PERANAN PAWANG DALAM UPACARA RITUAL
MASYAKARAT MELAYU
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA
: ARMEN SOFIYAN HARAHAP
NIM
: 030702003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU
MEDAN
PERANAN PAWANG DALAM UPACARA RITUAL
MASYAKARAT MELAYU
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H
ARMEN SOFIYAN HARAHAP 030702003
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D. Drs.Baharuddin,M.Hum NIP. 132098531 NIP. 131785647
Skripsi ini disajikan kepada panitia Ujian Fakultas Sastra USU melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JURUSAN SASTRA DAERAH
KETUA JURUSAN
Pengesahan
Diterima Oleh :
Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Ilmu Sastra Daerah Fakultas Sastra USU Medan
Tanggal :
Hari :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dekan
Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D
Panitia Ujian
No Nama Tanda Tangan
KATA PENGHANTAR
Proposal skripsi ini berjudul ‘PERANAN PAWANG DALAM UPACARA
RITUAL MASYAKARAT MELAYU’.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat dan rahmatnya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Syhalawat beriring salam
penulis atas Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun kita dari alam kegelapan kealam yang “terang-benderang”.
Skripsi ini berjudul “ Peranan Pawang dalam Upacara Ritual Masyarakat
Melayu”. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Departemen daerah Program Studi
Bahasa dan Sastra Melayu.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat memyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu sewajarnyalah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D (selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara) dan juga sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan,nasihat, serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs.Baharuddin,M.Hum baik sebagai Ketua Departemen Sastra Daerah maupun sebagai pembimbing II yang telah banyak membantu penulis
3. Bapak Warisman Sinaga, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah.
4. Semua dosen di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 5. Ayah dan Mama yang telah mendidik, membiayai, menasihati, sabar serta
selalu mendoakan selama penulis kuliah di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
6. Saudara-saudaraku tercinta, Fahmi dan Devi, yang telah memberikan
bantuan moril maupun spiritual dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Keponakanku yang sangat lucu Hazizi Harahap yang telah memberikan
seamangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Hasian yang telah banyak membantu saat saya sedang menjalani sidang meja hijau.
9. Teman-temanku yang baik maupun yang bandel, Epan H Siregar (Oom Umbang-umbang), Tama, suri, Yulia, Marta, Anda, Oniel, Eko, Muhardi T
(Oom Proyek), MArzuki Lomban Gaol, Hijrah, Aldi, Risna (Mami Karto), Fitri, Martiwan, Afrina, Melva, Feren, Risdo, adik-adik junior dan senior yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan
dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis tidak dapat membalas kebaikan dan bantuannya yang telah diberikan,
sehingga terwujudnya skripsi ini, hanya Allah yang dapat membalasnya, Akhirnya, penulis menyadari sedalam-dalamnnya bahwa skripsi ini kalau dilihat dari isinya mungkin masih jauh dari apa yang diharapkan , namun itulah
yang membangun dari pembaca, sehingga skripsi ini lebih disempurnakan dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara dan masyarakat Melayu.
Semoga Allah SWT akan selalu memberikan taufik dan hidayahnya
kepada orang-orang yang mau berbuat baik.
Medan, 07 Februari 2008 Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “PERANAN PAWANG DALAM UPACARA
RITUAL MASYARAKAT MELAYU”. Upacara ritual adalah bagian dari
khasanah tradisi masyarakat Melayu. Dalam konteks penelitian ini, ia
dikatagorikan sebagai folklor sebagian lisan. Salah satu dalam penelitian,
folklor bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan peran khalayak aktif
dalam ritual Jamuan Laut. Pawang adalah satu di antara beberapa dari
khalayak aktif dalam ritual upacara Jamuan Laut. Penelitian ini dapat
mendeskripsikan peran pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut.
Penelitian ini dapat menunjukan bahwa pawang memberi makna pada
setiap aktivitas dan konteks sosial upacara ritual Jamuan Laut. Pawang
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Penghantar ………...i
Abstrak………..………....iv
Daftar isi……….………...v
BAB I PENDAHULUAN……….…………....1
1.1 Latar Belakang Penelitian ……….…1
1.2 Masalah……….…5
1.3 Tujuan Penelitian……….…..5
1.4 Manfaat Penelitian………6
1.5 Tinjauan Pustaka……….…..6
1.6 Ruang Lingkup……….….9
1.7 Landasan Teori………10
1.8 Metodologi……….…..11
BAB II DESKRIPSI MASYARKAT MELAYU PANTAI
CERMIN………13
2.1 Letak geografis dan sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin…..13
2.1.1 Letak Geografis………....13
2.1.1.1 Batasan Wilayah………...……….14
2.1.1.3 Kondisi Wilayah………...15
2.1.2 Sejarah Masyarakat Melayu Pantai Cermin……….16
2.2 Sistem Sosial Masyarakat Melayu Pantai Cermin………...21
2.3 Hubungan Upacara Jamuan Laut dengan sistem Budaya Masyarakat Melayu Pantai Cermin………...23
BAB III
ASPEK-ASPEK TENTANG PAWANG ………….23
4
.1 Sistem Sosial Pada Masyarakat Melayu Pantai Cermin ………234.3 Syarat-Syarat dalam Melaksanakan Upacara Ritual Jamuan Laut …26
BAB IV PERANAN PAWANG ………..27
4.1 Pawang Jamuan Laut………..27
4.2 Deskripsi Upacara Jamuan Laut………32
4.2.1 Persiapan Upacara Ritual Jamuan Laut………..…..32
4.2.2 Penentuan Waktu dan Tanggal Upacara Ritual Jamuan Laut..33
4.2.3 Khalayak Jamuan Laut……….…36
4.2.4 Perlengkapan Jamuan Laut………...37
4.2.5 Acara Jamuan Laut……….. 38
4.2.6 Penutupan Upacara Ritual Jamuan Laut………...45
4.3 Peranan Pawang dalam upacara ritual jamuan laut...48
4.3.1 Peranan dalam persiapan upacara...48
4.3.3 Peranan Pawang dalam Perlengkapan...49
4.3.4 Peranan Pawang Dalam Upacara Ritual Jamuan Laut...50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….51
5.1 Kesimpulan……….51
5.2 Saran………...53
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “PERANAN PAWANG DALAM UPACARA
RITUAL MASYARAKAT MELAYU”. Upacara ritual adalah bagian dari
khasanah tradisi masyarakat Melayu. Dalam konteks penelitian ini, ia
dikatagorikan sebagai folklor sebagian lisan. Salah satu dalam penelitian,
folklor bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan peran khalayak aktif
dalam ritual Jamuan Laut. Pawang adalah satu di antara beberapa dari
khalayak aktif dalam ritual upacara Jamuan Laut. Penelitian ini dapat
mendeskripsikan peran pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut.
Penelitian ini dapat menunjukan bahwa pawang memberi makna pada
setiap aktivitas dan konteks sosial upacara ritual Jamuan Laut. Pawang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam hal dan cara-cara mengobat penyakit harus berpengetahuan
tentang seluk-beluk obat-obatan. Dalam tradisi perobatan Melayu
melibatkan upacara ritual. Khalayak dalam upacara ritual Melayu adalah
pawang, bomoh dan dukun. Mereka mempunyai tugas yang hampir sama
tetapi agak berbeda dari segi pengalaman serta ilmu yang dituntut.
Menurut Syaifuddin (2004:32) Pawang ialah orang yang mempunyai
kebolehan istimewa untuk melakukan sesuatu, biasanya menggunakan
kuasa ghaib dan pandai mengobati orang sakit dengan menggunakan jampi
mantera. Dukun ialah orang yang mengobati orang sakit atau memberi obat
cara kampung. Tabib ialah orang yang mahir tentang pengobatan penyakit
melalui ramuan-ramuan yang berbeda. Namun, pawang dalam mengobati
penyakit melalui ritus-ritus yang berbentuk upacara ritual dan disesuaikan
dengan keahlian mereka masing-masing dalam hal kemampuan melakukan
sesuatu.
Sinar (2002) menyatakan bahwa upacara ritual merupakan salah satu
budaya Melayu yang paling tua. Setiap komunitas budaya Melayu
memiliki upacara ritual yang masih dipercayai oleh pemiliknya dan
Salah satu etnis yang memiliki upacara ritual adalah etnik Melayu
Serdang di Pantai Cermin. Hal ini disebabkan karena masyarakat Melayu
Serdang merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mendapat
pengaruh dari kebudayaan Hindu dan Budha serta islam.
Menurut Sinar (2002) Kehidupan ritual suatu kelompok masyarakat
sangat menunjang kebutuhan ilmu pengetahuan saat ini untuk dapat
dikembangkan dan dimodifikasi kegunaanya di masa yang akan datang.
