• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Teknik Pemesanan (Lotting) Material Pekerjaan Beton Metode Lot For Lot (LFL) Dengan Economic Order Quantity (EOQ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perbandingan Teknik Pemesanan (Lotting) Material Pekerjaan Beton Metode Lot For Lot (LFL) Dengan Economic Order Quantity (EOQ)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE LOT FOR LOT (LFL)

DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh: FAHRIANSYAH

110424001

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE LOT FOR LOT (LFL)

DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh: FAHRIANSYAH

110 424 001 Pembimbing

Ir. Syahrizal, M.T. NIP. 19611231 198111 1 001

Penguji I Penguji II

Ir. Besman Surbakti, M.T. Nursyamsi, S.T., M.T. NIP. 19541012 198003 1 004 NIP. 19770623 200501 2 001

Mengesahkan

Koordinator PPSE Ketua

Departemen T. Sipil FT. USU Departemen T. Sipil FT. USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(3)

ABSTRAK

Pengendalian persediaan material menjadi hal yang sangat penting karena ada keterkaitannya dengan kemajuan pekerjaan pada proyek konstruksi. Jumlah material yang ada di lapangan diupayakan dalam kondisi yang optimal dengan memperhatikan kapasitas penyimpanan yang dimiliki. Mengadakan material butuh biaya-biaya persediaan yang merupakan modal (investasi) dari perusahaan kontraktor. Bila jumlah persediaan terlalu besar dapat meningkatkan biaya penyimpanan dan risiko kerusakan atau penurunan kualitas, bila terlalu sedikit menyebabkan kekurangan persediaan dan bahkan menimbulkan keterlambatan pekerjaan karena material kadang tidak dapat didatangkan secara mendadak. Untuk itu perlu direncanakan jumlah persediaan material yang mampu memenuhi jadwal kebutuhan pekerjaan, mengurangi pengeluaran biaya persediaan serta meningkatkan keuntungan perusahaan.

Pada tugas akhir ini objek penelitian pada proyek pembangunan Perumahan De Casa Villa Blok B-C mengalami kekurangan persediaan material pada pekerjaan beton pada saat dibutuhkan yang berpotensi mengalami keterlambatan pekerjaan. Penulis merencanakan penggunaan metode lot for lot dan economic order quantity

pada teknik pemesanan (lotting) material pada pekerjaan beton. Dari kedua metode tersebut akan dibandingkan metode mana yang menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimum.

Dari hasil analisis teknik pemesanan material (lotting) pekerjaan beton menunjukkan bahwa kuantitas pemesanan yang optimal dengan total biaya persediaan minimum pada sistem pembayaran langsung adalah metode lot for lot. Pada sistem pembayaran tidak langsung untuk material kayu papan, kerikil, semen dan besi beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Lot For Lot, untuk material kayu broti, kayu dolken, plywood, pasir dan kawat beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Economic Order Quantiy.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa saya curahkan untuk Rasullullah Muhammad SAW, atas kerasulan beliau ilmu pengetahuan dapat berkembang seperti sekarang ini.

Tugas akhir ini berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK

PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE

LOT FOR LOT (LFL) DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)”.

Tugas akhir ini merupakan suatu persyaratan bagi setiap mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Sipil.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini maupun selama saya menempuh pendidikan Sarjana Teknik Sipil di Universitas Sumatera Utara, tidak terlepas dari dukungan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku dosen pembimbing akademik, dosen

pembimbing skripsi, dan sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Koordinator Program

Pendidikan Sarjana Ektensi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/ Ibu dosen dan staff tata usaha Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa ayah saya Muhammad Yunus, ibu saya Hanipah, adik saya Ade Aulia, yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa.

(5)

7. Abang /kakak/adek seperjuangan Teknik Sipil Ekstensi angkatan 2009, 2010 dan 2012, sedikit banyak telah membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Sipil FT USU.

Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Wassallam.

Medan, September 2014 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ………... iv

DAFTAR GAMBAR ……….. vii

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

BAB I PENDAHULUAN ……… 01

1.1. Latar Belakang ……….. 01

1.2. Rumusan Masalah ………. 03

1.3. Tujuan Penelitian ………... 03

1.4.Manfaat Penelitian ………. 04

1.5. Batasan Masalah ………. 04

1.6. Sistematika Penulisan ………. 05

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 06

2.1. Manajemen proyek ………... 06

2.2. Manajemen Sumber Daya ………. 08

2.2.1.Manajemen Sumber Daya Manusia ……….. 09

2.2.2.Manajemen Sumber Daya Peralatan ………. 10

2.2.3.Manajemen Sumber Daya Material ………... 10

2.2.4.Manajemen Sumber Daya Modal ……….. 14

2.3. Persediaan ……….. 14

2.4. Fungsi Persediaan ……….. 15

2.5. Biaya Persediaan ……… 16

2.5.1.Biaya Pembelian (Purchasing Cost) ……….. 16

(7)

2.5.3.Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) ………. 17

2.6.Material Requirement Planning (MRP) ……… 17

2.6.1.Kemampuan MRP ……… 19

2.6.2.Input Sistem MRP ……… 20

2.6.3.Output Sistem MRP ………... 21

2.6.4.Proses Pengolahan MRP ………... 22

2.6.5.Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing) ……….. 24

2.6.6.Waktu Ancang ……….. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAAN ………... 29

3.1. Rencana Penelitian ………... 29

3.2. Lokasi Penelitian ……… 29

3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 29

3.4. Metode Analisis Data ………. 30

3.5. Diagram Alir Penelitian ……….. 33

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………... 34

4.1.Analisis Data Proyek ……….. 34

4.2.Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Beton ……… 34

4.3.Struktur Produk (BOM) Pekerjaan Beton ………. 36

4.3.1.Jenis Kebutuhan Material ………. 36

4.3.2.Faktor Konversi Pembelian Material ………... 37

4.4.Analisa Kebutuhan Material ……….. 39

4.4.1.Jadwal Induk Produksi (JIP) ……… 39

4.4.2.Total Kebutuhan Material ………. 40

4.5.Biaya-Biaya Persediaan ………. 43

4.5.1.Biaya Pembeliaan ………. 43

4.5.2.Biaya Pengadaan/Pemesanan ……… 45

4.5.3.Biaya Penyimpanan ……….. 45

4.6.Penentuan Jumlah Pemesanan (Lotting) ……… 47

4.6.1.Metode Lot For Lot ………. 47

(8)

4.7.Total Biaya Persediaan ……… 50

4.7.1.Metode Lot For Lot ………. 51

4.7.2.Metode Economic Order Quantity ……….. 53

4.8.Diskusi ……… 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 59

5.1.Kesimpulan ………. 59

5.2.Saran ……… 60

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Alur distribusi penggunaan material ………. 13

Gambar 2.2. Struktur produk ………. 21

Gambar 2.3. Grafik persediaan dalam model EOQ ……… 26

Gambar 3.1. Diagram alir penelitiaan ………. 33

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur beton ……… 35

Tabel 4.2. Jenis-jenis material penyusun produk akhir ………... 37

Tabel 4.8. Total kebutuhan material pekerjaan beton ………. 43

Tabel 4.9. Daftar harga material ……….. 44

Tabel 4.10. Biaya penyimpanan berdasarkan jenis material ………. 47

Tabel 4.12. Ukuran jumlah Pemesanan (lotting) metode EOQ ………. 48

Tabel 4.14. Total biaya pembelian metode LFL ………... 51

Tabel 4.15. Total biaya pemesanan metode LFL ……….. 52

Tabel 4.16. Total biaya persediaann metode LFL ………. 52

Tabel 4.17. Total biaya pembelian metode EOQ ……….. 53

Tabel 4.18. Total biaya pemesanan metode EOQ ………. 54

Tabel 4.19. Total biaya penyimpanan metode EOQ dengan pembayaran langsung ……….. 54

Tabel 4.20. Total biaya penyimpanan metode EOQ dengan pembayaran tidak langsung ……… 55

Tabel 4.21. Total biaya persediaann metode EOQ ……… 55

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar 4.1. Struktur BOM (Bill of Material). Lampiran 2 Tabel 4.3. Konversi Material.

