• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis tingkat kepuasan peternak sapi perah koperasi aneka usaha mitra (KAUM) mandiri terhadap penggunaan pakan cargil di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis tingkat kepuasan peternak sapi perah koperasi aneka usaha mitra (KAUM) mandiri terhadap penggunaan pakan cargil di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETERNAK SAPI PERAH

KOPERASI ANEKA USAHA MITRA (KAUM) MANDIRI

TERHADAP PENGGUNAAN PAKAN CARGILL

DI KECAMATAN PASIRJAMBU

KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

TRI SETIAWATI H34070098

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

TRI SETIAWATI. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Permintaan susu terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan peningkatan pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesadaran gizi masyarakat. Akan tetapi, produksi susu nasional belum dapat memenuhi permintaan susu nasional. Jumlah produksi susu nasional lebih rendah dibandingkan dengan jumlah konsumsi susu nasional. Hal ini dikarenakan produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah, yaitu 10 – 12 liter per hari. Salah satu penyebab utama rendahnya produktivitas sapi perah dalam memproduksi susu adalah pakan. Perbaikan pakan merupakan upaya untuk meningkatkan produksi susu nasional. Dengan demikian, penggunaan pakan berkualitas akan memberikan kepuasan peternak karena berdampak pada peningkatan produksi susu.

KAUM Mandiri adalah salah satu koperasi susu di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang menyalurkan susu kepada Danone Dairy Indonesia (DDI). Produksi susu peternak anggota KAUM Mandiri masih rendah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Penggunaan pakan Cargill merupakan salah satu upaya peternak untuk meningkatkan produktivitas susu. PT Cargill baru memproduksi pakan konsentrat untuk sapi perah dan diujicobakan pada pertengahan Tahun 2010. Untuk mengetahui kinerja yang dihasilkan pakan Cargill sesuai atau tidak dengan yang diharapkan peternak, maka dilakukan analisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri, mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill, dan menganalisis kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill.

(3)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner yang diajukan kepada peternak. Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari data monografi Kecamatan Pasirjambu, profil KAUM Mandiri, hasil studi literatur berbagai buku, jurnal, artikel, internet, dan instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan. Metode pengolahan data yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mengindentifikasi karakteristik peternak dan proses keputusan pembelian pakan Cargill. Alat analisis lain yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan

Customer Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur tingkat kepuasan peternak. Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa karakteristik responden didominasi berjenis kelamin pria, umur berkisar 21 – 30 tahun dan menikah. Jumlah anggota keluarga 4 orang, pendidikan terakhir SD, pendapatan responden per 15 hari < Rp 500.000, pengalaman beternak 10 – 20 tahun, penggunaan pakan sebelumnya adalah pakan HBM, kepemilikan sapi perah milik sendiri, jumlah sapi laktasi 1 – 3 ekor, dan rata-rata total produksi susu per hari adalah 11 – 20 liter.

Berdasarkan proses keputusan pembelian, motivasi peternak menggunakan pakan adalah untuk meningkatkan volume produksi susu dan pakan Cargill dianggap sangat penting bagi peternak. Peternak mendapatkan informasi tentang pakan Cargill dan cara penggunaannya melalui pihak Dairy Danone Indonesia. Fokus perhatian peternak dalam menggunakan pakan adalah terjadi perubahan produksi susu. Peternak membeli pakan Cargill pada kelompok peternak. Peternak membeli pakan Cargill pada saat sapi masa laktasi dan peternak memutuskan membeli pakan Cargill atas keinginan sendiri. Evaluasi hasil yang dirasakan peternak setelah menggunakan pakan Cargill adalah terjadi perubahan produksi susu sebesar 1 – 3 ekor liter/ekor, tidak berdampak negatif pada kesehatan sapi, dan harga pakan Cargill relatif mahal bagi peternak karena tidak seimbang dengan harga susu.

Adapun atribut yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kepuasan peternak adalah perubahan produksi susu ( 4 liter/ekor/hari), tingkat reproduksi, palatabilitas (tingkat kesukaan), harga pakan, dan peningkatan pendapatan. Secara keseluruhan, indeks kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill berada pada kategori “sangat puas” dengan score 0,791 atau 79,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tingkat kinerja yang dihasilkan pakan Cargill sesuai dengan yang diharapkan peternak.

(4)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETERNAK SAPI PERAH

KOPERASI ANEKA USAHA MITRA (KAUM) MANDIRI

TERHADAP PENGGUNAAN PAKAN CARGILL

DI KECAMATAN PASIRJAMBU

KABUPATEN BANDUNG

TRI SETIAWATI H34070098

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung

Nama : Tri Setiawati

NIM : H34070098

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, MSi NIP. 19650115 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Sugianto dan ibunda Kamisem.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak di TK Bhayangkara pada tahun 1996, pendidikan dasar di SDN SARIMULYA 1 Cikampek Jawa Barat pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 9 Tangerang Banten. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 5 Tangerang Banten diselesaikan pada tahun 2007. Kemudian, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan memilih Supporting Course dari Departemen Gizi Masyarakat, Ekonomi Sumberdaya Lingkungan dan Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain : aktif pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Forum For Scientific Student (FORCES) sebagai anggota dan staff Departemen Risedu, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB sebagai staff dan sekretaris Kementerian Pendidikan, dan anggota UKM Institut Karate Indonesia (INKAI) IPB. Selain itu, penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan, antara lain : PJK MPKMB Patriot 45, humas Pujangga 2008, sekretaris Bakti Pendidikan untuk Generasi Bangsa (BUGS) 2009, sekretaris MPD Agribisnis 2009, humas ISEE 2010, dan sekretaris FORCES FAIR 2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung” ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri, mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak, serta menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi yang telah menjadi pembimbing akademik dan memberikan arahan serta motivasi kepada penulis.

5. Doni Sahat Tua Manalu yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh pengurus dan anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri, Pa Sae, Pa Rohman, Pa Enjang, Pa Aris, Ka Najmi Anniro, Ka Tomi dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas keramahan dan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu dalam pengambilan data.

7.

! "

" " "

"

(10)

9. Teman-teman Agribisnis angkatan 44, teman-teman TPB, teman-teman organisasi dan kepanitiaan, teman-teman Gladikarya atas doa dan semangat selama masa perkuliahan di IPB.

10. Ayu Triwidyaratih, Febriandini Harvina Suci, Annissa Milki, Ayu Ervinia, Febri Kurnia Sari, Adi Indra Permana, Okky Pandu Dewanata, Divo Pratama Hiskia, Siti Nurjanah dan Bina Pertamasari atas persahabatan, kekeluargaan, cinta dan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan selama ini yang telah memberikan warna pada kehidupan penulis selama kuliah di IPB.

