1.1. Latar Belakang
Pencapaian kesuksesan suatu organisasi dalam rangka
mempertahankan eksistensinya sangat dibutuhkan didunia persaingan. Kesuksesan organisasi merupakan sebuah wujud tercapainya tujuan-tujuan sebuah organisasi sebagai penjabaran dari visi organisasi. Menurut David (2009), pernyataan visi (vision statement) mencoba memberi jawaban atas
pertanyaan “Ingin menjadi seperti apakah kita?” Seorang pemimpin
memegang peranan penting terhadap visi suatu organisasi demi tercapainya tujuan visi tersebut. Menurut Robbins (2003), dibutuhkan pemimpin yang dapat menantang statusquo, untuk menciptakan visi tentang masa depan, dan menginspirasikan anggota organisasional agar mau mencapai visi itu.
Pemimpin suatu organisasi selalu mempengaruhi bawahan dalam rangka pencapaian tujuan. Cara setiap pemimpin organisasi berinteraksi dengan bawahan berbeda. Gaya kepemimpinan merupakan aspek yang penting bagi seorang pemimpin untuk pembenahan kemajuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif haruslah menggunakan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh seorang pemimpin.
modal sosial akan terus terjadi baik pada organisasi yang telah mapan maupun pada organisasi yang sedang atau akan mengalami perubahan.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam pelayanan jasa perpajakan yang dinaungi oleh Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP). DJP merupakan instansi pemerintah yang sedang mengalami transformasi perubahan organisasi. Transformasi DJP organisasi yang sering disebut reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan pada DJP telah dilakukan sebanyak dua tahap yaitu tahap I pada tahun 2002 dan tahap II pada tahun 2009. Reformasi perpajakan bertujuan untuk menata ulang kembali organisasi perpajakan pada beberapa aspek. Fokus penataan ulang reformasi perpajakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Fokus Penataan Reformasi Perpajakan
Reformasi Perpajakan Aspek Penataan Ulang
Jilid I (2002) Modernisasi administrasi perpajakan.
Reformasi kebijakan melalui amandemen UU Perpajakan.
Pelaksanaan ekstensifikasi berbasis profesi dan pemberi kerja serta intensifikasi melalui
mapping, profiling, dan benchmarking.
Jilid II (2009) Perbaikan sistem dan manajemen SDM.
Pembangunan sistem teknologi informasi dan komunikasi melalui program PINTAR yaitu penyempurnaan sistem dan proses bisnis utama, manajemen SDM, kepatuhan pajak, dan manajemen perubahan.
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak (2010)
Jawa Barat. KPP Pratama Bogor merupakan salah satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang dinilai mampu melakukan pemungutan pajak dengan baik. KPP Pratama Bogor dinilai berkontribusi pada peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan pada wilayah Jawa Barat. Penerimaan PBB pada tahun 2011 meningkat menjadi 1,324 triliun dibandingkan tahun 2010 hanya 1,254 triliun (Data Pemprov Jawa Barat, 2011). Perbedaan penerimaan PBB pada Pemprov Jawa Barat juga disebabkan oleh adanya tingkat kesadaran masyarakat yang mudah berubah.
Tingkat kesadaran masyarakat yang mudah berubah menuntut KPP Pratama Bogor untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan terjadi. Perubahan yang akan terjadi menuntut pemimpin harus mampu menyesuaikan kepemimpinan sesuai dengan situasi yang terjadi. Pemimpin organisasi harus mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai untuk mengetahui hal-hal perekat yang mampu mempercepat adaptasi organisasi terhadap perubahan agar karyawan berpartisipasi dalam perubahan. Djohan (2007), modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Penguatan modal sosial (social capital) pada KPP Pratama Bogor diduga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinanan yang diterapkan oleh pemimpin organisasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan di KPP Pratama Bogor untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial (social capital) pada KPP Pratama Bogor.
1.2. Perumusan Masalah
ketiga instansi tersebut dilebur menjadi satu yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Salah satu KPP yang melayani perpajakan pada Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat adalah KPP Pratama Bogor.
KPP Pratama Bogor merupakan organisasi perpajakan yang mempunyai fungsi pelayanan pajak. KPP Pratama Bogor sebagai bagian organisasi pelayanan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga memiliki visi yang sama yaitu menjadi organisasi yang dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Pencapaian visi tersebut haruslah didukung oleh kepercayaan karyawan KPP Pratama Bogor terhadap pimpinannya. Kepercayaan sangat dibutuhkan agar pemimpin dapat melaksanakan gaya kepemimpinan secara efektif. Kepercayaan juga merupakan salah satu komponen modal sosial yang penting maka pada pelaksanaan gaya kepemimpinan berkaitan dengan modal sosial yang terbentuk.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh KPP Pratama Bogor?
2. Bagaimana pembentukan modal sosial yang terjadi pada KPP Pratama
Bogor?
3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial pada PT KPP Pratama Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikaji, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis gaya kepemimpinan yang diterapakan oleh KPP Pratama Bogor?
2. Menganalisis pembentukan social capital yang terjadi pada KPP Pratama Bogor?
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna bagi perusahaan mengenai peranan kepemimpinan dan aspek pembentukan social capital sehingga penelitian ini mampu menjadi rujukan pengembilan keputusan pemimpin perusahaan.
2. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 1999). Hal ini sejalan dengan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaian tertentu (Tanjung dan Arep,2003). Definisi kepemimpinan ini mengindikasikan bahwa pentingnya sebuah kepemimpinan dalam suatu organisasi agar pencapaian tujuan organisasi dapat terpenuhi. Menurut Hasibuan (2003), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok (Stoner dan Freeman, 1992). Menurut Rivai (2003), definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai perisiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian, dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.
2.1.2 Teori Kepemimpinan
Menurut Kartono (2006), teori kepemimpinan adalah
1. Teori sifat, yaitu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan memiliki oleh seorang pemimpin, yaitu intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi, dan lain-lain (Kartono, 2006).
2. Teori kepribadian pelaku, kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola kelakuan pemimpinnya. Teori ini menyatakan, bahwa seorang pemimpin itu selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi (Kartono, 2006).
3. Teori kepemimpinan situasional, menurut Rivai (2007), suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu.
Teori kepemimpinan lainnya adalah menurut Robbins (2003) adalah teori kepemimpinan neokharismatik. Teori ini terbagi atas tiga kelompok. Pertama, menekankan perilaku pemimpin yang simbolik dan menarik secara emosional. Kedua, berupaya menjelaskan bagaimana para pemimpin menghasilkan komitmen bagi para bawahnnya. Ketiga, memandang kepemimpinan sebagai subjek.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Menurut Rivai (2007), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
1. Telling (directing/structuring), yaitu seorang pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan memberikan instruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberi peniaian kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai dengan yang diharapkan.
2. Selling (coaching), yaitu seorang pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam pembuatan keputusan. Pemimpin bersedia membagi persoalan dengan bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu didengarkan serta memberikan pengarahan mengenai apa yang seharusnya dikerjakan.
3. Participating (developing/encouraging), salah satu ciri dari kepemimpinan ini adalah adanya kesediaan dari pemimpin untuk memberikan kesempatan bawahan agar dapat berkembang dan bertanggung jawab serta memberikan dukungan yang sepenuhnya mengenai apa yang mereka perlukan.
4. Delegating, yaitu pemimpin memberikan banyak tanggung jawab kepada bawahan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memutuskan persoalan.
Menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan dapat dikategorikan lima tipe, yaitu
1. Gaya otokratik yang dalam hal pengambilan keputusan, seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri, menggunakan pendekatan formal dalam pemeliharaan hubungan. Gaya otokratik berpendapat bahwa para bawahannya mempunyai tingkat kedewasaan lebih rendah daripada pimpinan.
2. Gaya paternalistik yaitu kepemimpinan yang menunjukkan kecenderungan pengambilan keputusan sendiri dan berusaha menjualnya kepada bawahan, memperlakukan bawahannya sebagai orang yang belum dewasa, dan berorientasi terhadap penyelesaian tugas dan hubungan baik dengan bawahan.
3. Gaya kharismatik dalam pengambilan keputusan dapat bersifat otokratik
dan demokratis. Orientasi gaya kepemimpinan kharismatik
bukan kekuasaan dan berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya.
4. Gaya laissez faire mempunyai karakteristik yang paling menonjol terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pemeliharaan hubungan dengan para bawahannya, gaya kepemimpinan ini pada umumnya sangat mementingkan orientasi yang sifatnya relasional. 5. Gaya demokratik dianggap paling ideal. Karakteristik dari gaya
kepemimpinan demokratik terlihat dari hal pemeliharaan hubungan yang menekankan hubungan serasi dengan bawahan, memperlakukan bawahan sebagai orang yang dewasa, dan menjaga keseimbangan orientasi penyelesaian tugas-tugas dan orientasi hubungan yang sifatnya relasional.
Menurut Robbins (2003), pada teori neokharismatik terdapat tiga macam kepemimpinan yaitu
1. Kepemimpinan kharismatik menurut Robbins (2003), kepemimpinan yang muncul karena atribusi yang diberikan oleh pengikutnya dari kemampuan seorang pemimpin yang heroik. Pemimpin kharismatik memiliki lima ciri yaitu memiliki visi, mau mengambil resiko dalam melaksanakan visi, peka terhadap keadaan lingkungan dan pengikutnya, dan mempunyai perilaku yang tidak biasa. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Anom (2008), karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara, dan yang penting adalah atribut-atribut dan visi pemimpin relevan dengan kebutuhan pengikut.
3. Kepemimpinan visioner menurut Robbins (2003), kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, dan atraktif dengan masa depan organisasi. Keterampilan yang dimiliki oleh pemimpin visioner adalah kemampuan menjelaskan visi kepada orang lain, mampu mengungkapkan visi dalam kepemimpinannya, dan mampu memperluas visi pada konteks kepemimpinan yang berbeda.
2.2. Modal Sosial
2.2.1 Konsep Modal Sosial
Menurut Djohan (2007), modal sosial adalah keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas, yaitu trust, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi, kerja sama dan proaktif serta nilai-nilai positif yang dapat membawa kemajuan bersama. Sejalan dengan pendapat Djohan, menurut Eva diintisarikan oleh Djohan (2007), menguraikan tentang pengertian modal sosial sebagai suatu gerakan berupa rangkaian proses interaksi antar-manusia, yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.
Sosial kapital adalah sebuah sumber daya yang bernilai yang berfokus pada pemberian manfaat bagi peneliti di berbagai disiplin ilmu dan dikalangan institusi pendidikan (Kai-Ping et. al, 2009). Sedangkan menurut Suharto (2006), modal sosial dapat diartikan sebagai sumber daya yang timbul karena adanya interaksi dalam komunitas. Konsep modal sosial menurut Putnam yang diintisarikan oleh Alfiasari et.al (2009), modal sosial disefinisikan sebagai kepercayaan (trust), norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social network) antara lain:
2. Norma sosial merupakan hal-hal yang mengikat dan mengatur anggota organisasi dan biasanya berupa aturan-aturan tertulis, tidak tertulis, dan tradisi yang terdapat pada kelompok.
3. Jaringan sosial merupakan jaring-jaring yang menggambarkan hubungan orang-orang yang ada di sebuah kelompok baik secara langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial biasanya lebih digambarkan berdasarkan sifat dan karakteristiknya.
2.2.2 Komponen Modal Sosial
Menurut Djohan (2007), komponen yang menjadi ciri khas modal sosial, antara lain:
1. Partisipasi sosial (social participation) memiliki tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Partisipasi di dalam kelompok dapat mengangkat kepentingan pihak yang lemah.
2. Resiprositas (reciprocity) adalah pola hubungan individu dalam suatu komunitas atau antar-komunitas, yang di dalamnya mengandung kebiasaan saling memberi dan menerima.
3. Saling percaya (trust) adalah keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung, serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya.
4. Toleransi/penerimaan atas keberagaman (acceptance of diversity) biasanya merujuk ke pengertian tentang sikap, tindak-tanduk, atau perilaku yang bermuatan penghormatan, kesalingpengertian, dan apresiasi terhadap keragaman, terutama yang berkaitan dengan suku, ras, gender, umur, jenis pekerjaan, kemampuan intelektual, status sosial ekonomi, kepercayaan, dan agama.
5. Perasaan berharga (sense of efficacy) merupakan salah satu penopang modal sosial yang sangat penting. Pengertiannya adalah modal sosial akan terbangun dengan kuat jika suatu komunitas atau kelompok merasa berharga dan memiliki kemampuan untuk berkontribusi di tengah kelompoknya.
Sementara itu, nilai adalah suatu ide yang dianggap penting dalam komunitas tersebut.
7. Kerja sama dan proaktif (cooperation and proactivity). Kerja sama hanya mungkin tercipta jika individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki tujuan, aspirasi, dan kepentingan yang sama. Selain itu, kerja sama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif.
2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Rahmawati (2011), dalam tesisnya yang berjudul Model Hubungan Modal Sosial, OCB (Organizational Citizenship Behaviour), dan Kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel laten bebas modal sosial terhadap variabel laten terikat OCB, kepercayaan, dan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepercayaan terhadap OCB pada PDAM Tirta Kahuripan.
Saleh (2009), dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Pola Komunikasi Organisasi dengan Pembentukan Modal Sosial BEM IPB, menyatakan bahwa dalam organisasi BEM IPB sudah terbentuk modal sosial. Komponen modal sosial yang paling dominan dalam BEM IPB adalah kepercayaan. Selain itu, terdapat hubungan nyata antara gaya kepemimpinan delegatif, gaya kepemimpinan konsultatif dengan kepercayaan dan norma sosial anggota BEM IPB.
3.1. Kerangka Pemikiran
Pencapaian tujuan organisasi selalu dilatarbelakangi oleh visi dan misi organisasi tersebut. Visi dan misi suatu organisasi merupakan salah satu bentuk tujuan dari seorang pemimpin organisasi. Visi dan misi mempunyai keterkaitan yang kuat terhadap pemimpin organisasi. Keterkaitan yang kuat ini mengakibatkan seorang pemimpin harus mampu mengetahui profil, visi, dan misi organisasi agar mempunyai kedekatan relasional dengan tujuan organisasi.
Unsur kedekatan pemimpin dengan organisasi menjadi penting mengingat adanya hal yang harus disesuaikan pemimpin dalam memimpin organisasi tersebut. Pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan yang sesuai sehingga mampu mengantarkan organisasi menjadi lebih mapan. Penerapan gaya kepemimpinan tersebut akan berbeda-beda bagi setiap pemimpin terlebih lagi jika di dalam suatu organisasi mempunyai beberapa divisi. Perbedaan gaya kepemimpinan terbentuk berdasarkan teori kepemimpinan yang ada.