Lampiran 3 Tabel 4.4. Jadwal Induk Produksi Struktur lantai 1, 2 dan 3. Lampiran 4 Tabel 4.5. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 1. Lampiran 5 Tabel 4.6. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 2. Lampiran 6 Tabel 4.7. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 3. Lampiran 7 Tabel 4.11. Perencanaan Kebutuhan Material Teknik Lot For Lot.

Lampiran 8 Tabel 4.13. Perencanaan Kebutuhan Material Teknik Economic Order Quantity.

Lampiran 9 Bill of Quantity (BOQ) Pekerjaan Beton Proyek De Casa Villa Blok B-C.

Lampiran 10 Time Schedule Pekerjaan Beton Proyek De Casa Villa Blok B-C.

Lampiran 11 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Analisa SNI 7394:2008.

Lampiran 12 Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Tarukim Kota Medan 2013.

(12)

ABSTRAK

Pengendalian persediaan material menjadi hal yang sangat penting karena ada keterkaitannya dengan kemajuan pekerjaan pada proyek konstruksi. Jumlah material yang ada di lapangan diupayakan dalam kondisi yang optimal dengan memperhatikan kapasitas penyimpanan yang dimiliki. Mengadakan material butuh biaya-biaya persediaan yang merupakan modal (investasi) dari perusahaan kontraktor. Bila jumlah persediaan terlalu besar dapat meningkatkan biaya penyimpanan dan risiko kerusakan atau penurunan kualitas, bila terlalu sedikit menyebabkan kekurangan persediaan dan bahkan menimbulkan keterlambatan pekerjaan karena material kadang tidak dapat didatangkan secara mendadak. Untuk itu perlu direncanakan jumlah persediaan material yang mampu memenuhi jadwal kebutuhan pekerjaan, mengurangi pengeluaran biaya persediaan serta meningkatkan keuntungan perusahaan.

Pada tugas akhir ini objek penelitian pada proyek pembangunan Perumahan De Casa Villa Blok B-C mengalami kekurangan persediaan material pada pekerjaan beton pada saat dibutuhkan yang berpotensi mengalami keterlambatan pekerjaan. Penulis merencanakan penggunaan metode lot for lot dan economic order quantity

pada teknik pemesanan (lotting) material pada pekerjaan beton. Dari kedua metode tersebut akan dibandingkan metode mana yang menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimum.

Dari hasil analisis teknik pemesanan material (lotting) pekerjaan beton menunjukkan bahwa kuantitas pemesanan yang optimal dengan total biaya persediaan minimum pada sistem pembayaran langsung adalah metode lot for lot. Pada sistem pembayaran tidak langsung untuk material kayu papan, kerikil, semen dan besi beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Lot For Lot, untuk material kayu broti, kayu dolken, plywood, pasir dan kawat beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Economic Order Quantiy.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada proyek perumahan pekerjaan beton seperti pada pondasi, sloof, kolom,

balok dan plat lantai memiliki nilai bobot yang paling besar dari seluruh item

pekerjaan yang ada. Penyelesaiannya akan memberikan dampak yang baik bagi

keberhasilan untuk mencapai target waktu penyelesain proyek yang telah ditentukan.

Untuk menjamin agar proses pekerjaan tersebut tidak mengalami hambatan maka

ketersediaan material di lapangan perlu dijaga pasokannya.

Material konstruksi merupakan salah satu dari sumber daya proyek yang harus

dikendalikan agar rencana pencapaian progress kemajuan pekerjaan aktual dapat terealisasi sesuai rencana, tentunya dengan tidak mengabaikan masalah-masalah

yang mungkin timbul akibat kesalahan dalam perencanaan dan pengendalian

sumber-sumber daya proyek yang lain.

Pemakaian material merupakan bagian terpenting yang mempunyai persentase

cukup besar dari total biaya proyek. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa

biaya material menyerap 50-70% dari biaya proyek, biaya ini belum termasuk biaya

penyimpanan material. Oleh karena itu, penggunaan teknik manajemen yang baik

dan tepat untuk membeli, menyimpan, mendistribusikan dan menghitung material

konstruksi menjadi sangat penting (Ervianto, 2004).

Jumlah persedian material yang ada di lapangan harus selalu dikendalikan dalam

(14)

penyediannya adalah bagian dari biaya pelaksanaan proyek yang merupakan modal

atau investasi dari pelaksana. Pengendalian persediaan juga harus memperhatikan

kapasitas penyimpanan yang ada di lokasi pekerjaan/proyek agar tidak terjadi

penumpukan atau kekurangan material yang berlebihan, sehingga terjadi pemesanan

yang berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan pada periode yang sama dan bisa

menyebabkan tingginya biaya persediaan.

Menurut Herjanto (1999) mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang

mudah. Apabila jumlah persediaan yang terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana

menganggur yang besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya

penyimpanan, dan risiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika

persediaannya terlalu sedikit mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan

karena sering kali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan

sebesar yang dibutuhkan yang menyebabkan terhentinya proses produksi,

tertundanya keuntungan bahkan hilangnnya pelanggan.

Pada Proyek Perumahan De Casa Villa Blok B-C yang merupakan objek

penelitian ini ditemukan terjadi tidak tersedianya material konstruksi pada pekerjaan

beton dalam jumlah yang cukup di lapangan pada saat diperlukan yang punya potensi

menimbulkan keterlambatan pekerjaan. Para pekerja menjadi tidak produktif

dikarenakan banyak waktu terbuang untuk menunggu ketersediaan bahan-bahan

tersebut. Kondisi ini menjadikan pembiayaan proyek manjadi bertambah pada sektor

upah tenaga kerja sebab target penyelesaian pekerjaan tidak dapat dipenuhi bahkan

(15)

Berdasarkan hal-hal di atas keterlambatan pada pekerjaan beton

mengindikasikan perlu adanya pengendalian terhadap persediaan material yang

cukup dengan melakukan perencanaan terhadap jumlah pemesanan material yang

harus berada di lapangan pada saat dibutuhkan agar dapat digunakan pada saat

diperlukan sesuai dengan jadwal pekerjaan, sehingga biaya-biaya penyimpanan tidak

terlalu besar dikeluarkan dan mengurangi risiko terjadinya keterlambatan pekerjaan

serta dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Adapun teknik penentuaan jumlah

pemesanan material yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Lot For Lot (LFL) dan Economic Order Quantity (EOQ).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam

tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menentukan kuantitas pemesanan (lotting) material pekerjaan beton dengan menggunakan teknik lot for lot dan economic order quantity? 2. Teknik manakah yang tepat diantara metode lot for lot dan economic order

quantity untuk menentukan kuantitas pemesanan yang menghasilkan total biaya persediaan paling minimum?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

(16)

2. Untuk mengetahui teknik yang tepat dalam menentukan kuantitas pemesanan

yang menghasilkan total biaya persediaan paling minimum.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, dapat mengetahui metode pemesanan jumlah material yang tepat

diantara metode lot for lot dan economic order quantity dalam membuat perencanaan persediaan proyek perumahan.

2. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan bacaan dan literatur untuk penulisan karya

ilmiah yang berhubungan dengan manajemen konstruksi khususnya rencana

persediaan material proyek.

3. Bagi pelaku konstruksi, dapat menjadi bahan bacaan dalam mempertimbangkan

metode jumlah pemesanan (lotting) material yang akan digunakan terhadap kasus yang sama.

1.5. Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini batasan masalah yang diambil adalah:

1. Material yang dihitung hanya pada material utama pekerjaan struktur beton.

2. Harga barang diambil dari Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas

Tarukim Kota Medan Tahun Anggaran 2013.

3. Kebutuhan bahan (indeks) diambil dari Tata Cara Perhitungan Harga Satuan

untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan SNI 7394-2008.