11. ! " " " #

" " "

$ "% " " "

" "

" "

" "

Bogor, Agustus 2011

(11)
(12)

5.3.Budidaya Sapi Perah di KAUM Mandiri ... 64

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

6.1.Karakteristik Responden ... 70

6.1.1.Jenis Kelamin Responden ... 70

6.1.2.Umur Responden ... 71

6.1.3.Status Pernikahan Responden ... 71

6.1.4.Jumlah Anggota Keluarga ... 72

6.1.5.Pendidikan Responden ... 73

6.1.6.Pendapatan Responden ... . 73

6.1.7.Pengalaman Beternak Responden ... . 76

6.1.8.Pakan Sebelumnya yang digunakan Responden ... 77

6.1.9.Status Kepemilikan Sapi Perah Responden ... . 78

6.1.10 Jumlah Sapi Laktasi Responden ... 79

6.1.11 Rata-rata Total Produksi Susu Per Hari ... 80

6.2. Proses Keputusan Pembelian Pakan Cargill ... 81

6.2.1 Tahap Pengenalan Kebutuhan ... 81

6.2.2 Tahap Pencarian Informasi ... 82

6.2.3 Tahap Evaluasi Alternatif ... 83

6.2.4 Tahap Keputusan Pembelian ... 83

6.2.5 Tahap Evaluasi Pasca Pembelian ... 85

6.3. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Atribut pakan Cargill ... 88

6.4. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak ... 90

6.5. Analisis Indeks Kepuasan Peternak ... 99

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 109

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Ekspor dan Impor Susu Indonesia Tahun 2004 - 2008 ... 2

2. Jumlah Produksi Susu Segar dan Konsumsi Susu Nasional Tahun 2000 – 2009 ... 3

3. Produksi Susu KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009 ... 7

4. Sumber-sumber Informasi ... 27

5. Atribut-atribut untuk Uji Validitas ... 44

6. Atribut-atribut Penelitian ... 45

7. Bobot Jawaban Responden ... 46

8. Rentang Skala dan Interpretasi Atribut Pakan Cargill ... 47

9. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ... 50

10.Jumlah Populasi Ternak di Kabupaten Bandung Tahun 2006 - 2007 ... 53

11.Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 ... 54

12.Jumlah Penduduk Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 ... 55

13.Keanggotaan KAUM Mandiri Tahun 2004 - 2009 ... 58

14.Penerimaan KAUM Mandiri dari Unit Peternakan Tahun 2004 - 2009 ... 58

15.Perubahan Harga Susu KAUM Mandiri Tahun 2004 - 2011 ... 59

16.Populasi Sapi Perah KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009 ... 60

17.Aktivitas Simpan Pinjam KAUM Mandiri Tahun 2005 - 2009 ... 60

18.Penerimaan KAUM Mandiri dari Unit Warung Serba Ada (Waserda) Tahun 2004 - 2009 ... 61

19.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Tahun 2011 ... 70

20.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Umur Responden pada Tahun 2011 ... 71

21.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Status Pernikahan Responden pada Tahun 2011 ... 72

(14)

23.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pendidikan Responden pada Tahun 2011 ... 73 24.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pendapatan Responden

pada Tahun 2011 ... 74 25.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak

Responden pada Tahun 2011 ... 76 26.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pakan Sebelumnya

yang Digunakan Responden pada Tahun 2011 ... 77 27.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Sapi Perah pada Tahun 2011 ... 79 28.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Laktasi

pada Tahun 2011 ... 79 29.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Rata-Rata Total

Produksi Susu per Hari pada Tahun 2011 ... 80 30.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Motivasi Peternak

Menggunakan Pakan Cargill pada Tahun 2011 ... 81 35.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Cara Pembelian Pakan

pada Tahun 2011 ... 84 36.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan yang Memutuskan

Pembelian Pakan pada Tahun 2011 ... 84 37.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Periode Pembelian

Pakan pada Tahun 2011 ... 84 38.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kebutuhan Pakan

Cargill Per Hari pada Tahun 2011 ... 85 39.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap

Kualitas Susu pada Tahun 2011 ... 85 40.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap

Kesehatan Sapi pada Tahun 2011 ... 86 41.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Hal yang Perlu

(15)

42.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Perilaku Peternak Jika

Harga Pakan Cargill Naik pada Tahun 2011 ... 86

43.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Perilaku Peternak Jika Pakan Cargill Tidak Tersedia pada Tahun 2011 ... 87

44.Atribut Kepentingan Pakan Cargill ... 88

45.Atribut Kinerja Pakan Cargill ... 89

46.Rata-Rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan ... 91

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan

Pasirjambu, Kabupaten Bandung ... 40

2. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) ... 48

3. Pakan Cargill ... 62

4. Kemasan Pakan Cargill ... 62

5. Sapi Perah Peternak KAUM Mandiri ... 64

6. Kandang Sapi Peternak KAUM Mandiri ... 65

7. Sapi Sedang Memakan Hijauan ... 66

8. Sapi Sedang Memakan Pakan Konsentrat ... 66

9. Air Minum Sapi ditempatkan disamping Hijauan ... 67

10.Peternak Memerah Susu dengan Teknik Pemerahan Full Hand .... 68

11.Susu Hasil Pemerahan Peternak KAUM Mandiri ... 69

12.Tempat Pengumpulan Susu/Kelompok Peternak KAUM Mandiri 69

13.Mobil Pengangkut Susu KAUM Mandiri ... 69

14.Pakan HBM ... 77

15.Kemasan Pakan HBM ... 77

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Indikator Penilaian Kinerja Atribut Pakan Cargill ... 110

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 112

3. Karakteristik Responden ... 113

(18)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan penting dalam mewujudkan pembangunan ketahanan pangan nasional. Subsektor peternakan memiliki andil dalam menjaga ketersediaan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, subsektor peternakan juga memberikan peranan dalam perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian lebih dari 12 persen per tahunnya1

. PDB subsektor peternakan yang mencapai 12 persen tiap tahunnya ini cukup besar dalam membantu perekonomian Indonesia. Permintaan terhadap produk peternakan sebagai sumber hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat.

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan susu masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi susu Indonesia yang mencapai 11,7 liter per kapita per tahun pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 7,7 liter per kapita per tahun. Akan tetapi, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia dinilai masih rendah apabila dibandingkan dengan konsumsi susu di Malaysia dan Filipina yang mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand 33,7 liter per kapita per tahun, Vietnam 12,1 liter per kapita per tahun dan India mencapai 42,08 liter per kapita per tahun2

Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di

1

Ria Laksmi.Kontribusi Peternakan dalam PDB lebih dari 12%. www.livestockreview.com [30 Mei 2011]

2

(19)

beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan. Saat ini pasokan susu yang dapat dipenuhi oleh peternak sapi perah dalam negeri hanya mampu memenuhi 30 persen dari total kebutuhan susu nasional, sedangkan sisanya 70 persen diimpor dari luar negeri. Tabel 1 menunjukkan besarnya volume ekspor dan impor susu nasional pada tahun 2004 hingga 2008.

Tabel 1. Volume Ekspor dan Impor Susu Indonesia Tahun 2004-2008 Tahun Ekspor Susu dan Produk

Keterangan : 1) Tahun 2007 terdapat perubahan kode HS dari 9 digit menjadi 10 digit Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia dalam peta perdagangan internasional berada dalam posisi sebagai net-consumer produk-produk susu, karena lebih banyak mengimpor susu daripada mengekspornya ke luar negeri. Ekspor dan impor susu tersebut berupa susu olahan. Kerugian yang ditimbulkan dari impor susu dan produk susu adalah terkurasnya devisa nasional, hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) yang berasal dari menganggurnya atau tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada, dan hilangnya potensi

revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik3

.