Salah satu contoh nyata dari upacara ritual yang secara ilmu pengetahuan
sangat berguna pada masa sekarang adalah tentang upacara pemanggilan
angin di saat nelayan mendapat angin di tengah laut. Kalau dahulu para
nelayan membaca dengan mengunakan intonasi yang sesuai untuk sebuah
syair yang disebut dengan dendeng (di daerah Melayu Langkat) atau didong
(di daerah Melayu Asahan/Tanjung Balai) untuk memanggil angin maka
pengetahuan itu sekarang di aplikasi dengan melihat kompas untuk
mengetahui arah angin yang bertiup.
Upacara upacara ritual masyarakat Melayu Serdang sangat banyak
ragamnya , mulai dari ritual yang dilakukan bila seseorang melahirkan
sampai pada upacara perkawinan. upacara ini disebut juga dengan istilah
ritus-ritus peralihan (ritas of passages) yang saat ini masih sebagian besar
dipercayai oleh masyarakat Melayu Serdang. Ritus-ritus ini sangat
Ismail Hamid (1989:2) berpendapat bahwa :
Upacara peralihan ini merupakan warisan kepercayaan
lama yang diwarisi oleh masyakarat primitif yang
mempunyai hubungan dengan kepercayaan mereka
upacara ini mempergunakan mantera sebagai medianya
dan berasal dari adat istiadat pemuja dari zaman purba
disamping itu , upacara peralihan ini juga bertujuan
untuk menghapuskan segala anggnora dan ganguan
mahluk halus yang jahat terhadap masyarakat dan
mewujudkan keamanan dan kesejahteraan dikalangan
anggotanya oleh sebab itu upacara ritual ini sangat
dekat dengan kehidupan masyarakat pendukungnya.
Salah satu dari sekian banyak upacara ritual masyarakat Melayu
Serdang di antaranya adalah ritual upacara jamuan laut. Upacara ritual
jamuan laut ini dimaksudkan untuk memberikan persembahan kepada para
penunggu laut (jimbalang) yang memang telah dikenal dekat oleh
masyarakat Melayu. Upacara jamuan laut ini berasal dari masyarakat
Melayu lama yang terus hidup dan eksis sesuai dengan perkembangan
kepercayaan masyarakat Melayu itu sendiri. Menurut Hamid (1989:109)
bahwa, kepercayaan atau upacara ini asalnya sama dengan asal nenek
moyang kita yakni dari Asia Belakang Indo-China yang datang sekitar
Upacara Jamuan Laut ini diadakan oleh nelayan-nelayan yang
mendiami daerah sungai tepi pantai sekurang-kurangnya 3 kali dalam
setahun. Upacara ini dilakukan jika dirasa laut sudah berkurang
menghasilkan ikan seperti biasanya, atau akhir-akhir ini sudah banyak
nelayan yang mengalami kecelakaan di laut sewaktu mencari ikan. Oleh
karena itu, dibuatlah upacara jamuan laut dengan memanggil pawang laut
untuk memimpin upacara tersebut.
Dalam pelaksanaan upacara di setiap daerah pesisir berbeda cara
pelaksanaannya dan berbeda pula syarat-syaratnya dalam pelaksanaan
upacaranya. Semua tergantung permintaan si pawang. Begitu pula dengan
upacara ritual Jamuan Laut masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
memiliki perbedaan dalam hal penyampaian dengan pelaksanaannya dari
upacara ritual tersebut dengan daerah Melayu lainnya yang ada di Sumatera
Utara ini.
Upacara ritual jamuan laut masyarakat Melayu Serdang di Pantai
Cermin, baik secara kepercayaaan maupun secara kebudayaan mereka, ini
yang menimbulkan fenomena-fenomena sosial dari masyarakat Melayu
Serdang tersebut sebagai masyarakat pendukung. Mengetahui
fenomena-fenomena sosial dan keagamaan tersebut, maka diperlukan pengkajiaan dan
penelitian yang serius agar dapat diketahui unsur-unsur kepercayaan yang
peranan pawang untuk upacara Jamuan Laut dan mengetahui makna-makna
yang terkandung dalam upacara ritual tersebut.
1.2 Masalah
Berdasarkan pemahaman dan keberadaan latar belakang dari Pawang
dalam upacara ritual jamuan laut di atas, masalah penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskpsikan tahapan-tahapan aktivitas pawang dalam upacara
ritual jamuan laut yang terdapat pada masyarakat Melayu Serdang di
Pantai Cermin.
2. Mengetahui aspek-aspek cerita tentang Pawang Dalam upacara ritual
jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.
3. Mendeskripsikan masing-masing makna konteks sosial yang
berkaitan dengan peranan pawang pada upacara Jamuan Laut.
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana cara pelaksanaan pawang dalam upacara ritual Jamuan
2. Mendeskripsikan persembahan yang terdapat dalam pawang dalam
Upacara ritual Jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di
Pantai Cermin.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Menambah khasanah pengkajian terhadap kebudayaan Melayu,
khususnya tentang pawang dalam upacara ritual ritual Jamuan Laut
pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.
2. Menjadi bahan rujukan bagi penelitian pada dalam upacara ritual
Jamuan Laut bagi masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.
3. Menambah perbendaharan kajian terhadap budaya dan sastra,
khususnya sastra lisan yang berbentuk pendeskripsian tentang
pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut pada masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang karya-karya sastra lisan Melayu, khususnya dalam
folklor Melayu di Sumatera Timur yang bercorak ritual upacara telah
upacara ritual terhadap jamuan laut yang hidup di masyarakat Melayu
Serdang di Pantai Cermin belum pernah dilakukan.
Di antara beberapa penelitian yang telah dilaksanakan adalah; Dicky
Fernando (2003) membicarakan Upacara Ritual dan Makna Jamuan Laut
Masyarakat Melayu Jaring Halus Kabupaten Langkat. Dalam penelitiannya
ditemukan bahwa upacara jamuan laut merupakan suatu upacara yang
sakral dan selalu diadakan oleh masyarakat Melayu jaring halus pada setiap
bulan hijrah.
Pawang bagi masyarakat dipercaya dapat melindungi nelayan ketika
menangkap ikan di laut saat menjaga daerah tersebut dari serangan wabah
penyakit, sebagaimana kepercayaan masyarakat tinggal delapan jin di laut
berada pada setiap penjuru mata angin yang dikuasai oleh jin tersebut.
Adapun nama masing-masing yang diberi nama ; Mayang mangurai,
Laksamana, Mambong Tali Arus, Mambang Jaruji, Katimanah, Panglima
merah, Datuk panglima Hitam, Babu Rahman.
tentang upacara jamuan laut pada masyarakat Melayu Sumatera
Timur pernah dibahas di buku Kebudayaan Sumatera Timur yang di bahas
oleh Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah II.S.H dan Syaifuddin. (2002).
Dalam buku Melayu Sumatera Timur diceritakan tentang pawang yang
memiliki kekuatan magis yang mampu menguasai jin dan roh jahat yang
dari warisan keluarga yang turun-menurun dari anggota keluarganya hingga
ke anak cucu mereka bahkan sampai sekarang.
pada umumnya pawang adalah seorang yang berusia lanjut,
mengetahui salasilah kampung dan tempat upacara jamuan laut
dilaksanakan, kemudian hafal serta memahami tentang para Nabi dan Rasul
Allah dapat melindungi nelayan sewaktu menangkap ikan di laut dan
menjaga daerah dari serangan wabah penyakit serta secara moral
bartanggung jawab terhadap kelangsungan adat istiadat masyarakatnya,
dan di dalam kehidupan sehari-hari kedudukanya sederajat dengan
masyarakat awam, baik sebagai nelayan maupun pengawas, ia tidak
dapatkan keistimewaaan sama rata individunya dengan masyarakat lainnya.
Di dalam buku Melayu Sumatera Timur, peranan Pawang Zakaria
dinyatakan;
Saya tidak segan dan harus bertindak keras apabila ada
masyarakat berbuat maksiat di daerah ini, saya akan
menyambuknya dengan ekor pari. Pernah suatu ketika
seorang pemuda membawa narkoba dari kota dan dia
bermain judi di daerah ini, masyarakat melaporkan
kepada saya, lalu saya datang untuk memberitahu
bahwa perlakuan itu di larang di daerah ini, ia melawan
dan menentang saya, saya tidak perduli, saya
tidak melarangnya anggota masyarakat lain akan turun
mengeroyoknya ramai-ramai.
1.6 Ruang lingkup
Penelitian ini membicarakan tentang pawang upacara ritual
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cemin dalam kajian folklor, tetapi
secara umum saja. yaitu membicarakan bagian tertentu dari unsur
kebudayaan yang ditinggalkan nenek moyang kita. Adapun yang dianalisis
berkaitan dengan manusia, waktu, dan tempat.
