ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG TERHADAP
PENDAPATAN DAN EFISIENSI PEMASARAN USAHA
SAPI POTONG DI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
ACHMAD SYAHDANI 100306011
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG TERHADAP
PENDAPATAN DAN EFISIENSI PEMASARAN USAHA
SAPI POTONG DI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Oleh:
ACHMAD SYAHDANI 100306011
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapatmemperoleh gelar sarjanadi Fakultas Pertanian
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Judul Skripsi : Analisis Usaha Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan dan Efisiensi Pemasaran Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat Nama : Achmad Syahdani
NIM : 100306011
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
ACHMAD SYAHDANI: “Analisis Usaha Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat”, dibimbing oleh HASNUDI dan NEVI DIANA HANAFI
Peternakan sapi potong merupakan usaha masyarakat di Kabupaten Langkat. Peternak sapi potong memiliki profil yang tidak sama dengan yang lainnya. Profil peternak terbagi atas umur, tingkat pendidikan, pengalaman dan umlah tanggungan keluarga. Sosial ekonomi peternak meliputi skala usaha dan biaya produksi. Untuk mengetahui pengaruh profil terhadap pendapatan peternak sapi potong dan Sosial ekonomi maka perlu dilakukan survey di Kabupaten Langkat. Penelitian ini di laksanakan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara mulai bulan Juli sampai dengan September 2014. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Sampel diperoleh melalui metode Proportional Stratified Random Samplingdan diperoleh 219 orang peternak, yaitu kecamatan Batang Serangan berjumlah 111 responden, kecamatan Besitang berjumlah 69 responden, dan kecamatan Sirapit berjumlah 369 responden. Efisiensi pemasaran didapat melalui metode wawancara terhadap petani, pengempul, pedagang besar, pedagang kecil dan konsumen akhir mengenai harga jual sapi potong di masing-masing pelaku tersebut.
Hasil menunjukkan bahwa skala usaha berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha ternak sapi potong, sedangkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga dan biaya produksi tidak berpengaruh nyata. Jalur pemasaran di Kabupaten Langkat dapat diakatan efisien karena tingkat efisiensi sebesar 11,39% karena masih dibawah 30%
ABSTRACT
ACHMAD SYAHDANI: "Analysis Profile Breeders and Cattle Cut to the Income and Business Marketing Efficiency of Beef Cattle in Langkat", guided by HASNUDI and Nevi DIANA HANAFI
Breeding beef cattle is a sideline majority of people in Langkat. Beef cattle breeder has a profile that is not the same as others. Profile breeders divided into age, level of education, experience and otal dependents. Socioeconomic breeders include scale and cost of production. To determine the effect of the income profile of beef cattle farmers is necessary to do a survey in Langkat. This study was carried on in Langkat North Sumatra province from July to September 2014. This study used a survey method to maintain the family unit respondents cattle. Samples were obtained through the method of proportional stratified random Samplingdan obtained 219 farmers, namely Batang Serangan subdistrict totaled 111 respondents, sub Besitang amounted to 69 respondents, and sub Sirapit amounted to 369 respondents. Marketing efficiency obtained through interviews to farmers, pengempul, wholesalers, small traders and end customers regarding the sale price of beef cattle in each of these actors.
he results showed that the scale and level of the income side of beef cattle business, while age, education level and number of dependents of experience raising a family is not significant. Marketing channels in Langkat can diakatan efficient because an efficiency of 19.9% as it is still below 30%
RIWAYAT HIDUP
Penulisdilahirkan di Stabat pada tanggal 24 Mei 1992 dari bapak Suliadi dan ibu
sumiati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Secanggang pada tahun 2010 dan pada
tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Program Studi Peternakan melalui pemandu minat dan prestasi (PMP).
Selama mengikuti perkuliahan,penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Muslim
Peternakan (HIMMIP). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Ternak Sapi
Potong terhadap Pendapatan dan Efisiensi Pemasaran Usaha Ternak Sapi Potong
di Kabupaten Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik
penulis selama ini. Penulis menyampaikanucapan terima kasih kepadaProf. Dr. Ir.
Hasnudi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt,
M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan berbagai arahan dan masukkan berharga kepada penulis.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Peternakan, serta semua rekan
mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
DAFTAR ISI
Identifikasi Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Geografi Kabupaten Langkat ... 5
Ternak Sapi Potong ... 6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 8
Umur Peternak ... 9
Tingkat Pendidikan ... 9
Pengalaman Beternak ... 10
Jumlah Tanggungan Keluarga... 11
Skala Usaha ... 12
Biaya Produksi ... 12
Usaha Peternakan Rakyat ... 13
Pendapatan ... 14
penerimaan ... 15
Efisiensi Pemasaran ... 16
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
Metode Analisis Efisiensi Pemasaran ... 20
Pengumpulan data ... 19
Analisis Data ... 19
Definisi Operasional ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Letak dan Geografis Kabupaten Langkat ... 24
Analisis Efisiensi Pemasaran ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 40 Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Langkat 6
2. Karakteristik responden di daerah penelitian 25
3. Skala usaha 26
4. Tingkat pendidikan 26
5. Umur peternak 27
6. Pengalaman beternak 28
7. Jumlah tanggungan keluarga 29
8. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga variabel 30
9. Analisis regresi linear berganda pengaruh skala usaha, umur peternak tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan jumlah
tanggungan keluarga terhadap pendapatan peternak sapi potong 31
10. Margin Pemasaran daging sapi 37
11. Biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima oleh lembaga
pemasaran pada masing-masing saluran 38
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Karakteristik Sosial Responden 44
2. Karakteristik Ekonomi Responden 49
3. Pengolahan Data 54
4. Kuisioner 55
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi potong merupakan jenis ternak yang mempunyai nilai jual tinggi
diantara ternak lainnya. Pada umumnya masyarakat membutuhkan hewan ini
untuk dikonsumsi, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Laju pertambahan
penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan daging yang juga
meningkat, oleh karena itu usaha sapi potong merupakan salah satu usaha yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah produksi daging masih
rendah, antara lain populasi dan produksi sapi yang rendah. Hal yang tampak di
Sumatera Utara ada beberapa daerah yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi
ada yang sangat jarang atau terbatas penyebaran populasi ternak sapi potong.
Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi besarnya penghasilan atau pendapatan
masyarakat pada daerah tersebut sehingga timbul perbedaan dalam segi ekonomi.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak sapi di Provinsi Sumatera Utara yang berpotensi untuk dikembangkan
dalam memenuhi kebutuhan daging dengan melihat pertambahan populasi ternak
yang tiap tahunnya bertambah. Dari data Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Langkat Dalam Angka pada tahun 2013 populasi sapi potong
mencapai 152.115 ekor.
Luas lahan yang mencukupi, ketersediaan hijauan berlimpah, serta
pemanfatan limbah perkebunan yang sangat mendukung merupakan suatu peluang
untuk pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Langkat ini. Namun,
tetapi faktor sosial peternak (umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman
beternak, jumlah tanggungan keluarga) juga turut adil dalam peningkatan jumlah
ternak dan faktor ekonomi peternak meliputi skala usaha dan biaya produksi.
