i
GAYA KELEKATAN REMAJA DAN ORANG TUA PADA SISWA
SMP NEGERI 1 NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO
Skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Latih Buran Tedra 1301410059
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Dr. Awalya, M.Pd., Kons. NIP. 19560427 198603 100 1 NIP. 19601101 198710 2 001
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Sugiyo, M.Si. Dr. Catharina Tri Anni, M.Pd. NIP. 19520411 197802 1 00 1 NIP. 19610724 198603 2 003
Penguji III/Pembimbing
Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd.,Kons
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : LATIH BURAN TEDRA NIM : 1301410059
Jurusan : Bimbingan dan Konseling Fakultas : Ilmu Pendidikan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “ Gaya Kelekatan
Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo“,
saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Januari 2015
Penulis
Latih Buran Tedra
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul “Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP
Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk
diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konselng, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, Januari 2015 Pembimbing,
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Bukan seberapa lama hidup didunia, namun seberapa berarti kita bagi orang lain terlebih orang terdekat kita”
PERSEMBAHAN
1) Almamaterku BK FIP UNNES.
2) Untuk Bapak Tejo Sudrajat dan Ibu Purwanti tercinta untuk segala kasih sayang, doa, dukungan, perjuangan dan motivasinya.
3) Untuk saudaraku tersayang, Mbak Wida, Dek Azis, Dek Risqi, Mas Wildan, Dedek El dan Dedek Baim. 4) Untuk keluarga besarku, keluarga Alm.Kakung
Sugeng dan Kakung Wiji.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, serta rencana terbaik-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul “Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
pada Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo ”. Penelitian dilakukan
kerena melihat pentingnya kelekatan remaja dan orang tua yang dapat menjadi tameng remaja terhindar dari kenakalan remaja, dengan gaya kelekatan yang aman dengan orang tua siswa dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja. Namun banyak yang belum mengetahui gaya kelekatan antara remaja dan orang tua dan seringkali melupakan pentingnya gaya kelekatan. Sehingga ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang gaya kelekatan remaja dan orang tua, gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua dilihat dari jenis kelamin dan pendidikan terakhir orang tua pada siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan.
vii
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling, yang telah memberikan ijin penelitian dan pengarahan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4. Mulawarman, M.Pd., Dosen Wali yang telah memberikan arahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis.
5. Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons sebagai pembimbing skripsi dan dosen penguji tiga, yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian, masukan dan dukungan selama penyusunan skripsi.
6. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si., sebagai dosen penguji satu, yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama sidang skripsi hingga perbaikan skripsi. 7. Dr. Catharina Tri Anni, M.Pd., sebagai dosen penguji dua, yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama sidang skripsi hingga perbaikan skripsi.
8. Kepala SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo, yang telah memberikan izin penelitian.
9. Guru BK SMP Negeri 1 Nguter, yang telah bersedia membantu selama proses penelitian.
10. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang khususnya Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling atas bekal ilmu, wawasan, inspirasi, dan motivasi kepada penulis.
viii
perpustakaan Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi.
12. Keluarga Mahasiswa BK Angkatan ‟10, teman DPMJ BK, teman-teman kos dan sahabat saya, Endah Yuli Astuti, Ulfa Masruroh, Zumika Elvina, Rifki Nurazmi, Mb Endah, Anissa Arum Sari, Eka Suci Wulandari, Zakki Nurul
Amin, Hani‟ Rosyidah dan Maulida Fakhrina A., teman satu dosen
pembimbing, Anik Mahtun Fajar Rini dan Shinta Nurul Mentari yang telah memberikan banyak bantuan, inspirasi dan motivasi kepada penulis.
13. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Demikian skripsi ini disusun, semoga kita senangtiasa diberi yang terbaik oleh Allah SWT dan selalu berada dalam Ridho-Nya. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat.
Semarang, Januari 2015
ix
ABSTRAK
Tedra, Latih Buran. 2015. Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa
SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons.
Kata Kunci: gaya kelekatan, remaja dan orang tua.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang gaya kelekatan remaja dan orang tua, yang dilihat menurut jenis kelamin dan pendidikan terakhir orang tuanya pada siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai deskriptif. Penelitian ini dilakukan kepada 227 orang siswa SMP Negeri 1 Nguter, dengan perbandingan untuk kelas VII berjumlah 76 siswa, VIII berjumlah 84 siswa dan 67 siswa kelas IX. Teknik pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan metode skala psikologis dan metode wawancara. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif yang mencakup deskriptif prosentase serta analisis kualitatif wawancara sebagai data pendukung. Keabsahan data menggunakan trianggulasi teknik.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua terlihat banyak siswa yang memiliki kelekatan aman dengan persentase 67%, gaya kelekatan menolak 2% dan 31% kelekatan terpreokupasi. Gaya kelekatan takut menghindar tidak muncul pada populasi SMP Negeri 1 Nguter Kebupaten Sukoharjo. Menurut jenis kelamin siswa siswa laki-laki lebih banyak terlihat pada kelekatan aman dan kelekatan menolak, sedangkan perempuan lebih banyak terlihat pada kelekatan terpreukupasi. Menurut latar belakang pendidikan orang tua, ayah dengan tingkat pendidikan terakhir sarjana lebih menonjol pada kelekatan aman, sedangkan SMA pada kelekatan menolak dan SD/tidak sekolah pada kelekatan terpreokupasi. Tingkat pendidikan terakhir ibu terlihat SMP/tidak sekolah dengan persentase tertinggi pada kelekatan aman, kelekatan menolak dengan tingkat pendidikan SMA tertinggi dan tingkat pendidikan terakhir sarjana dengan persentase tertinggi.
