OLEH YAYU ANGGRAENI
H14101001
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Bank Umum Syariah (BUS) telah teruji daya tahannya pada saat badai krisis tahun 1997. Bank umum syariah juga telah membuktikan keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.
Laba Bank Umum Syariah (BUS) yang merupakan indikator dari kinerja opersional BUS dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis agar BUS dapat lebih meningkatkan kinerjanya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, nisbah laba per DPK, suku bunga deposito bank konvensional, dan Non Performing Financing (NPF) BUS. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS dan NPF BUS diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005. Metode yang digunakan adalah metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS) dengan menggunakan Perangkat software Eviews 4.1. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh, arah, dan hubungan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi at al. (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber dari mana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya.
laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, maka berarti harga input BUS turun, karena laba tersebut dapat digunakan untuk menambah modal BUS. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya.
Variabel nisbah laba per DPK berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah laba per DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat nisbah laba per DPK pada BUS, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS, begitu pula sebaliknya.
Variabel suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih menguntungkan.
Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia nilai elastisitas sebesar 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS. Semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS.
Oleh
YAYU ANGGRAENI H14101001
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Yayu Anggraeni
Nomor Registrasi Pokok : H14101001
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Wiwiek Rindayati, MS NIP. 131 653 137
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Maret 2006
pasangan Bapak Wahidin dan Ibu Yoyoh. Pendidikan pertama penulis lalui di SD
Negeri III Surade, lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutan ke SLTP Negeri I
Surade dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis berhasil lulus dari
Madrasah Aliyah (MA) Negeri Surade.
Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen
Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh
pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Keluarga Muslim
Ekonomi Pembangunan (KEMBANG) FEM IPB periode 2001/2002, Dewan
Keluarga Mesjid (DKM) Al-Ghifari IPB periode 2002/2003, serta Forum
Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB periode 2003/2004
Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ir. Wiwiek Rindayati, MS, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis
maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Sri
Hartoyo, MS, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau
merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga penulis tujukan kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si,
atas kritik dan sarannya mengenai tatacara penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Sakti dari
DPS-BI yang telah memberikan bimbingan dan data-data yang penulis butuhkan.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada para peserta Seminar Hasil
Penelitian skripsi ini, kritik dan saran mereka sangat membantu bagi perbaikan
skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orang tua dan kakak penulis. Doa, dorongan dan kesabaran mereka sangat
berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2006
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7
2.1. Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1. Definisi dan Karakteristik Perbankan Syariah ... 7
2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah ... 8
2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah ... 10
2.1.4. Jasa Perbankan Syariah ... 14
2.1.5. Profitabilitas Bank Syariah ... 14
2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 15
2.2. Kerangka Teori ... 19
2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba ... 19
2.2.2. Maksimisasi Laba ... 20
2.2.3. Konsep Marjinal ... 21
2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal ... 21
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ... 24
2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah ... 28
2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 30
2.2.8. Kerangka Pemikiran ... 34
3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 40
3.3.2. Variabel Dummy ... 40
3.3.3. Uji Ekonomi ... 41
3.3.4. Uji Kriteria Statustik ... 41
IV. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ... 47
4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ... 48
4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional ... 48
4.3. Perkembangan Jumlah Bank ... 59
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ... 52
4.4.1. Total Aset ... 52
4. 4.4.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 53
4.4.3. Pembiayaan ... 55
4.4.4. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 56
4.4.5. Laba Bank Umum Syariah ... 57
4.4.6. Kinerja Finansial ... 58
4.4.7. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financig/NPF) ... 60
V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH ... 62
5.1. Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis ... 63
5.1.1. Uji Heteroskedastisitas ... 63
5.1.2. Uji Autokorelasi ... 64
5.1.3. Uji Multikolinearitas ... 64
5.2. Interpretasi Variabel Penjelas ... 66
5.2.1. Laba BUS pada satu Periode Sebelumnya ... 66
5.2.2. Nisbah Bagi Hasil DPK BUS ... 66
5.2.3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR TABEL
Nomor Hal
1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah ... 2
1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank ... 3
2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 18
4.1. Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah ... 49
4.2. Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Posisi Maret 2005 ... 51
4.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52
4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 53
4.5. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55
4.6. Pertumbuhan ROA dan ROE Bank Umum Syariah ... 59
4.7. Non Performing Financig/NPF Bank Umum Syariah ... 60
5.1. Hasil Estimasi Variabel Dependen Laba Bank Umum Syariah ... 62
5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64
5.3. Hasil Uji Autokorelasi ... 64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal
2.1. Skema Pembiayaan Murabahah ... 11
2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah ... 12
2.3. Grafik Laba Perusahaan ... 23
2.4. Kerangka Pemikiran ... 36
4.1. Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah ... 50
4.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52
4.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 54
4.4. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55
4.5. Perkembangan FDR Bank Umum Syariah ... 57
4.6. Laba bank Umum Syariah ... 58
4.7. Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah ... 59
4.8. Pertumbuhan ROE Bank Umum Syariah ... 60
4.9. Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah ... 61
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Hal
1. Hasil Uji Estimasi ... 75
2. Hasil Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Multikolinearitas ... 76
3. Data Asli ... 77
4. Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 ... 78
Pada masa Krisis Moneter tahun 1997, banyak bank konvensional yang
bermasalah akibat negative spread, yaitu pendapatan bunga dari kredit lebih kecil daripada kewajiban pembayaran bunga kepada deposan. Hal ini menyebabkan
terjadinya likuidasi oleh pemerintah terhadap 16 bank yang pada akhirnya
memicu krisis kepercayaan dari para nasabah terhadap bank konvensional. Pada
masa itu yang terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS) justru sebaliknya, BUS
menunjukkan kondisi yang cukup stabil. Hal ini membuat kepercayaan dan
ketertarikan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin meningkat. Sejak
saat itu, bank syariah mulai berkembang di Indonesia dan pengkajian terhadap
ekonomi syariah pun semakin diminati.
Bank Umum Syariah telah membuktikan kembali keunggulannya dengan
memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari
segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan
kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk
dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama
Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 1998, baru terdapat 1 Bank Umum
Syariah, 10 Kantor Cabang, 1 Kantor Cabang Pembantu, dan 19 Kantor Kas.