Permasalahan yang umum terjadi yaitu peternak sebagai pengelola suatu
peternakan memiliki peran ekonomi yang relatif terbatas.
Berkenaan dengan usaha sapi potong di Indonesia, yang menyangkut jalur
pemasaran belum banyak diatur oleh pemerintah. Indikasi kearah itu, pemerintah
belum sepenuhnya menyediakan infrastruktur dan saran yang baik dibidang
pemasaran. Infrastruktur dan sarana yang baik tentunya akan menunjang
perkembangan dan kemajuan dalam pemasaran sapi potong. Upaya pemasaran
lebih banyak dikuasai oleh blantik (agen), pedagang pengempul dan jagal.
Masing-masing pelaku dalam jalur pemasaran mempunyai peran dan fungsi
tersendiri dalam proses pemasaran yaitu untuk memudahkan pemindahan suatu
produk itu bergerak dari produsen sampai berada ditangan konsumen.
Efisiensi pemasaran ditentukan oleh perbedaan harga di tingkat konsumen
dengan peternak. Suatu jalur pemasaran dapat dikatakan efisien bila selisih harga
antara peternak dan konsumen lebih kecil dari 30% (Gray et al., 1996). Jalur pemasaran yang tidak efisien disebabkan oleh relatif panjang jalur pemasaran
yang menyebabkan kerugian baik bagi peternak maupun konsumen. Konsumen
terbebani dengan beban biaya pemasaran yang besar untuk membayar dengan
harga yang tinggi, sedangkan bagi peternak perolehan pendapatan menjadi lebih
rendah karena harga penjualan yang diterima jauh lebih rendah. Dalam
menciptakan sistem pemasaran yang efisien serta menguntungkan baik peternak
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong dan juga
meneliti jalur pemasaran yang berpengaruh terhadap efisiensi pemasaran sapi
potong di Kabupaten Langkat.
Identifikasi Masalah
Usaha ternak sapi potong dalam bentuk usahatani merupakan salah satu
usaha yang dikelola oleh petani/peternak dengan peran ekonomi yang relatif
terbatas. Usaha tenak sapi potong merupakan salah satu jenis usaha yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat di Kabupaten Langkat. Usaha peternakan ini
ada yang dijadikan sebagai pekerjaan utama, ada juga yang dijadikan sebagai
pekerjaan sampingan. Pemasaran ternak sapi potong di Kabupaten Langkat masih
tergolong panjang dalam penyaluran ternak sapi potong. Butuh proses untuk
memperpendek jalur pemasaran.
Permasalahan umum yang perlu diketahui berkaitan dengan hal-hal
penting yang menyangkut segi ekonomi peternak sapi potong di Kabupaten
Langkat. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan biaya produksi terhadap
pendapatan peternak sapi potong di Kabupaten Langkat?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman
beternak, jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan biaya produksi
terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kabupaten Langkat.
2. Menganalisis harga jual ternak dari jalur peternak hingga konsumen akhir
terhadap efisiensi pemasaran sapi potong di Kabupaten Langkat.
Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara umur peternak, tingkat pendidikan, lama beternak,
jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan biaya produksi terhadap
pendapatan peternak sapi potong. Semakin tinggi umur peternak, tingkat
pendidikan, lama beternak, jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan
biaya produksi maka dapat meningkatkan pendapatan usaha ternak sapi
potong.
2. Ada pengaruh positif antara jalur dan harga pemasaran ternak dari
petani/peternak sampai ke konsumen akhir terhadap efisiensi pemasaran
ternak sapi potong. Semakin kecil margin pemasaran maka semakin
efisien pemasaran ternak sapi potong.
Kegunaan Penelitian
Menjadi acuan bagi peternak sapi potong dalam melakukan pemeliharaan
ternak sapi potong guna meningkatkan pendapatannya, bagi instansi yang terkait
khususnya dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak sapi
potong di wilayah yang bersangkutan atau di daerah lain dan menjadi sumber
TINJAUAN PUSTAKA
Geografi Kabupaten Langkat
Secara geografis letak Kabupaten Langkat berada diantara 03014’00’’ dan
04013’00’’ lintang utara, serta 93051’00’’ Bujur Timur dengan luas 6.272 km2.
Stabat adalah ibukota Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat terketak di sebelah
Utara berbatas dengan Selat Malaka dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,
sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang, sebelah Selatan berbatas
dengan Dati II Karo dan sebelah Barat berbatas dengan provinsi Nangroe Aceh
Darussalam (Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2014)
Ternak ruminansia yang dipelihara petani dapat berfungsi ganda yaitu
sebagai penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman pada
saat kekurangan pangan (paceklik) disamping berfungsi sebagai ternak kerja.
Menurut Najib et al. (1997), ternak sapi mempunyai peran yang cukup penting bagi petani sebagai penghasil pupuk kandang, tenaga pengolah lahan, pemanfaat
limbah pertanian dan sebagai sumber pendapatan.
Ternak sapi sebagai ternak ruminansia besar lebih digemari oleh petani
karena mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dari ternak ruminansia besar
lainnya, dimana daging dan kulit sapi mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari
pada kulit kerbau, sapi lebih tahan bekerja diterik matahari dari pada kerbau
(Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
ternak sapi potong dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan
dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi ini masih merupakan bagian kecil dari seluruh
usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini dapat
terjadi banyak kelemahan, diantaranya adalah sebagai produsen perangan pasti
tidak dapat memanfaatkan sumber daya bahan produksi yang tinggi seperti pada
sektor usaha besar dan modern (Tafal, 1981).
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Langkat
No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Langkat Dalam Angka (2013)
Ternak Sapi Potong
terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang
menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan
peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal
apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan
baik (Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole
sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak
begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol
bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala
tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh
padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan
140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang
baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.
Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif
kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota
badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket
sapi tertentu yang besar dengan kulit yang berbulu sangat pendek (Lawrie, 1995).
Karakteristik sapi dari tipe potong adalah: bentuk tubuh padat, dalam,
lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging, sela garis tubuh lurus
rata, kepala pendek dan lebar. Leher tebal, bahu berisi, punggung dan pinggang
seperti segi empat panjang, pertumbuhan tulang, daging dan lemak badan tampak
baik (Idris et al., 1991).
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita
sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam
skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian
kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala
kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen
perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang
tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik
dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya
akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar
(Tafal, 1981).
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan
adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan
lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun
hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik
tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging
Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak,
umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.
Beberapa profil peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan
peternak yaitu:
1. Umur
Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa
keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi
terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).
Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.
Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya.
Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan
berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).
Soekartawi (2002), menyatakan bahwa para petani yang berusia lanjut
biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian
yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani bersikap
apatis terhadap adanya teknologi terbaru.
