• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laba Bank Umum Syariah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laba Bank Umum Syariah di Indonesia"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH YAYU ANGGRAENI

H14101001

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Bank Umum Syariah (BUS) telah teruji daya tahannya pada saat badai krisis tahun 1997. Bank umum syariah juga telah membuktikan keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.

Laba Bank Umum Syariah (BUS) yang merupakan indikator dari kinerja opersional BUS dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis agar BUS dapat lebih meningkatkan kinerjanya.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, nisbah laba per DPK, suku bunga deposito bank konvensional, dan Non Performing Financing (NPF) BUS. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS dan NPF BUS diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005. Metode yang digunakan adalah metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS) dengan menggunakan Perangkat software Eviews 4.1. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh, arah, dan hubungan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas.

Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi at al. (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber dari mana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya.

(3)

laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, maka berarti harga input BUS turun, karena laba tersebut dapat digunakan untuk menambah modal BUS. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya.

Variabel nisbah laba per DPK berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah laba per DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat nisbah laba per DPK pada BUS, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS, begitu pula sebaliknya.

Variabel suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih menguntungkan.

Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia nilai elastisitas sebesar 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS. Semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS.

(4)

Oleh

YAYU ANGGRAENI H14101001

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Yayu Anggraeni

Nomor Registrasi Pokok : H14101001

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Wiwiek Rindayati, MS NIP. 131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(6)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2006

(7)

pasangan Bapak Wahidin dan Ibu Yoyoh. Pendidikan pertama penulis lalui di SD

Negeri III Surade, lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutan ke SLTP Negeri I

Surade dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis berhasil lulus dari

Madrasah Aliyah (MA) Negeri Surade.

Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen

Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh

pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Keluarga Muslim

Ekonomi Pembangunan (KEMBANG) FEM IPB periode 2001/2002, Dewan

Keluarga Mesjid (DKM) Al-Ghifari IPB periode 2002/2003, serta Forum

Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB periode 2003/2004

(8)

Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ir. Wiwiek Rindayati, MS, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis

maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan

dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Sri

Hartoyo, MS, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau

merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan

terima kasih juga penulis tujukan kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si,

atas kritik dan sarannya mengenai tatacara penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Sakti dari

DPS-BI yang telah memberikan bimbingan dan data-data yang penulis butuhkan.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada para peserta Seminar Hasil

Penelitian skripsi ini, kritik dan saran mereka sangat membantu bagi perbaikan

skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada orang tua dan kakak penulis. Doa, dorongan dan kesabaran mereka sangat

berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2006

(9)

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Definisi dan Karakteristik Perbankan Syariah ... 7

2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah ... 8

2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah ... 10

2.1.4. Jasa Perbankan Syariah ... 14

2.1.5. Profitabilitas Bank Syariah ... 14

2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 15

2.2. Kerangka Teori ... 19

2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba ... 19

2.2.2. Maksimisasi Laba ... 20

2.2.3. Konsep Marjinal ... 21

2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal ... 21

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ... 24

2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah ... 28

2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 30

2.2.8. Kerangka Pemikiran ... 34

(10)

3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 40

3.3.2. Variabel Dummy ... 40

3.3.3. Uji Ekonomi ... 41

3.3.4. Uji Kriteria Statustik ... 41

IV. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ... 47

4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ... 48

4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional ... 48

4.3. Perkembangan Jumlah Bank ... 59

4.4. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ... 52

4.4.1. Total Aset ... 52

4. 4.4.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 53

4.4.3. Pembiayaan ... 55

4.4.4. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 56

4.4.5. Laba Bank Umum Syariah ... 57

4.4.6. Kinerja Finansial ... 58

4.4.7. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financig/NPF) ... 60

V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH ... 62

5.1. Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis ... 63

5.1.1. Uji Heteroskedastisitas ... 63

5.1.2. Uji Autokorelasi ... 64

5.1.3. Uji Multikolinearitas ... 64

5.2. Interpretasi Variabel Penjelas ... 66

5.2.1. Laba BUS pada satu Periode Sebelumnya ... 66

5.2.2. Nisbah Bagi Hasil DPK BUS ... 66

5.2.3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional ... 67

(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Hal

1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah ... 2

1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank ... 3

2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 18

4.1. Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah ... 49

4.2. Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Posisi Maret 2005 ... 51

4.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52

4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 53

4.5. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55

4.6. Pertumbuhan ROA dan ROE Bank Umum Syariah ... 59

4.7. Non Performing Financig/NPF Bank Umum Syariah ... 60

5.1. Hasil Estimasi Variabel Dependen Laba Bank Umum Syariah ... 62

5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64

5.3. Hasil Uji Autokorelasi ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal

2.1. Skema Pembiayaan Murabahah ... 11

2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah ... 12

2.3. Grafik Laba Perusahaan ... 23

2.4. Kerangka Pemikiran ... 36

4.1. Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah ... 50

4.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52

4.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 54

4.4. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55

4.5. Perkembangan FDR Bank Umum Syariah ... 57

4.6. Laba bank Umum Syariah ... 58

4.7. Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah ... 59

4.8. Pertumbuhan ROE Bank Umum Syariah ... 60

4.9. Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah ... 61

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

1. Hasil Uji Estimasi ... 75

2. Hasil Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Multikolinearitas ... 76

3. Data Asli ... 77

4. Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 ... 78

(15)

Pada masa Krisis Moneter tahun 1997, banyak bank konvensional yang

bermasalah akibat negative spread, yaitu pendapatan bunga dari kredit lebih kecil daripada kewajiban pembayaran bunga kepada deposan. Hal ini menyebabkan

terjadinya likuidasi oleh pemerintah terhadap 16 bank yang pada akhirnya

memicu krisis kepercayaan dari para nasabah terhadap bank konvensional. Pada

masa itu yang terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS) justru sebaliknya, BUS

menunjukkan kondisi yang cukup stabil. Hal ini membuat kepercayaan dan

ketertarikan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin meningkat. Sejak

saat itu, bank syariah mulai berkembang di Indonesia dan pengkajian terhadap

ekonomi syariah pun semakin diminati.

Bank Umum Syariah telah membuktikan kembali keunggulannya dengan

memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari

segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan

kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk

dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama

Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 1998, baru terdapat 1 Bank Umum

Syariah, 10 Kantor Cabang, 1 Kantor Cabang Pembantu, dan 19 Kantor Kas.