Menurut Robbins (2003), salah satu teori kepemimpinan adalah teori neokharismatik. Teori ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang berlaku ada tiga yaitu gaya kepemimpinan kharismatik, transformasional, dan visioner. Menurut Siagian (2005), gaya kepemimpinan kharismatik juga termasuk kedalam salah satu tipe kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan sebagai kumpulan metode, teknik, dan cara memimpin seorang pemimpin, mempunyai pengaruh terhadap faktor-faktor lain yang ada di organisasi. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan adalah modal sosial.
kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network) juga merupakan suatu parameter modal sosial (Suharto, 2006). Menurut Djohan (2007), modal sosial mempunyai tujuh komponen yang menjadi ciri khas modal sosial. Kepercayaan (trust) dan norma (norm) merupakan kedua hal yang termasuk sebagai komponen modal sosial.
Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial haruslah dianalisis secara benar agar mampu menghasilkan pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan para pemimpin organisasi dalam membuat keputusan secara manajerial. Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Visi dan Misi KPP Pratama Bogor
Strategi Sumber Daya Manusia
Indikator Gaya Kepemimpinan : 1. Kharismatik 2. Transformasional 3. Visioner (Robbins,2003)
Indikator Modal Sosial : 1. Kepercayaan 2. Norma Sosial 3. Jaringan Sosial (Putnam diintisarikan oleh Alfiasari et. al 2009)
Gambaran Penerapan Gaya Kepemimpinan dan Modal Sosial pada KPP Pratama Bogor
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial pada KPP Pratama Bogor
Implikasi Manajerial pada Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Bogor di Jl. Ir. H Djuanda No. 64. Pemilihan tempat dilakukan berdasarkan pertimbangan adanya kesediaan perusahaan tersebut. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2012-Maret 2012.
3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Kuesioner berisi pernyataan mengenai gaya kepemimpinan dan modal sosial yang diterapkan di KPP Pratama Bogor. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1. Skala kuesioner yang diapakai adalah skala Likert. Skala Likert adalah skala yang berbentuk skala ordinal dan hanya dapat membuat ranking (Nazir,2009).
Model skoring menurut Likert: Bobot nilai = 5 Sangat Setuju Bobot nilai = 4 Setuju
Bobot nilai = 3 Kurang Setuju Bobot nilai = 2 Tidak Setuju
Bobot nilai = 1 Sangat Tidak Setuju
Pembobotan yang telah ditetapkan antara 1 hingga 5 dibuat rentang skala. Rentang skala dapat dibuat dengan rumus :
Rentang Skala =
...(1)
Berdasarkan hasil persamaan dan bobot nilai yang digunakan dalam penelitian ini maka diperoleh rentang skala 0,8. Rentang skala untuk interpretasi jawaban kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rentang Skala Interpretasi Hasil Jawaban Kuesioner
Rentang Skala Pernyataan Jawaban
1,00-1,80 Sangat Tidak Setuju/Sangat Buruk/Sangat Rendah 1,90-2,60 Tidak Setuju/Buruk/Rendah
2,70-3,40 Kurang Setuju
3,50-4,20 Setuju/Baik/Tinggi
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder digunakan untuk melengkapi penelitian. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui data yang disediakan oleh instansi terkait, jurnal, dan literatur lainnya.
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan untuk penyebaran kuesioner ini adalah menggunakan teknik pengambilan sampel secara convinience yaitu teknik pengambilan sampel secara tidak acak. Sampel yang digunakan pada penelitian sebanyak 50 sampel. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Umar, 2005):
n = N / (1 + N e2) ...(1) Keterangan:
n = Ukuran contoh N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang masih dapat ditolerir (e = 10 persen)
3.5. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis penelitian ini adalah
H1 : Terdapat pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan dengan modal sosial KPP Pratama Bogor
H2 :Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan kharismatik terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor
H3 :Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan transformasional terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor
H4 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepemimpinan visioner terhadap modal sosial KPP Pratama Bogor
H5 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator kepercayaan terhadap gaya kepemimpinan KPP Pratama Bogor
H7 : Terdapat pengaruh yang positif antara indikator jaringan sosial terhadap gaya kepemimpinan KPP Pratama Bogor
3.6. Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah pengukuran yang menunjukkan tingkat ketepatan (keshahihan) ukuran suatu instrumen terhadap konsep yang diteliti. Suatu instrumen adalah tepat untuk digunakan sebagai ukuran suatu konsep jika memiliki tingkat validitas yang tinggi. Sebaliknya, validitas rendah mencerminkan bahwa instrumen kurang tepat untuk diterapkan. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus korelasi product moment berikut (Suharso, 2009) :
X = Skor masing-masing pertanyaan dari setiap responden Y = Skor total semua pertanyaan dari setiap responden
Jika nilai (koefisien) korelasi semakin tinggi, maka semakin baik validitas eksternal instrumen yang didesain tersebut.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Keandalan suatu instrumen menunjukkan hasil pengukuran dari suatu instrumen yang tidak mengandung bias atau bebas dari kesalahan pengukuran (error free), sehingga menjamin suatu pengukuran yang konsisten dan stabil dalam kurun waktu dan berbagai item atau titik (point) dalam instrumen (Suharso, 2009).
3.7. Structural Equation Modeling (SEM) 3.7.1 Definisi SEM
kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun
non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Pendapat lain yang sejalan dengan pengertian SEM adalah metode analisis data multivariat yang bertujuan menguji model pengukuran dan model struktural variabel laten (Kusnendi, 2008).
3.7.2 Konsep SEM
Menurut Ghozali (2005), dalam SEM terdapat dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen.
3.7.3 Jenis SEM
Beberapa jenis SEM yang dapat ditemui dalam penelitian ada empat jenis (Kusnendi, 2008):
1. Jenis model pertama disebut bivariate model. Jenis model ini dicirikan hanya melibatkan satu variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen.
2. Jenis model kedua disebut mediated-multivariate model. Model ini dicirikan dalam model yang dianalisis terdapat satu variabel laten eksogen dan aling tidak terdapat satu variabel laten endogen yang dibelakukan sebagai variabel antara, dan satu variabel laten endogen yang diberlakukan sebagai variabel dependen.
4. Jenis model keempat disebut correlated-multivariate recursive model.
Jenis ini dicirikan dalam model yang dianalisis paling tidak terdapat dua variabel laten eksogen, dan dua variabel endogen.
3.7.4 Prosedur Aplikasi SEM
Menurut Kusnendi (2008), prosedur aplikasi SEM terdiri dari tujuh tahap:
1. Spesifikasi model yaitu merumuskan model berbasis teori sehingga dapat diidentifikasi variabel laten eksogen-endogen, argumen teoritis hubungan kausal antarvariabel laten, serta indikator-indikator atau variabel manifes eksogen dan endogen.
2. Menterjemahkan model menjadi diagram jalur. Pada tahap ini tergambarkan dengan jelas setting atau adegan hubungan antarvariabel laten, serta adegan model pengukuran.
3. Mengkonversi diagram jalur menjadi persamaan. Pada tahap ini dapat diidentifikasi jumlah parameter yang akan diestimasi.
4. Identifikasi model yaitu tahap yang menentukan apakah model bersifat
under, just, atau over-identified.
5. Estimasi parameter model merupakan tahap untuk memilih data input, metode estimasi, dan strategi estimasi parameter model.
6. Menguji model terdapat dua tahap yaitu uji model pengukuran kemudian uji basic atau hybrid model.
7. Perbaikan model dan interpretasi hasil. Tahap ini memodifikasi model didasarkan justifikasi teoritis tertentu. Interpretasi hasil dilakukan dalam rangka menjawab masalah penelitian yang diajukan.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Jenis SEM yang digunakan merupakan bivariate model. Jenis model ini dicirikan hanya melibatkan satu variabel laten eksogen dan satu variabel laten endogen (Kusnendi, 2008).