Variabel umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi
potong, karena disebabkan karena kriteria umur peternak tidak mendorong
peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat. Faktor umur biasaya lebih diidentikkan dengan produktivitas
kerja dan jika seseorang masih tergolong usia produktif ada kecendrungan
2. Tingkat Pendidikan
Menurut Wiryono (1997), menyatakan bahwa model pendidikan yang
digambarkan dalam pendidikan petani bukan pendidikan formal yang acap kali
mengasingkan pertanian dan realitas. Pendidikan petani yang dikembangkan
adalah pendidikan yang memungkinkan tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang
lain, pekerjaan dan dengan dirinya sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling
memberi dan menerima, berbicara dan mendengarkan). Model pendidikan ini
mempunyai ideal yang mengarah pada suatu sasaran agar petani mempunyai
mentalitas yang baik yang disertai dengan penguasaan manajemen dasar serta
memiliki keahlian dalam praktek bertani, yang akhirnya membawa petani untuk
memperoleh produksi yang optimal. Produksi yang optimal tentu merupakan
suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan.
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan
kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).
Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka
terhadap inovasi dan teknologi baru.
3. Pengalaman Beternak
Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut
dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya
yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan
peternakan di daerah tersebut (Abidin danSimanjuntak, 1997).
Umumnya pengalaman berternak diperoleh dari orangtuanya secara
turun-temurun. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi
bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan
ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Namun dilapangan tidak
diperoleh pengaruh seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak
peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengolah
usulan tersebut dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama dengan sewaktu
mereka mengawali usahanya sampai sekarang (Siregar, 2009).
Menurut Fauzia dan Tampubolon (1991), bahwa pengalaman seseorang
dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam
melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu
aktif secara mandiri megusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan
penelitian.
4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin
besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Besarnya jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha tani. Keluarga
yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin sempitnya dengan
pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara kebutuhan akan diproduksi
termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).
Ada beberapa karakteristik sosial ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap
1. Skala Usaha
Pendapatan yang tinggi dapat diperoleh dengan skala usaha yang besar dan
didukung oleh pengoperasian usaha yang efisien. Masalah yang berhubungan
dengan minimalisasi biaya salah satunya adalah skala usaha ternak, dimana
peternak harus memutuskan tentang besar dan volume usaha untuk ternaknya.
Peternak perlu mempertimbangkan besar dan volume usaha untuk memperoleh
skala usaha yang ekonomis (Noegroho et al,. 1991).
Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat
dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri
sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih
yang diperoleh.
2. Biaya Produksi (Pengeluaran)
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan,
yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk
menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1998).
Menurut Prawirokusumo (1990), ada beberapa biaya produksi diantaranya
adalah biaya tetap dan biaya variabel. Yang termsuk biaya tetap dalam usaha
peternakan antara lain: depresiasi, bunga modal, pajak, asuransi dan reprasi rutin.
Sedangkan yang termsuk dalam biaya variabel adalah: biaya pakan, biaya
kesehatan, pembelian ternak, upah tenaga kerja, obat-obatan, bahan bakar dan
lain-lainnya.
Widjaja (1999), menyatakan bahwa berdasarkan volume kegiatan, biaya
biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada
volume kegiatan tertentu.
Usaha Peternakan Rakyat
Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit,
permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang
dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha
kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu
produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka
terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla danIsmail, 1988).
Didalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi
satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat
meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha
pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).
Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang
mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.
Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak
resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994).
Pendapatan
Gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat
lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk
bibit, pakan dan kandang, lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan
yang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Analisis usaha ternak sapi pendekatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan
berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik
tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat
digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha
atau memperbesar skala usaha. Hermanto (1996) menyatakan bahwa analisis
usaha utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu: (1) cash flow (arus biaya dan penerimaan), (2) neraca (balance sheet), (3) pertelaan pendapatan (income statement).
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menetukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila
pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.
Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).
Beberapa faktor produksi yang perlu diperhatikan dan diperkiraan
berpengaruh terhadap pendapatan dalam sapi jantan adalah jumlah pemilikan sapi,
lama pemeliharaan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan tenaga kerja. Identifikasi
faktor-faktor produksi dengan pemeliharaan dan biaya pakan berpengaruh negatif
terhadap pendapatan petani peternak. Artinya, peningkatan lama pemeliharaan
proyeksi produksi lebih banyak ditentukan oleh jumlah pemilikan ternak. Jumlah
pemilikan sapi di peternak sulit ditingkatkan karena keterbatasan kemampuan
modal yang dimiliki peternak. Perawatan sapi yang baik melalui peningkatan
pelayanan obat-obatan dan waktu untuk merawat api juga berpengaruh terhadap
meningkatnya pendapatan (Gunawan et al., 1998).
Penerimaan
Menurut Hadisapoetra (1973), untuk memperhitungkan biaya dan
pendapatan dalam usahatani diperlukan beberapa pengertian. Pendapatan kotor
atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama
satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan dan penaksiran kembali (Rp.).
Penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga peroleh
satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedagnkan harga adalah
harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani (Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Noegroho et al. (1991), menyatakan bahwa pendapatan usaha ternak menggambarkan imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal yang diinvestasikan kedalam
usaha tersebut. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan
kantor dan pengeluaran total tanpa memperhitungkan tenaga kerja keluarga
petani, buna modal sendiri dan pinjaman. Analisis pendapatan dapat memberikan
bantuan untuk mengukur keberhasilan usaha dan dapat digunakan untuk
Efesiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara kegunaan pemasaran
dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran
efisiensi pemasran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima konsumen
dan kompetensi pasar (Daniel, 2002).
Sistem pemasaran akan efisien apabila dapat memberikan suatu balas jasa
yang seimbang kepada semua pelaku pemasaran yang terlibat yaitu peternak
sebagai produsen, pedagang sebagai perantara dan konsumen akhir
(Azzaino,1981). Efisiensi pemasaran didefinisikan sebagai optimasi dari nisbah
antara output dengan input. Suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya input
dalam melakukan kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari
output, yang dapat berupa barang dan jasa, menunjukkan suatu perbaikan dari
tingkat efisiensi pemasaran (Feed, 1972).
Suatu usaha peternakan adalah proses produksi sehingga rendahnya
tingkat pendapatan peternak mungkin disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor
produksi yang tidak efisien. Ini merupakan ukuran dalam mencapai produksi
tertentu dibandingkan dengan faktor produksi atau biaya minimum. Efisiensi
merupakan ukuran dalam mencapai produksi yang didapat dari suatu kesatuan
biaya, kemudian ratio input-output yang juga dapat dijadikan dasar dalam
menentukan nilai efesiensi. Menurut Gray et al., (1996) dalam mengukur efisiensi usaha perlu diukur juga tingkat efesiensi pemasaran hasil baik dilakukan
oleh petani atau oleh pihak lain. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa dalam
memproduksi komoditas pertanian faktor pemasaran merupakan faktor yang tidak
Menurut Downey dan Erikson (2002), bahwa suatu sistem pemasaran
dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu : 1. Mampu menyampaikan
hasil-hasil produsen sampai ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya. 2.