Sampai bulan Maret 2005 telah bertambah menjadi 3 Bank Umum Syariah,

(16)

Perkembangan jaringan kantor perbankan syariah ini dapat dilihat pada Tabel 1.1

berikut ini.

Tabel 1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 1998-2005 Jenis

Data pada bulan Maret tahun 2005 menunjukkan bahwa telah terdapat 16

bank konvensional yang telah membuka Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu PT

Bank Indonesian Finance and Investment (IFI), PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Jabar, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Danamon,

PT Bank Bukopin, PT Bank Internasional Indonesia (BII), Hongkong and Shanghai Bangking Corporation (HSBC), PT Bank DKI, BPD Riau, BPD Kalsel, PT Bank Niaga, BPD Sumut, BPD Aceh, Bank Permata, dan Bank

Tabungan Negara (BTN). Bank konvensional yang akan membuka UUS ini

(17)

Perkembangan perbankan Syariah juga dapat dilihat dari segi

pelayanannya. Dari data pada tabel 2 dapat terlihat bahwa secara nasional aset

bank syariah sebesar Rp 15.5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 11.76 triliun,

dan pembiayaan Rp 12.14 triliun. Sedangkan pangsa (share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai 1.24 persen untuk total aset, 1.24

persen Dana Pihak Ketiga (DPK), dan 2.18 persen untuk pembiayaan yang

diberikan. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank ini dapat dilihat pada

Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank (Januari 2005) Bank Syariah Credit/Financing extended 12.14 triliun 2.18 555.60 triliun

LDR/FDR*) 103.19 % 58.48 %

NPL 3.23 % 4.7 %

Sumber : BPS-BI, 2005. Dimana:

*) FDR = Financing extended/Deposit Fund, LDR = Credit extended/Deposit Fund, NPL = Pembiayaan atau kredit bermasalah.

Laba Bank Umum Syariah (BUS) dalam perkembangannya senantiasa

mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama

semakin meningkat, karena laba merupakan salah satu indikator dari kinerja BUS.

Kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laju pertumbuhan sektor riil juga

merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dari bank syariah.

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Sistem perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem

perbankan konvensional. Hal mendasar yang membedakan keduanya terletak

pada sistem pembiayaan yang diberikan. Pembagian keuntungan pada bank

konvensional diberikan dalam bentuk bunga. Sedangkan pada bank syariah

pembagian keuntungan diberikan dalam bentuk bagi hasil, sehingga pihak bank

ikut menanggung resiko kerugian atau keuntungan dari suatu proyek pembiayaan.

Diharamkannya bunga bagi umat Islam menjadi salah satu faktor

pendorong berdirinya bank syariah. Sehingga keberadaan bank syariah ini

merupakan sebuah kebutuhan yang cukup mendasar bagi umat Islam agar dapat

menjalankan perintah agamanya dengan baik. Apalagi jika hal ini dikaitkan

dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.

Firdaus (2004) menyatakan bahwa perilaku dari nasabah perbankan

syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah emosional dan nasabah

rasional. Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi dengan

perbankan syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya. Mereka

meyakini bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga

melakukan transaksi dengan bank konvensional pun termasuk hal yang tidak

diperbolehkan. Sedangkan nasabah rasional adalah nasabah yang melakukan

transaksi dengan perbankan syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari

keuntungan yang lebih tinggi.

Hasil penelitian dari BNI Syariah pada tahun 2005 menyatakan bahwa

(19)

merupakan sebuah peluang yang sangat besar bagi bank syariah untuk dapat

meningkatkan kinerjanya. Salah satu indikator kinerja perbankan syariah tersebut

adalah tingkat laba yang diperolehnya. Jika labanya naik, maka dapat dikatakan

kinerjanya juga meningkat dan sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam

penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di

Indonesia. Hal ini perlu diketahui agar pada masa yang akan datang, BUS dapat

melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat

menghasilkan instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam upaya

peningkatan laba BUS di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan

pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terdapat tiga manfaat yang

diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini.

1. Dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang

perbankan syariah dan prospek kedepannya.

2. Menjadi rujukan dan pertimbangan bagi peneliti yang melakukan penelitian

(20)

3. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pihak pembuat

kebijakan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Tingkat laba yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada laba Bank

Umum Syariah (BUS) yang terdapat di Indonesia. Bank umum syariah dalam

konteks penelitian ini mencakup tiga buah BUS (Bank Muamalat Indonesia,

Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega) beserta unit usaha syariah bank

konvensional yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dibatasi untuk melihat

pengaruh lima buah variabel terhadap laba BUS. Variabel-variabel tersebut yaitu

laba BUS satu periode sebelumnya, nisbah laba per Dana Pihak Ketiga (DPK),

(21)

Bank Umum adalah bank yang memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank umum yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan

kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah

yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU

nomor 10 tahun 1998).

Yuliadi (2001) menyebutkan bahwa secara umum bank syariah adalah

lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa

lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya

disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Kegiatan bank syariah selalu terkait

dengan lalu lintas uang antara lain : (1) memindahkan uang, (2) menerima dan

membayarkan kembali uang dalam rekening koran, (3) mendiskonto surat wesel,

surat order maupun surat berharga lainnya, (4) memberi dan menjual surat-surat

berharga, (5) membeli dan menjual cek, surat wesel dan kertas dagang, serta

(6) memberi jaminan bank.

Khalid (2005) menyebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang tata

cara beroperasinya didasarkan kepada tata cara bermuamalat secara Islam.

Artinya, bank syariah mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Qur’an dan Al

(22)

Khalid (2005) mengemukakan enam karakteristik bank syariah.

ƒ Dalam bank syariah tidak dikenal adanya konsep “Time Value of Money”.

ƒ Tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat “spekulatif” karena adanya

ketidakpastian.

ƒ Tidak diperkenankan adanya dua transaksi untuk satu barang.

ƒ Tidak diperkenankan dua harga untuk satu barang.

ƒ Tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil,

sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan usaha riil, seperti

jual beli dan sewa menyewa.

ƒ Dalam strukturnya terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS).

2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah

Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah dapat berbentuk

giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional bank syariah yang ditetapkan

dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah. (1) Prinsip Wadi’ah

Al wadi’ah adalah titipan murni yang dapat diambil setiap saat jika pemiliknya menghendaki. Terdapat dua jenis wadi’ah, yaitu : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah. Pada wadi’ah yad al-amanah, barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sedangkan dalam

(23)

(2) Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terlebih dahulu. Dana tersebut juga bisa digunakan oleh bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal penggunaan di

mudharabah kedua ini, bank bertanggung jawab secara penuh atas kerugian yang

terjadi. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip

mudharabah terbagi dua.

- Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mudharabah mutlaqah ini mengembangkan produk tabungan dan deposito mudharabah. Prinsip ini mengindikasikan bahwa tidak ada pembatasan bagi bank dalam

menggunakan dana yang dihimpun.

- Mudharabah Muqayyadah. Prinsip terbagi dua, yaitu pertama, Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet merupakan simpanan khusus (restricted investment), dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Contohnya disyaratkan digunakan untuk

bisnis tertentu, atau untuk nasabah tertentu. Kedua, Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, bank bertindak sebagai perantara

(24)

usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-sarat tertentu yang harus

dipatuhi bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah

Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu : (1) transaksi pembiayaan yang

ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli ; (2)

transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa yang dilakukan

dengan prinsip sewa; dan (3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha

kerjasama yang bertujuan untuk mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang

dilakukan dengan prinsip bagi hasil.

(1) Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan

kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi

dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang.

Pembiayaan Murabahah

Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal dengan murabahah, adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak

sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli

(25)

Skema pembiayaan murabahah dapat dijelaskan dalam gambar berikut.

Beli tunai

Bayar Jual Kirim barang tangguh

Sumber : Yuliadi, 2001.

Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Murabahah

- Salam. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh sebab itu, barang diserahkan secara tangguh sedangkan

pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara

nasabah sebagai penjual. Sekilas mirip jual beli ijon, tapi dalam transaksi ini

kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan

secara pasti.

- Istishna. Produk isthisna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.

Produk ishtishna umumnya diaplikasikan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

(2) Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya sama dengan prinsip jual beli, hanya saja perbedaannya terletak pada objek

transaksinya. Pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Barang yang disewakan kepada nasabah dapat

BANK SUPPLIERR

(26)

dijual pada nasabah pada akhir masa sewa. Transaksi semacam ini dalam

perbankan dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan pindahnya hak kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada

awal perjanjian.

(3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil dapat

dijelaskan melalui uraian berikut ini.

- Musyarakah. Produk ini merupakan produk pembiayaan yang sebagian dari modal usaha adalah penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam

proses manajemen usaha. Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian

sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal.

- Mudharabah. Produk ini menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja bagi nasabah hingga 100 %. Besarnya bagi keuntungan

didasarkan pada perjanjian yang sesuai dengan proporsinya. Skema

pembiayaan mudharabah dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini. Akad Mudharabah

Dana Keuntungan

usaha Pengembalian Porsi keuntungan Pokok + porsi

Keuntungan Sumber : Yuliadi, 2001.

Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah BANK

USAHA

(27)

(4) Akad pelengkap

Akad pelengkap dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.

Akad ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi untuk mempermudah

pelaksanaan pembiayaan. Bank diperbolehkan meminta pengganti biaya yang

benar-benar timbul untuk melaksanakan akad ini. Bentuk-bentuk akad pelengkap

tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.

- Hiwalah (Alih Hutang Piutang). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya; - Rahn (Gadai). Fasilitas ini bertujuan untuk memberikan jaminan pembayaran

kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan;

- Qardh. Fasilitas ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar membutuhkan modal kerja. Nasabah membayar kepada bank hanya

sesuai dengan besarnya pinjaman pokok ditambah dengan biaya administrasi.

Pada fasilitas ini pengusaha tidak perlu membagi keuntungannya dengan

bank;

- Wakalah (Perwakilan). Wakalah dalam aplikasi perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya

dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan LC (letter of credit), inkaso, dan transfer uang;

- Kafalah (Garansi Bank). Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat

(28)

fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah.

2.1.4. Jasa Perbankan Syariah

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada

nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan

tersebut antara lain berupa : (1) sharf (jual beli valuta asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip syariah sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama

(spot); (2) ijarah (sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

2.1.5. Profitabilitas Bank syariah

Profit adalah selisih antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan, pada

umumnya dicerminkan dengan pendapatan bersih sesudah pajak. Terdapat dua

Indikator tingkat profit yang dapat digunakan.

(1) Return On Asset (ROA)

Rasio ini membandingkan laba operasi dengan seluruh sumber daya input

(total aset) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini dianggap yang terbaik

(29)

(2) Return On Equity (ROE)

Equity adalah penjumlahan dari laba yang ditahan (retained earnings) dengan penjualan. Equity capital mencerminkan kontrol pengambilan keputusan oleh pihak pemilik. Dalam industri perbankan, ROE merupakan

pembagian antara laba bersih dengan ekuitas.

2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Antonio (2001) menyebutkan bahwa sesungguhnya dalam beberapa hal,

bank syariah dan bank konvensional memiliki beberapa persamaan, terutama dari

sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang

digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP,

proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Namun, ternyata terdapat cukup

banyak perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal,

struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

(1) Akad dan aspek Legalitas

Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, transaksi

maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, sebagaimana

dijelaskan berikut ini.

- Rukun, yaitu : penjual, pembeli, barang, harga, dan akad (ijab kabul). - Syarat, yaitu :

ƒ Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa

yang haram menjadi batal demi hukum syariah;

(30)

ƒ Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi;

ƒ Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya berada dalam

kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau

dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

(2) Lembaga Penyelesai Sengketa

Jika terjadi perbedaan atau perselisihan antara bank syariah dan

nasabahnya, maka penyelesaiannnya tidak dilakukan di peradilan negeri, tetapi

diselesaikan menurut tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang

mengatur hukum materi di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase

Muamalat Indonesia (BAMUI) yang telah didirikan secara bersama oleh

Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

(3) Struktur Organisasi

Struktur organisasi bank syariah bisa sama dengan bank konvensional,

misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tetapi unsur yang sangat membedakan

diantara keduanya adalah di bank syariah terdapat keharusan untuk memiiki

Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang beranggotakan para ulama yang berasal

dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Adapun peran para ulama tersebut adalah

mengawasi jalannnya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan

(31)

(4) Bisnis dan Usaha yang Dibiayainya

Bisnis dan Usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak terlepas dari

saringan syariah, oleh karena itu bank syariah tidak mungkin membiayai usaha

yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Suatu pembiayaan tidak

akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok.

- Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?

- Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?

- Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila ?

- Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?

- Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau

berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?

- Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun

tidak angsung ?

