• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium Dan Natrium Pada Daun Kari (Murraya Koenigii (L.) Spreng) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium Dan Natrium Pada Daun Kari (Murraya Koenigii (L.) Spreng) Secara Spektrofotometri Serapan Atom"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN

NATRIUM PADA DAUN KARI (Murraya koenigii (L.) Spreng)

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

MIFTAHURRAHMAH

NIM 121524088

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN

NATRIUM PADA DAUN KARI (Murraya koenigii (L.) Spreng)

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MIFTAHURRAHMAH

NIM 121524088

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN

NATRIUM PADA DAUN KARI (Murraya koenigii (L.) Spreng)

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

OLEH:

MIFTAHURRAHMAH

NIM 121524088

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 30 Mei 2015

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt. NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing I,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt. NIP 195306191983031001

Pembimbing II,

Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt. NIP 198207032008122002

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195008261974122001

Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad

SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul

Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Daun Kari (Murraya

koenigii (L.) Spreng) secara Spektrofotometri Serapan Atom.

Pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny,

M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ibu Dr.

Masfria, M.S., Apt., dan Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt. yang telah

membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga

selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., Ibu

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra,

S.U., Apt., selaku Kepala Laboratorium Penelitian USU yang telah memberikan izin

dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan serta menyelesaikan

(5)

v

Puridawati yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan

apapun, motivasi beserta doa yang tulus dan tak pernah henti. Adik-adik tercinta,

Putri Nahrisah, S.Pd., Muhammad Bustanul Arifin, Abyzar dan seluruh keluarga

besar yang selalu setia memberikan do’a dan dukungan penuh kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis

(6)

vi

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM

PADA DAUN KARI (Murraya koenigii (L.) Spreng) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Mineral merupakan kebutuhan tubuh manusia yang mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral banyak ditemukan dalam berbagai jenis buah dan sayuran. Daun kari merupakan salah satu tanaman yang dapat memberi asupan mineral dari luar tubuh dalam jumlah tertentu. Kandungan mineral daun kari adalah natrium 79,8 mg/100 g, kalium 811 mg/100 g, kalsium 166 mg/100 g, fosfor 600 mg/100 g dan besi 3,1 mg/100 g. Secara umum masyarakat khususnya daerah Sumatera seperti Aceh dan Medan mengkonsumsi daun kari sebagai bumbu dalam masakan. Daun kari merupakan sayuran yang dapat dimakan mentah, rebus atau dibuat kari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium serta persentase penurunan kadar mineral-mineral tersebut pada daun kari setelah proses perebusan.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium, 766,5 nm untuk kalium dan 589,0 nm untuk natrium. Sampel daun kari diambil secara sampling purposif pada pekarangan rumah di kawasan jalan pembangunan dr. Mansyur USU Medan. Sampel tersebut terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus. Perlakuan sampel dilakukan dengan proses destruksi kering.

Hasil penelitian menunjukkan dalam keadaan segar kadar kalsium (193,5287 ± 0,9231) mg/100 g, kalium (1139,6203 ± 4,3952) mg/100 g dan natrium (43,0720 ± 0,3970) mg/100 g, sedangkan dalam keadaan rebus kadar kalsium (182,4140 ± 0,3628) mg/100 g, kalium (1042,4144 ± 3,3526) mg/100 g dan natrium (37,8909 ± 1,4803) mg/100 g. Persentase penurunan kadar mineral kalsium sebesar 5,7432 %, kalium sebesar 8,5297 % dan natrium sebesar 12,0289 %.

Secara statistik uji beda rata-rata kadar mineral kalsium, kalium dan natrium antara daun kari segar dan daun kari rebus dengan menggunakan distribusi F menyimpulkan bahwa kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada daun kari segar lebih tinggi secara signifikan dari daun kari rebus.

(7)

vii

ANALYSIS MINERAL CONTENT OF CALCIUM, POTASSIUM, AND

SODIUM IN CURRY LEAVE (Murraya koenigii (L.) Spreng)

BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Mineral is a necessity of the human body with an important role in the maintenance of body functions. Minerals are found in a wide variety of fruits and vegetables. Curry leaves is one of the plants that can give mineral intake from outside the body in a certain amount. The main mineral content of curry leaves is potassium 79.8 mg/100 g, sodium 811 mg/100 g, calcium 166 mg/100 g, phosphorus 600 mg/100 g and iron 3.1 mg/100 g. In general, the particular regions such as Aceh and Medan Sumatra consuming curry leaves as a spice in cooking. Curry leaves are vegetables that can be eaten raw, boiled or made curry. This study aims to determine the differences in the levels of the minerals calcium, potassium and sodium as well as the percentage decrease in the levels of these minerals in curry leaves after boiling process.

Quantitative analysis was performed using atomic absorption spectrophotometer at a wavelength of 422.7 nm for calcium, 766.5 nm to 589.0 nm for potassium and sodium. Samples taken purposively curry leaves in the yard in the area of pembangunan street dr. Mansyur USU Medan. The sample consisted of fresh curry leaves and curry leaves boiled. The treatments were conducted with dry destruction process.

The results showed in the fresh state levels of calcium (193.5287 ± 0.9231) mg/100 g, potassium (1139.6203 ± 4.3952) mg/100 g and sodium (43.0720 ± 0.3970) mg/100 g, while in a state boiled calcium levels (182.4140 ± 0.3628) mg/100 g, potassium (1042.4144 ± 3.3526) mg/100 g and sodium (37.8909 ± 1.4803) mg/100 g. The percentage decrease in calcium mineral content of 5.7432%, 8.5297% of potassium and sodium of 12.0289%.

