• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Karakteristik Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2012"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Firman Junus

Tempat / Tanggal Lahir : Sibolga / 17 Juni 1992

Agama : Katolik

Alamat : Jalan Logam No. 30 Medan 20214

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Swasta RK No. 1 Sibolga (1998-2004)

2. Sekolah Menengah Pertama Fatima Sibolga (2004-2007)

3. Sekolah Menengah Atas Katolik Sibolga (2007-2010)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Keluarga Mahasiswa Katolik Santo Lukas FK USU

2. Anggota Keluarga Mahasiswa Kristen FK USU

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

321 Saladiah perempuan intramural - - 2012 46-50

322 Nurhaemi perempuan intramural - + 2012 46-50

323 Siyam perempuan submukosum - - 2012 46-50

324 Juliana perempuan intramural + - 2012 41-45

325 Jahdahen perempuan submukosum - - 2012 46-50

326 Herlina perempuan intramural - - 2012 46-50

327 Arpoh perempuan intramural + - 2012 46-50

328 Tiara perempuan intramural - - 2012 41-45

(11)

LAMPIRAN 3

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

a. Frekuensi Data Penelitian

Kelompok Lokasi Mioma Uteri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid submukosum 48 14.6 14.6 14.6

intramural 278 84.5 84.5 99.1 subserosum 3 .9 .9 100.0 Total 329 100.0 100.0

Jumlah Mioma dengan Adenomiosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Adenomiosis 32 9.7 9.7 9.7

Tidak Adenomiosis 297 90.3 90.3 100.0 Total 329 100.0 100.0

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 25-30 tahun 17 5.2 5.2 5.2

(12)

b. Crosstab Data Penelitian

Usia * Lokasi Crosstabulation

Lokasi

Total submukosum intramural subserosum

Usia 25-30 tahun Count 1 16 0 17

Jumlah Mioma dengan Hiperplasia Endometrium

Frequency Percent Valid Percent

(13)

% of Total 7.9% 40.7% .3% 48.9%

Total Count 48 278 3 329

% within Usia 14.6% 84.5% .9% 100.0% % within Lokasi 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.6% 84.5% .9% 100.0%

Lokasi * AD Crosstabulation

AD

Total Adenomiosis

Tidak Adenomiosis

Lokasi submukosum Count 0 48 48 % within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within AD .0% 16.2% 14.6% % of Total .0% 14.6% 14.6% intramural Count 32 246 278 % within Lokasi 11.5% 88.5% 100.0% % within AD 100.0% 82.8% 84.5% % of Total 9.7% 74.8% 84.5%

subserosum Count 0 3 3

% within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within AD .0% 1.0% .9% % of Total .0% .9% .9%

Total Count 32 297 329

(14)

Lokasi * HE Crosstabulation

HE

Total Hiperplasia

Endometrium

Tidak Hiperplasia Endometrium

Lokasi submukosum Count 5 43 48 % within Lokasi 10.4% 89.6% 100.0% % within HE 13.9% 14.7% 14.6% % of Total 1.5% 13.1% 14.6% intramural Count 31 247 278 % within Lokasi 11.2% 88.8% 100.0% % within HE 86.1% 84.3% 84.5% % of Total 9.4% 75.1% 84.5%

subserosum Count 0 3 3

% within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within HE .0% 1.0% .9% % of Total .0% .9% .9%

Total Count 36 293 329

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Breech, L.L., Rock, J.A., 2003. Leiomyoma Uteri and Myomectomy. Dalam: Rock, J.A., Jones, H.W., ed. The Linde’s Operative Gynecology. USA: Lippincot Williams & Wilkins, 753-793.

Conrad, M. 2013. Uterine Fibroids. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/405676-overview

D’Aloisio, A.A. 2010. Association of Intrauterine and Early-life Exposures with Diagnosis of Uterine Leiomyomata by 35 Years of Age in the Sister Study. Available from:

. [Accessed 5 May 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/717978

Fox, S. 2013. Uterine Fibroids Linked to Childhood Abuse in Black Women. Available from:

. [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/778444

Goodier, R. 2012. Black Women May Have More Severe Fibroid Symptoms. Available from:

. [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/773393

Hart, D.M., Norman, J., 2000. Diseases of The Ovary and Fallopian Tube. 5th ed. Toronto: Churcill Livingstone.

. [Accessed 26 April 2013].

Hendrick, B. 2010. Green Tea Extract May Treat Uterine Fibroids. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/716043

Johnson, K. 2003. Differentiating Adenomyosis and Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/459772

Kovacs, P. 2010. Medical Treatment of Uterine Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/717881

Kovacs, P. 2011. Management of Uterine Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/755405

Kumar, et al. 2007. Robbins Basic Pathology. 8th ed. USA: Elsevier.

. [Accessed 26 April 2013].

Larson, N.F. 2010. Women With Fibroids at Greater Risk for Stillbirth. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/717011

Mann, D. 2010. Emergency Contraception May Reduce Fibroid Size, Bleeding. Available from:

. [Accessed 26 April 2013].

http://www.medscape.com/viewarticle/724521

Nelson, A.L., Gambone, J.C., 2010. Congenital Anomalies and Benign Condition of the Uterine Corpus and Cervix. Dalam: Hacker, N.F., Moore, J.G., Gambone, J.C., ed. Hacker and Moore’s Essentials of Obstetrics and Gynecology. USA: Saunders Elsevier, 240-244.

(16)

Okogbo, F.O., et al. 2011. Uterine Leiomyomata in South Western Nigeria: a clinical study of presentations and management outcome. Available from: Desember 2013].

Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Pernoll, M.L., Benson, R.C., 2001. Benson and Pernoll’s Handbook of Obstetrics and Gynecology. USA: McGraw Hill Professional.

Rizvi, G., et al. 2013. Histopathological Correlation of Adenomyosis and Leiomyoma in Hysterectomy Specimens as the Cause of Abnormal Uterine Bleeding in Women in Different Age Groups in the Kumaon

Region. Available

from: [Accessed 3 Desember 2013].

Sarkodie, D., et al. 2012. Prevalencei and Sonographic Patterns of Uterine

Fibroid Among Ghanaian Women. Available from :

2013].

Siskin, G.P. 2011. Uterine Fibroid Embolization and Imaging. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/421734-overview. [Accessed 5 May 2013].

Taran, F.A. 2010. Characteristics Indicating Adenomyosis Coexisting with Leiomyomas: A Case-Control Study. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/721240. [Accessed 26 April 2013].

Victory, R., et al. 2006. Uterine Leiomyomas. Dalam: Bieber, E.J., Sanfilippo, J.S., Horowitz, I.R., Clinical Gynecology. USA: Churcill Livingstone Elsevier, 179-200.

(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.2.Definisi Operasionil

1. Mioma uteri adalah tumor jinak di otot polos uterus sesuai dengan hasil patologi anatomi pada perempuan yang sudah dilakukan histerektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.

Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis

Skala ukur : nominal

2. Usia adalah status umur perempuan yang tercantum pada rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik. Adapun kelompok umur yang ingin saya teliti adalah 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun, dan 46-50 tahun.

Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis

Skala ukur : interval

3. Lokasi adalah letak mioma uteri di dalam uterus pada hasil pemeriksaan patologi anatomi. Lokasi tersebut dibagi 3 yaitu mioma submukosum, mioma intramural, dan mioma subserosum.

Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis

Skala ukur : nominal

4. Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal endometrium di dalam uterus sesuai hasil patologi anatomi yang bersamaan dengan mioma uteri pada perempuan yang dihisterektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.

(18)

Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis

Skala ukur : nominal

5. Adenomiosis adalah jaringan endometrium yang terdapat di miometrium uterus sesuai hasil patologi anatomi yang bersamaan dengan mioma uteri pada perempuan yang dihisterektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.

Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan potong lintang atau cross sectional, dimana penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana gambaran karakteristik mioma uteri dan kelainan lain yang bersamaan dengan mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli – September 2013, karena penelitian ini memiliki batas waktu penyelesaian yang sudah ditentukan.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Saya memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan-rujukan kasus mioma uteri di Sumatera Utara.

4.3.Populasi dan Sampel

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medis perempuan penderita mioma uteri hasil histerektomi di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2009 – Desember 2012.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, dimana semua data rekam medis mengenai mioma uteri periode Januari 2009 – Desember 2012 di RSUP Haji Adam Malik menjadi sampel dalam penelitian.

4.4.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data tentang karakteristik mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan diperoleh dengan cara mengumpulkan data rekam medis. 4.5.Pengolahan dan Analisa Data

Pada penelitian karakteristik mioma uteri ini, data rekam medis yang diperoleh akan dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa statistik ini akan dilakukan dengan bantuan software pengolah data di komputer.

(20)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah salah satu rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Instalasi Patologi Anatomi ini berada di lantai dua gedung Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan.

Instalasi Patologi Anatomi adalah mitra klinis dalam menegakkan diagnosis penyakit untuk tindakan atau pengobatan yang akurat. Hampir semua dokter klinis membutuhkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, antara lain Kebidanan, Bedah (Onkologi, Urologi, Thoraks, Saraf, dan lain-lain), THT, Penyakit Dalam, dan lain-lain.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

(21)

empat kurun waktu, yaitu data rekam medis pada tahun 2009 sampai tahun 2012.

Jumlah data keseluruhan adalah 329 data rekam medis lengkap yang berisi nama pasien, umur, hasil pemeriksaan histopatologi mioma uteri, dan kelainan uterus lainnnya yang ditemukan bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis dan hiperplasia endometrium . Untuk tahun 2009, terdapat 92 data rekam medis, tahun 2010 terdapat 86 data rekam medis, tahun 2011 terdapat 84 data rekam medis, dan tahun 2012 terdapat 67 rekam medis.

5.1.2.1. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Umur

Distribusi data penelitian yang menunjukkan umur penderita mioma uteri pada tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009-2012

Kelompok Umur N %

25-30 tahun 17 5.2

31-35 tahun 11 3.3

36-40 tahun 54 16.4

41-45 tahun 86 26.1

46-50 tahun 161 48.9

Total 329 100

Berdasarkan tabel 5.1., didapati bahwa jumlah penderita mioma uteri terbanyak adalah kelompok usia 46-50 tahun (48.9%) sebaliknya yang paling sedikit adalah kelompok usia 31-35 tahun (11%)

(22)

5.1.2.2. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasi Mioma di Uterus

Distribusi mioma uteri berdasarkan lokasinya pada tahun 2009 -2012 adalah sebagai berikut.

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasinya di Uterus Tahun 2009-2012

Lokasi N %

Mukosa (submukosum) 48 14.6

Myometrium

(intramural) 278 84.5

Serosa (subserosum) 3 0.9

Total 329 100

Berdasarkan tabel 5.2., dapat dilihat bahwa untuk penderita mioma uteri di tahun 2009-2012, jenis mioma uteri terbanyak adalah intramural (84.5%) dan yang paling sedikit adalah subserosum (0.9%).

5.1.2.3. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium

Distribusi penderita mioma uteri jika ditinjau dari hiperplasia endometrium yang ditemukan bersamaan dengan mioma uteri untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.3. berikut.

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium

Kejadian Hiperplasia

Endometrium N %

Ditemukan 36 10.9

Tidak ditemukan 293 89.1

(23)

Berdasarkan tabel 5.3., pada tahun 2009-2012, jumlah pasien mioma uteri yang mengalami hiperplasia endometrium secara bersamaan adalah 36 orang (10.9%) dan pasien mioma uteri yang tidak mengalami hiperplasia endometrium berjumlah 293 orang (89.1%).

5.1.2.4. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis

Jika ditinjau dari distribusi penderita mioma uteri dengan kejadian adenomiosis, maka penyebaran data penelitian penderita tersebut untuk tahun 2009-2012 adalah sebagai berikut.

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis

Kejadian

Adenomiosis N %

Ditemukan 32 9.7

Tidak ditemukan 297 90.3

Total 329 100

Berdasarkan tabel 5.4., pada tahun 2009-2012, jumlah pasien mioma uteri yang mengalami hiperplasia endometrium secara bersamaan adalah 32 orang (9.7%) dan pasien mioma uteri yang tidak mengalami hiperplasia endometrium berjumlah 297 orang (90.3%).

5.1.2.5.Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok Usia

Gambaran lokasi mioma uteri menurut kelompok usia untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.5. berikut.

(24)

Tabel 5.5. Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok Usia Kelompok

Usia (Tahun)

Lokasi Mioma Total

Submukosum Intramural Subserosum

Tabel 5.5. di atas memperlihatkan bahwa pada kelompok umur dibawah 25-30 tahun, terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 1 orang (5.9%), sedangkan mioma intramural sebanyak 16 orang (94.1%).

Untuk kelompok umur 31-35 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 4 orang (36.4%) dan mioma intramural sebanyak 7 orang (63.6%).

Untuk kelompok umur 36-40 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 11 orang (20.4%), mioma intramural sebanyak 42 orang (77.8%), dan mioma subserosum sebanyak 1 orang (1,9%).

Untuk kelompok umur 41-45 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 6 orang (7.0%), mioma intramural sebanyak 79 orang (91.9%), dan mioma subserosum sebanyak 1 orang (1.2%).

(25)

5.1.2.6.Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium

Tabel 5.6. di bawah memperlihatkan bahwa pada lokasi mioma uteri yang terletak di submukosum, terdapat frekuensi kejadian hiperplasia endometrium sebanyak 5 kasus (10.4%), dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 43 kasus (89.6%).

Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di intramural terdapat frekuensi kejadian hiperplasia endometrium sebanyak 31 kasus (11.2%) dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 247 kasus (88.8%).

Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di subserosum tidak terdapat kejadian hiperplasia endometrium dari 3 kasus.

Gambaran lokasi mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.6. berikut

(26)

5.1.2.7.Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis

Tabel 5.7. di bawah memperlihatkan bahwa pada lokasi mioma uteri yang terletak di submukosum, tidak terdapat frekuensi kejadian adenomiosis.

Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di intramural terdapat frekuensi kejadian adenomiosis sebanyak 32 kasus (11.5%) dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 246 kasus (88.5%).

Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di subserosum tidak terdapat kejadian adenomiosis dari 3 kasus.

Gambaran lokasi mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan adenomiosis untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.7. berikut

Tabel 5.7. Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis

Lokasi Mioma Uteri

Kejadian Adenomiosis

Total

Ditemukan TidakDitemukan

Submukosum N 0 48 48

% .0% 100.0% 100.0%

Intramural N 32 246 278

% 11.5% 88.5% 100.0%

Subserosum N 0 3 3

% .0% 100.0% 100.0%

Total N 32 297 329

(27)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Analisis Distribusi Data Penelitian

5.2.1.1. Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Usia

Pada penelitian ini, distribusi penderita mioma uteri berdasarkan kelompok usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia 46 – 50 tahun yaitu sebesar 161 kasus (48.9%) dari total 329 kasus. Diikuti dengan kelompok usia sebelumnya yaitu 25 – 30 tahun berjumlah 17 kasus (5.2%), 31 -35 tahun berjumlah 11 kasus (3.3%), 36 – 40 tahun berjumlah 54 kasus (16.4%), dan kelompok usia 41 – 45 tahun berjumlah 86 kasus (26.1%).