X1 = Kharismatik X2 = Transformasional X3 = Visioner
Variabel laten endogen pada penelitian ini adalah modal sosial. Modal sosial mempunyai indikator sebagai berikut:
Y1 = Kepercayaan Y2 = Norma Sosial Y3 = Jaringan Sosial
Gambar 2. Diagram Lintas Kerangka Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Modal Sosial
H 1
H 7 H 2
H 5
H 6
H 4 H 3
Gaya Kepemimpinan
Modal Sosial X1
X2
X3
Y1
Y2
4.1. Gambaran Umum Organisasi
4.1.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Pada masa pemerintahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor untuk selanjutnya disingkat KPP Pratama Bogor, bernama “De In
Fiksi Van Finansien”. Setelah Indonesia merdeka, nama tersebut berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan, kemudian menjadi Kantor Inspeksi Pajak. Setelah adanya reformasi perpajakan pada tahun 1984 dan adanya perubahan sistem pemungutan pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak berganti nama menjadi Kantor Pajak. Dengan terbentuknya KPP WP Besar dan diikuti pembentukan KPP Madya dan KPP Pratama yang dibentuk pertama kali di Jakarta, sejak tanggala 14 Agustus 2007 Kantor Pelayanan Pajak Bogor, Kantor Pelayanan PBB Bogor, dan Kantor Pemeriksaan Pajak Bogor disatukan menjadi KPP Pratama Bogor berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ./2007 tentang penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Banten, Kantor Wilayah Direktorat jenderal Pajak Jawa Barat I, dan Kantor Wilayah direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II. KPP Pratama Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 64 Bogor.
4.1.2 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan APBN melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.
4.1.3 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Struktur organisasi yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah sebagai berikut (Lampiran2):
1. Kepala Kantor 2. Sub Bagian Umum
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 4. Seksi Pelayanan
5. Seksi Penagihan 6. Seksi Pemeriksaan
7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 11. Fungsional Pemeriksaan Pajak 12. Fungsional Penilai PBB
4.2. Hasil Validitas dan Reliabilitas
4.3. Analisis Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan kepada 50 responden melalui penyebaran kuesioner yang diberikan kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang diberikan oleh para pegawai. Informasi karakteritik pegawai dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status menikah, usia, dan jabatan.
4.3.1 Karakteristik Jenis Kelamin
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mempunyai karakteristik jenis kelamin yang lebih didominasi oleh pegawai berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70 persen atau sebanyak 35 orang dan pegawai berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 persen atau sebanyak 15 orang. Perbedaan jumlah pegawai berjenis kelamin laki-laki dengan wanita ini dapat disebabkan oleh karakteristik laki-laki sebagai kepala keluarga sehingga lebih memilih untuk bekerja. Penyebab lainnya adalah adanya fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor yang berfungsi sebagai tempat pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi pajak sehingga lebih memerlukan pegawai yang berjenis kelamin laki-laki agar lebih mampu melayani para wajib pajak maupun non wajib pajak dengan waktu yang lebih maksimal.
4.3.2 Karakteristik Tingkat Pendidikan
pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Tingkat Pendidikan
4.3.3 Karakteristik Lama Bekerja
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mempunyai waktu lama bekerja mayoritas dengan kurun waktu bekerja selama lebih dari 5 tahun sebanyak 76 persen atau sebanyak 38 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 4-5 tahun sebanyak 8 persen atau sebanyak 4 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 2-3 tahun sebanyak 6 persen atau sebanyak 3 orang. Pegawai yang bekerja selama kurun waktu kurang dari 1 tahun dan 1-2 tahun masing-masing adalah 4 persen atau sebanyak 2 orang. Pegawai yang bekerja dengan kurun waktu 3-4 tahun sebanyak 2 persen atau hanya 1 orang. Perbedaan lama bekerja tersebut menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai gaya kepemimpinan yang dianut oleh pimpinan kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.
4.3.4 Karakteristik Status Menikah
Mayoritas pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor memiliki status pernikahan telah menikah sebanyak 86 persen atau sebanyak 43 orang. Pegawai yang memiliki status pernikahan belum menikah sebanyak 14 persen atau sebanyak 7 orang. Status pernikahan pegawai yang telah menikah dapat mempengaruhi modal sosial pada lingkungan bekerja. Salah satu komponen modal sosial yang dapat dipengaruhi adalah pertisipasi sosial. Pegawai yang memiliki status pernikahan yang telah menikah lebih memiliki kepedulian untuk berpartisipasi pada kegiatan kelompok yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor.
4.3.5 Karakteristik Usia
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor yang berada pada rentang usia 21-30 tahun sebanyak 38 persen atau sebanyak 19 orang. Pegawai yang berada pada rentang usia 31-40 tahun sebanyak 34 persen atau sebanyak 17 orang. Pegawai yang berada pada rentang usia antara 41-50 tahun adalah sebanyak 18 persen atau 9 orang. Pegawai yang memiliki usia diatas 50 tahun sebanyak 10 persen atau sebanyak 5 orang. Sebagian besar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor masih berada pada usia produktif. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Usia
4.3.6 Karakteristik Jabatan
pegawai. Pegawai yang mempunyai jabatan account representative, penata muda, dan penata muda I masing-masing adalah sebanyak 10 persen atau 5 orang. Pegawai yang mempunyai jabatan pengatur I dan kepala seksi masing-masing sebanyak 8 persen atau sebanyak 4 orang. Pegawai yang memiliki jabatan pengatur muda I sebanyak 4 persen atau sebanyak 2 orang. Perbedaan jabatan ini dapat menyebabkan perbedaan kedekatan dengan pimpinan kantor sehingga penilaian terhadap gaya kepemimpinan kepala kantor juga dapat berbeda pula. Karakteristik pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor berdasarkan jabatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Karakteristik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor Berdasarkan Jabatan
4.4. Gaya Kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Tabel 3. Penerapan Gaya Kepemimpinan KPP Pratama Bogor
4.4.1 Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Secara keseluruhan penilaian terhadap gaya kepemimpinan kharismatik pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor sudah dirasakan baik oleh para pegawai. Menurut pegawai KPP Pratama Bogor, pimpinan KPP Pratama Bogor telah berusaha untuk melakukan
kepemimpinannya secara baik. Hal ini didukung oleh “pimpinan berusaha agar tugas-tugas pegawai dilaksanakan dengan sebaik-baiknya” yang memilki skor rataaan paling besar yaitu sebesar 4,42. Namun didalam pengelolaan KPP Pratama Bogor “pimpinan saya memiliki rasa egoisme tinggi dalam mengelola KPP Pratama Bogor” yang bernilai 2,46. Pemimpin KPP Pratama Bogor kurang turut mengajak serta partisipasi dan pendapat pegawai KPP Pratama Bogor dalam mengelola KPP Pratama Bogor.
Gaya kepemimpinan kharismatik merupakan gaya kepemimpinan yang menjadikan seorang pemimpin mencapai visinya melalui cara yang tidak biasa sehingga mampu memberikan rasa kagum dari bawahannya (Yukl,2010). Rasa kagum yang timbul pada diri pegawai terhadap pimpinan akan mengakibatkan loyalitas yang tinggi hanya kepada pimpinan KPP Pratama Bogor bukan kepada KPP Pratama Bogor. Hal ini dapat menyebabkan adanya penolakan terhadap pimpinan baru. Sedangkan sejak adanya reformasi perpajakan, pergantian pimpinan kantor sering terjadi pada KPP Pratama Bogor.