Statistically different test average mineral content of calcium, potassium and sodium of fresh curry leaves and curry leaves boiled with using the F distribution concluded that the mineral content of calcium, potassium and sodium in fresh curry leaves significantly higher than curry leaves boiled.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Daun Kari (Murraya koenigii (L.) Spreng) ... 5

2.1.1Sistematika Tanaman Kari ... 5

2.1.2Kandungan Gizi dan Manfaat Daun Kari ... 6

2.2Mineral ... 7

2.2.1Kalsium ... 7

(9)

ix

2.2.3Natrium ... 9

2.3Spektrofotometri Serapan Atom ... 9

2.3.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom ... 9

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom ... 10

2.3.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom ... 12

2.4Validasi Metoda Analisis ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2Bahan-bahan ... 16

3.2.1Sampel ... 16

3.2.2Pereaksi ... 16

3.3Alat-Alat ... 16

3.4Pembuatan Pereaksi ... 17

3.4.1Larutan HNO3 (1:1) ... 17

3.4.2Larutan Asam Pikrat 1% b/v ... 17

3.4.3Larutan H2SO4 1 N ... 17

3.5Prosedur Penelitian ... 17

3.5.1Pengambilan Sampel ... 17

3.5.2Penyiapan Sampel ... 17

3.5.3Proses Destruksi Kering ... 18

3.5.4Pembuatan Larutan Sampel ... 18

3.5.5Analisis Secara Kualitatif ... 19

(10)

x

3.5.5.2Kalium ... 19

3.5.5.3Natrium ... 20

3.5.6Analisis Secara Kuantitatif ... 20

3.5.6.1Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium ... 20

3.5.6.2Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium ... 21

3.5.6.3Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium ... 21

3.5.6.4Penetapan Kadar Kalsium ... 22

3.5.6.5Penetapan Kadar Kalium ... 22

3.5.6.6Penetapan Kadar Natrium ... 23

3.5.6.7Perhitungan Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium dalam Sampel ... 23

3.5.7Analisis Data Secara Statistik ... 23

3.5.8Validasi Metoda Analisis ... 24

3.5.8.1Uji Kecermatan (Accuracy) ... 24

3.5.8.2Uji Keseksamaan (Presisi) ... 26

3.5.8.3Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 26

3.5.8.4Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1Identifikasi Tumbuhan ... 29

4.2Analisis Kualitatif ... 29

4.3Analisis Kuantitatif ... 30

(11)

xi

4.3.2 Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan

Natrium pada Sampel ... 32

4.3.3 Uji Kecermatan (Accuracy) ... ... 35

4.3.4 Uji Keseksamaan (Presisi) ... 36

4.3.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) 36 4.3.6 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel Daun Kari Segar dan Daun Kari Rebus ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Gizi pada Daun Kari ... 6

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kari ... 29

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Daun Kari Segar (DKS) dan Daun Kari Rebus (DKR) ... 33

Tabel 4.3 Persen Perolehan Kembali (Recovery) Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel ... 35

Tabel 4.4 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium ... 36

Tabel 4.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium ... 37

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom ... 10

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom . 31

Gambar 4.2 Diagram Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel Daun Kari Segar (DKS) dan Daun Kari

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 42

Lampiran 2. Gambar Sampel Daun Kari ... 43

Lampiran 3. Gambar Alat Laboratorium Penelitian ... 44

Lampiran 4. Gambar Hasil Analisis Kualitatif ... 46

Lampiran 5. Bagan Alir Proses Destruksi Kering ... 47

Lampiran 6. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel ... 49

Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kalsium, Kalium, dan Natrium ... 50

Lampiran 8. Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 51

Lampiran 9. Hasil Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium dalam Sampel ... 55

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Mineral Kalsium, Kalium, dan Natrium Pada Sampel ... 57

Lampiran 11. Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel ... 61

Lampiran 12. Perhitungan Statistik Kadar Mineral Kalsium pada Sampel ... 62

Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Mineral Kalium pada Sampel ... 66

Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Mineral Natrium pada Sampel ... 70

Lampiran 15. Rekapitulasi Data Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Daun Kari (Murraya koenigii (L.) Spreng) Sebelum Uji-t . ... 74

(15)

xv

Lampiran 17. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Mineral Kalsium pada Daun Kari ... 78

Lampiran 18. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Mineral Kalium pada Daun Kari ... 80

Lampiran 19. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Mineral Natrium pada Daun Kari ... 82

Lampiran 20. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Kalsium, Kalium dan Natrium ... 84

Lampiran 21. Hasil Persen Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium Setelah Penambahan Larutan Baku ... 87

Lampiran 22. Perhitungan Persen Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel ... 88

Lampiran 23. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel ... 91

(16)

vi

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM

PADA DAUN KARI (Murraya koenigii (L.) Spreng) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Mineral merupakan kebutuhan tubuh manusia yang mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral banyak ditemukan dalam berbagai jenis buah dan sayuran. Daun kari merupakan salah satu tanaman yang dapat memberi asupan mineral dari luar tubuh dalam jumlah tertentu. Kandungan mineral daun kari adalah natrium 79,8 mg/100 g, kalium 811 mg/100 g, kalsium 166 mg/100 g, fosfor 600 mg/100 g dan besi 3,1 mg/100 g. Secara umum masyarakat khususnya daerah Sumatera seperti Aceh dan Medan mengkonsumsi daun kari sebagai bumbu dalam masakan. Daun kari merupakan sayuran yang dapat dimakan mentah, rebus atau dibuat kari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium serta persentase penurunan kadar mineral-mineral tersebut pada daun kari setelah proses perebusan.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium, 766,5 nm untuk kalium dan 589,0 nm untuk natrium. Sampel daun kari diambil secara sampling purposif pada pekarangan rumah di kawasan jalan pembangunan dr. Mansyur USU Medan. Sampel tersebut terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus. Perlakuan sampel dilakukan dengan proses destruksi kering.

Hasil penelitian menunjukkan dalam keadaan segar kadar kalsium (193,5287 ± 0,9231) mg/100 g, kalium (1139,6203 ± 4,3952) mg/100 g dan natrium (43,0720 ± 0,3970) mg/100 g, sedangkan dalam keadaan rebus kadar kalsium (182,4140 ± 0,3628) mg/100 g, kalium (1042,4144 ± 3,3526) mg/100 g dan natrium (37,8909 ± 1,4803) mg/100 g. Persentase penurunan kadar mineral kalsium sebesar 5,7432 %, kalium sebesar 8,5297 % dan natrium sebesar 12,0289 %.

Secara statistik uji beda rata-rata kadar mineral kalsium, kalium dan natrium antara daun kari segar dan daun kari rebus dengan menggunakan distribusi F menyimpulkan bahwa kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada daun kari segar lebih tinggi secara signifikan dari daun kari rebus.

(17)

vii

ANALYSIS MINERAL CONTENT OF CALCIUM, POTASSIUM, AND

SODIUM IN CURRY LEAVE (Murraya koenigii (L.) Spreng)

BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Mineral is a necessity of the human body with an important role in the maintenance of body functions. Minerals are found in a wide variety of fruits and vegetables. Curry leaves is one of the plants that can give mineral intake from outside the body in a certain amount. The main mineral content of curry leaves is potassium 79.8 mg/100 g, sodium 811 mg/100 g, calcium 166 mg/100 g, phosphorus 600 mg/100 g and iron 3.1 mg/100 g. In general, the particular regions such as Aceh and Medan Sumatra consuming curry leaves as a spice in cooking. Curry leaves are vegetables that can be eaten raw, boiled or made curry. This study aims to determine the differences in the levels of the minerals calcium, potassium and sodium as well as the percentage decrease in the levels of these minerals in curry leaves after boiling process.