(5) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture

Bank syariah selayakya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan

syariah. Dalam hal etika misalnya, bank syariah harus memiliki sifat amanah dan shiddiq, karyawannya dapat mencerminkan integritas eksekutif muslim yang baik, skillfull dan profesional (fathanah), mampu melaksanakan tugas secara team work, dalam hal pemberian reward dan punishment-nya diperlukan prinsip keadilan dan kesesuaian dengan syariah. Cara berpakaian dan tingkah laku para

karyawan juga harus mencerminkan bahwa mereka bekerja di sebuah lembaga

keuangan yang membawa nama besar Islam. Demikian pula dalam menghadapi

(32)

(6) Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan

dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional No. Bank Syariah Bank Konvensional

1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja

Investasi yang halal dan haram

2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.

Memakai perangkat bunga

3. Profit dan falah oriented Profit Oriented 4. Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk hubungan kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor.

5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

Tidak terdapat dewan sejenis

Sumber : Antonio, 2001.

Ciri-ciri bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional

menurut Sumitro dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.

- Beban biaya yang disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam

bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan

kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut

hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam

kontrak.

- Penggunaan prosentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran

selalu dihindarkan, karena prosentase bersifat melekat pada sisa utang

meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.

- Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan, tidak menerapkan perhitungan

berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka. Bank syariah menetapkan sistem yang didasarkan atas penyertaan modal

(33)

(profit and loss sharing). Penetapan keuntungan dimuka hanya diterapkan pada jenis kontrak jual beli melalui kredit pemilikan barang (mudharabah, ba’i bitsaman ajil dan ba’i salam) serta sewa guna usaha (ijarah), karena kemungkinan rugi dari kontrak ini sangat kecil.

- Pengerahan dana dalam bentuk deposito ataupun tabungan, oleh penyimpan

dana dianggap sebagai titipan (wadi’ah), sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan pada proyek-proyek

yang dibiayai bank, sehingga kepada penyimpan dana tidak dijanjikan

imbalan yang pasti. Apabila proyek-proyek yang dibiayai bank untung,

penyimpan dana memperoleh keuntungan yang mungkin lebih besar dari

tingkat bunga deposito ataupun tabungan pada bank konvensional.

Sedangkan giro dianggap sebagai titipan murni, bagi nasabah giro dapat

diberikan bonus atas ijin penggunaan dananya.

- Terdapat pos pendapatan berupa pendapatan “non halal” sebagai hasil dari

transaksi dengan bank konvensional. Digunakan untuk kepentingan yang

bersifat sosial.

2.2. Kerangka Teori

2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba

Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan

total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004), besarnya

laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber

(34)

perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang

diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila

sebaliknya.

Konsep laba yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah laba

perusahaan yang dikonversikan kedalam konteks pendapatan bersih atau laba

bank. Laba tersebut diperoleh dari selisih pendapatan atau penerimaan total

dengan biaya ekonomi total.

2.2.2. Maksimisasi Laba

Perusahaan adalah setiap institusi yang mengubah input menjadi output

(Nicholson, 2002). Jika perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai laba

ekonomi sebesar mungkin, maka secara definisi mereka berusaha membuat

perbedaan sebesar mungkin antara penerimaan total dengan biaya ekonomi total.

Laba ekonomi didefinisikan sebagai berikut :

π = TR - TC [2.1] dimana :

π : laba (profit),

TR : total penerimaan (revenue), TC : total biaya (cost).

Sebagai perantara keuangan, bank akan memperoleh laba dalam bentuk

spread based, yaitu selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dan bunga yang berasal dari peminjam (bunga kredit). Selain dari

(35)

misalnya dalam bentuk penerimaan biaya kirim, biaya tagih, biaya administrasi,

biaya provisi dan komisi, biaya sewa dan biaya-biaya lainnya. Biaya dari

kegiatan-kegiatan tersebuat dikenal dengan istilah fee based. Sedangkan dalam bank syariah laba diperoleh dalam bentuk bagi hasil (Profit Sharing) dari pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah dan juga dari kegiatan simpanan,

jual beli, sewa dan jasa yang diberikannya.

2.2.3. Konsep Marjinal

Jika sebuah perusahaan adalah pencari laba maksimum, maka Ia akan

membuat keputusan berdasarkan konsep marjinal. Manajer-pemilik akan

menyesuaikan segala sesuatu yang dapat diatur sampai tidak mungkin lagi terjadi

peningkatan laba. Sepanjang penambahan laba ini positif, manager akan

memutuskan untuk memproduksi tambahan output atau mempekerjakan tambahan

tenaga kerja. Ketika tambahan laba dari aktivitas produksi menjadi nol, manajer

akan mempertahankan aktivitasnya jika menambah produksi sudah tidak bisa lagi

menguntungkan (Nicholson, 2002).

2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal

Untuk memaksimumkan laba, perusahaan seharusnya menghasilkan

tingkat output dimana penerimaan marjinal dari hasil tambahan penjualan satu

unit outputnya adalah tepat sama dengan biaya marjinal untuk menghasilkan unit

(36)

Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut.

MR = MC [2.2]

dimana :

MR : penerimaan marjinal,

MC : biaya marjinal.

Perusahaan seharusnya terus meningkatkan outputnya, Sepanjang

penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal. Pada saat itu, setiap tambahan unit

yang diproduksi akan memberikan suatu tambahan pada laba totalnya. Jika biaya

marjinal sama dengan penerimaan marjinal, maka perusahaan tidak perlu lagi

melakukan penambahan produksi. Kenaikan output selanjutnya akan mengurangi

laba karena biaya untuk menghasilkan lebih banyak output akan melebihi jumlah

penerimaan yang dihasilkan.

Laba ekonomi didefinisikan sebagai penerimaan total dikurangi biaya

ekonomi total, maka laba mencapai maksimum saat slope fungsi penerimaan (penerimaan marjinal) sama dengan slope fungsi biaya (biaya marjinal). Pada gambar 1.1, peristiwa ini terjadi pada titik q *. Laba adalah nol pada titik

(37)

Biaya

Penerimaan Biaya (TC)

Penerimaan (R)

Output per minggu

Output per minggu

q1 q* q2

0 (a)

(b) Laba

Laba

Sumber : Nicholson, 2002.

