(Eksperimen di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan)
Oleh: SONY HIDAYAT
105016200559
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa berperan dan bertanggung jawab lebih banyak dalam proses pembelajaran. Siswa dituntut tidak hanya mengembangkan pengetahuannya sendiri tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Pada konsep Termokimia diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Model PBL menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, diantaranya adalah masalah yang diberikan mengenai situasi nyata akan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan melatih kemapuan memecahkan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Problem Based Learning terhadap hasil belajar kimia siswa. penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Metode penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Instrumen penelitian menggunakan tes pilihan ganda sebanyak 20 soal. Teknik analisis data melalui uji normalitas dengan menggunakan Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunanakan Fischer. Analisis data tersebut dilanjutkan dengan uji t, diperoleh thitung sebesar 2,228 dan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,048. karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning memberikan pengaruh yang siginifikan terhadap hasil belajar kimia siswa.
chemistry, education of natural sciences department, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, State of Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. In learning process when student-centered, students be responsibility and more play a part in learning. Students be not just develop their knowledge but solving of problem skill. On thermochemistry concept applied Problem Based Learning (PBL) model’s. PBL model’s have excess more than conventional learning, that is: on process of learning gives the problem in real situation so will motivated them and trained the problem solving skill. This research have purpose to know the model of Problem Based Learning effect toward student’s achievement of chemistry. This research has implemented at state 3 of senior high school South Tangerang. This research method used quasy experiment. Instrument of research is test of multiple choice that is 20 items. Analysis technique of data through normality had used Lilliefors test and homogeneity with Fischer. This analysis continued with t test, resulting of t count is 2,228 and t table at 0,05 of significant level that is 2,048. because that tcount > ttable, so has conclusion that implementing model of Problem Based Learning give significant effect toward student’s achievement of chemistry.
iii
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT tuhan yang Maha pengasih yang kasihNya tidak pernah memilih dan Maha penyayang yang sayangnya tidak pernah berbilang. Atas kasih dan sayangNya pula yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul, " Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Termokimia". Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa rahmat bagi semesta alam. Rasul yang akan memberikan kita syafaat di hari akhir nanti amin.
Penulisan skripsi ini merupakan manifestasi dari sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan bagi penulis, namun hal tersebut sungguh membawa harapan baru bagi penulis agar menjadi yang lebih baik dimasa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang mungkin penulis tidak mampu membalasnya. Sudah sepantasnya pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
3. Bapak Dedi Irwandi M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA.
4. Ibu Etty Sofyatiningrum, M.Ed selaku selaku dosen pembimbing I dan Bapak Tonih Feronika, M.Pd selaku pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta saran selama penulisan skripsi. 5. Bapak Drs. H. Sudjana, M.Pd sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota
iv
Khunaini dan Imam Mubarok Serta Adinda yang cantik Isnaeni Syah yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa serta dukungannya yang tidak ternilai baik moril maupun materil.
8. Sahabat-sahabat angkatan 2005 khususnya Obay, Acep, Tasrifin, Iksan Ana, Arik dan sahabat yang lainnya tidak bisa penulis sebutkan saya ucapkan terima kasih yang selalu memberikan dukungan dan doa.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas do’a dan bantuanya.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang melakukn penelitian yang berkaitan dengan permasalahan karya tulis ini pada masa yang akan datang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Ciputat, Februari 2011
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10
1.Model Problem Based Learning (PBL) a. Definisi PBL ... 10
b. Ciri-ciri PBL ... 12
c. Kelebihan PBL ... 13
d. Langkah-langkah PBL ... 14
2.Hasil Belajar a.Pengertian Belajar ... 18
b.Hakikat Hasil Belajar ... 20
c.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 23
3.Hakikat Pembelajaran Kimia ... 24
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
B.Metode Penelitian ... 40
C.Populasi dan Sampel ... 41
D.Teknik Pengumpulan Data ... 42
1. Variabel Penelitian ... 42
2. Sumber Data ... 42
3. Instrumen Penelitian ... 42
4. Uji Validitas ... 43
5. Uji Reliabilitas ... 44
6. Tingkat Kesukaran ... 45
7. Daya Pembeda ... 45
E.Teknik Analisis Data ... 46
1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 46
2. Pengujian Hipotesis ... 47
F. HipotesisStatistik ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Hasil Belajar a. Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 49
b. Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 50
2. Pengujian Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas ... 51
b. Uji Homogenitas ... 53
3. Pengujian Hipotesis ... 56
vii
DAFTAR PUSTAKA ... 62
viii
Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol Lampiran 3 Perhitungan Uji Validitas Lampiran 4 Perhitungan Tingkat Kesukaran Lampiran 5 Perhitungan Daya Pembeda Lampiran 6 Kisi-kisi Soal Instrumen Lampiran 7 Uji Validitas Instrumen Lampiran 8 Instrumen Penelitian
Lampiran 9 Uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Kontrol Lampiran 10 Uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen Lampiran 11 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kontrol
Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Data Pretest dan Postets Kelas Kontrol Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Data Pretest dan Postets Kelas Eksperimen Lampiran 14 Perhitungan Uji “t”
Lampiran 15 Surat Izin Penelitian
ix
Tabel 2.2 Sintaksis PBL ... 15
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 40
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ... 43
Tabel 4.1 Deskripsi Data Mean Skor Pretest ... 49
Tabel 4.2 Deskripsi Data Mean Skor Postest ... 50
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Skor Pretest ... 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Skor Postest ... 53
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest ... 54
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Skor Posttest ... 55
Tabel 4.7 Uji t Hasil Belajar Siswa Skor Pretest ... 56
[image:10.612.137.540.53.444.2]x
[image:11.612.139.539.52.453.2]
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan tidak mudah dipecahkan kecuali dengan penguasaan dan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM).
Berbicara mengenai kualitas SDM, pendidikan memegang peran yang
sangat penting. Pendidikan secara umum dapat dimengerti sebagai suatu usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak serta ketrampilan yang
diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini senada
dengan undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 tentang
fungsi pendidikan nasional yang menyatakan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab1.
Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk
mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan berpikir,
kecerdasan emosional, berwatak dan keterampilan untuk siap hidup di tengah
masyarakat. Proses dalam pendidikan adalah kejadian berubahnya peserta
didik dari belum terdidik menjadi peserta terdidik.
