Oleh : RIZKY IVAN
120100316
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA TULIS ILMIAH
“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”
Oleh : RIZKY IVAN
120100316
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi berat serta mempunyai gambaran sistemik seperti febris atau hipotermia, leukositosis atau leucopenia, takikardia dan takipnea. Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat berupa morfologi maupun jumlahnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian sehingga dapat mengetahui gambaran hematologi pasien sepsis khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dengan total sampel sebanyak 125 orang , terdiri dari 73 pria dan 52 wanita. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dari rekam medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2014.
Hasil analisis data secara total ditemukan gambaran hematologi pasien sepsis yaitu hemoglobin dengan rata 9,74 ±2,87 g/dl, leukosit dengan rata-rata 23,33 ±40,03 103/mm3, dan trombosit dengan rata-rata 268,38 ±156,08 103/mm3.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 ditemukan berupa penurunan jumlah hemoglobin dengan nilai rata-rata 9,74 g/dl, peningkatan jumlah leukosit dengan nilai rata-rata 23,33 103/mm3 serta trombosit dalam batas normal dengan nilai rata-rata 268,38 103/mm3.
ABSTRACT
Sepsis is a systemic inflammatory response to infection and has the weight of systemic features such as febrile or hypothermia, leukocytosis or leukopenia, tachycardia and tachypnea. Sepsis in patients can lead to some changes in blood cells such as erythrocytes, leukocytes and platelets. Such changes may include morphology and number. Therefore, the authors are interested in doing research so as to know the description of sepsis, especially in patients with hematologicAdamMalikHospital.
This research uses descriptive research design. The samples in this study is done by using total sampling technique with a total sample of 125 people, consisting of 73 men and 52 women. Research carried out by taking data from medical records of the Department of Medicine Haji Adam Malik Hospital in 2014.
Results of data analysis in total found depiction of hematologic patients with sepsis is hemoglobin with an average of 9.74 ± 2.87 g / dl, leukocytes with an average of 23.33 ± 40.03 103 / mm3 and platelets with an average of 268 , 38 ± 156.08103/mm3.
The conclusion from this study demonstrated hematologic picture in septic patients at Adam Malik Hospital in 2014 found a decrease in the amount of hemoglobin by an average value of 9.74 g / dl. the increased number of leukocytes with the average value 23.33 103 / mm3 and platelets within normal limits with an average value of 268.38 103 /mm3.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena kasihNya telah memampukan penulis untuk menyelesaikan penyusunan
proposal penelitian karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Yang Dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Tahun 2014”.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala hormat
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kebaikan karya tulis ilmiah ini.
Selama penulisan KTI ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karenanya, dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Heny Syahrini, M.Ked (PD), SpPD selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberikan
bimbingan dalam proses penulisan proposal penelitian karya tulis
ilmiah ini.
3. Dr. dr. Imam Budi Putra, SpKK dan dr. Joko S. Lukiti, SpPA selaku
dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam
penyelesaian penelitian ini.
4. Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, M.Si selaku dosen penasehat akademik
saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
5. Kedua orang tua peneliti, Bapak dan Ibu serta Saudara peneliti, terima
kasih untuk kasih sayang, doa serta perhatian yang selalu mengiringi
penulis menyelesaikan penelitian ini.
6. Teman satu kelompok penelitian penulis, M. Ikhsan Fadillah dan
Syukria Fitri yang selalu memberikan dukungan dan semangat mulai
7. Pihak Rekam Medis RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan
ijin pelaksanaan penelitian ini
8. Untuk teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan
penyelesaian penelitian ini
Akhir kata penulis mengucapkan semoga penelitian ini memberikan
manfaat dan informasi bagi kita semua. Semoga dami sejahtera senantiasa
menyertai kita.
Medan, 10 Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ...x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Rumusan Masalah ...4
1.3. Tujuan Penelitian ...4
1.3.1 Tujuan Umum ...4
1.3.2 Tujuan Khusus ...4
1.4. Manfaat Penelitian ...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sepsis ...6
2.1.1.Definisi ...6
2.1.2.Epidemiologi ...8
2.1.3.Etiologi ...8
2.1.4.Patogenesis dan Patofisiologis ...9
2.1.5.Diagnosis...12
2.1.5.1. Gejala Klinis ...12
2.1.5.2. Pemeriksaan Laboratorium ...14
2.1.6.Penatalaksanaan ...16
2.1.7.Prognosis ...18
2.1.8.Pemeriksaan Hematologi ...19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep ...23
3.2.Defenisi Operasional ...23
3.2.1. Sepsis ...23
3.2.2. Pemeriksaan Hematologi ...23
3.2.3. Hemoglobin 24 3.2.4. Leukosit ...24
3.2.5. Trombosit ...24
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Metode Penelitian ...25
4.2.Waktu dan Tempat ...25
4.3.Populasi dan Sampel ...25
4.3.1. Populasi Penelitian ...25
4.3.2. Sampel Penelitian ...25
4.3.3.Kriteria Sampel ...25
4.4.Teknik Pengumpulan Data ...26
4.5.Pengolahan dan Analisis Data ...26
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ...27
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...27
5.1.2. Karekteristik Individu ...27
5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...27
5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ...28
5.1.2.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...28
5.1.2.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...29
5.1.2.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Diagnosis Utama ...30
5.1.2.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Diagnosis Penyerta ...31
5.1.3. Hasil Analisa Data...32
5.1.3.1. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan
Jenis Kelamin Secara Keseluruhan ...32
5.1.3.2. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasrkan
Kelompok Usia ...33
5.2. Pembahasan ...33
5.2.1. Analisa Karakteristik Responden ...33
5.2.1. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin ...35
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ...38
6.2. Saran ...38
DAFTAR PUSTAKA ...40
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Indikator Laboratorium Penderita Sepsis ...15
Tabel 2.2.Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS) ……… 19
Tabel 2.3. Kadar Normal Leukosit ...20
Tabel 2.4. Kadar Normal hemoglobin ...20
Tabel 2.5. Kadar Normal Trombosit ...21
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...27
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasrkan Usia ...28
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...28
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...29
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kematian Responden ...29
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosis Utama ...30
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Penyerta ...31
Tabel 5.8. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan ...32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR SINGKATAN
ALI : Acute Lung Injury
ALT : Alanine Aminotransferase
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
AST : Aspartat Aminotranferase
CNS : Central Nervous System
CRP : C-reactive protein
CVP : Central Venous Pressure
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
FFP : Fresh Frozen Plasma
GD : Gula Darah
GF : Growth Factor
GGT : Gamma Glutamyl Transpeptidase
GIT : Gastrointestinal Track
GMCSF : Granulocyt Macrophage Colony Stimulating Factor
ICU : Intensive Care Unit
IFN : Interferon
IL : Interleukin
LPS : Lipopolisakarida
MAP : Mean Arterial Pressure
MEDS : Emergency Department Sepsis
MODS : Multiple Organ Dysfunction Syndrome
NFkB : Nuclear Factor Kappa Beta
NO : Nitrit Oxide
PAF : Platelet Activating Factor
PEEP : Positive End Expiratory Pressure
PRC : Pack Red Cell
PT : Prothrombin Time
PTT : Partial Tromboplastin Time
rhAPC : Recombinant Human-Activated Protein C
RSUP : Rumah Sakit Umum Pemerintah
SIRS : Systemic Inflammation Respon Syndrome
SPSS : Statistical Product for Social Science
SSC : Surviving Sepsis Campaign
TLR : Toll Like Reseptor
TNF : Tumor Nekrosis Faktor
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Curriculum Vitae
Lampiran 2 Data Induk
Lampiran 3 Hasil Olahan Data
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
ABSTRAK
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi berat serta mempunyai gambaran sistemik seperti febris atau hipotermia, leukositosis atau leucopenia, takikardia dan takipnea. Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat berupa morfologi maupun jumlahnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian sehingga dapat mengetahui gambaran hematologi pasien sepsis khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dengan total sampel sebanyak 125 orang , terdiri dari 73 pria dan 52 wanita. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dari rekam medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2014.
