ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE LOT FOR LOT (LFL)
DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh: FAHRIANSYAH
110424001
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE LOT FOR LOT (LFL)
DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh: FAHRIANSYAH
110 424 001 Pembimbing
Ir. Syahrizal, M.T. NIP. 19611231 198111 1 001
Penguji I Penguji II
Ir. Besman Surbakti, M.T. Nursyamsi, S.T., M.T. NIP. 19541012 198003 1 004 NIP. 19770623 200501 2 001
Mengesahkan
Koordinator PPSE Ketua
Departemen T. Sipil FT. USU Departemen T. Sipil FT. USU
Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19561224 198103 1 002
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Pengendalian persediaan material menjadi hal yang sangat penting karena ada keterkaitannya dengan kemajuan pekerjaan pada proyek konstruksi. Jumlah material yang ada di lapangan diupayakan dalam kondisi yang optimal dengan memperhatikan kapasitas penyimpanan yang dimiliki. Mengadakan material butuh biaya-biaya persediaan yang merupakan modal (investasi) dari perusahaan kontraktor. Bila jumlah persediaan terlalu besar dapat meningkatkan biaya penyimpanan dan risiko kerusakan atau penurunan kualitas, bila terlalu sedikit menyebabkan kekurangan persediaan dan bahkan menimbulkan keterlambatan pekerjaan karena material kadang tidak dapat didatangkan secara mendadak. Untuk itu perlu direncanakan jumlah persediaan material yang mampu memenuhi jadwal kebutuhan pekerjaan, mengurangi pengeluaran biaya persediaan serta meningkatkan keuntungan perusahaan.
Pada tugas akhir ini objek penelitian pada proyek pembangunan Perumahan De Casa Villa Blok B-C mengalami kekurangan persediaan material pada pekerjaan beton pada saat dibutuhkan yang berpotensi mengalami keterlambatan pekerjaan. Penulis merencanakan penggunaan metode lot for lot dan economic order quantity
pada teknik pemesanan (lotting) material pada pekerjaan beton. Dari kedua metode tersebut akan dibandingkan metode mana yang menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimum.
Dari hasil analisis teknik pemesanan material (lotting) pekerjaan beton menunjukkan bahwa kuantitas pemesanan yang optimal dengan total biaya persediaan minimum pada sistem pembayaran langsung adalah metode lot for lot. Pada sistem pembayaran tidak langsung untuk material kayu papan, kerikil, semen dan besi beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Lot For Lot, untuk material kayu broti, kayu dolken, plywood, pasir dan kawat beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Economic Order Quantiy.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa saya curahkan untuk Rasullullah Muhammad SAW, atas kerasulan beliau ilmu pengetahuan dapat berkembang seperti sekarang ini.
Tugas akhir ini berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN TEKNIK
PEMESANAN (LOTTING) MATERIAL PEKERJAAN BETON METODE
LOT FOR LOT (LFL) DENGAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)”.
Tugas akhir ini merupakan suatu persyaratan bagi setiap mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Sipil.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini maupun selama saya menempuh pendidikan Sarjana Teknik Sipil di Universitas Sumatera Utara, tidak terlepas dari dukungan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku dosen pembimbing akademik, dosen
pembimbing skripsi, dan sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Koordinator Program
Pendidikan Sarjana Ektensi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak/ Ibu dosen dan staff tata usaha Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa ayah saya Muhammad Yunus, ibu saya Hanipah, adik saya Ade Aulia, yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa.
7. Abang /kakak/adek seperjuangan Teknik Sipil Ekstensi angkatan 2009, 2010 dan 2012, sedikit banyak telah membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Sipil FT USU.
Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Wassallam.
Medan, September 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………... i
KATA PENGANTAR ……… ii
DAFTAR ISI ………... iv
DAFTAR GAMBAR ……….. vii
DAFTAR TABEL……… viii
DAFTAR LAMPIRAN ………... ix
BAB I PENDAHULUAN ……… 01
1.1. Latar Belakang ……….. 01
1.2. Rumusan Masalah ………. 03
1.3. Tujuan Penelitian ………... 03
1.4.Manfaat Penelitian ………. 04
1.5. Batasan Masalah ………. 04
1.6. Sistematika Penulisan ………. 05
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 06
2.1. Manajemen proyek ………... 06
2.2. Manajemen Sumber Daya ………. 08
2.2.1.Manajemen Sumber Daya Manusia ……….. 09
2.2.2.Manajemen Sumber Daya Peralatan ………. 10
2.2.3.Manajemen Sumber Daya Material ………... 10
2.2.4.Manajemen Sumber Daya Modal ……….. 14
2.3. Persediaan ……….. 14
2.4. Fungsi Persediaan ……….. 15
2.5. Biaya Persediaan ……… 16
2.5.1.Biaya Pembelian (Purchasing Cost) ……….. 16
2.5.3.Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) ………. 17
2.6.Material Requirement Planning (MRP) ……… 17
2.6.1.Kemampuan MRP ……… 19
2.6.2.Input Sistem MRP ……… 20
2.6.3.Output Sistem MRP ………... 21
2.6.4.Proses Pengolahan MRP ………... 22
2.6.5.Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing) ……….. 24
2.6.6.Waktu Ancang ……….. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAAN ………... 29
3.1. Rencana Penelitian ………... 29
3.2. Lokasi Penelitian ……… 29
3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 29
3.4. Metode Analisis Data ………. 30
3.5. Diagram Alir Penelitian ……….. 33
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………... 34
4.1.Analisis Data Proyek ……….. 34
4.2.Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Beton ……… 34
4.3.Struktur Produk (BOM) Pekerjaan Beton ………. 36
4.3.1.Jenis Kebutuhan Material ………. 36
4.3.2.Faktor Konversi Pembelian Material ………... 37
4.4.Analisa Kebutuhan Material ……….. 39
4.4.1.Jadwal Induk Produksi (JIP) ……… 39
4.4.2.Total Kebutuhan Material ………. 40
4.5.Biaya-Biaya Persediaan ………. 43
4.5.1.Biaya Pembeliaan ………. 43
4.5.2.Biaya Pengadaan/Pemesanan ……… 45
4.5.3.Biaya Penyimpanan ……….. 45
4.6.Penentuan Jumlah Pemesanan (Lotting) ……… 47
4.6.1.Metode Lot For Lot ………. 47
4.7.Total Biaya Persediaan ……… 50
4.7.1.Metode Lot For Lot ………. 51
4.7.2.Metode Economic Order Quantity ……….. 53
4.8.Diskusi ……… 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 59
5.1.Kesimpulan ………. 59
5.2.Saran ……… 60
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Alur distribusi penggunaan material ………. 13
Gambar 2.2. Struktur produk ………. 21
Gambar 2.3. Grafik persediaan dalam model EOQ ……… 26
Gambar 3.1. Diagram alir penelitiaan ………. 33
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur beton ……… 35
Tabel 4.2. Jenis-jenis material penyusun produk akhir ………... 37
Tabel 4.8. Total kebutuhan material pekerjaan beton ………. 43
Tabel 4.9. Daftar harga material ……….. 44
Tabel 4.10. Biaya penyimpanan berdasarkan jenis material ………. 47
Tabel 4.12. Ukuran jumlah Pemesanan (lotting) metode EOQ ………. 48
Tabel 4.14. Total biaya pembelian metode LFL ………... 51
Tabel 4.15. Total biaya pemesanan metode LFL ……….. 52
Tabel 4.16. Total biaya persediaann metode LFL ………. 52
Tabel 4.17. Total biaya pembelian metode EOQ ……….. 53
Tabel 4.18. Total biaya pemesanan metode EOQ ………. 54
Tabel 4.19. Total biaya penyimpanan metode EOQ dengan pembayaran langsung ……….. 54
Tabel 4.20. Total biaya penyimpanan metode EOQ dengan pembayaran tidak langsung ……… 55
Tabel 4.21. Total biaya persediaann metode EOQ ……… 55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar 4.1. Struktur BOM (Bill of Material). Lampiran 2 Tabel 4.3. Konversi Material.