Quantitative analysis was performed using atomic absorption spectrophotometer at a wavelength of 422.7 nm for calcium, 766.5 nm to 589.0 nm for potassium and sodium. Samples taken purposively curry leaves in the yard in the area of pembangunan street dr. Mansyur USU Medan. The sample consisted of fresh curry leaves and curry leaves boiled. The treatments were conducted with dry destruction process.

The results showed in the fresh state levels of calcium (193.5287 ± 0.9231) mg/100 g, potassium (1139.6203 ± 4.3952) mg/100 g and sodium (43.0720 ± 0.3970) mg/100 g, while in a state boiled calcium levels (182.4140 ± 0.3628) mg/100 g, potassium (1042.4144 ± 3.3526) mg/100 g and sodium (37.8909 ± 1.4803) mg/100 g. The percentage decrease in calcium mineral content of 5.7432%, 8.5297% of potassium and sodium of 12.0289%.

Statistically different test average mineral content of calcium, potassium and sodium of fresh curry leaves and curry leaves boiled with using the F distribution concluded that the mineral content of calcium, potassium and sodium in fresh curry leaves significantly higher than curry leaves boiled.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mineral merupakan kebutuhan tubuh manusia yang mempunyai peranan

penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh seperti pengaturan kerja enzim-enzim,

pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu pembentukan ikatan yang

memerlukan mineral seperti pembentukan hemoglobin (Almatsier, 2004). Mineral

banyak ditemukan dalam berbagai jenis tanaman yang digunakan sebagai obat salah

satunya adalah daun kari.

Tanaman kari (Murraya koenigii (L.) Spreng) merupakan salah satu tanaman

yang tergolong famili Rutaceae yang diperkenalkan oleh seorang ahli botani asal

Swedia dan German, yaitu Johann Andreas Murray dan Gerhard Koenig (Seidemann,

2005). Tanaman kari umumnya lebih dikenal sebagai daun kari (curry-leaf tree) yang

merupakan tanaman yang banyak tumbuh di India, Nepal, Sri Lanka dan beberapa

negara Asia Selatan serta paling banyak ditemui hampir di seluruh wilayah India

(Singh, dkk., 2014).

Di Indonesia daun kari banyak terdapat pada beberapa daerah di Sumatera

seperti Aceh dan Medan. Daun ini biasanya digunakan sebagai bumbu dalam

masakan. Selain itu, daun kari mempunyai khasiat sebagai obat herbal untuk

menyembuhkan beberapa jenis penyakit diantaranya hipertensi (Vinuthan, dkk.,

2004), reumatik dan diabetes (Tembhurne dan Sakarkar, 2009). Daun kari memiliki

kandungan kimia diantaranya air (63,4%), protein (5,9%), lemak (0,9%), karbohidrat

(19)

2

natrium 79,8 mg/100 g (Subramanian, dkk., 2012), kalium 811 mg/100 g, kalsium

166 mg/100 g, fosfor 600 mg/100 g dan besi 3,1 mg/100 g (Sakhale, dkk., 2007).

Sumber mineral selain dihasilkan oleh tubuh, juga harus diperoleh dari luar

tubuh. Pada umumnya masyarakat dapat memperoleh asupan mineral kalsium dan

kalium dari buah-buahan seperti jeruk, semangka, pisang, tomat serta sayur-sayuran

atau tanaman obat yang berwarna hijau seperti daun singkong, daun kari, daun

pepaya, kangkung, bayam dan brokoli. Sumber asupan mineral natrium mudah

ditemukan dalam makanan sehari-hari seperti garam dapur dan makanan laut

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kalsium, kalium dan natrium merupakan mineral yang mempengaruhi

tekanan darah (Barasi, 2007). Peningkatan asupan mineral kalsium menghasilkan

penurunan 1,4 mmHg pada tekanan darah sistolik dan 0,8 mmHg pada tekanan darah

diastolik. Peningkatan asupan mineral kalium dapat menurunkan tekanan darah

sistolik sekitar 4 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 2,5 mmHg. Peningkatan

asupan mineral kalsium dan kalium serta penurunan asupan mineral natrium

memiliki efek yang sangat baik untuk menurunkan tekanan darah. Pada penderita

hipertensi, mineral natrium dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5 mmHg

dan tekanan darah diastolik sekitar 3 mmHg (Almatsier, 2004).

Apabila kadar mineral kalium dalam darah berlebih akan mengalami

hiperkalemia, sedangkan kekurangan mineral kalium akan mengalami hipokalemia.

Keseimbangan jumlah mineral kalium dalam tubuh tergantung dari jumlah mineral

natrium dalam darah sehingga dapat mempengaruhi tekanan darah. Dalam hal ini

(20)

3

natrium merupakan mineral yang sangat berperan dalam pengaturan cairan tubuh,

termasuk tekanan darah dan keseimbangan asam-basa (Barasi, 2007).

Keseimbangan mineral-mineral tersebut dalam tubuh sangatlah penting. Oleh

karena itu peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui kadar mineral kalsium,

kalium, dan natrium yang terdapat pada daun kari serta berperan untuk menambah

asupan mineral dalam tubuh. Sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah daun kari

segar (DKS) dan daun kari rebus (DKR).

Berbagai metode dapat diterapkan dalam pemeriksaan kandungan kalsium,

kalium dan natrium. Kalsium dapat diperiksa dengan metode kompleksometri,

permanganometri, gravimetri dan spektrofotometri serapan atom. Kalium dan

natrium dapat diperiksa dengan metode gravimetri, titrimetri dan spektrofotometri

serapan atom (Khopkar, 1984). Pemeriksaaan kalsium, kalium dan natrium pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan

Atom karena metode ini adalah salah satu metode yang mudah, analisisnya cepat,

dan ketelitiannya sampai tingkat kecil serta tidak memerlukan pemisahan

pendahuluan (Khopkar, 1984) sehingga dipilih untuk pemeriksaan kalsium, kalium,

dan natrium pada daun kari segar (DKS) dan daun kari rebus (DKR).