Gambar 2.3. Grafik Laba Perusahaan

Jika persamaan Maksimisasi Laba (π = TR - TC) tadi dikonversikan ke

dalam bank, maka total penerimaan adalah berasal dari total pendapatan bank dan

total biaya berasal dari total beban bank. Laba bank adalah total pendapatan bank

dikurangi total beban bank. Hal mendasar yang membedakan antara bank syariah

dengan bank konvensional adalah terletak pada sumber penerimaan bank. Sumber

penerimaan bank konvensional berasal dari bunga, sedangkan bank syariah, tidak

menjadikan bunga sebagai salah satu sumber penerimaannya. Bank syariah

(38)

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran

Maksimisasi laba sebuah perusahaan dapat dilihat dari sisi penawarannya.

Jumlah komoditi yang diproduksi dan ditawarkan untuk dijual dipengaruhi oleh

beberapa variabel (Lipsey, at al., 2005). (1) Harga komoditi itu Sendiri

Satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan

komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan

berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan

kata lain, semakin tinggi harga suatu komoditi, semakin besar jumlah komoditi

yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi

yang ditawarkan.

Dalam konteks bank syariah, harga dari komoditinya adalah nisbah bagi

hasil yang akan diterima oleh deposan atau biasa disebut dengan nisbah bagi hasil

Dana Pihak Ketiga (DPK). Keputusan untuk menyimpan dana bagi nasabah

rasional , ditentukan oleh tingkat pengembalian yang paling besar yang akan

diterimanya apakah dari bank syariah atau bank konvensional. Oleh karena itu,

tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank konvensional akan

menjadi substitusi bagi bank syariah.

(2) Harga-harga Masukan (Prices of Input)

Semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi

keluaran, disebut sebagai masukan (input) perusahaan. Masukan (input)

perusahaan biasanya dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja dan mesin. Jika

(39)

kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Masukan

(input) bank syariah meliputi bahan baku berupa modal dan tenaga kerja. Modal

bank syariah biasanya diperoleh dari para investor dan dari laba yang diperoleh

BUS pada periode sebelumnya.

(3) Tujuan Perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu

tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Perusahaan bisa saja memiliki tujuan

lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Selama

perusahaan memilih laba besar ketimbang lebih kecil, maka perusahaan akan

memberikan respon terhadap perubahan dalam kemampulabaan arah tindakan

alternatif.

Bank syariah termasuk perusahaan yang tidak terlalu profit oriented, karena dalam usianya yang masih baru, bank syariah lebih berkonsentrasi pada

upaya pelayanan dan sosialisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan dan sosialisasi

yang dilakukan bank syariah juga merupakan sebuah upaya peningkatan laba

dalam jangka panjang.

(4) Teknologi

Perubahan teknologi apa pun yang dapat menurunkan biaya produksi akan

menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu.

Selama kenaikan keuntungan ini diikuti oleh kenaikan produksi, maka perubahan

ini akan meningkatkan jumlah kooditas yang ditawarkan. Teknologi yang dipakai

oleh bank syariah hampir sama dengan teknologi yang dipakai oleh bank

(40)

meningkatkan pelayanan, akan mampu menaikan laba yang akan diperoleh bank

syariah.

Teori tersebut bersifat mikro yang berlaku untuk sebuah perusahaan.

Dalam penelitian ini teori tersebut dikonversikan pada sebuah industri dalam

bentuk bank dengan sistem syariah. Faktor-faktor yang diduga akan

mempengaruhi laba BUS dalam penelitian ini adalah :

(1) Laba BUS Satu Periode Sebelumnya

Tingkat laba BUS pada satu periode (bulan) sebelumnya dapat digunakan

untuk menambah modal bagi kelancaran operasional BUS. Tingkat laba BUS

satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat

prospek dari BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS

dan sebaliknya. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya merupakan proksi

dari harga input perusahaan. Artinya, jika tingkat laba BUS satu periode

sebelumnya mngalami peningkatan, maka hal itu akan menambah modal BUS dan

berarti mengurangi harga input BUS.

(2) Nisbah laba Dana Pihak Ketiga (DPK)

Nisbah laba DPK merupakan proksi dari harga komoditi (harga output)

dari bank syariah. Nisbah laba per DPK merupakan besarnya tingkat

pengembalian yang dapat BUS berikan kepada para deposannya. Jika besarnya

nisbah per DPK yang diberikan BUS cukup besar, maka nasabah rasional akan

(41)

(3) Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional (IDEP)

Tingkat suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) akan menjadi

sebuah landasan bagi nasabah rasional untuk menentukan apakah ia akan

menyimpan dananya di BUS atau di bank konvensional. Dengan kata lain, bagi

nasabah rasional, IDEP akan menjadi substitusi dari nisbah bagi hasil DPK BUS.

Jika IDEP bank konvensional lebih kecil daripada nisbah bagi hasil DPK BUS,

maka nasabah rasional akan memilih menyimpan dananya di bank syariah, dan

sebaliknya.

(4) Non Performing Financing (NPF)

Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan jumlah pembiayaan bermasalah pada BUS. Pembiayaan bermasalah memberikan disinsentif kepada

BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan

yang harus dikeluarkan. Non Performing Financing (NPF) merupakan proksi dari harga input perusahaan. Jika NPF meningkat, maka modal harus ditambah karena

harus menyisihkan dana penghapusan akan meningkat, dan sebaliknya. Hal ini

menunjukkan bahwa NPF menyebabkan harga input BUS menjadi meningkat.

(5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank merupakan variabel dummy dalam penelitian ini. Fatwa MUI merupakan variabel kualitatif yang

dikuantitatifkan yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh fatwa tersebut

terhadap laba BUS. Fatwa MUI diduga akan mempengaruhi nasabah emosional

untuk mengalihkan dananya dari bank konvensional ke bank syariah.

(42)

ketiga (DPK) yang dihimpun BUS. Peningkatan DPK akan memperbesar peluang

BUS untuk dapat meningkatkan penyaluran pembiayaannya, dan peningkatan

pembiayan diduga akan meningkatkan jumlah laba yang akan diperoleh BUS.

2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah

Terdapat empat unsur laba rugi dalam laporan laba rugi bank syariah

(Harahap at al., 2005).

(1) Pendapatan Operasi utama

Unsur ini merupakan kelompok pendapatan operasi utama bank syariah

atas penyaluran yang dilakukan sesuai prinsip syariah, yaitu : 1) pendapatan

penyaluran yang mempergunakan prinsip bagi hasil, yaitu pendapatan bagi hasil

mudharabah dan musyarakah, 2) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip jual beli, yaitu pendapatan margin murabahah, pendapatan bersih salam paralel dan ishtishna paralel dan 3) pendapatan bersih ijarah. Pendapatan operasi utama ini dipisahkan agar dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan

keuangan, atas pendapatan utama operasional bank syariah dan akan dikaitkan

dengan bagi hasil yang telah diberikan oleh bank syariah.