Lampiran 3 Tabel 4.4. Jadwal Induk Produksi Struktur lantai 1, 2 dan 3. Lampiran 4 Tabel 4.5. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 1. Lampiran 5 Tabel 4.6. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 2. Lampiran 6 Tabel 4.7. Kebutuhan Material Per Minggu Struktur Lantai 3. Lampiran 7 Tabel 4.11. Perencanaan Kebutuhan Material Teknik Lot For Lot.
Lampiran 8 Tabel 4.13. Perencanaan Kebutuhan Material Teknik Economic Order Quantity.
Lampiran 9 Bill of Quantity (BOQ) Pekerjaan Beton Proyek De Casa Villa Blok B-C.
Lampiran 10 Time Schedule Pekerjaan Beton Proyek De Casa Villa Blok B-C.
Lampiran 11 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan Analisa SNI 7394:2008.
Lampiran 12 Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Tarukim Kota Medan 2013.
ABSTRAK
Pengendalian persediaan material menjadi hal yang sangat penting karena ada keterkaitannya dengan kemajuan pekerjaan pada proyek konstruksi. Jumlah material yang ada di lapangan diupayakan dalam kondisi yang optimal dengan memperhatikan kapasitas penyimpanan yang dimiliki. Mengadakan material butuh biaya-biaya persediaan yang merupakan modal (investasi) dari perusahaan kontraktor. Bila jumlah persediaan terlalu besar dapat meningkatkan biaya penyimpanan dan risiko kerusakan atau penurunan kualitas, bila terlalu sedikit menyebabkan kekurangan persediaan dan bahkan menimbulkan keterlambatan pekerjaan karena material kadang tidak dapat didatangkan secara mendadak. Untuk itu perlu direncanakan jumlah persediaan material yang mampu memenuhi jadwal kebutuhan pekerjaan, mengurangi pengeluaran biaya persediaan serta meningkatkan keuntungan perusahaan.
Pada tugas akhir ini objek penelitian pada proyek pembangunan Perumahan De Casa Villa Blok B-C mengalami kekurangan persediaan material pada pekerjaan beton pada saat dibutuhkan yang berpotensi mengalami keterlambatan pekerjaan. Penulis merencanakan penggunaan metode lot for lot dan economic order quantity
pada teknik pemesanan (lotting) material pada pekerjaan beton. Dari kedua metode tersebut akan dibandingkan metode mana yang menghasilkan total biaya persediaan yang paling minimum.
Dari hasil analisis teknik pemesanan material (lotting) pekerjaan beton menunjukkan bahwa kuantitas pemesanan yang optimal dengan total biaya persediaan minimum pada sistem pembayaran langsung adalah metode lot for lot. Pada sistem pembayaran tidak langsung untuk material kayu papan, kerikil, semen dan besi beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Lot For Lot, untuk material kayu broti, kayu dolken, plywood, pasir dan kawat beton biaya persediaan paling minimum diperoleh dengan menggunakan metode Economic Order Quantiy.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada proyek perumahan pekerjaan beton seperti pada pondasi, sloof, kolom,
balok dan plat lantai memiliki nilai bobot yang paling besar dari seluruh item
pekerjaan yang ada. Penyelesaiannya akan memberikan dampak yang baik bagi
keberhasilan untuk mencapai target waktu penyelesain proyek yang telah ditentukan.
Untuk menjamin agar proses pekerjaan tersebut tidak mengalami hambatan maka
ketersediaan material di lapangan perlu dijaga pasokannya.
Material konstruksi merupakan salah satu dari sumber daya proyek yang harus
dikendalikan agar rencana pencapaian progress kemajuan pekerjaan aktual dapat terealisasi sesuai rencana, tentunya dengan tidak mengabaikan masalah-masalah
yang mungkin timbul akibat kesalahan dalam perencanaan dan pengendalian
sumber-sumber daya proyek yang lain.
Pemakaian material merupakan bagian terpenting yang mempunyai persentase
cukup besar dari total biaya proyek. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa
biaya material menyerap 50-70% dari biaya proyek, biaya ini belum termasuk biaya
penyimpanan material. Oleh karena itu, penggunaan teknik manajemen yang baik
dan tepat untuk membeli, menyimpan, mendistribusikan dan menghitung material
konstruksi menjadi sangat penting (Ervianto, 2004).
Jumlah persedian material yang ada di lapangan harus selalu dikendalikan dalam
penyediannya adalah bagian dari biaya pelaksanaan proyek yang merupakan modal
atau investasi dari pelaksana. Pengendalian persediaan juga harus memperhatikan
kapasitas penyimpanan yang ada di lokasi pekerjaan/proyek agar tidak terjadi
penumpukan atau kekurangan material yang berlebihan, sehingga terjadi pemesanan
yang berulang-ulang untuk memenuhi kebutuhan pada periode yang sama dan bisa
menyebabkan tingginya biaya persediaan.
Menurut Herjanto (1999) mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang
mudah. Apabila jumlah persediaan yang terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana
menganggur yang besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya
penyimpanan, dan risiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika
persediaannya terlalu sedikit mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan
karena sering kali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan
sebesar yang dibutuhkan yang menyebabkan terhentinya proses produksi,
tertundanya keuntungan bahkan hilangnnya pelanggan.
Pada Proyek Perumahan De Casa Villa Blok B-C yang merupakan objek
penelitian ini ditemukan terjadi tidak tersedianya material konstruksi pada pekerjaan
beton dalam jumlah yang cukup di lapangan pada saat diperlukan yang punya potensi
menimbulkan keterlambatan pekerjaan. Para pekerja menjadi tidak produktif
dikarenakan banyak waktu terbuang untuk menunggu ketersediaan bahan-bahan
tersebut. Kondisi ini menjadikan pembiayaan proyek manjadi bertambah pada sektor
upah tenaga kerja sebab target penyelesaian pekerjaan tidak dapat dipenuhi bahkan
Berdasarkan hal-hal di atas keterlambatan pada pekerjaan beton
mengindikasikan perlu adanya pengendalian terhadap persediaan material yang
cukup dengan melakukan perencanaan terhadap jumlah pemesanan material yang
harus berada di lapangan pada saat dibutuhkan agar dapat digunakan pada saat
diperlukan sesuai dengan jadwal pekerjaan, sehingga biaya-biaya penyimpanan tidak
terlalu besar dikeluarkan dan mengurangi risiko terjadinya keterlambatan pekerjaan
serta dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Adapun teknik penentuaan jumlah
pemesanan material yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Lot For Lot (LFL) dan Economic Order Quantity (EOQ).
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menentukan kuantitas pemesanan (lotting) material pekerjaan beton dengan menggunakan teknik lot for lot dan economic order quantity? 2. Teknik manakah yang tepat diantara metode lot for lot dan economic order
quantity untuk menentukan kuantitas pemesanan yang menghasilkan total biaya persediaan paling minimum?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
2. Untuk mengetahui teknik yang tepat dalam menentukan kuantitas pemesanan
yang menghasilkan total biaya persediaan paling minimum.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, dapat mengetahui metode pemesanan jumlah material yang tepat
diantara metode lot for lot dan economic order quantity dalam membuat perencanaan persediaan proyek perumahan.
2. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan bacaan dan literatur untuk penulisan karya
ilmiah yang berhubungan dengan manajemen konstruksi khususnya rencana
persediaan material proyek.
3. Bagi pelaku konstruksi, dapat menjadi bahan bacaan dalam mempertimbangkan
metode jumlah pemesanan (lotting) material yang akan digunakan terhadap kasus yang sama.