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah terdapat perbedaan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada

(21)

4

b. Berapakah persentase penurunan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium

pada daun kari setelah proses perebusan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan masalah yang dirumuskan diatas, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada daun

kari segar dan daun kari rebus.

b. Kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada daun kari mengalami

penurunan dengan proses perebusan dalam jumlah tertentu.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui perbedaan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada daun

kari segar dan daun kari rebus secara signifikan.

b. Mengetahui persentase penurunan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium

pada daun kari segar dan daun kari rebus.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa adanya perbedaan kadar

mineral kalsium, kalium dan natrium antara daun kari segar dan daun kari rebus

sehingga masyarakat dapat memilih cara yang tepat untuk mengkonsumsi daun kari,

baik yang segar maupun yang direbus agar dapat menjaga keseimbangan cairan

(22)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Daun Kari (Murraya koenigii (L.) Spreng)

Daun kari (Murraya koenigii (L.) Spreng) merupakan daun majemuk dan

bentuk daunnya menyirip. Bentuk daun kari hampir sama dengan daun salam, hanya

ukurannya lebih kecil dan baunya lebih tajam dibandingkan dengan daun salam.

Secara morfologi pohon kari bisa tumbuh mencapai 4-6 meter, memiliki tangkai

panjang dan setiap tangkai berjumlah ganjil yaitu terdiri dari 11-21 helai daun,

memiliki bunga yang kecil dan berwarna putih, serta memiliki buah yang berwarna

coklat kehitaman. Batang daun kari berwarna hijau gelap kecoklatan, daun yang

masih muda berwarna hijau muda dan daun yang sudah tua berwarna hijau tua

(Singh, dkk., 2014).

2.1.1Sistematika Tanaman Kari

Menurut Singh, dkk., (2014) dan Herbarium Bogoriense LIPI (2015),

taksonomi tanaman kari termasuk dalam tatanama tumbuhan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi :

Kelas :

Angiospermae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Genus :

Binomial : Murraya

Murrayakoenigii (L.) Spreng

(23)

6

2.1.2Kandungan Gizi dan Manfaat Daun Kari

Daun kari memiliki banyak manfaat dan kandungan gizi yang baik. Adapun

kandungan gizi pada daun kari diantaranya:

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Pada Daun Kari

No Kandungan Gizi Jumlah

1 Air (%) 63,4

2 Protein (%) 5,9

3 Lemak (%) 0,9

4 Serat (%) 6,3

5 Karbohidrat (%) 15,6

6 Abu (%) 3,9

7 Natrium (mg/100g) 79,8

8 Kalium (g/100g) 811

9 Besi ( mg/100g) 3,1

10 Asam askorbat (mg/100g) 3,9

11 Kalsium (mg/100g) 166

12 Fosfor (mg/100g) 600

Sumber: (Singh, dkk., 2014; Sakhale, dkk., 2007)

Daun kari merupakan sumber vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin B2,

kalsium dan besi dalam jumlah banyak. Daun kari segar berwarna hijau jika dimakan

mentah dapat menyembuhkan disentri. Daun kari juga bermanfaat bagi wanita yang

menderita kekurangan kalsium seperti osteoporosis serta dapat mengatasi mual dan

muntah akibat gangguan pencernaan (Singh, dkk., 2014).

Daun kari sangat efektif untuk mengobati tekanan darah tinggi, diabetes,

kolesterol, luka bakar, erupsi kulit dan katarak. Selain daripada daunnya, akar

tanaman kari dapat digunakan untuk mengobati penyakit ginjal. Kegunaan daun kari

yang cukup penting adalah dapat melarutkan penumpukan kalsium dalam tubuh yang

menyebabkan jaringan sendi dan arteri menjadi keras dan tidak dapat diserap oleh

(24)

7

2.2Mineral

Mineral adalah unsur-unsur yang berada dalam bentuk sederhana. Dalam

ilmu gizi biasanya disebut nutrisi/zat gizi anorganik dan sangat dibutuhkan tubuh

terutama untuk proses metabolisme (Almatsier, 2004). Mineral dibagi ke dalam dua

kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro merupakan

mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari

sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah

kurang dari 100 mg per hari. Unsur-unsur yang termasuk ke dalam mineral makro

adalah kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium dan klor, sedangkan yang

termasuk ke dalam mineral mikro adalah besi, seng, iodium, mangan, selenium dan

kromium (Devi, 2010).

Berdasarkan kegunaan dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi

dua kelompok yaitu mineral esensial dan mineral non esensial. Mineral esensial

adalah mineral yang diperlukan dalam proses fisiologi makhluk hidup untuk

menghindari penyakit defisiensi mineral. Mineral non esensial adalah mineral yang

belum diketahui dengan pasti kegunaannya, sehingga jika jumlahnya melebihi

jumlah normal didalam tubuh akan menyebabkan keracunan bahkan berbahaya bagi

makhluk hidup (Almatsier, 2004).

2.2.1Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh,

yaitu 1,5–2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari

jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi,

(25)

8

kalsium berperan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti kontraksi otot dan

penggumpalan darah (Almatsier, 2004).

Kalsium dieksresikan lewat urin serta feses dan untuk mencegah kehilangan

ini diperlukan asupan kalsium melalui makanan. Asupan kalsium tambahan

diperlukan dalam keadaan tertentu seperti pada masa pertumbuhan mulai dari

anak-anak, hingga usia remaja dan pada saat hamil untuk memenuhi kebutuhan janin

(Almatsier, 2004).

Angka kecukupan rata-rata dalam sehari asupan kalsium bagi orang Indonesia

yang ditetapkan adalah 300 mg – 400 mg pada bayi, 500 mg pada anak-anak, 600 mg

– 700 mg pada remaja, 500 mg – 800 mg pada orang dewasa, serta lebih besar dari

400 mg pada ibu hamil dan menyusui. Kekurangan asupan mineral kalsium pada

masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang

kuat, mudah bengkok dan rapuh (Almatsier, 2004).

2.2.2Kalium

Kalium terutama terdapat didalam sel dan sebanyak 95% kalium berada di

dalam cairan intraseluler. Kalium memegang peranan dalam pemeliharaan

keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa (Almatsier, 2004; Winarno, 1992).

Selain itu kalium berfungsi dalam menghantar pesan ke syaraf otot, menurunkan

tekanan darah dan mengirim oksigen ke otak (Almatsier, 2004).

Kekurangan kalium dapat terjadi akibat banyaknya kehilangan kalium

melalui saluran cerna dan ginjal. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu,

kehilangan nafsu makan dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila

konsumsi kalium tanpa diimbangi oleh kenaikan eksresi. Hiperkalemia akut dapat

(26)

9

Kalium terdapat didalam semua makanan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah,

sayuran dan kacang-kacangan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak

2000 mg sehari (Almatsier, 2004).

2.2.3Natrium

Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraseluler yang

mencakup 95% dari seluruh kation. Oleh karena itu, mineral ini sangat berperan

dalam pengaturan cairan tubuh, termasuk tekanan darah dan keseimbangan asam

basa (Barasi, 2007).