Hasil analisis data secara total ditemukan gambaran hematologi pasien sepsis yaitu hemoglobin dengan rata 9,74 ±2,87 g/dl, leukosit dengan rata-rata 23,33 ±40,03 103/mm3, dan trombosit dengan rata-rata 268,38 ±156,08 103/mm3.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 ditemukan berupa penurunan jumlah hemoglobin dengan nilai rata-rata 9,74 g/dl, peningkatan jumlah leukosit dengan nilai rata-rata 23,33 103/mm3 serta trombosit dalam batas normal dengan nilai rata-rata 268,38 103/mm3.
ABSTRACT
Sepsis is a systemic inflammatory response to infection and has the weight of systemic features such as febrile or hypothermia, leukocytosis or leukopenia, tachycardia and tachypnea. Sepsis in patients can lead to some changes in blood cells such as erythrocytes, leukocytes and platelets. Such changes may include morphology and number. Therefore, the authors are interested in doing research so as to know the description of sepsis, especially in patients with hematologicAdamMalikHospital.
This research uses descriptive research design. The samples in this study is done by using total sampling technique with a total sample of 125 people, consisting of 73 men and 52 women. Research carried out by taking data from medical records of the Department of Medicine Haji Adam Malik Hospital in 2014.
Results of data analysis in total found depiction of hematologic patients with sepsis is hemoglobin with an average of 9.74 ± 2.87 g / dl, leukocytes with an average of 23.33 ± 40.03 103 / mm3 and platelets with an average of 268 , 38 ± 156.08103/mm3.
The conclusion from this study demonstrated hematologic picture in septic patients at Adam Malik Hospital in 2014 found a decrease in the amount of hemoglobin by an average value of 9.74 g / dl. the increased number of leukocytes with the average value 23.33 103 / mm3 and platelets within normal limits with an average value of 268.38 103 /mm3.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi
proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap
rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang
kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan
respon koagulasi (Hotchkiss et al., 1999).
Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup
tinggi meskipun terapi pengobatan dan pencegahan terhadap kejadian infeksi
semakin berkembang. Antibiotik sebagai terapi infeksi merupakan salah satu obat
yang hingga saat ini paling banyak diresepkan dan diperkiraan sepertiga pasien
rawat inap mendapat antibiotik dengan biaya mencapai 50% dari anggaran untuk
obat di rumah sakit (Juwono dan Prayitno, 2003).
Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada
sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat
berupa morfologi maupun jumlahnya dan perubahan-perubahan tersebut dapat
dilihat atau dibaca melalui pembacaan sediaan apus darah tepi (Hery Budhiarso,
2000).
Berbagai penanda diagnosis sepsis telah dikembangkan untuk membantu
diagnosis. Penanda diagnosis sepsis yang ideal harus memiliki spesifisitas dan
sensitivitas tinggi, cepat, mudah dikerjakan, dan murah serta berkorelasi dengan
derajat keparahan dan prognosis. Pemeriksaan hematologi (darah) lengkap adalah
tes hematologi khusus yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis,
menunjang diagnosis, membantu diagnosis banding, memantau perjalanan
penyakit, menilai beratnya sakit, dan menentukan prognosis. Selain dengan
pembacaan apus darah tepi, kultur bakteri juga perlu untuk kita laksanakan. Kultur
bakteri sebagai acuan standar diagnosis sepsis akibat bakteri memerlukan waktu
laju endap darah, hapusan buffy-coat, dan immature/total neutrophil ratio (IT
rasio)(Philip & Hewitt, 1980; Brook, 2008).
Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain
gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia serta peningkatan hemoglobin
bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat
disfungsi organ yang terjadi. Anemia merupakan salah satu yang penyakit yang
sering dijumpai pada penderta sepsis. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF akan menekan
produksi eritropoetin di ginjal serta bakteri penyebab sepsis memerlukan zat besi
untuk bereplikasi sehingga terjadi penurunan kadar serum yang dibutuhkan untuk
produksi eritrosit(Hery Budhiarso, 2000).
Menurut Lin et al (2006) dalam David Tannehill (2012), salah satu tanda
sepsis adalah jumlah leukosit yang abnormal yaitu < 3.500/ul atau > 12.000/ul.
Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa tanda-tanda infeksi secara
sederhana dapat diamati dari penilain terhadap kondisi klinis pasien, dari
temperatur tubuh > 37°C dan jumlah leukosit > 10 ribu/μl (Dipiro, 2005).
