini akan menyebabkan
tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok
agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3) Permainan (game)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok.kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan
akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
mingguan.
4) Pertandingan (Tournament)
Biasanya tournament dilakukan pada akhir mimggu atau pada setiap unit
setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar
kerja. Turnament pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa
selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5) Penghargaan kelompok (team recognition)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang. Masing-masing
tim akan mendapat sertifikasi atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria
yang ditentukan. Tim mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau
lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.
c. Keunggulan dan Kelemahan Kooperatif Learning tipe TGT
Slavin, melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit
mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:32
1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh
teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka
dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
2. Meningkatkan perasaan/presepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh
tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa
harga diri akademik mereka.
4. TGT meneingkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal
dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan
6. TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja
dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau
perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran
TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa.
Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk
mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara invidual.
3. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 33
Menurut Gagne dalam buku teori belajar dan pembelajaran yang dikutip
oleh Ahmad Susanto menekankan bahawa belajar sebagi suatu upaya memperoleh
pengetahuan atau keterampilan melalui intruksi.34
Teori belajar sangat banyak dan beraneka ragam. Setiap teori menjelaskan
aspek-aspek tertentu dalam belajar, dan setiap teori dijadikan dasar akan
mewarnai proses pembelajaran yang berlangsung.35
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar
untuk memperoleh suatu konsep pemahaman atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan terjadinya perubahan peilaku dalam berpikir, merasa maupun
bertindak.
33
Mahmud , Psikologi Pendidikan , (Bandung:Pustaka Setia, 2010), h. 61
34Ahmad Susanto,”
Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar” (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group,2013).h.1
35
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar yaitu membentuk makna. Makna diciptakan para
pembelajar dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi
makna dipengaruhi oleh terdahulu yang telah dimiliki siswa.36
Tujuan belajar hakikatnya adalah proses perubahan kepribadian meliputi:
kecakapn, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perwujudan itu bersifat menentap
dalam tingkah laku sebagai hasil latihan atau pengalaman.37
c. Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya.38 Hasil belajar mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Yang harus di ingat, hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar
pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah, melainkan komprehensif.39
Penilaian hasil belajar siswa disini dapat diketahui melalui evaluasi.
Eavluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah
assessment yang menurut Tardif (1989) berarti proses penilaian untuk
menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan.40
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni:
36
Suyono dan hariyanto .loc.cit h. 127
37 Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri”
Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu” (Jakarta:
Prestasi Pustaka Karya, 2011), h. 1
38
Nana Sudjana, Penilain Hasil belajar Proses Belajar Mengajar, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 22
39
Agus Suprijono, op. cit., h. 5-7
40
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
1. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar yang terdiri dari enam
aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah,
sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah kognitif meliputi:
a) pengetahuan, yaitu kemampuan untuk mengingat tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal hal yang dipelajari.
c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam
bagian-bagian sehingga srtuktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik
e) Sintesis, mencakup kemampuan membantu suatu pola baru
f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu.
2. Ranah afektif
Meliputi :
A1 menerima,
A2 merespon,
A3 menghargai,
A4 mengorganisasikan,
A5 karakteristik menurut nilai.
3. Ranah psikomotor
Meliputi :
P1 meniru,
P2 manipulasi,
P4 artikulasi,
P5 naturalisasi.
Dari beberapa pendapat para ahli, penulis mengambil kesimpulan
mengenai hasil belajar. Hasil belajar adalah suatu tujuan dalam pembelajaran
dimana di dalamnya terdapat beberapa aspek yang terkandung atau dinilai
didalamnya.Aspek-aspek tersebut adalah aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.Ketiga aspek ini sifatnya komprehensif dan tidak secara pragmentis
atau terpisah.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar sebagai hasil interaksi
dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung kepada
apa yang telah diketahui pembelajar konsep – konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.41
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, adapun
faktor-faktor itu digolongkan sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri,
seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya.Faktor internal
disebut juga faktor pada organism (siswa).Muhibbin Syah menyebutkan bahwa
“yang termasuk faktor internal adalah aspek fisiologis dan psikologis. Aspek
fisiologis mencakup kondisi tubuh siswa termasuk organ tubuh dan kondisi alat
indera. Sedangkan aspek psiologis banyak sekali macamnya tetapi yang esensial
antara lain kecerdasan (intelegensi), sikap, bakat, minat dan motivasi siswa”.42 2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri sianak, seperti
keadaan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya.Faktor eksternal
41
Suyono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.127.