Sampai bulan Maret 2005 telah bertambah menjadi 3 Bank Umum Syariah,
Perkembangan jaringan kantor perbankan syariah ini dapat dilihat pada Tabel 1.1
berikut ini.
Tabel 1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 1998-2005 Jenis
Data pada bulan Maret tahun 2005 menunjukkan bahwa telah terdapat 16
bank konvensional yang telah membuka Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu PT
Bank Indonesian Finance and Investment (IFI), PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Jabar, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Danamon,
PT Bank Bukopin, PT Bank Internasional Indonesia (BII), Hongkong and Shanghai Bangking Corporation (HSBC), PT Bank DKI, BPD Riau, BPD Kalsel, PT Bank Niaga, BPD Sumut, BPD Aceh, Bank Permata, dan Bank
Tabungan Negara (BTN). Bank konvensional yang akan membuka UUS ini
Perkembangan perbankan Syariah juga dapat dilihat dari segi
pelayanannya. Dari data pada tabel 2 dapat terlihat bahwa secara nasional aset
bank syariah sebesar Rp 15.5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 11.76 triliun,
dan pembiayaan Rp 12.14 triliun. Sedangkan pangsa (share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai 1.24 persen untuk total aset, 1.24
persen Dana Pihak Ketiga (DPK), dan 2.18 persen untuk pembiayaan yang
diberikan. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank ini dapat dilihat pada
Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank (Januari 2005) Bank Syariah Credit/Financing extended 12.14 triliun 2.18 555.60 triliun
LDR/FDR*) 103.19 % 58.48 %
NPL 3.23 % 4.7 %
Sumber : BPS-BI, 2005. Dimana:
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund, LDR = Credit extended/Deposit Fund, NPL = Pembiayaan atau kredit bermasalah.
Laba Bank Umum Syariah (BUS) dalam perkembangannya senantiasa
mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama
semakin meningkat, karena laba merupakan salah satu indikator dari kinerja BUS.
Kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laju pertumbuhan sektor riil juga
merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dari bank syariah.
1.2. Perumusan Masalah
Sistem perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem
perbankan konvensional. Hal mendasar yang membedakan keduanya terletak
pada sistem pembiayaan yang diberikan. Pembagian keuntungan pada bank
konvensional diberikan dalam bentuk bunga. Sedangkan pada bank syariah
pembagian keuntungan diberikan dalam bentuk bagi hasil, sehingga pihak bank
ikut menanggung resiko kerugian atau keuntungan dari suatu proyek pembiayaan.
Diharamkannya bunga bagi umat Islam menjadi salah satu faktor
pendorong berdirinya bank syariah. Sehingga keberadaan bank syariah ini
merupakan sebuah kebutuhan yang cukup mendasar bagi umat Islam agar dapat
menjalankan perintah agamanya dengan baik. Apalagi jika hal ini dikaitkan
dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.
Firdaus (2004) menyatakan bahwa perilaku dari nasabah perbankan
syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah emosional dan nasabah
rasional. Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi dengan
perbankan syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya. Mereka
meyakini bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga
melakukan transaksi dengan bank konvensional pun termasuk hal yang tidak
diperbolehkan. Sedangkan nasabah rasional adalah nasabah yang melakukan
transaksi dengan perbankan syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari
keuntungan yang lebih tinggi.
Hasil penelitian dari BNI Syariah pada tahun 2005 menyatakan bahwa
merupakan sebuah peluang yang sangat besar bagi bank syariah untuk dapat
meningkatkan kinerjanya. Salah satu indikator kinerja perbankan syariah tersebut
adalah tingkat laba yang diperolehnya. Jika labanya naik, maka dapat dikatakan
kinerjanya juga meningkat dan sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di
Indonesia. Hal ini perlu diketahui agar pada masa yang akan datang, BUS dapat
melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam upaya
peningkatan laba BUS di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terdapat tiga manfaat yang
diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini.
1. Dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang
perbankan syariah dan prospek kedepannya.
2. Menjadi rujukan dan pertimbangan bagi peneliti yang melakukan penelitian
3. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pihak pembuat
kebijakan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Tingkat laba yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada laba Bank
Umum Syariah (BUS) yang terdapat di Indonesia. Bank umum syariah dalam
konteks penelitian ini mencakup tiga buah BUS (Bank Muamalat Indonesia,
Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega) beserta unit usaha syariah bank
konvensional yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dibatasi untuk melihat
pengaruh lima buah variabel terhadap laba BUS. Variabel-variabel tersebut yaitu
laba BUS satu periode sebelumnya, nisbah laba per Dana Pihak Ketiga (DPK),
Bank Umum adalah bank yang memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU
nomor 10 tahun 1998).
Yuliadi (2001) menyebutkan bahwa secara umum bank syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Kegiatan bank syariah selalu terkait
dengan lalu lintas uang antara lain : (1) memindahkan uang, (2) menerima dan
membayarkan kembali uang dalam rekening koran, (3) mendiskonto surat wesel,
surat order maupun surat berharga lainnya, (4) memberi dan menjual surat-surat
berharga, (5) membeli dan menjual cek, surat wesel dan kertas dagang, serta
(6) memberi jaminan bank.
Khalid (2005) menyebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang tata
cara beroperasinya didasarkan kepada tata cara bermuamalat secara Islam.
Artinya, bank syariah mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Qur’an dan Al
Khalid (2005) mengemukakan enam karakteristik bank syariah.
Dalam bank syariah tidak dikenal adanya konsep “Time Value of Money”.
Tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat “spekulatif” karena adanya
ketidakpastian.
Tidak diperkenankan adanya dua transaksi untuk satu barang.
Tidak diperkenankan dua harga untuk satu barang.
Tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil,
sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan usaha riil, seperti
jual beli dan sewa menyewa.
Dalam strukturnya terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS).