Analisis data pada kelompok usia 25 – 30 tahun, menunjukkan bahwa memang benar mioma uteri terjadi pada perempuan usia reproduktif dan sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Hal ini sesuai dengan buku yang dituliskan oleh Breech yang berjudul Leiomyomata Uteri and Myomectomy mengatakan bahwa pada perempuan

kulit hitam mioma uteri sering ditemukan pada usia dibawah 30 tahun, tetapi mioma uteri sangat sulit ditemukan pada usia dibawah 20 tahun pada kedua ras yaitu perempuan kulit hitam dan putih.

Analisis data pada kelompok usia 25 – 30 tahun (5.2%) dan 41 – 45 (26.1%) tahun yaitu terdapat peningkatan insiden mioma uteri sebesar 5 kali lipat dari kedua kelompok usia tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian Marshall yang mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan sebesar 5.2 kali lipat dari kelompok usia 40 – 44 tahun (22.5%) jika dibandingkan dengan kelompok usia 25 – 29 tahun (4.3%) dari 1000 perempuan per tahunnya.

(28)

kemudian bertumbuh dan berkembang ditandai dengan peningkatan massa tumor hingga cukup besar untuk menimbulkan gejala klinis. Mungkin saja pada awalnya, perempuan yang berusia 30 – 35 tahun mengalami mioma uteri tetapi tidak terdeteksi karena masih cukup kecil untuk dapat menimbulkan gejala tetapi seiring bertambahnya usia maka mioma dapat tumbuh membesar sehingga menimbulkan gejala pada usia di atas 40 tahun. Hal ini tentu saja menjadi penyumbang angka bagi kejadian mioma uteri pada kelompok usia di atas 40 tahun.

Penelitian lain yang mendukung hal di atas, berasal dari sebuah jurnal penelitian oleh Zimmerman et al pada tahun 2012. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi mioma uteri berdasarkan kelompok usia, yaitu kelompok usia 20 – 29 tahun berjumlah 115 orang (1.8%), 30 – 39 tahun berjumlah 447 orang (7.0%) dan kelompok usia 40 – 49 tahun berjumlah 963 orang (14.1%).

5.2.1.2 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasi Mioma Uteri

Pada penelitian ini, lokasi mioma uteri terbanyak ditemukan adalah berada di dalam myometrium (intramural) yaitu berjumlah 278 kasus (84.5%), sedangkan lokasi lainnya yaitu submukosum berjumlah 48 kasus (14.6%), dan subserosum sebanyak 3 kasus (0.9%).

Pada umumnya, mioma uteri yang terjadi pada uterus bersifat campuran yang berarti tumor dapat tumbuh di beberapa lokasi di uterus. Meskipun demikian, Nelson dalam bukunya yang berjudul Congenital Anomalies and Benign Condition of the Uterine Corpus and Cervix,

mengatakan bahwa setiap mioma uteri selalu berasal dan tumbuh dari miometrium (intramural), tetapi beberapa berpindah ke permukaan serosa (subserosa) atau menuju ke endometrium (submukosum).

(29)

dalam miometrium (subserosa) dan sebagian terletak di bawah endometrium (submukosum).

Breech dalam bukunya yang berjudul Leiomyoma Uteri and Myomectomy, juga menerangkan bahwa sangat sulit untuk menentukan

suatu tumor itu adalah mioma subserosa atau tumor jinak yang berasal dari organ adneksa, yang menjadikan jumlah kasusnya sedikit.

Penelitian yang dilakukan di Nigeria pada tahun 2011, menyatakan bahwa terdapat kasus mioma intramural sebanyak 178 kasus (14.8%) dari 1161 kasus mioma uteri.

Penelitian lainnya yang dilakukan di Ghana pada tahun 2012, menyatakan bahwa terdapat mioma intramural sebesar 44% dari seluruh klasifikasi mioma dengan jumlah pasien sebanyak 584 orang.

5.2.1.3 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium

Pada penelitian ini, jumlah kasus mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium berjumlah 36 kasus (10.9%) dari total 329 kasus.

Jumlah ini memang sedikit tetapi tidak menyatakan bahwa kejadian mioma uteri murni hanya mioma melainkan kita bisa menemukan kelainan lainnya di uterus seperti hiperplasia endometrium. Harus diakui bahwa jumlah yang sedikit itu bukan berarti kejadian ini jarang. Akan tetapi, masalah penulisan rekam medis dan analisa pada bagian lain di uterus tidak dilakukan begitu telah didapati mioma uteri di uterus.

(30)

Kumar juga menyatakan dalam bukunya Robbins Basic Pathology, bahwa baik mioma uteri dan hiperplasia endometrium itu disebabkan oleh sebab yang sama yaitu peninggian kadar esterogen di kedua lokasi yaitu endometrium dan miometrium.

Berdasarkan paparan di atas, maka kejadian mioma uteri bisa terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium di uterus.

5.2.1.4 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis

Pada penelitian ini, jumlah kasus mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan adenomiosis berjumlah 32 kasus (9.7%) dari total 329 kasus.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Taran et al pada tahun 2010. Mereka menggunakan metode case control study pada perempuan – perempuan yang menjalani histerektomi dengan diagnosis mioma uteri dan adenomiosis serta perempuan yang dengan diagnosis hanya mioma uteri saja. Data diambil dari hasil rekam medis rumah sakit dan pasien rawat jalan. Sampel penelitian berjumlah 255 pasien, dengan 85 perempuan yang mengalami adenomiosis dengan leiomyoma dan 170 perempuan yang hanya mengalami mioma uteri saja.

Penelitian lainnya yang berasal dari Kumaon, India Utara, mendapati bahwa ada 18 (9.7%) kasus mioma dengan adenomiosis dari 184 kasus pasien yang menjalani histerektomi.

(31)

Banyak dokter yang melanjutkan pemeriksaan dengan radiologi tetapi salah menginterpretasikannya karena kurangnya pengalaman dalam membaca hasil pemeriksaan. Begitu mendapatkan adanya massa di uterus, mereka langsung mendiagnosa dengan mioma uteri, padahal massa berukuran kecil dan difus adalah ciri khas adenomiosis.

Begitu salah mendiagnosis pasien, maka efektivitas pengobatan akan berkurang atau tidak efektif sama sekali. Bahkan, pada beberapa kasus yang dilaporkan oleh Jhonson, nyeri panggul yang dirasakan tetap ada dan tidak hilang.

Oleh sebab itu, kita sebagai dokter perlu melakukan suatu tindakan konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan patologi anatomi. Pada kasus adenomiosis, tumor yang terbentuk memiliki jaringan yang sama dengan endometrium, sedangkan mioma uteri adalah tumor yang memiliki gambaran jaringan yang sama dengan miometrium di uterus.

(32)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 329 kasus.

2. Usia tersering dari penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah kelompok 46-50 tahun (48.9%).

3. Lokasi mioma uteri terbanyak yang ditemukan pada penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah kelompok intramural (84.5%).

4. Jumlah penderita mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan kejadian hiperplasia endometrium di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 10.9%.

5. Jumlah penderita mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan kejadian adenomiosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 9.7%.

6.2. Saran

1. Lokasi penelitian sebaiknya diperluas, mengingat masih banyak sentra diagnostik yang lain yang terdapat di kota Medan, sehingga data demografi yang diperoleh semakin akurat.

2. Rekam Medis sebagai sumber data penelitian sebaiknya lebih lengkap dalam melampirkan unsur-unsur demografi, pelaporan pemeriksaan, hasil pemeriksaan dan follow up yang dilakukan, serta lebih spesifik dalam pengklasifikasian sehingga memudahkan dalam pengolahan data.