1.5. Batasan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini batasan masalah yang diambil adalah:
1. Material yang dihitung hanya pada material utama pekerjaan struktur beton.
2. Harga barang diambil dari Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas
Tarukim Kota Medan Tahun Anggaran 2013.
3. Kebutuhan bahan (indeks) diambil dari Tata Cara Perhitungan Harga Satuan
untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan SNI 7394-2008.
4. Lokasi supplier berada di dalam kawasan Kota Medan.
5. Tidak ada keterkaitan hubungan kerja pekerjaan beton dengan pekerjaan lainnya.
1.6.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Masing-masing
bab dibagi dalam sub bab mengenai pokok pembahasan, kemudian diuraikan dengan
tujuan dapat diketahui permasalahan yang dibicarakan. Adapun sistematika penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penulisan, batasan masalah dan sistematika
penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA, terdiri dari uraian tentang teori dasar yang
digunakan dalam mendukung penelitian ini.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN, terdiri dari kerangka pemecahan
masalah dan gambaran umum dalam pengumpulan data, pengolahan
data serta analisa dari masalah yang diteliti.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari pembahasan mengenai
penyelesaian masalah dikaitkan dengan teori maupun literatur secara
sistematis.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN, terdiri dari kesimpulan hasil
penelitian dan saran yang diperlukan atas pembahasan dan
penyelesaian masalah yang telah dilakukan serta untuk penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Proyek
Defenisi dari manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya
proyek untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya dan
tepat mutu (Ervianto, 2004).
Manajemen sebagai ilmu mengelola suatu kegiatan yang skalanya dapat bersifat
kecil atau bahkan sangat besar, mempunyai ukuran tersendiri terhadap hasil akhir.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar manajemen yang sama oleh individu atau
organisasi yang berbeda, hasil akhir proses manajemen dapat berbeda satu sama lain.
Ini karena ada perbedaan-perbedaan budaya, pengalaman, lingkungan, kondisi sosial,
tingkat ekonomi, karakter sumber daya manusia serta kemampuan untuk menguasai
prinsip-prinsip dasar manajemen (Husen, 2009).
Dalam manajemen proyek, yang perlu dipertimbangkan agar output proyek
sesuai dengan sasaran dan tujuan yang direncanakan adalah mengidentifikasi
berbagai masalah yang mungkin timbul ketika proyek dilaksanakan (Husen,2009).
Beberapa aspek yang dapat diidentifikasikan dan menjadi masalah dalam
manajemen proyek serta membutuhkan penanganan yang cermat menurut Husen
(2009) adalah sebagai berikut:
1. Aspek Keuangan
Masalah ini berkaitan dengan pembelanjaan dan pembiayaan proyek. Biasanya
jangka pendek atau jangka panjang. Pembiayaan proyek menjadi sangat krusial
bila proyek berskala besar dengan tingkat kompleksitas yang rumit, yang
membutuhkan analisis keungan yang cermat dan terencana.
2. Aspek Anggaran Biaya
Masalah ini berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian biaya selama
proyek berlangsung. Perencanaan yang matang dan terperinci akan memudahkan
proses pengendalian biaya, sehingga biaya yang dikeluarkan sesuai dengan
anggaran yang direncanakan. Jika sebaliknya, akan terjadi peningkatan biaya
yang besar dan merugikan bila proses perencanaannya salah.
3. Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia
Masalah ini berkaitan dengan kebutuhan dan alokasi SDM selama proyek
berlangsung yang berfluktuaktif. Agar tidak menimbulkan masalah yang
kompleks, perencanaan SDM didasarkan atas organisasi proyek yang dibentuk
sebelumnya dengan menggunakan langkah-langkah, proses staffing SDM,
deskripsi kerja, perhitungan beban kerja, deskripsi wewenang dan tanggung
jawab SDM serta penjelasan tentang sasaran dan tujuan proyek.
4. Aspek Manajemen Produksi
Masalah ini berkaitan dengan hasil akhir dari proyek, hasil akhir proyek negatif
bila proses perencanaan dan pengendaliannya tidak baik. Agar hal ini tidak
terjadi, maka dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan produktivitas SDM,
meningkatkan efisiensi proses produksi dan kerja, menigkatkan kualitas
5. Aspek Harga
Masalah ini timbul karena kondisi eksternal dalam hal persaingan harga, yang
dapat merugikan perusahaan karena produk yang dihasilkan membutuhkan biaya
produksi yang tinggi dan kalah bersaing dengan produk lain.
6. Aspek Efektivitas dan Efisiensi
Masalah ini dapat merugikan bila fungsi produk yang dihasilkan tidak
terpenuhi/tidak efektif atau dapat juga terjadi bila faktor efisiensi tidak dipenuhi,
sehingga usaha produksi membutuhkan biaya yang besar.
7. Aspek Pemasaran
Masalah ini timbul berkaitan dengan perkembangan faktor eksternal sehubungan
dengan persaingan harga, strategi promosi, mutu produk serta analisis pasar
yang salah terhadap produksi yang dihasilkan.
8. Aspek Mutu
Masalah ini berkaitan dengan kualitas produk akhir yang nantinya dapat
meningkatkan daya saing serta memberikan kepuasaan bagi pelanggan.
9. Aspek Waktu
Masalah waktu dapat menimbulkan kerugian biaya bila terlambat dari yang
direncanakan serta akan menguntungkan bila dapat dipercepat.
2.2. Manajemen Sumber Daya
Husen (2009) menjelaskan perencanaan sumber daya yang matang dan cermat
sesuai kebutuhan logis proyek akan membantu pencapaian sasaran dan tujuan proyek
secara maksimal, dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Kebutuhan
sumber daya pada tiap-tiap proyek tidak selalu sama, bergantung pada skala, lokasi,
sumber daya dapat dihitung dengan pendekatan matematis yang memberikan hasil
optimal dibandingkan hanya dengan perkiraan pengalaman saja, yang tingkat
efektivitas dan efisiensinya rendah. Pendekatan yang matematis menghasilkan
tingkat penyimpangan yang minimal serta perkiraan yang mendekati kondisi
sebenarnya.
Perencanaan yang akurat akan memberikan informasi-informasi penting dalam
pengelolaan proyek sehingga kualitas sumber daya, jumlah serta biaya yang harus
dikeluarkan dapat diidentifikasi dan diukur besaranya dengan
konsekuensi-konsekuensi logis yang berlaku dalam proyek.
Perencanaan sumber daya dengan metode yang benar dan evaluasi yang kontinu
akan memberikan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi, sehingga hasil yang dicapai
memuaskan pemilik proyek serta stakeholder proyek.
2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang ada pada suatu proyek dapat dikategorikan sebagai
tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Pembagian kategori ini dimaksudkan
agar efisiensi perusahaan dalam mengelola sumber daya dapat maksimal dengan
beban ekonomis yang memadai (Husen,2009).
Dalam mengatur alokasi jumlah tenaga kerja sepanjang durasi proyek
diusahakan agar fluktuasinya tidak terlalu berlebihan dan cenderung berbentuk kurva
distribusi normal. Pada awal proyek, jumlah tenaga kerja sedikit, kemudian sesuai
dengan jumlah volume pekerjaan, jumlahnya naik signifikan dan turun menjelang
akhir proyek. Harus dipertimbangkan pula kebutuhan maksimal per hari/per minggu
atau per bulan agar persediaan tenaga kerja tidak melampaui kemampuan perusahaan
2.2.2. Manajemen Sumber Daya Peralatan
Dalam penentuan alokasi sumber daya peralatan yang akan digunakan dalam
suatu proyek, kondisi daerah kerja serta kondisi peralatan perlu diidentifikasi terlebih
dahulu. Tujuannya agar tingkat kebutuhan pemakaian dapat direncanakan secara
efektif dan efisien. Beberapa yang perlu diidentifikasi menurut Husen (2009) adalah:
1. Medan kerja, identifikasi ini untuk menentukan kondisi medan kerja dari tingkat
mudah, sedang, atau berat.