4. Lokasi supplier berada di dalam kawasan Kota Medan.

5. Tidak ada keterkaitan hubungan kerja pekerjaan beton dengan pekerjaan lainnya.

(17)

1.6.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Masing-masing

bab dibagi dalam sub bab mengenai pokok pembahasan, kemudian diuraikan dengan

tujuan dapat diketahui permasalahan yang dibicarakan. Adapun sistematika penulisan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penulisan, batasan masalah dan sistematika

penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA, terdiri dari uraian tentang teori dasar yang

digunakan dalam mendukung penelitian ini.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN, terdiri dari kerangka pemecahan

masalah dan gambaran umum dalam pengumpulan data, pengolahan

data serta analisa dari masalah yang diteliti.

BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari pembahasan mengenai

penyelesaian masalah dikaitkan dengan teori maupun literatur secara

sistematis.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN, terdiri dari kesimpulan hasil

penelitian dan saran yang diperlukan atas pembahasan dan

penyelesaian masalah yang telah dilakukan serta untuk penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Proyek

Defenisi dari manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya

proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya dan

tepat mutu (Ervianto, 2004).

Manajemen sebagai ilmu mengelola suatu kegiatan yang skalanya dapat bersifat

kecil atau bahkan sangat besar, mempunyai ukuran tersendiri terhadap hasil akhir.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar manajemen yang sama oleh individu atau

organisasi yang berbeda, hasil akhir proses manajemen dapat berbeda satu sama lain.

Ini karena ada perbedaan-perbedaan budaya, pengalaman, lingkungan, kondisi sosial,

tingkat ekonomi, karakter sumber daya manusia serta kemampuan untuk menguasai

prinsip-prinsip dasar manajemen (Husen, 2009).

Dalam manajemen proyek, yang perlu dipertimbangkan agar output proyek

sesuai dengan sasaran dan tujuan yang direncanakan adalah mengidentifikasi

berbagai masalah yang mungkin timbul ketika proyek dilaksanakan (Husen,2009).

Beberapa aspek yang dapat diidentifikasikan dan menjadi masalah dalam

manajemen proyek serta membutuhkan penanganan yang cermat menurut Husen

(2009) adalah sebagai berikut:

1. Aspek Keuangan

Masalah ini berkaitan dengan pembelanjaan dan pembiayaan proyek. Biasanya

(19)

jangka pendek atau jangka panjang. Pembiayaan proyek menjadi sangat krusial

bila proyek berskala besar dengan tingkat kompleksitas yang rumit, yang

membutuhkan analisis keungan yang cermat dan terencana.

2. Aspek Anggaran Biaya

Masalah ini berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian biaya selama

proyek berlangsung. Perencanaan yang matang dan terperinci akan memudahkan

proses pengendalian biaya, sehingga biaya yang dikeluarkan sesuai dengan

anggaran yang direncanakan. Jika sebaliknya, akan terjadi peningkatan biaya

yang besar dan merugikan bila proses perencanaannya salah.

3. Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia

Masalah ini berkaitan dengan kebutuhan dan alokasi SDM selama proyek

berlangsung yang berfluktuaktif. Agar tidak menimbulkan masalah yang

kompleks, perencanaan SDM didasarkan atas organisasi proyek yang dibentuk

sebelumnya dengan menggunakan langkah-langkah, proses staffing SDM,

deskripsi kerja, perhitungan beban kerja, deskripsi wewenang dan tanggung

jawab SDM serta penjelasan tentang sasaran dan tujuan proyek.

4. Aspek Manajemen Produksi

Masalah ini berkaitan dengan hasil akhir dari proyek, hasil akhir proyek negatif

bila proses perencanaan dan pengendaliannya tidak baik. Agar hal ini tidak

terjadi, maka dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produktivitas SDM,

meningkatkan efisiensi proses produksi dan kerja, menigkatkan kualitas

(20)

5. Aspek Harga

Masalah ini timbul karena kondisi eksternal dalam hal persaingan harga, yang

dapat merugikan perusahaan karena produk yang dihasilkan membutuhkan biaya

produksi yang tinggi dan kalah bersaing dengan produk lain.

6. Aspek Efektivitas dan Efisiensi

Masalah ini dapat merugikan bila fungsi produk yang dihasilkan tidak

terpenuhi/tidak efektif atau dapat juga terjadi bila faktor efisiensi tidak dipenuhi,

sehingga usaha produksi membutuhkan biaya yang besar.

7. Aspek Pemasaran

Masalah ini timbul berkaitan dengan perkembangan faktor eksternal sehubungan

dengan persaingan harga, strategi promosi, mutu produk serta analisis pasar

yang salah terhadap produksi yang dihasilkan.

8. Aspek Mutu

Masalah ini berkaitan dengan kualitas produk akhir yang nantinya dapat

meningkatkan daya saing serta memberikan kepuasaan bagi pelanggan.

9. Aspek Waktu

Masalah waktu dapat menimbulkan kerugian biaya bila terlambat dari yang

direncanakan serta akan menguntungkan bila dapat dipercepat.

2.2. Manajemen Sumber Daya

Husen (2009) menjelaskan perencanaan sumber daya yang matang dan cermat

sesuai kebutuhan logis proyek akan membantu pencapaian sasaran dan tujuan proyek

secara maksimal, dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Kebutuhan

sumber daya pada tiap-tiap proyek tidak selalu sama, bergantung pada skala, lokasi,

(21)

sumber daya dapat dihitung dengan pendekatan matematis yang memberikan hasil

optimal dibandingkan hanya dengan perkiraan pengalaman saja, yang tingkat

efektivitas dan efisiensinya rendah. Pendekatan yang matematis menghasilkan

tingkat penyimpangan yang minimal serta perkiraan yang mendekati kondisi

sebenarnya.

Perencanaan yang akurat akan memberikan informasi-informasi penting dalam

pengelolaan proyek sehingga kualitas sumber daya, jumlah serta biaya yang harus

dikeluarkan dapat diidentifikasi dan diukur besaranya dengan

konsekuensi-konsekuensi logis yang berlaku dalam proyek.

Perencanaan sumber daya dengan metode yang benar dan evaluasi yang kontinu

akan memberikan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi, sehingga hasil yang dicapai

memuaskan pemilik proyek serta stakeholder proyek.

2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang ada pada suatu proyek dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Pembagian kategori ini dimaksudkan

agar efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya dapat maksimal dengan

beban ekonomis yang memadai (Husen,2009).

Dalam mengatur alokasi jumlah tenaga kerja sepanjang durasi proyek

diusahakan agar fluktuasinya tidak terlalu berlebihan dan cenderung berbentuk kurva

distribusi normal. Pada awal proyek, jumlah tenaga kerja sedikit, kemudian sesuai

dengan jumlah volume pekerjaan, jumlahnya naik signifikan dan turun menjelang

akhir proyek. Harus dipertimbangkan pula kebutuhan maksimal per hari/per minggu

atau per bulan agar persediaan tenaga kerja tidak melampaui kemampuan perusahaan

(22)

2.2.2. Manajemen Sumber Daya Peralatan

Dalam penentuan alokasi sumber daya peralatan yang akan digunakan dalam

suatu proyek, kondisi daerah kerja serta kondisi peralatan perlu diidentifikasi terlebih

dahulu. Tujuannya agar tingkat kebutuhan pemakaian dapat direncanakan secara

efektif dan efisien. Beberapa yang perlu diidentifikasi menurut Husen (2009) adalah:

1. Medan kerja, identifikasi ini untuk menentukan kondisi medan kerja dari tingkat

mudah, sedang, atau berat.

2. Cuaca, identifikasi ini perlu dilakukan khususnya pada proyek dengan lahan

terbuka.

3. Mobilisasi peralatan ke lokasi proyek perlu direncanakan dengan detail,

khususnya untuk peralatan-peralatan berat.

4. Komunikasi yang memadai antar operator peralatan dengan pengendali kerja

harus terjalin baik.