(33)

dan adenomiosis, maka sebaiknya tindakan-tindakan dalam upaya diagnosis tidak hanya terletak pada bagian tertentu di uterus, melainkan bagian lain seperti endometrium, serta organ adneksa yang terdapat di uterus.

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos myometrium. (Nelson, 2010) Neoplasma jinak ini juga berasal dari jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. (Prawirohardjo, 2009) Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di uterus. Meskipun leiomioma memiliki potensi untuk tumbuh menjadi ukuran yang besar, tetapi potensi mioma uteri untuk menjadi ganas sangat kecil. Perubahan menjadi bentuk sarkoma muncul dalam kasus kecil dari 1 per 1000 kasus mioma uteri. (Nelson, 2010)

2.2. Anatomi Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alpukat atau buah pir yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).

Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ Tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.

(35)

kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium sangat dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120o -130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.

(36)

Gambar 2.1 Anatomi Uterus Normal

2.3. Klasifikasi Mioma Uteri

(37)

1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut myomgeburt.

2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

(38)

Gambar 2.2 Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya (Sumber: Martin L.Pernoll, 2001)

2.4. Epidemiologi

Berdasarkan Schwartz, insiden mioma uteri di Amerika Serikat, berkisar dari 2,0 – 12,8 per 1000 orang per tahun. Sesungguhnya, jumlah insiden mioma uteri lebih besar dari yang diperkirakan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perempuan yang mengalami mioma uteri yang bersifat asimptomatis, sehingga hasil deteksi penyakit ini menjadi rendah.

Faktor usia mempunyai peranan yang signifikan untuk mendeteksi mioma uteri, dengan peningkatan tingkat insiden saat perempuan mendekati masa peri menopause dan diikuti oleh penyusutan mioma uteri memasuki masa post menopause. Studi pada cadaver juga menunjukkan fakta bahwa banyak mioma uteri yang menyusut pertumbuhannya seiring dengan pertambahan usia. Marshal et al mendemonstrasikan bahwa dari 95 pasien yang diperiksa di Nurse Health

Study, insidennya berkisar antara 4,3 per 1000 perempuan per tahun dengan

perempuan usia antara 25 dan 29 tahun, 9,0 antara usia 30 dan 34 tahun, 14,7 antara usia 35-39 tahun, dan 22,5 antara usia 40 dan 44 tahun, menunjukkan bahwa ada peningkatan linier insiden seiring bertambahnya usia. Jadi, pada grup perempuan usia 40-44 tahun, ada peningkatan sebesar 5,2 kali insiden mioma uteri dibandingkan dengan grup perempuan usia 20-29 tahun.

(39)

dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perepuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. (Victory, 2006; Zimmermann, 2012)

2.5. Etiologi dan Patogenesis

Mioma uteri telah lama dipercayai sebagai tumor jinak yang bergantung pada esterogen. Banyak bukti dewasa ini menganggap bahwa ada juga keterlibatan progesteron sebagai penyebabnya. Di luar semua temuan dan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui penyebab mioma uteri, kontroversi tetap ada dan masih banyak pertanyaan belum dapat dijawab. (D’Aloisio, 2010). Berikut adalah beberapa faktor yang berperan menimbulkan mioma uteri antara lain :

- Esterogen

(40)

hasil dari peningkatan aktivitas enzim estradiol 4-hydroxylase. Metabolit yang terbentuk itu mempunyai daya ikat reseptor yang lebih besar dibandingkan estradiol, yang merupakan sumber lokal pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Progesteron

Reseptor progesteron juga ditemukan mengalami peningkatan konsentrasi pada mioma uteri. Meskipun bersifat kontroversi, reseptor progesteron pada mioma uteri ditemukan meningkat konsentrasinya di semua siklus menstruasi. Kedua reseptor progesteron didapati pada mioma uteri yaitu reseptor progesteron A dan B. Jumlah reseptor progesteron A lebih banyak dari B pada mioma uteri dan jaringan miometrium normal. Sifat yang berlawanan dengan esterogen menyebabkan kadar progesteron tidak meningkat pada mioma uteri jika dibandingkan dengan endometrium yang mengelilinginya. Akan tetapi, peningkatan kadar progesteron telah menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis pada mioma uteri, yang berpotensi menumbuhkan mioma uteri baik selama siklus menstruasi dan jika mendapat pemasukan eksogen. Kawaguchi menganalisa efek progesteron dan esterogen pada sel otot mioma yang dikultur. Ternyata didapatkan hasil bahwa sel yang dikultur dengan media progesteron dan esterogen lebih aktif pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan hanya dengan media esterogen saja. Kadar serum progesteron tidak meningkat pada perempuan mioma uteri. Kecuali jika mendapat pemasukan dari luar tubuh, dimana pengaruh progesteron terbatas pada mekanisme autokrin dan parakrin di tingkat molekular mempunyai nilai yang bermakna atau signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Faktor hormon pertumbuhan (Growth factors)

Baik esterogen maupun progesteron tampak berhubungan dengan berbagai faktor pertumbuhan lainnya pada mioma uteri untuk memulai dan merangsang pertumbuhannya. Epidermal growth factor (EGF) dan epidermal growth factor receptor (EGF-R) dapat ditemukan pada miometrium normal dan mioma uteri.

(41)

sementara progesteron meningkatkan EGF-R secara sinergis pada sel mioma uteri. Beberapa penulis juga mengungkapkan bahwa pentingnya faktor-faktor pertumbuhan ini dalam perkembangan mioma uteri. Jumlah Transforming growth factor β3 (TGFβ3) mRNA mencapai 5 kali lebih tinggi pada mioma uteri dibandingkan miomterium normal. Faktor ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan potensi mitogenik sel mioma uteri dan juga meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler. Faktor lain yang berpotensi seperti platelet-derived growth factor, vascular endothelial growth factor, insulin like growth factor-I, basic

fibroblast growth factor, dan prolaktin belum dapat dijelaskan mekanismenya

terkait pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci

percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. (Prawirohardjo, 2009)

Beberapa faktor yang mengawali terjadinya mioma uteri tidak diketahui dengan pasti, tetapi hormon steroid yang berasal dari ovarium berperan penting dalam pertumbuhan mioma uteri. Mioma uteri sangat jarang terjadi sebelum menarche dan setelah menopause kecuali jika dirangsang pertumbuhannya dengan

(42)

2.6. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko seorang perempuan dapat mengalami mioma uteri antara lain: usia, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, indeks massa tubuh, pola menstruasi, kehamilan dan jumlah melahirkan, kebiasaan merokok,

pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon. - Usia penderita

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh

(Prawirohardjo, 2009) - Hormon endogen

Pertumbuhan mioma uteri bergantung pada produksi hormon esterogen. Tumor ini berkembang pesat selama masa aktivitas ovarium yang paling hebat. Sekresi esterogen secara terus-menerus, khususnya di luar masa kehamilan dan menyusui merupakan faktor risiko yang paling utama dalam perkembangan mioma uteri. Setelah menopause, penurunan kadar hormon esterogen terjadi yang akan menyebabkan pertumbuhan mioma uteri berhenti. Seiring dengan pertumbuhan yang berhenti, maka akan tampak pengecilan ukuran mioma uteri. (Breech, 2003)

- Riwayat keluarga

(43)

mempunyai riwayat keluarga yang telah didiagnosis mioma uteri pada umur 45 tahun. (Victory, 2006)

- Etnik

Etnik memegang peranan penting sebagai predileksi terjadinya mioma uteri. Perempuan Afrika Amerika mempunyai risiko 2 sampai 10 kali lipat mengalami mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih. Hal ini mendukung bahwa faktor predisposisi genetik terhadap mioma uteri adalah perbedaan profil DNA etnik. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perempuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. Marshall et al mendemonstrasikan bahwa tingkat standarisasi (per 1000 perempuan per tahun) untuk insiden mioma uteri adalah sangat rendah pada perempuan Asia, berikutnya perempuan kulit putih, lalu perempuan Hispanic dan meningkat pada perempuan kulit hitam (10,4, 12,5, 14,5, 37,9 per 1000 wanita per tahun). (Victory, 2006; Fox, 2013; Goodier, 2013)