2. Cuaca, identifikasi ini perlu dilakukan khususnya pada proyek dengan lahan
terbuka.
3. Mobilisasi peralatan ke lokasi proyek perlu direncanakan dengan detail,
khususnya untuk peralatan-peralatan berat.
4. Komunikasi yang memadai antar operator peralatan dengan pengendali kerja
harus terjalin baik.
5. Fungsi peralatan harus sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan untuk
menghindari tingkat pemakaian yang tidak efektif dan efisien.
6. Kondisis peralatan harus laik pakai agar pekerjaan tidak tertunda karena
peralatan rusak.
Seperti alokasi penggunaan tenaga kerja, alokasi penggunaan peralatan
disesuaikan dengan kebutuhan disepanjang durasi proyek dengan
pertimbangan-pertimbangan logis dari awal hingga akhir proyek.
2.2.3. Manajemen Sumber Daya Material
Hampir sama halnya dengan pengelolaan peralatan, material harus dikelola
dengan sebaik-baiknya agar kebutuhannya mencukupi pada waktu dan tempat yang
Untuk menjamin manajemen bahan yang benar, setiap proses berikut ini harus
benar-benar dilaksanakan secara efektif. Kegagalan dalam menjalankan suatu proses
atau lebih akan menyebabkan kegagalan menyeluruh dari manajemen material dan
akan menghasilkan sebuah proyek konstruksi yang mahal. Adapun proses dalam
manajemen bahan menurut Ervianto (2004) adalah sebagai berikut:
• Pemilihan bahan.
• Pemilihan pemasok bahan.
• Pembelian bahan.
• Pengiriman bahan.
• Penerimaan bahan.
• Penyimpanan bahan.
• Pengeluaran bahan.
• Menjaga tingkat persediaan.
Perencanaan terhadap material dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pekerjaan
penggunaan material menjadi efisien dan efektif dan tidak terjadi masalah akibat
tidak tersedianya material pada saat dibutuhkan. Dalam pelaksanaan proyek,
penggunaan material diawasi dengan ketat baik kualitas maupun kuantitasnya, sesuai
dengan spesifikasi dan kebutuhan yang telah ditetapkan. Informasi yang dibutuhkan
dalam perencanaan material adalah menurut Husen (2009) sebagai berikut:
• Kualitas material yang dibutuhkan: menggunakan tipe tertentu dengan mutu
harus sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam spesifikasi proyek.
• Spesifikasi teknis material: merupakan dokumentasi persyaratan teknis
material yang direncanakan dan menjadi acuan untuk memenuhi kebutuhan
• Lingkup penawaran yang diajukan oleh beberapa pemasok: dengan memilih
harga yang paling murah dengan kualitas terbaik.
• Waktu pengiriman (delivery): menyesuaikan dengan schedule pemakaian
material, biasanya beberapa material dikirim sebelum pekerjaan dimulai.
• Pajak penjualan material: menjadi beban bagi pemilik proyek yang telah
dihitung dalam harga satuan material atau dalam harga proyek secara
keseluruhan.
• Termin dan kondisi pembayaran kepada logistik material yang dilakukan:
harus disesuaikan dengan cashflow proyek agar likuiditas keungan proyek tetap aman.
• Pemasok material adalah rekanan terpilih yang telah bekerja sama dengan
baik dan memberikan pelayanan yang memuaskan pada proyek-proyek
sebelumnya.
• Gudang penimbunan material harus cukup untuk menampung material yang
siap dipakai, karena itu kapasitas dan lalu lintasnya harus diperhitungkan.
• Harga material saat penawaran lelang dapat naik sewaktu-waktu pada tahap
pelaksanaan proyek, karena itu perhitungan eskalasi harga harus dimasukkan
dalam komponen harga satuan.
• Jadwal penggunaan material harus sesuai antara kebutuhan proyek dengan
dengan waktu pengiriman material dari pemasok. Oleh karena itu,
penggunaan subschedule material untuk setiap item pekerjaan mutlak
Agar alur pemakaian material tersebut sesuai dengan jadwal kebutuhan di-
lapangan, maka perlu dibuat schedule penggunaan material. Schedule ini disesuaikan dengan master schedule.
Agar lebih jelas, berikut ini diberikan suatu diagram alir prosedur penggunaan
material yang dikendalikan oleh bagian logistik, dibantu oleh bagian teknis, untuk
memastikan bahwa material yang dibeli dan dipakai sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan.
Gambar 2.1.Alur Distribusi Penggunaan Material
(Sumber: Husen. 2009. Manajemen Proyek, Perencanaan, Penjadwalan dan Pengendalian Proyek).
Material Pembayaran &
Penentuan Jadwal
Pengiriman Material Pengiriman Material
2.2.4. Manajemen Sumber Daya Modal/Keuangan
Keuangan proyek perlu dikelola dengan hati-hati agar pada akhir proyek,
proyeksi keuntungan yang telah direncanakan dapat dicapai sesuai dengan yang
diharapkan. Aliran kas masuk dan kas keluar terlapor dengan benar dan teliti
sehingga setiap laporan berkalanya dapat memberikan informasi yang akurat dan
dapat diaudit dengan tingkat kewajaran yang baik, serta menjadi bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan berikutnya (Husen,2009).
2.3. Persediaan
Persediaan didefenisikan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau
dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang
disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang dalam proses pada proses
manufaktur, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan memegang
peran agar perusahaan dapat berjalan dengan baik (Kusuma, 2009).
Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan,
meskipun sebenar nya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur,
karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak
dapat digunakan untuk keperluaan yang lain (Herjanto,1999).
Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,
kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar
pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersediannya
persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat (Herjanto,1999).
Mengendalikan persediaan yang tepat bukan bukan hal yang mudah. Apabila
besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan dan
risiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit
mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock-out) karena sering kali barang/bahan tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar yang
dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya
keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan (Herjanto, 1999).
2.4. Fungsi Persediaan
Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses
produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan (Rosnani Ginting, 2007).
Sedangkan menurut Herjanto (1999) Beberapa fungsi penting yang dikandung
oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, sebagai berikut:
1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembeliaan berdasarkan potongan kuantitas
(quantity discount).
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
2.5. Biaya Persediaan
Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah
yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya yang rendah. Karena itu,
kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam
mengambil keputusan. Biaya dalam sistem persediaan secara umum dapat
diklasifikasikan (Rosnani Ginting, 2007) sebagai berikut:
2.5.1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian (purchase cost) dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya
produksi per unit item tersebut berasal dari internal perusahaan atau diproduksi
sendiri oleh perusahaan. Biaya pembelian ini bisa bervariasi untuk berbagai ukuran
pemesanan bila pemasok menawarkan potongan harga untuk ukuran pemesanan yang
lebih besar. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak
dimasukkan ke dalam total biaya pembelian untuk periode tertentu (misalnya satu
tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa
banyak barang yang harus dipesan.
2.5.2. Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari
luar. Biaya ini pada umumnya meliputi:
• Pemrosesan pesanan
• Biaya telpon dan keperluan komunikasi lainnya
• Pengeluaran surat menyurat, foto kopi dan perlengkapan administrasi lainnya
• Biaya pengepakan dan penimbangan
• Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
• Biaya pengirimin ke gudang
Sedangkan biaya pembuatan (setup cost) adalah semua pengeluaran yang
ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang.