5. Fungsi peralatan harus sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan untuk

menghindari tingkat pemakaian yang tidak efektif dan efisien.

6. Kondisis peralatan harus laik pakai agar pekerjaan tidak tertunda karena

peralatan rusak.

Seperti alokasi penggunaan tenaga kerja, alokasi penggunaan peralatan

disesuaikan dengan kebutuhan disepanjang durasi proyek dengan

pertimbangan-pertimbangan logis dari awal hingga akhir proyek.

2.2.3. Manajemen Sumber Daya Material

Hampir sama halnya dengan pengelolaan peralatan, material harus dikelola

dengan sebaik-baiknya agar kebutuhannya mencukupi pada waktu dan tempat yang

(23)

Untuk menjamin manajemen bahan yang benar, setiap proses berikut ini harus

benar-benar dilaksanakan secara efektif. Kegagalan dalam menjalankan suatu proses

atau lebih akan menyebabkan kegagalan menyeluruh dari manajemen material dan

akan menghasilkan sebuah proyek konstruksi yang mahal. Adapun proses dalam

manajemen bahan menurut Ervianto (2004) adalah sebagai berikut:

• Pemilihan bahan.

• Pemilihan pemasok bahan.

• Pembelian bahan.

• Pengiriman bahan.

• Penerimaan bahan.

• Penyimpanan bahan.

• Pengeluaran bahan.

• Menjaga tingkat persediaan.

Perencanaan terhadap material dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pekerjaan

penggunaan material menjadi efisien dan efektif dan tidak terjadi masalah akibat

tidak tersedianya material pada saat dibutuhkan. Dalam pelaksanaan proyek,

penggunaan material diawasi dengan ketat baik kualitas maupun kuantitasnya, sesuai

dengan spesifikasi dan kebutuhan yang telah ditetapkan. Informasi yang dibutuhkan

dalam perencanaan material adalah menurut Husen (2009) sebagai berikut:

• Kualitas material yang dibutuhkan: menggunakan tipe tertentu dengan mutu

harus sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam spesifikasi proyek.

• Spesifikasi teknis material: merupakan dokumentasi persyaratan teknis

material yang direncanakan dan menjadi acuan untuk memenuhi kebutuhan

(24)

• Lingkup penawaran yang diajukan oleh beberapa pemasok: dengan memilih

harga yang paling murah dengan kualitas terbaik.

• Waktu pengiriman (delivery): menyesuaikan dengan schedule pemakaian

material, biasanya beberapa material dikirim sebelum pekerjaan dimulai.

• Pajak penjualan material: menjadi beban bagi pemilik proyek yang telah

dihitung dalam harga satuan material atau dalam harga proyek secara

keseluruhan.

• Termin dan kondisi pembayaran kepada logistik material yang dilakukan:

harus disesuaikan dengan cashflow proyek agar likuiditas keungan proyek tetap aman.

• Pemasok material adalah rekanan terpilih yang telah bekerja sama dengan

baik dan memberikan pelayanan yang memuaskan pada proyek-proyek

sebelumnya.

• Gudang penimbunan material harus cukup untuk menampung material yang

siap dipakai, karena itu kapasitas dan lalu lintasnya harus diperhitungkan.

• Harga material saat penawaran lelang dapat naik sewaktu-waktu pada tahap

pelaksanaan proyek, karena itu perhitungan eskalasi harga harus dimasukkan

dalam komponen harga satuan.

• Jadwal penggunaan material harus sesuai antara kebutuhan proyek dengan

dengan waktu pengiriman material dari pemasok. Oleh karena itu,

penggunaan subschedule material untuk setiap item pekerjaan mutlak

(25)

Agar alur pemakaian material tersebut sesuai dengan jadwal kebutuhan di-

lapangan, maka perlu dibuat schedule penggunaan material. Schedule ini disesuaikan dengan master schedule.

Agar lebih jelas, berikut ini diberikan suatu diagram alir prosedur penggunaan

material yang dikendalikan oleh bagian logistik, dibantu oleh bagian teknis, untuk

memastikan bahwa material yang dibeli dan dipakai sesuai dengan spesifikasi yang

disyaratkan.

Gambar 2.1.Alur Distribusi Penggunaan Material

(Sumber: Husen. 2009. Manajemen Proyek, Perencanaan, Penjadwalan dan Pengendalian Proyek).

Material Pembayaran &

Penentuan Jadwal

Pengiriman Material Pengiriman Material

(26)

2.2.4. Manajemen Sumber Daya Modal/Keuangan

Keuangan proyek perlu dikelola dengan hati-hati agar pada akhir proyek,

proyeksi keuntungan yang telah direncanakan dapat dicapai sesuai dengan yang

diharapkan. Aliran kas masuk dan kas keluar terlapor dengan benar dan teliti

sehingga setiap laporan berkalanya dapat memberikan informasi yang akurat dan

dapat diaudit dengan tingkat kewajaran yang baik, serta menjadi bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan berikutnya (Husen,2009).

2.3. Persediaan

Persediaan didefenisikan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau

dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang

disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses

manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan memegang

peran agar perusahaan dapat berjalan dengan baik (Kusuma, 2009).

Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan,

meskipun sebenar nya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur,

karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak

dapat digunakan untuk keperluaan yang lain (Herjanto,1999).

Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian

kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,

kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar

pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersediannya

persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat (Herjanto,1999).

Mengendalikan persediaan yang tepat bukan bukan hal yang mudah. Apabila

(27)

besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan dan

risiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit

mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock-out) karena sering kali barang/bahan tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar yang

dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya

keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan (Herjanto, 1999).

2.4. Fungsi Persediaan

Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses

produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu

sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan (Rosnani Ginting, 2007).

Sedangkan menurut Herjanto (1999) Beberapa fungsi penting yang dikandung

oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, sebagai berikut:

1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang

dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan.

3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga

perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembeliaan berdasarkan potongan kuantitas

(quantity discount).

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang

(28)

2.5. Biaya Persediaan

Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah

yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya yang rendah. Karena itu,

kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam

mengambil keputusan. Biaya dalam sistem persediaan secara umum dapat

diklasifikasikan (Rosnani Ginting, 2007) sebagai berikut:

2.5.1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian (purchase cost) dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya

produksi per unit item tersebut berasal dari internal perusahaan atau diproduksi

sendiri oleh perusahaan. Biaya pembelian ini bisa bervariasi untuk berbagai ukuran

pemesanan bila pemasok menawarkan potongan harga untuk ukuran pemesanan yang

lebih besar. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak

dimasukkan ke dalam total biaya pembelian untuk periode tertentu (misalnya satu

tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa

banyak barang yang harus dipesan.

2.5.2. Biaya Pengadaan (Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari

luar. Biaya ini pada umumnya meliputi:

• Pemrosesan pesanan

(29)

• Biaya telpon dan keperluan komunikasi lainnya

• Pengeluaran surat menyurat, foto kopi dan perlengkapan administrasi lainnya

• Biaya pengepakan dan penimbangan

• Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan

• Biaya pengirimin ke gudang

Sedangkan biaya pembuatan (setup cost) adalah semua pengeluaran yang

ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang.

2.5.3. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)

Dalam pemabahasan ini ongkos simpan dinyatakan dalam bentuk persentase dari

nilai barang. Secara umum ongkos simpan diasumsikan tetap untuk jumlah kapasitas

penyimpanan tertentu, dan dibagi sama rata untuk tiap unit item barang yang

disimpan (Kusuma, 2009).

Biaya penyimpanan (holding cost) merupakan biaya yang timbul akibat

disimpannya suatu item. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan

menurut Rosnani Ginting (2007) adalah:

1. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)

2. Biaya gudang

3. Biaya kerusakan dan penyusutan

4. Biaya kadaluarsa

5. Biaya asuransi

6. Biaya administrasi dan pemindahan.

2.6. Material Requirement Planning (MRP)

Menurut Ervianto (2004) perencanaan pengadaan material dalam proyek

(30)

planning dari seluruh kegiatan proyek konstruksi. Penyusunan bar-chart tersebut tidak hanya sekedar menarik garis saja, tetapi lebih mempertimbangkan penggunaan

sumber daya secara optimal.