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Penelitian Terdahulu ... 8
2.2 Kelekatan ... 10
2.2.1 Pengertian Kelekatan ... 10
2.2.2 Gaya Kelekatan ... 12
2.3 Remaja dan Orang Tua ... 15
2.3.1 Remaja ... 15
2.3.2 Remaja dan Orang Tua ... 17
2.4 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua ... 19
2.5 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin ... 25
2.6 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan Orang Tua ... 26
2.7 Perlunya Konselor Mengetahui Gaya Kelekatan Siswa dan Orang Tua ... 28
xi
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Variebel Penelitian ... 30
3.2.1 Identifikasi Variabel ... 31
3.2.2 Defenisi Operasional Variabel ... 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
3.3.1 Populasi ... 32
3.3.2 Sampel ... 32
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ... 34
3.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 34
3.4.2 Alat Pengumpulan Data ... 37
3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.5.1 Validitas ... 41
3.5.2 Reliabilitas ... 42
3.6 Hasil Uji Coba Instrumen ... 44
3.6.1 Uji Validitas Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua... 44
3.6.2 Uji Reliabilitas... 44
3.7 Teknik Analisis Data ... 45
3.7.1 Analisis Data Kuantitatif ... 45
3.7.2 Analisis Data Kualitatif ... 47
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1 Hasil Penelitian ... 49
4.1.1 Hasil Analisis Kuantitatif ... 50
4.1.2 Hasil Analisis Kualitatif ... 74
4.2 Pembahasan ... 79
4.2.1 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo... 80
4.2.2 Gambaran Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Negeri 1 Kabupaten Sukoharjo ... 90
4.2.3 Gambaran Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Berdasarkan Tingkat Pendidikan Oranng Tua Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo ... 93
xii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
5.1 Kesimpulan ... 97
5.2 Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 101
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jumlah Populasi Penelitian ... 32
3.2 Jumlah Sampel Penelitian ... 33
3.3 Kategori Jawaban Skala Psikologi ... 36
3.4 Kisi-kisi Instrumen Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua ... 38
3.5 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 43
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP Negeri 1
Nguter Secara Keseluruhan ... 50
4.2 Hasil Analisis Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua per-Indikator Secara Keseluruhan ... 51
4.3 Gambaran Indikator Gaya Kelekatan Aman ... 55
4.4 Gambaran Aspek Gaya Kelekatan Menolak per-Komponen ... 58
4.5 Gambaran Komponen Gaya Kelekatan Terpreokupasi ... 61
4.6 Perbandingan Laki-laki dan Perempuan pada Sampel di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo ... 63
4.7 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan Aman ... 64
4.8 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan Menolak ... 65
4.9 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan Terpreokupasi ... 66
4.10 Gambaran Tingkat Pendidikan Orang Tua Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo ... 67
4.11 Tingkat Pendidikan Orang Tua pada Gaya Kelekatan Aman ... 70
4.12 Tingkat Pendidikan Orang Tua pada Gaya Kelekatan Menolak ... 72
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi-kisi Try Out Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua... 104
2. Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua (Try Out)... 112
3. Lembar Bimbingan Instrumen Penelitian dengan... 117
Ekspert Jungmen 4. Tabulasi Data Try Out Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua... 120
5. Perhitungan Validitas Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua ... 124
6. Perhitungan Reliabilitas Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua... 125
7. Kisi-kisi Intrumen Penelitian Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua 126
8. Instrumen Penelitian:... 134
Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua dan Pedoman Wawancara 9. Hasil Analisis Deskriptif ... 140
Tabulasi Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua 10. Analisis Deskriptif per Indikator Komponen Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Keseluruhan ... 152
11. Hasil Analisis Deskriptif ... 153
Tabulasi Gaya Kelekatan Aman Remaja dan Orang Tua 12. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Aman... 163
13. Hasil Analisis Deskriptif ... 164
Tabulasi Gaya Kelekatan Menolak Remaja dan Orang Tua 14. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Menolak... 167
15. Hasil Analisis Deskriptif ... 168
Tabulasi Gaya Kelekatan Terpreokupasi Remaja dan Orang Tua 16. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Terpreokupasi... 173
17. Hasil Wawancara Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua... 174
18. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... 201
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan jantung hati dari pendidikan di indonesia, dengan tujuan untuk perkembangan individu. Sejalan dengan pengertian bimbingan dan konseling yang disampaikan oleh Sugiyo (2011:15)
yaitu “serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dirancang oleh konselor untuk
membantu klien mengembangkan dirinya seoptimal mungkin”. Bantuan yang ditujukan antar jenjang sekolah memiliki perbedaan yang membuat bantuan antar jenjang pendidikan memiliki kekhasan tersendiri walaupun pada dasarnya
“bantuan atau helping berarti menyediakan kondisi menyediakan kondisi untuk
individu agar dapat memenuhi kebutuhan untuk cinta (love) dan respek, harga diri, dapat membuat keputusan dan aktualisasi diri (Komalasari, 2011:8). Bantuan untuk individu tersebut dilakukan dengan meyesuaikan tugas perkembangan perseta didik di sekolah sehingga berbeda antara pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi.
(Gibson, 2011:92). Peran konselor dalam usia transisi antara anak dengan dewasa ini menjadi fokus untuk konselor sekolah menengah. Usia transisi antara sekolah dasar menuju sekolah menengah atas berarti perubahan antara usia anak-anak menuju usia dewasa. Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) “masa remaja meliputi, remaja awal : 12-15 tahun; remaja madya: 15-18 tahun; dan remaja akhir: 19-22 tahun”. Siswa sekolah mengah berkisar antara usia 12 tahun hingga 15 tahun merupakan usia remaja awal. Willis (2010:43) mengungkapkan bahwa
“masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa. Remaja bukan anak-anak lagi akan tetapi belum mampu memegang tugas sebagai orang dewasa. Masa anak-anak adalah masa kebergantungan (dependency), sedangkan masa dewasa adalah masa ketidak bergantunngan (independency). Tingkah laku remaja labil dan tidak mampu menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungannya”. Pada masa peralihan antara masa kebergantung dan ketidak bergantunngan remaja termasuk dengan orang tua akan menimbulkan berbagai gaya relasi yang berbeda dari sebelumnya antara orang tua
dan remaja. Menurut Santrock (2002:7) “remaja mengalami beribu-ribu jam
interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru-guru dalam 10 hingga 13
tahun akhir dari perkembangan.” Namun relasi orang tua dan remaja memiliki
bentuk yang berbeda, hubungan dengan teman-teman sebaya semakin intim (Santrock, 2002:7).
orang tua. Diketahui bahwa hubungan psikologis antara satu individu dengn individu lain merupakan kelekatan. Secara utuh pengertian kelekatan menurut
Santrok (2002: 196) “Attachment mengacu pada suatu relasi antara dua orang
yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu”. Kelekatan ini memiliki berbagai berbedaan karekteristik antar gaya satu dengan gaya yang lain. Gaya kelekatan ini timbul karena karekteristik yang berbeda antara individu, diketahui jenis gaya kelekatan ada empat jenis yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan menolak, gaya kelekatan terpeokupasi dan gaya kelekatan takut menghindar.
“keterikatan pada orang tua pada masa remaja bisa memfasilitasi kecakapan dan
kesejahteraan sosial, seperti yang dicerminkan beberapa ciri seperti harga diri,
penyesuaian emosi dan kesejahteraan fisik”. Baik kiranya jika kelekatan antara
anak dan orang tua memiliki kelekatan yang aman.
Penelitian Prastiwi Yunita Dewi (2009) tentang Hubungan Antara Kelekatan Terhadap Orang tua dengan Identitas Diri Pada Remaja Pria Delinquent di Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoharjo menunjukkan semakin positif kelekatan terhadap orang tua, maka semakin tinggi tingkat pencapaian identitas dirinya. Sebaliknya, semakin negatif kelekatan terhadap orang tua, maka tingkat pencapaian identitas dirinya semakin rendah.