Gaya kepemimpinan kharismatik merupakan gaya kepemimpinan yang berupaya untuk mencapai visi kepemimpinannya melalui cara yang tidak konvensional dengan tetap mempertahankan kesan bahwa pemimpin adalah seseorang yang luar biasa (Yukl,2010). Penghitungan rataan skor untuk gaya kepemimpinan kharismatik pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Gaya Kepemimpinan Rataan Skor
Gaya Kepemimpinan Kharismatik 3,64
Gaya Kepemimpinan Transformasional 3,69
Tabel 4. Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Kharismatik
KPP Pratama Bogor sebagai institusi legal yang bertanggung jawab atas pelayanan perpajakan dan tunduk atas aturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pelaksanaan wewenang dan tugas-tugas sehari-hari yang terdapat pada KPP Pratama Bogor telah diatur oleh Dirjen Pajak. Pengaturan ini biasanya bersifat baku dan kaku sehingga pimpinan KPP Pratama Bogor tidak cocok menerapkan gaya kepemimpinan kharismatik di KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan kharismatik sebaiknya tidak perlu dikembangkan dalam kepemimpinan pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Namun dalam penerapannya, gaya kepemimpinan kharismatik harus tetap ada pada pimpinan KPP Pratama Bogor. Menurut Yukl (2010), kepemimpinan kharismatik menyediakan wadah penyebaran informasi dan internalisasi budaya organisasi yang baik.
Pernyataan Rataan
Skor
Pernyataan Jawaban
Pemimpin saya berusaha agar tugas-tugas pegawai dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
4,42 Sangat
Setuju
Saya memiliki keyakinan kuat bahwa pimpinan mengutamakan kesejahteraan pegawai.
3,9 Setuju
Pimpinan saya memiliki rasa egoisme yang tinggi dalam mengelola KPP Pratama Bogor.
2,46 Tidak
Setuju
Saya melaksanakan keputusan yang
ditetapkan oleh pimpinan dengan sepenuh hati dan optimal.
4,1 Sangat
Setuju
Saya memberikan seluruh waktu, pikiran,
dan tanaga dalam melaksanakan
tugas/pekerjaan.
kepemimpinan pemimpin dan saya tidak
mampu menjelaskan mengapa saya
menerima dan mengakui kepmimpinan pemimpin.
3,18 Kurang
Setuju
4.4.2 Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional pada KPP Pratama Bogor dilaksanakan sama baiknya dengan gaya kepemimpinan kharismatik. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki penilaian yang baik pada gaya kepemimpinan kharismatik yang diterapkan. Menurut pendapat para pegawai KPP Pratama Bogor, gaya kepemimpinan transformasional telah ditetapkan secara baik pada KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang mampu mengubah dan memotivasi para bawahan untuk dapat menyadari pentingnya hasil tugas (Bass yang diintisarikan oleh
Yukl, 2010). Hal ini didukung oleh fakta yang ditunjukkan oleh kriteria
“pimpinan saya mendorong saya untuk sukses” memiliki rataan skor yang
paling tinggi yaitu sebesar 3,94 pada penerapan gaya kepemimpinan transformasional. Pemimpin KPP Pratama Bogor selalu berusaha untuk memotivasi para pegawai agar dapat melaksanakan tugas dengan hasil yang baik sehingga mampu mendorong kesuksesan mereka pada pekerjaan mereka. Namun perhatian interpersonal kurang ditunjukkan dengan baik oleh pimpinan KPP Pratama Bogor, hal ini dapat dilihat melalui pernyataan
“pimpinan memberikan saya perhatian pribadi jika saya membutuhkan” yang
bernilai 3,18. Penghitungan rataan skor gaya kepemimpinan transformasional pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.
Jabatan AR ini mempunyai fungsi sebagai perpanjangan tangan DJP untuk memberikan pelayanan, konsultasi, pengetahun, dan pemutakhiran data WP sehingga kepuasan WP akan terjaga baik.
Tabel 5.Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Transformasional
Pernyataan Rataan
Skor
Pernyataan Jawaban
Pimpinan membuat saya merasa bangga menjadi rekan kerjanya. Pimpinan mengembangkan cara-cara
untuk mendorong apa yang benar-benar diperhatikan.
3,90 Setuju
Pimpinan mendorong saya untuk
sukses.
3,94 Setuju
Ide-ide pimpinan menjadikan saya memikirkan kembali ide saya, yang saya pikir sudah sempurna.
3,72 Setuju
Pimpinan menghendaki saya
menggunakan penelaran dan
kepercayaan diri dalam memecahkan masalah.
3,80 Setuju
Pimpinan memberikan saya perhatian pribadi jika saya mebutuhkan.
seksi yang ditunjukkan saling bekerja sama dalam melaksanakan tugas sehingga tugas dapat terselesaikan dengan cepat.
Pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional sangat baik dilaksanakan pada KPP Pratama Bogor. Pelaksanaan gaya kepemimpinan transformasional pada instansi ini akan sangat berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan tugas dan wewenang. Gaya kepemimpinan transformasional juga mampu meningkatkan pembentukan modal sosial yang terdapat KPP Pratama Bogor dengan baik. Pembentukan modal sosial yang baik terlihat pada semakin tumbuhnya komponen kepercayaan modal sosial antara sesama pegawai maupun dengan pimpinan. Peningkatan kepercayaan juga akan memperbaiki komponen jaringan sosial yang terjadi antara pegawai KPP Pratama Bogor yang pada akhirnya mendorong pegawai KPP Pratama Bogor semakin baik dalam menghargai norma sosial yang berlaku.
Pimpinan KPP Pratama Bogor memberikan instruksi kepada pegawainya cenderung menggunakan contoh dalam kegiatan kesehariannya yang disesuaikan dengan norma sosial yang berlaku di KPP Pratama Bogor. Contoh yang diberikan masih lebih dominan yang bersifat tertulis berdasarkan oleh keputusan DJP. Hal ini memberikan pengaruh terhadap norma sosial yang terbentuk lebih dominan pada aturan tertulis saja. Budaya institusi kurang diberikan contoh yang baik secara keseluruhan.
4.4.3 Gaya Kepemimpinan Visioner
Gaya kepemimpinan visioner merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki nilai rataan skor yang tertinggi yaitu sebesar 3,78 dibandingkan dengan gaya kepemimpinan kharismatik dan transformasional. Penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogot dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor. Gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor dikatakan baik. Kriteria yang memiliki nilai rataan skor paling
Tabel 6. Penilaian Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Visoner
Pernyataan Rataan
Skor
Pernyataan Jawaban
Pimpinan saya mempunyai ide-ide
tentang visi KPP Pratama Bogor yang ingin diwujudkan bersama.
3,92 Setuju
Pimpinan saya melibatkan saya dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai oleh KPP Pratama Bogor.
3,58 Setuju
Pimpinan saya berkomunikasi baik dengan saya dalam mengutarakan ide-idenya tentang visi KPP Pratama Bogor.
3,68 Setuju
Pimpinan saya menjelaskan dengan baik tentang visi yang akan dicapai oleh KPP Pratama Bogor.
3,86 Setuju
Pimpinan saya mampu melaksanakan ide-ide yang ia miliki tentang visi KPP Pratama Bogor.
3,88 Setuju
Rataan Skor 3,78 Setuju
Penerapan gaya kepemimpinan visioner pada KPP Pratama Bogor mengarah pada perilaku pimpinan yang cenderung mempunyai strategi terhadap visi KPP Pratama Bogor. Pimpinan KPP Pratama Bogor selalu berusaha mengembangkan cara yang efektif dan efisien dalam pemberian layanan perpajakan bagi WP. Salah satunya adalah penyiapan tim kerja yang dibentuk dari setiap pelayanan SPT tahunan dan pembuatan surat pemberitahuan pajak tahunan.