1
Inherent Dikti, UUD RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diakses di www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, 24/01/2010 Pukul 09.23 WIB
Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia tertuang dalam
Al-quran surat Al-Mujadalah ayat 11:
Æ
ìsùötƒ
ª
!$#
t
⎦⎪Ï%©!$#
(
#θãΖtΒ#u™
ö
Νä3ΖÏΒ
t
⎦⎪Ï%©!$#uρ
(
#θè?ρé&
z
Οù=Ïèø9$#
;
M≈y_u‘yŠ
4
ª
!$#uρ $yϑÎ/ .
t
βθè=yϑ÷ès?
×
Î7yz
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Bahkan dalam Hadits Rasulullah SAW memberikan motivasi kepada umatnya
ﺐ ﻃ
ﺴ
آ
ﻰ
ﺔﻀﻳﺮﻓ
ا
artinya Menuntut Ilmu itu diwajiban bagi setiap orang Islam (Riwayat Ibnu
Majah, Albaihaqi, Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Adi, dari Anas Bin Malik).
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas SDM, maka
pemerintah bersama kalangan swasta berusaha membangunan pendidikan
yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan
kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan
dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Belajar merupakan salah satu kebutuhan vital bagi manusia dalam usaha
mengembangkan diri serta mempertahankan eksistensinya. Belajar adalah
proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi
dalam jangka waktu tertentu dan secara relatif bersifat permanen dan tidak
hanya terjadi pada perilaku yang saat ini tampak tetapi perilaku yang mungkin
terjadi dimasa mendatang.2 Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan
baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi
tuntutan hidup karena kehidupan yang selalu berubah.
2
Bahkan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan dunia yang sangat cepat, UNESCO merumuskan empat pilar
belajar, yaitu pertama, belajar mengetahui (Learning to know) berkenaan
dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Belajar untuk
mengetahui diartikan sebagai cara bagaimana mengembangkan kemampuan
berkonsentrasi, mengingat dan berpikir . Kedua, belajar berkarya (Learning to
do) yakni masa depan ekonomi bergantung pada kemampuan mereka untuk
mengubah pengetahuan menjadi sebuah inovasi yang akan menghasilkan
usaha baru dan pekerjaan-pekerjaan baru. Ketiga, belajar hidup bersama
(Learning to live together) merupakan tuntutan agar kita mampu berinteraksi,
berkomunikasi dan bekerja sama dan hidup bersama dalam berbagai kelompok
etnis, daerah, budaya, ras dan agama. Keempat, belajar berkembang utuh
(Learning to be), pendidikan harus memberikan kontribusi kepada setiap
individu untuk mengembangkan pikiran dan tubuh, kecerdasan, kepekaan
menghargai estetis dan spiritualitas. Belajar berkembang diartikan bahwa
manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan
seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk
mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan
seluruh aspek kepribadiannya3.
Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
peran seorang guru sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia telah dijelaskan No.20 Pasal 40 ayat 2 tahun 2003, tentang
sistem pendidikan nasional yang berbunyi:
Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (2) Mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan, (3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.4
3
UNESCO, The Four Pillars of Education, dapat diakses di http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm, 21/1/2011, 1:10 AM
4
Dari undang undang tersebut jelas bahwa peran seorang guru sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Guru harus mampu melakukan
pembelajaran yang menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan sehingga
mereka dapat menangkap informasi yang diberikan guru dengan baik.
Guru kini tidak lagi hanya sekedar “transfer of knowledge” (mengajarkan
pengetahuan yang dimilikinya saja) tetapi juga harus mampu sebagai pendidik
sekaligus pembimbing dengan memberikan pengarahan (transfer of value)
sehingga siswa dapat lebih aktif dalam kegitan pembelajaran. Sebagaimana
menurut Bobby Deporter bahwa Proses belajar mengajar adalah fenomena
yang kompleks segala sesuatunya berarti. Setiap kata, pikiran tindakan dan
asosiasi serta sejauh mana guru mengubah lingkungan, presentasi dan
rancangan pengajaran5. Oleh karena itu, guru harus memiliki dan mampu
merancang kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Kegiatan
pembelajaran ini diramu berdasarkan berbagai model, metode dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan informasi yang akan disampaikan.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai mata pelajaran yang memberikan
pengalaman belajar cara berpikir dari struktur pengetahuan yang utuh. Ilmu
Pengetahuan Alam menggunakan pendekatan empiris yang sistematis dalam
mencari penjelasan fenomena alam. Prinsip Ilmu Pengetahuan Alam adalah
mencari fakta-fakta, sehingga siswa dapat merespon informasi baru dan dapat
melakukan eksperimen dalam menguji suatu hipotesis. Prinsip itu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa tidak
hanya kemampuan pemahaman saja tetapi juga kemampuan menganalisa dan
mengevaluasi serta sikap ilmiah.
Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata
pelajaran Kimia yang dipelajari di Sekolah Menengah Atas membahas tentang
sifat, struktur materi, komposisi materi, perubahan materi serta energi yang
menyertai perubahan materi dan diperoleh melalui hasil-hasil penelitian dan
penalaran. Belajar kimia adalah belajar tentang segala perubahan yang terjadi
5
di alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang semuanya
menyebabkan manusia dapat mengambil segala manfaat dari perubahan
tersebut. Selain itu dengan belajar kimia siswa dapat menanamkan metode
ilmiah, mampu mengembangkan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan
dan ketelitian kerja. Di dalamnya terdapat berbagai pokok bahasan yang
memiliki kekhasan masing-masing serta konsep-konsep yang harus dipahami.
Pembelajaran kimia dibangun melalui penekanan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa diharapkan menemukan
fakta-fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah. Meskipun begitu, bagi
sebagian siswa kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit karena
didalamnya terdapat konsep-konsep yang abstrak sehingga siswa kurang
mampu untuk memahaminya. Untuk dapat mengkonstruk pengetahuan siswa
dengan baik, maka tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan materi
dikelas saja, akan tetapi seorang guru haruslah dapat merancang pembelajaran
yang efektif, mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan, serta membuat
instrument pembelajaran yang diperlukan.
Pengalaman belajar dan keterampilan proses dapat diperoleh oleh siswa
dengan menyajikan suatu masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Karena pada hakekatnya segala sesuatu yang ada di lingkungan selalu
berhubungan dengan kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu yang abstrak
sehingga jika diajarkan hanya dengan menyampaikan informasi saja akan
menyulitkan siswa untuk memahaminya.
Jika kegiatan pembelajaran kimia dilakukan hanya dengan metode
ceramah saja (teacher centered), maka menyebabkan siswa kurang aktif dalam
proses pembelajaran tersebut sehingga siswa tidak dapat mengembangkan
kemampuan berpikir dan memecahkan masalahnya. Pada akhirnya ketika
siswa dihadapkan pada suatu masalah siswa tidak dapat menyelesaikan
masalah tersebut dengan baik. Keadaan tersebut harus segera diantisipasi
dengan tidak lagi pembelajaran yang berpusat pada guru namun harus
yang mengintegrasikan dengan masalah salah satunya adalah model Problem
Based Learning(PBL). Prinsip dasar yang mendukung konsep PBL adalah
lebih tua dari pada pendidikan formal itu sendiri, pembelajaran dimulai
dengan mengajukan masalah, pertanyaan atau teka-teki kepada siswa untuk
diselesaikan6. Pembelajaran dengan model PBL memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya melalui penyelidikan
suatu masalah yang ada disekitar lingkungannya.
Menurut John Dewey, menyebutkan bahwa Pembelajaran Berdasarkan
Masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah interaksi antara stimulus
dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan7.
Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif
sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari
pemecahannya dengan baik.
Termokimia merupakan salah satu bagian dari ilmu kimia yang
mempelajari tentang perubahan energi serta reaksi kimia yang menyertainya.
Materi didalamnya merupakan materi yang abstrak sehingga pembelajaran
didalamnya tidak hanya sekedar menyampaikan konsep saja tetapi lebih dari
itu guru harus mampu merubah dari sesuatu yang abstrak menjadi konkrit
sehingga mudah dipahami oleh siswa. Agar materi dapat dipahami oleh siswa
maka guru dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa dengan
mengemukakan sesuatu masalah atau fenomena yang ada dan dialami oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya mengapa mulut terasa dingin
ketika makan es krim? Memakan es krim akan menyebabkan mulut terasa
dingin karena mulut yang sehat secara normal dewasa ini suhunya sekitar
37oC sedangkan es krim maksimal suhunya sampai 0oC. bahkan bisa berkisar
-5 sampai -10 jika baru dikeluarkan dari lemari es. Adanya perbedaan suhu
yang sangat jauh, sehingga terjadi perpindahan energi dari mulut ke es krim,
6
Barbara J. Duch, dkk., The Power of problem-Based learning, (Virginia: Stylus Publishing,2001), h.6
7
perpindahan itu juga yang menyebabkan es meleleh. Contoh tersebut
merupakan fenomena yang sering siswa alami sehari-hari.
Pemberian masalah terhadap siswa dalam kegiatan belajar, maka siswa
akan lebih tertarik sehingga dapat merangsang siswa lebih aktif. Karena
didalam pembelajaran siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah
tersebut dengan melakukan investigasi dan penyelidikan.
Diterapkannya metode Pembelajaran Berdasarkan Masalah, dapat
melatih siswa berpikir kritis, menganalisis dan memecahkan masalah
komplek, dapat bekerja secara kooperatif di dalam tim kecil, meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dengan efektif baik verbal maupun tertulis8.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul
“Pengaruh model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)terhadap hasil
belajar kimia siswa pada konsep Termokimia”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Adanya konsep-konsep yang abstrak menjadikan kimia sebagai mata
pelajaran yang sulit bagi siswa
2. Lemahnya peran guru dalam mengaplikasikan model, metode atau strategi
pembelajaran untuk menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran
3. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dan monoton
(pembelajaran konvensional) menyebabkan siswa kurang dapat menguasai
informasi yang diberikan oleh guru sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa
4. Pemahaman siswa terhadap materi tidak dibarengi dengan kemampuan
untuk menginvestigasi dan memecahkan suatu masalah.
8
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa pernyataan yang timbul dalam identifikasi masalah maka
penelitian dibatasi pada:
1. Penelitian ditekankan pada kemampuan kognitif terhadap hasil belajar
kimia siswa
2. Penyajian masalah dalam pembelajaran kimia menggunaan Model
Problem Based Learning (PBL)
3. Penelitian dilakukan pada konsep pembahasan Termokimia
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah
“Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia siswa?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan operasional pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
penerapan model Problem based Learning (PBL) memberikan hasil belajar
yang lebih baik dibandingkan pada pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran kimia.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, untuk menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah,
kemampuan bekerjasama dan berkomunikas sehingga melatih dan
merangsang kreativitas siswa.
2. Untuk memberikan alternatif kepada guru dalam mengajarkan pelajaran
kimia dan mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran sehingga
siswa lebih mudah memahami materi pelajaran serta terciptanya proses
3. Bagi peneliti, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat
memotivasi para peneliti melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
a. Definisi Model Problem Based Learning
Sebelum menjelaskan tentang PBL perlu diketahui dahulu
pengertian tentang model pembelajaran. Menurut soekamto, model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar1.
Sedangkan menurut Arends menyatakan istilah model
pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaks, lingkungan dan sistem pengelolaannya2.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang disajikan oleh
guru dari awal sampai akhir secara sistematis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Model Problem Based Learning (PBL) Menurut John Dewey
dalam trianto merupakan interaksi antara stimulus dan respon,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan3.
Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan
itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman
1 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h. 5
2
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif… , h. 6
3
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovtif… , h. 67
siswa yang diproleh dari lingkungan akan dijadikan sebagai materi
dalam pembelajaran di kelas, sehingga mempermudah mereka
memperoleh pengertian dan tujuan belajarnya. Meminjam pendapat
Bruner bahwa pendekatan terhadap belajar didasarkan pada dua
asumsi, pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaktif, Setiap orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif. Asumsi kedua bahwa orang
mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi
yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh
sebelumnya (model alam)4. Pembelajaran berdasarkan Masalah
merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa
belajar tentang subjek dalam konteks yang kompleks, beragam,
masalah yang nyata. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi
apa yang mereka telah ketahui, apa yang perlu diketahui dan bagaiman
untuk mengakses informasi baru yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah5. Peran guru sebagai fasilitator yang
memberikan rancangan proses pembelajaran, misalnya mengajukan
pertanyaan, menyediakan sumber yang sesuai, memimpin dikelas
serta merncang penilaian siswa.
Menurut Arends, pengajaran berdasarkan masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri6.
Esensi Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan penyuguhan
berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada
siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi
4 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 98 5
Wikipedia, Problem-Based Learning dapat diakses di
http://en.wikipedia.org/wiki/Problem‐based_learning
6
dan penyelidikan.7 Problem based learning dirancang dan
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan
intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan
mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang
disimulasikan dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom.8 Seperti
[image:23.612.148.535.58.433.2]yang diilustrasikan pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Bagan Hasil pembelajaran PBL
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa model
Problem Based Learning merupakan bentuk pembelajaran yang
menekankan pada pengalaman belajar agar siswa dapat mengkonstruk
pengetahuannya sendiri melalui penyajian masalah yang nyata
sehingga mampu belajar secara mandiri.
b. Ciri-ciri Model Problem Based Learning
Ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi:
1) pengajuan pertanyaan- pertanyaan atau masalah, pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar
pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting
dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
7
Arends, Learning to teach (belajar untuk mangajar), terjemahan Helly Prajitno dan Sri Mulyantini (Yogyakarta: Pustaka pelajar . 2008), h. 41
8
Arends, Learning to teach..., h.43 Problem
Based Learning
Keterampilan penyelidikan dan mengatasi masalah
Perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang Keterampilan
2) memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, meskipun PBL
berpusat pada mata pelajaran tertentu (seperti IPA,
Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki
telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya,
siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) penyelidikan autentik, PBL mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
4) Kolaborasi, PBL dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu
dengan yang lainnya, baik berpasangan atau berkelompok
kecil. Bekerjasama memberikan motivasi secara berkelanjutan
terlibat dalam tugas-tugas yang kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.
5) menghasilkan produk dan memamerkannya, PBL menuntut
siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. 9
c. Kelebihan Model Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk mernbantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuannya. Kelebihan penerapan PBL antara lain melatih
ketrampilan berpikir dan ketrampilan mengatasi masalah, meniru
peran orang dewasa dalam menghadapai situasi kehidupan nyata, dan
melatih belajar secara mandiri10.
1) Ketrampilan Berpikir dan mengatasi masalah
9
Trianto, Model-model Pembelajaran…., h.69
10
Menurut Arends Berpikir merupakan sebuah representasi
secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian riil
dan menggunakan representasi simbolis itu untuk menemukan
prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Berpikir
memiliki sifat yang kompleks sehingga tidak dapat diajarkan
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang mengajarkan
ide-ide dan ketrampilan yang lebih konkret karena proses untuk
memikirkan ide-ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk
memikirkan situasi kehidupn nyata.
2) Meniru peran orang dewasa
PBL mendorong siswa untuk observasi dan dialog dengan
pihak lain agar siswa secara gradual mampu melaksanakan
peran yang diobservasi (ilmuwan, guru, dokter seniman dan
lin-lain).
3) Belajar secara mandiri
PBL berusaha membatu siswa untuk menjadi pembelajar
yang independen. Dengan bimbingan guru siswa mengajukan
masalah dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil,
kelak siswa belajr untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.
d. Langkah-langkah Model Problem Based Lerning
Menurut Ibrahim dalam Trianto, pembelajaran berdasarkan
[image:25.612.149.529.57.426.2]masalah terdapat lima tahap utama, meliputi:
Tabel 2.1
Tahap-tahap Problem Based Learning
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi
masalah yang dipilihnya
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individu maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah
Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video, model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya
Tahap 5
Menganalisa dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses yang mereka gunakan. 11
Senada dengan Ibrahim, menurut Arends terdapat 5 sintak PBL
[image:26.612.148.541.55.530.2]seperti yang dijekaskan pada tabel berikut12:
Tabel 2.2 Sintaksis PBL
Fase Perilaku guru
1 Memberikan orientasi
tentang permasalahannya
kepada siswa
Membahas tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan berbagai
kebutuhan logistik penting dan
11
Trianto, Model-model Pembelajaran...., h.71
12
memotivasi siswa untuk terlibat
dalam kegiatan mengatasi masalah
2 Mengorganisasikan siswa
untuk meneliti
Membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas
belajar yang terkait dengan
permasalahan
3 Membantu investigasi
mandiri dan kelompok
Mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen dan
mencari penjelasan dan solusi
4 Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak
dan exhibit
Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat, seperti
laporan, rekaman video dan
model-model dan membantu mereka
untuk menyampaikannya kepada
orang lain
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses
mengatasi masalah
Membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya
dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Dari dua tahap pembelajaran PBL diatas dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan PBL terdapat
lima tahap yaitu sebagai berikut:
1) Mengorientasikan siswa pada masalah yaitu pada awal pelajaran
guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran seperti
ketrampilan penyelidikan dan membantu siswa menjadi
pembelajaran yang mandiri, memunculkan fenomena yang ada
mengandung teka-teki yang memungkinkan siswa untuk bekerja
sama), serta mendorongnya untuk melontarkan pertanyaan dan
mencari informasi.
2) Mengorganisasi siswa untuk meneliti yaitu guru membantu siswa
mendefinisikan masalah yang dipilih, membentuk kelompok kecil
untuk membangun kerja sama di antara siswa dalam
menginvestigasi masalah dan menjelaskan prosedur penyelidikan
harus siswa lakukan.
3) membantu penyelidikan secara individu maupun kelompok yaitu
guru membantu siswa mengumpulkan informasi tentang masalah
tersebut dari berbagai sumber misal di perpustakaan maupun
laboratorium selama mendukung masalah tersebut, siswa diberi
pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah, siswa
diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan menggunkan metode
yang sesuai untuk masalah yang dihadapi serta memberikan
kebebasan kepada siswa dalam mengemukakan ide-ide dan
memberikan bantuan yang dibutuhkannya.
4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya yaitu guru
membantu siswa dalam membuat hasil karyanya seperti laporan,
video atau model yang memperlihatkan situasi yang bermasalah
dan solusi yang diusulkan.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yaitu
guru membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka dan
ketrampilan penyelidikan yang digunakan, membantu
mengevaluasi karya siswa dengan melakukan presentasi untuk
didiskusikan antar siswa maupun kelompok untuk memberikan
penjelasan tentang ketepatan solusi yang siswa dapatkan
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Secara kodrati manusia terlahir sebagai pembelajar. Rasa
keingintahuannya mendorong manusia mengeksplorasi berbagai
pengetahuan. Belajar berasal dari kata ajar yang berarti mencoba (trial)
yaitu kegiatan mencoba sesuatu yang belum atau tidak diketahui13. Suatu
hal penting dalam kegiatan belajar adalah berubah. Berubah dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil
menjadi terampil.
Belajar atau yang disebut juga dengan Learning, adalah perubahan
yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman. Belajar pada manusia merupakan suatu
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan
dan pemahaman, ketrampilan dan sikap14. Belajar membantu manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga mampu bertahan hidup.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Pembelajaran merupakan suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya15. Namun tidak semua
perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran. Perubahan perilaku
sebagai hasil pembelajaran mempunyai cirri-ciri yaitu perubahan yang
disadari (pembelajar sadar bahwa pengetahuannya & ketrampilannya
telah bertambah sehingga lebih percaya diri), perubahan yang bersifat
kontinu (suatu perubahan yang telah terjadi, menyebabkan perubahan
perlaku yang lain), perubahan yang bersifat fungsional (memberikan
manfaat bagi individu yang bersangkutan), perubahanyangbersifatpositif
13 Idris Shaffat, Optimized Learning Strategy, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009), h. 1 14
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT Grasindo, 1999), cet.5, h. 53
15
(perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah dari keadaan
sebelumnya), perubahan yang bersifat aktif (perubahan terjadi dari
aktifitas dan kematangan individu), perubahan yang bersifat permanen
(perubahan tersebut akan kekal didalam diri individu) dan perubahan yang
bertujuan dan terarah (semua aktivitas terarah kepada pencapaian suatu
tujuan tertentu)16.
Pendapat lain dipertegas oleh Cronbach yang dikutip Sumadi
bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam
mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya17.
Gagne menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa
diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi
eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai
hasil belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan
komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama.
Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata
dalam suatu pembelajaran18. Gagne juga dalam bukunya The conditions of
Learning mengemukakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi
stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami
situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Sedangkan
menurut Hilgard dan Bower, belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan
oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan
sesaat seseorang19. Sedangkan menurut James O. Wittaker, belajar dapat
16
Mohamad Surya…, h. 8
17 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada,2005), h.231 18
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif…, h. 12
19
didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman20.
Mulyati Arifin mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar
merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru
dalam kegiatan pendidikan21. Dalam proses kegiatan belajar mengajar
terdapat kegiatan belajar yang dilakukan siswa dan kegiatan mengajar
yang dilakukan oleh guru. Kegiatan ini tidak berlangsung sendiri,
melainkan berlangsung secara bersama-sama pada waktu yang sama
sehingga terjadi adanya interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan
guru.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu akibat dari interaksi
dengan lingkungannya yang menghasilkan ketrampilan sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
b. Hakekat Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan dan
sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal dibidang pendidikan.
Kehadiran hasil belajar dalam kehidupan manusia yang berada di sekolah
ditingkat dan jenis tertentu. Dalam hasil belajar terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa itu sendiri.
Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya
internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang
dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran
berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang
dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran,
biasanya dilakukan oleh suatu institusi atau lembaga baik di dalam
maupun di luar negeri.22
20 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), cet. 5, h. 104 21
Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung: UPI, 2000), h.8
22
Kalau belajar menimbulkan perubahan perilaku, maka hasil belajar
merupakan hasil perubahan perilakunya. Oleh karena itu perubahan
perilaku menunjukan perubahan perilaku kejiwaan dan perilaku kejiwaan
meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik23. Secara eksplisit
ketiga domain ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiga ranah
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Penilaian Aspek Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir
termasuk didalamnya kemampuan memahami, menghafal,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan evaluasi. Menurut
Benyamin S. Bloom, taksonomi untuk domain kognitif adalah metode
untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih
tinggi dari kegiatan mental yang terdiri dari pengetahuan (knowledge)
yaitu kemampuan untuk menghafal, mengingat atau mengulangi
informasi yang pernah diberikan. Kedua, pemahaman
(comprehension) ialah kemampun untuk menginterpretasi atau
mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Ketiga,
aplikasi (application) yaitu kemampun menggunakan informasi, teori
dan aturan pada situasi baru. Keempat, analisis (analysis) ialah
kemampuan menguraikan pemikiran yang kompleks dan mengenai
bagian-bagian serta hubungannya. Kelima, sintesis (synthesis)
merupakan kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna
membentuka pola pemikiran yang baru. Dan keenam, evaluasi
(evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.24
Tujuan dari aspek kognitif ini berorientasi pada kemampuan
berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana
yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
23 Purwanto, Tujuan Pendidikan dan Hasil Belajar: Domain dan Taksonomi, (Jurnal
Teknodik, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan), dapat diakses di http://www.pustekkom.go.id, h. 158
24
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa
ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.
2) Penilaian Aspek Psikomotor
Ryan dalam Mimin Haryati mengungkapkan bahwa penilaian
hasil belajar psikomotor dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu,
pertama melalui pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku
siswa selama proses belajar mengajar(praktek berlangsung). Kedua,
setelah proses belajar berlangsung yaitu dengan cara memberikan tes
kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Ketiga, beberapa waktu setelah belajar selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya. Sedangkan menurut Leighbody, dalam
melakukan penilaian hasil belajar ketrampilan sebaiknya mencakup:
pertama, kemampuan siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerja.
Kedua, kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan
menyusun urutan pekerjaan. Ketiga, kecepatan siswa dalam
mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Keempat, kemampuan
siswa dalam membaca gambar atau simbol. Kelima, keserasian bentuk
yang diharapkan atau ukuran yang telah ditentukan.
3) Penilaian Aspek Afektif
Life skills merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai
hasil proses pembelajaran. Menurut Krathwohl, bila ditelusuri hampir
semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah
afektif menurut Krathwohl ada lima, yaitu receiving (menerima),
responding (tanggapan), valuing (menilai), organization (organisasi)
dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner, inventori dan
pengamatan atau observasi.25
Sedangkan menurut Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasil
belajar merupakan kemampuan internal yang meliputi pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan
memungkinkan orang itu melakukan sesuatu26.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Jika pada umumnya bahwa hasil belajar merupakan sebagai perubahan
tingkah laku, maka besar kecilnya perubahan tersebut akan dipengaruhi
berbagai hal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dikemukakan
oleh Purwanto terdapat dua faktor27, yaitu:
1) Faktor dari dalam, pada bagian ini terdiri dari:
a) Faktor fisiologis meliputi kondisi fisik dan panca indera
Kondisi fisik dan panca indera siswa memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar yang dicapai. Keadaan jasmani yang sehat
dan panca indera yang berfungsi dengan baik memegang peranan
penting dalam proses pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh
pun optimal.
b) Faktor psikologi yang meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi
dan kemampuan kognitif
Selain kondisi fisik dan panca indera, faktor psikologi berupa
minat, bakat, motivasi dan kecerdasan akan memberikan dorongan
terhadap siswa untuk ingin lebih mengetahui dan tertarik dengan
apa yang sedang dipelajarinya, sehingga hal ini dapat
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.
25
Haryati, Model & Teknik Penilaian..., h. 22-38
26
Haryati, Model & Teknik Penilaian..., h. 38
27
2) Faktor dari luar, bagian ini terdiri dari:
a) Faktor lingkungan meliputi alam dan sosial
Keadaan alam dan sosial dilingkungan belajar, misalnya
sekolah berada jauh dari pusat keramaian, waktu belajar (siang atau
malam), cuaca dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.
b) Faktor instrumental meliputi kurikulum atau bahan pelajaran, guru
atau pengajar, sarana dan fasilitas, metode pembelajaran,
administrasi atau manajemen.