Namun pada kenyataannya masih ada orang tua yang mengabaikan hal tersebut, seperti yang di tuturkan oleh Adhim (2010:45) bahwa:
... Sebagiaan orang tua melupakan kualitas dalam pertemuan antara orang tua dan anak. Segagai contoh nyata dalam kehidupan berkeluarga. Orang tua mempunyai waktu yang banyak di rumah, tetapi anak-anak tak mersakan kehadirannya. Mereka (orang tua dan anak) benyak melakuakan kegiatan bersama-sama, tetapi tanpa kebersamaan. Mereka bersama-sama melihat TV, di tempat yang sama, tetapi pikirannya sibuk sendiri-sendiri. Mereka saling berdekatan, tetapi tidak menjalin kedekatan…
yang terlihat begitu dekat dengan anaknya namun anak tersebut tidak menghargai kerja keras orang tuanya. Terlihat tidak sedikit orang tua siswa yang merantau, sehingga komunikasi antara orang tua dan guru bimbingan konseling sangat diperlukan untuk membantu perkembangan siswa didik.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua” hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengayaan teori dan menambah wawasan dalam bidang ilmu bimbingan dan konseling, khususnya terkait gaya kelekatan remaja dan orang tua. Selanjutnya dengan gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua tindak lanjut pengembangan diri secara optimal pada siswa SMP Negeri 1 Nguter.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah seperti di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan jenis kelamin siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo?
1.3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelian ini ialah mendeskripsikan dan menganalisis gaya kelekatan remaja dan orang tua pada siswa di SMP Negeri 1 Nguter.
1. Mendeskripsikan dan menganalisis gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan jenis kelamin siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan tingkat pendidikan orang tua siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Teoritis
1.4.2
Praktis
1. Bagi civitas akademika ataupun orang yang berminat mambaca harapannya dapat menambah data empiris mengenai gaya kelekatan remaja dan orang tua dan menambah referensi tentang implikasinya bagi pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah .
2. Bagi konselor, harapannya dapat memberikan implikasi dalam penerapan layanan bimbingan konseling kepada siswa berdasarkan gaya kelekatan remaja dan orang tua. Hal ini sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
8
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Suatu penelitian ilmiah membutuhkann adanya landasan teoris yang kuat. Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan dengan baik, khususnya dalam menjawab permasalahan yang diajukan. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan akan dapat menunjukkan alur berpikir dari proses penelitian yang dilakukan. Terkait dengan hal itu, pada bab dua ini secara berturut-turut akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang melandasi penelitian, yang mencakup: penelitian terdahulu, gaya kelekatan remaja dan orang tua, gaya kelekatan remaja dan orang tua, dan perlunya konselor mengetahui gaya kelekatan siswa dan orang tua.
2.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian mengenai gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Berikut dikutip beberapa hasil penelitian yang terkait dengan gaya kelekatan antara orang tua dan anak.
2.1.1 Prastiwi Yunita Dewi (2009) tentang Hubungan Antara Kelekatan
Terhadap Orang tua dengan Identitas Diri Pada Remaja Pria
Delinquent di Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoharjo.
Kutoarjo. Semakin positif kelekatan terhadap orang tua, maka semakin tinggi tingkat pencapaian identitas dirinya. Sebaliknya, semakin negatif kelekatan terhadap orang tua, maka tingkat pencapaian identitas dirinya semakin rendah. Sumbangan efektif variabel kelekatan pada orang tua dengan variabel identitas diri yaitu sebesar 0,273, yang memiliki arti bahwa variabel kelekatan pada orang tua menyumbang sebesar 27,3% terhadap variabel identitas diri. Sisanya sebesar 72,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak diungkap dalam penelitian ini, misalnya kelekatan pada peer group.
2.1.2 Emel Arslan dan Ramazan Ar (2010) tentang Analisis Proses Identitas
Ego pada Remaja Berdasarkan Gaya Kelekatan dan Jenis Kelamin
(Analysis Of Ego Identity Process Of Adolescents In Terms Of
Attachment styles and gender)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah proses
identitas ego remaja secara signifikan bervariasi sesuai dengangaya kelekatan dan
jenis kelamin. Variabel bebas dari penelitian ini adalah gaya gender dan
kelekatan. Populasi penelitian terdiri dari 1.525 remaja (848 677 laki-laki
perempuan dan). Dalam studi, komitmen dan eksplorasi nilai dari rata-rata remaja
bervariasi secara signifikan sesuai dengan gaya kelekatan. Ketika skor komitmen
dianggap dalam hal gaya kelekatan; ditemukan bahwa ada perbedaan yang
signifikan menurut jenis kelamin dan bahwa perempuan memiliki lebih tinggi
skor komitmen dibandingkan dengan anak laki-laki. Nilai rata-rata eksplorasi
2.1.3 Astrid Wiwik Listiyana (2009) tentang Gambaran Kelekatan
(attachment) Remaja Akhir Putri dengan Ibu (Studi Kasus).
Subjek penelitian ini adalah satu orang remaja putri pada usia remaja putri akhir yang berusia 22 tahun dengan pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa secara umum kelekatan (attachment) pada subjek dengan ibu cenderung cukup baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan antara subjek dengan ibu adalah bahwa subjek memiliki kepuasan terhadap ibunya dalam kasih sayang, perhatian yang ditunjukkan ibu kepada subjek. Adanya reaksi atau merespon setiap tingkah laku yang menunjukkan perhatian disaat subjek sedang membutuhkann dekapan hangat dari ibu, membutuhkann perhatian yang lebih dari ibu, maka ibu merespon positif setiap tingkah laku yang ditunjukkan subjek kepada ibunya. Seringnya bertemu dengan subjek, maka subjek akan memberikan kelekatannya.
2.2
Kelekatan
2.2.1 Pengertian Kelekatan
Secara etimologinya kelekatan berasal dari bahasa inggris yaitu attachment.
Menurut Santrok (2002: 196) “Attachment mengacu pada suatu relasi antara dua
orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu”. Dalam Desmita (2009: 120) menuliskan beberapa definisi attachement dari beberapa ahli diantaranya menurut
Kuper dan Kuper “attachment mengacu pada ikatan antara dua orang atau lebih;
Menurut Feldman mendefinisikan “attachment is the positif emotional bond that
develops between a child and particular individual”.
Kelekatan pada orang lain dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk berdekatan dan mencari kontak dengan orang lain (Haditono, 2000;52). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelekatan adalah hubungan psikologis berupa ikatan emosional positif antara individu dengan individu tertentu untuk melajutkan relasi dalam waktu dan ruang tertentu. Teori kelekatan ini merupakan teori dari Bowlby yang meneliti tentang relasi antara ibu dan anak pada usia kanak-kanak. Seperti yang diungkapakan oleh Feist (2009;180) “Teori kedekatan (attachment theory) Bowlby juga berangkat dari pemikiran psikoanalisis dengan masa kanak-kanak sebagai titik awalnya lalu meramalkan
kemungkinan masa dewasanya”.