Salah satu metode yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam perencanaan

pengadaan bahan adalah Material Requirement Planning atau sering disebut dengan MRP. Konsep ini muncul pertama kali pada industri manufaktur dengan karakteristik

setiap periode kegiatan merupakan proses pengulangan (repetitive) (Ervianto, 2004). Perencanaan kebutuhan material adalah suatu konsep dalam manajemen

produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang

dalam proses produksi, sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai

dengan yang direncanakan (Herjanto, 1999).

Kebutuhan material dalam menunjang pelaksanaan kegiatan di lokasi

pekerjaan/proyek dapat diidentifikasi dengan cara melakukan perhitungan

berdasarkan master schedule. Penjadwalan proyek yang biasa digunakan adalah menggambarkan bar-chart dari setiap kegiatannya. Panjang pendek dari bar-chart

tersebut menggambarkan durasi dari kegiatan tersebut akan dilaksanakan (Ervianto,

2004).

Jika diambil sebuah bar-chart dari sebuah kegiatan, maka informasi yang dapat digali dari bar-chart tersebut adalah banyaknya pekerjaan yang akan terlibat di dalam kegiatan tersebut serta jumlah dan jenis material yang dibutuhkan (Ervianto,

2004).

MRP sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen

(31)

mengendalikan agar komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat

tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan (Herjanto,1999).

MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu

pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada keterpaduan

dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk (Herjanto, 1999).

2.6.1. Kemampuan MRP

Menurut Rosnani Ginting (2007) ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari

sistem MRP yaitu:

1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus

diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan

atas produksi akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi.

2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.

Dengan diketahuinya kebutuhan akan produksi jadi, MRP dapat menentukan

secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua

kebutuhan minimal setiap item komponen

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan

terhadap pesanan harus dilakukan

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah

(32)

2.6.2. Input Sistem MRP

Didalam prosesnya MRP membututuhkan beberapa masukan yang nantinya

setelah melalui proses akan diperoleh informasi yang diinginkan sebagai keluaran.

Adapun masukan-masukan tersebut menurut Herjanto (1999) adalah:

1. Jadwal Induk Produksi (JIP)

JIP adalah suatu jadwal yang menunjukkan jumlah produk yang akan dibuat

dalam tiap-tiap periode dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas perusahaan

dalam merencanakan produksi serta menyusun budget.

2. Catatan status persediaan (inventory record)

Catatan status persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam

persediaan. Catatan ini terdiri dari data-data setiap jenis barang persediaan,

dimana setiap jenis barang persediaan tersebut nantinya akan dibutuhkan untuk

menentukan jumlah kebutuhan bersih.

3. Daftar material / struktur produk (bill of material)

Struktur produk adalah merupakan suatu daftar barang atau material yang

diperlukan bagi perakitan, pencampuran, atau pembuatan produk akhir dan

menunjukkan berapa banyak setiap komponen dari bagian produk akan

diperlukan. Struktur produk dapat digambarkan sebagai sebuah pohon dengan

(33)

Gambar 2.2.Struktur Produk

(Sumber: Herjanto. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi).

Gambar 2.2. di atas menunjukkan contoh struktur produk yang artinya : produk

A merupakan produk akhir (level 0) terbentuk dari 2 rakitan B dan 3

sub-rakitan C (level 1). Setiap sub-sub-rakitan B terdiri dari 2 bagian D dan 3 bagian E

(level 2). Demikian juga pada sub-rakitan C terdiri dari 1 bagian E, dan 2 bagian

F (level 2). Dengan demikian permintaan untuk B, C, D, E dan F tergantung atas

permintaan untuk A. Angka dalam kurung menunjukkan jumlah unit komponen

yang bersangkutan. Struktur produk seperti gambar di atas memiliki tiga

tingkatan yaitu 0, 1 dan 2. Produk yang berada di atas merupakan produk akhir

dari produk yang di bawahnya, sedangkan yang di bawahnya merupakan

komponen.

2.6.3. Output Sistem MRP

Output dari sistem MRP menurut Kusuma (2009) adalah informasi yang dapat

digunakan untuk melakukan pengendalian produksi. Keluaran pertama merupakan

(34)

komponen/item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka kebutuhan bahan pada

tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu proyeksi kebutuhan kapasitas

juga akan diketahui, yang selanjutnya akan memberi revisi atas perencanaan

kapasitas pada perencanaan sebelumnya. Output rencana kebutuhan bahan lainnya

ialah:

1. Memberikan catatan pesanan penjadwalan yang harus dilakukan/direncanakan

baik dari pabrik maupun dari pemasok.

2. Memberikan indikasi penjadwalan ulang.

3. Memberikan indikasi pembatalan pesanan.

4. Memberikan indikasi keadaan persediaan.

2.6.4. Proses Pengolahan MRP

Adapun langkah-langkah mendasar pada proses pengolahan MRP menurut

kusuma (2009) adalah sebagai berikut:

1. Netting

Netting ialah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih

yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan

persediaan (yang ada adalam persediaan dan yang sedang dipesan).

Masukkan yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini

adalah:

• Kebutuhan kotor (yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi) untuk

tiap periode selama periode perencanaan.

• Rencana penerimaan dari subkontraktor selama periode perencanaan.

(35)

2. Lotting

Lotting ialah proses untuk menentukan besarnya pesanan yang optimal untuk masing-masing item produk berdasarkan hasil perhitungan kebuhan bersih.

Proses lotting erat hubunganya dengan penentuan jumlah komponen/item yang harus dipesan/disediakan. Penggunaan dan pemilihan teknik yang tepat sangat

mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan bahan.

Ukuran lot berarti jumlah item yang harus dipesan/dibuat, dikaitkan dengan besarnya ongkos-ongkos persediaan, seperti ongkos pengadaan barang (ongkos

set up), ongkos simpan, biaya modal, serta harga barang itu sendiri. Hingga kini telah banyak dikembangkan teknik-teknik penetapan ukuran lot oleh para ahli.

Teknik-teknik tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

• Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas, misalnya

EOQ, jumlah pesanan tetap, pesanan dengan periode tetap, algoritma

Silver-Meal, algoritma Wagner-Whitin, EPQ, lot for lot, dan lain sebagainya. • Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.

• Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas. • Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.

3. Offsetting

Proses ini ditujukan untuk menentukan saat yang tepat guna melakukan rencana

pemesanan dalam upaya memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Rencana

pemesanan dilakukan pada saat material dibutuhkan dikurangi dengan waktu

(36)

4. Explosion

Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor item yang berada ditingkat lebih bawah, didasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun

pada proses offsetting. Dalam proses explosion ini data struktur produk dan bill of material memegang peran penting karena menentukan arah explosion.

2.6.5. Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing)

Metode yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran pemesanan

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Lot For Lot (LFL)

Metode ini menurut Rosnani Ginting (2007) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan mudah dimengerti. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan

minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan

di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan ukuran besar kuantitas

pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk

item-item yang mahal atau yang tingkat kontinuitas permintaanya tinggi.