4.5. Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor didominasi oleh komponen kepercayaan sebesar 4,24 kemudian komponen jaringan sosial sebesar 3,93 dan komponen norma sosial sebesar 3,91. Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor telah hampir sangat baik khususnya pada komponen kepercayaan. Penerapan modal sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penerapan Modal Sosial KPP Pratama Bogor
4.5.1 Kepercayaan
Kepercayaan sebagai salah satu komponen modal sosial yang terbentuk pada KPP Pratama Bogor merupakan komponen modal sosial yang terbentuk dengan nilai rataan skor yang tertinggi yaitu sebesar 4,24. Berdasarkan penjelasan Tabel 8 dapat dilihat penerapan komponen modal sosial kepercayaan pada KPP Pratama Bogor. Kriteria komponen modal sosial kepercayaan yang memiliki nilai rataan tertinggi adalah “saya yakin
mampu bekerja sama dengan rekan kerja yang lain KPP Pratama Bogor”
yaitus sebesar 4,36. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki tujuan dan kepentingan yang sama sehingga timbulnya kepercayaan yang kuat dalam hal kerja sama tim yang dilakukan untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Menurut Djohan (2007), kerja sama sebagai salah satu unsur penopang modal
Komponen Modal Sosial Rataan Skor
Kepercayaan 4,24
Norma Sosial 3,91
sosial akan timbul apabila individu-individu yang terlibat didalamnya memiliki tujuan, aspirasi, dan kepentingan yang sama. Sedangkan pengetahuan resiko pekerjaan di KPP Pratama Bogor, banyak pegawai yang menyatakan mengetahui resikonya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pernyataan
“saya mengetahui resiko yang ditanggung ketika memutuskan bekerja di KPP Pratama Bogor” sebesar 4,10. Nilai rataan skor komponen kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 8. terbangun dalam KPP Pratama Bogor ini akan memudahkan pekerjaan saya dan pegawai lainnya.
Saya mengetahui resiko yang ditanggung ketika memutuskan bekerja di KPP Pratama Bogor.
4,10 Setuju
Rataan Skor 4,24 Setuju
Pentingnya komponen kepercayaan ini juga sebagai landasan dalam penerapan suatu gaya kepemimpinan antara pimpinan dengan pegawai KPP Pratama Bogor. Peningkatan dan penjagaan kestabilan kepercayaan baik antar sesama pegawai, dengan pimpinan, maupun terhadap organisasi harus selalu dijaga dengan baik. Selain itu, KPP Pratama Bogor sebagai institusi pelayanan masyarakat (wajib/non-wajib pajak) juga dituntut agar mampu membentuk kepercayaan yang baik dengan masyarakat.
4.5.2 Norma Sosial
Para pegawai KPP Pratama Bogor mengatakan sangat setuju pada
kriteria “KPP Pratama Bogor memiliki aturan tertulis yang mengatur aktivitas
anggotanya”. Kriteria ini memiliki nilai rataan skor yang paling tinggi diantara kriteria lainnya pada komponen norma sosial yaitu sebesar 4,3. Aturan tertulis berbentuk aturan berupa Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, aturan pelaksanaan prosedur KPP Pratama Bogor, dan aturan yang berupa aturan tambahan yang mengatur aktivitas harian pegawai KPP Pratama Bogor. Sedangkan pengaturan aktivitas melalui aturan tidak tertulis mempunyai nilai paling kecil yaitu sebesar 3,58. Penerapan komponen modal sosial norma sosial untuk kriteria lainnya pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penilaian Pegawai Mengenai Komponen Modal Sosial Norma Sosial tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya.
4,30 Sangat
Setuju
KPP Pratama Bogor ini memiliki aturan tidak tertulis yang mengatur aktivitas anggotanya.
3,58 Setuju
KPP Pratama Bogor ini memiliki nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi untuk mengatur aktivitas anggotanya.
3,86 Setuju
Rataan Skor 3,91 Setuju
Peningkatan norma sosial sebagai komponen modal sosial sangat penting dilakukan. Peningkatan komponen tersebut dapat melalui pengenalan mendalam budaya KPP Pratama Bogor yang lebih disosialisasikan kepada pegawai KPP Pratama Bogor sehingga budaya tersebut dapat memiliki
positioning yang kuat. Rendahnya pendapat pegawai KPP Pratama Bogor pada komponen norma sosial juga disebabkan oleh kurang tersosialisasinya aturan-aturan tidak tertulis yang telah ada.
Pelaksanaan nilai-nilai yang terdapat pada KPP Pratama Bogor belumlah secara menyeluruh. Nilai-nilai yang dilaksanakan baik oleh pegawai dan organisasi hanya terlihat pada beberapa nilai saja. Salah satu nilai tersebut adalah pelayanan prima yang telah diwujudkan melalui adanya pembentukan AR dan contact center untuk wadah keluhan, kritik, dan saran bagi WP.
4.5.3 Jaringan Sosial
Jaringan sosial yang terbentuknya pada KPP Pratama Bogor dikatakan
baik yang mempunyai skor rataan 3,93. Kriteria “saya mengetahui sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor” memiliki nilai rataan skor paling besar
yaitu sebesar 4,10. Jaringan sosial terbentuk melalui pola hubungan yang dibawa dalam proses terjadinya hubungan dengan pihak atau kelompok lain (Djohan, 2007). Pengenalan pegawai satu dengan yang lainnya hanyalah
sebatas hubungan rekan kerja. Hal ini dilihat melalui nilai pernyataan “saya
mengenal dekat sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor” dengan nilai paling kecil yaitu sebesar 3,78.
Bogor. Kedekatan informal yang sering tampak antar pegawai KPP Pratama Bogor adalah melalui kegiatan saling membantu meringankan beban kerja antar sesama pegawai dan interaksi luar kantor seperti makan siang atau beribadah bersama. Penerapan komponen modal sosial jaringan sosial pada KPP Pratama Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Penilaian Pegawai Mengenai Komponen Modal Sosial Jaringan Sosial
Pernyataan Rataan
Skor
Pernyataan Jawaban
Hubungan yang terjalin antara saya dengan pegawai lain dalam melakukan fungsi sebagai pegawai KPP Pratama Bogor lebih nyaman dilakukan secara informal.
3,88 Setuju
Saya mengetahui sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor.
4,10 Setuju
Saya mengenal dekat sebagian besar pegawai KPP Pratama Bogor.
3,78 Setuju
Saya mengetahui aktivitas seksi/divisi lain yang ada di KPP Pratama Bogor.
3,90 Setuju
Hubungan rekan kerja adalah hal yang mendasari saya untuk berinteraksi di KPP pratama Bogor ini.
4,02 Setuju
Saya memiliki banyak kontak pegawai KPP Pratama Bogor yang dapat dihubungi
untuk pemenuhan pelaksanaan
tugas/pekerjaan saya.
3,88 Setuju
Rataan Skor 3,93 Setuju
4.6. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial
38 pegawai. Rata-rata pegawai KPP Pratama Bogor juga telah memiliki status menikah yaitu sebesar 86 persen atau 43 pegawai. Pegawai KPP Pratama Bogor memiliki rentang usia antara 21-30 tahun merupakan mayoritas usia pegawai. Sedangkan jabatan yang paling banyak diduduki oleh pegawai KPP Pratama Bogor adalah sebagian besar jabatan pelaksana yaitu 50 persen atau 25 pegawai KPP Pratama Bogor.