2.2.2 Gaya Kelekatan
Teori kelekatan Bowlby yang berasal dari pengamatan Bowlby antara bayi dan pengasuh (biasanya ibu) memberikan kesimpulan tentang gaya kelekatan. Gaya kelekatan (attachement style) merupakan suatu hubungan antara dua orang bukan sebuah karakter yang diberikan pada bayi oleh pengasuhnya. Hubungan ini merupakan hubungan dua arah baik bayi maupun pengasuhnya harus responsif terhadap satu sama lain dan mempengaruhi perilaku satu sama lainya (Feist, 2009; 181). Pertama Bowlby membuat tiga tahap kecemasan dalam perpisahan antara bayi dan pengasuhnya yaitu tahap pertama protes, tahap kedua tahap putus asa yang ketiga yaitu tahap melepaskan.
Teori tersebut dikembangkan oleh Maria Ainsworth dan rekan-rekannya yang masih dipengaruhi Bowlby menemukan tiga skala gaya kedekatan. Dalam Feist (2009:181) menjelaskan tiga skala gaya kelekatan yaitu rasa aman, cemas-menolak dan cemas menghindar sebagai berikut:
a. Pada kedekatan rasa aman (secure attachment), bayi merasa gembira dan antusias ketika ibu mereka kembali dan mau memulai kontak. Contohnya, mereka akan mendatangi ibu mereka dan igin dipegang oleh ibunya. Bayi yang mengembangkan kedekatan dengan rasa aman mereka yakin bahwa pengasuhnya mudah didatangi dan bertanggung jawab atas dirinya.
c. Gaya kelekatan ketiga yaitu cemas menghindar (anxious-avoidant). Pada gaya kelekatan ini, bayi tetap merasa tenang ketika sang ibu meninggalkan mereka juga menerima kehadiran orang asing. Ketika ibu mereka kembali, mereka cenderung mengabaikan dan menghindarinya. Bayi yang tergolong dalam kedua jenis gaya kelekatan yang diikuti perasaan tidak aman (cemas menghindar dan cemas menolak) cenderung kurang memiliki kemempuan untuk terlibat dalam permainan eksplorasi efektif.
Gaya kelekatan di atas didasarkan pada hubungan bayi dan anak. Namun Bartholomew dan rekan-rekan mengajukan suatu pendekatan yang berbeda. Adanya penekanan Bowlby pada dua sikap dasar (mengenai self dan orang lain), diasumsikan bahwa berbagai aspek dari perilaku interpersonal dipengaruhi sejauh mana self-evaluation seseorang adalah positif atau negatif dan sejauh mana orang lain dipersepsikan positif (terpercaya) atau negatif (tidak dapat dipercaya) (Baron, 2005:12). Konseptualisasi Bertholomew lebih maju selangkah dan mengusulkan bahwa kedua dimensi tersebut (self esstem dan interpersonal trust) harus dipertimbangkan secara bersamaan. Seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1. Model Kerja Tentang Orang Lain (Baron. Robert A. dan Baron Byrne 2005. Psikolagi Sosial Jilid 2. Jakarta:Erlangga)
Gaya kelekatan aman Gaya kelekatan
terpreokupasi
Gaya kelekatan takut-menghindar
Gaya kelekatan menolak
Harga diri Kepercayaan
Interpersonal
positif positif
Kombinasi tersebut dapat dijelaskan mengenai gaya kelekatan. Ada empat gaya kelekatan yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan yang terpreokupasi, gaya kelekatan yang menolak dan gaya kelekatan yang takut menghindar. Baron (2005:13) menggambarkan karakteristik keempat gaya tersebut sebagai berikut:
a) Gaya kelekatan aman. Model Bartholomew adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan sebagai kelekatan yang paling berhasil.
b) Gaya kelekatan takut mengindar. Model Bertholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah dan kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini adalah gaya keekatan yang paling tidak aman dan paling tidak adaptif. c) Gaya kelekatan terpreokupasi. Model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah dan kepercayaan interpersonal yang tinggi. Biasanya dijelaskan sebagai gaya yang mengandung pertentangan dan tidak aman di mana individu benar-benar mengaharap sebuah hubungan dekat tapi merasa tidak layak untuk pasangan dan juga rentan akan penolakan.
d) Gaya kelekatan menolak. Model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini biasanya digambarkan sebagai gaya yang berisi konflik dan agak tidak
aman di mana individu merasa dia “layak memperoleh”
hubungan akrab namun tidak mempercayai calon pasangan yang potensial. Akibatnya adalah kecenderungan untuk menolak dengan orang lain pada suatu titik di dalam hubungan guna menghindari supaya tidak menjadi seseorang yang ditolak.
2.3
Remaja dan Orang Tua
2.2.1 Remaja
Negera-negara barat mengistilahkan remaja dengan adolescere yang berasal dari bahasa Latin adolesce (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita,
2009:189). Menurut Hurlock dalam Ali dan Muhmmad Asrori (2005:9) “masa
remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun samapi dengan 22 tahun bagi pria. Rentan usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bahagia, yaitu usia 12/13 tahun samapai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah
remaja akhir.”
Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) “masa remaja meliputi (a) remaja awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir:
19-22 tahun”. Menurut Salzman dalam Syamsu (2011:184) mengemukkan bahwa
“remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (indipenden), minat seksual, perenungan diri, dn perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral”.
Dalam Ali dan Mohammad Asrori (2005:9) Piaget menyatakan bahwa
“secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi
ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak itu merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif
ialah “suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan
pusat terutama pada awal masa remaja. Dalam Mappiare (1982:27) bahwa “Kata
„puberitas‟ berasal dari kata Latin, yang berarti usia menjadi orang; suatu periode
dalam mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan keturunnnya atau berkembang
biak.” Dari beberapa aspek di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja
merupakan tahap yang dimalai dari masa puber, dimana dari anak-anak menuju kedewasaan terjadi pada rentang umur 12 tahun hingga 22 tahun, yang didalamnya terdapat perkembangan sikap tergantung menjadi kemandirian, minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral menuju individu yang terintegrasi kedalam masyarakat dewasa.