- Indeks massa tubuh

(44)

penurunan risiko sebesar 40% dibandingkan dengan perempuan tidak hamil, sedangkan penurunan risiko hanya sebesar 20% terdapat pada perempuan hamil dengan IMT lebih besar dari 27 kg/m2. (Victory, 2006)

- Pola Menstruasi

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri adalah sebagai respon dari rangsangan esterogen, dengan kata lain pemberian analog gonadotropin-releasing hormone (GnRH) akan menurunkan pertumbuhan mioma uteri karena menimbulkan suasana yang hipoesterogen. Jadi, paparan esterogen yang lama akan meningkatkan insiden leiomioma. Teori ini didukung oleh data yang menyatakan bahwa adanya peningkatan risiko terhadap insiden mioma uteri pada pasien yang mengalami menarche awal. Marshall dan Faerstein mendemonstrasikan peningkatan insiden mioma uteri yang signifikan pada perempuan dengan terjadinya menarche dibawah usia 11 tahun.

Pola menstruasi juga mempunyai efek pada risiko mioma uteri. Perempuan kulit putih yang megalami menstruasi berat dan durasi siklus lebih panjang dari 6 hari memiliki peningkatan risiko mioma uteri yang signifikan sebesar 1,4 menurut rasio odds. (Victory, 2006)

- Kehamilan dan jumlah melahirkan (Gravidity and Parity)

(45)

- Kebiasaan merokok

Merokok secara konsisten menunjukkan penurunan risiko mioma uteri. Sebagian besar pembelajaran menunjukkan bahwa ada penurunan risiko mioma uteri sebesar 20% sampai 50% ketika dikontrol dengan faktor yang bersamaan yaitu IMT (indeks massa tubuh). Beberapa penelitian yang dilakukan Wise menunjukkan bahwa tidak ada perubahan risiko pada perempuan Afrika Amerika yang merokok. Meskipun secara teori, merokok dapat menurunkan kadar esterogen dalam tubuh yang berdampak pada pertumbuhan mioma uteri, nyatanya hubungan ini tidak dapat dibuktikan. Sebagai tambahan, hubungan antara perununan insiden mioma uteri dan merokok mungkin dikarenakan adanya korelasi yang kuat antara merokok dan penurunan IMT. (Victory, 2006)

- Pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon

Penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa ada respon hormonal mioma uteri terhadap esterogen dan progestin. Berdasarkan penelitian ini, hal tersebut sangat beralasan yang menyatakan bahwa paparan esterogen dan progestin secara eksogen akan mempengaruhi risiko mioma uteri. Penelitian yang menilai hubungan antara pemakaian kombinasi oral kontrasepsi dan mioma uteri telah menghasilkan kontroversi, beberapa mengatakan terdapat hubungan dan sebagian menyatakan tidak ada hubungan. Di Afrika Amerika, bukti muncul yang menyatakan bahwa pemakai oral kontrasepsi telah meningkatkan risiko pertumbuhan mioma uteri, terutama ketika oral kontrasepsi mulai dipakai sejak remaja.

Reed et al mempelajari efek dari penggunaan terapi pengganti hormon saat mendapati diagnosis pertama mioma uteri. Penggunaan terapi pengganti hormon lebih dari 5 tahun berdampak pada peningkatan risiko sebesar 4 kali lipat dalam insiden diagnosis pertama mioma uteri pada perempuan peri dan post menopause dengan indeks massa tubuh kurang dari 24 kg/m2. (Victory, 2006)

2.7. Patologi Anatomi

(46)

lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaannya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran yang berbeda-beda.

Secara mikroskopik, hal yang sama juga terlihat seperti adanya gambaran susunan lingkaran-lingkaran konsentrik pada gambaran makroskopik.

Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah, degenerasi lemak.

Atrofi adalah suatu penyusutan mioma uteri yang terjadi sesudah kehamilan atau sesudah melewati masa menopause.

Degenerasi hialin adalah perubahan yang sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

Degenerasi kistik meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfongioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.

Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration) terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

(47)

Degenerasi lemak jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin. (Prawirohardjo, 2009)

2.8. Komplikasi Mioma Uteri

Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri, yaitu degenerasi ganas dan torsi.

Degenerasi ganas adalah perubahan mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

Torsi (Putaran Tangkai) adalah sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma di dalam rongga peritoneum.

(48)

Gambar 2.3 Komplikasi Mioma Uteri (Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)

2.9.Hubungan Mioma Uteri dengan Hiperplasia Endometrium dan Adenomiosis

Ada kelainan lain yang terdapat di uterus akibat peninggian hormon esterogen yaitu hiperplasia endometrium dan kelainan yang sering dijumpai terjadi bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis.

(49)

hiperplasia endometrium ke arah keganasan yaitu karsinoma endometrium. (Kumar et al, 2007)

Gejala dari hiperplasia endometrium yang terutama yaitu perdarahan abnormal dari uterus. Beberapa penulis menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan, adanya peningkatan area permukaan endometrium, dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang berdekatan dengan tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. (Breech, 2003)

Oleh karena etiologi mioma uteri dan hiperplasia endometrium adalah sama, maka terdapat hubungan antara mioma uteri dengan adanya kejadian hiperplasia endometrium di uterus.

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dan merupakan indikasi utama untuk dilakukan histerektomi di Amerika Serikat. Adenomiosis adalah sebuah lesi di miometrium yang ditandai dengan adanya endometrium ektopik baik dengan atau tanpa hiperplasia dari miometrium di sekitarnya. Selanjutnya, baik adenomiosis dan mioma uteri biasanya terjadi bersama-sama, terdapatnya adenomiosis dari spesimen histerektomi pada perempuan yang mengalami mioma uteri berkisar antara 15% sampai 57%. Faktor risiko adenomiosis meliputi usia, multiparitas, lesi pembedahan di batas endometrium-miometrium, peningkatan kadar FSH dan prolaktin, kebiasaan merokok dan riwayat depresi. (Taran, 2010; Johnson, 2003)

(50)

membingungkan kita. Sebagai tambahan, adenomiosis umumnya didiagnosa hanya dengan histerektomi. (Taran, 2010)

2.10. Diagnosa Mioma Uteri 2.10.1. Gejala Klinis

- Perdarahan Abnormal

(51)

Jika kanker endometrium atau mulut rahim terdeteksi, maka pengobatan mioma uteri perlu diubah. (Breech, 2003)

Ada beberapa mekanisme tentang bagaimana mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, meskipun beberapa mekanisme belum dipahami sepenuhnya pada pasien-pasien tertentu. Menurut Sehgal dan Haskin, area permukaan endometrium sebuah kavum uterus normal adalah 15 cm2. Area permukaan endometrium pada mioma uteri mungkin melewati 200 cm2. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan atas adanya peningkatan area permukaan endometrium dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium mungkin menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang langsung memiliki tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. Penipisan dan ulserasi di permukaan endometrium terdapat pada tumor submukosa yang luas dan besar, tumor yang lebih kecil, hanya menunjukkan penipisan tanpa ulserasi. (Breech, 2003)

(52)