2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah
Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah dapat berbentuk
giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional bank syariah yang ditetapkan
dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah. (1) Prinsip Wadi’ah
Al wadi’ah adalah titipan murni yang dapat diambil setiap saat jika pemiliknya menghendaki. Terdapat dua jenis wadi’ah, yaitu : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah. Pada wadi’ah yad al-amanah, barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sedangkan dalam
(2) Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terlebih dahulu. Dana tersebut juga bisa digunakan oleh bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal penggunaan di
mudharabah kedua ini, bank bertanggung jawab secara penuh atas kerugian yang
terjadi. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip
mudharabah terbagi dua.
- Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mudharabah mutlaqah ini mengembangkan produk tabungan dan deposito mudharabah. Prinsip ini mengindikasikan bahwa tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun.
- Mudharabah Muqayyadah. Prinsip terbagi dua, yaitu pertama, Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet merupakan simpanan khusus (restricted investment), dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Contohnya disyaratkan digunakan untuk
bisnis tertentu, atau untuk nasabah tertentu. Kedua, Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, bank bertindak sebagai perantara
usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-sarat tertentu yang harus
dipatuhi bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah
Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu : (1) transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli ; (2)
transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa yang dilakukan
dengan prinsip sewa; dan (3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha
kerjasama yang bertujuan untuk mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang
dilakukan dengan prinsip bagi hasil.
(1) Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang.
Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal dengan murabahah, adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak
sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli
Skema pembiayaan murabahah dapat dijelaskan dalam gambar berikut.
Beli tunai
Bayar Jual Kirim barang tangguh
Sumber : Yuliadi, 2001.
Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Murabahah
- Salam. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh sebab itu, barang diserahkan secara tangguh sedangkan
pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara
nasabah sebagai penjual. Sekilas mirip jual beli ijon, tapi dalam transaksi ini
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan
secara pasti.
- Istishna. Produk isthisna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.
Produk ishtishna umumnya diaplikasikan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
(2) Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya sama dengan prinsip jual beli, hanya saja perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Barang yang disewakan kepada nasabah dapat
BANK SUPPLIERR
dijual pada nasabah pada akhir masa sewa. Transaksi semacam ini dalam
perbankan dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan pindahnya hak kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada
awal perjanjian.
(3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil dapat
dijelaskan melalui uraian berikut ini.
- Musyarakah. Produk ini merupakan produk pembiayaan yang sebagian dari modal usaha adalah penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam
proses manajemen usaha. Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian
sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal.
- Mudharabah. Produk ini menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja bagi nasabah hingga 100 %. Besarnya bagi keuntungan
didasarkan pada perjanjian yang sesuai dengan proporsinya. Skema
pembiayaan mudharabah dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini. Akad Mudharabah
Dana Keuntungan
usaha Pengembalian Porsi keuntungan Pokok + porsi
Keuntungan Sumber : Yuliadi, 2001.
Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah BANK
USAHA
(4) Akad pelengkap
Akad pelengkap dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Akad ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Bank diperbolehkan meminta pengganti biaya yang
benar-benar timbul untuk melaksanakan akad ini. Bentuk-bentuk akad pelengkap
tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.
- Hiwalah (Alih Hutang Piutang). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya; - Rahn (Gadai). Fasilitas ini bertujuan untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan;
- Qardh. Fasilitas ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar membutuhkan modal kerja. Nasabah membayar kepada bank hanya
sesuai dengan besarnya pinjaman pokok ditambah dengan biaya administrasi.
Pada fasilitas ini pengusaha tidak perlu membagi keuntungannya dengan
bank;
- Wakalah (Perwakilan). Wakalah dalam aplikasi perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan LC (letter of credit), inkaso, dan transfer uang;
- Kafalah (Garansi Bank). Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah.
2.1.4. Jasa Perbankan Syariah
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada
nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan
tersebut antara lain berupa : (1) sharf (jual beli valuta asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip syariah sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama
(spot); (2) ijarah (sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
2.1.5. Profitabilitas Bank syariah
Profit adalah selisih antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan, pada
umumnya dicerminkan dengan pendapatan bersih sesudah pajak. Terdapat dua
Indikator tingkat profit yang dapat digunakan.
(1) Return On Asset (ROA)
Rasio ini membandingkan laba operasi dengan seluruh sumber daya input
(total aset) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini dianggap yang terbaik
(2) Return On Equity (ROE)
Equity adalah penjumlahan dari laba yang ditahan (retained earnings) dengan penjualan. Equity capital mencerminkan kontrol pengambilan keputusan oleh pihak pemilik. Dalam industri perbankan, ROE merupakan
pembagian antara laba bersih dengan ekuitas.
2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Antonio (2001) menyebutkan bahwa sesungguhnya dalam beberapa hal,
bank syariah dan bank konvensional memiliki beberapa persamaan, terutama dari
sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP,
proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Namun, ternyata terdapat cukup
banyak perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal,
struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
(1) Akad dan aspek Legalitas
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, transaksi
maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, sebagaimana
dijelaskan berikut ini.
- Rukun, yaitu : penjual, pembeli, barang, harga, dan akad (ijab kabul). - Syarat, yaitu :
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa
yang haram menjadi batal demi hukum syariah;
Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi;
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya berada dalam
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau
dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
(2) Lembaga Penyelesai Sengketa
Jika terjadi perbedaan atau perselisihan antara bank syariah dan
nasabahnya, maka penyelesaiannnya tidak dilakukan di peradilan negeri, tetapi
diselesaikan menurut tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang
mengatur hukum materi di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI) yang telah didirikan secara bersama oleh
Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
(3) Struktur Organisasi
Struktur organisasi bank syariah bisa sama dengan bank konvensional,
misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tetapi unsur yang sangat membedakan
diantara keduanya adalah di bank syariah terdapat keharusan untuk memiiki
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang beranggotakan para ulama yang berasal
dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Adapun peran para ulama tersebut adalah
mengawasi jalannnya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
(4) Bisnis dan Usaha yang Dibiayainya
Bisnis dan Usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak terlepas dari
saringan syariah, oleh karena itu bank syariah tidak mungkin membiayai usaha
yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Suatu pembiayaan tidak
akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok.
- Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?
- Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?
- Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila ?
- Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?
- Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau
berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?
- Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun
tidak angsung ?