Saat remaja merupakan saat peralihan antara anak-anak kemasa dewasa. Sangatlah beragam gejolak yang ditimbulkan di masa tersebut. Kenakalan remaja salah satu fenomena yang sering dijumpai. Menurut Sudarsono (2004:14)
“kenakalan remaja atau yang di sebut dengan Juvenile Deliquency apabila
seseorang berada dalam fase-fase usia remaja kemudian melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hukum, sosial, susila dan agama”. Anwar (2010:386) menyebutkan berbagai problema remaja yaitu:
a. Problema penyesuaian diri b. Problema beragama
c. Problem perkewinan dan hidup berumah tangga d. Problem ingin berperan dalam masyarakat
2.2.2 Remaja dan Orang tua
Keluarga merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorang tuaan dan pemeliharaan anak (Latiana, 2010:2). Menurut Pujosuwarno (1994:11)
“keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seorang perempuan sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri
atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga”. Sehingga keluarga
merupakan hal yang tidak asing untuk semua orang, kerana hakikat manusia adalah untuk berkeluarga. Keluarga umumnya terjadi interaksi antara anak dan orang tua. Anak dan orang tua merupakan unsur utama dalam keluarga secara umum. Definisi keluarga di atas terdapat aspek keluarga yang berkenaan antara orang tua dan anak.
Keluarga bukan hanya sebatas hubungan atau hasil dari perkawinan antara laki-laki dan perempuan namun lebih dari itu. Jika keluarga tersebut mempunya buah hati orang tua mempunyai peranan yang lebih. Keluarga dituntut menjadi lingkungan yang baik bagi anak. Menurut Sunaryo dan Agung (2002:193)
“keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak
-anak dan remaja. Pendidikan lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu
pendidikan”. Jika pendidikan keluarga itu tidak berjalan dengan baik maka bisa
kenakalan remaja antara lain, anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tua, lemahnya keadaan ekonomi orang tua, kehidupan keluarga yang tidak harmonis menurut Willis (2010:99).
Beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa anak sangat membutuhkann kasih sayang orang tua baik materiil dan non materiil. Hubungan antara anak dan orang tua yang berkualitas tentunya ditandai dengan timbulnya kedekatan emosi yang aman (secure attachment). Menurut Santrock (2002:196)
mengartikan “Attachment atau keterikatan mengacu kepada suatu relasi antara dua
orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan malakukan banyak
hal bersama untuk melanjutkan relasi itu”. Menurut Santrock (2002:41)
“Attachment dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi
sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian emosional, dan kesejahteraan secara fisik. Attachment dengan orang tua dapat menjadi fungsi adaktif yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas dalam suatu cara yang secara psikologis
sehat”.
Menurut Salzman dalam Syamsu (2011:184) mengemukkan bahwa “Remaja
masih memiliki tingkat ketergantuann yang tinggi pada orang tua. Sehinga hubungan yang baik antara remaja dan orang tua dapat membentengi remaja untuk dalam dunia sosial yang diharapkan dan mempunyai psikologis yang sehat dengan demikian anak dapat berkembang secara optimal.
2.4
Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
Menurut Santrok (2002:41) “Attachment dengan orang tua pada masa
remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian emosional, dan kesejahteraan secara fisik. Attachment dengan orang tua dapat menjadi fungsi adaktif yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas
dalam suatu cara yang secara psikologis sehat”. Bowlby pada Baron (2005:11)
menuturkan “saat berlangsungnya interaksi tersebut (kelekatan ibu dan bayi), anak akan membentuk kognisi yang berpusat pada dua sikap yang sangat penting (istilah Bowlby terhadap sikap-sikap ini adalah model kerja atau working model)”. Salah satu sikap dasar, evaluasi terhadap diri sendiri, disebut self esteem Dengan working model tersebut dapat diketahui beberapa gaya kelekatan. Dan yang kedua adalah aspek social self yang terdiri dari belief dan harapan mengenai orang lain atau yang disebut dengan kepercayaan interpersonal (interpersonal trust).
Indikator kelekatan ini mengunakan self esteem (harga diri) dan interpersonal trust (kepercayaan interpersonal). Self esteem menurut Baron
(2004:173) adalah “evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu; sikap seseorang
Teori Holisme dan Humanisme dari Abraham Maslow salah satu kebutuhan dasar yaitu kebutuhan akan harga diri. Harga diri dibagi menjadi dua jenis (Alwisol, 2012:206) yaitu
...(1) Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan kekuatan, penguasaan kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. Orang membutuhkann pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu mengusai tugas dan tantangan hidup. (2) Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other): kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkann pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain.
Menurut Feist (2011:335) “Maslow mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan (reputasi dan harga diri). Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki oleh seseorang dilihat dari sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang
bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri”. Harga diri yang
adalah menjadi orang penting di lingkungan. Indikator yang selanjutnya adalah Interpersonal trust.
Intrpersonal trust menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu
„interpersonal‟ dan „trust‟. Interpersonal menurut arti adalah connected with
relationships between people (hubungan yang terhubung dengan orang lian dan orang-orang) dan „trust‟ adalah the belife that sb/tsh is good, sincere, honest, etc. and will not try to harm or trick you (percaya bahwa seseorang tersebut baik, tulus, jujur dll, dan tidak akan mencoba melukai atau menipu mu) (Oxford 8th edition, 2010). Interpersonal trust menurut Baron (2005:12) adalah suatu dimensi yang mendasari gaya kelekatan yang melibatkan keyakinan bahwa orang lain dapat dipercaya, dapat diharapkan, dan dapat diandalkan atau lawannya, yaitu bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan, dan tidak dapat daiandalkan. Menurut Geller (tanpa tahun: 36) ada enam kunci dari interpersonal trust yaitu:
a. Communication -- exchange of information or opinion by speech, writing, or signal.
b. Caring -- showing concern or interest about what happens. c. Candor -- straightforwardness and frankness of expression,
freedom for prejudice.
d. Consistency -- agreement among successive acts, ideas, or events.
e. Commitment -- being bound emotionally or intellectually to a course of action.
f. Consensus -- agreement in opinion testimony, or belief
g. Character -- the combined moral or ethical structure of a person or group, integrity, fortitude.
Kesimpulan dari enam kata kunci untuk interpersonal trust sebagai berikut
komunikasi, perhatian, keterusterangan, konsistensi, komitmen, konsensus,
esteem yang diukur adalah self esteem remaja dan interpersonal trust remaja terhadap orang tua.
Dengan mengukur keduanya akan didapatkan empat gaya kelekatan yaitu sebagai berikut:
a. Gaya kelekatan aman. Model Bartholomew adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan sebagai kelekatan yang paling berhasil. Pelekatan aman juga sering disebut dengan secure attachment. “Remaja dengan hubungan yang aman dengan orang tua mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan kesejahteraan emosi yang
lebih baik” menurut Armsden dan Greenberg (Santrok, 2003:194).
Keterikatan yang kuat ini ditandai dengan remaja lebih menunjukkan kepuasan terhadap bantuan yang diterima dari orang tua.
c. Gaya kelekatan terpreokupasi. Model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah dan kepercayaan interpersonal yang tinggi. Biasanya dijelaskan sebagai gaya yang mengandung pertentangan dan tidak aman di mana individu benar-benar
mengharap sebuah hubungan dekat tapi merasa tidak layak untuk pasangan dan juga rentan akan penolakan. Pada jenis insecurely attached remaja lebih memperlihatkan rasa takut kepada orang tuanya, namun remaja tersebut mempunyai perasaan berpisah dengan orang tuanya dan tidak melakukan perlawanan (diam) . Pada perlekatan ini remaja masih bisa interaksi fisik namun tidak ada interaksi emosional. Menurut Fisher dalam Santrok (2003:195) ” remaja dengan perlekatan cemas ini menampilkan kecemburuan, konflik, dan ketergantuangn, bersamaan dengan kepuasan yang kurang, dalam hubungan mereka dengan sahabat karibnya dibandingkan dengan teman-teman yang terikat aman”.
d. Gaya kelekatan menolak. Di dalam model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini biasanya digambarkan sebagai gaya yang
berisi konflik dan agak tidak aman di mana individu merasa dia “layak
memperoleh” hubungan akrab namun tidak mempercayai calon pasangan
kepada sering melakukan perlawanan karena ketidak senangannya kepada orang tua. Pada pelekatan ini anak tidak dapat merasakan interaksi fisik maupun emosional.
Empat gaya di atas remaja yang sehat akan membangun kelekatan yang aman dengan orang tua mereka karena gaya kelekatan yang aman membawa remaja pada individu yang mampu dengan individu yang lain. Dan memiliki tingkat kecemasan sosial yang rendah. Menurut Santrock (2003:194) “keterikatan pada orang tua selama masa remaja dapat mengeksplorasi dan menguasai lingkungan baru serta dunia sosial yang semakin luas dalam kondisi yang sehat secara psikologis”. Sehingga keterikataan yang aman antara remaja dan orang tua dapat menjadi tameng yang baik dalam pengaruh negatif lingkungan remaja dan menjadikan remaja tumbuh secara optimal dengan tugas perkembangannya.
Gaya kelekatan remaja dan orang tua merupakan gaya interaksi fisik dan emosional yang terjadi antara remaja dan orang tua. Gaya kelekatan remaja dan orang tua tersebut mencakup atas empat gaya yaitu: aman, takut mengindar, terpreokupasi dan menolak. Keempat gaya tersebut dapat diukur dengan harga diri remaja (siswa) dan kepercayaan remaja kepada orang tua mereka. Kelekatan yang aman merupakan gaya kelekatan yang paling baik dari gaya kelekatan yang lain karena terdiri dari harga diri yang tinggi dan kepercayaan kepada orang lain yang tinggi.
2.5
Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Perbedaan
Jenis kelamin di dunia ini pada dasarnya ada dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin tersebut juga membawa berbagai perbedaan
karekteristik antara keduanya. Menurut Baron (2004: 203) “jenis kelamin merujuk
pada perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan yang secara jenis kelamin sering disebut-sebut dengan gender walupun sedikit berbeda antara keduanya. Perbedaan antara keduanya terletak pada jenis kelamin merupakan kodrat sedangkan gender merupakan yang tidak dapat atau permanen. Konsep gender tersebutlah yang membuat pandangan bahwa laki-laki dan perempuan memang merupakan dua unsur yang berbeda.
Dalam masyarakat perempuan digambarkan sering digambarkan sebagai sosok yang feminim dan laki-laki sebagai sosok yang maskulin. Sifat-sifat tersebut sudah mengakar di dalam masyarakat dan membuat barbagai jenjang perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga mempengaruhi sisi psikologis dari laki-laki maupun perempuan. Perempuan terlihat banyak tergantung dan lebih dilindungi dari pada laki-laki. Sifat tergantung tersebut membuat perempuan lebih lekat dengan orang tuanya.
2.6
Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau Dari Latar
Belakang Pendidikan Orang Tua
sistempendidikan nasional, bunyi Pasal 17 (1) jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jenjang pendidikan menengah diatur dalam pasal (1,2,3 dan 4), dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau berbentuk lain yang sederajat. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan tinggi diatur dalam pasal 19, 20, dan 21, 22, 23, 24 dan 25. Penjelasan pasal 19 ayat (1) pendikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup pendidikan diploma, sarjana, magester, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
diharapkan orang tua memilikin pengetahuan yang lebih baik sejalan dengan tingginya pendidikan yang didapat. Dengan berbagai jenjang pendidikan yang didapat menjadikan beberapa pola yang berbeda dalam berbagai keluarga.
Dalam Sayekti (1994:20) mengatakan bahwa “keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama anak-anak mengenal pendidikan pertama kali di dalam lingkungan keluarga”. Dengan demikian pendidikan awal juga berasal dari keluarga bagaimana pembentukan karekter anak. Sayekti (1994:20) menambahkan bahwa “pendidikan keluarga adalah pendidikan kodrati. Apalagi setalah lahir, pergaulan diantara orang tua dan anak-anaknya yang meliputi rasa cinta kasih, ketentraman dan kedamaiaan, anak-anak akan berkembang kearah kedewasaan yang wajar. Didalam keluarga segala sikap dan tingkah laku kedua orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan”.
2.7
Perlunya Konselor Mengetahui Gaya Kelekatan Siswa dan
Orang Tua
Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) “masa remaja meliputi (a) remaja
awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-22
tahun”. Pada umur tersebut remaja mulai dengan pendidikan menengah yaitu
Sekolah Menengah pertama. Tugas konselor di sekolah menegah dijelaskan dalam Kartadinata dkk (2007:31) adalah sebagai berikut:
(kolaborasi) dengan berbagai pihak yang terkait, seperti kepala
sekolah/madrasah, guru mata pelajaran, orang tua konseli.”
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara sebagai usaha menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan (Sugiyono, 2015:5). Suatu kegiatan penelitian harus menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, hal ini menjadi penting agar mencapai harapan dan tujuan penelitian tersebut. Menggunakan metode penelitian pekerjaan penelitian akan lebih terarah, sebab metode penelitian bermaksud memberikan kemudahan dan kejelasan tentang apa dan bagaimana peneliti melakukan penelitian.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan penelitian ini, diperlukan suatu metode penelitian ilmiah untuk memuat gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua. Oleh karena itu dalam bab tiga ini secara berturut-turut akan diuraikan mengenai berbagai hal yang termasuk dalam metode penelitian yakni jenis penelitian, desaian penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, hasil uji coba instrumen serta analisis data penelitian.
3.1
Jenis Penelitian
ingin mengetahui bagaimana gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
Metode penelitian survei deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui secara lebih mendalam dan menyeluruh tentang gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Arikunto
(2006: 12) mendefinisikan ”penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang
menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan
penafsiran terhadap hasilnya”. Penelitian deskriptif ini diperlukan untuk
mendeskripsikan hasil dari data yang telah diperoleh yang mengacu pada fakta secara sistematis. Azwar (2004:6) menjelaskan bahwa “ penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampel pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah menganalisis untuk difahami dan disimpulkan. Menggunakan survei deskriptif diharapkan peneliti mendapatkan berbagai data yang diperlukan dengan lebih efisien tanpa mengurangi hasil dari penelitian. Sedangkan pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang memungkinkan dilakukan pengumpulan dan pengukuran data berbentuk angka-angka.