Pawang dalam ritual upacara Jamuan Laut pada masyarakat Melayu
Serdang di Pantai Cermin dalam kajian folklor diperoleh melalui penuturan
informan yang berada di Desa Kuala Putri Lama Kecamatan Pantai Cermin,
sedangakan informasi yang lain yang diperlukan dalam penelitian diperoleh
dari buku-buku penelitian yang sudah ada. Analisis ini hanya bagian aspek
tertentu yang dianggap relevan dengan analisis folklor. Oleh karena itu,
penelitian ini penekanan analisisnya hanya pada nilai-nilai folklor yang
difokuskan tentang tanda-tanda dalam pelaksanaan upacara ritual tersebut.
Hal ini dilakukan karena masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
mengangap ritual ini masih di yakini mempunyai makna dalam kehidupan
1.7 Landasan Teori
Dananjaya ( Pudentia,1998:56 ). menyatakan dalam penelitian
jenis-jenis foklor terbagi kepada tiga hal : Pertama, meneliti tentang folknya.
Dalam penelitian ini membicarakan bagaimana prilaku-prilaku budaya
suatu masyarakat terhadap sesuatu jenis foklor, Kedua, meneliti tentang
lorenya. Penelitian ini mengungkapkan tata cara, teks, kedudukan dan
syarat-syarat serta pelaksanaanya. Ketiga, Penelitian dari kedudukan cara
sekaligus, yaitu meneliti folk dan lorenya.
Tarigan (1979; 4) sastra lisan adalah bagian dari folklor. Folklor
mencakupi, baik satra lisan maupun bukan sastra lisan. Akan tetapi,
biasanya sastra lisan hanya berarti foklor yang lisan saja dan tidak
mencakup permainan-permainan dan tari-tarian rakyat, Walaupun sastra
lisan secara luas dapat mencakup aneka ragam bentuk, seperti teka-teki,
pepatah, sumpah serapah, guna-guna, sampai hal-hal yang sukar di ucapkan
dari permainan kata-kata. Akan tetapi sastra lisan lebih sering dipergunakan
sebagai istilah pengganti cerita rakyat.
Melayu Serdang adalah Salah satu bagian dari suku Melayu di
Sumatera Utara. Sebagai salah satu suku Bangsa, Melayu Sedang memiliki
kebudayaan atau kesenian tersendiri. Sastra lisan Melayu Pantai Cermin,
fungsi dan kedudukan Pawang dalam Masyarakat Melayu Serdang di Pantai
Cermin.
1.8.Metodologi
Pada dasarnya penelitian ini bersifat deskriptif, ada bagian tertentu
dari objek kajian, seperti pawang dalam upacara ritual jamuan laut pada
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dianalisis dan mengunakan
prinsip-prinsip terhadap Foklor sebagai lisan. Analisis dilakukan kepada
cara atau sistem dalam melakukan upacara ritual jamuan laut di masyarakat
Melayu Serdang di pantai Cermin yang diteliti.
Metode pengumpulan data yang bersifat observasi yaitu data diperoleh
langsung dari daerah penelitian, khususnya dari upacara ritual Jamuan Laut
pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dengan mengunakan
atau memberdayakan informan penelitian. Informan yang digunakan
pemilihannya disesuaikan dengan aturan-aturan dan kelaziman sebagai
informan dalam penelitian. Hal ini mengunakan metode yang ada pada
buku panduan penelitian sastra lisan (Taib. 1976)
Teknik pengumpulan data mengunakan teknik wawancara dan
perekaman dan pertanyaan yang disampaikan tidak mengunakan jadwal
yang diperkirakan tidak mengunakan daftar tanya yang taratur.
Selain itu penelitian juga mengunakan metode perpustakaan,
upacara ritual jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai
BAB II
DESKRIPSI MASYARAKAT MELAYU
PANTAI CERMIN2.1 Letak Geografis dan Sejarah Masyarakat.
2.1.1 Letak Geografis
Pantai Cermin adalah sebuah kota yang terdahulunya terdiri atas
beberapa kepenghuluan, terletak di pantai timur pulau Sumatera, tepatnya
sekarang ini adalah daerah Kabupaten Serdang bedagai Propinsi Sumatera
Utara. Pada waktu itu di pantai cermin pemerintahannya bersifat kearajaan,
terdiri atas kepenghuluan yang dipimpin oleh seorang Sultan. Ia bagian dari
wilayah Deli Serdang. Adapun kesultananya adalah Sultan Serdang.
Secara goegrafis letak Serdang badagai memiliki iklim tropis, di
mana kondisinya hampir sama dengan iklim Kabupaten Serdang Bedagai
secara keseluruhan, kelembaban udara 84% , curah hujan berkisar 30
sampai dengan 340 mm perbulan, dengan periodic tertinggi pada bulan
September dan oktober, hari hujan perbulan berkisar 8-20 hari perbulan,
katinggian dari permukaan laut 0-3 mm , rata-rata kecepatan udara berkisar
1,10 m/detik dengan tinggi penguapan3,74 mm/hari, temperature udara per
2.1.1.1. Batasan Wilayah
Letak Batas Batas Alam / Kecamatan
Sebelah Utara Selat Malaka
Sebelah Selatan Perbaungan
Sebelah Barat Sei Ular / KabDeli Serdang
Sebelah Timur Perbaungan
2.1.1.2. Luas Wilayah
1. Menurut Luas Desa
NO Desa Luas
Ha KM2
01 Ujung rambung 328,4 3,284
02 Celawan 1891,5 18,915
03 Kota Pari 1000,5 10,005
04 Pantai Cermin Kanan 400 4,000
05 Pantai Cermin Kiri 400 4,000
06 Kuala Lama 522,5 5,225
07 Sementara 380 3,800
08 Besar II Terjun 575,4 5,754
09 Pematang Kasih 157 1,570
10 Arah Payung 426,3 4,263
11 Lubuk Saban 680 6,800
12 Naga Kisar 965 9,650
2.1.1.3. Kondisi Wilayah
B. Topografi ( Bentang Lahan )
No Bentang Lahan Luas (ha)
1 2 3
1. Daratan 7727,6
2. Perbukitan / Pegunungan -
JUMLAH : 7727,6
C. Kesuburan Tanah
No Tingkat Kesuburan Luas ( ha )
1 2 3
1. Sangat subur 5304
2. Subur 927
3. Sedang 721
4. Tidak subur/Kritis 775,6
Jumlah : 7727,6
D. Tingkat Erosi / Abrasi Tanah
No Tingkat erosi / abrasi tanah Luas ( ha )
1 2 3
1. Tidak ada erosi -
2. Erosi ringan -
3. Erosi sedang ( abrasi air laut ) 6
4. Erosi berat ( abrasi air laut ) 4
2.1.2 Sejarah Masyarakat Melayu Pantai Cermin
Luckman Sinar (1986) Sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin
sudah termasuk kedalam sejarah kesultanan Serdang karena wilayah Pantai
Cermin adalah bagian dari kesultanan Serdang.
Saat Kesultanan Serdang wilayah belum terbagi-bagi seperti saat ini.
Menurut riwayat, seorang Laksamana dari Sultan Iskandar Muda Aceh
bernama Sri Paduka Gocah Pahlawan, bergelar Laksamana Khoja Bintan,
menikah dengan adik Raja Urung (negeri) Sunggal, sebuah daerah Batak
Karo yang sudah masuk Melayu (sudah masuk Islam). Kemudian, oleh 4
Raja-Raja Urung Batak Karo yang sudah Islam tersebut, Laksamana ini
diangkat menjadi raja di Deli pada tahun 1630 M. Dengan peristiwa itu,
Kerajaan Deli telah resmi berdiri, dan Laksamana menjadi Raja Deli
pertama. Dalam proses penobatan Raja Deli tersebut, Raja Urung Sunggal
bertugas selaku Ulon Janji, yaitu mengucapkan taat setia dari Orang-Orang
Besar dan rakyat kepada raja. Kemudian, terbentuk pula Lembaga Datuk
Berempat, dan Raja Urung Sunggal merupakan salah seorang anggota
Lembaga Datuk Berempat tersebut.
Sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin sudah termasuk dalam
sejarah masyarakat serdang, dikarenakan dahulu kala wilayah Serdang
dulu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Sulltan Deli, dan sekarang
dipimpin oleh sebuah pemerintahan. dalam perkembangannya, pada tahun
1723 M terjadi kemelut ketika Tuanku Panglima Paderap, Raja Deli ke-3
mangkat. Kemelut ini terjadi karena putera tertua Raja yang seharusnya
menggantikannya memiliki cacat di matanya, sehingga tidak bisa menjadi
raja. Putera nomor 2, Tuanku Pasutan yang sangat berambisi menjadi raja
kemudian mengambil alih tahta dan mengusir adiknya, Tuanku Umar
bersama ibundanya Permaisuri Tuanku Puan Sampali ke wilayah Serdang.
Menurut adat Melayu, sebenarnya Tuanku Umar yang seharusnya
menggantikan ayahnya menjadi Raja Deli, karena ia putera garaha
(permaisuri), sementara Tuanku Pasutan hanya dari Selir. Tetapi, karena
masih di bawah umur, Tuanku Umar akhirnya tersingkir dari Deli. Untuk
menghindari agar tidak terjadi perang saudara, maka 2 Orang Besar Deli,
yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembal, bersama seorang Raja
Urung Batak Timur di wilayah Serdang bagian hulu (Tanjong Merawa), dan
seorang pembesar dari Aceh (Kejeruan Lumu), lalu merajakan Tuanku
Umar sebagai Raja Serdang pertama tahun 1723 M. Sejak saat itu, berdiri
A. Silsilah
Urutan raja yang berkuasa di Serdang adalah sebagai berikut:
1. Tuanku Umar (1723-?).
2. Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817)
3. Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah (memerintah 1817-1850) M)
4. Sultan Basyaruddin Shaiful Alamshah (1850-1880)
5. Sultan Sulaiman Syariful Alamshah (1880-1946).
B. Periode Pemerintahan
Kerajaan Serdang berdiri lebih dari dua abad, dari 1723 hingga 1946
M. Selama periode itu, telah berkuasa 5 orang Sultan. Sultan Serdang I
adalah Tuanku Umar, kemudian ia digantikan oleh Tuanku Sultan Ainan
Johan Almashah (1767-1817). Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah
beristerikan Tuangku Sri Alam, puteri Raja Perbaungan. Di masa Sultan
Ainan Johan ini, terjadi penyatuan Kerajaan Serdang dan Perbaungan.
Ceritanya, sewaktu Raja Perbaungan meninggal dunia, tidak ada orang yang
berhak menggantikannya, sebab ia tidak memiliki anak laki-laki. Oleh
karena anak perempuan Raja Perbaungan menikah dengan Sultan Serdang,
maka akhirnya, Kerajaan Perbaungan digabung dengan Serdang. Jadi,
Putera Ainan Johan Almashah yang tertua, Tuangku Zainal Abidin,
diangkat menjadi Tengku Besar. Suatu ketika ia pergi berperang membantu
mertuanya yang sedang terlibat perang saudara merebut tahta Langkat.
Dalam peperangan membela mertuanya tersebut, ia terbunuh di Pungai
(Langkat) dan digelar Marhom Mangkat di Pungai (1815 M). Untuk
menggantikan putera mahkota (di Serdang disebut Tengku Besar) yang
tewas, maka, adik putera mahkota, yaitu Tuanku Thaf Sinar Basyarshah
kemudian diangkat sebagai penggantinya, dengan gelar yang sama: Tengku
Besar.
Ketika Sultan Johan Alamshah mangkat tahun 1817 M, adik
Tuangku Zainal Abidin, yaitu Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah
(memerintah 1817-1850 M) diangkat oleh Dewan Orang Besar menjadi raja
menggantikan ayahnya. Ketika itu, sebenarnya Tuanku Zainal Abidin,
Tengku Besar yang sudah tewas, memiliki putera, namun puteranya ini
tidak berhak menjadi raja, sebab, ketika ayahnya meninggal dunia,
statusnya masih sebagai Tengku Besar, bukan Raja. Jadi, menurut adat
Melayu Serdang, keturunan putera tertua tidak otomatis menjadi raja,
karena sebab-sebab tertentu.
Demikianlah, pemerintahan baru berganti dan keadaan terus
berubah. Pada tahun 1865 M, Serdang ditaklukkan oleh Belanda.
dengan Belanda yang melarang Serdang berhubungan dengan negeri luar.
Setelah bertahun-tahun dalam pengaruh Belanda, akhirnya, pada tahun
1946 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah,
Serdang bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan kerajaan Serdang meliputi Batang Kuis, Padang,
Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu dan Ramunia. Kemudian wilayah
Perbaungan juga masuk dalam Kerajaan Serdang karena adanya ikatan
perkawinan.
D. Struktur Pemerintahan
Struktur tertinggi di Kerajaan Serdang dipimpin oleh seorang Raja. Pada
masa itu, peranan seorang raja adalah:
1. Sebagai Kepala Pemerintahan Kerajaan Serdang.
2. Sebagai Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh)
2.2 Hubungan Upacara jamuan Laut Dengan sistem Budaya Masyarakat Malayu Pantai Cermin.
Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin hidup dengan
sederhana dengan bermata pencaharian nelayan di laut dan ada juga yang
berladang, akan tetapi kebanyakan yang mencari penghasilan di laut, maka
dari Upacara ritual Jamuan Laut sangat besar artinya dalam kehidupan
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin..
Di dalam budaya masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
apabila terjadi sesuatu yang sangat mengganjal atau semacam penyakit
yang menyerang satu kampung maka dengan begitu masyarakat akan
mengadakan tolak bala, ini berupa upacara untuk mengusir segala jenis
penyakit yang ada pada masyarakat tersebut, dan hubungan antara upacara
jamuan laut.
masyarakat Melayu Pantai Cermin mata pencaharian mereka adalah
di laut , dan terkadang penghasilan yang di cari di laut terasa lambat laun
mangkin berkurang, dan juga di rasa laut sudah tidak bisa menghasilkan
lagi maka masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mengadakan
upacara jamuan laut agar kekayaan dilaut mangkin berlimpah, dan
masyarakat bisa mencari penghasilan di laut.
Salah satu kebudayaan masyarakat Melayu Serdang di Pantai
penunggu laut itu ada dan agar penunggu laut itu tidak akan marah pada
mereka maka masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin membuat
sebuah ritual Jamuan Laut agar penunggu laut ( jimbalang laut) tidak marah
BAB III
ASPEK-ASPEK TENTANG PAWANG
3.1 Sistem Sosial Pada Masyarakat Melayu Pantai Cermin
Ritual upacara Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai
Cermin mempunyai hubungan yang sangat erat dalam kehidupan sosial
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, Dalam tradisi lisan,
penyampaian pembicaraan dengan mengunakan bahasa daerah setempat.
Upacara ritual Jamuan Laut memiliki makna dan arti tersendiri dalam
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, Sistem sosial masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin biasanya dapat dilihat pada sebuah acara
perkawinan dan acara-acara lainnya yang berhubungan dengan daerah
mereka.
Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin hingga kini masih
memiliki tenggang rasa yang sangat tinggi, nilai-nilai kesopanan, nilai adat
istiadat serta tutur kata lemah dan lembut didalam bermasyarakat Melayu,
serta terbuka pada masyarakat lainya yang dari luar, dan di masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin itu sendiri, sikap perduli satu sama
lainnya sangat kuat.
Gotong royong adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap tiga
minggu sekali pada masyarakat melayu pantai cermin, masyarakat Melayu
kegiatan membersihkan kampung mereka, karena mereka cinta dengan
kebersihan pada lingkungan mereka.
Dalam masyarakat Melayu Pantai Serdang di Cermin pernah berlaku
sistem kerajaan dan sejak kemerdekaan Indonesia belaku sistem sosial
sebagaimana yang dituturkan dalam ideologi dan UUD 1945 yang berlaku
di wilayah Republik Indonesia. Pada zaman kerajaan, pimpinan
masyarakatnya di bawah kekuasaan Kesultanan Serdang, sedangkan
sekarang berada didalam pemerintahan Indonesia, masyarakatnya di bawah
pimpinan Camat dan Bupati.
Sistem sosial pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
berdasarkan perundang-undangan formal, seperti apa yang telah tercantum
dalam pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta ada juga pada
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin tentang hukum-hukum yang
ada dalam agama serta adat-istiadat yang dijujung tinggi oleh masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin.
Luckman Sinar (1986) Sistem sosial yang sesuai dengan
perundang-undangan digunakan pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
setelah Indonesia menjadi sebuah Negara yang merdeka dari penjajahan
pada tanggal 17 Agustus 1945, 67 Tahun yang lalu.
Pada masa kerajaan kepala Pemerintah dipimpin oleh:
3. rakyat
Para pembesar yang memerintah harus bertanggung jawab terhadap
hokum-hukum tuhan, tentang agama dan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu untuk memperkuat moral atau rohani manusia
ditetapkan unsur-unsur, yaitu:
1. Agama
2. Adat-istiadat dan Budaya
3. Rasa kekeluargaaan / kebersamaan
4. Rasa Kebangsaan
Negara Indonesia adalah sebagai Negara demokrasi, yang bertujuan
untuk mensejahterakan dan juga memberi keadilan dan kemakmuran bagi
rakyatnya. Dapat dilihat dalam tatanan hukum yang diatur didalamnya, dan
berdasarkan falsafah bangsa Indonesia yaitu pancasila dan undang-undang
dasar 1945. oleh karena itu maka di Republik Indonesia ada tatanannya :
1. MPR Sebagai kekuasaan tertinggi Negara
2. Presiden sebagai pelaksana atau Wakil Pemerintah
3. DPR sebagai Dewan Rakyat
4. Presiden untuk menyelengarakan kekuasaan dibantu oleh
Menteri-Menteri
6. Bupati pelaksana tingkat Kabupaten
7. Bupati juga memilih Camat sebagai pelaksana di kecamatan,
selanjutnya camat memililih Lurah sebagai pelaksana dikelurahan,
kepala desa sebagai pelaksana di desa, juga kepala RT atau kepala
RW yang melaksanakan tugasnya di RT dan RW dan lain
sebagainya.