Berdasarkan penjelasan Tabel 11 dapat dilihat hasil dari Goodness of Fit (GOF). Hasil GOF yang telah dilakukan dapat terlihat ada dua buah instrumen GOF yang masih berada pada level marginal fit pada pengukuran absolut yaitu nilai RMSR dan RMSEA. Namun untuk keseluruhan kecocokan model absolut dapat dikatakan mampu mempresentasikan data sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Analisis lebih lanjut dilakukan agar dapat memperoleh informasi mengenai nilai-nilai loading factor dan kontribusi seluruh indikator. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui informasi mengenai penerimaan hipotesis pada penelitian dan kontribusi terbesar dari setiap indikator. Hasil SEM secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 11. Goodness of Fit (GOF) Pengukuran Kecocokan Model
Goodness of Fit Cut Off Value Hasil Keterangan
Pengukuran
Analisis dilakukan menggunakan Structural Equation Modelling
digunakan pada analisis SEM yang mengelami kurangnya data pada penglohannya. LVS mampu memberikan hasil tentang nilai variabel laten yang sedang diteliti. Pengolahan data yang dilakukan juga hampir sama dengan metode lainnya yaitu mencari rataan skor pada setiap kriteria yang diamati (Wijanto, 2008).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap modal sosial. Hal ini ditunjukkan oleh hasil koefisien konstruk sebesar 0,37. Nilai loading factor dijelaskan pada gambar 7. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial juga ditunjukkan positif dan signifikan bila dilihat melalui nilai t-value yang lebih besar dari 1,65 yaitu sebesar 3,69. Hasil ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan KPP Pratama Bogor telah mampu mendorong pelaksanaan modal sosial. Selain itu, perbedaan yang terdapat antara analisis statistik deskriptif dengan analisis menggunakan SEM juga merupakan salah satu hal yang dapat membuat perbedaan nilai rataan skor dengan nilai hasil alat analisis SEM. Perbedaan yang terjadi antara hasil statistik deskripstif dengan hasil alat analisis SEM disebabkan pula oleh perbedaan konsep alat analisis. Pada statistik deskriptif, tidak menggunakan model-model pengukuran dan tidak memperhatikan konsistensi jawaban kuesioner. Sedangkan, alat analisis SEM menggunakan model struktural, pengukuran, dan kecocokan model sehingga hasil yang diperoleh dapat berbeda.Nilai loading factor dan t-value untuk semua indikator dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Loading Factor (λ) dan t-value untuk Semua Indikator
Kepemimpinan Visioner 0,71 4,56
Modal Sosial Kepercayaan 0,90 5,17
Norma Sosial 0,22 1,94
Gambar 7. Koefisien Pengaruh Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial
Hasil pengolahan data yang dilakukan menggunakan konsep
structural equation modeling mempunyai hasil yang berbeda dengan hasil rataan skor pendapat pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Perbedaan hasil dapat dilihat pada variabel laten gaya kepemimpinan. Hasil rataan skor menujukkan bahwa gaya kepemimpinan visioner merupakan gaya kepemimpinan yang mendominasi dengan nilai rataan skor sebesar 3,78. Sedangkan pada hasil pengolahan data gaya kepemimpinan transformasional yang mendominasi dengan nilai loading factor(λ) sebesar 0,90. Perbedaan ini
dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan hal yang dirasakan pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor dengan kondisi yang sebenarnya. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor cenderung mempunyai persepsi bahwa kepemimpinan yang diterapkan pimpinan kantor didominasi oleh kepemimpinan visioner namun pada implikasinya adalah
kepemimpinan lebih cenderung terhadap gaya kepemimpinan
transformasional. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial dapat dilihat pada tabel 13.
Keterangan :
X1 = Gaya Kepemimpinan Kharismatik Y1 = Kepercayaan
X2 = Gaya Kepemimpinan Transformasional Y2 = Norma Sosial
Tabel 13. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Modal Sosial pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Simbol Indikator Loading
Factor (λ) Konstruk (γ)Koefisien Kontribusi
X1 Gaya Kepemimpinan
4.6.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kharismatik terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Berdasarkan hasil perkalian antara loading factor (λ) sebesar 0,44 dengan koefisien konstruk (γ) sebesar 0,37 maka didapat besaran kontribusi
sebesar 0,16. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bernilai positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan kharismatik dengan modal sosial.
Gambar 8. Koefisien Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kharismatik terhadap Modal Sosial
4.6.2 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin mengembangkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap bawahannya sebab melalui gaya kepemimpinan ini para pemimpin mempercayakan pendelegasian wewenang kepada bawahannya (Yukl,2010). Karakteristik gaya kepemimpinan ini menjadikannya sebagai gaya kepemimpinan yang mendominasi lebih kuat terhadap modal sosial. Pengaruh yang kuat dapat dilihat melalui nilai kontribusi yang paling besar yaitu 0,34. Pengaruh yang ditimbulkan gaya kepemimpinan ini terhadap modal sosial sangat terlihat pada komponen kepercayaan modal sosial. Komponen kepercayaan sangat erat karena pimpinan telah mempunyai rasa percaya yang tinggi kepada pegawai KPP Pratama Bogor dalam pendelegasian wewenang. Selain itu, gaya kepemimpinan ini cenderung lebih mengutamakan nilai-nilai dalam pengerjaan tugas yang merupakan salah satu makna dari komponen norma sosial. Pengaruh juga dapat dirasakan pada komponen jaringan sosial yang kuat karena pimpinan selalu memotivasi dan berusaha menginspirasi pegawainya sehingga kedekatan selalu terjaga. Hal ini menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap modal sosial. Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap modal sosial dapat dilihat pada Gambar 9.
4.6.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Visioner terhadap Modal Sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Gaya kepemimpinan visioner merupakan gaya kepemimpinan yang fokus pada visi-visi kepemimpinan yang dimiliki pemimpin. Pemimpin harus mampu mengkomunikasikan ide-idenya mengenai visi kepemimpinannya. Pengaruh gaya kepemimpinan visioner terhadap modal sosial bernilai positif dan signifikan yaitu sebesar 0,26. Pengaruh gaya kepemimpian visioner terhadap modal sosial dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Koefisien Lintas Model Pengaruh Gaya Kepemimpinan Visioner terhadap Modal Sosial
Kepemimpinan visioner mempunyai hubungan dengan modal sosial dalam hal pembentukan jaringan sosial. Pembentukan jaringan sosial melalui komunikasi dengan tim kerja yang telah terbentuk sebagai wujud penerapan strategi dalam hal pencapaian visi. Kepemimpinan visioner yang mempunyai visi yang menarik mengharuskan pimpinan KPP Pratama Bogor harus mampu mengkomunikasikannya dengan baik. Awal komunikasi yang baik harus terbangunnya rasa percaya sehingga akan timbul keeratan hubungan yang pada akhirnya akan menjadikan komunikasi efektif karena adanya sifat yang dua arah.
4.6.4 Pengaruh Kepercayaan terhadap Gaya Kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Komponen kepercayaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan pada gaya kepemimpinan. Hal ini berdasarkan hasil perkalian
antara loading factor (λ) dengan koeifisien konstruk (γ) yaitu sebesar 0,33.
Menurut Djohan (2007), kepercayaan merupakan komponen yang penting pada modal sosial. Kepercayaan yang terbentuk dengan baik pada KPP Pratama Bogor menyebabkan penerapan gaya kepemimpinan yang semakin efektif pada organisasi ini. Hubungan ini bersifat searah sebab kepercayaan merupakan landasan bagi setiap pelaksanaan suatu gaya kepemimpinan.