2.5.3. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Dalam pemabahasan ini ongkos simpan dinyatakan dalam bentuk persentase dari
nilai barang. Secara umum ongkos simpan diasumsikan tetap untuk jumlah kapasitas
penyimpanan tertentu, dan dibagi sama rata untuk tiap unit item barang yang
disimpan (Kusuma, 2009).
Biaya penyimpanan (holding cost) merupakan biaya yang timbul akibat
disimpannya suatu item. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan
menurut Rosnani Ginting (2007) adalah:
1. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)
2. Biaya gudang
3. Biaya kerusakan dan penyusutan
4. Biaya kadaluarsa
5. Biaya asuransi
6. Biaya administrasi dan pemindahan.
2.6. Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Ervianto (2004) perencanaan pengadaan material dalam proyek
planning dari seluruh kegiatan proyek konstruksi. Penyusunan bar-chart tersebut tidak hanya sekedar menarik garis saja, tetapi lebih mempertimbangkan penggunaan
sumber daya secara optimal.
Salah satu metode yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam perencanaan
pengadaan bahan adalah Material Requirement Planning atau sering disebut dengan MRP. Konsep ini muncul pertama kali pada industri manufaktur dengan karakteristik
setiap periode kegiatan merupakan proses pengulangan (repetitive) (Ervianto, 2004). Perencanaan kebutuhan material adalah suatu konsep dalam manajemen
produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang
dalam proses produksi, sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai
dengan yang direncanakan (Herjanto, 1999).
Kebutuhan material dalam menunjang pelaksanaan kegiatan di lokasi
pekerjaan/proyek dapat diidentifikasi dengan cara melakukan perhitungan
berdasarkan master schedule. Penjadwalan proyek yang biasa digunakan adalah menggambarkan bar-chart dari setiap kegiatannya. Panjang pendek dari bar-chart
tersebut menggambarkan durasi dari kegiatan tersebut akan dilaksanakan (Ervianto,
2004).
Jika diambil sebuah bar-chart dari sebuah kegiatan, maka informasi yang dapat digali dari bar-chart tersebut adalah banyaknya pekerjaan yang akan terlibat di dalam kegiatan tersebut serta jumlah dan jenis material yang dibutuhkan (Ervianto,
2004).
MRP sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen
mengendalikan agar komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat
tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan (Herjanto,1999).
MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu
pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada keterpaduan
dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk (Herjanto, 1999).
2.6.1. Kemampuan MRP
Menurut Rosnani Ginting (2007) ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari
sistem MRP yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus
diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan
atas produksi akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi.
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produksi jadi, MRP dapat menentukan
secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua
kebutuhan minimal setiap item komponen
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan
terhadap pesanan harus dilakukan
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
2.6.2. Input Sistem MRP
Didalam prosesnya MRP membututuhkan beberapa masukan yang nantinya
setelah melalui proses akan diperoleh informasi yang diinginkan sebagai keluaran.
Adapun masukan-masukan tersebut menurut Herjanto (1999) adalah:
1. Jadwal Induk Produksi (JIP)
JIP adalah suatu jadwal yang menunjukkan jumlah produk yang akan dibuat
dalam tiap-tiap periode dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas perusahaan
dalam merencanakan produksi serta menyusun budget.
2. Catatan status persediaan (inventory record)
Catatan status persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam
persediaan. Catatan ini terdiri dari data-data setiap jenis barang persediaan,
dimana setiap jenis barang persediaan tersebut nantinya akan dibutuhkan untuk
menentukan jumlah kebutuhan bersih.
3. Daftar material / struktur produk (bill of material)
Struktur produk adalah merupakan suatu daftar barang atau material yang
diperlukan bagi perakitan, pencampuran, atau pembuatan produk akhir dan
menunjukkan berapa banyak setiap komponen dari bagian produk akan
diperlukan. Struktur produk dapat digambarkan sebagai sebuah pohon dengan
Gambar 2.2.Struktur Produk
(Sumber: Herjanto. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi).
Gambar 2.2. di atas menunjukkan contoh struktur produk yang artinya : produk
A merupakan produk akhir (level 0) terbentuk dari 2 rakitan B dan 3
sub-rakitan C (level 1). Setiap sub-sub-rakitan B terdiri dari 2 bagian D dan 3 bagian E
(level 2). Demikian juga pada sub-rakitan C terdiri dari 1 bagian E, dan 2 bagian
F (level 2). Dengan demikian permintaan untuk B, C, D, E dan F tergantung atas
permintaan untuk A. Angka dalam kurung menunjukkan jumlah unit komponen
yang bersangkutan. Struktur produk seperti gambar di atas memiliki tiga
tingkatan yaitu 0, 1 dan 2. Produk yang berada di atas merupakan produk akhir
dari produk yang di bawahnya, sedangkan yang di bawahnya merupakan
komponen.
2.6.3. Output Sistem MRP
Output dari sistem MRP menurut Kusuma (2009) adalah informasi yang dapat
digunakan untuk melakukan pengendalian produksi. Keluaran pertama merupakan
komponen/item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka kebutuhan bahan pada
tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu proyeksi kebutuhan kapasitas
juga akan diketahui, yang selanjutnya akan memberi revisi atas perencanaan
kapasitas pada perencanaan sebelumnya. Output rencana kebutuhan bahan lainnya
ialah:
1. Memberikan catatan pesanan penjadwalan yang harus dilakukan/direncanakan
baik dari pabrik maupun dari pemasok.
2. Memberikan indikasi penjadwalan ulang.
3. Memberikan indikasi pembatalan pesanan.
4. Memberikan indikasi keadaan persediaan.
2.6.4. Proses Pengolahan MRP
Adapun langkah-langkah mendasar pada proses pengolahan MRP menurut
kusuma (2009) adalah sebagai berikut:
1. Netting
Netting ialah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan
persediaan (yang ada adalam persediaan dan yang sedang dipesan).
Masukkan yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini
adalah:
• Kebutuhan kotor (yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi) untuk
tiap periode selama periode perencanaan.
• Rencana penerimaan dari subkontraktor selama periode perencanaan.
2. Lotting
Lotting ialah proses untuk menentukan besarnya pesanan yang optimal untuk masing-masing item produk berdasarkan hasil perhitungan kebuhan bersih.
Proses lotting erat hubunganya dengan penentuan jumlah komponen/item yang harus dipesan/disediakan. Penggunaan dan pemilihan teknik yang tepat sangat
mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan bahan.
Ukuran lot berarti jumlah item yang harus dipesan/dibuat, dikaitkan dengan besarnya ongkos-ongkos persediaan, seperti ongkos pengadaan barang (ongkos
set up), ongkos simpan, biaya modal, serta harga barang itu sendiri. Hingga kini telah banyak dikembangkan teknik-teknik penetapan ukuran lot oleh para ahli.
Teknik-teknik tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
• Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas, misalnya
EOQ, jumlah pesanan tetap, pesanan dengan periode tetap, algoritma
Silver-Meal, algoritma Wagner-Whitin, EPQ, lot for lot, dan lain sebagainya. • Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
• Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas. • Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Offsetting
Proses ini ditujukan untuk menentukan saat yang tepat guna melakukan rencana
pemesanan dalam upaya memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan dilakukan pada saat material dibutuhkan dikurangi dengan waktu
4. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor item yang berada ditingkat lebih bawah, didasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun
pada proses offsetting. Dalam proses explosion ini data struktur produk dan bill of material memegang peran penting karena menentukan arah explosion.
2.6.5. Teknik Penentuan Ukuran Lot (Lot Sizing)
Metode yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran pemesanan
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lot For Lot (LFL)
Metode ini menurut Rosnani Ginting (2007) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan mudah dimengerti. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan
minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan
di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan ukuran besar kuantitas
pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk
item-item yang mahal atau yang tingkat kontinuitas permintaanya tinggi.