(5) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture
Bank syariah selayakya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan
syariah. Dalam hal etika misalnya, bank syariah harus memiliki sifat amanah dan shiddiq, karyawannya dapat mencerminkan integritas eksekutif muslim yang baik, skillfull dan profesional (fathanah), mampu melaksanakan tugas secara team work, dalam hal pemberian reward dan punishment-nya diperlukan prinsip keadilan dan kesesuaian dengan syariah. Cara berpakaian dan tingkah laku para
karyawan juga harus mencerminkan bahwa mereka bekerja di sebuah lembaga
keuangan yang membawa nama besar Islam. Demikian pula dalam menghadapi
(6) Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan
dalam Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional No. Bank Syariah Bank Konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja
Investasi yang halal dan haram
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.
Memakai perangkat bunga
3. Profit dan falah oriented Profit Oriented 4. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
Tidak terdapat dewan sejenis
Sumber : Antonio, 2001.
Ciri-ciri bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional
menurut Sumitro dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.
- Beban biaya yang disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam
bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan
kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut
hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam
kontrak.
- Penggunaan prosentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran
selalu dihindarkan, karena prosentase bersifat melekat pada sisa utang
meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
- Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan, tidak menerapkan perhitungan
berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka. Bank syariah menetapkan sistem yang didasarkan atas penyertaan modal
(profit and loss sharing). Penetapan keuntungan dimuka hanya diterapkan pada jenis kontrak jual beli melalui kredit pemilikan barang (mudharabah, ba’i bitsaman ajil dan ba’i salam) serta sewa guna usaha (ijarah), karena kemungkinan rugi dari kontrak ini sangat kecil.
- Pengerahan dana dalam bentuk deposito ataupun tabungan, oleh penyimpan
dana dianggap sebagai titipan (wadi’ah), sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan pada proyek-proyek
yang dibiayai bank, sehingga kepada penyimpan dana tidak dijanjikan
imbalan yang pasti. Apabila proyek-proyek yang dibiayai bank untung,
penyimpan dana memperoleh keuntungan yang mungkin lebih besar dari
tingkat bunga deposito ataupun tabungan pada bank konvensional.
Sedangkan giro dianggap sebagai titipan murni, bagi nasabah giro dapat
diberikan bonus atas ijin penggunaan dananya.
- Terdapat pos pendapatan berupa pendapatan “non halal” sebagai hasil dari
transaksi dengan bank konvensional. Digunakan untuk kepentingan yang
bersifat sosial.
2.2. Kerangka Teori
2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba
Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan
total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004), besarnya
laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber
perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang
diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila
sebaliknya.
Konsep laba yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah laba
perusahaan yang dikonversikan kedalam konteks pendapatan bersih atau laba
bank. Laba tersebut diperoleh dari selisih pendapatan atau penerimaan total
dengan biaya ekonomi total.
2.2.2. Maksimisasi Laba
Perusahaan adalah setiap institusi yang mengubah input menjadi output
(Nicholson, 2002). Jika perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai laba
ekonomi sebesar mungkin, maka secara definisi mereka berusaha membuat
perbedaan sebesar mungkin antara penerimaan total dengan biaya ekonomi total.
Laba ekonomi didefinisikan sebagai berikut :
π = TR - TC [2.1] dimana :
π : laba (profit),
TR : total penerimaan (revenue), TC : total biaya (cost).
Sebagai perantara keuangan, bank akan memperoleh laba dalam bentuk
spread based, yaitu selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dan bunga yang berasal dari peminjam (bunga kredit). Selain dari
misalnya dalam bentuk penerimaan biaya kirim, biaya tagih, biaya administrasi,
biaya provisi dan komisi, biaya sewa dan biaya-biaya lainnya. Biaya dari
kegiatan-kegiatan tersebuat dikenal dengan istilah fee based. Sedangkan dalam bank syariah laba diperoleh dalam bentuk bagi hasil (Profit Sharing) dari pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah dan juga dari kegiatan simpanan,
jual beli, sewa dan jasa yang diberikannya.
2.2.3. Konsep Marjinal
Jika sebuah perusahaan adalah pencari laba maksimum, maka Ia akan
membuat keputusan berdasarkan konsep marjinal. Manajer-pemilik akan
menyesuaikan segala sesuatu yang dapat diatur sampai tidak mungkin lagi terjadi
peningkatan laba. Sepanjang penambahan laba ini positif, manager akan
memutuskan untuk memproduksi tambahan output atau mempekerjakan tambahan
tenaga kerja. Ketika tambahan laba dari aktivitas produksi menjadi nol, manajer
akan mempertahankan aktivitasnya jika menambah produksi sudah tidak bisa lagi
menguntungkan (Nicholson, 2002).
2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal
Untuk memaksimumkan laba, perusahaan seharusnya menghasilkan
tingkat output dimana penerimaan marjinal dari hasil tambahan penjualan satu
unit outputnya adalah tepat sama dengan biaya marjinal untuk menghasilkan unit
Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut.
MR = MC [2.2]
dimana :
MR : penerimaan marjinal,
MC : biaya marjinal.
Perusahaan seharusnya terus meningkatkan outputnya, Sepanjang
penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal. Pada saat itu, setiap tambahan unit
yang diproduksi akan memberikan suatu tambahan pada laba totalnya. Jika biaya
marjinal sama dengan penerimaan marjinal, maka perusahaan tidak perlu lagi
melakukan penambahan produksi. Kenaikan output selanjutnya akan mengurangi
laba karena biaya untuk menghasilkan lebih banyak output akan melebihi jumlah
penerimaan yang dihasilkan.
Laba ekonomi didefinisikan sebagai penerimaan total dikurangi biaya
ekonomi total, maka laba mencapai maksimum saat slope fungsi penerimaan (penerimaan marjinal) sama dengan slope fungsi biaya (biaya marjinal). Pada gambar 1.1, peristiwa ini terjadi pada titik q *. Laba adalah nol pada titik
Biaya
Penerimaan Biaya (TC)
Penerimaan (R)
Output per minggu
Output per minggu
q1 q* q2
0 (a)
(b) Laba
Laba
Sumber : Nicholson, 2002.
Gambar 2.3. Grafik Laba Perusahaan
Jika persamaan Maksimisasi Laba (π = TR - TC) tadi dikonversikan ke
dalam bank, maka total penerimaan adalah berasal dari total pendapatan bank dan
total biaya berasal dari total beban bank. Laba bank adalah total pendapatan bank
dikurangi total beban bank. Hal mendasar yang membedakan antara bank syariah
dengan bank konvensional adalah terletak pada sumber penerimaan bank. Sumber
penerimaan bank konvensional berasal dari bunga, sedangkan bank syariah, tidak
menjadikan bunga sebagai salah satu sumber penerimaannya. Bank syariah
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran
Maksimisasi laba sebuah perusahaan dapat dilihat dari sisi penawarannya.
Jumlah komoditi yang diproduksi dan ditawarkan untuk dijual dipengaruhi oleh
beberapa variabel (Lipsey, at al., 2005). (1) Harga komoditi itu Sendiri
Satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan
komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan
berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan
kata lain, semakin tinggi harga suatu komoditi, semakin besar jumlah komoditi
yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi
yang ditawarkan.
Dalam konteks bank syariah, harga dari komoditinya adalah nisbah bagi
hasil yang akan diterima oleh deposan atau biasa disebut dengan nisbah bagi hasil
Dana Pihak Ketiga (DPK). Keputusan untuk menyimpan dana bagi nasabah
rasional , ditentukan oleh tingkat pengembalian yang paling besar yang akan
diterimanya apakah dari bank syariah atau bank konvensional. Oleh karena itu,
tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank konvensional akan
menjadi substitusi bagi bank syariah.
(2) Harga-harga Masukan (Prices of Input)
Semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi
keluaran, disebut sebagai masukan (input) perusahaan. Masukan (input)
perusahaan biasanya dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja dan mesin. Jika
kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Masukan
(input) bank syariah meliputi bahan baku berupa modal dan tenaga kerja. Modal
bank syariah biasanya diperoleh dari para investor dan dari laba yang diperoleh
BUS pada periode sebelumnya.
(3) Tujuan Perusahaan
Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu
tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Perusahaan bisa saja memiliki tujuan
lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Selama
perusahaan memilih laba besar ketimbang lebih kecil, maka perusahaan akan
memberikan respon terhadap perubahan dalam kemampulabaan arah tindakan
alternatif.
Bank syariah termasuk perusahaan yang tidak terlalu profit oriented, karena dalam usianya yang masih baru, bank syariah lebih berkonsentrasi pada
upaya pelayanan dan sosialisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan dan sosialisasi
yang dilakukan bank syariah juga merupakan sebuah upaya peningkatan laba
dalam jangka panjang.
(4) Teknologi
Perubahan teknologi apa pun yang dapat menurunkan biaya produksi akan
menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu.
Selama kenaikan keuntungan ini diikuti oleh kenaikan produksi, maka perubahan
ini akan meningkatkan jumlah kooditas yang ditawarkan. Teknologi yang dipakai
oleh bank syariah hampir sama dengan teknologi yang dipakai oleh bank
meningkatkan pelayanan, akan mampu menaikan laba yang akan diperoleh bank
syariah.
Teori tersebut bersifat mikro yang berlaku untuk sebuah perusahaan.
Dalam penelitian ini teori tersebut dikonversikan pada sebuah industri dalam
bentuk bank dengan sistem syariah. Faktor-faktor yang diduga akan
mempengaruhi laba BUS dalam penelitian ini adalah :
(1) Laba BUS Satu Periode Sebelumnya
Tingkat laba BUS pada satu periode (bulan) sebelumnya dapat digunakan
untuk menambah modal bagi kelancaran operasional BUS. Tingkat laba BUS
satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat
prospek dari BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS
dan sebaliknya. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya merupakan proksi
dari harga input perusahaan. Artinya, jika tingkat laba BUS satu periode
sebelumnya mngalami peningkatan, maka hal itu akan menambah modal BUS dan
berarti mengurangi harga input BUS.
(2) Nisbah laba Dana Pihak Ketiga (DPK)
Nisbah laba DPK merupakan proksi dari harga komoditi (harga output)
dari bank syariah. Nisbah laba per DPK merupakan besarnya tingkat
pengembalian yang dapat BUS berikan kepada para deposannya. Jika besarnya
nisbah per DPK yang diberikan BUS cukup besar, maka nasabah rasional akan
(3) Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional (IDEP)
Tingkat suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) akan menjadi
sebuah landasan bagi nasabah rasional untuk menentukan apakah ia akan
menyimpan dananya di BUS atau di bank konvensional. Dengan kata lain, bagi
nasabah rasional, IDEP akan menjadi substitusi dari nisbah bagi hasil DPK BUS.
Jika IDEP bank konvensional lebih kecil daripada nisbah bagi hasil DPK BUS,
maka nasabah rasional akan memilih menyimpan dananya di bank syariah, dan
sebaliknya.
(4) Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan jumlah pembiayaan bermasalah pada BUS. Pembiayaan bermasalah memberikan disinsentif kepada
BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan
yang harus dikeluarkan. Non Performing Financing (NPF) merupakan proksi dari harga input perusahaan. Jika NPF meningkat, maka modal harus ditambah karena
harus menyisihkan dana penghapusan akan meningkat, dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa NPF menyebabkan harga input BUS menjadi meningkat.
(5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank merupakan variabel dummy dalam penelitian ini. Fatwa MUI merupakan variabel kualitatif yang
dikuantitatifkan yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh fatwa tersebut
terhadap laba BUS. Fatwa MUI diduga akan mempengaruhi nasabah emosional
untuk mengalihkan dananya dari bank konvensional ke bank syariah.
ketiga (DPK) yang dihimpun BUS. Peningkatan DPK akan memperbesar peluang
BUS untuk dapat meningkatkan penyaluran pembiayaannya, dan peningkatan
pembiayan diduga akan meningkatkan jumlah laba yang akan diperoleh BUS.
2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah
Terdapat empat unsur laba rugi dalam laporan laba rugi bank syariah
(Harahap at al., 2005).
(1) Pendapatan Operasi utama
Unsur ini merupakan kelompok pendapatan operasi utama bank syariah
atas penyaluran yang dilakukan sesuai prinsip syariah, yaitu : 1) pendapatan
penyaluran yang mempergunakan prinsip bagi hasil, yaitu pendapatan bagi hasil
mudharabah dan musyarakah, 2) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip jual beli, yaitu pendapatan margin murabahah, pendapatan bersih salam paralel dan ishtishna paralel dan 3) pendapatan bersih ijarah. Pendapatan operasi utama ini dipisahkan agar dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan
keuangan, atas pendapatan utama operasional bank syariah dan akan dikaitkan
dengan bagi hasil yang telah diberikan oleh bank syariah.
(2) Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Investasi tidak Terikat
Unsur ini merupakan jumlah bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah
kepada pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati. Hak pihak ketiga atas bagi
hasil investasi tidak terikat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pendapatan dan
beban bank syariah, tetapi merupakan alokasi pendapatan dari bank syariah. Hak
beban bank syariah karena besarnya sangat tergantung pada pendapatan operasi
utama bank syariah, besarnya sebanding dengan pendapatan operasi utama,
besarnya tidak tetap.
(3) Pendapatan Operasi lainnya
Unsur ini menampung pendapatan operasi utama lainnya yang merupakan
milik bank syariah sepenuhnya (tidak dibagihasilkan), meliputi pendapatan atas
fee mudharabah muqayyadah, fee wakalah, fee kafalah dan pendapatan atas layanan berdasarkan imbalan lainnya.
(4) Beban-beban
Beban-beban ini merupakan semua beban yang menjadi tanggungan bank
sebagai mudharib sebagaimana layaknya bank. Beban-beban bank syariah meliputi beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi dan beban operasi
lainnya.
Laporan laba rugi bank syariah yang mempergunakan metode bagi hasil
revenue sharing berbeda dengan yang mempergunakan metode profit sharing. Bank yang mempergunakan metode profit sharing harus membuat laporan laba rugi atas pengelolaan dana mudharabah yang terpisah dengan laporan laba rugi bank. Laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah inilah yang akan dipergunakan sebagai dasar pembagian bagi hasil dengan pemilik dana. Jika
pengeloaan dana tersebut mengalami kerugian yang bukan disebabkan oleh
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan laba rugi pengelolaan
dana mudharabah, khususnya yang berkaitan dengan beban, harus ada kriteria yang jelas tentang beban yang menjadi tanggungan dana mudharabah, baik beban tenaga kerjanya, beban umum dan administrasi maupun beban operasi lainnya.
Beban yang menjadi tanggungan bank tidak dibebankan pada laba rugi
pengeolaan dana mudharabah.
2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang perbankan syariah telah dilakukan oleh Mardiansyah
(2004). Untuk model pembiayaan perbankan syariah, faktor internal seperti
Lending Capacity (LC), nisbah laba per pembiayaan, dan tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah, serta faktor eksternal rata-rata suku bunga kredit
perbankan konvensional secara signifikan berpengaruh terhadap volume
pembiayan yang disalurkan perbankan syariah, meskipun dengan tingkat
signifikansi yang berbeda. Pembiayaan yang diberikan perbankan syariah tidak
tergantung pada besarnya laba dan pembiayaan bermasalahnya, perbankan syariah
tidak bersifat “profit oriented”.
Dalam skripsi Irawan (2004), penawaran pembiayaan Bank Umum
Syariah (BUS) di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh Letter of Credit (LC). Nilai elastisitas LC terhadap penawaran pembiayaan merupakan yang tertinggi
diantara variabel-variabel yang lainnya. Cara yang paling efektif untuk
meningkatkan tingkat pembiayaan BUS adalah dengan meningkatkan Dana Pihak
akan meningkatkan pembiayaan BUS. Variabel lain yang berpengaruh secara
nyata terhadap penawaran pembiayaan BUS di Indonesia adalah Variabel
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan variabel Non Performing Financing (NPF).
Nilai elastisitas SWBI tidak besar, sehingga peningkatan jumlah SWBI
BUS tidak akan mengurangi jumlah pembiayaan yang dikucurkan secara
signifikan. Variabel NPF memiliki hubungan yang positif dengan penawaran
pembiayaan BUS. Seharusnya hubungan keduanya adalah negatif. Artinya BUS
lebih mengutamakan untuk menyalurkan dana yang terkumpul dari DPK dan tidak
terlalu memperhatikan NPF ketika persentasenya terhadap total pembiayaan
berada pada kondisi stabil.
Permintaan pembiayaan BUS secara nyata dipengaruhi oleh variabel GDP
Riil dan variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Nilai elastisitas
GDP Riil merupakan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel lain.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa permintaan pembiayaan BUS sangat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional. Variabel suku bunga SBI
mempengaruhi permintaan pembiayaan BUS secara nyata. Namun variabel
tersebut memiliki hubungan yang negatif dan tidak sesuai dengan kerangka
teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pembiayaan BUS merupakan
nasabah segmen khusus yang tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi tingkat suku
bunga kredit di bank konvensional. Nasabah tersebut disebut kategori nasabah
Permintaan dan penawaran pembiayaan BUS di Indonesia secara nyata
dipengaruhi oleh nisbah bagi hasil yang diterima oleh pihak bank. Nilai
elastisitasnya pada persamaan penawaran adalah positif yang mengartikan bahwa
kurva penawaran pembiayaan memiliki slope positif. Sedangkan nilai
elastisitasnya pada persamaan permintaan bernilai negatif yang mengartikan
bahwa kurva permintaan pembiayaan memiliki slope negatif.
Pada skripsi Firdaus (2004), struktur pasar bank umum syariah berupa
perusahaan dominan mempengaruhi perilakunya dalam berpromosi. Struktur
pasar dan perilaku tersebut kurang memberi pengaruh besar terhadap kinerja.
Kinerja bank umum syariah yang tinggi lebih disebabkan karena faktor eksternal,
yaitu preferensi masyarakat untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk Dana
Pihak Ketiga (DPK) terhadap bank umum syariah.
Sedangkan pada skripsi Pitaloka (2004), penelitiannya membandingkan
kinerja finansial antara bank syariah dengan bank konvensional dengan
menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Penelitian yang menggunakan data pada tahun 2001 dan 2002 tersebut menyimpulkan bahwa
nilai EVA untuk bank syariah belum tentu bernilai lebih besar daripada bank
konvensional. Karena nilai EVA sangat tergantung pada kinerja masing-masing
bank bukan pada jenis bank. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa kinerja
bank syariah (yang diwakili oleh BMI) selama dua tahun tersebut tidak menarik
bagi pemegang saham atau investor. Sehingga investor ragu untuk membeli
saham yang ditawarkan, karena tidak akan mendapatkan deviden yang
kecuali dari keuntungan antara selisih dana pihak ketiga dan pembiayaan yang
disalurkan kembali kepada masyarakat, tanpa dapat mengharapkan modal dari
penjualan saham.
Budiman (2004), pada penelitiannya tentang ada tidaknya pengaruh
faktor-faktor makroekonomi (suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat dan Indeks Harga Saham Gabungan /IHSG), pembiayaan dan simpanan
mudharabah terhadap laba bruto bank-bank syariah di Indonesia. Sampel yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri
dan BNI unit syariah. Pengujiannya menggunakan persamaan linear berganda
dengan metode OLS dan data yang digunakan adalah data yang berasal dari
laporan bulanan dan triwulanan bank syariah yang bersangkutan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor pembiayaan secara statistik
dan substansi menjadi faktor tunggal yang signifikan terhadap laba bruto bank
syariah dari ketiga sampel tersebut. Hal itu mampu dijelaskan secara memuaskan
oleh sejumlah persamaan regresi yang dihasilkan. Sedangkan fungsi regresi yang
menggunakan faktor tunggal simpanan mudharabah yang secara statistik juga signifikan, secara substansi kurang menemukan penjelasan yang memuaskan.
Kombinasi dari dua variabel bebas ini dalam satu persamaan fungsi regresi tidak
dapat dilakukan karena bermasalah dalam hal multikolinearitas dan autokorelasi
atau keduanya.
Kesimpulan dari hasil pengujian itu juga menunjukkan bahwa
variabel-variabel makroekonomi tidak berhubungan langsung dengan hasil operasional
bruto bank syariah, karena bank syariah adalah alternatif dari bank konvensional
yang berintikan suku bunga. Kurs dan IHSG juga tidak berpengaruh terhadap
laba bruto bank syariah karena keduanya banyak dipenuhi unsur maupun pelaku
spekulasi. Sehingga bukanlah substitusi yang ideal terhadap perbankan syariah
yang mengharamkan semua jenis usaha atau proyek yang berindikasi spekulasi
atau judi.
Laba bruto dalam penelitian Budiman adalah jumlah hasil investasi yang
diperoleh bank syariah dari hasil investasi melalui pembiayaan yang diberikan
kepada pihak debitur bank syariah setelah dikurangi bagi hasil kepada pihak
penabung (deposan) bank syariah setiap periodenya. Laba yang dipakai dalam penelitian yang dilakukan penulis adalah laba bersih BUS yang diperoleh dari
selisih antara laba bagi hasil pembiayaan dengan bagi hasil yang harus diberikan
kepada deposan, ditambah pendapatan dari jasa-jasa.
Penelitian ini juga hanya menganalisis faktor- faktor internal BUS dan
tidak menyertakan variabel makroekonomi sebagaimana pada penelitian yang
dilakukan oleh Irawan dan Mardiyansyah. Sampel yang dipilih dalam penelitian
Budiman adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah,
sedangkan sampel dalam penelitian penulis mencakup seluruh BUS dan UUS di
Indonesia.
2.2.8. Kerangka Pemikiran
Bank Umum Syariah memperoleh laba dari kegiatan intermediasinya
dalam menghimpun dana menghasilkan laba berupa bagi hasil simpanan.
Kegiatan BUS dalam menyalurkan dana menghasilkan laba berupa bagi hasil
pembiayaan. Bank Umum syariah juga memperoleh laba dari pemberian jasa-jasa
lainnya. Laba yang dipungut dari biaya jasa-jasa lainnya disebut dengan fee based. Laba BUS diperoleh dari fee based ditambah selisih antara bagi hasil simpanan dengan bagi hasil pembiayaan.
Besarnya laba yang diperoleh oleh BUS di Indonesia akan dipengaruhi
oleh faktor internal. Faktor internal disini maksudnya adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam BUS itu sendiri. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian
ini adalah tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya, tingkat suku bunga
deposito bank konvensional, Non Performing Financing (NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam
Kerangka Pemikiran
Keterangan : --- : Ruang lingkup penelitian Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Bank Umum Syariah (BUS)
Menghimpun Dana Menyalurkan Dana Memberikan Jasa-jasa lainnya
Bagi Hasil Simpanan Bagi Hasil Pembiayaan Biaya-biaya
Selisih Bagi Hasil Simpanan dengan
Bagi Hasil Pembiayaan
Fee Based
LABA BUS
Faktor-faktor yang mempengaruhi Laba BUS.
- Laba satu periode sebelumnya, - Nisbah Laba per DPK, - Suku bunga deposito bank
2.2.9. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :
1) Diduga bahwa laba BUS satu periode sebelumnya berpengaruh secara
signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS;
2) Diduga bahwa nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS
berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif
terhadap laba BUS;
3) Diduga bahwa suku bunga deposito bank konvensional berpengaruh secara
signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;
4) Diduga bahwa Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;
5) Diduga bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan
yang positif antara masa sebelum dan sesudah keluarnya fatwa MUI
Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat makro yang meliputi seluruh Bank Umum Syariah (BUS) dan unit Usaha Syariah (UUS) yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai bulan Januari 2006.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, suku bunga deposito bank konvensional, Nisbah bagi hasil DPK, Non performing Financing (NPF), inflasi, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional, inflasi, dan IHK diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS, Nisbah bagi hasil DPK dan NPF diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005.
3.3. Metode Analisis
Data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah secara matematik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba bank umum syariah.