3.2
Variabel Penelitian
empat yaitu variabel indipenden, variebel dependen, variabel moderator, variabel intervening dan variabel control.
Namun dalam penelitian ini tidak menggunakan salah satu dari variabel tersebut karena peneliti menggunakan variabel tunggal. Selain itu penelitian ini sebagai penelitian deskriptif yang coba menggambarkan secara jelas suatu objek, bukan meneliti tentang ada tidaknya hubungan atau pengaruh.
3.2.1. Identifikasi Variabel
Variebel dalam penelitian ini adalah adalah gaya kelekatan remaja dan orang tua.
3.2.2. Defenisi Operasional Variabel
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Menurut Arikunto (2006:108) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan mendasarkan pada judul, maka populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMP Negeri 1 Nguter. Jumlah seluruh siswa di SMP Negeri 1 Nguter adalah 667 siswa. Rincian untuk semua kelas dipaparkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1
Populasi SMP Negeri 1 Nguter
KELAS LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
VII 133 93 226
VIII 143 106 249
IX 109 93 202
Total Populasi 385 292 677
3.3.2 Sampel
Sedangkan Sugiyono (2007:62) menjelaskan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling dikelompokkan menjadi dua yaitu Problability Sampling dan Nonprobabiliti Sampling. Peneliti menggunakan proportionate stratified random sampling dalam kelompok probability sampling. Berdasarkan tabel Nemogram Herry King dengan jumlah populasi berkisar antara 677 dengan taraf kesalahan 5% maka ditentukan jumlah sampel 227 sebagai ukuran sampel.
stratified random sampling teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Populasi di SMP Negeri 1 Nguter terdiri dari tiga kelas yaitu kelas VII, kelas VIII dan kelas IX kerena itu disebut populasi yang berstata.
Tabel 3.2
Jumlah Sampel Penelitian
TINGKAT KELAS JUMLAH SAMPEL
VII
A 28
76
B 28
C 28
D 28
E 25
F 26
G 26
H 24
Jumlah 226
VIII
A 27
84
B 27
C 24
D 25
E 28
F 28
G 27
H 31
Jumlah 249
IX
A 32
67
B 29
C 32
D 32
E 29
F 30
G 28
H 32
Jumlah 202
3.4
Metode Dan Alat Pengumpul Data
3.4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode skala psikologis dan metode wawancara. Metode utama penelitian ini adalah skala psikolagis, metode tersebut digunakan untuk mengukur bagaimana gaya kelekatan remaja dan orang tua yang terjadi. Metode yang kedua yaitu metode wawancara, metode wawancara digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh.
3.4.1.1Skala Psikologis
Gaya kelekatan remaja dan orang tua diukur dengan skala psikolagis. Pengukuran dengan skala psikologis dikarenakan variabel dalam gaya kelakatan remaja dan orang tua adalah atribut yang sifatnya tidak nampak (inner behavior). Menurut Sutoyo (2009: 170) “skala psikologi digunakan untuk mengungkap konstrak atau konsep psikologi yang menggambarkan aspek kepribadian
individu”. Hal tersebut sejalah dengan pendapat Azwar (2005:3) bahwa istilah
skala psikologi selalu mengacu kepada alat ukur atau atribut efektif. Azwar (2005:5) juga mengungkapkan bahwa dalam skala psikologis dapat mengungkap tentang:
a. Data yang diungkap berupa konsep psikologis yang menggambarkan kepribadian individu.
b. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang berupa refleksi dari keadaan subyek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan, pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek kepribadian yang lebih abstrak.
d. Responden terhadap skala psikologis diberi skor lewat penskalaan.
e. Skala psikologi hanya diperuntukan untuk mengungkap atribut tunggal.
Dijelaskan lebih rinci oleh Azwar (2005:3-4) bahwa karakteristik alat ukur psikologi antara lain:
a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. b. Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung melalui
indikator-indikator perilaku, sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item.
c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar”
atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan
secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diintrerpretasikan berbeda pula.
Dengan demikian, skala psikologi dapat digunakan sebagai alat ukur yang dapat mengungkap indikator perilaku yang berupa pertanyaan maupun pernyataan sebagai stimulus. Responden tidak mengetahui arah jawaban dari pertanyaan maupun pernyataan rersebut.
Untuk mengukur gaya kelekatan remaja dan orang tua yaitu dengan menggunakan skala likert. Sugiyono (2010:134) menyatakan bahwa “skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang tentang fenomena sosial”. Data yang diperoleh dari skala tersebut
kelekatan remaja dan orang tua berbentuk checklist, dengan 4 pilihan jawaban yaitu SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), KS (Kurang sesuai), TS (Tidak sesuai), dengan penskoran 4, 3, 2, dan 1.
Tabel 3.3
Kategori Jawaban Skala Psikologi
Pernyataan Positif (+) Nilai Pernyataan Negatif (-) Nilai
Sangat Sesuai (SS) 4 Sangat Sesuai (SS) 1
Sesuai (S) 3 Sesuai (S) 2
Kurang Sesuai (KS) 2 Kurang Sesuai (KS) 3
Tidak Sesuai (TS) 1 Tidak Sesuai (TS) 4
3.4.1.2Wawancara
Sugiyono (2010:317) menyatakan bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Moleong (2006:189) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
untuk menggali data yang lebih mendalam dari responden dengan maksud mendapatkan data pendukung hasil penelitian. Pemilihan responden ditentukan berdasarkan tabulasi skor tertinggi pada masing- masing jenis kelekatan pada siswa SMP Negeri 1 Nguter. Pada penelitian ini dipilih masing masing jenis kelekatan 3 anak sehingga totalnya adalah 12 siswa.
3.4.2 Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standard untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Penyelenggaraan pengumpulan data bermaksud mengumpulkan seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa dalam berbagai aspeknya. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah skala gaya kelekatan remaja dan orang tua dan pedoman wawancara untuk mengetahui gaya kelekatan remaja dan orang tua.
3.4.2.1. Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang tua
Skala gaya kelekatan remaja dan orang tua terdapat beberapa pernyataan yang akan di jawab oleh siswa berkaitan dengan gaya kelekatan remaja dan orang tua yang mengungkap indikator gaya kelekatan remaja dan orang tua. Indikator gaya kelekatan remaja dan orang tua terdiri dari dua komponen yaitu self esstem dan interpersonal trust.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Intrumen Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
VARIABEL KOMPONEN INDIKATOR DESKRIPTOR NO ITEM
+ -
Gaya kelekatan anak dan orang tua
A.Self esstem 1.menghargai diri sendiri (self respect). Orang membutuhkann pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu mengusai tugas dan tantangan hidup 2.Mendapat penghargaan
1.1. Memiliki kemampuan untuk
mengontrol/memerintah seseorang atau sesuatu. 1.2. Memiliki kemampuan
untuk mengatasi persoalan kehidupan apa pun, dan yakin bahwa masa
depannya akan gemilang. 1.3. Memiliki prestasi akademik
(rapor yang baik atau memiliki peringkat di kelas) ataupun non akademik (menjuarai berbagai kejuaraan).