42
terdiri dari faktor keluarga, masyarakat dan sekolah.Selama hidup anak didik tidak
biasa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial
budaya.Interaksi darikedua lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam
mengisi kehidupan anakdidik.Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal
anakdidik, hidup dan berusaha di dalamnya seperti lingkungan sekolah.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
Faktor pendekatan merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan model yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pembelajaran”.43
Pemilihan metode dan media harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran dan sifat materi yang menjadi objek pembelajaran.Untuk memilih
model pembelajaran tidak boleh sembarangan, banyak faktor yang
mempengaruhinya dan perlu pertimbangan.
Tidak semua strategi dan metode dapat di terapkan pada mata pelajaran
tertentu, seorang guru harus pandai memilih dan menentukan strategi dan metode
apa yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan penggunaan media
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran akan sangat berarti dan
dapat meningkatkan minat, motivasi belajar siswa. Media pembelajaran juga dapat
membantu guru dari keterbatasan bercerita. Dengan meningkatnya minat dan
motivasi diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa secara maksimal.
Hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lainnya sangat erat
kaitannya dan bersifat saling mendukung.Dalam faktor internal terdapat factor
psikologis dan fisiologis siswa yang didukungfaktor eksternal dan pendekatan
belajar.Oleh karena itu lingkungan yang merupakan bagian dari faktor eksternal
dan metode belajar yang merupakan bagian dari pendekatan belajar perlu
diperhatikan dengan seksama dalam penerapannya. Hal ini dimaksudkan agar
hasil belajar yang akan dicapai dapat diperoleh dengan maksimal.
43
e. Teknik Penilaian dalam hasil belajar
1. Hasil belajar kognitif (penilaian yang berkenaan dengan
pengetahuan)
2. Hasil belajar afektif (penilaian yang berkenaan dengan sikap dan
nilai.
3. Hasil belajar psikomotorik (Penilaian yang berkenaan
dengan(skiil) dan kemampuan bertindak individu).
B. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Dwi Mariza Mustikasari
Penerapan model pembelajaran teams games tournaments (TGT) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada pada pembelajaran IPS di SDN
Jatimulyo 1 Kecamatan Lowokwaru kota Malang. Permasalahan pada
pembelajaran IPS di SDN Jatimulyo Malang adalah bahwa siswa merasa jenuh
dalam pembelajaran IPS serta kurang adanya interaksi antara siswa kurang adanya
interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Guru masih
menggunakan pembelajaran yang konvensial. Tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran TGT
dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang (2)
Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1
Malang pada pembelajaran IPS dengan menggunakan model TGT. TGT
merupakan model pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat unsur
permainan. Dalam penerapannya, melalui beberapa tahap yaitu penyajian materi;
belajar kelompok; permainan; dan penghargaan kelompok.
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian kualitatif. Model PTK
yang dijadikan acuan adalah model siklus Kemmis dan Taggart yang merupakan
permasalahan yang timbul dari kelasnya agar dapat meningkatkan hasil belajar
dikelas. Penelitian ini menggunakan 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
digunakan pada penelitian ini yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, soal
test, dan catatan lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPS yang
dilakukan melalui model pembelajaran TGT pada kelas IV SDN Jatimulyo 1
Malang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata
hasil belajar siswa sebelum tindakan sangat rendah dibawah KKM yaitu dengan
rata-rata kelas 45,44; pada siklus I sebesar 69,64 dan pada siklus II sebesar
83,003. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa (1) Model
pembelajaran TGT pada pembelajaran IPS dapat diterapkan dengan efektif pada
siswa kelas IV SDN Jatimulyo 1 Malang (2) Penerapan model TGT pada
pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Jatimulyo
1 Malang. Peningkatan hasil belajar siswa SDN Jatimulyo 1 Malang perlu
ditingkatkan lagi melalui upaya-upaya yang berkesinambungan. Saran untuk guru
yaitu agar dapat menerapkan model pembelajaran TGT atau model pembelajaran
yang bervariasi lainnya pada mata pelajaran yang lainnya. Model pembelajaran ini
dapat digunakan dalam penelitian-penelitian yang lain sebagai bahan
perbandingan sehingga dapat menjadi lebih baik.