Keterlibatan trombosit dalam patofisiologi sepsis sebagai petanda yang
sering dijumpai adalah trombositopenia. Pada sepsis dapat terjadi aktivasi
trombosit secara langsung oleh endotoksin atau sitokin proinflamasi. Trombosit
juga dapat teraktivasi oleh faktor koagulasi seperti trombin, aktivasi ini terjadi
akibat sekresi protein proinflamasi dan growth factors yang berkontribusi pada
proses inflamasi. Komponen permukaan dinding sel dari organisme Gram negatif
(endotoksin) dan Gram positif (Peptidoglycans dari Staphylococcus aureus)
dapat memicu terjadinya disseminated intravascular coagulation, kemudian
mengkonsumsi platelet yang mengakibatkan trombositopenia. Pada sepsis berat
endotel mikrovaskuler dapat mengalami kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk
perfusi jaringan yang buruk, hipoksia, dan asidosis. Hal ini menyebabkan
perlekatan trombosit pada kolagen, peningkatan aktivasi, agregasi, dan konsumsi
trombosit. Sehingga pada sepsis rangkaian interaksi yang kompleks tersebut
itu, trombositopenia seringkali dikaitkan dengan lama waktu rawat inap di ICU,
beratnya penyakit, sepsis, dan gangguan fungsi organ (Marco et al., 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Jean-Louis Vincent et al tentang Sepsis in
European Intensive Care Units, dari jumlah pasien total sebesar 3.147 pasien di
ICU dari berbagai negara di Eropa, didapatkan pasien sepsis sejumlah 37%
(1177), sepsis berat sejumlah 30% (930), dan syok septik sejumlah 15% (462).
Data ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga pasien yang dirawat di ICU
adalah pasien sepsis. Angka kematian pasien sepsis di ICU cukup tinggi yaitu
27% (313) dibandingkan persentase kematian nonsepsis yaitu sebesar 14 % (270).
Berdasarkan penelitian epidemiologi, Martin et al (2003), menunjukkan
bahwa di Amerika Serikat tahun 1979 sampai tahun 2000 dilaporkan 10.319.418
kasus sepsis atau meningkat sekitar 13,7% per tahun dimana 164.072 kasus pada
tahun 1979. Usia rata-rata pasien wanita 62,1 tahun dan pria 56,9 tahun.
Angka kejadian sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8
sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12 sampai
68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000
kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. Sedangkan data angka kejadian
sepsis di Indonesia masih tinggi 8,7 sampai 30,29% dengan angka kematian
11,56% sampai 49,9%. Berdasarkan perkiraan World Health Organization
(WHO) terdapat 10 juta kematian neonatus setiap tahun dari 130 juta bayi yang
lahir setiap tahunnya.
Beberapa penelitian sebelumnya juga berpendapat hampir sama. Angka
kematian akibat sepsis berkisar antara 12-90% diseluruh dunia (Hiew et al., 1992;
Lokeshwar et al., 2005). Kejadian sepsis di Indonesia berkisar antara 1,5-3,72%
pada beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia seperti RS Cipto Mangunkusumo,
sedangkan angka kematian berkisar antara 37,09-80% (Aulia et al., 2003).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik
terutama melalui pemeriksaan hitung darah lengkap yang terdiri dari hemoglobin,
sehingga penanganan akurat dapat diberikan sedini mungkin agar angka mortalitas
serta morbiditasnya dapat diturunkan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat di
bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat
di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan umur.
2. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan jenis kelamin.
3. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pekerjaan.
4. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pendidikan.
5. Untuk mengetahui persentase kejadian sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun
2014.
6. Untuk mengetahui kondisi akhir pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun
2014.
7. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan penyakit penyerta.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain :
1. Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan alat untuk melatih kemampuan meneliti,
menambah pengalaman dan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu semasa
kuliah khususnya dalam metodologi penelitian serta merupakan salah satu
syarat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
2. Di Bidang Pengembangan Penelitian
Memberikan masukan data bagi para peneliti lain apabila ingin
memperdalam topik hematologi khususnya pada penderita sepsis.
3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Memberikan tambahan informasi terbaru guna menambah informasi yang
telah ada sebelumnya serta menunjang kegiatan penelitian yang akan
dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang
masuk kedalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan
kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas
sehingga timbullah reaksi inflamasi. Manifestasi klinis yang berupa inflamasi
sistemik disebut Systemic Inflammation Respons Syndrome (SIRS). Sesuai dengan
pendapat yang mengatakan bahwa sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi
(Guntur, 2008).
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan
dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut). Definisi lain
menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi
berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan adanya infeksi yang dibuktikan atau
dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al., SIRS adalah pasien
yang memiliki dua atau lebih kriteria :
1. Suhu > 38°C atau < 36°C
2. Denyut jantung > 90 denyut/menit
3. Respirasi > 20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
Menurut Guntur (2008), meskipun SIRS, sepsis, dan syok sepsis biasanya
berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Sepsis berat
adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau
hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:
1. Asidosis laktat
2. Oliguria
Berdasarkan konferensi internasional tahun 2011, ada beberapa tambahan
untuk diagnostik baru untuk sepsis. Bagian terpenting adalah dengan memasukkan
petanda biomolekuler yaitu Precalsitonin (PCT) dan C-Reactive Protein (CRP),
sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah
implementasi dari suatu system tingkatan Predisposition, insult infection,
Response, and Organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara
maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan risiko
yang individual (Priyantoro, Lardo, dan Yuniadi, 2010).
Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standarisasi terminologi.
Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American
College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa
pengertian tersebut di bawah ini:
1. Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara
normal pada jaringan tersebut seharusnya steril.
2. Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi
sistemik = SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat
dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang
menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD) dengan
tanda klinis:
1) Temperatur > 38,3°C atau < 35,6°C
2) Denyut jantung > 90 kali/menit
3) Jumlah nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 torr (<4,3 kPa)
4) Hitung leukosit > 12.000 sel/mm3 atau < 4.000 sel/ mm3 atau
ditemukan > 1% sel imatur.
3. Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi.
4. Sepsis berat (severe sepsis), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan
hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau terjadi penurunan > 40 mmHg
dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan
darah yang lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya
5. Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.
6. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Adanya gangguan fungsi organ seperti hemostasis yang tidak dapat dipertahankan tanpa resusitasi.
2.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia untuk mengetahui tingkat penyebaran dari penyakit sepsis ini
maka data yang digunakan adalah data yang di peroleh di rumah sakit Sutomo
adalah penderita yang jatuh dalam keadaan sepsis berat sebesar 27,08 %, syok
septik sebesar 14,58 %, sedangkan 58,33 % sisanya hanya jatuh dalam keadaan
sepsis (Irawan dkk, 2012). Pada penelitian epidemiologi di Amerika Serikat dari
tahun 1979 sampai tahun 2000 berturut-turut sebesar data yang diperoleh adalah
27,8 % (1979-1984) dan 17,95 (1985-2000). Dari tahun 1979-2000 dimana
didapatkan usia rata-rata penderita wanita 62,1 tahun dan 56,9 tahun pada
laki-laki. Dimana didapatkan laki-laki lebih banyak menderita sepsis dibanding dengan
wanita dengan mean annual relative risk sebesar 1,28 (Irawan dkk, 2012).