1.4. Memiliki keyakinan atas kemampuan dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas atau sesuatu dan yakin akan berhasil.
1.5. Memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan mandiri dan tidak selalu bergantung dengan orang lain.
1.6. Memiliki kemampuan untuk menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu luang. 2.1.Memiliki keyakinan bahwa
dirinya sama dengan orang
1,2, 5
6, 7, 8
dari orang lain (respect from other). Orang membutuhkann pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain
lain, sebagai manusia tidak tinggi ataupun rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam
kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain
terhadapnya.
2.2.Merasa di hargai oleh orang lain atas segala jerih payahnya dan selalu
diterima dalam lingkungan. 2.3.Mendapatkan jabatan dalam
lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat seperti ketua kelas, ketua osis, sekertaris atau jabatan lain dalam organisasi sekolah atau luar sekolah. 2.4.Memiliki pengaruh dan
kontrol atas lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat.
2.5.Memiliki peran penting di dalam lingkungan, selalu dibutuhkan (dalam
berpendapat atau yang lain) oleh lingkungan sehingga banyak orang yang
bergantung kepada dirinya. 2.6.Dihormati dan dikagumi
oleh orang lain, dan dapat menerimahnya tanpa bersalah
2.7.Merasa diterima di dalam keluarga, sekolah atupun masyarakat.Tidak dibenci ataupun memiliki musuh dalam lingkungannya (sekolah ataupun rumah). 2.8.Mendapatkan pujian atau
beberapa hadiah yang diberikan oleh orang lain untuk dirinya sebagai tanda terimakasih atau apresiasi atas apa yang diperbuatnya.
B.Interpersonal trust 1. Komunikasi 2. Perhatian 3. Berterusterang 4. Konsisten 5. Komitmen 6. Diskusi 7. Karakter
Orang tua dan anak saling memberi informasi, pendapat dengan berbicara, menulis atau isyarat tertentu dan dalam intensitas yang memadai.
Orang tua ataupun anak saling memberikan perhatian satu sama lain dalam besar ataupun kecil dalam berbagai hal.
Anak dan orang tua selalu berterusterangan dan jujur dalam berekspresi dan tidak ada keraguan atas apa yang diungkapkan atara satu dan yang lainnya.
Tidak terjadi perbedaan pendapat yang mencolok antara orang tua dan anak, dalam melakuan tindakan, ataupun menungkan ide, sehingga keduanya tidak terjadi pertentangan.
Terjalinnya komitmen yang
terikatsecara emosional maupun intelektual untuk
tidakan yang dilakukan antara anak dan orang tua.
Orang tua dan anak selalu berdiskusi untuk mendapatkan kesepakatan, kesaksian ataupun keyakinan antara keduanya.
Anak mempersepsikan orang tua sebagi orang tua yang baik atau buruk atau begitu
sebaliknya. Apakah orang tua
yang dimilikinya adalah sosok yang diidamkannya atau bahkan adalah sosok yang dibencinya karena
karekter yang dimilikinya.
Jumlah Item 57 31
3.4.2.2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berisi pokok-pokok pertanyaan yang berkaitan dengan masalah peneliti sehingga informasi yang diberikan responden lebih fokus pada tujuan penelitian. Penggunaan metode interview atau wawacara dalam penelitian ini ditujukan untuk menggali data pendukung yang terkait dengan latar belakang terbentuknya berbagai gaya kelekatan.
3.5
Validitas dan Realibilitas
Salah satu masalah penting dalam penelitian adalah cara atau instrumen yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akurat dan objektif. Masalah ini dipendang penting sebab simpulan hasil pnenelitian akan dapat dipercaya manakala didasarkan pada atau diperoleh melalui alat ukur yang baik (valid dan reliabel). Berikut akan dipaparkan validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini.
3.5.1 Validitas
fungsi ukurannya. Sugiyono (2007: 352) menyebutkan bahwa ada 3 jenis pengujian validitas instrument (1) Pengujian Validitas Kontruk (Contruck Validity), (2) Pengujian Validitas Isi (Content Validity), (3) Pengujian Validitas Eksternal. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan validitas konstruk.
Untuk menguji validitas instrument yang telah dikonstruk tentang aspek-aspek yang akan diukur berdasarkan teori tertentu, selanjutnya instrument dikonsultasikan dengan ahli pada bidang tersebut atau pendapat dari ahli (judgment experts), dan diteruskan dengan uji coba pada sampel dari populasi. Kemudian untuk menguji validitas setiap butir maka skor-skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y.
Untuk menguji validitas tiap butir peneliti menggunakan product moment, dengan rumus sebagai berikut:
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N rxy
Keterangan:
xy r
= Validitas butir
X= Jumlah skor butir
2
X= Jumlah kuadrat skor butir
Y= Jumlah skor total
Y2= Jumlah kuadrat skor total
XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y setiap responden N = Jumlah responden(Sugiyono, 2011:356)
3.5.2 Reliabilitas
Reliabilitas menurut Arikunto (2006: 178) menyatakan bahwa merujuk pada suatu pengetian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Jenis uji reliabilitas menganalisis data dari hasil satu kali pengetasan terhadap suatu kelompok responden yang bukan sempel. Teknik konsentrasi hasil pengukuran yang dimaksud adalah alat pengumpulan data utama dalam penelitian.
Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbanch’s Alpha karena jenis data interval yaitu:
tb k k r 2 2 1 ) 1 ( : 11 Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2b
= Jumlah varians butir soal t
2
= Varians total (Sugiyono, 2011:365)
[image:58.595.153.472.641.750.2]Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifiaksi sebagai berikut:
Tabel 3.5
Kriteria Reliabilitas Instrumen
Kriteria Kategori
0,0< rh < 0,2 Derajat reliabilitas sangat rendah
(Arikunto, 2006:178)
3.6
Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Setelah instrumen skala kelekatan remaja dan orang tua dinyatakan valid oleh expert judgement, dalam kesempatan ini Dra. Ninik Setyowani M.Pd., maka tahap selanjutnya dilakukan uji coba instrumen yang dilaksanakan pada hari Senin, 10 November 2014 pukul 07.00 – 09.00 WIB terhadap 23 siswa kelas VII,VIII dan IX SMP Negeri 1 Nguter yang dideskripsikan sebagai beri