Karena jumlah yang dipesan hanya sebanyak kebutuhan yang diperlukan saja,

secara otomatis persediaan di lapangan tidak dimiliki atau menjadi nol sebab jumlah

material yang didatangkan sudah terpakai seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan

pada periode waktu yang telah ditentukan sesuai jadwal pekerjaan. Biaya persediaan

yang dikeluarkan hanya berupa biaya pemesanan saja, untuk biaya penyimpanan

tidak dikeluarkan karena tidak memiliki persediaan. Dengan kondisi persediaan akhir

nol pada metode ini terdapat risiko yang tinggi. Jika material yang sudah dipesan

(37)

menyebabkan terhentinya kegiatan pekerjaan di proyek tersebut jika material berupa

bahan baku (material konstruksi) yang memberikan efek lanjutan yaitu terlambatnya

pencapaiaan kemajuaan pekerjaan, sehingga menghasilkan proyek dengan biaya

produksi yang tinggi atau dapat memberikan kesan yang kurang baik terhadap

pelanggan apabila material tersebut berupa bahan jadi. Untuk perusahaan yang

menjual atau memproduksi barang-barang yang tidak tahan lama metode ini

merupakan pilihan yang terbaik.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Economic Order Quantity (EOQ)/ jumlah pesanan ekonomis, merupakan satu model yang sudah tua, diperkenalkan oleh F.W. Harris pada tahun 1914, tetapi paling

banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak digunakan

sampai saat ini karena mudah penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus

memperhatikan asumsi yang dipakai. Asumsi tersebut (Herjanto, 1999) sebagai

berikut:

• Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.

• Kebutuhan/permintaan barang diketahui dan konstan.

• Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan.

• Barang yang dipesan diterima dalam satu batch.

• Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada

potongankuantitas).

• Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan.

Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji, seperti dalam

gambar 2.3. Karena permintaan dianggap konstan, persediaan berkurang dalam

(38)

persediaan mencapai nol, pesanan untuk batch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q. nilai Q yang optimal/ekonomis dapat

diperoleh dengan menggunakan pendekatan tabel dan grafik atau dengan

menggunakan formula.

Gambar 2.3. Grafik Persediaan dalam model EOQ

(Sumber: Herjanto. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi).

Cara lain untuk memperoleh EOQ dengan pendekatan matematika yang

dijelaskan oleh Herjanto (1999), dikenal dengan istilah cara formula. Dalam metode

ini digunakan beberapa notasi sebagai berikut.

D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)

S = biaya pemesanan (rupiah/pesanan)

h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)

C = harga barang (rupiah/unit)

H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)

Q = jumlah pemesanan (unit/pesanan)

F = frekuensi pemesanan (kali/tahun) Q

Q/2

0

Tingkat persediaan

Rata-rata persediaan

(39)

TC = biaya total persediaan (rupiah/tahun)

Biaya pemesanan per tahun:

= frekuensi pesanan x biaya pesanan

= �

………. (2.1)

Biaya penyimpanan per tahun

= persediaan rata-rata x biaya penyimpanan

= �

2

………. (2.2)

Biaya total per tahun

= biaya pemesanan + biaya penyimpanan

= �

+ �

2

EOQ terjadi jika biaya pemesanan = biaya penyimpanan, maka:

Pers. 2.1 = pers. 2.2

= �

2

2DS = HQ2

Q2 = 2��

Q* adalah EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total

persediaan terendah.

Penetapan ukuran lot dengan metode EOQ menerapkan prinsip jumlah

pemesanan tetap sepanjang periode pemenuhan kebutuhan/persediaan, dimana

Q* =

2��

(40)

frekuensi pemesanan dan jumlah persediaan diminimalkan sehingga menghasilkan

total biaya persediaan yang kecil (ekonomis/optimal).

2.6.6. Waktu Ancang (Lead Time)

Kusuma (2009) menjelaskan dalam kondisi aktual, pemenuhan kebutuhan

seketika tidak mungkin dilakukan. selalu dibutuhkan waktu ancang untuk memenuhi

permintaan. Waktu ancang adalah waktu yang diperlukan dari mulai pesanan

dilakukan sampai bahan baku diterima dan siap untuk digunakan. Dalam konsep

waktu ancang ini terkait pula saat pemesanan kembali. Saat pemesanan kembali

adalah waktu dimana pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan waktu

ancang sedemikian rupa sehingga pada saat tingkat persediaan mencapai nol maka

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rencana Penelitian

Pemesanan jumlah material merupakan salah satu tahapan dalam proses

perencanaan persediaan dengan metode Material Requirement Planning (MRP). Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan pembahasan mengenai perbandingan teknik

pemesanan jumlah material (lotting) pekerjaan beton metode Lot For Lot (LFL) dengan Economic Order Quantity (EOQ) dan teknik apa diantara kedua metode tersebut yang menghasilkan biaya persediaan minimum. Kebutuhan persediaan

material yang akan dipesan hanya pada material utama pekerjaan stuktur beton yang

meliputi pekerjaan beton lantai 1, 2 dan 3.

3.2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian Tugas Akhir ini yang menjadi lokasi pengambilan data adalah

Proyek Pembangunan Perumahan De Casa Villa pada Blok B dan C, yang berlokasi

di dalam kawasan Komplek Perumahan Bumi Asri di Jalan Asrama Kecamatan

Medan Helvetia. Pemilihan proyek ini sebagai objek penelitian didasarkan pada

pengamatan awal ditemukan terjadi potensi keterlambatan pekerjaan, dimana salah

faktor penyebabnya tidak tersedia material pekerjaan yang cukup pada saat

dibutuhkan sehingga memungkinkan untuk dibahas dan dianalisis dari sisi

perencanaan persediaan material.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini dibutuhkan beberapa jenis data,

(42)

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian ini. Data

primer ini diperoleh dari pelaksana proyek (kontraktor). Data primer yang diperlukan

untuk penelitian adalah: Time Schedule proyek, Bill of Quantity (BOQ) dan Shop Drawing. Untuk mendukung analisis yang akan dilakukan diperoleh data dari instansi lain berupa Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Perumahan dan

Pemukiman Kota Medan Tahun Anggaran 2013 dan SNI 7394-2008 tentang Tata

Cara Perhitungan Harga Satuan untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Data sekunder ini berupa data-data yang diperoleh dari studi literatur baik buku

referensi, jurnal, dan bahan bacaan lainnya.

3.4. Metode Analisis Data

Dari data-data primer dan sekunder yang dikumpulkan dibuat jadwal

persediaannya dengan jumlah pemesanan (lotting) menurut metode lot for lot dan

economic order quantity pada pekerjaan beton. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi struktur pekerjaan beton dengan membuat

breakdown seluruh pekerjaan beton dari awal sampai akhir.

2. Membuat struktur produk atau bahan (Bill of Material) dari breakdown

pekerjaan beton yang telah dibuat untuk melakukan analisis terhadap

meterial yang akan dihitung kebutuhannya.

(43)

4. Kemudian berdasarkan jadwal induk produksi dianalisis kebutuhan total

material.

5. Menghitung biaya-biaya persediaan yang terdiri atas biaya pembelian, biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan.

6. Melakukan proses penentuan ukuran atau jumlah pemesanan (lotting). Proses pengerjaan metode lot for lot dan economic order quantity dilakukan secara tabelaris, dimana pada tabel tersebut menunjukkan alur pelaksanaan

pemenuhan material dari saat pemesanan sampai material tiba ke lokasi kerja

(material on site). Adapun proses-proses tersebut dijelaskan sebagai berikut: • Total kebutuhan adalah jumlah kebutuhan material pada satu periode

waktu yang harus disediakan.

• Persediaan awal adalah jumlah material yang sudah dimiliki. Pada

analisa ini persediaan awal diasumsikan nol. Untuk metode lot for lot

persediaan awal disepanjang periode adalah nol.

• Jumlah pemesanan (lotting) adalah jumlah material yang dipesan

untuk memenuhi kebutuhan pada setiap periode. Formula yang

digunakan adalah: Jumlah pemesanan = total kebutuhan – persediaan

awal. Untuk metode economic order quantity lotting dihitung dengan formula matematis.

• Rencana pengiriman adalah waktu/periode dimana jumlah pemesanan

(lotting) untuk dipesan dikirim oleh supplier guna memenuhi

persediaan dengan memperhitungkan lamanya waktu ancang

(44)

• Rencana penerimaan adalah waktu dimana jumlah pemesanan

(lotting) tiba di lokasi kerja.

• Persediaan akhir adalah jumlah material yang tersisa setelah jumlah

pemesanan (lotting) yang tiba di lokasi kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Formula yang dugunakan adalah:

Persediaan akhir = (rencana penerimaan + persediaan awal) - total

kebutuhan.