(2) Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Investasi tidak Terikat

Unsur ini merupakan jumlah bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah

kepada pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati. Hak pihak ketiga atas bagi

hasil investasi tidak terikat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pendapatan dan

beban bank syariah, tetapi merupakan alokasi pendapatan dari bank syariah. Hak

(43)

beban bank syariah karena besarnya sangat tergantung pada pendapatan operasi

utama bank syariah, besarnya sebanding dengan pendapatan operasi utama,

besarnya tidak tetap.

(3) Pendapatan Operasi lainnya

Unsur ini menampung pendapatan operasi utama lainnya yang merupakan

milik bank syariah sepenuhnya (tidak dibagihasilkan), meliputi pendapatan atas

fee mudharabah muqayyadah, fee wakalah, fee kafalah dan pendapatan atas layanan berdasarkan imbalan lainnya.

(4) Beban-beban

Beban-beban ini merupakan semua beban yang menjadi tanggungan bank

sebagai mudharib sebagaimana layaknya bank. Beban-beban bank syariah meliputi beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi dan beban operasi

lainnya.

Laporan laba rugi bank syariah yang mempergunakan metode bagi hasil

revenue sharing berbeda dengan yang mempergunakan metode profit sharing. Bank yang mempergunakan metode profit sharing harus membuat laporan laba rugi atas pengelolaan dana mudharabah yang terpisah dengan laporan laba rugi bank. Laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah inilah yang akan dipergunakan sebagai dasar pembagian bagi hasil dengan pemilik dana. Jika

pengeloaan dana tersebut mengalami kerugian yang bukan disebabkan oleh

(44)

Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan laba rugi pengelolaan

dana mudharabah, khususnya yang berkaitan dengan beban, harus ada kriteria yang jelas tentang beban yang menjadi tanggungan dana mudharabah, baik beban tenaga kerjanya, beban umum dan administrasi maupun beban operasi lainnya.

Beban yang menjadi tanggungan bank tidak dibebankan pada laba rugi

pengeolaan dana mudharabah.

2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang perbankan syariah telah dilakukan oleh Mardiansyah

(2004). Untuk model pembiayaan perbankan syariah, faktor internal seperti

Lending Capacity (LC), nisbah laba per pembiayaan, dan tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah, serta faktor eksternal rata-rata suku bunga kredit

perbankan konvensional secara signifikan berpengaruh terhadap volume

pembiayan yang disalurkan perbankan syariah, meskipun dengan tingkat

signifikansi yang berbeda. Pembiayaan yang diberikan perbankan syariah tidak

tergantung pada besarnya laba dan pembiayaan bermasalahnya, perbankan syariah

tidak bersifat “profit oriented”.

Dalam skripsi Irawan (2004), penawaran pembiayaan Bank Umum

Syariah (BUS) di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh Letter of Credit (LC). Nilai elastisitas LC terhadap penawaran pembiayaan merupakan yang tertinggi

diantara variabel-variabel yang lainnya. Cara yang paling efektif untuk

meningkatkan tingkat pembiayaan BUS adalah dengan meningkatkan Dana Pihak

(45)

akan meningkatkan pembiayaan BUS. Variabel lain yang berpengaruh secara

nyata terhadap penawaran pembiayaan BUS di Indonesia adalah Variabel

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan variabel Non Performing Financing (NPF).

Nilai elastisitas SWBI tidak besar, sehingga peningkatan jumlah SWBI

BUS tidak akan mengurangi jumlah pembiayaan yang dikucurkan secara

signifikan. Variabel NPF memiliki hubungan yang positif dengan penawaran

pembiayaan BUS. Seharusnya hubungan keduanya adalah negatif. Artinya BUS

lebih mengutamakan untuk menyalurkan dana yang terkumpul dari DPK dan tidak

terlalu memperhatikan NPF ketika persentasenya terhadap total pembiayaan

berada pada kondisi stabil.

Permintaan pembiayaan BUS secara nyata dipengaruhi oleh variabel GDP

Riil dan variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Nilai elastisitas

GDP Riil merupakan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel lain.

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa permintaan pembiayaan BUS sangat

dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional. Variabel suku bunga SBI

mempengaruhi permintaan pembiayaan BUS secara nyata. Namun variabel

tersebut memiliki hubungan yang negatif dan tidak sesuai dengan kerangka

teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pembiayaan BUS merupakan

nasabah segmen khusus yang tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi tingkat suku

bunga kredit di bank konvensional. Nasabah tersebut disebut kategori nasabah

(46)

Permintaan dan penawaran pembiayaan BUS di Indonesia secara nyata

dipengaruhi oleh nisbah bagi hasil yang diterima oleh pihak bank. Nilai

elastisitasnya pada persamaan penawaran adalah positif yang mengartikan bahwa

kurva penawaran pembiayaan memiliki slope positif. Sedangkan nilai

elastisitasnya pada persamaan permintaan bernilai negatif yang mengartikan

bahwa kurva permintaan pembiayaan memiliki slope negatif.

Pada skripsi Firdaus (2004), struktur pasar bank umum syariah berupa

perusahaan dominan mempengaruhi perilakunya dalam berpromosi. Struktur

pasar dan perilaku tersebut kurang memberi pengaruh besar terhadap kinerja.

Kinerja bank umum syariah yang tinggi lebih disebabkan karena faktor eksternal,

yaitu preferensi masyarakat untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk Dana

Pihak Ketiga (DPK) terhadap bank umum syariah.

Sedangkan pada skripsi Pitaloka (2004), penelitiannya membandingkan

kinerja finansial antara bank syariah dengan bank konvensional dengan

menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Penelitian yang menggunakan data pada tahun 2001 dan 2002 tersebut menyimpulkan bahwa

nilai EVA untuk bank syariah belum tentu bernilai lebih besar daripada bank

konvensional. Karena nilai EVA sangat tergantung pada kinerja masing-masing

bank bukan pada jenis bank. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa kinerja

bank syariah (yang diwakili oleh BMI) selama dua tahun tersebut tidak menarik

bagi pemegang saham atau investor. Sehingga investor ragu untuk membeli

saham yang ditawarkan, karena tidak akan mendapatkan deviden yang

(47)

kecuali dari keuntungan antara selisih dana pihak ketiga dan pembiayaan yang

disalurkan kembali kepada masyarakat, tanpa dapat mengharapkan modal dari

penjualan saham.