Data yang diperoleh mengenai jumlah produksi susu segar dan konsumsi susu nasional dari tahun 2005 hingga 2009 dari Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menunjukkan bahwa jumlah produksi susu segar nasional mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sedangkan konsumsi susu nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 2.

3

(20)

Tabel 2. Jumlah Produksi Susu Segar dan Konsumsi Susu Nasional Tahun 2000-2009

Tahun Produksi Susu (Ton) Konsumsi Susu (Ton)

2005 535.960 2.126.300

2006 616.550 2.534.960

2007 567.680 2.555.270

2008 646.950 2.277.200

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009)

Berdasarkan Tabel 2,dapat dilihat bahwa terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan susu. Tingginya permintaan susu belum dapat dipenuhi oleh pasokan susu dalam negeri, karena peningkatan konsumsi susu relatif lebih cepat dibandingkan produksinya. Pada tahun 2009, produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 25,11 persen dari total kebutuhan nasional4

. Hal ini disebabkan karena produktivitas sapi perah Indonesia yang masih rendah. Produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah disebabkan usaha ini didominasi oleh peternak skala kecil dengan tingkat pemilikan sapi perah hanya dua sampai tiga ekor per peternak dan akibat rendahnya teknologi peternakan, sehingga produksi susu amat rendah (Nugroho 2011).

Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah turunan impor jenis Friesian Holstein (FH) yang telah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Potensi genetik sapi perah impor dalam berproduksi susu sekitar 15 liter per hari, sehingga turunan-turunannya berproduksi susu tidak jauh berbeda dari kemampuan berproduksi induk-induknya. Akan tetapi, karena berbagai faktor lingkungan yang tidak begitu kondusif, turunan sapi perah impor itu hanya mampu berproduksi susu sekitar 10-12 liter per hari (Direktorat Jenderal Peternakan 1996). Menurut Sitepoe (2009), turunan FH banyak dijumpai di Pulau Jawa dengan kapasitas produksi 8 – 10 liter per hari dengan pemberian pakan sederhana, yaitu pangan konsentrat yang terdiri dari dedak halus, ampas kelapa, ampas tahu, dengan pemberian rumput.

4

(21)

Salah satu penyebab utama ketidakmampuan sapi perah yang dipelihara para peternak berproduksi susu sesuai dengan potensi genetiknya adalah pakan, baik secara kuantitas, kualitas maupun manajemen pemberiannya. Kualitas dan kuantitas pakan serta cara pemberiannya yang baik seharusnya sesuai dengan kebutuhan gizi sapi dara (Kusnadi 2006).

Pakan yang diberikan untuk sapi perah berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Konsentrat sebagai makanan penguat biasanya diberikan berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral yang berupa garam dapur, kapur, dan lain-lain. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10 persen dari berat badan per hari (Firman 2010).

Perbaikan pakan untuk meningkatkan kemampuan berproduksi susu akan menambah biaya pakan yang berdampak terhadap peningkatan biaya produksi. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan pakan harus lebih rendah dari nilai peningkatan produksi susu yang dicapai. Penelitian yang dilakukan di daerah Garut menunjukkan bahwa suplementasi pakan konsentrat yang lebih tinggi kandungan protein dan energinya sebanyak tiga kilogram per ekor per hari dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sampai dengan 22,3 persen yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan rata-rata Rp 685,23/ekor/hari (Siregar, et al., 1994). Dengan demikian, penggunaan pakan konsentrat yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu dan berdampak pada peningkatan pendapatan peternak.

(22)

pelihara. Walaupun ini terkait dengan pelayanan koperasi terhadap anggotanya, namun kualitas konsentrat untuk sapi perah harus diperhatikan karena akan berdampak pada tingkat produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah.

Pada usaha sapi perah, biaya pakan dapat mencapai 62,5 persen dari total biaya produksi (Yusdja 2005), sehingga keuntungan yang diterima oleh peternak juga sangat tergantung dari besaran biaya pakan yang dikeluarkan. Biaya terbesar kedua adalah biaya bangunan, perawatan dan pembelian alat-alat. Jika biaya penyusutan diabaikan, maka kontribusi biaya pakan mencapai 80 persen, sedangkan kontribusi biaya modal 3,8 sampai 7 persen. Dengan demikian, untuk meningkatkan pendapatan peternak yang perlu diperbaiki adalah biaya pakan, biaya modal dan penyusutan.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah. Provinsi ini memiliki pegunungan dengan ketinggian 791 meter d atas permukaan laut dan dataran tinggi yang merupakan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah (Badan Pusat Statistik 2009).

Bandung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Luas lahan pekarangan di Kabupaten Bandung sebesar 37.092 Ha, ladang sebesar 40.466 Ha, dan padang rumput sebesar 2.929 Ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2002). Dengan demikian, Kabupaten Bandung dapat menjadi wilayah untuk mengembangkan usaha ternak sapi perah karena ketersediaan pakan rumput hijau di wilayah tersebut relatif luas. Selain itu, Provinsi ini juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 188.63 mm5

.

Koperasi susu merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Selain itu, koperasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pemberian kredit dan kawin suntik (IB). Sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu.

5

(23)

Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri merupakan salah satu koperasi susu yang berada di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan masih rendah. Hal ini disebabkan penggunaan pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi sapi perah. Untuk meningkatkan kemampuan berproduksi susu, mereka mencoba menggunakan pakan Cargill. Penggunaan pakan Cargill tersebut dilakukan peternak dengan harapan dapat meningkatkan produksi dan kualitas susu.

1.2 Perumusan Masalah

Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia dan penyerap susu terbesar dari peternak. Sekitar 80-90 persen produksi susu peternak Indonesia dipasok kepada IPS. Produksi susu dalam negeri saat ini sekitar 1,3 juta liter atau hanya memberi kontribusi 30 persen kebutuhan nasional. Seiring dengan dibebaskannya perusahaan pengolahan susu untuk tidak selalu menyerap susu dari peternak dan diberikannya kebebasan impor susu, maka para peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri.

Selama ini, 80 persen susu dari peternak diserap oleh IPS. Hal yang menjadi permasalahan adalah harga dasar susu yang diterima oleh IPS. Harga beli susu yang diterima peternak dari IPS belum mengalami peningkatan, padahal biaya produksi sudah semakin meningkat. tentunya standar harga susu yang ditetapkan oleh IPS dikaitkan dengan upaya kualitas susu yang diterima peternak. Sampai saat ini syarat standar susu segar yang diterima IPS haruslah memiliki nilai Total Plate Count (TPC) atau kandungan bakteri di dalam susu dibawah 1 juta/cc serta nilai Total Solid (TS) di atas 11,3 persen. Akan tetapi, tidak semua IPS mengutamakan persyaratan tersebut. Hal ini tergantung dengan kebutuhan produksi susu yang akan diolah.

(24)

Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri merupakan salah satu koperasi susu yang berada di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Koperasi ini menyalurkan susunya kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) yaitu Danone Dairy Indonesia (DDI) sejak tahun 2007. Syarat standar susu yang diterima DDI adalah tingkat protein susunya minimal 2,5 persen. Syarat yang ditetapkan berbeda dari IPS lain yang biasanya melihat pada Total Solid (TS). Menurut pihak DDI hal tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan produksi olahan susu.

Produksi dan kualitas susu peternak KAUM Mandiri masih belum memenuhi standar tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi susu baik kuantitas maupun kualitasnya, maka anggota koperasi tersebut mencoba menggunakan pakan Cargill yaitu berupa pakan konsentrat yang diproduksi oleh PT Cargill. DDI yang memiliki hubungan kerjasama baik dengan PT Cargill, meminta PT Cargill untuk memproduksi pakan konsentrat untuk sapi perah guna meningkatkan produktivitas dan kualitas susu sapi perah. Pakan Cargill yang dibuat oleh PT Cargill hanya didistribusikan kepada koperasi-koperasi yang menyalurkan susunya kepada DDI, dan KAUM Mandiri menjadi salah satu tujuan pendistribusian pakan Cargill.

Produksi susu yang dihasilkan peternak KAUM Mandiri sejak tahun 2004 cenderung fluktuatif. Hal tersebut berdasarkan pada data yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Susu Peternak KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009

Tahun Produksi Susu (Liter)

2004 2.234.668

2005 2.688.153

2006 1.727.208

2007 3.397.854

2008 3.767.242

2009 2.505.474

Sumber : Profil KAUM Mandiri (2011)

(25)

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah adalah pakan, baik pakan hijauan maupun pakan konsentrat. Akan tetapi, pakan konsentrat memiliki pengaruh paling tinggi untuk produktivitas. Hal ini dikarenakan penambahan pakan konsentrat dalam ransum sapi perah perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum yang diberikan sehingga kebutuhan sapi perah terhadap nutrien pakan dapat terpenuhi dan dapat meningkatkan produktivitasnya. Nilai gizi dari hijauan pada umumnya rendah bila dibandingkan dengan konsentrat, sehingga pemberian hijauan yang berlebih akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan zat-zat makanan untuk produksi.

Pakan konsentrat yang umumnya digunakan oleh peternak KAUM Mandiri adalah pakan HBM. Selain itu, ampas tahu juga digunakan peternak untuk pakan konsentrat. Pakan HBM umumnya digunakan oleh peternak karena mereka menilai bahwa pakan HBM adalah pakan yang berkualitas saat itu dibandingkan dengan penggunaan ampas tahu dan juga harganya yang terjangkau yaitu Rp 1.450,00 per kg. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, peternak merasakan terjadi penurunan kualitas pada pakan HBM. Penurunan kualitas yang dinilai peternak adalah dilihat dari daya tahan pakan HBM yang singkat. Persediaan pakan HBM untuk 15 hari, tetapi hari ketiga pakan tersebut sudah menggumpal dan bahan-bahan pakan tercampur dengan bahan-bahan yang tidak seharusnya seperti pasir. Hal ini yang menyebabkan kondisi kesehatan sapi menurun dan berpengaruh pada produktivitas sapi perah, sehingga produksi susu pun fluktuatif.

(26)

Pakan Cargill merupakan pakan konsentrat sapi perah yang baru diproduksi oleh PT Cargill di Indonesia dan diujicobakan pada KAUM Mandiri sebagai salah satu penyuplai susu segar kepada DDI. Harga jual yang ditetapkan oleh PT Cargill sebesar Rp 3.100,00 per kg. Peternak yang menggunakan pakan Cargill memiliki harapan bahwa setelah menggunakan pakan tersebut dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas susu.

Untuk menilai kinerja yang dihasilkan pakan Cargill, maka perlu dianalisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Penilaian dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kepentingan atau harapan peternak dari pakan Cargill dan tingkat kinerja atau aktual setelah mereka menggunakan pakan Cargill. Dengan demikian, evaluasi dalam menilai kinerja pakan Cargill dapat menunjukkan tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Penilaian tingkat kinerja yang melebihi tingkat kepentingan menunjukkan bahwa peternak puas dengan kinerja yang dihasilkan pakan Cargill. Sebaliknya, apabila tingkat kinerja lebih rendah dibandingkan tingkat kepentingan, maka peternak tidak puas dengan kinerja yang dihasilkan pakan Cargill.

Atribut-atribut yang digunakan untuk menilai kinerja pakan Cargill mengacu pada faktor-faktor yang mendorong kepuasan konsumen, kemudian disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Faktor pendorong utama kepuasan konsumen adalah kualitas produk yang meliputi performance (kinerja), durability

(usia produk), feature (fitur), reliability (keandalan), consistency (ketepatan), dan

design; service quality; harga; emotional factor dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa (Irawan 2004).

(27)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik peternak KAUM Mandiri di Kecamatan Pasirjambu? 2. Bagaimana proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill di

Kecamatan Pasirjambu?

3. Bagaimana tingkat kepuasan peternak KAUM Mandiri terhadap penggunaan pakan Cargill berdasarkan atribut yang telah ditetapkan di Kecamatan Pasirjambu?

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri di Kecamatan Pasirjambu.

2. Mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu.

3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak KAUM Mandiri terhadap penggunaan pakan Cargill berdasarkan atribut yang telah ditetapkan di Kecamatan Pasirjambu.

1.4 Manfaat

1. Bagi penulis, penelitian ini menjadi pembelajaran dalam menerapkan teori-teori yang didapat selama masa perkuliahan di lapangan.

2. Bagi peternak KAUM Mandiri penelitian ini diharapkan dapat melihat tingkat kepuasan atas kinerja pakan Cargill dan juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan rekomendasi kepada peternak lain yang belum menggunakan pakan Cargill.

3. Bagi pihak terkait, yaitu PT Danone dan Cargill penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur kepuasan terhadap produknya dan sebagai masukan untuk dapat memproduksi produk pakan berkualitas.

(28)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Usaha Sapi Perah di Indonesia

Usaha sapi perah di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak tahun 1960. Usaha ini ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam usaha sapi perah di sekitar Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Mulai tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia sebelum tahun 1979 sekitar 70.000 – 90.000 ekor dan hampir 90 persen berada di pulau Jawa. Peningkatan populasi ternak terus mengalami peningkatan sejak tahun 1979. Pemerintah melakukan impor induk sapi perah (Tahun 1979-1982) dan melakukan Inseminasi Buatan (IB) untuk meningkatkan produksi susu. Industri Pengolahan Susu (IPS) diperbolehkan impor bahan baku susu sampai 85 persen dan suplai susu lokal 15 persen.

Sapi perah yang cocok dipelihara dan diminati oleh peternak sapi perah di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH). Adapun ciri-ciri dari sapi perah FH adalah (Muljana 1982) :

1. Berwarna belang hitam dan putih, atau coklat dan putih 2. Pada kaki bagian bawah dan ekornya berwarna putih 3. Tanduk pendek dan menghadap ke muka

4. Terkadang pada dahinya terdapat belang warna putih yang berbentuk segitiga 5. Sifatnya jinak dan mudah dikuasai

6. Tidak tahan panas 7. Lambat dewasanya

8. Berat badan jantan rata-rata 850 kg atau lebih, sedangkan yang betina bisa mencapai 650 kg

9. Produksi susu rata-rata per tahun di daerah asalnya (Belanda) bisa mencapai 4.500 – 5.500 liter dalam satu masa laktasi (305 hari) dan berkadar lemak 3 – 7 persen

(29)

Walaupun sapi perah FH banyak dipelihara di Indonesia, namun sapi-sapi tersebut lebih cenderung dipelihara di daerah-daerah berhawa dingin, atau dipelihara diketinggian lebih dari 800 m dari permukaan laut. Misalnya, Batu Raden, Kabupaten Malang – Jawa Timur, Lembang, Kabupaten Bandung Barat – Jawa Barat, Kabupaten Salatiga – Jawa Tengah, dan sebagainya (Firman 2010).

Menurut Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah (2006), usaha peternakan sapi perah di Jawa Barat belum efisien. Hal yang menyebabkan adalah (1) ketergantungan terhadap pakan jadi yang harganya relatif mahal dan belum memanfaatkan bahan baku pakan lokal serta limbah pertanian dan industri, (2) hijauan pada musim penghujan melimpah, namun pada musim kemarau kekurangan hijauan pakan, sehingga ternak hanya diberi pakan berkualitas rendah dan berpengaruh pada penurunan produksi dan kualitas susu, dan (3) harga susu di tingkat petani relatif rendah. Hal ini disebabkan karena struktur harga dan sistem distribusi/pemasaran persusuan belum memadai.

Koperasi susu merupakan lembaga resmi pemerintah sebagai penyalur dana untuk kredit investasi untuk peternak dan penyalur bibit sapi perah khususnya impor. Keterkaitan antara koperasi susu dengan agribisnis sapi perah bukan hanya sebatas pada implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan agribisnis, tetapi juga mengelola sarana dan prasarana pengelolaan produk. Peranan koperasi dalam pemasaran susu sapi perah rakyat sangat besar. Diwyanto et al. (2007) menyatakan bahwa sebagian besar pemasaran susu segar dari peternak (> 90%) dikoordinasi oleh KPS/GKSI. Hasil penelitian Rakhman et al. (2009) menyatakan bahwa pemasaran susu sapi perah di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, sebagian besar dijual ke KUD setempat, yang selanjutnya di setor ke GKSI. Untuk selanjutnya dari GKSI di setor ke IPS.

(30)

umumnya semakin besar skala usaha semakin lemah manajemen dan semakin rendah penampilan teknologi. Dengan demikian, semakin tinggi skala usaha, produktivitas semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan dan konsentrat terutama karena kesulitan daya beli dan lahan bebas yang semakin sempit. Penurunan produktivitas dapat berdampak pada penurunan pendapatan peternak.

Berbeda halnya dengan Jepang, selama 20 tahun, sejak tahun 1960-1980, Jepang melakukan program peningkatan skala usaha agribisnis sapi perah dengan menetapkan jumlah minimal sapi perah induk yang harus dipelihara setiap agribinis sapi perah. Program peningkatan skala usaha yang dilakukan koperasi susu telah mampu meningkatkan skala usaha dari sekitar satu hingga dua ekor sebelum tahun 1960 menjadi rata-rata 26,8 ekor tahun 1980. Peningkatan skala usaha tersebut telah meningkatkan pendapatan para peternak sampai sekitar delapan kali lipat, sehingga para peternak di Jepang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan agribisnis sapi perahnya. Akhirnya upaya tersebut berdampak terhadap peningkatan produksi susu nasional Jepang yang sangat signifikan (Jica 2002).

Sosroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan bahwa upaya peningkatan produktivitas ternak meliputi :

1. Aspek breeding, yang menyangkut bibit ternak yang dipakai serta tindakan perkembangbiakan dan pemuliabiakan

2. Aspek feeding, menyangkut soal pakan serta kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan oleh tiap-tiap ternak untuk hidup, tumbuh serta produksi yang diharapkan daripadanya cara-cara pemberiannya serta usaha-usaha pengadaannya

3. Aspek management, faktor ini meliputi segi-segi tata laksana perkandangan, perawatan, pencegahan penyakit, pemasaran dan sebagainya yang menyangkut segi ekonominya.

(31)

Upaya yang dilakukan untuk pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Cirebon yang berdataran rendah, adalah mengganti sapi perah Friesian Holstein

yang dipelihara para peternak selama ini dengan sapi perah yang relatif tahan terhadap suhu udara yang panas. Sapi perah yang relatif tahan terhadap suhu udara yang panas antara lain adalah Milking Shorthorn, Ayrshire, ataupun hasil persilangan sapi perah tersebut dengan sapi perah Friesian Holstein. Dengan demikian, pengembangan usaha pemeliharaan sapi perah dapat juga dilakukan di daerah dataran rendah.

Saat ini, sapi perah FH dapat dipelihara di daerah panas atau berketinggian di bawah 500 m dari permukaan laut dengan suhu di atas 220C, misalnya di DKI Jakarta (Firman 2010). Dilaporkan, jumlah populasi sapi perah di DKI Jakarta mencapai 3.446 ekor di tahun 2007, namun jumlah produksinya rendah, hanya rata-rata 6 kg/ekor/hari (Ditjen Peternakan 2007). Selain itu, teknologi sekarang memungkinkan juga sapi perah FH dipelihara di daerah panas, yaitu dengan menggunakan teknologi close house system yang memanipulasi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang, sehingga sapi perah FH merasa seperti di daerah subtropis. Konsekuensinya adalah investasi pembangunan kandang pun akan semakin tinggi. Oleh karena itu, berdasarkan Davis (1962) dalam Muljana (1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendirikan kandang sapi perah, yaitu : (1) lokasi, (2) iklim, (3) biaya pembangunan, dan (4) kegunaan dari bangunan.

2.2 Karakteristik Peternak dan Usaha Sapi Perah di Indonesia

(32)

Peternak sapi perah yang mengarah profesional antara lain dicirikan oleh tingkat kepemilikan sapi perahnya rata-rata 10 ekor atau lebih, pengetahuannya dalam teknik beternak cukup memadai, dan memiliki pandangan ekonomi atas usaha sapi perahnya (Winaryanto 2010). Ada beberapa ciri psikologis yang menonjol dari peternak menurut Winaryanto (2010), yaitu (1) memiliki persepsi yang positif terhadap usaha sapi perahnya, (2) adanya keinginan untuk berhasil atau sukses, (3) memiliki kepercayaan yang kuat atas kemampuan diri sendiri, (4) memiliki pemikiran atau antisipasi usaha ke depan, dan (5) memiliki ketangguhan dan keuletan. Upaya peternak untuk meningkatkan keberhasilan usahanya yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, memperhitungkan keberhasilan usaha, dan upaya memperoleh umpan balik.

Hasil penelitian Kaliky dan Nur Hidayat (2002) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, menyimpulkan bahwa umumnya peternak sapi perah berada pada tingkat usia produktif, dengan tingkat pendidikan tergolong rendah (83,3%). Tingkat pemilikan sapi perah induk rata-rata peternak adalah dua ekor, dengan kisaran satu hingga empat ekor. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum skala usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cangkringan masih tergolong kategori berskala usaha kecil. Rendahnya pemilikan sapi induk diantaranya disebabkan oleh pengalaman berusaha ternak sapi perah yang relatif baru yakni rata-rata lima tahun. Tingkat pendapatan keluarga responden rata-rata adalah Rp 500.000 per bulan yang berasal dari usaha ternak sapi perah.

(33)

Ternak umumnya berada di pedesaan yang berarti merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat di pedesaan dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan serta perekonomian masyarakat pedesaan. Bentuk usaha peternakan di pedesaan adalah peternakan rakyat, maka tipologi usaha merupakan usaha sambilan yang masih dominan terutama pada jenis ternak besar (sapi, kerbau) maupun ternak kecil (kambing, domba) serta unggas (Firman 2010).

Anonymous (1995), membedakan usaha peternakan dalam empat tipologi usaha yaitu :

a. Usaha Sambilan (subsisten), yaitu usaha peternakan rakyat yang pendapatannya dari subsektor peternakan kurang dari 30 persen

b. Cabang Usaha (mixed farming), yaitu usaha peternakan rakyat yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 30 – 70 persen

c. Usaha Pokok (semi commercial), yaitu usaha peternakan rakyat atau usaha peternakan yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 70 – 100 persen

d. Industri Peternakan (specialized farming), yaitu usaha peternakan yang dalam mengusahakan komoditi hasil ternak sudah dikelola secara mendasar dan pendapatannya 100 persen dari subsektor peternakan.

Soehadji (1991) menyatakan bahwa 90 persen dari usaha peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat. Ciri usaha peternakan rakyat ini antaralain : skala usaha kecil, motif produksi rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi sederhana, sehingga produktivitasnya rendah dan mutu produk bervariasi serta bersifat padat karya dengan basis pengorganisasian kekeluargaan.

(34)

Keuntungan yang rendah dapat disebabkan karena skala usaha yang tidak memadai atau pengoperasian usaha yang tidak efisien. Besar kecilnya skala usaha dapat dengan jumlah ternak yang diusahakan (dalam Satuan Ternak), luas tanah tang digunakan, jumlah tenaga kerja tetap dan jumlah kekayaan yang diperoleh (Ronald 1981).

2.3 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Produktivitas Sapi Perah Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan sapi perah. Pakan sapi yang diberikan hendaknya memenuhi persyaratan, yaitu mengandung nilai gizi yang lengkap, disukai ternak, dan mudah dicerna oleh sapi. Kriteria utama kualitas pakan ternak sangat ditentukan oleh tingkat kecernaannya. Kualitas pakan akan sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses produksinya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3148.1:2009 tentang pakan konsentrat bagian sapi perah, pakan konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan. Mutu konsentrat didasarkan atas kandungan zat gizi dan ada tidaknya zat atau bahan lain yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam satu tingkatan mutu. Persyaratan mutu meliputi kandungan zat gizi, batas toleransi kandungan aflatoksin, logam berat, kandungan bahan imbuhan dan bahan berbahaya lainnya.

(35)

Hasil penelitian yang diperoleh Haryati (2003) di Kelurahan Kebon Pedes mengalami perbedaan dengan Alpian (2010). Haryati (2003) menyatakan bahwa pemberian pakan yang biasa dilakukan oleh peternak untuk hijauan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pakan hijauan umumnya diberikan sebelum pemerahan. Pakan konsentrat diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan konsentrat dilakukan setelah pemerahan pada pagi hari dan beberapa saat sebelum pemerahan di sore hari. Hasil penelitian serupa diperoleh Kusminah (2003) di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor dimana peternak memberi pakan dua kali sehari. Untuk pemberian minum pada sapi perah dilakukan oleh peternak sepanjang hari, mengingat kondisi kandang rata-rata peternak menyediakan tempat minum ternak, baik yang permanen maupun yang hanya berupa ember-ember plastik.

Menurut Sudono (1999), untuk memperoleh ransum yang murah dan koefisien cernanya tinggi digunakan pakan hijauan dengan perbandingan lebih besar dari konsentrat yaitu 60 persen hijauan dan 40 persen konsentrat. Pada penelitian Kusminah (2003), manajemen pemberian makanan pada ternak sapi perah di Desa Cilebut Barat sudah baik, yaitu dengan perbandingan antara hijauan dan konsentrat sebesar 59 persen dan 41 persen dengan rataan makanan hijauan yang diberikan adalah 7,21 kg/ST/hari bahan kering, sedangkan makanan konsentrat adalah 5,04 kg/ST/hari. Makanan konsentrat ini terdiri dari ampas tahu sebanyak 2,89 kg/ST/hari bahan kering dan konsentrat sebanyak 2,15 kg/ST/hari.

(36)

2.4 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Pendapatan Peternak

Sugandi et al. (2005) menyatakan bahwa pada kondisi peternakan rakyat, sapi perah laktasi yang diberi konsentrat dengan protein kasar sebesar 13 persen dapat menghasilkan produksi susu dengan memberikan nilai income over feed cost yang optimal. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan mutu pakan konsentrat mampu meningkatkan kualitas susu secara signifikan yang meliputi kandungan lemak, bahan kering tanpa lemak, berat jenis dan jumlah bakteri dalam susu. Harga susu yang diterima oleh koperasi sangat ditentukan oleh komponen-komponen tersebut. Hal ini dipandang positif dalam memotivasi peternak untuk menghasilkan susu berkualitas, namun disisi lain upaya ini juga perlu diimbangi pengetahuan dan keterampilan peternak.

Penelitian yang dilakukan Winugroho et al. (2005) pada KPS-KPS di daerah Jawa Barat mendapatkan bahwa konsentrat yang diproduksi berkualitas rendah dengan kandungan protein kasar hanya sekitar 10,6 persen dan energi TDN (Total Digestic Nutrien) di bawah 65 persen. Untuk sapi-sapi perah yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi susu memerlukan konsentrat yang mengandung protein kasar minimal 18 persen dan energi TDN 75 persen dari bahan kering. Pemberian konsentrat yang berkualitas rendah bukan saja berakibat kepada kemampuan berproduksi susu yang rendah, tetapi juga umur ekonomis sapi perah akan menurun. Pada umumnya dengan pemberian konsentrat yang berkualitas baik, sapi perah induk masih ekonomis untuk dipelihara sampai 10-11 periode laktasi. Akan tetapi, dengan pemberian konsentrat yang berkualitas rendah sapi perah induk tidak ekonomis lagi dipelihara pada laktasi ke tujuh.

(37)

susu peternak selama ini belum memadai. Kasus di Jawa Barat menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2005 harga jual susu hanya sekitar 1,9 kali harga per kg pakan konsentrat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Priyanti dan Mariyono (2008), harga pakan konsentrat juga berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu segar, dimana perhitungan elastisitas sebesar 1,32 menunjukkan bahwa harga susu segar ini sangat responsif terhadap perubahan harga konsentrat. Semakin tinggi harga susu, maka harga konsentrat juga semakin meningkat. Kenaikan satu unit harga konsentrat akan meningkatkan harga susu segar sebesar 0,62 unit. Hasil yang sama diperoleh Musofie (2004) yang menyatakan bahwa kenaikan nilai konsentrat dalam setahun berpengaruh nyata terhadap keuntungan dari usaha sapi perah di peternakan rakyat. Kenaikan satu unit nilai konsentrat keuntungan usaha sapi perah berkurang sebesar 0,44 unit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrat merupakan komponen dalam ransum sapi perah yang cukup penting dan akhirnya berdampak pada pendapatan peternak. Peningkatan mutu pakan konsentrat juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, sehingga harga susu segar juga meningkat.

Awalnya, harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) tidak ditentukan berdasarkan harga pasar melainkan berdasarkan kesepakatan harga yang dibuat antara IPS dan GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Harga yang terbentuk merupakan harga dasar (basic price) yang didasarkan pada standar kualitas susu, yaitu Total Solid (TS) dan Total Plate Count (TPC). Di samping TS dan TPC sebagai dasar penentuan harga, fluktuasi harga susu dunia pun dijadikan patokan dalam penentuan harga. Harga kesepakatan ini dijadikan acuan oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam IPS untuk menerima susu berdasarkan harga kesepakatan tersebut. Namun, sekarang ini penentuan harga susu bisa dilakukan antara koperasi primer/KUD persusuan dengan perusahaan pengolahan susu, tidak lagi melalui GKSI (Firman 2010).

(38)

Mandiri dan DDI adalah apabila tingkat protein susu sebesar 2,5 persen, maka KAUM Mandiri akan memperoleh harga sebesar Rp 1.300,00/2,5 persen tingkat protein yaitu Rp 3.250/liter. Semakin tinggi tingkat protein susu, maka semakin tinggi harga dasar susu per liter.

2.5 Hasil Penelitian terdahulu mengenai Analisis Kepuasan Petani terhadap Produk Input

Penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, penelitian mengenai kepuasan petani telah cukup banyak dilakukan. Penelitian ini membahas tentang kepuasan petani yang mencakup peternak terhadap produk input yang digunakan yaitu pakan sapi perah. Irawati (2009) menganalisis sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi varietas unggul di kota Solok. Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang karakteristik responden, petani responden lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, sebagian besar berusia antara 41 – 50 tahun dan telah berkeluarga dengan jumlah keluarga (suami, istri dan anak) umumnya sebanyak lima orang. Tingkat pendidikan terakhir petani sebagian besar adalah SD dengan bertani sebagai matapencaharian utama yang sebagian besar dilakukan dilahan sendiri. Responden telah melakukan budidaya padi sawah sendiri lebih dari 21 tahun. Berbeda dengan karakteristik petani di Desa Seseupan, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi yang seluruhnya adalah laki-laki berusia antara 46-51 tahun. Namun, tingkat pendidikan terakhir petani sama yaitu hingga tingkat SD (Subekti 2008).

(39)

meningkatkan keuntungan bagi mereka. Harapan tersebut muncul ketika adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh produk input yang lain. Dengan demikian, proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh petani terhadap produk input tergantung dari kebutuhan atas kinerja produk yang belum terpenuhi.

Motivasi utama petani dalam pembelian benih jagung hibrida varietas P12 adalah produksi jagung yang tinggi, sehingga mereka menganggap bahwa penggunaan benih jagung P12 sangat penting (Subekti 2009). Lain halnya dengan proses keputusan pembelian pada petani terhadap benih padi varietas lokal pandan wangi di Cianjur yang menunjukkan bahwa motivasi antara petani yang menggunakan benih bersertifikasi dan tidak bersertifikasi adalah harga jual gabah/malai yang tinggi (Saheda 2008).

Kepuasan yang didapat petani setelah menggunakan produk input dapat dianalisis dengan Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Analysis (CSI). Penilaian kepuasan tersebut berdasarkan evaluasi dari atribut kepentingan dengan kinerja yang dihasilkan setelah penggunaan produk input. Berdasarkan hasil IPA, atribut-atribut yang dirasakan petani padi di Kabupaten Kediri yang memiliki kinerja rendah adalah harga GKG, umur tanaman, tahan hama penyakit dan tahan rebah. Sedangkan, atribut yang memiliki kinerja yang baik adalah produktivitas, pemasaran hasil panen, rasa nasi, ketersediaan dan harga benih (Fahmi 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Saheda (2008), atribut kinerja benih padi pandan wangi yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki adalah umur tanaman dan harga jual gabah. Irawati (2009) dan Fahmi (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil CSI yang diperoleh petani yaitu pada rentang indeks kepuasan antara 0.66 sampai dengan 0.88 yang berarti petani merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut benih padi varietas unggul.

(40)

tingkat usia produktif. Skala usaha peternak masih dalam kategori berskala usaha kecil. Rendahnya pemilikan sapi induk diantaranya disebabkan oleh pengalaman berusaha ternak sapi perah yang relatif baru yaitu rata-rata lima tahun dengan kisaran satu hingga delapan tahun. Mobilitas responden bepergian keluar sistem sosial umumnya rendah dan dikategorikan sebagai lokalit, dimana intensitas bepergian berkisar antara nol hingga satu kali dalam satu bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan data dianalisis secara deskriptif.

(41)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian, serta metode-metode atau teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun kerangka pemikiran teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Definisi Konsumen

Menurut Sumarwan (2003), istilah konsumen diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang digunakan sendiri atau digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi. Sedangkan, konsumen organisasi adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk seluruh kegiatan-kegiatan sosial.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dari segi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3.1.2 Perilaku Konsumen

(42)

3.1.3 Karakteristik Konsumen

Beberapa karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Sumarwan 2003). Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Tempat dimana konsumen itu tinggal akan mempengaruhi konsumsinya.

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen. Hal tersebut karena dengan pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya. Besarnya jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya.

(43)

3.1.4 Proses Keputusan Pembelian

Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu. Menurut Engel, et al (1994) terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen yaitu tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi hasil.

a. Pengenalan Kebutuhan

Perilaku proses keputusan selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang diinginkan (situasi yang konsumen inginkan). Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali (Engel, et al. 1995).

Contoh dari pengenalan kebutuhan adalah seorang konsumen (peternak) sekarang ini merasa hasil produksi susu sapi perahnya menurun (keadaan aktual) dan ingin meningkatkan produksinya pada pemerahan susu selanjutnya (keadaan yang diinginkan). Konsumen ini akan mengalami pengenalan kebutuhan seandainya ketidaksesuaian antara kedua keadaan cukup besar. Pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh tiga faktor penentu, yaitu informasi yang disimpan di dalam ingatan, perbedaaan individual, dan pengaruh lingkungan.

b. Pencarian Informasi

(44)

Sumber informasi dapat diklasifikasikan berkenaan dengan sumber mereka (personal versus impersonal) dan jenis (komersial versus nonkomersial) yang ditunjukkan pada Tabel 4. (Engel, et al. 1995).

Tabel 4. Sumber-sumber Informasi

Jenis Informasi Impersonal Personal

Komersial Iklan informasi dalam toko

Wiraniaga

Nonkomersial Media umum Orang lain

Sumber : Engel, et al. 1995

Ada tiga faktor yang menentukan proses pencarian informasi yang ekstensif yaitu faktor risiko produk, karakteristik konsumen, dan faktor situasi (Sumarwan 2002). Berdasarkan faktor risiko produk, konsumen akan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai suatu produk apabila persepsi risiko konsumen terhadap produk tersebut tinggi. Berdasarkan karakteristik konsumen, konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan untuk membelinya. Berdasarkan faktor situasi, konsumen akan mencari informasi untuk memutuskan membeli suatu produk tergantung dengan situasi atau keadaan yang sedang dialami, misalnya sakit, maka konsumen tidak tertarik untuk mencari informasi yang banyak.

c. Evaluasi Alternatif

(45)

Kriteria evaluasi adalah atribut atau karakteristik dari produk dan jasa yang digunakan untuk mengevaluasi dan menilai alternatif pilihan. Kriteria evaluasi tergantung pada produk atau jasa yang dievaluasi. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2002), tiga atribut penting yang sering digunakan untuk evaluasi yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk.

d. Keputusan Pembelian

Tindakan pembelian adalah tahapan terakhir pada perilaku konsumen dan konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membayar. Menurut Sumarwan (2002), pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu pembelian yang terencana sepenuhnya, pembelian yang separuh terencana, dan pembelian yang tidak terencana.

e. Evaluasi hasil

Perilaku pasca pembelian produk adalah konsumsi. Setelah membeli dan menggunakan produk konsumen akan melakukan evaluasi kembali terhadap produk yang dikonsumsinya. Hasil dari evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk yang telah dilakukannya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengonsumsi ulang produk tersebut.

3.1.5 Konsep dan Pengukuran Kepuasan Konsumen

Menurut Rangkuti (2006), pengertian kepuasan pelanggan pada dasarnya mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Akan tetapi, menurut Tjiptono (2008), setidaknya ada 10 teori kepuasan pelanggan, yaitu :

(46)

harapan, maka situasinya dinamakan simple confirmation. Dengan demikian, kepuasan pelanggan dipandang sebagai “evaluasi yang memberikan hasil dimana pengalaman atau kinerja yang dipersepsikan setidaknya sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan”. Harapan terhadap kinerja produk berlaku sebagai standar perbandingan terhadap kinerja aktual produk.

2. Contrast theory. Berdasarkan teori ini, konsumen lebih memperbesar perbedaan antara harapan dan kinerja produk. Apabila kinerja produk melampaui harapan, maka konsumen akan sangat puas. Akan tetapi, jika kinerja produk dibawah harapan, konsumen akan sangat tidak puas. Hal ini menyiratkan bahwa konsumen sangat sensitif terhadap harapan yang tidak terpenuhi dan bisa bereaksi secara berlebihan.

3. Assimilation-contrast theory. Menurut teori ini, konsumen mungkin menerima penyimpangan dari ekspektasinya dalam batas tertentu. Apabila produk yang dibeli tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka kinerja produk tersebut akan diterima dan produk bersangkutan akan dievaluasi secara positif (dinilai memuaskan). Akan tetapi, jika kinerja produk melampaui batas penerimaan konsumen, maka perbedaan yang ada akan dikontraskan sedemikian rupa sehingga akan tampak lebih besar dari sesungguhnya.

4. Adaptation-level theory. Menurut teori ini, individu hanya akan mempersepsikan stimuli berdasarkan standar yang diadaptasinya. Standar tersebut bergantung pada persepsinya terhadap stimulus, konteks, serta karakteristik psikologis dan fisiologis organisme. Dalam proses kepuasan, teori ini dapat dijelaskan dengan konsep-konsep seperti ekspektasi, kinerja, dan diskonfirmasi. Ekspektasi pelanggan berperan sebagai standar pembanding bagi kinerja produk. Sementara, diskonfirmasi berperan sebagai

principal force yang menyebabkan penyimpangan positif atau negatif dari

adaptation level. Hasil akhirnya adalah kepuasan atau ketidakpuasan.

(47)

adalah pandangan bahwa organisme akan beradaptasi dengan stimuli di lingkungannya, sehingga stimuli berkurang intensitasnya sepanjang waktu.

6. Equity theory. Berdasarkan perspektif eguity theory, perasaan tidak puas disebabkan keyakinan bahwa norma sosial telah dilanggar. Menurut teori ini, berlaku norma yang menegaskan bahwa setiap pihak dalam pertukaran harus mendapatkan perlakuan adil. Evaluasi terhadap keadilan keseluruhan dalam transaksi pembelian produk berpengaruh terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan.

7. Consumer surplus. Dalam teori ekonomi, konsumen rasional akan mengalokasikan sumber daya langka sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga produk akan sama. Jadi, utilitas total yang didapatkannya dari semua produk akan maksimum. Jika ada perubahan harga produk, sumber daya harus dialokasikan ulang dalam rangka mencapai ekuilibrium baru. Dalam sebuah pasar persaingan sempurna, harga pasar ditentukan oleh interaksi antara konsumen dan perusahaan sedemikian rupa sehingga saat ekuilibrium, harga yang diminta perusahaan sama persis dengan harga yang bersedia dibayarkan konsumen untuk kuantitas tertentu. Oleh sebab itu, semua konsumen dalam pasar tertentu diasumsikan bersedia membayar harga pasar yang sama. Akan tetapi, ada gap antara utilitas total dan jumlah uang yang bersedia dibayarkan konsumen untuk mendapatkan produk. Gap inilah yang menjadi surplus bagi konsumen. Surplus konsumen terbentuk karena harga pasar lebih ditentukan oleh utilitas marjinal ketimbang oleh utilitas total. Setiap unit produk dibeli dengan harga yang sama dengan unit terakhir. Akan tetapi, berdasarkan law of diminishing marginal utility,

unit-unit produk yang dibeli lebih awal bernilai lebih besar dari konsumen dibandingkan unit terakhir. Jadi, konsumen menikmati surplus atas masing-masing unit produk yang dibelinya lebih awal. Semakin besar surplus konsumen, semakin puas konsumen bersangkutan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional                    Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap                                      Penggunaan    Pakan   Cargill  di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten                    BandungAnalisis Tingkat Kepuasan Peternak
Tabel 5. Atribut-atribut untuk Uji Validitas
Tabel 6. Atribut-Atribut Penelitian
Tabel 7. Bobot Jawaban Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi publik yang dihasilkan tentang destinasi pariwisata Danau Toba sebagai global Geopark Kaldera UNESCO melalui website kompas.com di padukan dengan teori

Pembelajaran problem based learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk

With the algorithm, the microcontroller can calculate the speed of the motorcycle and give a warning if the speed used exceeding the maximum speed limit..

wawancara digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, yaitu. dengan mengadakan pertemuan dengan beberapa informan

Globalisasi berkembang sangat cepat dan sudah melanda ke seluruh dunia. Globalisasi sangat memengaruhi tingkah laku kehidupan masyarakat yang tidak bisa menolak

1) Pembangunan jalan akses ke lokasi proyek Bandara Buntu Kunik. 2) Perbaikan kondisi jalan nasional yang rusak dan perbaikan dinding penahan longsor, khususnya jalan

Dalam kesempatan ini, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusun dalam menyusun Landasan Program Perencanaan dan Perancangan

[r]