Kepercayaan yang terbentuk pada KPP Pratama Bogor berasal dari adanya keyakinan pegawai KPP Pratama Bogor kepada pimpinan KPP
0,50
0,71 Kepemimpinan Gaya 0,37
Modal Sosial
X3
Pratama Bogor bahwa pimpinan akan memperhatikan kepentingan bersama dan pemimpin memiliki kemampuan untuk menghasilkan kepentingan bersama. Pengaruh kepercayaan terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Koefisien Lintas Model Pengaruh Kepercayaan terhadap Gaya Kepemimpinan
4.6.5 Pengaruh Norma Sosial terhadap Gaya Kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor
Pengaruh norma sosial terhadap gaya kepemimpinan mempunyai nilai positif dan signifikan. Namun nilai kontribusi norma sosial terhadap gaya kepemimpinan mempunyai nilai kontribusi paling kecil yaitu sebesar 0,08. Norma sosial merupakan modal sosial yang bersifat institusional. Norma sosial menjadi suatu pembatas perilaku pada setiapa aktivitas modal sosial yang terbentuk. Norma sosial yang terbentuk dan terlaksana dengan baik akan mampu untuk menopang dan mendukung kepemimpinan yang diterapkan suatu organisasi.
Norma sosial yang terlihat paling berpengaruh di KPP Pratama Bogor adalah kriteria aturan tertulis yang berfungsi untuk mengatur aktivitas pegawai KPP Pratama Bogor. Pimpinan KPP Pratama Bogor cenderung mengikuti aturan tertulis yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang kemudian disosialisasikan kepada para pegawai KPP Pratama Bogor untuk dipatuhi. Pengaruh norma sosial terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Koefisien Lintas Model Pengaruh Norma Sosial terhadap Gaya Kepemimpinan
0,22 0,95
0,37 Gaya
Kepemimpinan
4.6.6 Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Gaya Kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bogor
Jaringan sosial adalah hal yang menentukan kualitas modal sosial sebab fungsinya sebagai infrastruktur sosial. Fungsi jaringan sosial ini membuatnya sangat berpengaruh terhadapa pola interaksi yang terjadi pada modal sosial. Jika pola interkasi yang terbentuk bersumber dan berukuran semakin besar maka jaringan sosial pun akan semakin mampu menjadi indikator baiknya suatu modal sosial yang terbentuk. Jaringan sosial yang baik akan menyebabkan semakin mudahnya pengaruh kepemimpinan dikembangkan kepada seluruh pegawai sehingga pada akhirnya dapat mempermudah pencapaian visi organisasi.
Hubungan yang terjadi antar jaringan sosial dengan gaya kepemimpinan bersifat positif dan signifikan yang memiliki kontribusi sebesar 0,31. Jaringan sosial merupakan hubungan yang terbentuk antara keterlibatan seseorang dan sumber potensial hubungannya dengan pihak lain (Djohan,2007). Gaya kepemimpinan memerlukan bentuk jaringan sosial yang baik agar mampu menjalankan kepemimpinan secara baik dan efektif. Pengaruh jaringan sosial terhadap gaya kepemimpinan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Koefisien Lintas Model Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Gaya Kepemimpinan
4.7. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis menggunakan
Structural Equation Modeling (SEM) diperoleh hasil gaya kepemimpinan berpengaruh nilai secara positif dan signifikan terhadap modal sosial. Hal ini berarti bahwa semakin baik modal sosial yang terbentuk maka penerapan gaya kepemimpinan akan semakin efektif. Implikasi manajerial yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah
0,85
0,00 0,37
Gaya Kepemimpinan
Modal Sosial
1. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya
kepemimpinan yang cocok diterapkan. Peningkatan penerapan gaya kepemimpinan ini dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan diskusi kelompok kerja yang dibentuk oleh pimpinan puncak. Kelompok ini terdiri dari berbagai pegawai yang berasal dari seksi yang berbeda agar pendelegasian wewenang dan motivasi untuk berprestasi para pegawai meningkat yang pada akhirnya meningkatkan wujud gaya kepemimpinan transformasional. Diskusi kelompok kerja yang dilakukan berfungsi sebagai wadah diskusi permasalahan kerja dan pertukaran ide antar para pegawai sehingga pertukaran informasi (sharing information) dapat terjadi dengan baik. Pemberian perhatian khusus kepada pegawai melalui program coaching, mentoring, and counselling sehingga para pegawai dapat lebih terarah untuk mengembangkan prestasi dan karirnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Gaya kepemimpinan visioner juga relevan diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor. Penerapan gaya kepemimpinan ini dapat ditingkatkan melalui peningkatan komunikasi pimpinan secara intensif dengan para pegawai. Komunikasi intensif bertujuan agar target-terget kerja sebagai pencapaian visi dapat tercapai serta untuk membentuk sebuah kesamaan visi bersama antara pimpinan dengan para pegawai. Komunikasi intensif yang dilakukan mengarah kepada komunikasi yang dapat berjalan secara informal. Pentingnya komunikasi informal yang bersifat interpersonal juga perlu dilakukan antar pegawai agar terciptanya rasa kebersamaan yang tinggi. Pengikutsertaan pegawai dalam pengambilan keputusan dalam perumusan tujuan juga harus dilakukan dengan cara diskusi terbuka yang dapat menampung aspirasi pegawai.
pemerintahan dalam pelayanan pajak sehingga gaya kepemimpinan kharismatik tidak perlu diterapkan.
2. Modal Sosial
Peningkatan komponen kepercayaan dapat dilakukan dengan cara memperbanyak saluran komunikasi yang dapat dijangkau oleh para pegawai. Saluran komunikasi yang beragam dapat menciptakan sebuah sarana sosial para pegawai yang pada akhirnya akan memperkuat kepercayaan antar para pegawai. Salah satu sarana untuk saluran komunikasi adalah internet yang terhubung di antar para pegawai sehingga dapat dijadikan wadah komunikasi dunia maya yang bersifat informal seperti group chat khusus bagi para pegawai.
Peningkatan komponen jaringan sosial dapat dilakukan melalui
penerapan Human Resources Information System (HRIS) agar
memudahkan akses informasi pada kalangan pegawai sehingga dapat membantu, serta memudahkan pelaksanaan tugas. Peningkatan kegiatan partisipatif juga perlu dilakukan agar lebih terjalinnya kedekatan hubungan kerja yang lebih akrab.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Gaya kepemimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah gaya kepemimpinan yang bersifat transformasional yang merupakan kepemimpinan yang paling baik diterapkan di KPP Pratama Bogor yang sedang mengalami reformasi perpajakan yang membutuhkan pimpinan yang mengarahkan proses perubahan secara bertahap.
2. Modal sosial yang terbentuk pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor mayoritas sangat dirasakan pada komponen komponen kepercayaan dimana pegawai memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap dirinya, rekan kerja, atasan, dan organisasi.
3. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap modal sosial Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor adalah positif dan signifikan sehingga apabila gaya kepemimpinan transformasional diterapkan semakin efektif maka pembentukan modal sosial terutama kepercayan juga akan semakin baik.
Saran
1. Pimpinan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor sebaiknya meningkatkan intensitas komunikasi informal yang melibatkan seluruh pegawai serta diskusi kelompok kerja dalam penyelesaian tugas dan diskusi terbuka sebagai wadah pendapat pegawai untuk menentukan tujuan KPP Pratama Bogor dan penerapan coaching, mentoring, and counselling.