Budiman (2004), pada penelitiannya tentang ada tidaknya pengaruh

faktor-faktor makroekonomi (suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dollar Amerika

Serikat dan Indeks Harga Saham Gabungan /IHSG), pembiayaan dan simpanan

mudharabah terhadap laba bruto bank-bank syariah di Indonesia. Sampel yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri

dan BNI unit syariah. Pengujiannya menggunakan persamaan linear berganda

dengan metode OLS dan data yang digunakan adalah data yang berasal dari

laporan bulanan dan triwulanan bank syariah yang bersangkutan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor pembiayaan secara statistik

dan substansi menjadi faktor tunggal yang signifikan terhadap laba bruto bank

syariah dari ketiga sampel tersebut. Hal itu mampu dijelaskan secara memuaskan

oleh sejumlah persamaan regresi yang dihasilkan. Sedangkan fungsi regresi yang

menggunakan faktor tunggal simpanan mudharabah yang secara statistik juga signifikan, secara substansi kurang menemukan penjelasan yang memuaskan.

Kombinasi dari dua variabel bebas ini dalam satu persamaan fungsi regresi tidak

dapat dilakukan karena bermasalah dalam hal multikolinearitas dan autokorelasi

atau keduanya.

Kesimpulan dari hasil pengujian itu juga menunjukkan bahwa

variabel-variabel makroekonomi tidak berhubungan langsung dengan hasil operasional

(48)

bruto bank syariah, karena bank syariah adalah alternatif dari bank konvensional

yang berintikan suku bunga. Kurs dan IHSG juga tidak berpengaruh terhadap

laba bruto bank syariah karena keduanya banyak dipenuhi unsur maupun pelaku

spekulasi. Sehingga bukanlah substitusi yang ideal terhadap perbankan syariah

yang mengharamkan semua jenis usaha atau proyek yang berindikasi spekulasi

atau judi.

Laba bruto dalam penelitian Budiman adalah jumlah hasil investasi yang

diperoleh bank syariah dari hasil investasi melalui pembiayaan yang diberikan

kepada pihak debitur bank syariah setelah dikurangi bagi hasil kepada pihak

penabung (deposan) bank syariah setiap periodenya. Laba yang dipakai dalam penelitian yang dilakukan penulis adalah laba bersih BUS yang diperoleh dari

selisih antara laba bagi hasil pembiayaan dengan bagi hasil yang harus diberikan

kepada deposan, ditambah pendapatan dari jasa-jasa.

Penelitian ini juga hanya menganalisis faktor- faktor internal BUS dan

tidak menyertakan variabel makroekonomi sebagaimana pada penelitian yang

dilakukan oleh Irawan dan Mardiyansyah. Sampel yang dipilih dalam penelitian

Budiman adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah,

sedangkan sampel dalam penelitian penulis mencakup seluruh BUS dan UUS di

Indonesia.

2.2.8. Kerangka Pemikiran

Bank Umum Syariah memperoleh laba dari kegiatan intermediasinya

(49)

dalam menghimpun dana menghasilkan laba berupa bagi hasil simpanan.

Kegiatan BUS dalam menyalurkan dana menghasilkan laba berupa bagi hasil

pembiayaan. Bank Umum syariah juga memperoleh laba dari pemberian jasa-jasa

lainnya. Laba yang dipungut dari biaya jasa-jasa lainnya disebut dengan fee based. Laba BUS diperoleh dari fee based ditambah selisih antara bagi hasil simpanan dengan bagi hasil pembiayaan.

Besarnya laba yang diperoleh oleh BUS di Indonesia akan dipengaruhi

oleh faktor internal. Faktor internal disini maksudnya adalah faktor-faktor yang

berasal dari dalam BUS itu sendiri. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian

ini adalah tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya, tingkat suku bunga

deposito bank konvensional, Non Performing Financing (NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam

(50)

Kerangka Pemikiran

Keterangan : --- : Ruang lingkup penelitian Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Bank Umum Syariah (BUS)

Menghimpun Dana Menyalurkan Dana Memberikan Jasa-jasa lainnya

Bagi Hasil Simpanan Bagi Hasil Pembiayaan Biaya-biaya

Selisih Bagi Hasil Simpanan dengan

Bagi Hasil Pembiayaan

Fee Based

LABA BUS

Faktor-faktor yang mempengaruhi Laba BUS.

- Laba satu periode sebelumnya, - Nisbah Laba per DPK, - Suku bunga deposito bank

(51)

2.2.9. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :

1) Diduga bahwa laba BUS satu periode sebelumnya berpengaruh secara

signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS;

2) Diduga bahwa nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS

berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif

terhadap laba BUS;

3) Diduga bahwa suku bunga deposito bank konvensional berpengaruh secara

signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;

4) Diduga bahwa Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;

5) Diduga bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan

yang positif antara masa sebelum dan sesudah keluarnya fatwa MUI

(52)

Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat makro yang meliputi seluruh Bank Umum Syariah (BUS) dan unit Usaha Syariah (UUS) yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai bulan Januari 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, suku bunga deposito bank konvensional, Nisbah bagi hasil DPK, Non performing Financing (NPF), inflasi, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional, inflasi, dan IHK diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS, Nisbah bagi hasil DPK dan NPF diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005.

3.3. Metode Analisis

(53)

Data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah secara matematik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba bank umum syariah.

3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikatnya. Analisis ini melibatkan satu variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas dalam analisa. Analisa regresi berganda ini bertujuan untuk menghitung parameter-parameter estimasi dan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antara variabel-variabel tersebut. Analisis akan digunakan untuk mengukur variabel-varabel yang mempengaruhi BUS. Bentuk persamaan regresi dari laba BUS dapat dituliskan dalam model berikut ini.