Natrium sebagian besar mengatur tekanan osmosis dan menjaga cairan agar

tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel. Bila jumlah natrium didalam sel

meningkat secara berlebihan, air akan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan

membengkak. Keseimbangan cairan juga akan terganggu bila seseorang kehilangan

natrium. Air akan memasuki sel untuk mengencerkan natrium dalam sel. Cairan

ekstraseluler akan menurun. Perubahan ini dapat menurunkan tekanan darah

(Almatsier, 2004). Defisiensi natrium dapat mengakibatkan kurang sempurnanya

pencernaan karbohidrat, sedangkan kelebihan natrium dapat menyebabkan darah

tinggi serta hilangnya mineral kalium (Almatsier, 2004).

2.3Spektrofotometri Serapan Atom

2.3.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisi kuantitatif

(27)

10

analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak

tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut.

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi,

energi kimia, dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik untuk

setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah

unsur atau persenyawaan yang terdapat didalamnya. Proses interaksi ini mendasari

analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).

a. Sumber Sinar

Sumber sinar yang umum dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu

(28)

11

dilapisi unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Tabung logam ini diisi

dengan gas mulia dengan tekanan rendah yang jika diberikan tegangan pada arus

tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang bergerak menuju anoda

dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Elektron dengan energi tinggi ini akan

bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia kehilangan elektron dan menjadi

ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan positif akan bergerak menuju katoda

dengan kecepatan dan energi yang tinggi sehingga menabrak unsur-unsur yang

terdapat pada katoda. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar

permukaan katoda dan mengalami eksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih

tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang

dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan

nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh

gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar

1800°C, gas alam-udara 1700°C, gas udara 2200°C, dan gas

asetilen-dinitrogen oksida sebesar 3000°C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan

adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi

(Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Monokromator

Pada spektrofotometer serapan atom, monokromator berfungsi untuk

(29)

12

dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat

pengatoman. Biasanya detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton

(photomutliplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat

berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi

atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Gangguan-gangguan Pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom

adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang

dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan

konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada

spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang

(30)

13

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan absorbansi atom yang

dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang terdisosiasi di dalam

nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

Cara mengatasi gangguan-gangguan tersebut adalah dengan bekerja pada

panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua

cara ini masih belum bisa membantu menghilangkan gangguan-gangguan tersebut,

maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non-atomik

menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2.4 Validasi Metoda Analisis

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter

tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter

tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk

menjamin bahwa metode analisis akurat dan spesifik (Gandjar dan Rohman, 2007;

Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan (akurasi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai

(31)

14

peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,

pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur.

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

− Metode Simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam

campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya) (Harmita, 2004).

− Metode Penambahan Baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit

yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi.

Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang

diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai

rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat

dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada

sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan

kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi

dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan (presisi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata

jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

(32)

15

dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang

berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (limit of detection, LOD) adalah jumlah analit terkecil dalam

sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan

dengan blangko. Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) merupakan parameter

pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih

(33)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada

bulan September – Nopember 2014.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kari yang diambil

pada pekarangan rumah di kawasan jalan pembangunan dr. Mansyur USU Medan.

Sampel tersebut terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis

keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu asam nitrat 65% v/v, H2SO4 96%

v/v, etanol 96% v/v, larutan standar (kalsium, kalium dan natrium) dan akua

demineralisata (Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU).

3.3Alat-alat

Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Z-2000) dengan tipe nyala

udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda Ca, K dan Na, neraca analitik (ANDGF 200),

tanur (Stuart), blender, hot plate, kertas saring Whatman no. 42, krus porselen,

(34)

17

3.4Pembuatan Pereaksi

3.4.1Larutan HNO3 (1:1)

Diencerkan sebanyak 50 mL larutan HNO3 65% dengan 50 mL air suling

(Ditjen BPOM, 1979).

3.4.2Larutan Asam Pikrat 1% b/v

Dilarutkan 1 g asam pikrat dengan air suling hingga 100 mL (Ditjen POM,

1979).

3.4.3Larutan H2SO4 1 N

Dipipet 3 mLH2SO4 96%dan dimasukkan perlahan-lahan melalui dindinglabu

tentukur 100 mL yang telah berisi air suling setengahnya. Dicukupkan volumenya

dengan air suling hingga garis tanda.

3.5Prosedur Penelitian

3.5.1Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif yaitu ditentukan

atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil mempunyai karakteristik yang

sama dengan sampel yang ada dan dianggap sebagai sampel representatif (Sudjana,

2002).

3.5.2Penyiapan Sampel

a. Daun Kari Segar

Sebanyak 1 kg daun kari segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan

air mengalir, kemudian dicuci kembali dengan akua demineralisata dan ditiriskan

beberapa saat. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, lalu

(35)

18 b. Daun Kari Rebus

Sebanyak 1 kg daun kari segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan

air mengalir, kemudian dicuci kembali dengan akua demineralisata. Kemudian

direbus dalam panci yang berisi air mendidih sebanyak 2000 mL. Selama proses

perebusan, panci ditutup dan sesekali dilakukan pengadukan agar sampel terebus

secara merata. Selanjutnya sampel diangkat dan ditiriskan beberapa saat.

Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, lalu dipotong-potong

kira-kira ± 1 cm dan dihaluskan dengan blender.

3.5.3Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 g,

dimasukkan ke dalam krus porselen, lalu diarangkan di atas hot plate selama 10 jam,

kemudian diabukan dengan tanur pada temperatur awal 100°C dan dinaikkan

perlahan-lahan hingga 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan

dilakukan selama 45 jam dan dibiarkan hingga dingin dalam desikator. Abu

ditambahkan 5 mL larutan HNO3 (1:1), kemudian diuapkan pada hote plate sampai

kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke tanur dengan temperatur awal 100°C

dan dinaikkan perlahan-lahan hingga suhu 500°C dengan interval 25°C setiap 5

menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin dalam

desikator (Isaac, 1990).

3.5.4Pembuatan Larutan Sampel

Dilarutkan sampel hasil destruksi dengan 5 mL HNO3 dan dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 mL, dibilas krus porselen hingga tiga kali, kemudian larutan

dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda (Horwitz, 2000).

(36)

19

pertama untuk menjenuhkan kertas saring, kemudian ditampung filtrat selanjutnya

dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk dianalisis secara

kualitatif dan kuantitatif.

3.5.5Analisis Secara Kualitatif

3.5.5.1Kalsium

a. Uji Nyala Ni/Cr

Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api

bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen.

Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari

rebus, lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala

bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala

bunsen (Vogel, 1990).

b. Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N

Diteteskan larutan sampel sebanyak 1-2 tetes pada object glass,

kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat dan etanol 96% akan terbentuk

endapan putih, lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat ion kalsium

akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1990).

3.5.5.2Kalium

a. Uji Nyala Ni/Cr

Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api

bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen.

Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari

(37)

20

bunsen. Jika terdapat kalium akan terbentuk warna ungu pada nyala bunsen

(Vogel, 1990).

b. Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Diteteskan larutan sampel sebanyak 1-2 tetes pada object glass,

kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit, lalu

diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat ion kalium akan terlihat kristal

berbentuk jarum besar (Vogel, 1990).

3.5.5.3Natrium

a. Uji Nyala Ni/Cr

Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api

bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen.

Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari

rebus, lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala

bunsen. Jika terdapat natrium akan terbentuk warna kuning keemasan pada

nyala bunsen (Vogel, 1990).

b. Uji Kristal Natrium dengan Asam Pikrat

Diteteskan 1-2 tetes larutan sampel pada object glass, kemudian

ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit, lalu diamati di

bawah mikroskop. Jika terdapat ion natrium, akan terlihat kristal berbentuk

jarum halus (Vogel, 1990).

3.5.6Analisis Secara Kuantitatif

3.5.6.1Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Dipipet larutan baku kalsium (1000 µg/mL) sebagai LIB I sebanyak 1 mL,

(38)

21

demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 µg/mL) digunakan sebagai LIB II.

Dari larutan LIB II tersebut (10 µg/mL) dipipet masing-masing 5,0 mL; 10 mL; 15

mL; 20 mL dan 25 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan

dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh

konsentrasi berturut-turut 2,0 µg/mL; 4,0 µg/mL; 6,0 µg/mL; 8,0 µg/mL dan 10,0

µg/mL. Kemudian diukur kurva kalibrasi kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm

dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.2Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Dipipet larutan baku kalium (1000 µg/mL) sebagai LIB I sebanyak 1 mL,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua

demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 µg/mL) digunakan sebagai LIB II.

Dari larutan LIB II tersebut (10 µg/mL) dipipet masing-masing 5,0 mL; 10 mL; 15

mL; 20 mL dan 25 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan

dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh

konsentrasi berturut-turut 2,0 µg/mL; 4,0 µg/mL; 6,0 µg/mL; 8,0 µg/mL dan 10,0

µg/mL. Kemudian diukur kurva kalibrasi kalium pada panjang gelombang 766,5 nm

dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.3Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Dipipet larutan baku natrium (1000 µg/mL) sebagai LIB I sebanyak 1 mL,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua

demineralisata hingga garis tanda (konsentrasi 10 µg/mL) digunakan sebagai LIB II.

Dari larutan LIB II tersebut (10 µg/mL) dipipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0

mL; 4,0 mL dan 5,0 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan

(39)

22

konsentrasi berturut-turut 0,2 µg/mL; 0,4 µg/mL; 0,6 µg/mL; 0,8 µg/mL dan 1,0

µg/mL. Kemudian diukur kurva kalibrasi natrium pada panjang gelombang 589,0 nm

dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.4Penetapan Kadar Kalsium

Dipipet masing-masing larutan sampel (daun kari segar dan daun kari rebus)

sebanyak 0,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL (faktor pengenceran =

100 kali) dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang

telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar kalsium dilakukan

pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi.

3.5.6.5Penetapan Kadar Kalium

Dipipet masing-masing larutan sampel (daun kari segar dan daun kari rebus)

sebanyak 0,1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL (faktor pengenceran =

500 kali) dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang

telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar kalium dilakukan

pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel

(40)

23

3.5.6.6Penetapan Kadar Natrium

Dipipet masing-masing larutan sampel (daun kari segar dan daun kari rebus)

sebanyak 0,2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL (faktor pengenceran =

250 kali) dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang

telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar natrium dilakukan

pada panjang gelombang 589,0 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi.

3.5.6.7Perhitungan Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium dalam Sampel

Kadar kalsium, kalium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara

sebagai berikut:

Kadar (µg/g) =C × V × Fp W

Keterangan: C = konsentrasi logam dalam larutan sampel (µg/mL) V = volume larutan sampel (mL)

Fp = faktor pengenceran W = berat sampel (g)

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), kadar kalsium, kalium dan natrium

yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel diuji secara

statistik dengan cara menghitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai

berikut:

��= �∑(Xi−X�)

2

(41)

24 Keterangan: Xi = kadar sampel

�� = kadar rata-rata sampel N = jumlah pengulangan

Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan

sampel diuji secara statistik dengan uji

t

.

Dengan adanya uji

t

maka dapat diketahui data ditolak atau diterima dan

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

t

hitung =

(��−��)

�� √� �

Hasil pengujian atau nilai thitung yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t,

apabila thitung > ttabel maka data tersebut ditolak.

Menurut Sudjana (2002), untuk mengetahui kadar kalsium, kalium dan

natrium di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0,05, dk = n-1,

dapat digunakan rumus sebagai berikut:

μ

=

±

(12�, ��)

x SD

n

Keterangan: µ = kadar mineral

�� = kadar rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai (dk =

n

-1) α = tingkat kepercayaan

SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan

3.5.8Validasi Metoda Analisis

3.5.8.1Uji Kecermatan (Accuracy)

Menurut Harmita (2004), kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan

kembali (recovery) larutan baku yang ditambahkan. Uji kecermatan (accuracy)

(42)

25

dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan baku dengan konsentrasi tertentu

pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan

kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen larutan baku yang

ditambahkan tadi dapat ditemukan.

Dalam metode ini, penambahan larutan bakunya adalah 10% dan konsentrasi

semua larutan baku yang digunakan adalah 1000 µg/mL. Larutan baku yang

ditambahkan yaitu kalsium 1,8 mL (1,8 mg), kalium 10,4 mL (10,4 mg) dan natrium

0,4 mL (0,4 mg). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak

10 g dalam krus porselen, dilanjutkan dengan proses destruksi kering. Kemudian

dibuat larutan sampel dan dianalisis secara kuantitatif yaitu diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom dan konsentrasinya

berdasarkan persamaan regresi pada kurva kalibrasi.

Kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

+

=

1

2

Keterangan:

C = kadar analit dalam sampel

S = kadar analit yang ditambahkan pada sampel

R1= respon yang diberikan sampel

R2 = respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit

Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

% Perolehan Kembali = (CF −CA) C∗A

× 100%

(43)

26

CA = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

CF = konsentrasi sampel setelah penambahan baku

C∗A = konsentrasi analit yang ditambahkan

3.5.8.2Uji Keseksamaan (Presisi)

Menurut Harmita (2004), Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku

atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Adapun rumus untuk menghitung

simpangan baku relatif adalah:

��� =��

�� × 100%

Keterangan : �� = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation (koefisien variasi)

3.5.8.3Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit

of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas deteksi merupakan

parameter uji batas. Penentuan batas deteksi ini ditentukan dengan mendeteksi analit

dalam sampel (Harmita, 2004).

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria

cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Batas deteksi (LOQ) dan batas kuantitasi (LOD) dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku

=

∑(Y−Yi )

2

n−2

Batas Deteksi (LOD)

=

3�� �����
(44)

27

3.5.8.4Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Dalam penelitian biasanya menggunakan dua sampel atau lebih sebagai objek

penelitiannya. Sampel-sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada atau tidaknya

perbedaan setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Oleh karena itu

dilakukan uji perbedaan nilai rata-rata antar sampel.

Menurut Sudjana (2002), prinsip pengujian beda nilai rata-rata adalah melihat

ada atau tidaknya perbedaan variasi kedua kelompok data dengan menggunakan

rumus:

=

1

2

21

Keterangan:

Fo = beda nilai yang dihitung

�2 = standar deviasi sampel 1 (mg/100 g)

�2 = standar deviasi sampel 2 (mg/100 g)

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji

dengan distribusi t dengan rumus:

t = (X�1−X�2) Sp�1 n⁄ 1+ 1 n⁄ 2

S =�(n1−1)S1

2+ (n

2− 1)S22

n1+ n2 − 2

Keterangan:

��1 = kadar rata-rata sampel 1

��2 = kadar rata-rata sampel 2

Sp = simpangan baku

�1 = jumlah perlakuan sampel 1

�2 = jumlah perlakuan sampel 2

Jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:

t = (X�1−X�2) Sp X S12

n1

� + S22

n2

(45)

28 Keterangan:

��1 = kadar rata-rata sampel 1

��2 = kadar rata-rata sampel 2

S1 = standar deviasi sampel 1

S2 = standar deviasi sampel 2

�1 = jumlah perlakuan sampel 1

�2 = jumlah perlakuan sampel 2

(46)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa

tumbuhan yang digunakan adalah daun kari dengan jenis Murraya koenigii (L.)

Spreng dari suku Rutaceae. Data hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada

Lampiran 1, halaman 42.

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk

mengidentifikasi mineral kalsium, kalium dan natrium. Data hasil analisis kualitatif

[image:46.595.100.499.490.713.2]

dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan pada Lampiran 4, halaman 46.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kari

No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Hasil

1. Kalsium

Uji Nyala

Nyala Merah Bata +

H2SO4 1N + Etanol 96%

↓ Putih

+ Kristal Bentuk Jarum +

2. Kalium

Uji Nyala Nyala Ungu +

Asam Pikrat 1% b/v

↓ Kuning

+

Kristal Jarum Kasar +

3. Natrium

Uji Nyala Nyala Kuning Keemasan + Asam Pikrat 1% b/v

Kristal Jarum Halus +

(47)

30

Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel daun kari mengandung mineral

kalsium, kalium dan natrium. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral

kalsium karena menghasilkan endapan putih dengan penambahan asam sulfat 1 N

dan etanol 96%, kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum

serta memberikan nyala warna merah bata setelah dilakukan uji nyala dengan

menggunakan kawat Ni/Cr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral kalium

karena menghasilkan endapan kuning dengan penambahan asam pikrat 1% b/v,

kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum kasar serta

memberikan nyala warna ungu setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan

kawat Ni/Cr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral natrium karena dengan

penambahan asam pikrat 1% b/v dan diamati secara mikroskopis berupa kristal

bentuk jarum halus serta memberikan nyala warna kuning keemasan setelah

dilakukan uji nyala dengan menggunakan kawat Ni/Cr (Vogel, 1990).

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalsium, Kalium dan Natrium

Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium diperoleh dengan cara mengukur

absorbansi dari larutan baku kalsium; kalium dan natrium pada panjang gelombang

422,7 nm; 766,5 nm dan 589,0 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi masing-masing

diperoleh persamaan regresi diantaranya adalah Y= 0,038547 X + 0,004881 pada

kalsium; Y= 0,04501 X - 0,01113 pada kalium dan Y= 0,140129 X – 0,000886 pada

natrium. Kurva kalibrasi larutan baku kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada

(48)

31 a.

b.

[image:48.595.100.518.99.646.2]

c.

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(49)

32

Berdasarkan kurva kalibrasi pada Gambar 4.1, maka diperoleh hubungan yang

linear antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Dimana nilai koefisien korelasi

(r) masing-masing dari kurva kalibrasi yaitu kalsium sebesar 0,9996; kalium sebesar

0,9992 dan natrium sebesar 0,9998. Semua kurva kalibrasi logam nilai r ≥ 0,997

menunjukkan adanya kolerasi linear antara absorbansi dengan konsentrasi (Ermer

dan McB. Miller, 2005).

4.3.2 Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel

Sampel yang digunakan pada pengujian kadar mineral kalsium, kalium dan

natrium adalah daun kari yang terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus.

Sampel daun kari dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43.

Penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium dilakukan dengan

metode spektrofotometri serapan atom. Sumber nyala yang digunakan adalah

Udara-Asetilen (UA) dengan suhu nyala 2200°C yang dapat mengatomisasi hampir semua

elemen. Kalsium yang membutuhkan suhu yang tinggi dalam proses atomisasi hanya

dapat teratomisasi sempurna menggunakan sumber nyala ini dengan penambahan

unsur-unsur penyangga seperti Sr dan La (Gandjar dan Rohman, 2011). Namun

kekurangan unsur-unsur penyangga tersebut adalah bernilai mahal. Kalium dan

natrium pada dasarnya merupakan logam alkali yang dapat teratomisasi sempurna

dengan sumber nyala Udara-Propana (UP) ataupun dapat menggunakan grafit

furnace, akan tetapi dalam hal ini keterbatasan alat dan bahan sangat diperhitungkan.

Konsentrasi mineral kalsium, kalium dan natrium pada sampel ditentukan

berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi masing-masing mineral

tersebut. Data hasil penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada

sampel secara kuantitatif ini dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 55 dan contoh

(50)

33

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik. Data perhitungan statistik

kadar mineral dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 62; Lampiran 13, halaman

66; dan Lampiran 14, halaman 70. Data hasil penetapan kadar mineral kalsium,

kalium dan natrium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada

Sampel Daun Kari Segar (DKS) dan Daun Kari Rebus (DKR).