3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikatnya. Analisis ini melibatkan satu variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas dalam analisa. Analisa regresi berganda ini bertujuan untuk menghitung parameter-parameter estimasi dan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antara variabel-variabel tersebut. Analisis akan digunakan untuk mengukur variabel-varabel yang mempengaruhi BUS. Bentuk persamaan regresi dari laba BUS dapat dituliskan dalam model berikut ini.
LNLBt = a + b1LNLBt-1 + b2IDEPt + b3NDPKt+ b4NPFt+ b7DUMMY [3.1] dimana :
LBt : laba bank umum syariah periode t (Miliar), a : intersep,
LBt-1 : tingkat laba periode t-1 (Miliar), NDPKt : nisbah bagi hasil DPK periode t (%),
IDEPt : suku bunga deposito bank konvensional periode t (%), NPFt : Non Performing Financing periode t (%),
Dalam analisa regresi, estimasi persamaannya ditujukan untuk menggambarkan suatu pola hubungan/fungsi yang ada diantara variabel-variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa analisa regresi dapat digunakan untuk melakukan suatu estimasi terhadap besarnya suatu variabel dari nilai varibel lain yang telah diketahui. Variabel yang dapat diestimasi disebut sebagai variabel terikat (dependent variable) biasanya dinotasikan sebagi Y. Variabel-variabel yang mempengaruhinya disebut sebagi variael bebas (independent variable) yang biasanya dinotasikan sebagai X1, X2, X3, . . . . Xk. Jika dituliskan adalah seperti persamaan berikut ini.
Y = a + b1X1 +b2X2 + ... + bkXk + e [3.2] dimana :
Y : varibel terikat, X : variabel bebas, a : intersep,
B : koefisien masing-masing variabel bebas.
3.3.2. Variabel Dummy
dummy pada setiap variabel kualitatif tergantung pada banyaknya pilihan kategori dikurangi 1.
Nilai yang digunakan adalah :
Dummy = 0 : menunjukkan sebelum fatwa MUI Dummy = 1 : menunjukkan setelah fatwa MUI
variabel dummy tidak hanya mempengaruhi intersep suatu persamaan regresi, tetapi juga dapat mempengaruhi kemiringannya, biasanya disebut juga sebagai variabel interaksi.
3.3.3. Uji Ekonomi
Model yang diestimasi harus memenuhi kriteria ekonomi yang meliputi besar dan arah. Besar dan arah variabel bebas tidak bertentangan (sesuai) dengan teori ekonomi yang berlaku. Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi.
3.3.4. Uji Kriteria Statistik
Uji kebaikan model dapat dilakukan melaui beberapa langakah. Langkah-langkah tersebut terdiri dari uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
(1) Multikolinieritas
disebut “multikoliniearitas sempurna”(Perfect multicollinearity). Penggunaan kata multikolineritas disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya derajat kolinieritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Variabel-variabel dikatakan orthogonal jika variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi. Hal ini merupakan salah satu kasus tidak adanya masalah multikolinieritas.
Jika diantara dua variabel bebas terdapat multikolinieritas sempurna maka akan menyebabkan masalah berikut ini.
- Penaksir-penaksir kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan (indeterminate). - Varian dan kovarian dari penaksir-penaksir menjadi tak terhingga besarnya
(infinitely large).
Bekerja dengan model-model yang mengandung multikolineritas lebih sulit jika dibandingkan dengan mendeteksi masalah multikolinieritas. Para pakar ekonometri memberikan saran untuk melakukan berbagai prosedur untuk mengatasi masalah tersebut, dimana prosedur tersebut tergantung pada parah tidaknya masalah multikolinetitas, tersedianya sumber data lain, dan pentingnya variabel-variabel yang bermultikolinerasi di dalam model.
(1997) disebutkan bahwa masalah korelasi sederhana antara variabel penjelas bisa diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien determinasi atau keragamannya (korelasi keseluruhannya).
Terdapat tiga prosedur koreksi yang dapat digunakan untuk menghilangkan multikolinieritas.
- Memperbesar ukuran sampel
Multikoinieritas diharapkan dapat hilang atau berkurang jika ukuran sampel diperbesar, atau jumlah sampel ditambah. Dengan ukuran sampel yang semakin besar maka kovarian diantara parameter-parameter dapat dikurangi karena kovarian berhubungan terbalik dengan ukuran sampel. Hal ini hanya akan benar dilakukan jika interkorelasi terjadi hanya di dalam sampel dan bukan dalam populasi. Jika variabel-variabel tersebut berkolinier dalam populasi, maka prosedur memperbesar ukuran sampel tidak akan dapat membantu mengurangi multikolinieritas.
- Memasukkan persamaan tambahan ke dalam model
- Penggunaan informasi ekstra
Informasi ekstra adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain diluar sampel yang digunakan untuk penaksiran. Informasi ekstra ini diperoleh dari teori ekonomi atau beberapa hasil penelitian empiris sejenis yang pernah dilakukan. Tiga metode yang menggunakan informasi ekstra untuk menghilangkan masalah multikolineritas yaitu metode penggunaan informasi awal (prior information), metode transformasi variabel, serta metode pooling data cross –section dan data times series.
(2) Autokorelasi
Sumodiningrat (2001) menyatakan bahwa autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section).
Gujarati (1995) menyebutkan bahwa adanya autokorelasi dapat menyebabkan dua masalah.
- Varians yang diperoleh dari estimasi dengan OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians sebenarnya.
Pengujian untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breush and Godfrey Serial Correlation lagrange Multiplier Test dengan hipotesis (Eviws User’s Guide, 2002) :
H0 : ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi) H1 : ρ≠ 0 (terdapat serial korelasi) Kriteria uji yang digunakan :
- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi;
- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut.
Apabila setelah dilakukan uji, pada data yang diamati ternyata menunjukkan terdapat masalah autokorelasi, maka solusi yang dapat diambil tergantung pada penyebabnya, jika penyebabnya sebagai berikut :
- Dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Maka cara mengatasinya adalah dengan memasukkan variabel tersebut ke dalam model;
- Kesalahan spesifikasi model. Maka cara mengatasinya adalah dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model nonlinier, atau sebaliknya;