Pada tahun 1990 Centers for Disease Control (CDC) memberikan suatu
laporan mengetahui epidemiologis sepsis. Dalam penelitian ini kejadian sepsis
meningkat dari 73,6 per 100.000 orang pada tahun 1979 menjadi 175,9 per
100.000 orang pada tahun 1989. Angka kematian pada pasien sepsis telah berkisar
dari 25 % sampai 80 % lebih pada beberapa dekade terakhir. Meskipun angka
kematian mungkin lebih rendah di akhir tahun, sepsis jelas masih kondisi yang
sangat serius (Moore dan Moore, 2012).
2.1.3 Etiologi
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah
bakteri Gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain,
Gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sangat penting pada bakteriemia Gram
negatif. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia Gram negatif (John,
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram (-) dengan presentase
60 sampai 70 % kasus, yang menghasilkan produk dapat menstimulasi sel imun.
Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang
berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau
endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar
dari bakteri gram negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan,
demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS
bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Sthaphylococci,
Pneumococci, Streptococci, dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan
sepsis, dengan angka kejadian 20%-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur
oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Falciparum malariae)
dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang (Guntur, 2008). Pada
sepsis sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah
limfosit, hilangnya limfosit ini akan menurunkan survival sepsis (Chung et al.,
2003; Hotchkiss et al., 1999).
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologis
Sepsis merupakan respon inflamasi sitemik yang berat terhadap infeksi
yang mengakibatkan suatu spektrum klinis dan penemuan patologis tertentu.
Patofisiologinya sangat kompleks. Infeksi organisme akan melepaskan toksin
mikrobial yang dapat merangsang pelepasan suatu kompleks cascade untuk
menimbulkan respon inflamasi sistemik. Untuk bakteri Gram negatif endotoksin
dari bakteri merupakan suatu stimulus sedangkan berbagai penyebab lain seperti
bakteri gram positif, jamur akan mengeluarkan eksotoksin. Toksin dan inisiator
ini secara langsung maupun tidak berperan untuk mengaktivasi sistem kekebalan
humoral dan seluler serta mengeluarkan beberapa mediator inflamasi.(Hery
Budhiarso, 2000).
Respon pertama dari bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS) suatu endotoksin yang dilepaskan dari dinding sel sewaktu
lisis. Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktifasi sel imun non spesifik yang
LPS saat disirkulasi. Kompleks LPS berintegrasi dengan kelompok molekul yang
disebut toll like reseptor (TLR). Respon TLR menterjemahkan sinyal kedalam sel
dan terjadi aktivasi regulasi protein (Nuclear Factor kappa Beta/NFkB).(Hery
Budhiarso, 2000).
Organisme Gram positif, jamur, dan virus memulai respon inflamasi
dengan pelepasan eksotoksin dan komponen antigen sel. Eksotoksin bakteri Gram
positif juga dapat merangsang proses yang sama. Molekul TLR 2 leukosit
berperan terhadap pengenalan bakteri Gram positif dan TLR 4 untuk pengenalan
endotoksin Gram negatif. Kemudian reseptor TLR menerjemahkan sinyal dalam
sel dan terjadi aktivasi regulasi protein (NFkB). NFkB mengontrol ekspresi
sitokin inflamasi dari masing-masing gen. Kadar NFkB yang tinggi pada pasien
sepsis dikaitkan dengan keluaran yang buruk. Setelah pengenalan ikatan tersebut
akan terjadi aktivasi produksi sitokin.(Hery Budhiarso, 2000).
Sitokin proinflamasi primer yang di produksi adalah Tumor Necrosis
Factor (TNF) alfa, interleukin (IL) 1 beta, 6, 8, 12, dan interferon (IFN) gamma.
Urutan klasik munculnya sitokin adalah TNF alfa diikuti oleh IL-1 beta, IL-6 dan
IL-8. Sitokin-sitokin ini disebut proinflamasi atau sitokin alarm karena muncul
pertama kali. TNF alfa dan IL-1 beta banyak diproduksi oleh sel mononuclear,
muncul disirkulasi dalam 1 jam, dan dianggap sebagai mediator sentral pada
sepsis. TNF alfa dan IL-1 beta menyebabkan peningkatan sintesis satu sama lain
dan merangsang produksi IL-6 dan IL-8. Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai
kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin.(Hery Budhiarso, 2000).
Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung ataupun
tidak melalui sekunder (nitrit oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet Activating
Factor (PAF), dan prostaglandin). Mediator proinflamasi ini mengaktivasi berbagi
tipe sel mulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel.(Hery
Budhiarso, 2000).
TNF alfa dan IL-1 beta dapat merangsang ekspresi molekul adesi, dan
menyebabkan pelepasan faktor jaringan, sehingga terjadi aktifasi sistem
koagulasi, desposisi fibrin, dan DIC. IL-6 merangsang produksi protein fase akut
berperan menghambat produksi TNF alfa dan IL-1 beta. IL-6 yang beredar dalam
konsentrasi tinggi dihubungkan dengan keluaran sepsis yang buruk. Aktivasi IL-8
dapat menyebabkan disfungsi paru melalui aktifasi neutrofil yang bergerak
menuju jaringan paru. Kerusakan kapiler alveolar menyebabkan meningkatnya
permeabilitas darah paru dan menimbulkan edema paru.(Hery Budhiarso, 2000).
Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel
endotel, aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T
untuk memproduksi IFN gamma, IL-2, IL-4, dan Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor (GMCSF) . Agen lain sebagai bagian kaskade sepsis
adalah molekul adhesi, kinin, thrombin, myocardial depressan substance, beta
endorphin, dan beta shock protein. Molekul adhesi dan thrombin dapat
membantu kerusakan endotel sedangkan IL-4, IL-8, dan heat shock protein dapat
melindungi terhadap kerusakan. Sel endotel yang cidera dapat menyebabkan
granulosit dan konstituen plasma memasuki jaringan infalamsi sehingga
menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi sel endotel menyebabkan vasodilatasi
melalui kerja NO pada otot polos pembuluh darah. Hipotensi berat terjadi akibat
produksi NO yang berlebihan serta pelepasan vasokatif seperti bradikinin,
serotonin, dan ekstarvasasi cairan ke ruang interstisial akibat kerusakan
endotel.(Hery Budhiarso, 2000).
Respon inflamasi sebenarnya bertujuan meningkatkan respon imun untuk
mengeliminasi mikroorganisme. Jika eliminasi tersebut tidak berhasil maka
inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi kerusakan jaringan,
gangguan mekanisme koagulasi, dan lain-lain. Sebagai respon terhadap mediator
proinlamasi, terjadi produksi sitokin anti inflamasi. Dalam keadaan normal
terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Beberapa sitokin
anti inflamasi IL-4, IL-10, dan IL-13 menghambat produksi sitokin dari leukosit.
IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan produksi monosit yaitu TNF alfa, IL-1, IL-6
dan IL-8. IL-1 reseptor antagonis merupakan sitokin antagonis terlarut,
menghambat aktifitas IL-1 dengan mengikat reseptor IL-1. Reseptor TNF terlarut
merupakan reseptor yang terdapat disirkulasi, terikat erat pada sel pejamu dan
TNF alfa dan menurunkan kematian sedangkan anti IL-10 dihubungkan dengan
kematian yang meningkat dengan hewan yang terkena sepsis. Hubungan berbagai
mediator inflamasi tersebut juga berperan dalam patogensisi sepsis. Efek yang
terjadi yaitu respon inflamasi sistemik yang memerlukan penanganan intensif.
Bila tidak dapat teratasi dengan baik akan menimbulkan kegagalan multi organ
serta dapat menyebabkan kematian pada pasien sepsis.(Hery Budhiarso, 2000).
2.1.5 Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan
infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et al., 2010).
2.1.5.1 Gejala Klinis
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh
tanda-tanda sepsis non spesifik meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah dan kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus
untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non
infeksi. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru, traktus digestifus, traktus
urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan
determinan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala sepsis. Gejala
sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada pasien usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pesien dengan granulosiopenia. Yang
sering diikuti oleh MODS (Multi Organ Disfunction Syndrome) sampai dengan
terjadinya shock sepsis. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi
(Guntur, 2008):
1. Sindroma distress pernafasan
ALI tampak pada 60%-70% pasien dengan severe sepsis. Hal ini ditandai
dengan adanya infiltrat paru pada rontgen tanpa adanya gagal jantung kiri
(PaWP < 18 mmHg). Adanya kegagalan dalam pertukaran gas paru yang
ditandai rasio PaO2/FiO2 <300 untuk ALI atau <200 untuk ARDS.
mekanik akan memulihkan pertukaran gas paru dan mengurangi
kebutuhan metabolik. Efek merugikan sebaiknya dihindarkan dengan
Protective Ventilatory Strategies.
2. Koagulasi intravaskuler
Penurunan sel darah merah tanpa adanya perdarahan dan penurunan
trombosit < 100.000/mm3 sering ditemukan. Sepsis menambah koagulasi
dan menurunkan fibrinolisis. Endogenous activated Protein C yang
mencegah trombosis mikrovaskular juga turun selama sepsis. Ketika
terjadi penyumbatan pembuluh darah kecil dapat terjadi gangguan
mikrosirkulasi yang akan menyebabkan disokia jaringan. Dalam sepsis
berat, pemberian rhAPC dapat membantu memperbaiki gangguan
koagulasi.
3. Gagal ginjal akut
Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi dengan produksi urin yang normal
maupun berkurang. Peningkatan kreatinin > 0,3 mg/dl dari nilai
sebelumnya atau peningkatan > 50% atau oliguri < 0,5 cc/kgbb/jam lebih
dari 6 jam menandakan gangguan ginjal akut dan dapat mempengaruhi
keluaran yang buruk.
4. Perdarahan usus
Iskemia splanchnic dan asidosis intramukosa terjadi selama sepsis. Tanda
klinis mencakup perubahan fungsi otot halus usus dan terjadi diare.
Perdarahan GIT disebabkan stress ulcer gastritis akut yang juga
manifestasi sepsis. Monitoring pH intramukosa lambung digunakan untuk
mengenali dan petunjuk terapi resusitasi. Peningkatan pCO2 intraluminal
dikaitkan dengan adanya iskemia jaringan dan asidosis mukosa.
5. Gagal hati
Gangguan hati ditandai dengan adanya hepatomegali dan total bilirubin >
2mg/dl. Adanya peningkatan bilirubin terkonjugasi dan peningkatan GGT
6. Disfungsi sistem saraf
Jika sumber infeksi diluar CNS, gangguan neurologik dapat dianggap
sebagai ensefalopati septik. Beberapa kondisi lainnya dapat menambah
efek sekunder seperti hipoksemia, gangguan metabolik, elektrolit, dan
hipoperfusi serebral selama keadaan syok. Gejal dapat bervariasi mulai
dari agitasi, bingung, delirium, dan koma. Walaupun tidak terlihat defisit
neurologi tetapi dapat terjadi mioklonus dan kejang. Gangguan CNS berat
memerlukan proteksi jalan napas dan support ventilasi.
7. Gagal jantung
8. Kematian
2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis. Pada tabel dibawah
Tabel 2.1 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis Pemeriksaan
Laboratorium Temuan Uraian
Hitung
Leukosit
Leukositosis atau
leucopenia Endotoksemia menyebabkan leucopenia
Hitung
Trombosit
Trombositosis atau
trombositopenia
Peningkatan jumlah di awal
menunjukkan respon akut dan penurunan
jumlah menunjukkan DIC
Kaskade Koagulasi Defisiensi protein C, defisiensi antitrombin, defisiensi D-dimer, pemanjangan PT, PTT
Abnormalitas dapat diamati sebelum
kegagalan organ dan tanpa pendarahan
Kreatinin
Peningkatan
kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat
As.laktat >4
mmol/L (36mg/dl) Hipoksia jaringan
Enzim hati
Peningkatan
alkaline
phosphatase, AST,
ALT, bilirubin
Gagal hepatoselular akut disebabkan
hipoperfusi
Serum fosfat Hipofosfatemia
Berhubungan dengan level cytokin
proinflammatory
C-reaktif
protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat
Membedakan SIRS dengan atau tanpa
infeksi
Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan
prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi
primer (Opal, 2012).
2.1.6 Penatalaksanaan
Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari
organisasi internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci
berdasarkan evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis
dan syok septik. Penanganan berdasarkan SSC (Herald H, 2010) :
1. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)
Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah
pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi
sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang
menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama
“Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4
mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga
mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab
infeksi.
1) Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan
tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka
dapat diberikan vasopressor. Target terapi CVP 8-12 mmHg, MAP ≥ 65
mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam, oksigen saturasi vena kava superior
≥ 70% atau saturasi mixed vein ≥ 65%. 2) Terapi inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral < 70% pemberian infuse cairan dan/atau
pemberian PRC dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30% diinginkan untuk menjamin pengiriman oksigen. Meningkatkan cardiac index dengan
pemberian dobutamin sampai maksimum 20 ug/kg/m dapat
3) Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian
antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti
bahwa pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi
mempunyai korelasi dengan mortalitas.
4) Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab
infeksi dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase
abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat yang potensial
terjadi infeksi.
2. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)
1) Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap
hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis
rendah (< 300 mg/hari) dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik
dengan hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi cairan dan
vasopresor.
2) Ventilasi Mekanik
Lung Protective Strategies untuk pasien dengan ALI/ARDS yang
menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume tidal
rendah (6 cc/kg) dan batas plateau pressure ≤ 30 cmH2O diinginkan pada
pasien dengan ALI/ARDS. Pola pernapasan ini dapat meningkatkan
PaCO2 atau hiperkapnia permisif. Pemberian PEEP secara titrasi dapat
dicoba untuk mencapai sistem pernapasan yang optimal.
3) Kontrol Gula Darah
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU
dengan menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target
GD < 180 mg/dl menurunkan mortalitas daripada target antara 80-108
mg/dl. Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang
ketat. Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah < 150 mg/dl.
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian
yang rendah atau pada anak- anak. SSC merekomendasikan pemberian
rhAPC pada pasien dengan risiko kematian tinggi (APACHE II ≥ 25 atau gagal organ multipel).
5) Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl.
Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis dewasa.
Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil laboratorium dengan
masa pembekuan yang abnormal kecuali ditemukan adanya perdarahan
atau direncanakan prosedur invasif. Pemberian trombosit dilakukan bila
hitung trombosit < 5.000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.
2.1.7 Prognosis
Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien
dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi
untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri
hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan
penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis
(MEDS) telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko
mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko
kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko semakin besar kemungkinan
Tabel 2.2 Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS)
Faktor Risiko Skor MEDS
Penyakit terminal (kemungkinan kematian dalam 30
hari) 6 poin
Takipnea dan hipoksia 3 poin
Syok Sepsis 3 poin
Trombosit < 150.000/mm3 3 poin
Bands > 5% 3 poin
Umur > 65 tahun 3 poin
Pneumoniae 2 poin
Pasien panti jompo 2 poin
Perubahan status mental 2 poin
Risiko Kematian Total skor MEDS (% dari kematian akibat sepsis)
Sangat rendah 0-4 (1,1%)
Rendah 5-7 (4,4%)
Sedang 8-12 (9,3%)
Tinggi 13-15 (16,1%)
Sangat tinggi > 15 (39%)
Sumber: Shapiro et al., 2010
2.1.8 Pemeriksaan Hematologi
Hitung darah lengkap atau pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
berguna untuk memberikan informasi penting tentang jenis dan jumlah sel dalam
darah, sel darah putih, dan trombosit. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu
seorang dokter untuk memeriksa gejala, seperti kelemahan, kelelahan, atau
memar, yang mungkin dimiliki pasien. Pemeriksaan darah lengkap juga
membantu untuk mendiagnosa suatu penyakit, seperti anemia, infeksi, dan
Pemeriksaan darah lengkap biasanya terdiri dari:
a. Sel darah putih ( leukosit).
Sel darah putih melindungi tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi terjadi, sel darah
putih menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau organisme lain yang
menyebabkan itu. Sel darah putih yang lebih besar dari sel darah merah namun
jumlahnya lebih sedikit. Ketika seseorang memiliki infeksi bakteri, jumlah sel
darah putih meningkat sangat cepat. Jumlah sel darah putih kadang-kadang
digunakan untuk menemukan infeksi atau untuk melihat bagaimana tubuh yang
berhadapan dengan pengobatan kanker (WebMd, 2012).
Tabel 2.3 Kadar Normal Leukosit
Kategori Kadar
Pria dan wanita yang tidak hamil 5.000-10.000 WBCs/mm3
Sumber : WebMd, 2012
b. Hemoglobin
Molekul hemoglobin berada didalam sel darah merah. Hemoglobin membawa
oksigen dan memberikan sel darah warna merah. Tes hemoglobin mengukur
jumlah hemoglobin dalam darah dan merupakan ukuran sebagai fungsi dari
[image:38.595.114.514.541.647.2]kemampuan darah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh (WebMd, 2012).
Tabel 2.4 Kadar Normal Hemoglobin
Kategori Kadar
Pria 14-17.4 g/dl
Wanita 12-16 g/dl
Anak 9.5-20.5 g/dl
Bayi 14.5-24.5 g/dl
Sumber : WebMd, 2012
c. Trombosit (platelet)
Platelet (trombosit) adalah tipe terkecil dari sel darah. Mereka bertugas dalam
pembekuan darah. Bila pendarahan terjadi, trombosit bertambah, mengumpul dan
ada terlalu sedikit trombosit, perdarahan yang tidak terkontrol mungkin menjadi
masalah. Jika ada terlalu banyak trombosit, ada kemungkinan gumpalan darah
terbentuk di pembuluh darah (WebMd, 2012).
Tabel 2.5 Kadar Normal Trombosit
Kategori Kadar
Dewasa 140.000-400.000 platelet/mm3
Anak 150.000-450.000 platelet/mm3
Sumber : WebMd, 2012
2.1.9 Gambaran Hematologi Penyakit Sepsis
Sistem hematologi memegang peranan penting dalam penghantaran
oksigen, pembuangan karbondioksida, hemostasis, dan pertahanan diri terhadap
patogen. Gangguan pada sistem hematologi pada sepsis sering dihubungkan
dengan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien sepsis. Sistem
hematologi yang terlibat dapat meliputi berbagai komponen sel darah dan protein
koagulasi. Salah satu yang banyak diteliti adalah gangguan pada lini sel darah
merah (eritrosit). Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara
lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia, serta peningkatan
hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan
ini dapatmenyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat
disfungsiorgan yang terjadi (Goyette et al., 2004).
Eritrosit memiliki kemampuan deformabilitas, yaitu kemampuan untuk
berubah bentuk dan kembali ke bentuk semula tanpa terjadi ruptur pada situasi
tertentu. Deformabilitas ini memegang peranan penting bagi sel darah merah
dalam menjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen hingga sirkulasi
mikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan adanya
komponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit. Penurunan
deformabilitas pada sepsis akan meningkatkan waktu pengaliran darah, terutama
mikrosirkulasi, sehingga berpengaruh negatif terhadap penghantaran oksigen ke
jaringan dan dapat memperberat disfungsi organ yang terjadi. Pada sepsis dapat
dapat terlihat melalui peningkatan laju endap darah. Kelainan pada membran sel
eritrosit juga dapat mengakibatkan peningkatan penghancuran sel (Goyette et al.,
2004).
Bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, maka kadar hemoglobin
bebas akan meningkat. Anemia pada penderita dengan sepsis berat bisa terjadi
akibat pendarahan. Dalam kebanyakan kasus, pada pasien sepsis didiagnosis
sumber kehilangan darah yang jelas. Sumber anemia mungkin kurang jelas pada
pasien yang menjadi septik akibat trauma besar dengan perdarahan langsung ke
dalam jaringan lunak dalam hal ini seperti perdarahan retroperitoneum. Sepsis
dapat memicu DIC dengan hemolisis karena fragmentasi sel darah merah. Sekitar
25% pasien dengan DIC akan memiliki bukti klinis hemolisis mikroangiopati
diwujudkan oleh adanya schistocytes pada apusan darah tepi mereka (Goyette et
al., 2004).
Perubahan leukosit yang umum pada pasien dengan sepsis berat.
Leukositosis netrofilik adalah manifestasi umum dari sepsis. Neutropenia pada
penderita sepsis merupakan hasil dari penipisan prekursor granulosit sumsum
tulang, sebuah granulositik atau perpindahan leukosit ke dalam fokus yang
terinfeksi dalam jumlah yang melebihi kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikan mereka secara tepat waktu. Pada pasien dewasa yang mengalami
sepsis berat lebih sedikit yang mengalami hal ini daripada pasien anak (Goyette et
al., 2004).
Trombositopenia adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit kritis,
umumnya digunakan dalam uji klinis terapi sepsis berat sebagai penanda disfungsi
sistem organ hematologi. Dalam sebuah penelitian dari populasi ICU, sepsis telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk trombositopenia. Sepsis yang
terkait trombositopenia berasal dari banyak faktor. Dalam sebuah eksperimen
sepsis, trombosit yang melekat pada endotel diaktifkan dalam beberapa organ.
Mediator inflamasi dan produk bakteri seperti endotoksin dapat berkontribusi
dalam terjadinya trombositopenia pada sepsis dengan meningkatkan reaktivitas
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Sepsis
Sepsis adalah keadaan klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamasi
sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri patogen (infeksi). Data hasil
pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis. Sepsis
ditegakkan apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria di bawah ini : suhu > 38°C atau
< 36°C, denyut jantung > 90 denyut/menit, respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32
mmHg, dan hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur. Skala ukur dari
data ini adalah nominal.
3.2.2 Pemeriksaan Hematologi
Suatu pemeriksaan laboratorium rutin yang datanya diambil dari catatan
rekam medis pada penderita sepsis untuk memeriksa kadar hemoglobin, leukosit,
dan trombosit dan masing-masingnya mempunyai satuan dan memiliki kadar
normal maupun abnormal. Sepsis
Pemeriksaan Hematologi :
3.2.3 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah
merah, yakni suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin merupakan
molekul berbentuk bulat dan terdiri dari empat subunit. Data hasil
pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki
satuan g/dl, dan memiliki kadar normal untuk wanita 12-16 g/dl, untuk pria
14-17,4 g/dl. Data ini menggunakan skala ukur interval.
3.2.4 Leukosit
Leukosit adalah suatu sel didalam darah yang berperan dalam membentuk
sistem imunitas yaitu suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan
menghancurkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi tubuh normal. Data
hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis,
memiliki satuan jumlah leukosit/mm3 dan memiliki kadar normal pria dan wanita
4.000-10.000 leukosit/mm3. Data ini menggunakan skala ukur interval.
3.2.5 Trombosit
Trombosit adalah suatu fragmen sel darah yang dilepas dari tepi luar sel
sumsum tulang yang besar yang dikenal megakariosit yakni berperan penting
dalam proses pembekuan darah secara normal. Data hasil pemeriksaanya diambil
dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki satuan jumlah
platelet/mm3, dan memiliki kadar normal wanita pria 140.000-400.000 platelet/
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif observasional dengan
desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
hematologi pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun
2014.
4.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Desember
2015. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik,
Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi pengumpulan rekam medis.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien sepsis yang
dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
4.3.2 Sampel Penelitian
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik total sampling, yaitu teknik pengambilan rekam medis pasien sepsis sama
dengan jumlah rekam medis pasien sepsis pada populasi penelitian.
4.3.3 Kriteria Sampel 1. Kriteria inklusi :
1) Rekam medis pasien sepsis dengan usia ≥ 18 tahun
2) Seluruh rekam medis pasien sepsis di bagian penyakit dalam RSUP H.
2. Kriteria eksklusi :
1. Seluruh rekam medis yang tidak memiliki kelengkapan data berupa
pemeriksaan hematologi
2. Rekam medis pasien sepsis yang telah mendapatkan transfusi darah
minimal 3 bulan sebelumnya
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pada pelaksanaan penelitian, data yang digunakan adalah data sekunder
yang diperoleh dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara yang
digunakan adalah observasi rekam medis. Rekam medis semua pasien yang telah
didiagnosa dengan sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil
dan di cacat hasil pemeriksaan hematologinya yang berupa hemoglobin, leukosit,
dan trombosit.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam komputer dan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Proses pengambilan data dalam penelitian ini telah dilakukan pada tanggal
22-28 september 2015 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan
Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel sebanyak 125 pasien sepsis untuk
mengetahui gambaran hematologinya. Berdasarkan data dari rekam medis, maka
dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan dibawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas
A sesuai SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 serta rumah sakit milik
pemerintah dan dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah
Provinsi Sumater Utara. Rumah Sakit ini terletak di jalan Bunga Lau, nomor 17,
Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat
Pendidikan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, Medan dipindahkan ke RSUP
H. Adam Malik.
5.1.2 Karakteristik Individu
[image:45.595.108.516.578.663.2]5.1.2.1 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentasi (%)
Pria 73 58,4
Wanita 52 41,6
Total 125 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien pria sebanyak 73 orang
5.1.2.2 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Usia Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (n) Presentasi (%)
18-40 33 26,4
41-60 61 48,8
61-75 29 23,2
>75 2 1,6
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan usia 18-40 tahun
sebanyak 33 orang (26,4%), pasien dengan usia 41-60 tahun sebanyak 61 orang
(48,8%), pasien dengan usia 61-75 tahun sebanyak 29 orang (23,2%), dan pasien
dengan usia diatas 75 tahun sebanyak 2 orang (1,6).
5.1.2.3 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Presentasi (%)
SD 27 21,6
SLTP 20 16
SLTA 72 57,6
Sarjana 6 4,8
Total 125 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan tingkat pendidikan SD
sebanyak 27 orang (21,6%), pasien dengan tingkat pendidikan SLTP sebanyak 20
orang (16%), pasien dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 72 orang
[image:46.595.108.517.447.574.2]5.1.2.4 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (n) Presentasi (%)
Wiraswasta 51 40,8
Pegawai Negeri dan Swasta 18 14,4
Tidak Bekerja 37 29,6
Pelajar 3 2,4
Petani dan Buruh 16 12,8
Total 125 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan pekerjaan wiraswasta
se banyak 51 orang (40,8%), pasien dengan pekerjaan petani dan buruh sebanyak
16 orang (12,8%), pasien dengan pekerjaan pegawai negeri dan swasta sebanyak
18 orang (14,4%), pasien dengan pekerjaan mahasiswa atau pelajar sebanyak 3
orang (2,4%), dan pasien yang tidak bekerja sebanyak 37 orang (29,6%).
5.1.2.5 Distribusi Kondisi Akhir Pasien Keseluruhn
Tabel 5.5 Tabel Distribusi Kondisi Akhir Pasien Keseluruhan
Status Jumlah (n) Presentasi (%)
Meninggal 100 80
Pulang Paksa
Dipulangkan
8
17
6,4
13,6
Total 125 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan status meninggal
sebyak 100 orang (80%), pasien dengan status pulang paksa sebanyak 8 orang
[image:47.595.108.518.509.615.2]5.1.2.6 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta
Diagnosis Jumlah (n) Presentasi (%)
Sistem Pernapasan 31 24,8
Sistem Pencernaan
Sistem Saluran Kemih
Sistem Metabolik
Sistem Saraf
Sistem Kulit dan Otot
Dan lain-lain
25
20
6
5
12
26
20
16
4,8
4
9,6
20,8
Total 125 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan penyakit penyerta
seperti penyakit sistem pernapasan sebanyak 31 orang (24,8%), pasien dengan
penyakit sistem pencernaan sebanyak 25 orang (20%), pasien dengan penyakit
sistem saluran kemih sebanyak 20 orang (16%), pasien dengan penyakit jantung,
HIV (dan lain-lain) sebanyak 26 orang (20,8%), pasien dengan penyakit sistem
kulit dan otot sebanyak 12 orang (9,6%), pasien dengan penyakit sistem metabolik
sebanyak 6 orang (4,8%), dan pasien dengan penyakit sistem saraf sebanyak 5
5.1.3 Hasil Analisa Data
5.1.3.1 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan
Tabel 5.8 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan
Berdasarkan data diatas didapat gambaran hematologi pasien sepsis secara
keseluruhan berupa rata-rata gambaran hemoglobin pria sejumlah 9,92 ±2,58 g/dl,
rata-rata hemoglobin wanita sejumlah 9,48 ±3,26 g/dl, dan rata-rata hemoglobin
total sejumlah 9,74 ±2,87 g/dl. Kemudian gambaran leukosit didapatkan rata-rata
leukosit pada pria sejumlah 25,69 ±45,83 103/mm3, rata-rata leukosit wanita
sejumlah 20,02 ±30,10 103/mm3, dan rata-rata leukosit total adalah 23,33 ±40,03
103/mm3. Selanjutnya rata-rata trombosit didapatkan bahwa rata-rata trombosit
pada pria sejumlah 262,27 ±150,86 103/mm3, rata-rata trombosit wanita sejumlah
276,96 ±164,24 103/mm3, dan rata-rata trombosit total adalah 268,38 ±156,08
103/mm3.
Diagnosis ( Sepsis) Hematologi (g/dl)
Leukosit (103/mm3)
Trombosit (103/mm3)
Keseluruhan n Mean ±SD Mean ± SD Mean ± SD
Pria 73 9,92 ±2,58 25,69 ±45,83 262,27 ± 150,86
Wanita 52 9,48 ±3,26 20,02 ±30,10 276,96 ± 164,24
[image:49.595.114.509.248.372.2]5.1.3.2 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Kelompok Usia Tabel 5.9 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia
Hemoglobin (g/dl)
Leukosit (103/mm3)
Trombosit (103/mm3)
n Mean ±SD Mean ±SD Mean ±SD
18-40 33 10,66 ±3,36 14,03 ±12,70 243,93 ±138,83
41-60 61 9,02 ±2,49 29,34 ±54,73 281,03 ±169,07
61-75 29 10,18 ±2,76 21,94 ±17,05 278,06 ±149,18
>75 2 9,85 ±3,74 13,85 ±92,63 145,50 ±60,10
Berdasarkan data diatas didapat bahwa gambaran hematologi pasien sepsis
dengan rentang usia 18-40 tahun dengan rata-rata hemoglobin total sejumlah
10,06 ±3,36 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 14,03 ±12,70 103/mm3, dan
rata-rata trombosit total sejumlah 243,93 ±138,83 103/mm3. Gambaran hematologi
pasien sepsis dengan rentang usia 41-60 tahun, rata-rata hemoglobin total
sejumlah 9,02 ±2,49 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 29,34 ±54,73 103/mm3,
dan rata-rata trombosit total sejumlah 281,03 ±169,07 103/mm3. Gambaran
hematologi pasien sepsis dengan rentang usia 61-75 tahun rata-rata hemoglobin
total sejumlah 10,18 ±2,76 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 21,94 ±17,05
103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 278,06 ±149,18 103/mm3.
Gambaran hematologi pasien sepsis usia diatas 75 tahun rata-rata hemoglobin
total sejumlah 9,85 ±3,74 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 13,85 ±92,63
103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 145,50 ±60,10 103/mm3.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Karakteristik Pasien
Berdasarkan karakteristik penelitian ini yang telah dipaparkan
sebelumnya, jumlah pasien sepsis menurut jenis kelamin (Tabel 5.1) terbanyak
orang (41,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Subroto (2002) di
RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menyatakan bahwa angka kejadian sepsis pada
pria lebih banyak daripada wanita. Kemudian menurut usia (Tabel 5.2) jumlah
pasien sepsis terbanyak adalah dengan usia 41-60 tahun sebanyak 61 orang
(48,8%), nomor dua terbanyak usia 18-40 tahun sebanyak 33 orang (26,4%), dan
nomor tiga terbanyak adalah usia 61-75 tahun sebanyak 29 orang (23,2%). Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subroto (2002) di RS
Dr. Sardjito (2002) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menyebutkan bahwa
proporsi usia terjadi sepsis antara 51-60 tahun sebanyak lebih dari 50 % dari total
275 pasien. Penelitian juga di lakukan Martin et al (2003) menyebutkan bahwa
usia rata-rata pasien sepsis adalah 57,4 tahun. Pada karakteristik pasien sepsis
menurut tingkat pendidikan