Mampu mengadakan pembagian dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen
akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan
Besitang dan Kecamatan Sirapit di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara
mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2014.
Penentuan Responden Penelitian
Responden terdiri dari para peternak sapi di Kecamatan Batang Serangan,
Kecamatan Besitang dan Kecamatan Sirapit di Kabupaten Langkat. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode survei dan wawancara yaitu
pengumpulan informasi dari responden dengan alat bantu kuisioner. Metode
penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut :
I. Pada tahap pertama pemilihan 3 kecamatan yaitu Kecamatan Batang
Serangan, Kecamatan Besitang dan Kecamatan Sirapit. Disetiap kecamatan
tersebut diambil beberapa desa dengan metode penarikan responden secara
Proportional Stratified Random Sampling. Wirartha (2006), yaitu desa yang kepadatan ternak sapinya tinggi, sedang dan jarang tersebut ditentukan
dengan melihat data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat dalam
angka 2013 dipilih 3 desa setiap 3 kecamatan yaitu,
1. Kecamatan Batang Serangan yang memiliki kepadatan ternak
sapinya tinggi (Desa Paluh Pakis BBS), sedang (Desa Sei Bamban),
2. Kecamatan Besitang yang memiliki kepadatan ternak sapinya tinggi
(Desa Halaban), sedang (Desa Bukit Selamat), jarang (Desa
Kampung Lama)
3. Kecamatan Sirapit yang memiliki kepadatan ternak sapinya tinggi
(Desa Siderejo), sedang (Desa Suka Pulung), jarang (Desa
Sebertung)
II. Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak sederhana, diambil
masing-masing 30% dari seluruh peternak dari setiap desa sampel. Wirartha
(2006), menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data
statistik ukuran sampel paling kecil 30 % sudah dapat mewakili populasi.
Dari masing-masing desa diperoleh jumlah peternak yang menjadi sample
sebanyak :
- Desa Paluh Pakih BBS 150 peternak, maka jumlah sampel 45 peternak
- Desa Sei Bamban 130 peternak, maka jumlah sampel 39 peternak
- Desa Batang Serangan 90 peternak, maka jumlah sampel 27 peternak
- Desa Halaban 100 peternak, maka jumlah sampel 30 peternak
- Desa Bukit Selamat 80 peternak, maka jumlah sampel 24 peternak
- Desa Kampung Lama 50 peternak, maka jumlah sampel 15 peternak
- Desa Siderejo 63 peternak, maka jumlah sampel 19 peternak
- Desa Suka Pulung 46 peternak, maka jumlah sampel 14 peternak
Metode Analisis Efesiensi Pemasaran
Metode responden yang digunakan adalah metode survei dengan unit
responden adalah pelaku pemasaran ternak sapi potong yaitu peternak,
pengumpul, rumah potong hewan, pedagang pasar dan konsumen akhir.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder.
1. Data primer diperoleh dari monitoring terhadap kegiatan usaha ternak sapi
potong melalui wawancara dan pengisian daftar kuisioner.
2. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan Pusat
Statistik Kabupaten Langkat dan kantor kepala desa.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan diolah dan ditabulasi
kemudian dibuat rataannya. Kemudian data rataan dimasukkan kedalam neraca
keuangan masing-masing peternak dan diambil rataan pendapatan peternak.
Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis
pendapatan dan analisis regresi linear berganda dengan rumus sebagai berikut:
1. Analisis Pendapatan
Pd = TR – TC
Dimana:
Pd :Total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh usaha peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TR :Adalah total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
(
1
)
/
(
1
)
Jumlah pendapatan ditabulasi secara sederhana, yaitu dengan menghitung
pendapatan peternak pada usaha beternak sapi potong terhadap pendapatan
keluarga di daerah penelitian.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model
Pendekatan Teknik Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda [alat bantu Software Statistical Package for Sosial Sciences(SPSS 18)].
Menurut Djalal dan Usman (2002), model pendugaan yang digunakan:
Keterangan:
Ŷ : Pendapatan peternak (Ŷ : topi) yang dipengaruhi berbagai faktor : dalam memelihara ternak sapi potong (rupiah)
a : Koefisien intercept (konstanta) b1 b2 b3b4 b5 : Koefisien regresi
X1 : Umur peternak (tahun)
X2 : Tingkat pendidikan (tahun)
X3 : Pengalaman beternak (tahun)
X4 : Jumlah tanggungan keluarga (jiwa)
X5 : Skala Usaha (ekor)
X6 : Biaya Produksi (Rp.)
µ : Variabel lain yang tidak diteliti
Variabel-variabel pada hipotesis diuji secara serempak dan parsial untuk
mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak.
Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F yakni :
Keterangan :
r2 = Koefisien determinasi n = Jumlah responden k = Derajat bebas pembilang n-k-1 = Derajat bebas penyebut
Kriteria uji:
F-hit ≤ F-tabel... H0 diterima (H1 ditolak)
F-hit > F-tabel... H0 ditolak (H1 diterima)
Menurut Sudjana (2002), jika variabel berpengaruh secara parsial dapat diuji
dengan uji t yakni :
Keterangan:
b = Parameter (i = 1,2,3) n-k-1 = Derajat bebas
S2bi = Standart error parameter b
S2y123 = Standart error estimates
Xi = Variabel bebas (i = 1,2,3)
Kriteria uji:
t-hit < t-tabel... H0 diterima (H1 ditolak)
t-hit > t-tabel... H0 ditolak (H1 diterima)
Kriteria pengambilan keputusan :
t-tabel = (α ; db)
koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
b. t- hitung ≤ t tabel (taraf signifikan α > 0,05) : H0 diterima, berarti
koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh tidak nyata
2. Efisiensi Pemasaran
Untuk mengetahui efisiensi pemasaran pada pemasaran ternak sapi potong
digunakan rumus:
BP
EP = X 100% NP
keterangan :
EP = Efisiensi Pemasaran
HP = Total Biaya Pemasaran
NP = Total Nilai Produk
Definisi Operasional
1. Peternak sapi potong adalah individu atau badan usaha yang mengusahakan
sapi dari mulai anakan hingga dapat produksi.
2. Umur peternak adalah umur peternak yang memelihara ternak sapi.
3. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan formal yang ditempuh
peternak (tahun).
4. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak memelihara ternak sapi dan
pernah mengikuti pelatihan/kursus (tahun).
5. Penerimaan adalah jumlah yang diterima peternak yang berasal dari penjualan
ternak maupun kotoran ternak (Rp).
6. Pengeluaran adalah semua biaya yang dikeluarkan peternak meliputi bibit,
biaya pakan, obat-obatan dan lain sebagainya.Pendapatan adalah selisih
penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak sapi potong
7. Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara kegunaan pemasaran dengan
biaya pemasaran.