Dari hasil penelitian diatas penulis dapat simpulkan bahwa penelitian ini
cendrung memiliki kesamaan dalam kegiatan pembelajaran yang peneliti lakukan.
Pada dasarnya model pembelajaran konvensional memang sangat menjenuhkan
siswa. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar siswa yang masih dibawah KKM.
Setelah dilakukan penerapan pembelajaran model TGT hasil belajar siswa mulai
meningkat, ini terlihat dari hasil evaluasi pada siklus I dan siklus II pada siswa
kelas IV SD. Dengan demikian pembelajaran IPS model TGT dapat
mempermudah siswa dalam menyerap pengetahuan terutama pada mata pelajaran
IPS.
Penerepan teknik Team Game Tournament dalam pelajaran IPS untuk
meningkatkan kesadaran karier siswa kelas tiga sekolah dasar. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas.
Rancangan penelitian ini meliputi (1) pemetaan standar kompetensi mata
pelajaran IPS yang berhubungan dengan kesadaran karier dan pemetaan standar
kompetensi bimbingan karier kelas tiga sekolah dasar, (2) menyusun materi
pembelajaran, (3) menyusun rencana tindakan, (4) pelatihan terhadap guru dalam
malaksanakan pembelajaran, (5) pelaksanaan tindakan, (6) hasil pelaksanaan
tindakan, dan (7) evaluasi dan diskusi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus, dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru. Instrumen penelitian
ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci; peneliti pemegang peran kunci
dalam proses pengumpulan, penganalisisan, maupun penyimpulan data teknik
pengumpulan data adalah observasi dan perekaman. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan model analisis data mengalir yang dimulai dari tahap
reduksi data, verifikasi dan penyimpulan data. Untuk menjaga keabsahan data
dilakukan triangulasi dan pengecekan teman sejawat.
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa penerapan teknik team game
tournament dalam pelajaran IPS dapat meningkatkan kesadaran karier kelas tiga
sekolah dasar. Secara keseluruhan siswa mempunyai kesadaran karier yang baik.
Dari 42 siswa kelas III B Sekolah Dasar Negeri Percobaan Malang yang mampu
menjawab paling sedikit 80% pertanyaan yang berhubungan dengan kesadaran
karier rata-rata 7,3% yaitu kurang lebih 3 orang siswa. Pada tahap perencanann
pembelajaran, guru melaksanakannya dengan baik. Hal itu tercermin dari (1)
rencana yang disusun berdasarkan kurikulum, dan (2) penerapan teknik team
games tournamen dalam pelajara IPS untuk meningkatkan kesadaran karier siswa
kelas tiga Sekolah Dasar Negeri Percobaan Malang disusun dan diwujudkan
dalam bentuk rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran disusun secara
kolabratif dengan peneliti yang terdiri dari (a) standar kompetensi, (b)
kegiatan pembelajaran, (g) media dan sumber belajar, (h) metode, (i) teknik
penilaian.
Hasil penelitian diatas dapat penulis simpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan karier siswa kelas tiga
pada mata pelajaran IPS.
3. Arif yudianto
Penerapan model pembelajaran team game tournment (TGT) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPS kelas VI di SDN Tlogosari
o1 kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang. Penelitian dilakukan di SDN
Tlogosari 01 kabupaten Malang tanggal 28 Februari 2011 sampai tanggal 19
Maret. Subyek penelitian siswa kelas VI yang berjumlah 33 siswa. Dibagi menjadi
8 kelompok heterogen dalam diskusi mengerjakan LKS dan dibagi menjadi 4
kelompok homogen untuk melakukan permainan turnament dengan
mengumpulkan skor sebanyak mungkin untuk kelompoknya.
Hasil penelitian siklus satu menunjukkan beberapa kelemahan dan
kekurangan, diantaranya guru masih belum memahami konsep pembelajaran
model TGT, kurangnya kemampuan guru dalam mengolah kelas, siswa masih
belum terbiasa dengan proses pembelajaran TGT, siswa belum mengerti peraturan
permainan turnamen. Namun melalui pengukuran tes hasil belajar siklus 1
menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa bila dibandingkan dengan sebelum
tindakan dilakukan.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar pada saat pertindakan
hanya memperoleh presentase ketuntasan 42,42% meningkat di siklus I menjadi
78,78%. Untuk melnjutkan penerapan model TGT siklus II dilakukanlah
perbaikan-perbaikan oleh peneliti dan guru bidang studi. Perbaikan tersebut
diantaranya memberikan pemahaman guru dalam model pembelajaran kelas,
peraturan permainan. Dalam siklus II siswa sudah memahami penerapan model
pembelajaran TGT dan menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat
dari hasil belajar siswa siklus I memperoleh presentase ketumtasan 78,78% pada
siklus II meningkat yaitu menjadi 100%.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VI SDN Tlogosari 01 Kabupaten Malang. Diharapkan dari hasil
penelitian ini guru dapat menerapkan model pembelajaran TGT di kelas untuk
upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil penelitian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa model
pembelajaran TGT dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kelas IV yang semula
hasil belajarnya rendah pada siklus I karena kurangnya pengetahuan guru tentang
pembelajaran TGT dan masih asingnya siswa dengan model pembelajaran
tersebut. Namun setelah adanya kolaborasi antara guru bidang studi IPS dan
peneliti, maka pada siklus II adanya peningkatan hasil belajar siswa yang
diharapkan yaitu dengan hasil maksimal.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teoritis dan hasil penelitian yang relevan, maka
hipotesis penelitian di rumuskan sebagai berikut: “Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Team Game Tuornament dapat Meningkatkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di MI Dayatussalam Cileungsi Bogor, kelas
IV tahun pelajaran 2013/2014 pada semester genap. Waktu yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan penelitian ini selama dua bulan yaitu bulan April sampai
dengan bulan Juni 2014.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan metode Kualitatif, karena dalam
penelitian ini yang sangat diutamakan adalah mengungkapkan makna, sedangkan
jenis penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research),
penelitian ini dilakukan oleh guru didalam kelas sendiri melalui refleksi diri,
dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
menjadi meningkat.
McNiff , seperti dikutip oleh Suyatno, memandang bahwa PTK sebagai
bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri, hasilnya dapat
digunakan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,
dan pengembangan keahlian mengajar.44 Sedangkan menurut Suharsimi
mengatakan, penelitian tindakan kelas yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama.45 Dengan kata lain penelitian tindakan kelas dapat
diartikan sebagai penelitian yang dikembangkan berdasarkan permasalahan yang
muncul dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar-mengajar di kelas. Penelitian tindakan kelas ini
menggunkan siklus. Siklus meliputi empat tahapan yaitu: perencanaan,
44
Mahmud dan Tedi Priatna, Penelitian Tindakan Kelas, ( Bandung: Tsabita,2008),Cet. II, h. 21
45
pelaksanaan, pengamatan dn refleksi. Apabila keberhasilan belum tercapai maka
proses pembelajaran akan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Siklus akan berhenti
apabila kriteria keberhasilan telah dicapai.
2. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan melalui
gambar berikut:46
Rancangan penelitian yang akan dilaksanakan meliputi 4 tahapan utama
dalam tiap siklusnya, yaitu: tahap perencanaan yang merencanakan semua
persiapan sebelum dilakukan peleksanaan penelitian, kemudian dilanjutkan pada
tahapan pelaksanaan dimana proses penelitian dilaksanakan dengan menerapkan
strategi pembelajaran kooperatif terutama tipe Team Games Tournament (TGT),
kemudian dilakukan pengamatan pada hasil-hasil temuan dari proses pelaksanaan
4646
Ibid., h. 16
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan
Refleksi SIKLUS I
1
2 3
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan
Refleksi SIKLUS I
5
6 7