7. Dari hasil analisis jumlah (kuantitas) pemesanan, kemudian dihitung total

(45)

3.5. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Studi literatur

Pengumpulan Data

Analisis perbandingan Teknik Pemesanan Material Pekerjaan Beton Metode Lot For Lot

dan Economic Order Quantity

Lot For Lot (LFL)

Economic Order Quantity (EOQ)

Total Biaya Persediaan

Kesimpulan dan Saran Data Primer:

- Shop Drawing

- Time Schedule (kurva S) - BOQ

- Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Tarukim Kota Medan 2013

- SNI 7394-2008

Data Sekunder:

- Data Umum Proyek - Jurnal dan Referensi

Analisis dan Pengolahan Data

(46)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data Proyek

Data lapangan yang diperoleh berupa jadwal pelaksanaan (time schedule) proyek dan daftar volume pekerjaan (Bill of Quantity/BOQ) digunakan untuk menganalisis total kebutuhan material pekerjaan beton, kemudian dilakukan pemesanan sesuai

dengan kebutuhan berdasarkan volume pekerjaan (produk akhir) beton dan durasi

pekerjaannya dengan metode Lot for Lot dan Economic order Quantity.

Pada proses pemesanan membutuhkan biaya persediaan. Untuk menghitung

biaya tersebut menggunakan data harga bahan (Analisa Harga Satuan Bangunan

Dinas Tarukim Kota Medan 2013), selanjutnya dihitung total biaya persediaan

berdasarkan jumlah pemesanan dengan metode lotting di atas. Proses analisis secara detail akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

4.2.Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Beton

Pada pembangunan proyek perumahan De Casa Villa Blok B-C yang terdiri dari

48 unit rumah tipe 90 (6m x15m) direncanakan waktu pelaksanaan dimulai pada

tanggal 05 Mei 2013 dan selesai pada tanggal 30 April 2014, sehingga lamanya

waktu pelaksanaan 1 tahun. Untuk pekerjaan stuktur beton direncanakan dimulai

pada tanggal 05 Juni 2013 (minggu ke-6) sampai tanggal 16 Februari 2014 (minggu

ke-42). Selama masa pekerjaan beton tersebut terdapat libur lebaran pada minggu

ke-15, sehingga lama waktu penyelesaian pekerjaan struktur beton adalah

36 minggu. Untuk jadwal pelaksanaan pekerjaan beton lebih jelasnya dapat dilihat

(47)

Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Stuktur Beton

No. Uraian Pekerjaan Durasi (hari)

- Pekerjaan cor tapak

Pondasi P1 28 05/06/13 02/07/13 2.01

- Pekerjaan cor pondasi

menerus 1pc: 3ps : 5kr + 20% b.kali

28 10/07/13 06/08/13 1.34

- Pekerjaan cor sloof 20/30,

15/20 63 26/06/13 03/09/13 2.67

- Pekerjaan cor kolom

sumbu P1 35 05/06/13 09/07/13 1.56

- Pekerjaan cor kolom K1 49 17/07/13 10/09/13 2.39

- Pekerjaan cor kolom KP 35 31/07/13 10/09/13 0.60

- Pekerjaan cor kanopi

belakang 21 14/08/13 03/09/13 0.08

- Pekerjaan cor kanopi

jendela depan 21 14/08/13 03/09/13 0.57

- Pekerjaan cor kanopi

belakang 7 06/11/13 12/11/13 0.17

- Pekerjaan cor kanopi

depan 7 06/11/13 12/11/13 0.33

- Pekerjaan cor kanopi

belakang 7 14/0114 20/01/14 0.08

- Pekerjaan cor kanopi

(48)

4.3.Struktur Produk (Bill of Material/BOM) Pekerjaan Beton

Data yang diperlukan untuk menyusun struktur produk (Bill of Material) pada tugas akhir ini diperoleh dari BOQ (Bill of Quantity) yang di-breakdown dari pekerjaan beton.

Jenis material yang akan direncanakan jumlah pemesanannya adalah material

penyusun pekerjaan bekisting, pembesian dan pengecoran. Adapun material yang

diperhitungkan adalah material-material utama meliputi kayu papan (setara kelas III),

kayu broti (setara kelas II), kayu dolken galam, plywood, besi tulangan, kawat beton, pasir, kerikil, semen dan beton ready mix. Untuk lebih jelasnya stuktur produk

pekerjaan beton dapat dilihat pada gambar 4.1 (lampiran 1).

Dari gambar struktur produk (BOM) tersebut dapat dilihat bahwa struktur

produknya memiliki 5 tingkat peninjauan yaitu level 0, 1, 2, 3 dan 4. Produk pada

level 0 diidentifikasi sebagai produk akhir yaitu struktur beton blok B-C Perumahan

De Casa Villa, sedangkan produk-produk yang ada pada level di bawahnya

merupakan komponen penyusun. Produk yang berada pada level 4 merupakan

material yang akan dibuat jumlah pemesananya (lotting) untuk rencana persediaan pada proyek tersebut.

4.3.1. Jenis Kebutuhan Material

Dari gambar 4.1. struktur produk (BOM) pekerjaan beton dapat diketahui

jenis-jenis material yang diperlukan sebagai komponen penyusun produk akhir yang

- Pekerjaan cor balok 35 14/01/14 16/02/14 2.00

- Pekerjaan cor list plank

beton belakang 7 14/01/14 20/01/14 0.37

(49)

berada pada level 0, yaitu struktur beton Perumahan De Casa Villa Blok B-C yang

kemudian akan diperhitungkan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Jenis-Jenis Material Penyusun Produk Akhir

No Pekerjaan Jenis Material Satuan

1 Bekisting - Kayu Papan 2/20, Pjg = 4m Lembar

- Kayu Broti 5/7, Pjg = 4m Batang

- Kayu Dolken, Pjg = 4m Batang

- Plywood 9 mm Lembar

2 Beton - Pasir m³

- Kerikil m³

- Semen Zak

- Beton Ready Mix K-175 m³

3 Besi Tulangan - Besi beton Ø 6 -12 M Batang

- Besi beton Ø 8 -12 M Batang

- Besi beton Ø 10 -12 M Batang

- Besi beton Ø 12 -12 M Batang

- Besi beton Ø 13 -12 M Batang

- Kawat beton Rol

4.3.2.Faktor Konversi Pembelian Material

Untuk mengetahui berapa jumlah material yang dibutuhkan dalam satuan

pembeliannya diperlukan sebuah faktor konversi. Faktor konversi ini menunjukkan

(50)

yang digunakan oleh analisa kebutuhan bahan yang digunakan. Berdasarkan analisa

kebutuhan bahan SNI 7394-2008 perhitungan faktor konversi pembelian material

untuk jenis-jenis bahan yang dihitung pada Perumahan De Casa Villa Blok B-C

adalah sebagai berikut:

• 1 lembar kayu papan ukuran 2/20, panjang 4 m = 0,02 m x 0,2 m x 4 m

= 0,016 m³

• 1 batang kayu broti ukuran 5/7, panjang 4 m = 0,05 m x 0,07 m x 4 m

= 0,014 m³

• 1 batang kayu dolken, panjang 4 m = 1 batang

• 1 lembar plywood 9 mm = 1 lembar

• 1 batang besi beton Ø6-12 M = 2,66 kg (PT. Bilah Baja)

• 1 batang besi beton Ø8-12 M = 4,74 kg (PT. Bilah Baja)

• 1 batang besi beton Ø10-12 M = 7,40 kg (PT. Bilah Baja)

• 1 batang besi beton Ø12-12 M = 10,66 kg (PT. Bilah Baja)

• 1 batang besi beton Ø13-12 M = 12,50 kg (PT. Bilah Baja)

• 1 rol kawat beton = 25 kg

• 1 m³ pasir = 1 m³

• 1 m³ kerikil = 1 m³

• 1 zak semen = 40 Kg

• 1 m³ beton ready mix K-175 = 1 m³

Untuk lebih jelas hasil perhitungan faktor konversi pembelian tersebut dapat

(51)

4.4.Analisa Kebutuhan Material

Dalam kajian MRP proses ini bagian dari input yang diperlukan untuk proses

pemesanan jumlah material (lotting). Analisis yang dilakukan meliputi pembuatan jadwal induk produksi dan kebutuhan material struktur beton pada lantai 1, 2 dan 3

Perumahan De Casa Villa Blok B-C.