LNLBt = a + b1LNLBt-1 + b2IDEPt + b3NDPKt+ b4NPFt+ b7DUMMY [3.1] dimana :

LBt : laba bank umum syariah periode t (Miliar), a : intersep,

LBt-1 : tingkat laba periode t-1 (Miliar), NDPKt : nisbah bagi hasil DPK periode t (%),

IDEPt : suku bunga deposito bank konvensional periode t (%), NPFt : Non Performing Financing periode t (%),

(54)

Dalam analisa regresi, estimasi persamaannya ditujukan untuk menggambarkan suatu pola hubungan/fungsi yang ada diantara variabel-variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa analisa regresi dapat digunakan untuk melakukan suatu estimasi terhadap besarnya suatu variabel dari nilai varibel lain yang telah diketahui. Variabel yang dapat diestimasi disebut sebagai variabel terikat (dependent variable) biasanya dinotasikan sebagi Y. Variabel-variabel yang mempengaruhinya disebut sebagi variael bebas (independent variable) yang biasanya dinotasikan sebagai X1, X2, X3, . . . . Xk. Jika dituliskan adalah seperti persamaan berikut ini.

Y = a + b1X1 +b2X2 + ... + bkXk + e [3.2] dimana :

Y : varibel terikat, X : variabel bebas, a : intersep,

B : koefisien masing-masing variabel bebas.

3.3.2. Variabel Dummy

(55)

dummy pada setiap variabel kualitatif tergantung pada banyaknya pilihan kategori dikurangi 1.

Nilai yang digunakan adalah :

Dummy = 0 : menunjukkan sebelum fatwa MUI Dummy = 1 : menunjukkan setelah fatwa MUI

variabel dummy tidak hanya mempengaruhi intersep suatu persamaan regresi, tetapi juga dapat mempengaruhi kemiringannya, biasanya disebut juga sebagai variabel interaksi.

3.3.3. Uji Ekonomi

Model yang diestimasi harus memenuhi kriteria ekonomi yang meliputi besar dan arah. Besar dan arah variabel bebas tidak bertentangan (sesuai) dengan teori ekonomi yang berlaku. Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi.

3.3.4. Uji Kriteria Statistik

Uji kebaikan model dapat dilakukan melaui beberapa langakah. Langkah-langkah tersebut terdiri dari uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

(1) Multikolinieritas

(56)

disebut “multikoliniearitas sempurna”(Perfect multicollinearity). Penggunaan kata multikolineritas disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya derajat kolinieritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Variabel-variabel dikatakan orthogonal jika variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi. Hal ini merupakan salah satu kasus tidak adanya masalah multikolinieritas.

Jika diantara dua variabel bebas terdapat multikolinieritas sempurna maka akan menyebabkan masalah berikut ini.

- Penaksir-penaksir kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan (indeterminate). - Varian dan kovarian dari penaksir-penaksir menjadi tak terhingga besarnya

(infinitely large).

Bekerja dengan model-model yang mengandung multikolineritas lebih sulit jika dibandingkan dengan mendeteksi masalah multikolinieritas. Para pakar ekonometri memberikan saran untuk melakukan berbagai prosedur untuk mengatasi masalah tersebut, dimana prosedur tersebut tergantung pada parah tidaknya masalah multikolinetitas, tersedianya sumber data lain, dan pentingnya variabel-variabel yang bermultikolinerasi di dalam model.

(57)

(1997) disebutkan bahwa masalah korelasi sederhana antara variabel penjelas bisa diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien determinasi atau keragamannya (korelasi keseluruhannya).

Terdapat tiga prosedur koreksi yang dapat digunakan untuk menghilangkan multikolinieritas.

- Memperbesar ukuran sampel

Multikoinieritas diharapkan dapat hilang atau berkurang jika ukuran sampel diperbesar, atau jumlah sampel ditambah. Dengan ukuran sampel yang semakin besar maka kovarian diantara parameter-parameter dapat dikurangi karena kovarian berhubungan terbalik dengan ukuran sampel. Hal ini hanya akan benar dilakukan jika interkorelasi terjadi hanya di dalam sampel dan bukan dalam populasi. Jika variabel-variabel tersebut berkolinier dalam populasi, maka prosedur memperbesar ukuran sampel tidak akan dapat membantu mengurangi multikolinieritas.

- Memasukkan persamaan tambahan ke dalam model

(58)

- Penggunaan informasi ekstra

Informasi ekstra adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain diluar sampel yang digunakan untuk penaksiran. Informasi ekstra ini diperoleh dari teori ekonomi atau beberapa hasil penelitian empiris sejenis yang pernah dilakukan. Tiga metode yang menggunakan informasi ekstra untuk menghilangkan masalah multikolineritas yaitu metode penggunaan informasi awal (prior information), metode transformasi variabel, serta metode pooling data cross –section dan data times series.

(2) Autokorelasi

Sumodiningrat (2001) menyatakan bahwa autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section).

Gujarati (1995) menyebutkan bahwa adanya autokorelasi dapat menyebabkan dua masalah.

- Varians yang diperoleh dari estimasi dengan OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians sebenarnya.

(59)

Pengujian untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breush and Godfrey Serial Correlation lagrange Multiplier Test dengan hipotesis (Eviws User’s Guide, 2002) :

H0 : ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi) H1 : ρ≠ 0 (terdapat serial korelasi) Kriteria uji yang digunakan :

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi;

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut.

Apabila setelah dilakukan uji, pada data yang diamati ternyata menunjukkan terdapat masalah autokorelasi, maka solusi yang dapat diambil tergantung pada penyebabnya, jika penyebabnya sebagai berikut :

- Dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Maka cara mengatasinya adalah dengan memasukkan variabel tersebut ke dalam model;

- Kesalahan spesifikasi model. Maka cara mengatasinya adalah dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model nonlinier, atau sebaliknya;

Gambar

Tabel 1.1.  Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 1998-2005
Gambar 2.1.  Skema Pembiayaan Murabahah
Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah
Tabel  2.1.  Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penerimaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang sangat signifikan pada triwulan I 2018 jika dibandingkan dengan

Kantor DPRD sendiri memiliki Persatuan Wartawan Legislatif (PWL) Tugas persatuan wartawan legislatif ini biasa nya meliput atau memuat berita tentang apa saja

Pembangunan ekonomi di Kawasan Istana Basa Pagaruyung sudah menunjukkan pengembangan dari ekonomi berbasis kearifan lokal. Dari ketiga indikator pembangunan ekonomi, faktanya

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Dari hasil data pengujian sistem pendeteksi barang dan sistem pendeteksi ketinggian benda dengan menggunakan aplikasi sensor cahaya, maka dapat disimpulkan kerja

(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan

Tema desain yang digunakan pada proyek Sentra Batik Khas Blora ini adalah Arsitektur Neo Vernakular.. Kata “Neo” diambil dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi