KAJIAN PERBANDINGAN TEKUK KOLOM BAJA RINGAN
SECARA NUMERIK DAN PERATURAN
TESIS
OLEH
RIWANTO MARBUN
087016012/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN PERBANDINGAN TEKUK KOLOM BAJA RINGAN
SECARA NUMERIK DAN PERATURAN
TESIS
Sya rat u
Sya rat u
Sya rat u
Sya rat u ntuk m em peroleh G elar M agister T eknik
ntuk m em peroleh G elar M agister T eknik
ntuk m em peroleh G elar M agister T eknik
ntuk m em peroleh G elar M agister T eknik
P ada
P ada
P ada
P ada P rogram Studi M agister T eknik Sipil
P rogram Studi M agister T eknik Sipil
P rogram Studi M agister T eknik Sipil
P rogram Studi M agister T eknik Sipil
F ak ulta s T eknik
F ak ulta s T eknik
F ak ulta s T eknik
F ak ulta s T eknik U niversitas Sum atera U tara
U niversitas Sum atera U tara
U niversitas Sum atera U tara
U niversitas Sum atera U tara
OLEH:
RIWANTO MARBUN
087016012/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : KAJIAN PERBANDINGAN TEKUK KOLOM BAJA RINGAN SECARA NUMERIK DAN PERATURAN
Nama Mahasiswa : Riwanto Marbun
Nomor Pokok : 087016012
Program Studi : Magister Teknik Sipil
Menyetujui: Komisi Pembimbing,
Dr. Ing. Hotma Panggabean Ketua
Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT Anggota
Ketua Program Studi,
Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
Dekan,
Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME
Telah Diuji Pada
Tanggal Lulus : 30 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ing. Hotma Panggabean
Anggota : Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
Ir. Sanci Barus, MT
ABSTRAK
Analisis dan perencanaan pada kolom baja ringan penampang C (Canal) pada
tulisan ini dilakukan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Sreedhar
Kalavagunta dan kawan-kawan dalam jurnal Experimental Study of Axially Compressed
Cold Formed Steel Channel Columns, Indian Journal of Science and Technology, 2013.
Pada percobaan tersebut diambil penampang C (Canal) sebanyak 2 (dua) jenis yaitu
C100.10 dan C75.12 dengan panjang bervariasi sebesar 700 mm, 600 mm dan 500 mm.
Pada percobaan tersebut penampang C100.10 mengalami tekuk lokal sedangkan
pada penampang C75.12 mengalami tekuk flexural torsional. Hasil percobaan ini
kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan peraturan AS/NZS dan
simulasi numerik dengan metode elemen hingga yang menggunakan program Lusas.
Untuk penampang C100.10 terlihat bahwa beban kritis untuk hasil metode elemen
hingga lebih besar dibandingkan hasil perhitungan dengan peraturan AS/NZS maupun
hasil percobaan dimana perbandingan terbesar hasil metode elemen hingga terhadap
hasil percobaan adalah 1.108 dan hasil metode elemen hingga terhadap hasil peraturan
AS/NZS adalah 1.056. Untuk penampang C75.12 terlihat bahwa beban kritis untuk hasil
metode elemen hingga lebih besar dibandingkan hasil percobaan maupun hasil
perhitungan dengan peraturan AS/NZS dimana perbandingan terbesar hasil metode
elemen hingga terhadap hasil percobaan adalah 1.094 dan hasil metode elemen hingga
terhadap hasil peraturan AS/NZS adalah 1.043.
ABSTRACT
Analysis and design on light steel column of C (Canal) section in this paper is
based on the results of experiments conducted by Sreedhar Kalavagunta and his
colleagues in the journal Experimental Study of Axially Compressed Cold Formed Steel
Channel Columns, Indian Journal of Science and Technology, 2013. The experiment
using two kind of C (Canal) section types, C100.10 and C75.12 types with varying
length of 700 mm, 600 mm and 500 mm.
At the experiment on the C100.10 that had local buckling while C75.12 section
had flexural torsional buckling. The experimental results are then compared with
calculations based on the rules AS/NZS and numerical simulation with finite element
method and using Lusas program. From the calculation for the section C100.10 seen
that the critical load for the finite element method calculation is greater than the code
AS / NZS and the results of experiments in which the largest comparative results of the
finite element method (FEM) to the experimental results and the 1.108 results is the
finite element method to the standard / code is 1.056. For the calculation of the section
C75.12 seen that the critical load for the finite element method is greater than the
results of experiments and calculations with the code AS/NZS where the largest
comparative results of the finite element method (FEM) to the experimental results is
1.094 and results for the finite element method to the standard / code is 1.043.
Keywords : The Code AS/NZS, Finite Element Method (FEM), Experiments
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya, sehingga tesis dengan judul “Kajian Perbandingan Tekuk Kolom Baja Ringan Secara Numerik dan Peraturan” ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan hasil dari analisis program Lusas v.14, hasilnya dibandingkan dengan
peraturan baja ringan Australian Standard / New Zealand Standard(AS/NZS) serta hasil
referensi Eksperimental Study of Axially Compressed Cold Form Steel Channel
Columns, Indian Journal of Science and Technology, 2013.
Tesis ini diselesaikan sebagai satu di antara persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan dan memperoleh gelar Magister Teknik pada Fakultas Teknik Program
Studi Magister Teknik Sipil Jurusan Struktur Bangunan pada Universitas Sumatera
Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih atas saran/ide/masukan dan waktunya
kepada Bapak Dr. Ing Hotma Panggabean sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT sebagai Anggota Komisi Pembimbing, kepada
Bapak Prof. Dr. Ing Johannes Tarigan, Bapak Ir. Sanci Barus, MT, Bapak Ir. Rudi
Iskandar Pane, MT sebagai Pembanding serta Para Staf Pengajar Magister Teknik Sipil
yang telah memberikan materi kuliah selama masa perkuliahan, kepada abangda
Albertus Simbolon, ST yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini
dan sahabatku Nelson Hutahaean, ST, MT yang saling menguatkan memberikan
semangat dalam penyelesaian tesis ini dan adinda Yun Ardi yang telah banyak
membantu dalam urusan administrasi di Magister Teknik Sipil USU.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto,
MSCE sebagai Ketua Jurusan Magister Teknik Sipil dan Bapak Ir. Rudi Iskandar Pane,
MT sebagai Sekretaris Jurusan Magister Teknik Sipil, kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Bustami Syam, MSME sebagai Dekan Fakultas Teknik dan Bapak Prof. Dr. dr. Syahril
Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera
Istriku tercinta Octavia Ernie Christina Siallagan, SH, anak-anakku Deo Rocandy Sion Marbun dan Audrey Claudya Marbun, orangtuaku Bernaman Marbun/Mesta Manik, mertuaku Drs. Djapea Walter Siallagan/Lamria Purba serta
seluruh Saudara/Saudariku terimakasih atas dukungan dan doa dari kalian. Rekan
sekaligus atasanku : Ir. Iwan Darmawan, MT (Kasatker PJN Wil. II Prov. Sumut) yang
telah memberikan waktu, semangat maupun bantuan dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna disebabkan
keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta referensi yang penulis miliki. Untuk ini
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini di masa yang akan
datang.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih dan semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
PERNYATAAN
Bersama ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi manapun dan
sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam
naskah penulisan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama : Riwanto Marbun
2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/06 Agustus 1974
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Jln. Sei Brantas No. 29 Medan
Kec. Medan Sunggal, Sumut
II. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 060938 Medan tahun 1981-1987
2. SMP Negeri 8 Medan tahun 1987-1990
3. STM Negeri 3 Medan tahun 1990-1993
4. D3 Teknik Sipil Politeknik USU Medan tahun 1993-1996
5. S1 Teknik Sipil FT USU Medan tahun 1999-2002
6. S2 Teknik Sipil USU tahun 2008-2013
III. Riwayat Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
PERNYATAAN v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR NOTASI xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 3
1.4 Pembatasan Masalah 3
1.5 Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Material Baja Ringan (Cold Form Steel) 6
2.1.1 Gambaran Umum 6
2.1.2 Bentuk Tampang Baja Ringan dan Aplikasinya 10
2.1.3 Tegangan Leleh, Kekuatan Tarik dan Kurva Tegangan
Regangan pada Baja Ringan 11
2.1.4 Modulus Elastisitas, Tangen Modulus dan
Modulus Geser 13
2.1.5 Daktilitas 15
2.2 Balok Baja Ringan yang Mengalami Gaya Tekan 16
2.2.1 Kapasitas Nominal 16
2.3 Teori Kestabilan 17
2.3.2 Energi Potensial Minimum 22
2.3.3 Tekuk Lokal (Local Buckling 25 2.3.4 Lentur Torsi (Flexural Torsional Buckling) 26
2.3.5 Tekuk Distorsi 31
2.3.5.1 Kanal Dalam Kondisi Tekan 31
2.3.5.2 Kanal Lip Dalam Kondisi Tekan 33
2.4 Metode Elemen Hingga 35
2.4.1 Pemodelan Elemen 35
2.4.2 Perilaku Ke Arah Dalam (In Plane) 39
2.4.3 Perilaku Ke Arah Luar (Out Plane) 39 2.4.4 Penggunaan Dari Pengekangan Geser 40
2.4.5 Pemecahan Sistem Eigen 42 2.4.6 Permasalahan Stabilitas 46
2.5 Analisis Non Linear 47
2.5.1 Analisis Material Non Linear 47
2.5.2 Prosedur Iterasi 50
2.5.2.1 Iterasi Newton 50
2.5.2.2 Pelacakan Baris 50
2.5.3 Konvergensi 52
2.5.4 Prosedur Inkrementasi 53
2.5.4.1 Level Beban Konstan 53
2.5.4.2 Metode Modifikasi Panjang Busur
(Metode Crisfield) 54 2.5.4.3 Kontrol Panjang Busur (Metode Rheinboldt) 54
2.5.4.4 Pelacakan Baris Dengan Metode Panjang Busur 56
2.5.4.5 Penyesuaian Beban Secara Otomatis 56
2.5.5 Model Hubungan Tegangan-Regangan Material Baja 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 57
3.1 Umum 51
3.2 Bagan Alir Penelitian 51
3.3.1 Pendefenisian Model 54
3.3.1.1 Geometri Penampang 54
3.3.1.2 Grouping Elemen 54
3.3.1.3 Meshing Elemen 54
3.3.1.4 Properti Geometri 54
3.3.1.5 Properti Material 55
3.3.1.6 Posisi dan Jenis Perletakan 55
3.3.1.7 Posisi dan Jenis Pembebanan 55
3.3.2 Pemasukan Parameter Model 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 67
4.1 Hasil Perhitungan dengan Metode Elemen Hingga (LUSAS) 67
4.2 Hasil Perhitungan dengan Peraturan AS/NZS 73
4.2.1 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C100.10, L = 700 mm 73
4.2.2 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C100.10, L = 600 mm 79
4.2.3 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C100.10, L = 500 mm 86
4.2.4 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C75.12, L = 700 mm 92
4.2.5 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C75.12, L = 600 mm 100
4.2.6 Kolom Baja Ringan dengan Penampang
Canal Lip C75.12, L = 500 mm 110
4.3 Hasil Eksperimental 109
4.4 Pembahasan 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 113
5.1 Kesimpulan 113
5.2 Saran 114
DAFTAR PUSTAKA 115
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Harga Koefisien Tekuk Pelat 21
2.2 Faktor Reduksi Kapasitas 23
2.3 Batasan Untuk Komponen Struktur Tekan Yang Telah Diprakualifikasi 30
3.1 Ukuran Penampang Benda Uji 51
4.1 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L= 700 mm 67
4.2 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L= 600 mm 68
4.3 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L= 500 mm 69
4.4 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L= 700 mm 77
4.5 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L= 600 mm. 71
4.6 Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L= 500 mm 72
4.7 Beban Kritis Hasil Eksperimental 109
4.8 Perbandingan Hasil Setiap Metode Analisis 110
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Beberapa Bentuk Profil Baja Ringan Tunggal
(Wei Wen Yu and Roger A. Laboude) 10
2.2 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Hot Rolled 13
2.3 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Cold Form 13
2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan (Chazes, 1974) 19
2.5 Permukaan Stabilitas 21
2.6 Karakter Relatif Dari Kesetimbangan 23
2.7 Bentuk Mode Tekuk Lokal 23
2.8 Elemen Aktual dan Lebar Efektif (b) dari Elemen dan
Tegangan Rencana 26
2.9 Kanal Yang Mengalami Tekan 32
2.10 Kanal Lip Yang Mengalami Tekan 34
2.11 Konfigurasi Titik Dari Elemen 36
2.12 Bagan Alir Menghitung Tekuk Kolom Baja Ringan 45
2.13 Idealisasi Hubungan Tegangan Regangan Untuk Baja 47
2.14 Penambahan Beban Pada Balok 48
2.15 Iterasi Newton Raphson Untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal 49
2.16 Initial Stiffnes Method 50
2.17 KTI Method 51
2.18 KT2 Method 44
2.20 Prosedur Inkrementasi/iteratif Level Beban Konstan 53
2.21 Ilustrasi Limit Point Untuk Respon Derajat Kebebasan Tunggal 54
2.22 Modifikasi Inkrementasi Beban Panjang Busur untuk Respon
Derajat Kebebasan Tunggal 55
2.23 Kurva Hardening (Hardening Curve) 57
3.1 Bagan Alir Penelitian 52
3.2 Bagan Alir Pemodelan Metode Elemen Hingga 53
4.1 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C100.10 Dengan Panjang 700 mm 67
4.2 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C100.10 Dengan Panjang 600 mm 68
4.3 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C100.10 Dengan Panjang 500 mm 69
4.4 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C75.12 Dengan Panjang 700 mm 70
4.5 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C75.12 Dengan Panjang 600 mm 58
4.6 Perpindahan Yang Terjadi Akibat Beban Aksial Tekan Pada Kolom
Baja Ringan Untuk Penampang C75.12 Dengan Panjang 500 mm 59
4.7 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L= 700 mm 60
4.8 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L= 600 mm 61
4.9 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C100.10 L = 500 mm 62
4.10 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L = 700 mm 63
4.11 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L = 600 mm 64
4.12 Grafik Beban Terhadap Perpindahan Untuk C75.12 L = 500 mm 65
DAFTAR NOTASI
e
A = Luas Efektif Saat Tegangan Kritis ( fn) Untuk MenghitungNc.
g
A = Luas Bruto Elemen Atau Luas Kotor Penampang.
n
A = Luas Netto Penampang.
b = Lebar Rata Elemen Tidak Termasuk Lengkungan.
e
b = Lebar Efektif Elemen Yang Menerima Beban Tekan Merata, Baik Dengan Maupun Tanpa Pengaku, Untuk Menentukan Kapasitas.
f
b = Lebar Sayap Dari Penampang Kanal Atau Z.
C = Rasio Luas Penampang Untuk Komponen Struktur Tekan.
d = Tinggi Penampang.
E = Modulus Elastisitas Young (200 x 103 MPa).
c
f = Tegangan Beban Layan Pada Pelat Penutup Atau Lembaran.
y
f = Tegangan Tekuk Elastis Pelat.
c
f = Tegangan Kritis.
oc
f = Tegangan Tekuk Lentur, Torsi Dan Lentur Torsi Elastic.
od
f = Tegangan Tekuk Distorsi Elastis Dari Penampang.
G = Modulus Elastisitas Geser (80 x 103 MPa).
I = Momen Inersia Penampang Utuh, Tak Tereduksi kepada Sumbu Lentur.
J = Konstanta Torsi Untuk Penampang.
k = Koefisien Tekuk Pelat.
ez ey ex l l
l , , = Tekuk Efektif Untuk Lentur Terhadap Sumbu X Dan Y Serta Torsi.
c
N = Kapasitas Komponen Struktur Nominal Dari Struktur dalam tekan.
cd
N = Kapasitas Komponen Struktur Nominal Untuk Tekuk Distorsi.
1
c
N = Kapasitas Komponen Struktur Nominal Untuk Tekuk Lokal.
e
N = Beban Tekuk Elastic.
t = Tebal Penampang Kanal Atau Z.
f
t = Tebal Sayap.
w
t = Tebal Pelat Badan.
3 2
1,λ ,λ
ABSTRAK
Analisis dan perencanaan pada kolom baja ringan penampang C (Canal) pada
tulisan ini dilakukan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Sreedhar
Kalavagunta dan kawan-kawan dalam jurnal Experimental Study of Axially Compressed
Cold Formed Steel Channel Columns, Indian Journal of Science and Technology, 2013.
Pada percobaan tersebut diambil penampang C (Canal) sebanyak 2 (dua) jenis yaitu
C100.10 dan C75.12 dengan panjang bervariasi sebesar 700 mm, 600 mm dan 500 mm.
Pada percobaan tersebut penampang C100.10 mengalami tekuk lokal sedangkan
pada penampang C75.12 mengalami tekuk flexural torsional. Hasil percobaan ini
kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan peraturan AS/NZS dan
simulasi numerik dengan metode elemen hingga yang menggunakan program Lusas.
Untuk penampang C100.10 terlihat bahwa beban kritis untuk hasil metode elemen
hingga lebih besar dibandingkan hasil perhitungan dengan peraturan AS/NZS maupun
hasil percobaan dimana perbandingan terbesar hasil metode elemen hingga terhadap
hasil percobaan adalah 1.108 dan hasil metode elemen hingga terhadap hasil peraturan
AS/NZS adalah 1.056. Untuk penampang C75.12 terlihat bahwa beban kritis untuk hasil
metode elemen hingga lebih besar dibandingkan hasil percobaan maupun hasil
perhitungan dengan peraturan AS/NZS dimana perbandingan terbesar hasil metode
elemen hingga terhadap hasil percobaan adalah 1.094 dan hasil metode elemen hingga
terhadap hasil peraturan AS/NZS adalah 1.043.
ABSTRACT
Analysis and design on light steel column of C (Canal) section in this paper is
based on the results of experiments conducted by Sreedhar Kalavagunta and his
colleagues in the journal Experimental Study of Axially Compressed Cold Formed Steel
Channel Columns, Indian Journal of Science and Technology, 2013. The experiment
using two kind of C (Canal) section types, C100.10 and C75.12 types with varying
length of 700 mm, 600 mm and 500 mm.
At the experiment on the C100.10 that had local buckling while C75.12 section
had flexural torsional buckling. The experimental results are then compared with
calculations based on the rules AS/NZS and numerical simulation with finite element
method and using Lusas program. From the calculation for the section C100.10 seen
that the critical load for the finite element method calculation is greater than the code
AS / NZS and the results of experiments in which the largest comparative results of the
finite element method (FEM) to the experimental results and the 1.108 results is the
finite element method to the standard / code is 1.056. For the calculation of the section
C75.12 seen that the critical load for the finite element method is greater than the
results of experiments and calculations with the code AS/NZS where the largest
comparative results of the finite element method (FEM) to the experimental results is
1.094 and results for the finite element method to the standard / code is 1.043.
Keywords : The Code AS/NZS, Finite Element Method (FEM), Experiments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini pemakaian baja struktural baja ringan (cold form steel) semakin
banyak digunakan dalam konstruksi bangunan, hal ini diakibatkan karena semakin
sulitnya memperoleh kayu sebagai bahan konstruksi dan terutama juga karena beratnya
yang ringan, kemudahan dalam pabrikasi dan konstruksi serta kemampuannya untuk
dibentuk dalam berbagai jenis ukuran dan tampang (section). Selain itu pemakaian
material baja ringan dapat juga untuk struktur sekunder sampai struktur utama misalnya
untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, gudang, bangunan
komersial maupun rumah tinggal. Untuk struktur yang besar dan berat penggunaan
baja ringan juga sudah banyak walaupun termasuk dalam kategori elemen struktur yang
tipis (thin-walled structures), pemakaian baja ringan meliputi box-girder jembatan,
anjungan kapal (ship hulls) dan badan pesawat terbang. Ide dari pembuatan struktur
baja ringan adalah untuk mendapatkan kekuatan maksimum dari material yang relatif
tipis.
Baja ringan memiliki penampang yang tipis maka profil baja ringan sangat
rentan terhadap bahaya tekuk. Penelitian yang telah dilakukan para peneliti
menunjukkan bahwa batang baja ringan mengalami berbagai ragam (modes) tekuk
diantaranya: tekuk lokal, tekuk flexural dan tekuk distorsional. Para peneliti juga telah
menunjukkan bahwa kekuatan ultimit batang baja ringan sangat dipengaruhi oleh pola
Perilaku struktural baja ringan yang mengalami berbagai ragam tekuk tersebut
belum sepenuhnya dapat dipahami dengan baik karena relatif masih terbatasnya jumlah
penelitian yang dilakukan apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan terhadap baja jenis hot rolled. Baja ringan untuk tampang terbuka seperti
tampang C, tampang Z dan tampang topi (hat) adalah jenis baja ringan yang umum
dijumpai karena relatif lebih mudah dibentuk dan mudah disambung, akan tetapi
tampang jenis ini sangat rawan mengalami tekuk karena kelangsingan plat yang sangat
tinggi, adanya eksentrisitas dari pusat geser ke titik berat maupun akibat kekakuan
torsionalnya yang sangat rendah.
Pada saat ini di Indonesia, penggunaan baja ringan telah berkembang luas,
namun pemakaian yang semakin meluas ini belum diimbangi dengan adanya peraturan
(code) yang dapat digunakan secara khusus untuk mengatur tentang perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan penggunaan baja ringan sebagai material konstruksi.
Oleh sebab itu sangat penting apabila dilaksanakan penelitian maupun kajian
tentang fenomena tekuk yang dialami oleh material baja ringan agar dapat diperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena tersebut.
1.2 Permasalahan
Kekuatan material baja ringan yang memiliki tampang berdinding tipis sangat
dipengaruhi oleh karakteristik tekuk yang dialaminya. Karena itu perlu diteliti
bagaimana pola tekuk (buckling modes) yang dialami oleh penampang dan berapa besar
beban tekuk kritis yang dapat dipikul oleh suatu penampang apabila mengalami
Dalam tesis ini akan dibahas tentang pola tekuk yang dialami oleh kolom baja
ringan profil C (C- section) apabila mengalami pembebanan akibat beban aksial.
Kondisi perletakan yang ditinjau adalah perletakan sederhana sendi-sendi.
Besar tekuk yang terjadi akan dianalisis dengan simulasi menggunakan program
LUSAS v.14 dan hasilnya akan dibandingkan dengan peraturan baja ringan Australian
Standard / New Zealand Standard(AS/NZS) serta hasil referensi Eksperimental Study of
Axially Compressed Cold Form Steel Channel Columns, Indian Journal of Science and
Technology, 2013.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan simulasi numerik terhadap tekuk kolom baja ringan profil
C (C-section) yang mengalami tekuk akibat pembebanan aksial tekan.
2. Melakukan studi parameter geometri penampang berupa bentuk dan
panjang penampang yang mempengaruhi besar beban tekuk dan pola
tekuk kolom.
3. Mengkaji hasil beban kritis dari program LUSAS v.14 dengan
peraturan baja ringan Australian Standard / New Zealand Standard
(AS/NZS) serta hasil referensi Eksperimental Study of Axially
Compressed Cold Form Steel Channel Columns, Indian Journal of
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan besarnya beban tekuk pada kolom.
2. Mendapatkan pola tekuk yang dialami oleh struktur.
3. Mendapatkan gambaran tentang pengaruh parameter geometri
penampang terhadap beban aksial kritis pada penampang kolom.
4. Memperoleh hasil perbandingan beban tekuk dari analisis secara
numerik terhadap eksperimen dan terhadap peraturan AS/NZS.
1.4 Pembatasan Masalah
1. Material bersifat isotropis.
2. Bentuk penampang profil yang ditinjau adalah baja ringan tipe
C100.10 dan C75.12 dengan variasi panjang penampang L = 500 mm,
600 mm dan 700 mm dan data penampang sebagai berikut:
3.
3. Pemodelan batang dilakukan dengan elemen shell.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri atas 5 bab, tiap bab akan dibagi menjadi beberapa
subbab untuk membantu menjelaskan pokok bahasan bab tersebut tersusun dengan baik.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, permasalahan, maksud dan tujuan,
pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini dijelaskan teori-teori tentang baja ringan, teori tekuk pada
elemen shell serta teori tentang metode elemen hingga.
Bab III : Metodologi Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai metodologi penelitian berupa bagan alir
dan tahapan-tahapan pengerjaan secara umum.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini disajikan tentang hasil output simulasi dari program Lusas v.14
dan perhitungan dengan menggunakan peraturan AS/NZS serta
perbandingan dari hasil Eksperimen yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dari Indian Journal of Science and Technology,2013.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini diuraikan kesimpulan dan saran dari hasil analisis yang telah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Baja Ringan (cold form steel)
2.1.1 Gambaran Umum
Profil baja ringan (cold form steel) adalah jenis profil baja yang memiliki
dimensi ketebalan relatif tipis dengan rasio dimensi lebar setiap elemen profil terhadap
tebalnya sangat besar. Karena dimensi ketebalan profil relatif tipis, maka pembentukan
profil dapat dilaksanakan menggunakan proses pembentukan dingin (cold forming
processes). Di dalam proses ini, profil dibentuk dari pelat atau lembaran baja menjadi
bentuk yang diinginkan melalui mesin rol atau mesin tekuk pelat (rolling press atau
bending brake machines) pada suhu ruangan. Ketebalan pelat baja yang umumnya
digunakan sebagai bahan dasar pembentukan profil biasanya berkisar antara 0.3 mm
hingga 6 mm (WW-Yu).
Profil baja ringan sangat berbeda dibanding profil baja konvensional yang
dibentuk melalui proses pengerjaan panas (hot formed steel sections). Jenis profil
pertama dipengaruhi oleh tegangan sisa tekan yang diakibatkan oleh strain hardening
dalam proses pengerjaan dingin sedangkan pada jenis profil kedua, tegangan sisa yang
timbul diakibatkan oleh proses pendinginan. Karena rasio dimensi lebar terhadap tebal
dinding profil di setiap bagian elemennya sangat besar, maka akibat beban tekan sering
kali profil pertama-tama mengalami local buckling sebelum mencapai kekuatan
sangat bervariasi tergantung dari jenis pembebanan yang dapat didukung profil sampai
mencapai kekuatan maksimumnya.
Baja ringan (cold formed steel) sebagai elemen struktur telah mulai diminati
dewasa ini. Hasil riset yg cukup intensif terhadap perilaku baja ringan yang telah
dituangkan di dalam design code di berbagai negara seperti Australia Standard
(AS/NZS), American Iron and Steel Institute (AISI), British Standard (BS code) dan
Eurocode telah meningkatkan kredibilitas baja ringan sebagai elemen struktur yang
sama dengan baja biasa (hot-rolled steel) dan beton bertulang.
Menurut Wei-Wen Yu, batang stuktural baja cold form memberikan beberapa
keuntungan dalam konstruksi bangunan, antara lain:
1. Dibanding dengan baja biasa, produk baja ringan dapat diproduksi dengan
berat yang lebih ringan dan bentang yang lebih pendek.
2. Konfigurasi tampang yang tidak biasa dapat diproduksi secara lebih
ekonomis dengan proses bentukan dingin (cold forming) sehingga
perbandingan antara kekuatan dengan berat yang diinginkan dapat
diperoleh.
3. Tampang bentuk sarang (nestable section) dapat diproduksi dimana
tampang tersebut memungkinkan proses pemaketan yang lebih padat dan
pengangkutan yang lebih ekonomis.
4. Panel dan dek pemikul beban bisa menyediakan permukaan yang berguna
5. Panel dan dek pemikul beban tidak hanya memikul beban normal tetapi juga
mampu memikul geser apabila panel-panel tersebut terkoneksi dengan baik.
Apabila dibandingkan dengan material struktur yang lain seperti kayu dan beton,
material baja ringan memiliki beberapa kelebihan:
1. Lebih ringan.
2. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi.
3. Kemudahan pabrikasi dan produksi massal.
4. Cepat dan mudah dipasang dan didirikan.
5. Tidak terlalu terpengaruh oleh cuaca.
6. Detail yang lebih akurat.
7. Tidak mengalami susut dan rangkak pada temperatur.
8. Kualitas yang seragam.
9. Proses pengangkutan material yang ekonomis.
10. Material dapat didaur ulang.
Sedangkan kelemahan ataupun kekurangan baja ringan diantaranya:
1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat
digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang sangat
besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi.
2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat
tipis.
3. Peraturan yang belum terlalu populer untuk beberapa negara penggunaan
4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama.
5. Jenis profil tunggal yang terbatas sehingga untuk mendapatkan kekuatan
yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan.
Riset tentang baja ringan untuk konstruksi bangunan dimulai oleh
Prof. George Winter dari Universitas Cornell tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau
maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual” tahun
1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak dikeluarkan
peraturan tersebut lima dekade yang lalu, maka pemakaian material baja ringan
semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai
struktur utama misalnya untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan
industri, komersial maupun rumah tinggal.
Walaupun termasuk dalam kategori elemen struktur yang tipis (thin-walled
structures), pemakaian baja ringan telah meluas yaitu meliputi box-girder jembatan,
anjungan kapal (ship hulls) dan badan pesawat terbang. Ide dari pembuatan struktur
baja ringan adalah untuk mendapatkan kekuatan maksimum dari material yang relatif
tipis. Belakangan ini penggunaan baja ringan di Indonesa menjadi trend yang cukup
menarik, dimana material ini lebih banyak digunakan untuk rangka atap dibandingkan
menjadi struktur lainnya. Hal ini dikarenakan gencarnya iklan-iklan yang menawarkan
produk rangka atap baja ringan menggantikan material kayu. Di samping itu
kemudahan dalam mendapatkan bahan, kecepatan pemasangan dan struktur yang kuat
membuat rangka atap dari baja ringan menjadi terkenal.
Penggunaan baja ringan di Indonesia belum didukung oleh tersedianya
beredar di pasaran hampir didominasi oleh produk-produk yang dikeluarkan oleh
Bluescope Lysaght, Bluescope Steel dan Pryda yang berasal dari Australia, dengan
Australian/New Zeland Standard (AS/NZS 46000) sebagai designcode.
2.1.2 Bentuk Tampang Baja Ringan dan Aplikasinya
Batang struktur baja ringan dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama:
1. Batang profil struktural tunggal.
2. Bentuk panel dan dek.
Untuk golongan yang pertama beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah
profil kanal (C-section), profil Z (Z-section), profil I (I-section), profil siku (angle
section), profil T (T-section), profil sigma (sigma section) dan profil bulat (Tubular
[image:30.595.143.486.464.616.2]section). Gambar 2.1 menunjukkan bentuk-bentuk profil baja ringan.
Gambar 2.1 Beberapa Bentuk Profil Baja Ringan Tunggal (Wei Wen Yu and Roger A.Laboude)
Gambar 2.1 di atas menunjukkan beberapa jenis propil baja ringan tunggal:
(a) baja ringan profil I (I-section), (b) profil kanal (C-section), (c) profil sigma,
a b c d e f
(d) profil Z (Z-section), (e) profil Z dengan pengaku ujung, (f) profil doubel siku,
(g) profil topi (hat section), (h) profil topi dengan pengaku ujung, (i) profil kotak (box
section) , (j) profil bulat.
Secara umum tinggi profil baja ringan tunggal bervariasi mulai dari ketinggian 2
inci sampai 12 inci (50.8 sampai 305 mm) dan ketebalan material dari mulai 0.048 inci
sampai 1/4 inci (1.22 – 6.35 mm). Pada beberapa kasus ketinggian profil batang tunggal
dapat mencapai 18 inci (457 mm) dan ketebalan profil mencapai 1/2 inci (12.7 mm)
atau lebih tebal lagi. Batang tersebut digunakan untuk kontruksi transportasi dan
bangunan. Karena fungsi utama dari golongan tipe ini adalah untuk pemikul beban
maka kekuatan struktural dan kekakuan adalah menjadi pertimbangan utama dalam
desain.
Untuk baja ringan golongan yang kedua (bentuk panel dan dek) biasanya
digunakan untuk dek atap, dek lantai, dan dinding panel. Ketinggian panel umumnya 1
½ inci sampai 7 ½ inci (38.1 sampai 191 mm) dan ketebalan material panel baja ringan
mulai dari 0.018 sampai 0.075 inci (0.457 sampai 1.91 mm).
Dek dan panel baja ringan tidak hanya berfungsi untuk memikul beban akan
tetapi juga menyediakan permukaan yang dapat dijadikan lantai, atap serta menyediakan
ruang untuk perlengkapan instalasi listrik dan AC.
2.1.3 Tegangan Leleh, Kekuatan Tarik dan Kurva Tegangan-Regangan pada Baja Ringan
Baja ringan memiliki perbedaan perilaku bila dibandingkan dengan baja biasa
perbandingan perilaku baja biasa dengan baja ringan (cold-formed). Kekuatan batang
struktural baja ringan tergantung kepada titik leleh (yield point) atau kekuatan leleh dari
baja kecuali pada daerah sambungan atau pada kondisi dimana tekuk lokal elastis atau
tekuk global menjadi kondisi kritisnya.
Istilah tegangan leleh (yield stress) mengacu kepada titik leleh maupun
kekuatan leleh baja ringan. Kekuatan leleh baja ringan terentang mulai dari 165 MPa
sampai 552 Mpa (Yu, 2010).
Pada baja (hot-rolled) titik leleh menunjukan lekukan yang tajam setelah fase
elastis sedangkan pada baja ringan (cold-formed) menunjukan pola yang cenderung
naik secara bertahap. Untuk baja hot rolled tegangan leleh didefenisikan sebagai
tegangan dimana grafik tegangan–regangan menjadi horizontal seperti pada Gambar
2.2. Sedangkan pada baja cold form diagram tegangan-regangan melengkung pada
daerah sudut (knee) dan tegangan leleh ditentukan dengan menggunakan metode offset
maupun metode strain-underload(Wolford,1970) seperti Gambar 2.3.
Pada metode offset tegangan leleh adalah tegangan yang diperoleh dari
perpotongan kurva tegangan-regangan dan garis yang ditarik sejajar kurva pada titik
offset yang telah ditentukan (biasanya diambil pada titik dimana regangan yang terjadi
adalah sebesar 0.2%). Metode ini sering digunakan pada penelitian-penelitian dan pada
uji baja stainless steel dan baja alloy steel.
Pada metode strain-underload, tegangan leleh adalah tegangan yang
berhubungan dengan kondisi perpanjangan (elongation) batang akibat pembebanan.
Nilai perpanjangan total yang diambil biasanya adalah sebesar 0.5%. Pada banyak
Gambar 2.2 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Hot Rolled
Gambar 2.3 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Cold Form
2.1.4 Modulus Elastisitas, Tangen Modulus dan Modulus Geser
Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan leleh
tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et). Modulus elastisitas
ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva tegangan-regangan. Nilai dari
E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200 sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa
digunakan untuk standard pendesainan. Tangen modulus ditentukan oleh kemiringan
dari kurva tegangan-regangan di setiap level tegangan.
Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan leleh
tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya sampai
proportional limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit, nilai tangen
[image:33.595.213.400.283.400.2]ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk gradually yielding steels
dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari titik leleh minimum yang
ditentukan.
Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri dalam
perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relatif
lebih tebal. Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah
tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja menahan
regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur. Kemampuan ini cukup
penting untuk keamanan struktural maupun proses pembentukan penampang
cold-formed steel. Kemampuan ini diukur dengan penguluran baja sampai 50 mm satuan
panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat tarik juga merupakan karakteristik yang
penting karena rasio ini adalah indikasi adanya strain-hardening dan kemampuan
material mendistribusikan tegangan.
Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat
leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik
bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih dari
8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki kuat leleh
tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam 50 mm satuan
panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memiliki keterbatasan dalam penggunaannya
sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk penampang baja dengan
ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian, baja tersebut dapat berfungsi
dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen struktural seperti dek, panel, dan
dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya
relatif lebih tebal. Uraian berikut menjelaskan beberapa fenomena pada baja ringan
(cold-formed) yang perlu menjadi pertimbangan dalam desain.
2.1.5 Daktilitas
Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum yang
telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi spesifikasi
Australian and New Zealand Standards yaitu terjadi penguluran minimal sebesar 8%
dalam 50 mm satuan panjang tetapi untuk baja AS 1397–G550 dengan tegangan leleh
minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2% dalam 50 mm satuan
panjang untuk baja dengan t ≥ 0.60 mm. Tidak ada ketentuan khusus mengenai
penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm.
Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690
MPa) syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50 mm
satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun, ketentuan
ini cukup memberatkan untuk kepentingan desain. Peneliti sebelumnya
merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas tinggi
sebagai berikut:
a. Rasio fu/fy > 1,08.
b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10% atau
tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.
Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena
ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk purlin dan
girt. Namun desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan selama persyaratan
dari standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/фRu tidak melebihi 0,15.
Baja AS 1397–G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm tidak memiliki
daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas dari
desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah ditentukan,
dan desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah ditentukan, atau
450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih besar.
Meskipun demikian, standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas
rendah seperti AS 1397–G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk digunakan
berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah alternatif untuk
melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih tinggi dari ketentuan di
atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut tidak mempengaruhi kekuatan,
stabilitas, dan daya layan dari elemen structural dengan metode penguluran
non-proporsional atau metode total penguluran.
2.2 Balok Baja Ringan yang Mengalami Gaya Tekan
Untuk balok yang mengalami gaya tekan umumnya ada tiga tipe fenomena
tekuk yang biasa dijumpai yaitu tekuk lokal, tekuk torsi lateral dan tekuk distorsi.
Faktor reduksi kekuatan terhadap tekan diambil sebesar 0.90.
2.2.1 Kapasitas Nominal
Kapasitas tekan nominal sebuah komponen struktur (Nc) harus diambil nilai
lentur-torsi, kapasitas tekan nominal komponen struktur (Ncl) untuk tekuk lokal dan
kapasitas tekan nominal komponen struktur (Ncd) untuk tekuk distorsi.
2.3 Teori Kestabilan
Kolom-kolom ramping/langsing memiliki tipe pokok perilaku yang biasanya
dikenal dengan tekuk. Selama pembebanan yang diberikan relatif kecil, peningkatan
dalam pembebanan hanya akan menghasilkan penyusutan aksial. Namun, kadangkala
saat beban kritis dicapai, bagian dari struktur akan tiba-tiba tertekuk ke arah samping.
Tekuk ini memberikan kenaikan terhadap deformasi yang cukup besar, yang pada
selanjutnya dapat menyebabkan keruntuhan struktur. Beban pada saat terjadinya tekuk
merupakan kriteria desain untuk bagian yang mengalami tekan.
Bagian tekan seperti kolom akan mengalami kegagalan ketika tegangan yang
terjadi mencapai batasan kekuatan material tertentu. Saat batas kekuatan suatu material
diketahui, akan menjadi suatu persoalan yang relatif sederhana untuk menentukan
kapasitas beban yang dapat ditahan. Tekuk tidaklah selalu terjadi sebagai hasil dari
tegangan teraplikasi yang mencapai suatu kekuatan materialtertentu yang diperkirakan.
Justru, tegangan pada saat terjadinya tekuk tergantung atas beberapa faktor, termasuk
dimensi struktur, perletakan, dan sifat material.
Teori-teori kestabilan dirumuskan dengan tujuan menentukan berbagai kondisi
yang dapat terjadi pada suatu sistem struktural, yang berada pada suatu keadaan
seimbang, tetap dalam keadaan stabil.
Ketidakstabilan merupakan sifat dasar dari struktur dari bentuk ekstrim yang
cangkang-cangkang silindris tipis. Secara normal, berhubungan dengan sistem dan
mempunyai satu variabel N, yang pada umumnya menunjukkan beban luar tetapi juga
dapat berhubungan dengan temperatur (tekuk yang berkenaan dengan suhu) atau gejala
lainnya.
Di dalam permasalahan tekuk klasik, sistem dalam keadaan stabil jika N adalah
cukup kecil dan menjadi tidak stabil jika N adalah besar. Nilai dari N dimana suatu
sistem struktur mulai tidak stabil disebut dengan nilai kritis Ncr. Secara umum, hal yang
tersebut di bawah ini haruslah ditentukan terlebih dahulu:
a. Konfigurasi keseimbangan dari struktur dengan pembebanan tertentu.
b. Berada pada konfigurasi stabil.
c. Nilai kritis pembebanan serta konsekuensi perilaku yang dapat terjadi.
2.3.1 Metode Keseimbangan Netral
Pada keadaan umum, kestabilan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu
sistem fisik untuk dapat kembali ke keadaan seimbang apabila diberikan sedikit
gangguan.
Untuk suatu sistem mekanik, kita dapat mengambil batasan seperti yang
diberikan oleh Dirichlet: “keseimbangan dari suatu sistem mekanik adalah stabil apabila
di dalam perpindahan titik dari sebuah sistem dari posisi keseimbangan oleh suatu
jumlah yang sangat kecil dan memberikan masing-masing suatu kecepatan awal kecil,
perpindahan titik yang berbeda dari sistem, sepanjang keadaan gerakan, berada di
Batasan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa kestabilan adalah suatu solusi
keseimbangan sistem dan permasalahan untuk memastikan kestabilan adalah suatu
pemecahan dan mempunyai kaitan dengan yang lainnya.
Apabila kita menggambarkan suatu sistem konservatik elastik yang pada
awalnya dalam keadaan seimbang di bawah pengaruh gaya-gaya maka sistem akan
berubah menjadi keadaan tidak seimbang dengan adanya sedikit gangguan yang
diberikan terhadapnya. Jika gaya yang bekerja adalah sebesar W, kemudian:
W = T + V = konstan (2.1)
Dengan mengingat asas dari kekekalan energi. Dalam hubungan ini T adalah
energi kinetik sistem dan V adalah energi potensial. Suatu peningkatan kecil pada T,
disertai dengan penurunan kecil pada V atau sebaliknya. Jika sistem pada awalnya
berada pada konfigurasi keseimbangan dari energi potensial minimum, kemudian energi
kinetik T sepanjang dalam pergerakan bebas mengalami penurunan karena V haruslah
meningkat, sehingga perpindahan dari keadaan awal akan tersisa lebih kecil dan
menjadi keadaan yang stabil.
Konsep kestabilan sebagai contoh terkenal dari sebuah ilustrasi bola yang
diletakkan pada suatu bidang yang dilengkungkan serta berada pada berbagai posisi
dan perilaku dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan
berikut ini:
Meskipun bola berada pada keadaan setimbang untuk setiap posisi yang ditunjukkan, sebuah pengujian menyimpulkan keberadaan perbedaan-perbedaan yang penting dari ketiga situasi di atas.
Pada posisi (a), bila bola digerakkan perlahan, bola akan berpindah dari posisi
kesetimbangan awal, dan bola akan kembali lagi ke posisi awal apabila gaya penyebab
perpindahan dihilangkan. Sebuah benda yang berperilaku seperti ini dikatakan berada
pada kondisi setimbang stabil (stable equilibrium).
Pada posisi (b) bila bola digerakkan perlahan dari kondisi awalnya maka bola
akan meluncur jatuh dan tidak akan kembali lagi ke posisi awalnya walaupun gaya
penyebab perpindahan telah dihilangkan. Kondisi seperti ini disebut kondisi
kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).
Pada kondisi (c) apabila bola digerakkan perlahan maka bola akan berpindah
dan tidak akan kembali ke posisi semula walaupun gaya telah dihilangkan. Bola juga
tidak akan bergerak jauh dari posisi setimbang seperti yang dialami oleh bola pada
posisi (b), akan tetapi bola akan berada pada kondisi setimbang di lokasi
perpindahannya yang baru. Kondisi ini disebut kondisi kesetimbangan netral (neutral
equilibrium).
Bola pada gambar di atas menggambarkan kondisi kesetimbangan sistem
sedangkan permukaan yang diarsir menggambarkan total energi potensial yang dialami
oleh sistem tersebut. Stabilitas dari sebuah sistem elastis dapat diinterpretasikan dengan
menggunakan konsep energi potensial total minimum (minimum total potensial energy).
Di alam, sebuah sistem yang elastis cenderung untuk berada pada kondisi dimana energi
jika setiap perpindahan atau penyimpangan dari kondisi kesetimbangan awalnya, akan
menghasilkan peningkatan energi potensial total dari sistem. Sistem akan berada pada
pada kesetimbangan tidak stabil jika setiap perpindahan/penyimpangan dari
keseimbangan awalnya akan menghasilkan pengurangan energi potensial dari totalnya.
Terakhir sistem akan berada pada kesetimbangan netral jika setiap perpindahan dari
posisi awalnya tidak menghasilkan kenaikan maupun pengurangan dari energi potensial
total sistem tersebut. Berdasarkan prinsip ini, konsep energi dapat digunakan untuk
mencari beban kritis dari sebuah sistem yang elastis (Chen dan Lui, 1986).
Ilustrasi bola di atas dapat juga digambarkan seperti Gambar 2.5 dimana
memiliki kesetimbangan pada setiap titik sepanjang garis ABC.
Gambar 2.5 Permukaan Stabilitas
Pada daerah antara A dan B maka kesetimbangan adalah stabil, dan daerah
antara B dan C merupakan kesetimbangan tak stabil. Pada titik B, dimana merupakan
titik perubahan antara dua daerah baik kesetimbangan stabil maupun tak stabil, disini
bola berada pada kesetimbangan netral.
Pada pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa sebuah kolom akan mengalami
stabil terhadap beban. Perilaku kolom ini identik dengan ilustrasi bola pada Gambar 2.4.
Konfigurasi terus menerus pada kolom akan menjadi stabil pada pembebanan yang
relatif kecil, tetapi menjadi tidak stabil pada pembebanan besar. Jika hal ini
diasumsikan bahwa keadaan dari kesetimbangan netral berada pada peralihan dari
kondisi kesetimbangan stabil ke tak stabil pada kolom. Kemudian beban pada
konfigurasi terus menerus yang diberikan pada kolom menjadi tidak stabil adalah
beban dimana kesetimbangan netral adalah mungkin. Beban ini biasanya disebut
dengan beban kritis.
Untuk menentukan beban kritis pada kolom, haruslah mencari besaran beban
dimana bagian struktur berada pada kesetimbangan baik pada konfigurasi tekuk penuh
maupun sebahagian. Teknik yang digunakan dalam kriteria ini untuk menghitung
beban kritis disebut dengan metode kesetimbangan netral.
2.3.2 Energi Potensial Minimum
Berdasarkan contoh mengenai percobaan bola di atas yang memenuhi hukum
energi potensial minimum dari sebuah sistem: “Sebuah sistem elastik konservatif
adalah berada dalam keadaan kesetimbangan jika dan hanya jika nilai dari energi
potensial adalah relatif minimum”.
Pemakaian kata “relatif minimum” karena mungkin masih didapatnya harga
terkecil yang terdekat dari energi potensial seperti Gambar 2.6 dimana dipisahkan oleh
sebuah rintangan tetapi bergerak dari suatu yang minimum dan perlunya suatu
Gambar 2.6 Karakter Relatif Dari Keseimbangan
Keberadaan dari relatif minimum energi potensial dalam konfigurasi
kesetimbangan, secara pasti, hanya untuk kondisi yang cukup memungkinkan terhadap
stabilitas.
2.3.3 Tekuk Lokal (Local Buckling)
Tekuk lokal adalah fenomena tekuk dimana perubahan bentuk yang terjadi
akibat pembebanan terjadi hanya pada elemen sayap saja atau hanya pada elemen badan
[image:43.595.206.398.149.235.2]saja tanpa ada perubahan pada sisi memanjang batang seperti Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Bentuk Mode Tekuk Lokal
Pendekatan perhitungan tekuk lokal dilakukan dengan metode klasik untuk
tekuk pelat yang berdiri sendiri untuk tinggi penampang (h), lebar flens (b) dan panjang
lip (d) maka:
untuk k = 4
untuk k = 4
untuk k = 0.43 (2.2)
Pada tekuk lokal untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen
struktur, lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku yang mengalami tegangan
tekan merata harus ditentukan dari:
untuk
untuk (2.3)
b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan
ρ = faktor lebar efektif 1 22 . 0 1 ≤ − =
λ
λ
(2.4)rasio kelangsingan (λ) harus ditentukan sebagai berikut:
=
crf
f
*λ
(2.4.1)dimana:
*
f = Tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan lebar desain
efektif. 2 2 . ) 1 .( 12 . . − = h t E k fcrw υ π 2 2 . ) 1 .( 12 . . − = b t E k fcrf υ π 2 2 . ) 1 .( 12 . . − = d t E k fcrl υ π 673 . 0 ≤
λ be =b
b be =ρ. 673
. 0
>
cr
f = Tegangan tekuk elastis pelat.
k = Koefisien tekuk pelat.
4 untuk elemen dengan pengaku yang ditahan suatu pelat badan pada setiap
tepi longitudinal (harga k untuk berbagai elemen diberikan dalam yang bersesuaian).
E = Modulus elastisitas Young (200 x 103 MPa).
υ = Angka Poisson.
[image:45.595.159.469.300.668.2]t = Tebal elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata.
Tabel 2.1 Harga Koefisien Tekuk Pelat
Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat (k) pada Tabel 2.1, asumsi untuk setiap
penampang sebagai rakitan pelat yang memikul distribusi tegangan longitudinal pada
penampang sebelum mengalami tekuk.
Elemen Aktual Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan Tegangan Rencana (f *) Pada Elemen Efektif
Gambar 2.8 Elemen Aktual dan Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan TeganganRencana (f *) pada elemen efektif
Untuk menentukan kapasitas tekan nominal penampang atau komponen struktur
pada Gambar 2.8, f* harus diambil suatu kesimpulan seperti berikut:
Bila kapasitas penampang nominal (Ns) dari komponen struktur dalam tekan
dihitung berdasarkan pelelehan awal, maka f* harus sama dengan fy.
Bila kapasitas komponen struktur nominal (Nc) dari komponen struktur dalam
tekan dihitung berdasarkan tekuk lentur, tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, maka f*
harus sama dengan fn.
2.3.4 Tekuk Lentur Torsi (Flexural Torsional Buckling)
Pada bagian ini berlaku untuk komponen struktur dimana resultan semua gaya
yang bekerja padanya berupa gaya aksial yang melalui titik berat penampang efektif
yang dihitung pada tegangan kritis ( fn). Gaya aksial tekan desain ( *
N ) harus
(a) (2.5)
(b) (2.5.1)
dimana: c = faktor reduksi kapasitas untuk komponen struktur dalam tekan sesuai
[image:47.595.156.473.267.728.2]Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Faktor Reduksi Kapasitas s
c N N*≤φ.
s
N = Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan.
y e f
A. (2.6)
e
A = Luas efektif saat tegangan leleh ( fy).
c
N = Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan.
(2.7)
e
A = Luas efektif saat tegangan kritis ( fn).
Untuk penampang dengan lubang lingkaran, Ae harus ditentukan sesuai dengan
persamaan:
untuk λ≤0.673 be =b−dh
untuk λ>0.673 h h
e b d
b d b
b ≤ −
− − = λ λ 8 . 0 22 . 0 1
dimana dhdiameter lubang dan λdihitung sesuai dengan Persamaan 2.1 dan 2.2.
Nilai be tidak boleh melebihi .
Bila perkalian jumlah lubang sepanjang daerah efektif dengan diameter lubang dibagi
dengan panjang efektif tidak melampaui 0.015, Aedapat ditentukan dengan
mengabaikan lubang:
n
f = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan atau.
Untuk (2.8)
Untuk (2.9)
dimana:
c
λ = kelangsingan non-dimensi yang digunakan untuk menentukan fn 5
. 1
≤
c
λ fn (0.658 c).fy
2 λ = 5 . 1 > c
λ fn (0.877/ c).fy
2
λ
=
) (b−dh
= (2.10)
oc
f = nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi dan lentur torsi.
Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang
dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk
lentur elastis ( foc) harus ditentukan sebagai berikut:
(2.11)
dimana:
e
l = Panjang efektif penampang.
r = Radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi.
Untuk Persamaan 2.11 jika nilai panjang efektif (le ) kurang dari 1,1lo dimana:
(2.12)
cr
f = tegangan tekuk elastis pelat.
Untuk menentukan nilai le maka diambil:
Pada sistem rangka dimana stabilitas lateral diberikan oleh breising
diagonal, dinding geser, struktur disebelahnya yang mempunyai stabilitas
lateral yang cukup, atau pelat lantai atau dek atap yang ditahan secara
horisontal oleh dinding atau sistem breising sejajar dengan bidang sistem
rangka, dan pada rangka batang, panjang efektif (le) untuk komponen
2 2 / . r l E f e oc π = cr o f E r l =π. .
struktur tekan yang tidak tergantung pada kekakuan lenturnya agar
memiliki stabilitas lateral dari sistem rangka atau rangka batang, harus
diambil sama dengan panjang yang tidak breising (l), kecuali analisis
menunjukkan nilai yang lebih kecil dapat digunakan.
2. Pada sistem rangka yang tergantung pada kekakuan lenturnya agar
memiliki stabilitas lateral, panjang efektif (le) dari komponen struktur
tekan harus ditentukan dengan metode rasional dan tidak boleh kurang dari
panjang aktual yang tidak breising.
Untuk penampang yang menerima tekuk torsi atau lentur-torsi, focharus diambil
dari nilai terkecil antara foc dengan r=rydan yang dihitung sebagai berikut:
(2.13)
dimana:
ox
f dan foz ditentukan berdasarkan persamaan
(2.14)
dimana:
ox
f = tegangan tekuk elastis pada komponen struktur tekan yang dibebani secara aksial
untuk tekuk lentur terhadap sumbu x.
(2.15)
+ − + +
= ox oz ox oz ox oz
oc f f f f f f
f 4 . .
2
1 2 β
β 2 2
/
x ex oxr
l
E
f
=
π
+
=
2 2 2dimana:
, , = Panjang efektif untuk tekuk terhadap sumbu x, y dan puntir.
G = Modulus elastisitas geser (80 x 103 MPa).
J = Konstanta torsi untuk penampang.
Iw= Konstanta puntir lengkung untuk penampang.
2.3.5 Tekuk Distorsi (Distortional Buckling)
Tekuk distorsi (Distortional buckling) sebuah ragam tekuk yang melibatkan
perubahan bentuk penampang, tidak termasuk tekuk lokal.
2.3.5.1 Kanal Dalam Kondisi Tekan
Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal yang mengalami
tekan seperti pada Gambar 2.9 ditentukan sebagai berikut:
(2.16) dimana: (2.17) (2.18) (2.19) (2.20) ex
l ley lez
[
3]
2 2 1 2
1
4
2
α
+
α
−
α
+
α
−
α
=
A
E
f
odE
k
J
η
β
λ
β
β
η
α
φ 1 2 2 11
=
+
0
.
039
+
+ = 1 3 0 2 2 β β η
α Iy y
− = 3 1 1 3 β β η α η
α Iy
+ + = A I I hx x y
2 1
(2.21) (2.22) (2.23) (2.24) (2.25) (2.26) od
f′ ditentukan dari persamaannya.
dengan .
[image:52.595.206.519.136.383.2]dimana nilai-nilai A,Ix,Iy,Ixy,Iw adalah untuk sayap dan lip tekan.
Gambar 2.9. Canal Yang Mengalami Tekan
2 0 2
=
I
w+
I
xx
−
h
xβ
x xy
x
h
I
−
=
0 3β
[
0 3]
0 2
4
β
2
β
β
=
+
y
−
h
yI
yy
−
h
y−
25 . 0 3 4 80 . 4 = t bw β λ 2 = λ π η + ′ − + = 2 2 2 2 2 3 1 . 1 1 06 . 0 46 . 5 λ λ λ φ w w od w b b Et f b Et k 2 2 1
1 β 0.039 λ
β η
2.3.5.2 Kanal Lip Dalam Kondisi Tekan
Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal lip yang mengalami
tekan seperti pada Gambar 2.10 ditentukan sebagai berikut:
(2.27) dimana: (2.28) (2.29) (2.30) (2.31) (2.32) (2.33) (2.34) od
f′ ditentukan dari persamaan dengan
[
3]
2 2 1 2
1 4
2 α +α − α +α − α
= A E fod E k J b Ix f
η β λ β η α φ 1 2 2 1
1 = +0.039 +
+
= Iy ybfIxy
1 2 2 β η α −
= 2 2
1 1
3 Iy β Ixybf
η α η α + + = − A I I x 2 x y
1 β 25 . 0 3 2 80 .
4
= t b b Ix<