3.2 Syarat-Syarat Dalam Melaksanakan Upacara Ritual Jamuan Laut
Didalam melaksanakan upacara Jamuan Laut ada syarat-syarat
tertentu yang akan dipertimbangkan untuk melaksanakan upacara Jamuan
Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.
Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Laut sudah tidak memberikan hasil lagi.
2. Ada yang dikurbankan yaitu seekor lembu.
3. Pawang wajib mengunakan pakaian putih dan celana warna putih
serta peci.
4. Masyarakat memiliki kesiapan dalam melakukan upacara tersebut.
5. Loksasi upacara jamuan lautnya diadakan di tepi pantai atau muara.
6. Tanggal yang ditentukan harus menaik.
BAB IV
PERANAN PAWANG
4.1 Pawang Jamuan Laut
Tahap pelaksanaan ritual merupakan tahapan–tahapan yang
dilaksanakan pada upacara Jamuan Laut masyarakat Melayu Serdang di
Pantai Cermin, pelaksanaan Jamuan Laut ini dilakukan oleh pawang dan di
bantu oleh masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan upacara ritual pada
lokasi tersebut.
Seseorang menjadi pawang Jamuan Laut merupakan profesi turun
temurun yang kabarnya tidak bisa terelakkan, jika tidak ingin kena fuaka.
Pawang biasanya sudah berusia lanjut, mengetahui silsilah kampung
makhluk dan prosesi jamuan laut serta wajib memahami siroh Nabi dan
aksara arab gundul. Pawang sangat disegani dilingkungan masyarakat
nelayan Melayu Sumatera Timur karena selain mampu mendongkrak hasil
tangkapan ikan, ia juga diyakini dan terbukti bisa memerintahkan makhluk
gaib yang ada di laut untuk menyembunyikan ikan-ikan yg ada di laut.
Syaifuddin (2002) Perobatan tradisi Melayu melibatkan pakar-pakar
perawat tradisional seperti tabib, pawang, bomoh dan dukun. Mereka
mempunyai tugas yang hampir sama tetapi agak berbeda dari segi
pengalaman serta ilmu yang dituntut. Bomoh diartikan sebagai orang yang
pawang pula ialah orang yang mempunyai kebolehan istimewa untuk
melakukan sesuatu (biasanya menggunakan kuasa ghaib) dan pandai
mengobati orang sakit dengan menggunakan jampi mantera. Dukun ialah
orang yang mengobati orang sakit atau memberi obat cara kampung. Tabib
ialah orang yang mahir dalam hal-hal dan cara-cara mengobati penyakit
serta berpengetahuan tentang obat-obatan. Dengan ringkasnya dapat
disimpulkan bahwa kesemua mereka ini mempunyai tugas induk yang satu,
yaitu merawat dan mengobati penyakit dengan cara masing-masing.
Pawang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah orang yang
mempunyai keahlian istimewa yang bertalian dengan : ilmu gaib, seperti
mualim perahu, pemburu buaya, pejinak ular. Pawang bagi masyarakat
Pantai Cermin adalah seorang yang mampu menggunakan kekuatan magis
untuk memindahkan hujan, memindahkan makhluk halus atau jin dari
kawasan hutan sewaktu penebasan hutan dan mampu mengusir jin jahat
dari laut yang dijadikan sebagai kawasan penangkapan ikan. Kemudian,
dalam masyakarat Melayu Serdang di Pantai Cermin, tukang cerita orang
pintar atau tuan guru mempunyai arti yang sama dengan dukun, di dalam
upacara Jamuan Laut.
Sebagaimana dijelaskan bahwa istilah pawang, tuan guru atau orang
mengusir atau membujuk jin dan roh jahat saja. Sebagian besar masyarakat,
seseorang dapat menyembuhkan orang yang patah tulang juga dukun, yaitu
dukun patah. Apabila seseorang bekerja sebagai tukang urut dipanggil
dukun urut. Selanjutnya orang perempuan yang bekerja membantu
perempuan bersalin dipanggil dukun beranak.
Fenomena di masyakarat Melayu Serdang di Pantai Cermin ialah
masih ada masyarakatnya lebih percaya kepada dukun beranak daripada
dengan bidan. Mereka mempercayai bahwa dukun beranak mempunyai
kemahiran ganda, yaitu membantu perempuan bersalin dan juga mengatasi
magis atau ilmu ghaib. Menurut kepercayaan bahwa perempuan yang akan
dan sesudah melahirkan anak selalu mendapat gangguan makhluk halus.
Perempuan yang bersalin dan keluarga amat bergantung semangat
kepada dukun beranak. Dalam beranak menggunakan simbol yang bersifat
ritual kepada bayi dan ibundanya. Dukun beranak lazimnya
membuhul/memotong tali pusat bayi lelaki dengan bilangan tujuh dan bayi
perempuan dengan bilangan enam. Bilangan angka tujuh bagi orang
Melayu merupakan bilangan bertuah. Perlakukan dukun beranak ini,
membawa makna bahwa untuk pembedaan jantan/jenis kelamin manusia
dilakukan ritual karena dianggap sesuatu yang bersigat magis.
Kepercayaan komunistas nelayan kepada kekuatan magis yang
dipunyai dukun ternyata sama dengan kepercayaan mereka kepada pawang
dan roh jahat yang tinggal di laut. Orang yang dipanggil pawang laut ini
berperan penting dalam kehidupan nelayan. Pawang laut di sini menjadi
tumpuan pada nelayan bahwa laut adalah kawasan yang dihuni oleh para
makhluk halus.
Dipercaya bahwa makhluk halus itu akan marah dan mengganggu
pada nelayan jika nelayan melanggar pantang larang dari penguasa laut
tersebut. Komunitas nelayan masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
seperti air laut yang naik sampai kedalam-dalam rumah warga, warga yang
hilang di laut saat sedang mencari ikan dan masyarakat masih percaya
bahwa gangguan jimbalang laut (mahluk halus laut).
Beberapa masalah atau kejadian nyata yang dialami oleh nelayan
masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dianggap sebagai gangguan
atau kemarahan dari makhluk halus di laut.
Seseorang menjadi pawang dalam adat-istiadat merupakan warisan
dari anggota keluarganya. Pada umumnya pawang adalah seroang yang
berusia lanjut, mengetahui silsilah kampung dan tempat upacara Jamuan
Laut dilaksanakan, kemudian mengetahui dengan jelas para Nabi dan Rasul
Allah. Pawang juga dianggap masyarakat asli mendapat ridho Allah untuk
melindungi nelayan ketika menangkap ikan laut dan menjaga daerah dari
serangan wabah penyakit serta secara moral bertanggung jawab terhadap
Dalam kehidupan sehari–hari kedudukan sederajat dengan
masyarakat awam, baik sebagai nelayan ataupun pengawas, pawang tidak
mendapatkan keistimewaan, sama rata dengan idividu anggota masyarakat
lainnya, maka dalam kehidupan keseharian masyarakat, atas prikehidupan
pawang itu diwujudkan Pepatah sebagai berikut ”Duduk sama rendah,
berdiri sama tinggi”.
Menurut pawang Amat Dukun : Sistem pembagian kerja didalam
kapal motor didasarkan pada keanggotaan/pesertanya. Di dalam
kapal motor berkapasitas 17 sehingga 27 orang, setu diantaranya
adalah pawang. Riciannya adalah seperti berikut : satu orang
jurangan, berfungsi sebagai pertanggungjawab atau pemimin kapal;
dua orang masinis, bekerja sebagai mekanik; empat orang tukang
lampung; dua orang tukang masak; satu orag “anak iti; satu orang
tukang transport, satu orang pawang, bekerja sebagai pemberi atau
penuntut keselamatan ke laut ke dalam tong. Kemudian berkaitan
dengan pengagihan pendapatan ibadah seperti berikut : pada pekerja
setiap orang mendapat upah satu bagi dan setiap pekerja dalam
kapal. Jurangan kelebihan dua bagi, masinis mendapat kelebihan satu
bagi juga wakil masinis, tukang batu, tukang haluan, tukang masak,
pawang dan tukang lampung juga satu bagi.
Lain halnya dengan hal yang berkaitan dengan keselamatan
kampung dari pencemaran kemaksiatan, seperti perjudian, narkoba dan
pelacuran, pawang harus menjadi tauladan dan berkuasa penuh atas
Pawang Jamuan Laut Amat Dukun menyatakan,
Saya tidak segan dan harus bertindak keras apabila masyarakat
berbuat maksiat di daerah saya, saya akan menjatuhkan hukuman
diarak oleh masyarakat (dikelilingi seluruh kampung) kepadanya.
Pernah suatu ketika sekelompok pemuda membawa minuman
keras dari kota dan ia bermain judi di daerah ini, masyarakat
melaporkannya kepada saya, lalu saya datang untuk memberitahu
bahwa perlakuan itu dilarang didaerah ini, ia melawan dan
menentang saya, saya tidak perduli, saya mengelilingi dia
keseluruh penjuru kampung (diarak) dan apabila saya tidak
melarangnya anggota masyarakat lain akan rutur (semua)
mengeroyok ramai–ramai.
4.2 Deskripsi Upacara Jamuan Laut
4.2.1 Persiapan Upacara Ritual Jamuan Laut
Ide pelaksanaan upacara Jamuan Laut baik dari anggota maupun
individu pawang dan yang berasal dari komunitas nelayan, karena
merasakan cobaan yang berat saat di tengah laut dan merasakan
keterpurukan hidup berkaitan dengan tangkapan ikan berkurang serta
mewujudkan isyarat terhadap para pawang laut. Hal ini selalu terungkap
Kemudian isu ini direspon oleh anggota masyarakat, disampaikan
kepada pegawai pemerintah, yiatu Lurah atau Kepala Desa atau Camat, dan
para pemuka masyarakat. Selanjutnya para Ustad, pawang, pemuka
masyarakat dan ketua kampung melaksanakan musyawarah di Balai Desa.
Pada musyawarah ditetapkan waktu, tempat maupun
penyelenggaraan upacara. Seterusnya sumber pembiataan upacara diperoleh
dari nelayan, penjaga pemerintah daerah dan sumbangsih masyarakat serta
sumber lainnya, tetapi komunitas nelayan lebih besar dibandingkan dengan
komunitas lain. Selain itu, para pawang akan memberikan maklumat perihal
pantang larang yang diberlakukan. Rajab suasana laut air mati dan
pengumuman kepada anggota masyarakat. Semua tahap – tahap ini adalah
sebagai tahap persiapan.
4.2.2 Penentuan Waktu dan Tanggal Upacara Ritual Jamuan Laut
Istiadat ritual kerap disebut sebagai upacara tradisi diselenggarakan
anggota masyarakat secara berterusan dari waktu ke waktu dan relatif tetap
baik tempat maupun waktunya dan terjadwal pelaksanaanya dalam aktivitas
masyarakat. Upacara itu merupakan kegiatan sosial budaya, maka
melibatkan anggota masyarakat karena untuk memperoleh tujuan
Tempat upacara dikhususkan dan dianggap tempat keramat, seperti
suatu kawasan yang dianggap pusat kampung, sedangkan waktu upacara
selalu dirasakan sebagai waktu–waktu yang gawat, berbahaya dan penuh
dengan bahaya yang dianggap ghaib. Selalunya, waktu–waktu itu berulang
tetap dan sesuai dengan irama gerak alam semesta.
Tempat pelaksanaan upacara Jamuan Laut masyarkat Melayu
Serdang di Pantai Cermin dapat dikategorikan kepada beberapa bagian,
pertama ; kawasan tempat persiapan penyelenggaraan, yaitu ruang Balai
Desa/kampung untuk bermusyawarah Kedua; tempat yang diperuntukan
kepada seluruh peserta laut, sedangkan bagian ketiga; kawasan yang
diperuntukan dan dikuasai oleh para pawang guna keperluan penyampaian
persembahan di Pantai Cermin.
Tempat Pantai Cermin dipercayai oleh masyarakatnya tempat asal
mula nelayan melajukan jala penangkapan ikan ditempat ini dibangun balai
upacara tempat pawang mengibarkan bendera yang dipercayai memanggil
makhluk halus penunggu laut dan kawasan ini ditabur bunga–bunga oleh
pawang. Kemudian, kawasaan tempat upacara di hamparan laut, kawasan
ini digunakan oleh para pawang untuk meletakkan perlengkapan
persembahan kepada Makhluk halus dan para penguasa laut.
Tapak Jamuan Laut itu telah ditentukan oleh masyarakat ketua adat,
empat arah kekuasaan penguasa laut, yaitu bermula dari Utara, Selatan,
Timur dan Barat.
Kemudian, tapak upacara Jamuan Laut itu cukup bagi masyarakat
ramai, berhamparan luas dan dipercaya bersih dari kemaksiatan, dipastikan
terhindar atau tidak menggangu pepohon di persekitaran baik yang di laut
pepohon yang di daratan, terkecuali pemotongan pepohon yang batangnya
akan dipergunakan sebagai balai dalam upacara, yaitu batang pohon bakau.
Selanjutnya, kawasan Pantai Cermin itu berlatar sejarah bagi
masyarakat daerah, yaitu dipercayai sebagai tempat awal kedatangan
masyarakat di tempat itu, selain itu mudah didatangi oleh masyarakat di
lingkungannya
Pertama kali Jamuan Laut dilakukan pada tanggal 12 Februari1968
dan terakhir dilakukan pada tanggal 27 Mei 2004 masih dilaksanakan di
pantai cermin. Tempat ini mudah dikenal dan dipercayai oleh masyarakat
setempat sebagai tempat yang baik.
Jamuan Laut di dalam masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
idealnya dilaksanakan empat tahun sekali, tetapi tidak semestinya,
melainkan disesuaikan dengan datangnya isyarat yang berwujud mimpi
terhadap pawang, selanjutnya pawang bermimpi berjumpa dengan Datuk
Hitam (penunggu laut) dan mengikuti kepentingan keadaan masyarakat,
yaitu perolehan ikan dirasakan mulai berkurang. Hari pelaksanaan tidak
pastinya tidak boleh tanggal menurun. Waktu yang diperlukan dalam
upacara sebaiknya tiga hari, tujuh hari ataupun sembilan hari dari
kesepakatan pawang, pegawai pemerintah setempat, pemuka masyarakat
dan para ustad serta anggota masyarakat dan di dalam ini yang berhak
penuh memutuskan adalah Pawang.
4.2.4 Khalayak Jamuan Laut
Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral kebiasaan dan lain
kecakapan serta kebiaasan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Upacara ritual adalah sebagai Aktifitas dari adat masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin.
Pada umumnya semua masyarakat yang berdomisili di Pantai
Cermin setiap upacara Jamuan Laut dilaksanakan harus hadir sebagai
peserta, baik penjaga masyarakat umum maupun juragan (bos), bahkan
tamu yang sedang di daerah pun diundang datang, oleh karena itu para
pawang, pemuka masyarakat, di daerah mengumumkan setiap
penyelenggaraan upacara Jamuan Laut agar masyarakat berkunjung dalam
upacara itu.
Secara rinciannya peranan masing–masing khalayak majelis upacara
pegawai pemerintah daerah sebagai sekretaris yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan Jamuan Laut, ii) Para pawang penyelenggara melepaskan
perlengkapan persembahan, sedangkan para ustad bertanggung jawab atas
kelangsungan Jamuan Laut iii) Penjaga ikan maupun nelayan
mengusahakan perlengkapan yang diperlukan di dalam upacara.
Keseluruhan peserta takluk atas pantang–larangan yang ditetapkan.
4.2.5 Perlengkapan Upacara Jamuan Laut
Pada umumnya perlengkapan upacara telah diketahui dan dipahami
oleh seluruh warga masyarakat daerah karena sangat berkatian dengan alam
persekitaran di masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin. Keseluruhan
benda yang diisyaratkan itu, sewaktu di dalam upacara mempunyai
kekuatan, kedudukan kekuatan mendukung tujuan dari masing–masing
upacara dan bukan pula dijadikan sebagai benda keramat maknanya untuk
kekhusukan sewaktu upacara.
Perlengkapan yang dipersembahkan di dalam upacara Jamuan Laut,
kebanyakan masyarakat menyebutkan ramuan Jamuan Laut. Benda yang
dipersembahkan mengandungi makna tertentu dan sesuai dengan keadaan
masyarakat daerah Melayu Serdang Di Pantai Cermin baik adat istiadat
maupun kepentingan dari bidang sosial budaya. Adapun benda tersebut
yaitu :
II) Beras kuning satu piring
III) Beras hitam satu piring
IV) Batih yang tidak ditampi
V) Bartih yang dibersihkan
VI) Bunga rampai satu talam
VII) Limau purut, limau pagar, beserta tepung tawar.
4.2.6 Acara Jamuan Laut
Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, terutama para
nelayan mempercayai seluruh lautan dikuasai oleh kuasa makhluk halus,
yaitu Jin dan Roh jahat di laut disebut mambang laut. Menurut kepercayaan
Melayu Pantai Cermin.
Mambang laut terbagi kepada delapan penguasaan dan tinggal di
delapan penjuru mata angin, yaitu mata angin Mayang Mengurai, Laksanan,
Mambang Tali Arus, Membang Jeruju, Katimah, Panglima Merah, Datuk
Panglima Hitam, Babu Rahman di mata angin Babu Rahim. Dari delapan
jin laut tersebut empat darinya merupakan penguasa atau pengetaahuan para
jin dan kepada merekalah Jamuan Laut ditujuan. Keempat jin laut ialah
Datuk Panglima Hitam Penguasa Utara yang menjadi pemimpin agung dan
masyhur dengan nama Datuk Hitam.
Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mayoritas
masyarakat perlu melakukan Jamuan Laut dengan harapan para penguasa
laut atau jin tidak marah kepada mereka dan mereka dapat memperoleh ikan
yang berlimpah atas ridho Allah.
Upacara Jamuan Laut terkemas atas beberapa tahapan aktifitas,
selain dari tahapan persiapan, yiatu i ) pemancangan panji dan pembuat
balai; ii) penyembelihan hewan dan mengantar sesajen; iv) berjanji dan doa;
v) pengumuman pantangan; vi) makan bersama. Aktivitas upacara diselingi
dengan kerja sama (gotong royong) membersihkan lingkungan/prsekitaran
daerah menjelang pelaksanaan upacara. Selanjutnya kata–kata sambutan
dari ketua adat dan ketua kampung.
Setelah melakukan persiapan maka setelah itu dilakukan persiapan
sebagai berikut, dalam menentukan ide pelaksanaan upacara Jamuan Laut
baik dari anggota maupun individu pawang dan yang berasal dari
komunitas nelayan, karena merasakan cobaan yang berat saat di tengah laut
dan merasakan keterpurukan hidup berkaitan dengan tangkapan ikan
berkurang serta mewujudkan isyarat terhadap para gawang laut.
Sekarang adalah pelaksanaan upacara ritual jamuan laut, dalam
melaksanakan upacara Jamuan Laut. Beberapa dari anggota masyarakat membentuk balai–balai, yaitu sebuah bangunan sederhana yang didirikan
pada tempat upacara. Balai -balai itu didirikan dengan sejumlah batang
pohon, tanpa dinding, beratap anyaman daun kelapa. Letaknya memanjang
perlengkapan yang dipersembahkan dan dipercayai masyarakat agar proses
upacara diterima makhluk halus. Selanjutnya disediakan seekor lembu guna
disembelih sebagai kurban. Kepala, tulang, dan kulit lembu itu dibungkus
kembali dan dibentuk seperti lembu dan diikatkan pada sebuah batang
pohon pinang guna dipersembahkan kepada penguasa laut, sedangkan
dagingnya untuk makan bersama–sama. lembu sebelum dipotong
dimandikan air bunga oleh pawang.
Kemudian, seluruh anggota masyarakat menyediakan beras adanya
untuk makan bersama–sama dan sebagian untuk upacara. Selanjutnya
disediakan sebatang bambu berukuran enam meter guna memancang
panji-panji yang dilengkapi dengan kain berwarna putih berukuran dua meter
telah ditulis duakali maasyahadat menggunakan aksara arab–jawi. Pakaian
para pawang berwarna putih, dan penutup kepala memakai peci. Sedangkan
kaum lelaki daerah mendirikan balai–balai dan kaum wanita memasak guna
dimakan pada juadah makan bersama–sama. Selanjutnya anggota/peserta
upacara menyediakan perlengkapan upacara lainnya
Pertama, adalah dilakukan pemancangan panji–panji, yaitu tujuh
hari sebelum pelaksanaan upacara bermula, perhitungan hari yang dianggap
tepat adalah para tanggal 13,15 atau 17 dalam perhitungan tahun Masehi.
Pemancangan panji–panji dilakukan oleh para pawang saat matahari mulai
Lokasi penyelenggaraan upacara selalu berada di tepi pantai.
Bendera yang diikat pada potongan batang bambu dipacakan di dua tempat
penyelenggaraan upacara dan satu lagi dipacakkan kurang lebih sembilan
puluh meter dari tempat upacara itu berdekatan muara. Sewaktu para
pawang memancangkan panji – panji itu membaca mantera dan
memercikkan air ramuan ke atas kain bendera dan tanah di tempat bambu
dipancangkan. Adapun mantera itu sebagai berikut :
Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yu khoib
Ya auliallah taala Kadosasi arisuna biusatin Wanzuru nubbanattin warhamna
Birahmatin yaarnukba ya zukba Ya abdul ya akhyar ya kutub
Ya ibra
Asalamuladi nawaiji Ya khaus
Warmauna warfakuin bikumatin Nabi umi
Masyarakat mempercayai bahwa pemancangan ini merupakan tanda
-tanda pemberitahuan kepada makhluk-makluk halus penguasa laut
berkenaan akan diselenggarankannya upacara Jamuan Laut. Pancang –
pancang itu sekaligus sebagai peringatan bagi anggota masyarakat guna
memelihara kebersihan persekitaran tempat upacara itu.
Kedua; sesudah pemancangan panji – panji seekor lembu yang akan
disembelih terlebih dahulu ditambat tempat upacara dimulai. Pada pagi hari
setelah sholat subuh, tempat penyembelihan di atas sebuah lobang kecil
yang digali di tanah untuk menampung darahnya.
Masyarakat mengaggapnya kesepadauan darah dengan tanah berarti
simbolik dari keeratan hubungan makhluk hidup terutama hubungan
manusia dengan lingkungan sekitarnya. Dalam memotong lembu tersebut
pawang Amat Dukun membaca mantera sebagai berikut:
Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yui khoib
Ya auliallah taala Kadosasi arisuna biusatin Wanzuru nubbanattin warhamna
Birahmatin yaarnukba ya zukba Ya abdul ya akhyar ya kutub
Ya khaus Ya khaus Ya khaus
Warmauna warfakoin bikumatin Nabi umi
Waalaalihi washabihi wasallam Assalamualikum
Kemudian lembu disembelih dipotong–potong dan dipisah–pisah
menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala, tulang dan kulit disatukan,
dikemas dan dalamnya diisi kembali tapi mengunakan batu-batu kecil
membetuk seperti lembu dan diikatkan pada sebuah batang pohon pinang
dan dipacakan ditengah laut untuk dipersembahkan di dalam persembahan
pada siang hari kepada penguasa laut. .
Kemudian, kajian ini juga akan menunjukkan wujudkan beberapa
gerak, syarat dan pantang larang dalam pelaksanaan upacara majelis
persembahan masing–masing gerak, isyarat dan pantang larang itu
merupakan elemen bagi membina upacara persmebahan dan isyarat itu
berhasil dari pada pawang, ahli majelis maupun daripada masa dan tempat
pelaksanaan persembahan, sedangkan pantang larang dinyatakan sebagai
kesepakatan yang diwarisi dari pada sebelumnya. Selanjutnya bagian
dagingnya dicincang halus untuk dimasak sebagai jedah dalam jamuan
rempah–rempah masakan disediakan oleh puan-puan/ibu–ibu.
Penyembelihan selesai bersamaan saat matahari, terbit dan anggota
masyarakat pun datang ke tempat upacara guna mengambil peran aktif
dalam jamuan itu.
Ketiga; saat mengantar jamuan upacara pada matahari mulai naik,
yaitu pagi hari pukul 9.00 wib. Waktu upacara, pawang Amat Dukun dan
para ustad serta pemuka masyarakat memimpin jalannya persembahan di
tengah laut disertai juga oleh beberapa anggota masyarakat. Diawali dengan
aktifitas pawang Amat Dukun, yaitu mengelilingi balai–balai menabur
bunga–bunga, dan berdiri sejenak mengarah ke kiblat.
Jamuan upacara dilakukan pada jarak dua mil dari pantai, yaitu di
suatu tempat yang dipercayai masyarakat sebagai tempat jalannya pusaran
angin. Sewaktu jamuan upacara perahu berhenti dan samua anggota/peserta
upacara berdiri menghadap kiblat. Selanjutnya bilal atau ustad membaca
syalawat kemudiaannya diiringi suara azan dalam situasi hening. Sesudah
azan itu pawang Amat Dukun membaca mantera yaitu sebagai berikut :
Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yu khoib
Ya abdul ya akhyar ya kutub Ya ibra
Asalamuladi nawaiji Ya khaus
Warmauna warfakuin bikumatin Nabi umi
Waalaalihi washabihi wasallam Assalamualikum
Setelah pawang membaca mantera itu, ustad atau bilal membaca doa
yang disertai oleh seluruh peserta upacara. Kemudian peserta upacara
meninggalakan tempat upacara dengan pantangan tidak boleh melihat arah
ke belakang yaitu di tempat upacara jamuan upacara dilakukan.
4.2.6 Penutupan Upacara Ritual Jamuan Laut
Sewaktu rombongan pengantar jamuan upacara menuju ke tengah di
balai – balai berlangsung acara penyambutan disebut dengan Jemputan
Ikhlas, yaitu masyarakat dari luar daerah dengan berbagai atraksi dan
kesenian, seperti silat, tarian dan nyayian. Kemudian dilanjutkan dengan
membaca syair berjanji diakhiri dengan doa. Aktivitas ini berlaku atas
usaha kaum lelaki dan perempuan masyarakat daerah, tugas perempuan
Pemberitahuan pantang larang terhadap seluruh peserta dilakukan
sesudah pembacaan doa serta setelah para pengantar upacara di lokasi, yiatu
di pantai tempat upacara. Pantang larang atau pantang harus dipatuhi oleh
setiap anggota masyarakat untuk jangka waktu yang ditetapkan. Pantang
larang itu dibacakan oleh pawang didampingi oleh para ustad dan pemuka
masyarakat, sedangkan pengawasan dilaukan oleh sejumlah anggota
masyarakat yang terdiri atas berbagai kalagan di antara Camat dan Ketua
Kampung.
Pantang larang atau pantang itu adalah sebagai berikut :
i. Dilarang menelusuri muara untuk menangkap ikan ke laut
selama 3 demi kelancaran ritual upacara ritual ini.
ii. Dilarang menelusuri muara pada hari kemerdekaan Republik
Indonesia, yaitu 17 Agustus dari pukul 06.000 sehingga 18.00
wib
iii. Dilarang berkelahi di laut dan di persekitaran muara
iv. Dilarang membanting – membantingkan ikan disengaja
maupun tidak disengaja .
v. Sewaktu penyelenggaraan upacara dan sehari sesudahnya tidak
dibolehkan menangkap ikan di laut.
Menurut pernyataan dari anggota masyarakat daerah, jangka masa
cepat dibandingkan di masa lalu. Dahulu larangan untuk turun ke alut
selama sepekan dan sekarang selama 3 hari.
Sesudah aktivitas kesenian, keagamaan dan upacara ke laut
dilanjutkan dengan penyampaian kata-kata nasihat bersifat pengarahan dan
bimbingan dari camat sebagai undangan. Di dalam kata–kata nasihat itu
dinyatakan bahwa pihak pemerintah mendukung dan mengukuhkan upacara
Jamuan Laut sebagai aktivitas masyarakat. Kemudian setelah kata–kata
nasihat para panitia mempersilakan seluruh peserta memakan makanan
yang telah tersedia.
Seluruh peserta upacara dipastikan mendapat bagian makan bersama
karena masyarakat mempercayai bahwa penyelenggaraan Jamuan laut tidak
sempurna dan tidak sampai ke tujuan apabila ada salah seorang peserta saja
yang belum kebagian makan di dalam makan bersama. Selanjutnya sesudah
makan bersama–sama selesai dilaksanakan doa pimpinan oleh ustad agar
apa yang ingin di sampaikan dalam melaksanakan upcara jamuan laut
tersampaikan keinginan dan doanya, kemudian seluruh peserta upacara
bubar kembali ke rumah masing–masing hingga batas waktu yang
4.3 Peranan pawang dalam upacara ritual jamuan laut 4.3.1 Peranan Pawang Dalam Persiapan Upacara
Dalam tahap ini, pawang berperan sebagai pengide atau pencetus
apakah upacara ritual Jamuan Laut harus dilakukan atau tidak. Biasanya
pawang akan memperhatikan kondisi laut, apakah hasil yang diperoleh
nelayan berkurang.
Menurut masyarakat Melayu kondisi disebabkan karena laut ingin
dijamu atau diperlukan diadakan upacara Jamuan Laut untuk memberi
persembahan kepada penunggu laut (Jimbalang laut) agar mereka tidak
marah kepada masyarakat yang bergantung dengan laut, karena masyarakat
rata-ratanya bermata pencaharian dilaut atau seorang nelayan.
dalam hal ini pawang sangat berperan aktif dalam melaksanakan
upacara Jamun Laut ini, karena seorang pawang harus mempersiapkan
segala sesuatunya yang diperlukan untuk melakukan ritual tersebut.
4.3.2 Peranan Pawang Dalam Penentuan Tempat dan Waktu
Ketika upacara telah disepakati akan diadakan tibalah saatnya
ditentukan tempat dan waktu pelaksanaan. Dalam tahap ini, pawang tidak
mengambil keputusan sendiri. Karena dalam tahap ini diutamakan sistem
mufakat. Dengan kata lain penentuan tempat dan waktu disepakati dalam
Kuala Lama danCamat. Dalam rapat ini sebagai pimpinannya adalah
seorang pawang karena pawang orang yang dituakan dalam hal
melaksanakan upacara ritual Jamuan Laut.
4.3.3 Peranan Pawang dalam Perlengkapan
Dalam upacara ritual jamuan laut diperlukan bahan-bahan atau
perlengkapan untuk melakasanakan upacara Jamuan Laut yaitu :
• Beras putih satu piring.
• Beras kuning satu piring
• Beras hitam satu piring
• Batih yang tiak ditampi
• Bartih yang dibersihkan
• Bunga rampai satu talam
Limau purut, limau pagar, kemeyan beserta tepung tawar.
untuk perlengkapan dan segala sesuatu yang diperlukan dalam
melaksanakan upacara ritual, pawang yang berperan aktif dalam
menentukan perlengkapan semua ini, karena hanya pawang yang mengerti
tentang perlengkapan tersebut untuk sesaji para penunggu laut ( jimbalang
laut ) agar terlaksananya upacara ritual ini dengan lancar dan baik hingga
4.3.4 Peranan Pawang Dalam Upacara Ritual Jamuan Laut
Upacara ritual Jamuan Laut adalah suatu kegiatan yang rutin
dilakukan apabila laut dirasa sudah berkurang untuk menghasilkan ikan lagi
dan di dalam upacara ritual ini dipimpin oleh seorang pawang dan dibantu
dengan beberapa pawang lainnya untuk melaksanakan upacara ritual, saat
memulai hingga penutupan upacara ritual Jamuan Laut.
Pawang sangat berperan penting dalam menjalankan semua ini karena
acara ini di pimpin seorang pawang yang khusus Jamuan Laut, pawang
tersebut memimpin acara ritual ini serta penyembelihan hewan kurbannya
pawang juga yang melakukan dengan membaca mantera sebagai syarat
dalam upacara tersebut.
Mantra di dalam upacara Jamuan Laut ini sebagai pesan penyampai
kepada penunggu laut (jimbalang laut) doa agar tuhan dapat memberi
kemudahan dan penghasilan yang berlimpah di laut.
Pawang membaca mantera saat melakukan pemancangan bambu untuk
bendera dan juga saat memberi persembahan kepada penunggu laut
(jimbalang laut) agar para penunggu laut tidak marah dan memberikan
penghasilan laut yang berlimpah, pawang juga saat penutup guna
memberikan arahan atau nasihat guna didengarkan, serta mengajak untuk
makan bersama-sama setelah selesai proses upacara Jamuan laut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya di dalam khasanah kesusatraan Melayu ada istilah
yang biasa ada tulisan lisan yang berhubungan dengan pengalaman,
aktivitas sosial, keperluan kolektif, dan persejarahaan yang dihasilkan oleh
seseorang atau suatu masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.
Dalam khasanah kajian budaya Melayu, penelitian , pembahasan,
dan pembicaraan ini tentang peranan pawang dalam ritual pada masyarakat
Melayu Serdang di Pantai Cermin.
Mata pencaharian masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin
adalah mencari ikan di laut atau disebut dengan nelayan , untuk memenuhi
kehidupan mereka dengan cara mencari ikan, dikarenakan hidup mereka di
pesisir dekat dengan pantai, apabila terjadi sesuatu di laut maka mereka
akan mengadakan upacara jamuan laut, jika di rasakan laut sudah mati, laut
mati disebut karena ikan sudah mulai berkurang dan penghasialan mereka
merosot, maka di saat seperti itu mereka memohon agar para jin laut atau
penuggu laut tidak marah kepada mereka dan memohon kepada tuhan agar
dilimpahkan karunia yang banyak dan ikan di laut bertambah banyak.
Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mempunyai
sama lainnya, apabila terjadi sesuatu mereka selalu memusyawarahkan
bersama masyarakat lainnya, dan serikat tolong menolongnya sangat kuat,
serta memilliki solidaritas yang baik.
Peranan pawang dalam upacara ritual ini sangat penting karena yang
menjalankan proses pelaksanaan upacara ritual Jamuan Laut di pimpin
seorang pawang, didalam hal ini pawang yang menjalankan acara ini cukup
banyak yaitu 7 orang, dan ini dipimpin oleh satu orang pawang yaitu
pawang Amat dukun, disini dia yang memulai acara ini. dan keberadaan
pawang semuanya tersebut adalah satu kumpulan pawang-pawang yang ada
di daerah bersangkutan.
Upacara ritual adalah bagian dari khasanah tradisi masyarakat
Melayu. Dalam konteks penelitian ini,