Dalam kebanyakan kasus, ketika perdarahan terjadi pada post menopause dan mioma uteri ditemukan pada pemeriksaan bimanual, perdarahan terjadi karena beberapa faktor lain, seperti kelainan pada endometrium dan mulut rahim, atrofi vaginitis, atau esterogen eksogen, dan murni kejadian mioma uteri. Bagaimanapun juga, post menopause mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mioma uteri yang tidak berdarah sewaktu masa menstruasi pasien telah ditemukan berpindah ke bagian submukosa beberapa tahun berikutnya. Ini terjadi karena setelah menopause, miometrium mengalami atrofi dan dinding uterus akan menipis. Mioma juga mengecil tetapi tidak sebanyak miometrium di sekitarnya. Jadi, sebuah mioma uteri yang sebelumnya terletak di intramural pada masa sebelum menopause dapat berubah tempat di submukosa setelah menopause kemudian mengalami ulserasi dan berdarah. Pertumbuhan mioma uteri di masa post menopause mungkin mengindikasikan perubahan ke arah keganasan, terutama jika dihubungkan dengan perdarahan post menopause. Beberapa peneliti telah mengobservasi pertumbuhan mioma uteri post menopause dan tidak menemukan perubahan menjadi ganas. Meskipun demikian, jika terdapat pembesaran mioma setelah menopause, kita seharusnya secara serius menganggap adanya kemungkinan perubahan menjadi bentuk sarkoma dan segera mereseksi mioma uteri. (Breech, 2003)

- Tekanan di panggul

(53)

terhadap tulang kemaluan. Sering ditemukan, tumor yang memiliki ukuran sebesar kandungan usia 3 bulan mengalami inkarserata pada cul-de-sac, menyebabkan mulut rahim terdorong ke depan menjepit uretra dan menyumbat aliran urin melalui uretra. Sebuah tumor submukosa bertangkai yang besar dapat memenuhi dan melebarkan vagina dan menekan uretra ke arah simfisis, menyebabkan retensi urin. (Breech, 2003)

- Nyeri panggul

Nyeri perut dan panggul, perasaan penuh pada panggul, dan dispareunia ditemukan pada sepertiga pasien dengan simptomatis mioma uteri yang merupakan indikasi pengobatan. Ada beberapa penyebab nyeri pada mioma uteri, yaitu perputaran tangkai mioma submukosa dan bila terjadi degenerasi merah. Dismenorrhea biasanya dijumpai saat dekade empat atau lima mungkin

merupakan gejala yang khas dari pertumbuhan mioma uteri. Nyeri akibat mioma uteri biasanya dihubungkan dengan lamanya menstruasi pasien. Adenomiosis yang bersifat difus juga dapat menimbulkan gejala ini, dan untuk membedakan kondisi ini dengan perbesaran simetris mioma uteri di intramural, membutuhkan magnetic resonance imaging. (Breech, 2003)

Pasien yang mengalami nyeri akibat mioma, bisa mempunyai penyakit panggul penyerta seperti kelainan ovarium, penyakit radang panggul, kehamilan ektopik terganggu, endometriosis, atau kelainan patologis dari saluran kemih dan saluran cerna, termasuk apendisitis. Kita harus berhati-hati untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan patologis lain yang mungkin dapat mengaburkan mioma uteri. (Breech, 2003)

- Abortus spontan dan masalah kehamilan lainnya

(54)

endometrium, iritabilitas uterus, pertumbuhan yang cepat atau degenerasi mioma uteri selama kehamilan, uterus yang susah membesar untuk mendukung pertumbuhan janin dan plasenta, dan gangguan perkembangan plasenta akibat jeleknya kondisi endometrium oleh mioma uteri. Implantasi pada endometrium yang tipis dan kondisi vaskularisasi yang jelek melebihi submukosa adalah fatal, karena hal ini akan menghambat pertumbuhan embrio dan plasenta di uterus. Mioma uteri bisa juga dikaitkan dengan kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan (stillbirth), kehamilan interstisial, seperti kasus yang dilaporkan oleh Starks, meskipun kita kurang mengetahui seberapa besar angka itu. Muram dan kawan-kawan telah mengikuti perempuan yang mengalami mioma uteri selama kehamilan dengan ultrasonografi. Ketika mioma uteri tumbuh di dekat tempat plasenta, peningkatan insiden terhadap masalah kehamilan terlihat. (Breech, 2003; Larson, 2010)

Sebagian besar pasien dengan mioma uteri memiliki kesulitan dalam mengandung dan memelihara kehamilan mereka hingga dapat melahirkan tanpa komplikasi. Masalah yang sering dialami yaitu kesulitan dalam memperkirakan usia kehamilan berdasarkan ukuran uterus karena adanya mioma uteri di sana. (Breech, 2003)

- Infertilitas

Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan infertilitas pada pasien mioma uteri, antara lain : siklus anovulatoar, gangguan perpindahan sperma akibat distorsi, lokasi mioma uteri di atas saluran endoserviks, serta gangguan pada prostaglandin yang memicu kontraksi uterus. Perubahan endometrium (atrofi, ulserasi, hiperplasia, dan polip), perubahan vaskular (kongesti vena, gangguan aliran darah), dan pembesaran mioma uteri bisa ditemukan. Karena mioma uteri biasanya muncul pada usia reproduksi lanjut, kesulitan yang relatif besar terhadap konsepsi dapat dialami oleh pasangan yang lebih tua. (Breech, 2003)

(55)

infertilitasnya. Penyakit inflamasi tuba yang menyebabkan perlengketan panggul sering terjadi pada pasien mioma uteri. Kedua pasangan suami istri seharusnya sudah menjalani pemeriksaan fertilitas lengkap dan menyingkirkan mioma uteri untuk sementara. Hal utama yang membuat mioma uteri dapat disingkirkan sebagai penyebab infertilitas yaitu ukuran dan lokasi mereka. Biasanya, tumor subserosa yang kecil tidak dianggap sebagai penyebab infertilitas. Bahkan ketika perempuan itu gagal untuk hamil, pengangkatan tumor subserosa yang kecil bukan jaminan untuk dapat hamil. Ketika mioma uteri berada di intramural atau submukosa dengan ukuran yang besar, mereka mungkin dapat menjadi penyebab infertilitas, dan miomektomi dapat membantu terjadinya kehamilan. (Breech, 2003)

- Gejala tambahan lainnya

Beberapa masalah kesehatan lainnya yang bisa dihubungkan dengan mioma uteri, membutuhkan pengobatan. Ascites dan inversi uterus dapat dicurigai adanya mioma uteri. Perdarahan intraperitoneal yang tiba-tiba dapat terjadi akibat dari rupturnya vena yang berdilatasi di bawah permukaan serosa tumor subserosa. Meskipun mioma uteri sering dihubungkan dengan anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik, pasien juga bisa mengalami polisitemia. Celah arteriovena yang berada pada tumor telah ditemukan dan mungkin menjadi penyebab polisitemia. Jika tumor menyumbat ureter dan menyebabkan tekanan balik pada parenkim ginjal, maka hal ini dapat merangsang eritropoiesis. Weiss dan asistennya serta para peneliti lainnya telah menemukan adanya aktivitas eritopoietin pada mioma uteri. Polisitemia pada kasus ini dapat disembuhkan dengan tindakan histerektomi. (Breech, 2003)

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

(56)

bimanual panggul, dapat dirasakan pembesaran uterus yang kuat dan tidak beraturan dengan penonjolan yang halus jika tumor terletak di intramural atau subserosa. Tumor-tumor ini biasanya tidak memiliki nyeri tekan. Konsistensinya bervariasi mulai dari sekeras batu, terutama pada mioma yang mengalami kalsifikasi pada post menopause, sampai selembut kista, seperti pada kasus tumor yang mengalami degenerasi kistik. Secara umum, massa mioma berada di garis tengah uterus, tetapi terkadang sejumlah besar bagian tumor berada di lateral panggul dan sulit dibedakan dengan massa adneksa. Jika massa berpindah ke mulut rahim, itu dapat dianggap mioma uteri. Pemeriksaan adneksa sering diabaikan karena adanya mioma uteri. Ultrasonografi dapat membantu kita dalam membedakan massa adneksa atau massa mioma uteri yang terletak di lateral uterus. (Nelson, 2010)