8. Pengumpul adalah sekelompok pedagang yang kegiatannya membeli
produksi dari produsen secara langsung ataua melalui lembaga pemasaran
lain kemudian dikumpulkan dan dijual ke pedagang lain.
9. RPH adalah orang/lembaga yang membeli sapi potong dalam keadaan hidup
untuk dikonsumsi maupun dijual lagi dalam kondisi yang telah berubah
bentuk.
10. Pedagang pasar adalah kelompok pedagang yang kegiatannya memasarkan
produk sapi potong ke konsumen.
11. Harga jual sapi potong adalah harga yang diterima peternak dari lembaga
pemasaran dan yang di hitung dalam satuan rupiah per kilogram.
12. Harga beli sapi potong adalah harga yang dibayarkan oleh masing-masing
lembaga pemasaran dengan satuan Rp/kg.
13. Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga atau badan-badan yang
didirikan dan dikelola oleh pengumpul, RPH, dan pedagang pasar yang
melaksanakan aktifitas pemasaran.
14. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran
dalam memasarkan sapi potong dengan satuan Rp/kg.
15. Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih antara nilai penjualan dengan
nilai pembelian dengan satuan Rp/kg.
16. Marjin pemasaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dan banyaknya
jumlah keuntungan yang diterima oleh tiap lembaga pemasaran terhadap
HASIL DAN PEMBAHASAN
Letak dan Geografi Kabupaten Langkat
Secara geografis letak Kabupaten Langkat berada diantara 03014’00’’ dan
04013’00’’ lintang utara, serta 93051’00’’ Bujur Timur dengan luas 6.272 km2.
Stabat adalah ibukota Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat terketak di sebelah
Utara berbatas dengan Selat Malaka dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,
sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang, sebelah Selatan berbatas
dengan Dati II Karo dan sebelah Barat berbatas dengan provinsi Nangroe Aceh
Darussalam.
Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong
Pemeliharaan sapi potong di Kabupaten Langkat terutama di Kecamatan
Batang Serangan, Besitang dan Sirapit dilakukan dengan cara digembalakan pada
pagi hari sampai sore hari.
Lokasi kandang pada umunya berada dibelakang rumah peternak itu
sendiri, biasanya ternak diikat di bawah pohon sehingga jika hujan ataupun panas
ternaknya dapat berlindung dibawah pohon tersebut. Ketersediaan air minum
dikandang dilakukan setiap hari secaraad libutum. Pembersihan kotoran sapi di kandang dilakukan setiap hari dengan cangkul, sekop, sapu dan kereta sorong,
kemudian kotoran dikumpulkan dibelakang kandang sampai menjadi kompos
sehingga bisa dimanfaatkan peternak untuk tanaman.
Pemberian obat cacing diberikan 6 bulan sekali, dengan dosis 1 tablet
dengan Rp. 20.000. Obat cacing yang digunakan adalah Brenkazol, obat cacing
dapat diperoleh dari toko poultry shop.
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini di Kecamatan Batang
Serangan, Besitang dan Sirapit Kabupaten Langkat meliputi karakteristik sosial
dan ekonomi. Karakteristik sosial peternak yang dianalisis meliputi, umur
peternak, tingkat pendidikan, pengalaman berternak dan jumlah tangungan
keluarga. Sedangkan karakteristik ekonomi responden yang dianalisis meliputi:
skala usaha, total penerimaan dari usaha ternak, total biaya produksi dan
pendapatan bersih usaha. Karakteristik responden di daerah penelian dapat dilihat
Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Karakteristik responden di daaerah penelitian 2014
Karakteristik peternak sampel
Satuan Rentang Rataan
Skala usaha Ekor 2-23 5
Umur peternak Tahun 27-63 42
Tingkat pendidikan Tahun 6-12 11
Pengalaman beternak Tahun 3-22 10
Jumlah tanggungan keluarga Orang 1-7 3
Total penerimaan dari usaha Rp./tahun 8.000.000-108.500.000 21.679.223 Total pengeluaran dari usaha Rp./tahun 5.460.000-66.300.000 11.787.740 Pendapatan bersih usaha Rp.tahun 925.000-49.275.000 9.891.484
Dari tabel 2 diatas ada beberapa pembahasan antara lain:
1. Skala Usaha
Berdasarkan hasil penelitian Di kecamatan Batang Serangan, Kecamatan
Besitang dan Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat dapat diperoleh jumlah skala
Tabel 3. Skala Usaha
No. Satuan (orang) Skala Usaha (Jumlah Ternak)
1. 6 2
Total skala usaha ternak sapi potong responden sebanyak 1105 ekor sapi.
Skala usaha yang dikelola peternak responden menyebar antara 2-23 ekor dengan
rataan 5 ekor. Hal ini diketahui bahwa jumlah ternak yang dikelola oleh peternak
responden relatif banyak.
2. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat tingkat pendidikan peternak yang
berbeda dari peternak lainnya. Berikut dapat dilihat Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Peternak
No. Satuan (orang) Tingkat Pendidikan (tahun)
1 30 SD (6 tahun)
2 41 SMP (9 tahun)
3 148 SMA (12 tahun)
Tingkat pendidikan peternak sapi potong menyebar antara 6 sampai 12
tahun dengan dominan pendidikan SMA. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya
pendidikan responden umumnya Sekolah Menengah Atas (SMA) atau pendidikan
2. Umur Peternak
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan umur
setiap peternak. Dimana umur peternak mempengaruhi dalam tatalaksana dalam
beternak. Karakteristik umur peternak dapat dilihat Tabel 5.
Tabel 5. Umur Peternak
No. Satuan (orang) Umur Peternak (tahun)
Umur peternak dapat didominasikan pada umur 27 tahun sampai dengan
63 tahun dengan jumlah rataan sebesar 42 tahun. Bila dikaji dari karaketeristik
umur diatas, sebagian besar peternak dalam kategori usia yang produktif. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Chamdi (2003), bahwa semakin muda usia peternak
produktif 20-45 tahun. Sehingga kemampuan untuk bekerja dan mengelola usaha
ternak sapi masih besar.
4. Pengalaman Beternak
Dari hasil penelitian diketahui bahwa lama pengalaman berternak dapat
dilihat Tabel 6.
Tabel 6. Pengalaman Beternak
No. Satuan (orang) Pengalaman Beternak (tahun)
1. 11 3
Pengalaman beternak sapi potong didominasikan pada antara 3 tahun
sampai 22 tahun dengan rataan 10 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat
5. Jumlah Tanggungan Keluarga
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa setiap keluarga mempunyai
tanggungan keluarga yang berbeda-beda. Jumlah tanggungan keluarga setiap
keluarga dapat dilihat Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Tanggungan Keluarga
No. Satuan (orang) Jumlah Tanggungan Keluarga
1. 13 1
Jumlah tanggungan keluarga dapat didominasikan dari 1 sampai 7 orang
dengan rataan 3 orang. Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi
keputusan petani dalam berternak.
Pada usaha ternak sapi potong di daerah penelitian diperoleh total
penerimaan dari usaha ternak sapi selama 1 (satu) tahun adalah berkisar antara Rp.
8.000.000 sampai dengan Rp. 108.500.000/tahun/peternak dengan rataan sebesar
Rp. 21.679.223/tahun/peternak.
Pada usaha ternak sapi potong di daerah penelitian diperoleh total
pengeluaran (bibit, obat-obatan dan pakan) dari usaha ternak sapi potong selama 1
tahun adalah berkisar antara Rp. 5.460.000 sampai Rp. 66.00.000/tahun/peternak
dengan rataan sebesar Rp. 11.787.740/tahun/peternak.
Pendapatan bersih setiap responden dari usaha ternak sapi potong selama 1
(satu) tahun berkisar Rp. 925.000 sampai Rp. 49.275.000/tahun/peternak dengan
peternak dari usaha ternak sapi potong ini dapat digambarkan bahwa responden
sudah termotivasi untuk mengembangkan usaha ternak sapinya, tetapi mereka
belum mampu menganalisis dengan baik bahwasannya usaha ternak sapi potong
dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar jika dilakukan dengan serius.
Pengaruh Variabel Terhadap Pendapatan Peternak
Untuk dapat menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong di Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Besitang dan
Kecamatan Sirapit di Kabupaten Langkat dapat digunakan analisis regresi linear
berganda, dimana yang menjadi variabel bebas (independent) adalah umur
peternak (X1), tingkat pendidikan (X2), pengalaman beternak (X3), jumlah
tanggungan keluarga (X4), skala usaha (X5), dan biaya produksi (X6). Sedangkan
menjadi variable terikat/tidak bebas (dependent) adalah pendapatan (Y).
Hasil pengujian dari faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong di Kecamatan Batang serangan, Kecamatan Besitang dan
Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat dapat dilhat dari tabel 8 berikut.
Tabel 8. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga variabel
Sumber Derejat Bebas F Tabel F Hitung Tingkat Signifikansi Regresi
Keterangan : a. Predicators : (constant), skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga. b. Dependent Variabel : Pendapatan Peternak
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dengan meggunakan Model Pendekatan
Sofware Statistical Package for Social Sciences (SPSS 18) dapat dilihat tabel 9
berikut :
Tabel 9. Analisis regresi linear berganda pengaruh skala usaha, biaya produksi, umur peternak tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan jumlah tanggungan keluarga terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Besitang dan Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat
Variabel Koefesien regresi Std. Error t-hitung Signifikan Konstanta
9193423.539 4877597.688 1.885 .061 X1 (umur peternak)
-151049.705 87386.839 -1.729 .085 X2 (tingkat pendidikan)
-692791.632 220184.747 -3.146 .002 X3 (pengalaman beternak)
240529.820 127403.492 1.888 .060 X4 (jumlah tanggungan keluarga)
-234379.802 302996.955 .-774 .440 X5 (skala usaha
1987000.137 304963.160 6.516 .000 X6 (biaya Produksi)
155087,100 130526.091 1.192 .235 R square 0.546
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh persamaan sebagai berikut :
Ŷ =9.193.423,539–151.049,705X1–692.791,632X2+ 240.529,820X3
+234.379,802X4+1.987.000,137X5+155.087,100X6 + µ
Keterangan:
Ŷ : Pendapatan usaha sampingan peternak sapi potong
X1 : Umur peternak (tahun)
X2 : Tingkat pendidikan (tahun)
X3 : Pengalaman beternak (tahun)
X4 : Jumlah tanggungan keluarga (jiwa)
X5 : Skala Usaha (ekor)
berdasarkan Hasil Regresi di atas diketahui :
1. Nilai Konstanta/Interespt adalah sebesar9.193.423,539. Artinya apabila variabel bebas yaitu umur peternak, tingkat pendidikan, lama berternak,
jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan biaya produksi dilakukan maka
peternak sapi potong tetap akan menerima pendapatan sebesar nilai konstanta
yaitu Rp. 9.193.423,539/tahun.
2. R Square bernilai 0,546 artinya bahwa semua variabel bebas umur peternak,
tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, skala
usaha dan biaya produksi mempengaruhi variabel terikat sebesar 54,6% dan
selebihnya yaitu sebesar 45,4% dijelaskan oleh variabel lain (µ) yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
3. Secara serempak nilai F-hitung (42.952) lebih besar dari F-tabel (2,14). Hal
ini menunjukkan bahwa secara serempak semua variabel bebas yaitu skala
usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan jumlah
tanggungan keluarga berpengaruh secara nyata (berpengaruh positif)
terhadap pendapatan peternak sapi potong dengan taraf signifikan 0,000 dan
pada taraf kepercayaan 95%.
4. Secara parsial nilai t-hitung variabel yang mempengaruhi adalahvariabel
umur peternak (-1,729), variabel tingkat pendidikan (-3,146), variabel
pengalaman beternak (1,888), variabel jumlah tanggungan keluarga (0,774),
variabel skala usaha (6,516) dan variabel biaya produksi (1,192).
a. Variabel umur peternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha
sampingan ternak sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95%
(α =0,05) yakni sebesar 1,971variabel ini bernilai negatif karena disebabkan
oleh kriteria umur peternak yang tidak mendorong peternak dalam
mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Batang Serangan,
Kecamatan Besitang dan Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat. Di daerah
penelitian peternak yang berumur produktif tidak terlalu tekun dalam
mengelola usaha ternak sapipotong karena masih menerapkan sistem
berternak tradisonal. Sedangkan peternak yang berumur tidak produktif sudah
tidak memiliki kinerja yang penuh lagi. Suratiyah (2009) mengemukakan
bahwaumur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.
Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya.
Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan
berpengaruh karena justru semakin berpengalaman.
b. variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak usaha sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang
ditunjukkan t-hitung (X2) sebesar-3,146 lebih kecil dari (α=0,05) yakni
sebesar 1,971. Hal ini disebabkan peternak yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak,
namun kenyataan di daerah penelitian peternak enggan memanfaatkan
inovasi dan teknologi baru dan masih menggunakan sistem beternak secara
tradisional. Pendidikan peternak masih pendidikan formal bukan pendidikan
yang khusus mempelajari ilmu dibidang peternakan atau non formal sehingga
pendidikan peternak tidak mempengaruhi peningkatan pendapatan peternak
c. Variabel pengalaman berternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak sapi potong, jika diukur pada tingkatkepercayaan 95% ditunjukkan
nilai t-hitung (X3) sebesar 1,888lebih kecil dari nilai t-tabel (α=0,05) yakni
sebesar 1,971.Pada umumnya pengalaman berternak diperoleh dari orang
tuanya secara turun-menurun. Didaerah penelitian menunjukkan pengalaman
beternak yang cukup tinggi, seharusnya dengan pengalaman berternak yang
cukup tinggi mampu menguasai tatalaksana beternak dengan baik seperti
pemberian pakan, perawatan dan kebersihan kandang dan ternak, perawatan
kesehatan ternak dan pencegahan penyakit. Namun pada kenyataannya tidak
memberi pengaruh yang nyata pada pendapatan usaha ternak sapi potong
karena masyarakat di daerah penelitian lebih memilih menggunanakan
tatalaksana berternak secara tradisional dari pada menerapkan inovasi terbaru.
d. Variabel jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap
pendapatan usaha sampingan peternak sapi potong, jika diukur pada tingkat
kepercayaan 95% yang ditunjukkan oleh t-hitung (X4) sebesar 0,774lebih
kecil dari t-tabel (α= 0.05) yaitu sebesar 1,971hal ini menunjukkan bahwa
tanggungan keluarga peternak tidak dapat memberikan dorongan positif
terhadap peningkatan pendapatan usaha ternak sapi potong dan cenderung
meningkatkan kebutuhan keluarga.
e. Variabel skala usaha atau jumlah ternak sapi berpengaruh nyata terhadap
pendapatan usaha ternak sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan
95% yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung (X5) sebesar 6,516lebih besar dari
t-tabel (α = 0,05) yakni sebesar 1,97. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
pendapatan yang akan diperoleh peternak sapi potong karena jumlah ternak
sapi potong menentukan besar kecilnya pendapatan. Menurut Soekartawi
(1995), bahwa pendapatan usaha ternak sapi potong sangat dipengaruhi oleh
banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin
banyak jumlah ternak sapi potong maka semakin tinggi pendapatan bersih
yang diperoleh.
f. Biaya produksi tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan ternak sapi
potong jika diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang ditunjukkan oleh nilai
t-hitung (X6) sebesar 1,192 lebih besar dari t-tabel (α = 0,05) yakni sebesar
1,971. Hal ini menujukkan biaya obat-obatan, vitamin, bibit dan lain-lain
tidak dikhususkan untuk meningkatkan pendapatan usaha ternak melainkan
untuk pencegahan penyakit dan untuk menghindarkan terjadinya
perkawaninan sedarah dan meningkatkan kualitas jenis ternak.
Arti dari nilai persamaan berikut adalah :
Ŷ = 9.193.423,539–151.049,705X1 –692.791,632X2 + 240.529,820X3
+ 234.379,802X4 + 1.987.000,137X5+ 155.087,100X6 + µ
Berdasarkan model persamaan di atas dapat diinterpresikan bahwa:
a. Apabila variabel bebas umur peternak (X1) mengalami peningkatan sebesar 1
tahun, maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar Rp.151.049,705.
b. Apabil variabel bebas tingkat pendidikan (X2) mengalami peningkatan
sebesar 1 tahun, maka akan terjadi penurunan pendapatan peternak (Y)
c. Apabila variabel bebas pengalaman beternak (X3) mengalami kenaikan
sebesar 1 tahun, maka akan terjadi kenaikan peningkatan pendapatan peternak
(Y) sebesar Rp.240.529,820.
d. Apabila variabel bebas jumlah tanggungan keluarga(X4) mengalami
peningkatan sebesar 1 orang, maka akan terjadi penurunan pendapatan
peternak (Y) sebesar Rp. 234.379,802.
e. Apabila variabel skala usaha (X5) mengalami peningkatan sebesar 1 ST, maka
akan terjadi peningkatan pendapatan peternak (Y) sebesar Rp. 1.987.000,137
f. Apabila variabel biaya produksi (X6) mengalami peningkatan sebesar 1 tahun,
maka akan terjadi peningkatan pendapatan peternak (Y) sebesar
Rp.155.087,100.
g. Apabila varibel X1, X2, X3, X4, X5, dan X6yang dianalisis melakukan
kegiatan, maka peternak sapi potong akan tetap menerimapendapatan sebesar
Rp. 9.193.423,539/tahun atau Rp. 766.118,628/bulan.
Saluran Pemasaran
Berdasarkan hasil penelitian ini jalur pemasaran sapi potong adalah
sebagai berikut :
Pengumpul akan mencari atau membeli ternak di setiap daerah, setelah ada
kesepakatan antara peternak dan pengumpul selanjutnya pengumpul membawa
ternak ke rumah potong hewan (RPH). Di rumah potong hewan sapi tersebut akan
dipotong, selanjutnya daging sapi tersebut akan dijual ke pasar.
Margin Pemasaran
Margin pemasaaran yaitu selisih harga jual dengan harga beli dan
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
suatu sistem pemasaran. Margin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan
keuntungan lembaga pemasaran. Dalam pembahasan ini akan diuraikan margin
pemasaran melalui dari tingkat pedagang pengumpul desa sampai ke pedagang
besar pada masing-masing saluran pemasaran. Perhitungan margin pemasaran
dapat dilihat dari Tabel 10.
Tabel 10. Margin pemasaran daging sapi
Pelaku Pemasaran Harga Jual/kg Harga Beli/Kg Margin Pemasaran
Peternak Rp. 37.000 - -
Pengumpul Rp. 39.500 Rp. 37.000 Rp. 2.500
RPH Rp. 41.500 Rp. 39.500 Rp. 1.500
Pasar Rp. 43.000 Rp. 41.500 Rp. 2.000
Berdasarkan tabel 10 hasil penelitian memperoleh margin pemasaran dari
pengumpul sebesar Rp. 2.500/kg, Rumah Potong Hewan (RPH) sebesar Rp.
1.000/kg dan Pasar sebesar Rp. 2.500/kg, sehingga total margin pemasaran adalah
Rp. 5.500. Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan
untuk melihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan
yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi
harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut.
Besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran relatif
terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran
Keuntungan Lembaga Pemasaran
Keuntungan lembaga pemasaran adalah balas jasa yang diterima oleh
masing-masing lembaga pemasaran yang turut serta memasarkan sapi potong
mulai dari tingkat peternak sampai tingkat konsumen. Adapun keuntungan
lembaga pemasaran yang memasarkan sapi potong dapat dilihat Tabel 11.
Tabel 11. Biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima oleh lembaga pemasaran pada masing-masing saluran
Pelaku Pemasaran Biaya Pemasaran (Rp) Keuntungan (Rp)
Peternak - -
Pengumpul 300 2.200
RPH 400 1.100
Pasar 400 1.600
Dari Tabel 11. diatas diketahui bahwa keuntungan yang terkecil diterima
oleh rumah potong hewan (RPH) sebesar Rp. 1.100/kg. Sedangkan keuntungan
tertinggi diperoleh pengumpul sebesar Rp. 2.200/kg.
Efisiensi Pemasaran
Masalah pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana
menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan
harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal. Menurut Soekartawi (1997),
efisiensi pemasaran yag efisien jika biaya pemasaran lebih rendah daripada nilai
produk yang yang dipasarkan, semakin rendah biaya pemasaran dari nilai produk
yang dipasarkan semakin efisien melaksanakan pemasaran.
Tabel 12. Efisiensi pemasaran daging sapi di Kabupaten Langkat
Berdasarkan Tabel 12. dapat diketahui bahwa efisiensi pemasaran sapi
potong di Kabupaten Langkat dapat dihitung dengan total biaya pemasaran adalah
Rp. 4.900 per kg, total nilai produk Rp. 43.000 per/kg, efisiensi pemasarannya
adalah 11,39%, sehingga jalur pemasaran ternak sapi potong di Kabupaten
Langkat masih dikatakan efisien. Menurut Gray et al. (1996) menyatakan bahwa suatu jalur pemasaran dapat dikatakan efisien bila selisih harga antara peternak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ada pengaruh nyata terhadap pendapatan usaha ternak sapi potong jika
diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang ditunjukkan nilai skala usaha (X5)
sebesar6,516 lebih besar dari t-tabel (α = 0,05) yakni sebesar 1,971.
2. Ada pengaruh tidak nyata pada umur peternak, tingkat pendidikan, lama
beternak beternak,jumlah tanggungan keluarga, skala usaha dan biaya
produksi terhadap pendapatan usaha ternak sapi potong, jika diukur pada
tingkat kepercayaan 95% ditunjukkan oleh nilai umur peternak (X1) sebesar
-1,729,tingkat pendidikan (X2) sebesar-3,146, lama beternak (X3)
sebesar-1,888, jumlah tanggungan keluarga (X4) sebesar-0,774, skala usaha (X5)
sebesar 6,516, dan biaya produksi (X6) sebesar 1,192 lebih kecil dari t-tabel
(α = 0,05) yaitu sebesar 1,652.
3. Jalur pemasaran ternak sapi potong di Kabupaten Lanagkat masih dikatakan
efisien karena masih dibawah 30% yaitu sebesar 11,39%.
Saran
Sebaiknya peternak menambah skala usaha sapi potong yang dipelihara
dan menerapkan inovasi terbaru sehingga akan meningkatkan pendapatan.
Sebaiknya untuk meningkatkan efisiensi pemasaran di Kabupaten Langkat dapat
dilakukan dengan memperluas jaringan pasar dan memperkecil margin
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A., dan Simanjuntak, D., 1997. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
Ahmadi, A. H., 2003. Sosiologi Pendidikan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Aritonang, D., 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya.Jakarta.
Azzaino, Z. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Badan Pusat Statistik,. 2008. Kecamatan Secanggang Dalam Angka 2007. BPSKabupaten Langkat Sumatera Utara, Medan.
Berg, R. T., danButterfield. R. M., 1976. New Conceps of Cattle Growth. Sydney University Press. Sydney.
Chamdi, A.N., 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.
Cyrilla, L., danIsmail. A., 1988. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Daniel, M, 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Djalal, N., dan H. Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi I. Cetakan I. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Downey, W. D. dan S. P. Erickson., 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua.Erlangga. Jakarta. (Terjemahan oleh Rochidayat).
Fanani, Z., 2000. Prospek Pemasaran Bidang Peternakan Pasca Tahun 2000.Universitas Brahmawijaya. Malang.
Feed, S. 1972. Improving Marketing System in Developing Countries, anApproach to Identifying Problem’s and Strengthening TechnicalAssistance. Foreign Economics DevelopmentService. USDA.
Hadisapoetra, S., 1973. Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Hernanto, F., 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gunawan, Pamungkas, D., Fandhy. L. S., 1998. Sapi Bali Potensi, Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gray, C., L.K. Subur, P. Simanjuntak dan P. F. L. Maspaitella. 1996. PengantarEvaluasi Proyek. PT Gramedia, Jakarta.
Idris, I., Winarto, Sarwiyono dan Nugroho, H., 1991. Ilmu Tilik Ternak. Jurusan Produksi Ternak. LUW-Universitas Brawijaya. Malang.
Kay, R. D., danEdward, W. M., 1994. Farm Management. Third Edition. Mc.Graw-Hill. Inc. Singapore.
Kolter, P. 1996. Marketing Management Analysis, Planning, Implents and Control. Alih Bahawa Ancell, A. H. Salemba Empat Prentice Hall. Jakarta.
Lasley, 1978. Genetics of Livestock Improvement. Third Edition Printice-Hall of India Private Limited. New Delhi.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press. Jakarta.
Limbong, W. H. dan P. Sitorus., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu0ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Mulyadi, 1992. Akuntasi Biaya Edisi 5. Penerbit STIEYKPN. Yogyakarta.
Mulyono, S. danB. Sarwono, 2007. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Noegroho, Wisaptiningsih dan Fanani, Z. 1991. Usaha Tani. Fakultas Peternakan.Universitas Brahmawijaya. Malang.
Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Usahatani. BPFE. Yogyakarta.
Rahadi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saliem, H.P. 2004. Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi Pangan. DalamProspek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Siregar, S.A., 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soekartawi, A., Soeharjo, Dillon, J. L., Hardaker, J. B., 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Soekartawi, A. 1993. Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian, Teori dan Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta.
. 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.
. 1996. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
. 2002. Analisis Usaha Tani. UI Press, Jakarta.
Sudjana, 2002. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Suharno, B., dan Nazaruddin., 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suratiyah, K., 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tafal, Z. B,. 1981. Ranci Sapi. Bharata KaryaAksara. Jakarta.
Widjaja, K., 1999. Analisis Pengambilan Keputusan Usaha Produksi Peternakan, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. IPB. Bogor.
Wirartha, I. M., 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Karakteristik Sosial Responden dalam Usaha Sapi Potong
194 Agung 5 34 12 7 4 Siderojo
195 Sutapa 5 36 12 4 3 Siderojo
196 Latif 4 43 9 12 3 Siderojo
197 Aman 5 34 9 5 1 Siderojo
198 Mahadir 4 30 12 3 4 Siderojo
199 Jawad 4 28 12 4 2 Siderojo
200 Wiguna 4 38 12 8 4 Sebertung
201 Heri 3 39 12 10 5 Sebertung
202 Salim 4 29 12 3 4 Sebertung
203 Wahyudi 4 47 9 14 3 Sebertung
204 Tarsim 3 44 12 13 4 Sebertung
205 Minan 3 39 12 7 4 Sebertung
206 Ali 8 36 12 8 3 Sebertung
207 Darma 8 31 12 4 4 Sebertung
208 Rafiq 3 42 12 9 5 Sebertung
209 Sugeng 4 33 12 4 3 Sebertung
210 Fendi 5 29 12 3 2 Sebertung
211 Umbud 5 45 12 16 1 Sebertung
212 Sunar 8 52 9 23 4 Sebertung
213 Syukur 9 37 12 8 3 Sebertung
214 Tarmin 8 39 12 7 4 Suka Pulung
215 Faisal 4 42 9 14 4 Suka Pulung
216 Nawas 5 32 12 6 7 Suka Pulung
217 Rajib 7 41 12 9 5 Suka Pulung
218 Abdel 6 44 12 10 3 Suka Pulung