4.4.1. Jadwal Induk Produksi (JIP)

Pada jadwal induk produksi ini ditampilkan informasi volume pekerjaan dari

produk akhir (struktur beton) yang akan dibuat pada suatu periode.

Data yang diperlukan untuk menyusun sebuah jadwal induk produksi pada tugas

akhir ini diperoleh dari jadwal pelaksanaan pekerjaan (time schedule) dan Bill of Quantity (BOQ), dimana pada jadwal tersebut diketahui durasi penyelesaiaan dan hubungan keterkaitan dari masing-masing pekerjaan, sedangkan volume dari

tiap-tiap pekerjaan beton diperoleh dari BOQ, selanjutnya jadwal induk produksi disusun

dengan memasukkan volume pekerjaan tiap-tiap minggu ke dalam jadwal pekerjaan.

Data volume pekerjaan dari BOQ adalah volume untuk 1 unit rumah, sedangkan

jadwal pelaksanaan proyek direncanakan untuk 48 unit rumah. Pada pekerjaan

bekisting digunakan sebanyak dua kali. Berikut ini adalah perhitungan volume

pekerjaan per minggu dari tiap-tiap pekerjaan beton di lantai 1.

1. Pekerjaan Cor Tapak Pondasi P1

 Pekerjaan bekisting (diasumsikan dua kali pemakaian)

- Volume bekisiting 1 unit rumah = 12 m2 (Lampiran 9)

- Durasi pek. bekisting untuk 48 unit rumah = 3 minggu (Lampiran 10)

- Vol. pek. bekisting per minggu = �����

� = 96,0 m

(52)

 Beton cor 1pc: 2ps : 3kr

- Volume cor 1 unit rumah = 4,08 m3 (Lampiran 9)

- Durasi pek. cor untuk 48 unit rumah = 3 minggu (Lampiran 10)

- Vol. pek. cor per minggu = �,�����

� = 65,28 m

3

 Besi beton Ø 12 mm

- Volume besi beton 1 unit rumah = 176,13 kg (Lampiran 9)

- Durasi pek. besi beton untuk 48 unit rumah = 4 minggu (Lampiran 10)

- Vol. pek. besi beton per minggu =���,�����

� =2113,58 kg

 Kawat ikat

- Volume kawat ikat 1 unit rumah = 3,52 kg (Lampiran 9)

- Durasi pek. kawat ikat untuk 48 unit rumah = 4 minggu (Lampiran 10)

- Vol. pek. kawat ikat per minggu = �,�����

� = 42,26 kg

Hasil-hasil dari perhitungan di atas kemudian disusun ke dalam jadwal induk

produksi yang langsung mengikuti jadwal pelaksanaan pekerjaan dari masing-masing

item pekerjaan beton lantai 1, 2 dan 3. Perhitungan pada pekerjaan beton lainnya

dilakukan dengan analisis yang sama dengan perhitungan di atas dan hasilnya dapat

dilihat lebih jelas pada tabel 4.4 (lampiran 3).

4.4.2. Total Kebutuhan Material

Untuk menghitung kebutuhan material data yang diperlukan adalah jadwal induk

produksi untuk lantai 1, 2 dan 3 (lampiran 3) dan analisa bahan untuk masing-masing

item pekerjaan. Pada tugas akhir ini analisa bahan yang digunakan adalah SNI

(53)

dengan satuan pembelian, sehingga harus dikonversi kedalam satuan pembelian

material yang telah dihitung pada tabel 4.3 (lampiran 2).

Kebutuhan material ini diperlukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan total

material dari tiap-tiap jenisnya untuk direncanakan ukuran pemesanan sesuai jadwal

pekerjaan dimana material tersebut dibutuhkan.

Analisa perhitungan kebutuhan material untuk setiap item pekerjaan dituliskan

secara matematis adalah sebagai berikut :

Kebutuhan material per minggu = Volume pekerjaan x ������������������

�����������������������

Berikut ini adalah perhitungan volume kebutuhan material per minggu dari

tiap-tiap pekerjaan beton di lantai 1.

1. Pekerjaan Cor Tapak Pondasi P1

 Pekerjaan bekisting

- Volume bekisiting per minggu = 96,0 m2 (lampiran 3)

- Analisa kebutuhan material pekerjaan bekisting pondasi:

0,040 m3 kayu papan

- Faktor konversi = 0,016 m3 (lampiran 2)

- Keb. Kayu papan per minggu = ����,���

�,��� = 240,00 lembar

 Beton cor 1pc: 2ps : 3kr

- Volume cor per minggu = 65,28 m3 (lampiran 3)

- Analisa kebutuhan material pekerjaan cor pondasi:

0,543 m3 pasir

0,762 m3 kerikil

(54)

- Faktor konversi pasir = 1 m3 (lampiran 2)

- Faktor konversi kerikil = 1 m3 (lampiran 2)

- Faktor konversi semen = 40 kg (lampiran 2)

- Keb. pasir per minggu = ��,����,���

� = 35,45 m

3

- Keb. kerikil per minggu = ��,����,���

� = 49,74 m

3

- Keb. semen per minggu = ��,������

�� = 532,03 zak

 Besi beton Ø 12 mm

- Volume besi beton per minggu = 2113,58 kg (lampiran 3)

- Faktor konversi = 10,66 kg (lampiran 2)

- Keb. besi beton per minggu = ����,����

��,�� = 198,27 batang

 Kawat ikat

 Volume kawat ikat per minggu = 42,26 kg (lampiran 3)

 Faktor konversi = 25 kg (lampiran 2)

 Keb. besi beton per minggu = ��,����

�� = 1,69 rol

Hasil perhitungan analisa kebutuhan material per minggu lantai 1 lebih jelas

dapat dilihat pada tabel 4.5 (lampiran 4), untuk lantai 2 pada tabel 4.6 (lampiran 5)

dan untuk lantai 3 pada tabel 4.7 (lampiran 6). Dari tabel-tabel tersebut dapat dilihat

kebutuhan material dari masing-masing pekerjaan beton terdapat jenis material yang

sama pada setiap minggunya, sehingga harus dijumlahkan total kebutuhan dari jenis

material yang sama tersebut pada tiap-tiap minggu, kemudian hasil rekapitulasi

Gambar

Gambar 2.1. Alur Distribusi Penggunaan Material
Gambar 2.2. Struktur Produk
Gambar 2.3. Grafik Persediaan dalam model EOQ
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objek penelitian ini adalah jumlah pembelian, jumlah persediaan, jumlah pemakaian bahan baku yang digunakan dalam produksi,serta biaya pemesanan dan biaya

Dengan diketahuinya jumlah pemesanan barang yang akan dipesan setiap kali pemesanan dagangan televisi 32 inchi yang ekonomis, maka total biaya pengadaan persediaan

1) Perhitungan pengendalian persediaan berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ) terhadap efisiensi biaya persediaan lebih optimal dibandingkan kebijakan perusahaan.

Pengertian kuantitas pemesanan ekonomis ( EOQ ) adalah kuantitas pemesanan yang, dapat meminimalisasikan biaya total pemesanan dan penyimpanan, untuk menjaga

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part

Total biaya persediaan bahan baku di UKM WIRA BAG’S PRODUCTION dihitung dengan mengetahui total kebutuhan bahan baku, pembelian rata-rata bahan baku, biaya pemesanan dalam

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku kembali reorder point ke supplier saat jumlah persediaan tempurung Sulawesi tersisa 31,78kg,