Karena jumlah yang dipesan hanya sebanyak kebutuhan yang diperlukan saja,
secara otomatis persediaan di lapangan tidak dimiliki atau menjadi nol sebab jumlah
material yang didatangkan sudah terpakai seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan
pada periode waktu yang telah ditentukan sesuai jadwal pekerjaan. Biaya persediaan
yang dikeluarkan hanya berupa biaya pemesanan saja, untuk biaya penyimpanan
tidak dikeluarkan karena tidak memiliki persediaan. Dengan kondisi persediaan akhir
nol pada metode ini terdapat risiko yang tinggi. Jika material yang sudah dipesan
menyebabkan terhentinya kegiatan pekerjaan di proyek tersebut jika material berupa
bahan baku (material konstruksi) yang memberikan efek lanjutan yaitu terlambatnya
pencapaiaan kemajuaan pekerjaan, sehingga menghasilkan proyek dengan biaya
produksi yang tinggi atau dapat memberikan kesan yang kurang baik terhadap
pelanggan apabila material tersebut berupa bahan jadi. Untuk perusahaan yang
menjual atau memproduksi barang-barang yang tidak tahan lama metode ini
merupakan pilihan yang terbaik.
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ)/ jumlah pesanan ekonomis, merupakan satu model yang sudah tua, diperkenalkan oleh F.W. Harris pada tahun 1914, tetapi paling
banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak digunakan
sampai saat ini karena mudah penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus
memperhatikan asumsi yang dipakai. Asumsi tersebut (Herjanto, 1999) sebagai
berikut:
• Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.
• Kebutuhan/permintaan barang diketahui dan konstan.
• Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan.
• Barang yang dipesan diterima dalam satu batch.
• Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada
potongankuantitas).
• Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan.
Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji, seperti dalam
gambar 2.3. Karena permintaan dianggap konstan, persediaan berkurang dalam
persediaan mencapai nol, pesanan untuk batch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q. nilai Q yang optimal/ekonomis dapat
diperoleh dengan menggunakan pendekatan tabel dan grafik atau dengan
menggunakan formula.
•
•
•
Gambar 2.3. Grafik Persediaan dalam model EOQ
(Sumber: Herjanto. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi).
Cara lain untuk memperoleh EOQ dengan pendekatan matematika yang
dijelaskan oleh Herjanto (1999), dikenal dengan istilah cara formula. Dalam metode
ini digunakan beberapa notasi sebagai berikut.
D = jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
S = biaya pemesanan (rupiah/pesanan)
h = biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
C = harga barang (rupiah/unit)
H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
Q = jumlah pemesanan (unit/pesanan)
F = frekuensi pemesanan (kali/tahun) Q
Q/2
0
Tingkat persediaan
Rata-rata persediaan
TC = biaya total persediaan (rupiah/tahun)
Biaya pemesanan per tahun:
= frekuensi pesanan x biaya pesanan
= �
�
�
�
………. (2.1)Biaya penyimpanan per tahun
= persediaan rata-rata x biaya penyimpanan
= �
2
�
�
………. (2.2)Biaya total per tahun
= biaya pemesanan + biaya penyimpanan
= �
�
�
�
+ �2
�
�
EOQ terjadi jika biaya pemesanan = biaya penyimpanan, maka:
Pers. 2.1 = pers. 2.2
�
�
�
�
= �2
�
�
2DS = HQ2
Q2 = 2��
�
Q* adalah EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total
persediaan terendah.
Penetapan ukuran lot dengan metode EOQ menerapkan prinsip jumlah
pemesanan tetap sepanjang periode pemenuhan kebutuhan/persediaan, dimana
Q* =
�
2��frekuensi pemesanan dan jumlah persediaan diminimalkan sehingga menghasilkan
total biaya persediaan yang kecil (ekonomis/optimal).
2.6.6. Waktu Ancang (Lead Time)
Kusuma (2009) menjelaskan dalam kondisi aktual, pemenuhan kebutuhan
seketika tidak mungkin dilakukan. selalu dibutuhkan waktu ancang untuk memenuhi
permintaan. Waktu ancang adalah waktu yang diperlukan dari mulai pesanan
dilakukan sampai bahan baku diterima dan siap untuk digunakan. Dalam konsep
waktu ancang ini terkait pula saat pemesanan kembali. Saat pemesanan kembali
adalah waktu dimana pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan waktu
ancang sedemikian rupa sehingga pada saat tingkat persediaan mencapai nol maka
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rencana Penelitian
Pemesanan jumlah material merupakan salah satu tahapan dalam proses
perencanaan persediaan dengan metode Material Requirement Planning (MRP). Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan pembahasan mengenai perbandingan teknik
pemesanan jumlah material (lotting) pekerjaan beton metode Lot For Lot (LFL) dengan Economic Order Quantity (EOQ) dan teknik apa diantara kedua metode tersebut yang menghasilkan biaya persediaan minimum. Kebutuhan persediaan
material yang akan dipesan hanya pada material utama pekerjaan stuktur beton yang
meliputi pekerjaan beton lantai 1, 2 dan 3.
3.2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian Tugas Akhir ini yang menjadi lokasi pengambilan data adalah
Proyek Pembangunan Perumahan De Casa Villa pada Blok B dan C, yang berlokasi
di dalam kawasan Komplek Perumahan Bumi Asri di Jalan Asrama Kecamatan
Medan Helvetia. Pemilihan proyek ini sebagai objek penelitian didasarkan pada
pengamatan awal ditemukan terjadi potensi keterlambatan pekerjaan, dimana salah
faktor penyebabnya tidak tersedia material pekerjaan yang cukup pada saat
dibutuhkan sehingga memungkinkan untuk dibahas dan dianalisis dari sisi
perencanaan persediaan material.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini dibutuhkan beberapa jenis data,
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian ini. Data
primer ini diperoleh dari pelaksana proyek (kontraktor). Data primer yang diperlukan
untuk penelitian adalah: Time Schedule proyek, Bill of Quantity (BOQ) dan Shop Drawing. Untuk mendukung analisis yang akan dilakukan diperoleh data dari instansi lain berupa Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Perumahan dan
Pemukiman Kota Medan Tahun Anggaran 2013 dan SNI 7394-2008 tentang Tata
Cara Perhitungan Harga Satuan untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Data sekunder ini berupa data-data yang diperoleh dari studi literatur baik buku
referensi, jurnal, dan bahan bacaan lainnya.
3.4. Metode Analisis Data
Dari data-data primer dan sekunder yang dikumpulkan dibuat jadwal
persediaannya dengan jumlah pemesanan (lotting) menurut metode lot for lot dan
economic order quantity pada pekerjaan beton. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi struktur pekerjaan beton dengan membuat
breakdown seluruh pekerjaan beton dari awal sampai akhir.
2. Membuat struktur produk atau bahan (Bill of Material) dari breakdown
pekerjaan beton yang telah dibuat untuk melakukan analisis terhadap
meterial yang akan dihitung kebutuhannya.
4. Kemudian berdasarkan jadwal induk produksi dianalisis kebutuhan total
material.
5. Menghitung biaya-biaya persediaan yang terdiri atas biaya pembelian, biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan.
6. Melakukan proses penentuan ukuran atau jumlah pemesanan (lotting). Proses pengerjaan metode lot for lot dan economic order quantity dilakukan secara tabelaris, dimana pada tabel tersebut menunjukkan alur pelaksanaan
pemenuhan material dari saat pemesanan sampai material tiba ke lokasi kerja
(material on site). Adapun proses-proses tersebut dijelaskan sebagai berikut: • Total kebutuhan adalah jumlah kebutuhan material pada satu periode
waktu yang harus disediakan.
• Persediaan awal adalah jumlah material yang sudah dimiliki. Pada
analisa ini persediaan awal diasumsikan nol. Untuk metode lot for lot
persediaan awal disepanjang periode adalah nol.
• Jumlah pemesanan (lotting) adalah jumlah material yang dipesan
untuk memenuhi kebutuhan pada setiap periode. Formula yang
digunakan adalah: Jumlah pemesanan = total kebutuhan – persediaan
awal. Untuk metode economic order quantity lotting dihitung dengan formula matematis.
• Rencana pengiriman adalah waktu/periode dimana jumlah pemesanan
(lotting) untuk dipesan dikirim oleh supplier guna memenuhi
persediaan dengan memperhitungkan lamanya waktu ancang
• Rencana penerimaan adalah waktu dimana jumlah pemesanan
(lotting) tiba di lokasi kerja.
• Persediaan akhir adalah jumlah material yang tersisa setelah jumlah
pemesanan (lotting) yang tiba di lokasi kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Formula yang dugunakan adalah:
Persediaan akhir = (rencana penerimaan + persediaan awal) - total
kebutuhan.
7. Dari hasil analisis jumlah (kuantitas) pemesanan, kemudian dihitung total
3.5. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Studi literatur
Pengumpulan Data
Analisis perbandingan Teknik Pemesanan Material Pekerjaan Beton Metode Lot For Lot
dan Economic Order Quantity
Lot For Lot (LFL)
Economic Order Quantity (EOQ)
Total Biaya Persediaan
Kesimpulan dan Saran Data Primer:
- Shop Drawing
- Time Schedule (kurva S) - BOQ
- Daftar Analisa Harga Satuan Bangunan Dinas Tarukim Kota Medan 2013
- SNI 7394-2008
Data Sekunder:
- Data Umum Proyek - Jurnal dan Referensi
Analisis dan Pengolahan Data
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data Proyek
Data lapangan yang diperoleh berupa jadwal pelaksanaan (time schedule) proyek dan daftar volume pekerjaan (Bill of Quantity/BOQ) digunakan untuk menganalisis total kebutuhan material pekerjaan beton, kemudian dilakukan pemesanan sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan volume pekerjaan (produk akhir) beton dan durasi
pekerjaannya dengan metode Lot for Lot dan Economic order Quantity.
Pada proses pemesanan membutuhkan biaya persediaan. Untuk menghitung
biaya tersebut menggunakan data harga bahan (Analisa Harga Satuan Bangunan
Dinas Tarukim Kota Medan 2013), selanjutnya dihitung total biaya persediaan
berdasarkan jumlah pemesanan dengan metode lotting di atas. Proses analisis secara detail akan dijelaskan pada subbab berikutnya.
4.2.Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Beton
Pada pembangunan proyek perumahan De Casa Villa Blok B-C yang terdiri dari
48 unit rumah tipe 90 (6m x15m) direncanakan waktu pelaksanaan dimulai pada
tanggal 05 Mei 2013 dan selesai pada tanggal 30 April 2014, sehingga lamanya
waktu pelaksanaan 1 tahun. Untuk pekerjaan stuktur beton direncanakan dimulai
pada tanggal 05 Juni 2013 (minggu ke-6) sampai tanggal 16 Februari 2014 (minggu
ke-42). Selama masa pekerjaan beton tersebut terdapat libur lebaran pada minggu
ke-15, sehingga lama waktu penyelesaian pekerjaan struktur beton adalah
36 minggu. Untuk jadwal pelaksanaan pekerjaan beton lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Stuktur Beton
No. Uraian Pekerjaan Durasi (hari)
- Pekerjaan cor tapak
Pondasi P1 28 05/06/13 02/07/13 2.01
- Pekerjaan cor pondasi
menerus 1pc: 3ps : 5kr + 20% b.kali
28 10/07/13 06/08/13 1.34
- Pekerjaan cor sloof 20/30,
15/20 63 26/06/13 03/09/13 2.67
- Pekerjaan cor kolom
sumbu P1 35 05/06/13 09/07/13 1.56
- Pekerjaan cor kolom K1 49 17/07/13 10/09/13 2.39
- Pekerjaan cor kolom KP 35 31/07/13 10/09/13 0.60
- Pekerjaan cor kanopi
belakang 21 14/08/13 03/09/13 0.08
- Pekerjaan cor kanopi
jendela depan 21 14/08/13 03/09/13 0.57
- Pekerjaan cor kanopi
belakang 7 06/11/13 12/11/13 0.17
- Pekerjaan cor kanopi
depan 7 06/11/13 12/11/13 0.33
- Pekerjaan cor kanopi
belakang 7 14/0114 20/01/14 0.08
- Pekerjaan cor kanopi
4.3.Struktur Produk (Bill of Material/BOM) Pekerjaan Beton
Data yang diperlukan untuk menyusun struktur produk (Bill of Material) pada tugas akhir ini diperoleh dari BOQ (Bill of Quantity) yang di-breakdown dari pekerjaan beton.
Jenis material yang akan direncanakan jumlah pemesanannya adalah material
penyusun pekerjaan bekisting, pembesian dan pengecoran. Adapun material yang
diperhitungkan adalah material-material utama meliputi kayu papan (setara kelas III),
kayu broti (setara kelas II), kayu dolken galam, plywood, besi tulangan, kawat beton, pasir, kerikil, semen dan beton ready mix. Untuk lebih jelasnya stuktur produk
pekerjaan beton dapat dilihat pada gambar 4.1 (lampiran 1).
Dari gambar struktur produk (BOM) tersebut dapat dilihat bahwa struktur
produknya memiliki 5 tingkat peninjauan yaitu level 0, 1, 2, 3 dan 4. Produk pada
level 0 diidentifikasi sebagai produk akhir yaitu struktur beton blok B-C Perumahan
De Casa Villa, sedangkan produk-produk yang ada pada level di bawahnya
merupakan komponen penyusun. Produk yang berada pada level 4 merupakan
material yang akan dibuat jumlah pemesananya (lotting) untuk rencana persediaan pada proyek tersebut.
4.3.1. Jenis Kebutuhan Material
Dari gambar 4.1. struktur produk (BOM) pekerjaan beton dapat diketahui
jenis-jenis material yang diperlukan sebagai komponen penyusun produk akhir yang
- Pekerjaan cor balok 35 14/01/14 16/02/14 2.00
- Pekerjaan cor list plank
beton belakang 7 14/01/14 20/01/14 0.37
berada pada level 0, yaitu struktur beton Perumahan De Casa Villa Blok B-C yang
kemudian akan diperhitungkan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Jenis-Jenis Material Penyusun Produk Akhir
No Pekerjaan Jenis Material Satuan
1 Bekisting - Kayu Papan 2/20, Pjg = 4m Lembar
- Kayu Broti 5/7, Pjg = 4m Batang
- Kayu Dolken, Pjg = 4m Batang
- Plywood 9 mm Lembar
2 Beton - Pasir m³
- Kerikil m³
- Semen Zak
- Beton Ready Mix K-175 m³
3 Besi Tulangan - Besi beton Ø 6 -12 M Batang
- Besi beton Ø 8 -12 M Batang
- Besi beton Ø 10 -12 M Batang
- Besi beton Ø 12 -12 M Batang
- Besi beton Ø 13 -12 M Batang
- Kawat beton Rol
4.3.2.Faktor Konversi Pembelian Material
Untuk mengetahui berapa jumlah material yang dibutuhkan dalam satuan
pembeliannya diperlukan sebuah faktor konversi. Faktor konversi ini menunjukkan
yang digunakan oleh analisa kebutuhan bahan yang digunakan. Berdasarkan analisa
kebutuhan bahan SNI 7394-2008 perhitungan faktor konversi pembelian material
untuk jenis-jenis bahan yang dihitung pada Perumahan De Casa Villa Blok B-C
adalah sebagai berikut:
• 1 lembar kayu papan ukuran 2/20, panjang 4 m = 0,02 m x 0,2 m x 4 m
= 0,016 m³
• 1 batang kayu broti ukuran 5/7, panjang 4 m = 0,05 m x 0,07 m x 4 m
= 0,014 m³
• 1 batang kayu dolken, panjang 4 m = 1 batang
• 1 lembar plywood 9 mm = 1 lembar
• 1 batang besi beton Ø6-12 M = 2,66 kg (PT. Bilah Baja)
• 1 batang besi beton Ø8-12 M = 4,74 kg (PT. Bilah Baja)
• 1 batang besi beton Ø10-12 M = 7,40 kg (PT. Bilah Baja)
• 1 batang besi beton Ø12-12 M = 10,66 kg (PT. Bilah Baja)
• 1 batang besi beton Ø13-12 M = 12,50 kg (PT. Bilah Baja)
• 1 rol kawat beton = 25 kg
• 1 m³ pasir = 1 m³
• 1 m³ kerikil = 1 m³
• 1 zak semen = 40 Kg
• 1 m³ beton ready mix K-175 = 1 m³
Untuk lebih jelas hasil perhitungan faktor konversi pembelian tersebut dapat
4.4.Analisa Kebutuhan Material
Dalam kajian MRP proses ini bagian dari input yang diperlukan untuk proses
pemesanan jumlah material (lotting). Analisis yang dilakukan meliputi pembuatan jadwal induk produksi dan kebutuhan material struktur beton pada lantai 1, 2 dan 3
Perumahan De Casa Villa Blok B-C.