2.10.3. Pemeriksaan Penunjang - Histerosalfingografi

(57)

alat ini tidak dapat memberikan informasi mengenai mioma yang letaknya di luar kavum uteri. (Victory, 2006)

- Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan pencitraan yang biasanya digunakan dalam mendeteksi mioma uteri adalah ultrasonografi. Baik secara transabdominal dan transvaginal sering dilakukan. Gambaran transabdominal memberikan lapangan pandang yang lebih luas dan pemeriksaan ini juga kurang invasif , tetapi alat ini tidak dapat memberikan gambaran mioma yang ukurannya kurang dari 1 cm. Pemeriksaan secara transvaginal memberikan gambaran yang memiliki resolusi tinggi, informasi lokasi mioma yang tepat dan deteksi untuk mioma bahkan dengan ukuran 4 – 5 mm. Bagaimanapun juga, pemeriksaan ini bisa mengalami penurunan sensitivitas dalam mendeteksi mioma subserosa yang bertangkai atau yang terletak sebelah atas abdomen karena mioma tersebut di luar lapangan pandang dari pemeriksaan ini. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap mioma uteri dapat bervariasi berdasarkan lokasi, ukuran, rasio jaringan ikat terhadap jaringan otot polos, dan derajat kalsifikasi. Mioma uteri yang mengalami perubahan degenerasi bisa mempunyai gambaran kistik, hipoekoik, atau daerah yang dipenuhi cairan bersama dengan daerah yang mengalami nekrosis. Secara umum mioma ditandai dengan adanya massa yang besar, berbatas tegas, ekogenik, dan melingkar di dalam uterus. (Victory, 2006)

- Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging merupakan teknik pencitraan yang paling

(58)

dideteksi dengan pemeriksaan ini. Ketika mioma tumbuh lebih dari 3 cm, mioma sering memiliki tampilan tidak homogen lagi karena berbagai tingkatan degenerasi, perdarahan dan perubahan nekrosis pada tumor. Beberapa teknik tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketajaman gambaran, meliputi pemberian glukagon untuk membatasi aktivitas usus besar, dan pemberian zat kontras melalui oral. Sebagai tambahan, magnetic resonance angiogram dapat membantu dalam mendeteksi suplai darah kolateral ovarium pada mioma uteri. Hal ini adalah informasi khusus yang berguna bagi pasien yang akan menjalankan embolisasi arteri uterus. (Victory, 2006)

- Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi untuk mioma uteri merupakan pemeriksaan gold standard. Pemeriksaan ini khususnya sangat berguna pada perempuan dengan

mioma uteri submukosa dan polip yang tidak dapat ditemukan saat pembedahan. Histeroskopi memberitahukan lokasi akurat mioma submukosa dan batas yang jelas dari mioma bertangkai dan polip. Pemeriksaan ini juga dapat melihat distorsi endometrium akibat mioma intramural. Manfaat pemeriksaan ini secara umum meliputi visualisasi langsung, tindakan terapi yang terus-menerus, dan komplikasi yang minimal. Kerugian dari pemeriksaan ini meliputi ketidakmampuan dalam mendeteksi pertumbuhan intramiometrial, dan kebutuhan akan obat analgesik atau anastetik. (Victory, 2006)

2.11. Penatalaksanaan Mioma Uteri 2.11.1. Farmakologi

- Kontrasepsi oral dan injeksi

(59)

tingkat keamanan kontrasepsi oral cukup tinggi dan manfaatnya dalam kontrasepsi, obat ini sering dipakai pada perempuan usia di atas 16 tahun. (Victory, 2006)

- Sistem levonorgestrel intrauteri

Tidak seperti penggunaan kontrasepsi oral, menoragia akibat mioma dan volume mioma bisa diturunkan pada pasien yang mengggunakan sistem kontrasepsi levonogestrel intrauteri. Sebuah penelitian dilakukan pada sejumlah kecil populasi perempuan yang menyatakan bahwa adanya penurunan volume mioma uteri dalam 6 sampai 18 bulan setelah penggunaan alat tersebut. Meskipun alat ini dapat mengendalikan menoragia akibat mioma uteri melalui supresi endometrium oleh progestin, hal itu juga dipercaya dapat menurunkan volume mioma dengan meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor binding protein-1, sehingga menurunkan potensi pertumbuhan mioma uteri. (Victory,

2006; Mann, 2010)

- Obat anti-inflamasi non steroid

Obat anti-inflamasi non steroid dapat menurunkan perdarahan uterus abnormal, tetapi tidak dapat menghentikan menorrhagia akibat mioma uteri. Dalam dua penelitian, tidak ada manfaat yang ditunjukkan pada pasien yang menjalani pengobatan baik dengan naproxen atau ibuprofen jika terdapat mioma. Sebagai tambahan, tidak terdapat penurunan volume dan pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Agonis gonadotropin-releasing hormon (GnRH)

(60)

jika dibandingkan dengan pemberian secara subkutan yang menurunkan volume uterus sebesar 53%. (Victory, 2006; Kovacs, 2010)

- Antiprogesteron

Antiprogesteron dapat digunakan dalam mengobati mioma uteri. Mekanisme kerjanya yaitu mengubah aliran darah ke uterus. Dua penelitian menunjukkan bahwa bahkan dalam dosis rendah, mampu menurunkan volume mioma uteri sebanyak 25% sampai 50%. Meskipun demikian, mengenai keamanan serta efikasi dalam penggunaan jangka lama perlu analisis lebih lanjut. (Victory, 2006; Kovacs, 2010)

2.11.2. Non-Farmakologi - Emboloterapi

Emboloterapi merupakan teknik pengobatan mioma uteri dengan cara melakukan embolisasi atau penyumbatan pembuluh darah yang mendarahi mioma uteri secara selektif. Menurut teori, tindakan ini dapat menurunkan volume bahkan menjadikan mioma uteri nekrosis ireversibel. Sebelum menjalani pengobatan ini, pasien diharapkan melakukan tes diagnosis atas jumlah, ukuran, dan lokasi mioma uteri yang diindikasikan. (Victory, 2006; Kovacs, 2011)

- Miomektomi vaginal

Miomektomi vaginal biasanya dilakukan pada mioma uteri multipel dan memiliki gejala yang berat. Ada beberapa kriteria preoperative yang harus dipenuhi, yaitu ukuran uterus kurang dari atau sama dengan ukuran usia kandungan 16 minggu, mobilitas uterus yang bagus, akses vagina yang adekuat, adanya mioma uteri intramural atau subserosa, dan tidak ada patologi adneksa. (Breech, 2003)

- Reseksi histeroskopi

(61)

Meskipun demikian, tindakan reseksi histeroskopi mampu mengembalikan kontur uterus kembali normal akibat pengangkatan sebagian besar abnormalitas di dalam kavum uteri. Keberhasilan dan keselamatan prosedur ini juga sangat bergantung pada kemahiran dan pengalaman ahli bedahnya. (Breech, 2003)

- Miomektomi Abdominal

Miomektomi abdominal merupakan salah satu teknik miomektomi yang dilakukan melalui akses abdomen. Teknik ini memiliki banyak komplikasi, antara lain: perdarahan, infeksi, dan obstruksi saluran cerna akibat perlengketan. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan teknik pembedahan, maka angka miomektomi meningkat di Amerika Serikat. Pada beberapa kasus, seperti mioma uteri yang bersifat difus atau menyebar dan lokasi mioma di dekat mulut rahim merupakan kontraindikasi miomektomi abdominal. (Breech, 2003)