Mineral

Kadar Mineral (mg/100 g)

Penurunan Kadar Mineral

(%)

DKS DKR

Kalsium 193,5287 ± 0,9231 182,4140 ± 0,3628 5,7432 Kalium 1139,6203 ± 4,3952 1042,4144 ± 3,3526 8,5297 Natrium 43,0720 ± 0,3970 37,8909 ± 1,4803 12,0289 Keterangan :

DKS = Daun Kari Segar DKR = Daun Kari Rebus

Berdasarkan hasil penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium yang

tercantum pada Tabel 4.2, daun kari segar mengandung mineral kalsium, kalium dan

natrium lebih tinggi dibandingkan dengan daun kari rebus. Mineral kalsium dalam

keadaan segar sebesar (193,5287 ± 0,9231) mg/100 g dan rebus sebesar (182,4140 ±

0,3628) mg/100 g. Mineral kalium dalam keadaan segar sebesar (1139,6203 ±

4,3952) mg/100 g, rebus sebesar (1042,4144 ± 3,3526) mg/100 g. Mineral natrium

dalam keadaan segar sebesar (43,0720 ± 0,3970) mg/100 g, rebus sebesar (37,8909 ±

1,4803) mg/100 g. Penurunan kadar mineral diantaranya kalsium sebanyak 5,7432%,

(51)

34

Gambar 4.2 Diagram Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel

Daun Kari Segar (DKS) dan Daun Kari Rebus (DKR).

Berdasarkan diagram pada Gambar 4.2, menunjukkan bahwa kadar mineral

daun kari mengalami penurunan kadar secara signifikan dalam jumlah tertentu

setelah proses perebusan. Hal ini diduga karena proses perebusan memberikan

peningkatan terhadap kelarutan mineral yang terkandung di dalam sampel sehingga

dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan interaksi mineral dengan komponen

lainnya pada sampel tersebut seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan

komponen-komponen kimia lainnya (Santoso, dkk., 2006).

Berbeda dari literatur yang menyatakan bahwa kadar mineral kalsium 166

mg/100 g (Sakhale, dkk., 2007), kalium 811 mg/100 g dan natrium 79,8 mg/100 g

(Subramanian, dkk., 2012), penelitian ini justru menghasilkan kadar kalsium lebih

rendah serta kadar kalium dan natrium lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

kalsium, kalium dan natrium pada literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti tempat tumbuh tanaman, kesuburan tanaman, perlakuan terhadap

tanaman dan iklim (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Kadar Mineral

Mineral

Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel

[image:51.595.110.499.86.294.2]
(52)

35

4.3.3 Uji Kecermatan (Accuracy)

Uji kecermatan (accuracy) dinyatakan pada hasil persen perolehan kembali

(recovery) kadar mineral kalsium, kalium dan natrium setelah penambahan larutan

baku kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 87.

Contoh perhitungan persen perolehan kembali (recovery) dapat dilihat pada

Lampiran 22, halaman 88. Data hasil persen perolehan kembali (recovery) dapat

[image:52.595.101.507.308.410.2]

dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persen Perolehan Kembali (Recovery) Mineral Kalsium, Kalium dan

Natrium pada Sampel

No. Mineral Persen Perolehan Kembali (%)

Syarat Rentang Persen Recovery (%)

1. Kalsium 101,3283

80 – 120 2. Kalium 102,4093

3. Natrium 103,7179

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji

perolehan kembali (recovery) kalsium adalah 101,3283 %, untuk kalium adalah

102,4093 % dan untuk natrium adalah 103,7179 %. Persen perolehan kembali

(recovery) tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat

pemeriksaan kadar kalsium, kalium dan natrium dalam sampel. Hasil yang diperoleh

dari persen perolehan kembali memberikan ketepatan pada pemeriksaan kandungan

mineral dalam sampel. Hasil yang diperoleh dari uji kecermatan (accuracy) ini

memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan yaitu rata-rata hasil perolehan

(53)

36

4.3.4 Uji Keseksamaan (Presisi)

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi). Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk mineral

kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada Tabel 4.4. Perhitungan simpangan

[image:53.595.102.505.254.340.2]

baku relatif (RSD) dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 91.

Tabel 4.4 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Mineral Kalsium,

Kalium dan Natrium

No. Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif

1. Kalsium 1,3852 1,3670%

2. Kalium 2,7002 2,6367%

3. Natrium 4,8310 4,6578%

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) mineral

kalsium adalah sebesar 1,3852, kalium adalah sebesar 2,7002, dan natrium adalah

sebesar 4,8310. Nilai simpangan baku relatif (RSD) mineral kalsium sebesar

1,3670%, kalium sebesar 2,6367% dan natrium sebesar 4,6578%.

Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit

dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16%. Dari hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.

4.3.5 Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of

Quantitation)

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium diperoleh batas

deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) pada ketiga mineral tersebut. Batas

deteksi dan batas kuantitasi kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pula pada

(54)
[image:54.595.102.504.124.215.2]

37

Tabel 4.5 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel

Berdasarkan Tabel 4.5, dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil

yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas

kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran

20, halaman 84.

4.3.6 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel Daun Kari Segar dan Daun Kari Rebus

Pengujian beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium dan natrium pada sampel

bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar

kalsium, kalium dan natrium antara sampel daun kari segar dengan daun kari rebus.

Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium dan

<

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Pada Daun Kari
Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).
Tabel 4.1  Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kari
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis kalium, kalsium dan natrium pada buah durian diperoleh kadar. kalium yang tinggi dibandingkan dengan kadar natrium dan kalsiumnya,

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa adanya perbedaan kadar mineral magnesium, besi dan tembaga antara daun kari segar dengan daun kari rebus sehingga masyarakat

Berdasarkan hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kadar mineral antara daun girang muda dan daun girang tua, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

Sedangkan persentase penurunan kadar mineral setelah direbus untuk kalium adalah 47,30%, untuk kalsium sebesar 7,52%, dan untuk natrium sebesar 58,28 %.Secara statistik uji

Berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar kalsium dalam daun kelor segar dan daun kelor rebus.. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalium pada

Berdasarkan hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kadar mineral antara daun girang muda dan daun girang tua, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan mineral natrium, kalium, dan kalsium yang terdapat pada daun girang (Leea

Secara statistik uji beda rata-rata kandungan kalium, kalsium, dan natrium antara daun kucai segar dan rebus dengan menggunakan distribusi F, menyimpulkan bahwa kandungan