4.4.1. Jadwal Induk Produksi (JIP)
Pada jadwal induk produksi ini ditampilkan informasi volume pekerjaan dari
produk akhir (struktur beton) yang akan dibuat pada suatu periode.
Data yang diperlukan untuk menyusun sebuah jadwal induk produksi pada tugas
akhir ini diperoleh dari jadwal pelaksanaan pekerjaan (time schedule) dan Bill of Quantity (BOQ), dimana pada jadwal tersebut diketahui durasi penyelesaiaan dan hubungan keterkaitan dari masing-masing pekerjaan, sedangkan volume dari
tiap-tiap pekerjaan beton diperoleh dari BOQ, selanjutnya jadwal induk produksi disusun
dengan memasukkan volume pekerjaan tiap-tiap minggu ke dalam jadwal pekerjaan.
Data volume pekerjaan dari BOQ adalah volume untuk 1 unit rumah, sedangkan
jadwal pelaksanaan proyek direncanakan untuk 48 unit rumah. Pada pekerjaan
bekisting digunakan sebanyak dua kali. Berikut ini adalah perhitungan volume
pekerjaan per minggu dari tiap-tiap pekerjaan beton di lantai 1.
1. Pekerjaan Cor Tapak Pondasi P1
Pekerjaan bekisting (diasumsikan dua kali pemakaian)
- Volume bekisiting 1 unit rumah = 12 m2 (Lampiran 9)
- Durasi pek. bekisting untuk 48 unit rumah = 3 minggu (Lampiran 10)
- Vol. pek. bekisting per minggu = �����
� = 96,0 m
Beton cor 1pc: 2ps : 3kr
- Volume cor 1 unit rumah = 4,08 m3 (Lampiran 9)
- Durasi pek. cor untuk 48 unit rumah = 3 minggu (Lampiran 10)
- Vol. pek. cor per minggu = �,�����
� = 65,28 m
3
Besi beton Ø 12 mm
- Volume besi beton 1 unit rumah = 176,13 kg (Lampiran 9)
- Durasi pek. besi beton untuk 48 unit rumah = 4 minggu (Lampiran 10)
- Vol. pek. besi beton per minggu =���,�����
� =2113,58 kg
Kawat ikat
- Volume kawat ikat 1 unit rumah = 3,52 kg (Lampiran 9)
- Durasi pek. kawat ikat untuk 48 unit rumah = 4 minggu (Lampiran 10)
- Vol. pek. kawat ikat per minggu = �,�����
� = 42,26 kg
Hasil-hasil dari perhitungan di atas kemudian disusun ke dalam jadwal induk
produksi yang langsung mengikuti jadwal pelaksanaan pekerjaan dari masing-masing
item pekerjaan beton lantai 1, 2 dan 3. Perhitungan pada pekerjaan beton lainnya
dilakukan dengan analisis yang sama dengan perhitungan di atas dan hasilnya dapat
dilihat lebih jelas pada tabel 4.4 (lampiran 3).
4.4.2. Total Kebutuhan Material
Untuk menghitung kebutuhan material data yang diperlukan adalah jadwal induk
produksi untuk lantai 1, 2 dan 3 (lampiran 3) dan analisa bahan untuk masing-masing
item pekerjaan. Pada tugas akhir ini analisa bahan yang digunakan adalah SNI
dengan satuan pembelian, sehingga harus dikonversi kedalam satuan pembelian
material yang telah dihitung pada tabel 4.3 (lampiran 2).
Kebutuhan material ini diperlukan untuk mengetahui jumlah kebutuhan total
material dari tiap-tiap jenisnya untuk direncanakan ukuran pemesanan sesuai jadwal
pekerjaan dimana material tersebut dibutuhkan.
Analisa perhitungan kebutuhan material untuk setiap item pekerjaan dituliskan
secara matematis adalah sebagai berikut :
Kebutuhan material per minggu = Volume pekerjaan x ������������������
�����������������������
Berikut ini adalah perhitungan volume kebutuhan material per minggu dari
tiap-tiap pekerjaan beton di lantai 1.
1. Pekerjaan Cor Tapak Pondasi P1
Pekerjaan bekisting
- Volume bekisiting per minggu = 96,0 m2 (lampiran 3)
- Analisa kebutuhan material pekerjaan bekisting pondasi:
0,040 m3 kayu papan
- Faktor konversi = 0,016 m3 (lampiran 2)
- Keb. Kayu papan per minggu = ����,���
�,��� = 240,00 lembar
Beton cor 1pc: 2ps : 3kr
- Volume cor per minggu = 65,28 m3 (lampiran 3)
- Analisa kebutuhan material pekerjaan cor pondasi:
0,543 m3 pasir
0,762 m3 kerikil
- Faktor konversi pasir = 1 m3 (lampiran 2)
- Faktor konversi kerikil = 1 m3 (lampiran 2)
- Faktor konversi semen = 40 kg (lampiran 2)
- Keb. pasir per minggu = ��,����,���
� = 35,45 m
3
- Keb. kerikil per minggu = ��,����,���
� = 49,74 m
3
- Keb. semen per minggu = ��,������
�� = 532,03 zak
Besi beton Ø 12 mm
- Volume besi beton per minggu = 2113,58 kg (lampiran 3)
- Faktor konversi = 10,66 kg (lampiran 2)
- Keb. besi beton per minggu = ����,����
��,�� = 198,27 batang
Kawat ikat
Volume kawat ikat per minggu = 42,26 kg (lampiran 3)
Faktor konversi = 25 kg (lampiran 2)
Keb. besi beton per minggu = ��,����
�� = 1,69 rol
Hasil perhitungan analisa kebutuhan material per minggu lantai 1 lebih jelas
dapat dilihat pada tabel 4.5 (lampiran 4), untuk lantai 2 pada tabel 4.6 (lampiran 5)
dan untuk lantai 3 pada tabel 4.7 (lampiran 6). Dari tabel-tabel tersebut dapat dilihat
kebutuhan material dari masing-masing pekerjaan beton terdapat jenis material yang
sama pada setiap minggunya, sehingga harus dijumlahkan total kebutuhan dari jenis
material yang sama tersebut pada tiap-tiap minggu, kemudian hasil rekapitulasi