- Histerektomi

Histerektomi merupakan tindakan operatif yang memberikan kesembuhan total terhadap pasien mioma uteri. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kepuasan pasien paska histerektomi mencapai 90%. Ada beberapa jenis histerektomi yang sering dilakukan, yaitu histerektomi vaginal, abdominal, dan laparoskopi. Dari ketiga teknik ini, histerekromi laparoskopi memberikan keuntungan khususnya dalam masa pemulihan. Dibandingkan dengan emboloterapi, histerektomi memiliki komplikasi yang lebih sedikit. (Breech, 2003)

- Ekstrak teh hijau

Berdasarkan penelitian Dong Zhang dan kawan-kawan, ia menyatakan bahwa mereka telah menemukan ekstrak teh hijau yang dapat membunuh sel-sel mioma uteri dalam media tabung reaksi. Ekstrak teh hijau tersebut menurunkan ukuran dan berat mioma uteri pada tikus percobaan. Peneliti menginjeksikan 20 ekor tikus dengan sel mioma. Sepuluh ekor tikus disuntikkan epigallocatechin gallate (EGCC) yang dicampurkan dalam minuman mereka, dan sepuluh ekor

(62)

hijau dan sebuah senyawa yang terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Tikus tersebut diikuti perkembangannya selama 8 minggu. Dalam empat minggu dan delapan minggu setelah pengobatan, pertumbuhan mioma uteri menjadi lebih kecil dan beratnya lebih ringan. Peneliti mencatat bahwa satu ekor tikus dalam grup EGCC tidak mempunyai tumor terlihat lagi pada akhir minggu ke-delapan. (Hendrick, 2010)

(63)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Leiomioma uteri atau yang lebih dikenal dengan sebutan mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang paling sering ditemukan. Kejadian mioma uteri menarik untuk diteliti karena pada umumnya tumor ini tidak menimbulkan gejala, tetapi pada sebagian orang gejala yang muncul sangat menganggu aktivitas sehari-hari terutama pada perempuan usia muda. Adapun gejala yang sering muncul antara lain perdarahan pervaginam yang abnormal, sering buang air kecil, konstipasi, ada perasaan penuh pada perut bagian bawah, nyeri pada perut bagian bawah. Gejala yang muncul tergantung pada lokasi, besarnya tumor, dan komplikasi yang terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa meskipun mioma uteri ini digolongkan ke dalam tumor jinak, ia juga memiliki potensi untuk menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan dapat mengakibatkan infertilitas. (Conrad, 2010)

Mioma uteri dapat muncul pada perempuan antara menarche dan menopause, yang puncaknya pada usia 35-49 tahun. Prevalensi mioma uteri pada perempuan usia reproduktif sekitar 20-25% dan meningkat hingga 40% ketika perempuan tersebut mencapai usia 35 tahun ke atas. Di Amerika Serikat, mioma uteri dialami oleh 50% perempuan dan dilakukan histerektomi. Sekitar 600.000 histerektomi yang dilaksanakan di Amerika Serikat, setidaknya sepertiga dari jumlah itu merupakan prosedur untuk tatalaksana mioma uteri. Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada perempuan kulit hitam dibandingkan dengan perempuan berkulit putih berdasarkan genetik. Mioma uteri yang terjadi sebelum menarche belum pernah dilaporkan. Namun, tumor ini dapat mengalami regresi pada masa post menopause. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma uteri yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang di rawat. (Siskin, 2011; Prawirohardjo, 2009)

(64)

pada miometrium uterus. Usia reproduksi merupakan masa dimana kadar esterogen dijumpai paling tinggi. Peninggian kadar esterogen ternyata juga berdampak pada bagian lain di uterus, misalnya endometrium. Hal ini mengakibatkan timbulnya kelainan lain seperti hiperplasia endometrium. Dengan demikian, mioma uteri mungkin dapat ditemukan bersamaan dengan terjadinya hiperplasia endometrium. (Kumar et al, 2007)

Mioma uteri ternyata bersifat kompleks. Banyak hal menarik yang dapat diteliti dari mioma uteri. Salah satunya adalah kejadian adenomiosis dilaporkan sering terjadi bersamaan dengan mioma uteri. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini saya ingin meneliti mengenai jumlah usia perempuan yang mengalami mioma uteri, lokasinya di uterus, kelainan lain yang terjadi bersamaan dengan mioma uteri akibat peninggian hormon esterogen, dan adenomiosis yang terjadi bersamaan dengan mioma uteri.

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri berdasarkan lokasinya di uterus.

3. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri yang bersamaan dengan kejadian hiperplasia endometrium.

(65)

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat penelitian yang dapat diperoleh:

1. Mengembangkan wawasan saya selaku peneliti, mengenai karakteristik mioma uteri dan kelainan yang bersamaan oleh pengaruh hormon esterogen.

2. Melengkapi data-data karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

(66)

ABSTRAK

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang berasal dari otot polos uterus yang merupakan salah satu penyebab tersering masalah-masalah ginekologi pada perempuan. Secara umum, mioma uteri dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan letaknya di dinding uterus, yaitu mioma submukosum, intramural, dan subserosum. Pada beberapa kasus, mioma uteri juga sering dijumpai terjadi bersamaan dengan kelainan lain di uterus seperti adenomiosis dan hiperplasia endometrium. Metode pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis mioma dan kelainan penyerta lain tersebut adalah dengan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosa tumor pada manusia.

Penelitian ini dilaksanakan guna mencari tahu gambaran karakteristik mioma uteri.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional yang dilakukan di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis pada 329 data rekam medis dari penderita mioma uteri pada tahun 2009-2012 yang dipilih dengan metode total sampling. Gambaran karakteristik yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan usia penderita, jenis mioma uteri dan kelainan penyerta lainnya berupa adenomiosis dan hiperplasia endometrium.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran karakteristik jenis mioma uteri yang paling banyak di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009-2010 adalah mioma intramural yaitu 278 orang (84.5%), kelompok usia terbanyak yang mengalami mioma uteri yaitu kelompok 46–50 tahun dengan jumlah 161 orang (48.9%), mioma dengan adenomiosis sebanyak 32 orang (9,7%), mioma dengan hiperplasia endometrium sebanyak 36 orang (10.9%) dari 329 orang penderita mioma uteri.

Kesimpulan penelitian ini adalah kelompok usia penderita mioma uteri terbanyak adalah kelompok 46-50 tahun dan jenis mioma uteri terbanyak adalah intramural.

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok
Tabel 5.2. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasinya
Tabel 5.4. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan
Tabel 5.5. Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok Usia
+6

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. dipimpin oleh seorang apoteker yang berada dan

Sebanyak 140 sampel yaitu penderita mioma uteri yang telah dirawat di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 20141. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang kelompok umur

Sebanyak 140 sampel yaitu penderita mioma uteri yang telah dirawat di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2014.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang kelompok umur

GAMBARAN KARAKTERISTIK ANAK YANG MENDERITA PENYAKIT INVAGINASI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK.. MEDAN

uteri, lokasinya di uterus, kelainan lain yang terjadi bersamaan dengan mioma. uteri akibat peninggian hormon esterogen, dan adenomiosis

Meskipun di satu pihak, paritas menjadi faktor protektif dari insiden mioma uteri, ada beberapa tanggapan yang menyatakan bahwa faktor lain seperti ras atau etnik memiliki

Karakteristik Penderita Mioma Uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2009.. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Namun, beberapa faktor risiko penyebab moma uteri adalah umur, paritas,status haid dan berat badan.Tujuan : Mengetahui gambaran faktor resiki kejadian mioma uteri di RSUP Haji Adam