Dari pengaruh faktor-faktor tersebut, maka muncul siswa-siswa
yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah atau gagal sama sekali.
Dalam hal ini, seorang guru yang professional diharapkan mampu
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa
yang menunjukan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan
mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.
3. Hakekat Pembelajaran kimia
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang objek
kajiannya jelas dan kasat mata, yang menjelaskan misteri alam yang besar.
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsi-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri dan alam sekitar serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
siswa pampu menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah.
Pendidikannya diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat
membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
Ilmu kimia sebagai bagian dari IPA merupakan ilmu yang
mempelajari tentang materi yang meliputi struktur, sifat, susunan serta
perubahan energi yang menyertai suatu reaksi kimia. Ilmu kimia menjadi
sarana hasrat dan kerinduan terdalam manusia untuk menyelidiki dan
mengetahui materi alam semesta ini. Namun kimia bagi sebagian siswa
merupakan salah satu pelajaran yang sulit. Beberapa siswa merasa tidak
mampu dalam mempelajari kimia. Pelajaran kimia menjadi momok yang
menakutkan karena adanya pandangan yang salah tentang kimia itu
sendiri. Selama ini para siswa menganggap konsep-konsep yang ada dalam
pelajaran kimia sebagai konsep-konsep abstrak yang sulit diaplikasikan ke
dalam kehidupan yang nyata.
Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus
yaitu membekali siswa pengetahuan pemahaman dan sejumlah
kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan
yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
4. Termokimia
Termokimia dapat didefinisikan sebagai bagian ilmu kimia yang
mempelajari dinamika atau perubahan reaksi kimia dengan mengamati
panas/termal nya saja. Salah satu terapan ilmu ini dalam kehidupan
sehari-hari ialah reaksi kimia dalam tubuh kita dimana produksi dari
energi-energi yang dibutuhkan atau dikeluarkan untuk semua tugas yang
kita lakukan. Pembakaran dari bahan bakar seperti minyak dan batu bara
dipakai untuk pembangkit listrik. Bensin yang dibakar dalam mesin
mobil akan menghasilkan kekuatan yang menyebabkan mobil berjalan.
Bila kita mempunyai kompor gas berarti kita membakar gas metan
(komponen utama dari gas alam) yang menghasilkan panas untuk
yang dimakan akan menghasilkan energi yang kita perlukan untuk tubuh
agar berfungsi. Hampir semua reaksi kimia selalu ada energi yang
diambil atau dikeluarkan. Mari kita periksa terjadinya hal ini dan
bagaimana kita mengetahui adanya perubahan energi.28
Pernahkah kamu melarutkan deterjen bubuk sewaktu mencuci
pakaian? Apa yang kamu rasakan pada deterjen? Apakah terasa dingin
atau hangat? Coba bandingkan ketika kamu membuat larutan oralit
(campuran garam dan gula dengan perbandingan tertentu)? Apa yang
kamu rasakan pada bagian luar gelas tempat membuat larutan itu?
Apakah terasa dingin atau hangat? Nah dua fenomena tersebut
merupakan salah satu bentuk perubahan energi.29
a. Perubahan Energi suatu Reaksi Kimia
Energi merupakan konsep yang abstrak sehingga lebih sulit
dipahami daripada zat, karena energi hanya dapat kita rasakan namun
tidak dapat dilihat. Kita hanya dapat mempelajari pengaruh energi
pada suatu objek. Misalnya, mengapa mulut terasa dingin ketika
makan es krim? Memakan es krim akan menyebabkan mulut terasa
dingin karena mulut yang sehat secara normal dewasa ini suhunya
sekitar 37oC sedangkan es krim maksimal suhunya sampai 0oC.
bahkan bisa berkisar -5 sampai -10 jika baru dikeluarkan dari lemari
es. Adanya perbedaan suhu yang sangat jauh, sehingga terjadi
perpindahan energi dari mulut ke es krim, perpindahan itu juga yang
menyebabkan es meleleh.30
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam termokimia yang
menyangkut perpindahan energi yaitu sistem dan lingkungan.
Peristiwa reaksi kimia yang sedang diamati atau dipelajari disebut
28
Ratna Ediati dkk., Kimia Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Jilid I, (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK, 2008), h. 141
29 Das Salirawati, dkk., Belajar Kimia Secara Menarik Untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h. 68
30
sistem. Segala sesuatu diluar sistem disebut lingkungan. Berdasarkan
interaksi dengan lingkungan, sistem dibedakan menjadi tiga macam
yaitu sistem terbuka, sistem tertutup dan sistem terisolasi.
Sistem terbuka adalah suatu sistem yang memungkinkan
terjadinya pertukaran kalor dan materi (zat) antara lingkungan dan
sistem. Sistem tertutup adalah suatu sistem yang memungkinkan
terjadinya pertukaran kalor dan materi antara sistem dan lingkungan.
Sedangkan sistem terisolasi adalah sistem yang tidak memungkinkan
terjadinya pertukaran kalor dan materi antara sistem dan lingkungan.
b. Entalpi dan perubahan Entalpi suatu reaksi
Umumnya reaksi kimia dilangsungkan pada wadah yang terbuka
pada tekanan atmosfer atau pada tekanan tetap. Perubahan kalor pada
tekanan semacam ini disebut perubahan entalpi. Entalpi dilambangkan
dengan H, merupakan jumlah energi yang dimiliki sistem pada
tekanan tetap. Seperti halnya pada energi, entalpi juga termasuk fungsi
keadaan. Entalpi tidak dapat diukur, hanya perubahannya saja yang
dapat diukur.
∆H = Hakhir – Hawal
1. Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Kenapa kita berkeringat? Kita sering kali berkeringat
misalnya setelah berlari dengan cepat, tinggal di daerah yang
beriklim panas atau mungkin selama kita sakit yang menyebabkan
suhu menjadi naik (kita sering mengatakan, kami kepanasan).
Berkeringat adalah salah satu cara yang alami untuk
mendinginkan tubuh. Keringat merupakan larutan garam dan
minyak alami yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah
permukaan kulit. Kelenjar akan menghasilkan campuran tersebut
ketikan tubuh merasa kepanasan. Kadang-kadang lengan yang
kulit terasa dingin itu karena adanya penguapan air dari
keringat.31
Reaksi dimana sistem menyerap kalor dari lingkungan
disebut reaksi endoterm. Karena sistem menyerap kalor maka
kalor yang ada dalam sistem akan bertambah. Tanda reaksi
endoterm adalah ∆H = + (positif).
Sedangkan reaksi kimia dimana sistem melepaskan kalor ke
lingkungan disebut reaksi eksoterm32. Karena sistem melepaskan
kalor kelingkungan, maka kalor dalam sistem akan berkurang.
Tanda reaksi eksoterm adalah ∆H = - (negatif).
2. Persamaan Termokimia
Karena entalpi adalah suatu fungsi keadaan, maka besaran
∆H dari reaksi kimia tidak tergantung dari lintasan yang dijalani pereaksi untuk membentuk hasil reaksi. Untuk melihat pentingnya
pelajaran mengenai panas reaksi ini, kita dapat melihat perubahan
yang sudah dikenal, yaitu penguapan air pada titik didihnya.
31
Paul Monk, Physical Chemistry…,h. 81
32
Robert G. Mortimer, Physical Chemistry: Third Edition, (Kanada: Elsevier, 2008), h. 86 Lingkungan
Lingkungan Sistem
Kita perhatikan perubahan 1 mol cairan air H2O(l) menjadi
1 mol air berupa gas, H2O(g) pada suhu 100OC dan tekanan 1
atm. Proses ini akan menyerap kalor sebanyak 41 kJ, maka ∆H =
+ 41 kJ. Perubahan keseluruhan dapat ditulis dengan persamaan:
H2O(l) → H2O (l) ∆H = + 41 Kj
3. Perubahan Entalpi Molar Standar (∆H)
Harga perubahan entalpi (∆H) selalu dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan sekitar, misalnya suhu dan tekanan.
Sangatlah tidak efisien apabila dalam setiap pengukuran harus
selalu mencantumkan suhu dan tekanan reaksi. Biasanya entalpi
dihitung pada kondisi suhu 25oC (298 K) dan tekanan 1 atmosfer.
Keadaan inilah yang ditetapkan sebagai keadaan standar. Jadi,
entalpi yang diukur pada kondisi standar dinamakan dengan
entalpi standar. Pada umumnya, suatu reaksi kimia mengikut
sertakan jumlah reaktan dan produk reaksi yang biasanya
dinyatakan dengan satuan molar. Oleh karena itu, dikenal pula
entalpi molar standar yaitu perubahan entalpi 1 mol zat yang
diukur pada keadaan standar. Perubahan entalpi suatu reaksi
kimia dapat dihitung dari perubahan entalpi pembentukan reaktan
dan produk.33
a. Entalpi Pembentukan Standar (∆H0f, f = formation)
Entalpi pembentukan standar (∆H0f ) adalah kalor yang dilepaskan atau diserap pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya pada reaksi yang dilakukan pada suhu 298 K dan tekanan 1 atmosfer.
Contoh: H2(g) + ½ O2(g) → H2O (l) ∆H0f = - 285,85 kJ
b. Entalpi Penguraian Standar (∆H0d, d = dissociation)
Entalpi penguraian standar adalah kalor yang dilepaskan atau dibutuhkan untuk menguraikan 1 mol senyawa menjadi unsur-unsurnya pada keadaan standar.
33
Contoh: H2O(l) → H2(g) + ½ O2(g) ∆H0d = + 285, 85 kJ
c. Entalpi Pembakaran Standar (∆H0c, c = combustion)
Entalpi pembakaran standar adalah kalor yang digunakan untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atmosfer. Pembakaran dikatakan sempurna jika:
1. Karbon C terbakar menjadi CO2 2. Hidrogen H terbakar menjadi H2O 3. Belerang S terbakar menjadi SO2 Contoh :
C2H5OH (l)+3O2(g)→2CO2(g)+3H2O(l) ∆H0c = -948, 86 kJ
d. Entalpi yang lain
1) Entalpi Netralisasi Standar
Entalpi Netralisasi Standar adalah kalor yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan 1 mol H3O+ (asam) dengan basa pada kondisi standar.
Contoh:
NaOH (aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
∆H0 = -890,4 kJ/mol 2) Entalpi Peleburan Standar
Entalpi Peleburan Standar adalah kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan 1 mol zat padat menjadi zat cair pada titik leburnya dan tekanan standar.
Contoh: H2O(s) → H2O(l) ∆H0 = +6,01 kJ 3) Entalpi Penguapan Standar
Entalpi Penguapan Standar adalah kalor yang digunakan untuk menguapkan 1 mol zat cair menjadi 1 mol gas pada titik didihnya dan tekanan standar.
Contoh: H2O(l) → H2O(g) ∆H0 = +44,05 kJ 4) Entalpi Pengatoman Standar
Entalpi Pengatoman Standar adalah kalor yang digunakan untuk pembentukan 1 mol atom-atom unsur dalam fase gas pada kondisi standar.34
Contoh: ½ H2(g) → H(g) ∆H0 = +218 kJ
34
c. Penentuan ∆H Reaksi
Harga ∆H reaksi dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Menghitung ∆H reaksi dengan kalorimeter
Kalorimeter merupakan alat untuk mengukur panas reaksi, sedangkan metode atau proses pengukuran kalornya disebut kalorimetri.
Adapun rumus untuk menentukan besarnya kalor reaksi adalah:
q = m . c . ∆t
q = kalor yang diserap atau dikeluarkan (joule) m = massa zat pereaksi (gram)
c = kalor jenis (J g-1K-1)
∆t = perubahan suhu
2. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan data Entalpi Pembentukan Standar
Penyelesaian perhitungan termokimia untuk menentukan
∆H reaksi lebih singkat dikerjakan dengan menggunakan prinsip sebagai berikut: Besarnya perubahan entalpi reaksi sama dengan selisih jumlah perubahan entalpi pembentukan zat hasil reaksi dikurangi jumlah perubahan entalpi pembentukan zat pereaksi, masing-masing dikalikan dengan koefisien dalam persamaan reaksi.
∆Ho = ∑∆Hof (hasil reaksi) - ∑∆Hof (pereaksi)
3. Menghitung ∆H Reaksi menggunakan Hukum Hess
Germain Henri Hess dari Rusia melalui hasil-hasil percobaannya tetang kalor reaksi menyatakan bahwa apabila suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai penjumlahan aljabar dari dua atau lebih reaksi, maka kalor reaksi juga merupakan penjumlahan aljabar dari kalor yang menyertai reaksi-reaksi itu.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga ∆H reaksi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir reaksi dan tidak tergantung jalannya reaksi. Pernyataan inilah yang terkenal sebagai bunyi hukum Hess atau Hukum Penjumlahan Kalor.
• Cara langsung
A → B ∆H1 = x kJ
• Cara tak langsung
a. Melewati C ∆H2 = c kJ A → C
C → B ∆H3 = b kJ b. Melewati P lalu Q ∆H4 = a kJ
A → P
P → Q ∆H5 = p kJ Q → B ∆H6 = q kJ Sehingga berlaku hubungan: x = c + b = a + p + q
atau ∆H1 = ∆H2 + ∆H3 = ∆H4 + ∆H5 + ∆H6 jika digambarkan dalam skema:
Contoh penerapan hukum Hess:
Pada reaksi S menjadi SO3 dapat terjadi secara langsung atau tak langsung melewati SO2, diperoleh data-data sebagai berikut: Cara langsung:
S(s) + 3/2 O2(g) → SO3(g) ∆H = x kJ Cara tak langsung:
S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆H = -296,897 kJ SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g) ∆H = -98,282 kJ Berapa harga x?
Jawab
Jika persamaan reaksi yang diketahui dijumlahkan, maka akan diperoleh persamaan yang ditanyakan. Pada penjumlahan ∆H reaksi yang diketahui ikut dijumlahkan.
S(s) + O2(g) → SO2(g) ∆H = -296,897 kJ SO2(g) + ½ O2(g) → SO3(g) ∆H = -98,282 kJ + S(g) + 3/2 O2(g) → SO3(g) ∆H = -395,179 kJ
A B
B
∆H5
∆H6
∆H4
∆H1
∆H3
4. Menghitung ∆H Reaksi Menggunakan Data Energi Ikatan
a. Pengertian Energi Ikatan
Energi Ikatan adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan kimia dalam 1 mol suatu senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. Contoh:
1 mol gas hidrogen terurai menjadi 2 atom hidrogen H2(g) + → H(g) + H(g) ∆H = 436 kJ
Didalam 1 mol gas H2, terdapat suatu ikatan kovalen antara H – H. Pada proses penguraian H2 menjadi 2 atom H dalam fase gas, ikatan itu akan terputus. Molekul tersebut akan terurai menjadi atom-atomnya. Untuk memutuskan ikatan antara H – H dalam H2 diperlukan energi. Energi itulah yang dinamakan dengan energi ikatan.
Energi Atomisasi adalah energi yang diperlukan untuk memecahkan molekul kompleks dalam 1 mol senyawa dalam fase gas pada keadaan standar menjadi atom-atom gasnya. b. Energi Ikatan untuk Menghitung ∆H Reaksi
Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalui disertai perubahan energi. Energi ikatan rata-rata suatu senyawa dapat ditentukan dengan pertolongan perubahan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Adapun rumus perhitungan dengan cara ini adalah: ∆Hreaksi = ∑ E Ikatan di kiri - ∑ E Ikatan di kanan Contoh:
Reaksi antara gas klorin dengan gas hidrogen membentuk gas hidrogen klorida digambarkan sebagai berikut:
H2 Cl2
Pemutusan ikatan
Pembentukan ikatan
Berdasarkan uraian diatas, ∆H pembentukan HCl dari unsur-unsurnya dapat dihitung:
H2(g) + Cl2(g) → 2 HCl(g) H – H + Cl – Cl → 2 H – Cl
∆Hreaksi = ∑ E pemutusan Ikt -∑ E pembentukan Ikt = {(H – H) + (Cl – Cl)} – {2 x (H – Cl)} = (436 kJ + 242 kJ) – (2 x 431 kJ) = (678 kJ – 862 kJ)
= -184 kJ
Ternyata ∆H bertanda (-), berarti ikatan dalam produk lebih
kuat dari pada ikatan dalam pereaksi.35
5. Hasil Penelitian Relevan
Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, penerapan
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah memberikan hasil positif bagi
kemungkinan penggunaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem Based Learning).
Seperti yang dilakukan oleh Nabila Syafi’I dengan judul “ pengaruh
metode Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Kimia
pada Pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai”. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen (79,87) lebih tinggi
dari pada nilai rata-rata kelas kontrol (67,77). Hal ini diperkuat dengan
pada saat uji t dimana diperoleh thitung (4,573) lebih besar dari pada ttabel
(2,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan metode PBL
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia36.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Muchamad Afcariono dengan
judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi” menunjukkan
hal positif. Bahwa penerapan Model Pembelajaran Berbasiswa Masalah
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa X-A SMA Negeri 1
35
Das Salirawati, Belajar Kimia Secara Menarik…, h. 85-100
36
Ngantang. Hal tersebut terlihat dari adanya perubahan pada pola pikir
siswa berdasarkan tingkatan kognitif. Kemampuan bertanya dan
menjawab siswa meningkat dari kemampuan berpikir tingkat rendah
(pengetahuan, pemahaman dan aplikasi) menjadi berpikir tingkat tinggi
(analisis sintesis dan evaluasi) 37.
Begitu juga yang dilakukan oleh Heni Purwati penelitiannya yang
berjudul “Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada
Materi Pokok Aljabar Dan Aritmatika Sosial Pada Siswa Kelas VII SMP
7 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktivitas siswa
selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
berdasarkan masalah terus mengalami peningkatan, kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran terus meningkat dan perubahan sikap
siswa terhadap pembelajaran juga terus meningkat. Selain itu juga
mampu menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam bekerja sama
dan memecahkan masalah.38
Adapun penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Eko Purwantoro
dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Pokok Bahasan
Persamaan Garis Lurus Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas
II-C SMP Negeri 22 Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa
rata-rata skor kreativitas siswa pada siklus satu adalah 2,67 dan pada
siklus kedua adalah 2,76. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah mampu
meningkatkan kreativitas siswa39
37
Mochamad Afcariono, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi, Jurnal Pendidikan Inovatif Vol. 3 2008, dapat diakses di http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-muchamad-afcariono.pdf
38
Heni Purwati, Keefektifan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Pokok Aljabar dan Aritmatika Sosial pada siswa SMP Kleas VII Semarang, ( Semarang: FMIPA UNES. 2006), h. 8-11
39
B. Kerangka Pikir
Belajar merupakan proses kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah
belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan
tingkah laku yang diharapkan dari belajar itu disebut hasil belajar.
Salah satu komponen penting dalam proses belajar mengajar di kelas
untuk mencapai tujuan pembelajaran ada pada cara guru menyampaikan
materi. Karena itu guru dituntut kreatifitasnya untuk dapat menciptakan
suasana pembelajaran di kelas y