• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan informasi nilai gizi pangan produk biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick untuk tujuan klaim produk di PT. Arnotts Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan informasi nilai gizi pangan produk biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick untuk tujuan klaim produk di PT. Arnotts Indonesia"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN

PRODUK BISKUIT,

COOKIES

, WAFER, DAN WAFER

STICK

UNTUK TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS

INDONESIA

SKRIPSI

GADING INAYAH AVIANISA

F 24103125

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

2 DEVELOPMENT OF NUTRITIONAL FACT ON BISCUIT, COOKIES, WAFER, AND WAFER STICK PRODUCT FOR CLAIM PURPOSE IN PT.

ARNOTTS INDONESIA

Gading Inayah Avianisa

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220,

Bogor, West Java, Indonesia.

Phone: 62 21 541 6233, e-mail: gading_85@yahoo.com

ABSTRACT

Nutritional fact in food products has enormous importance for customers. The development of nutritional fact and any claims of the food products must follow certain regulations from Indonesian Authorities. Case study to develop nutritional fact and potential claims for biscuit, cookies, wafer and wafer stick products in PT. Arnotts Indonesia includes analysis and verification of nutrition content in the products and calculation which align with last updated regulations from BPOM and Indonesian Health Ministry. Accurate proximate analysis from representative samples for nutrition content holds significant importance in the reliability of the nutritional fact and claim developed. The nutrition fact and claims of the product then can be written down in the packaging by following the Food Labeling guidelines.

(3)

3 GADING INAYAH AVIANISA. F24103125. Pengembangan Informasi Nilai Gizi Pangan Produk Biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick untuk tujuan klaim produk di PT. Arnotts Indonesia. Di bawah bimbingan Dedi Fardiaz. 2011.

RINGKASAN

Pengembangan produk pangan untuk menambah nilai jual produk biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit apalagi dibutuhkan suatu proses reformulasi produk di dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu cara dalam rangka meningkatkan mutu dan nilai jual produk tanpa harus melakukan formulasi ulang terhadap produk. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan informasi nilai gizi produk yang sudah ada. Pengembangan informasi nilai gizi untuk produk pangan dapat dilakukan dengan mengkaji lebih lanjut kandungan zat gizi dari komposisi produk yang sudah ada.

Salah satu produk pangan kering yang banyak disukai anak-anak dan orang dewasa adalah produk biskuit. Produk biskuit jenisnya beragam menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras,

crackers, wafer, dan cookies. Penelitian dilakukan di PT. Arnotts Indonesia sebagai salah satu produsen biskuit yang terkemuka untuk meningkatkan nilai jual melalui pengembangan nilai gizi produknya.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap utama yakni studi literatur dan verifikasi. Sedangkan pembuatan label dan penentuan klaim mengacu ke dasar hukum atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan antara lain UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, UU. No. 8 tentang perlindungan konsumen, PP. No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, dan PP No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan.

(4)

4

PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN PRODUK

BISKUIT,

COOKIES

, WAFER, DAN WAFER

STICK

UNTUK

TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

GADING INAYAH AVIANISA F 24103125

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

5 Judul Skripsi : Pengembangan Informasi Nilai Gizi Pangan Produk Biskuit,

Cookies, Wafer, dan Wafer Stick Untuk Tujuan Klaim Produk di PT. Arnotts Indonesia

Nama : Gading Inayah Avianisa

NIM : F24103125

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof.Dr.Ir. Dedi Fardiaz, MSc. NIP : 19481001.197302.1.001

Mengetahui : Plt Ketua Departemen ITP,

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. NIP : 19610802.198703.2.002

(6)

6 DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN ... 2

C. MANFAAT ... 3

D. RUANG LINGKUP ... 3

E. WAKTU DAN TEMPAT ... 3

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 4

A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN ... 4

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... 5

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 6

D. KETENAGAKERJAAN ... 8

III.TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. BISKUIT ... 10

B. PENGEMBANGAN PRODUK ... 11

C. STABILITAS ZAT GIZI ... 12

D. ANGKA KECUKUPAN GIZI ... 14

E. PIRANTI LUNAK “NUTRITION FACT” ... 15

F. PELABELAN DAN KLAIM PRODUK PANGAN ... 16

G. VITAMIN DALAM BAHAN PANGAN ... 18

H. MINERAL DALAM BAHAN PANGAN ... 19

IV.METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. ANALISIS DESKRIPTIF DAN STUDI LITERATUR ... 22

(7)

7

C. PENENTUAN AKG DAN KLAIM PRODUK ... 23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR ... 25

B. VERIFIKASI ANALISIS KANDUNGAN GIZI ... 31

C. ANGKA KECUKUPAN GIZI PRODUK DAN INFORMASI NILAI GIZI ... 38

D. KLAIM PRODUK ... 48

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. KESIMPULAN ... 54

B. SARAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(8)

8 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kestabilan Nutrisi terhadap Panas ... 13

Tabel 2. Susut masak vitamin pada proses pemanggangan ... 14

Tabel 3. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk biskuit ... 26

Tabel 4. Komposisi Biskuit, Cookies, Wafer dan Wafer Stick (dalam %) .... 26

Tabel 5. Informasi Nilai Gizi Beberapa Bahan Baku dalam Pembuatan Biskuit ... 27

Tabel 6. Perkiraan Total Vitamin pada produk akhir ... 29

Tabel 7. Perkiraan Total Mineral pada Produk Akhir ... 30

Tabel 8. Perbandingan Hasil Verifikasi Vitamin ... 33

Tabel 9. Perbandingan Hasil Verifikasi Mineral ... 33

Tabel 10. Total Vitamin pada produk akhir (terkoreksi) ... 36

Tabel 11. Total Mineral pada produk akhir (terkoreksi) ... 37

Tabel 12. Standard AKG berdasarkan kelompok konsumen ... 39

Tabel 13. Aturan Pembulatan untuk Pernyataan Kandungan Zat Gizi pada Label ... 40

Tabel 14. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Choco snack ... 42

Tabel 15. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Cookies d ... 43

Tabel 16. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Wafer Lapis Coklat .... 44

Tabel 17. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Biskuit Lapis Coklat .. 44

Tabel 18. Informasi nilai Gizi untuk produk Choco Snack ... 45

Tabel 19. Informasi nilai Gizi untuk produk Cookies d ... 46

Tabel 20. Informasi nilai Gizi untuk produk Wafer Lapis Coklat ... 46

Tabel 21. Informasi nilai Gizi untuk produk Biskuit Lapis Coklat ... 47

Tabel 22. Standar Penentuan Klaim Berdasarkan Kandungan Zat Gizi ... 48

Tabel 23. Kemungkinan Klaim pada Produk Choco snack ... 50

Tabel 24. Kemungkinan Klaim pada Produk Cookies d ... 51

Tabel 25. Kemungkinan Klaim pada Produk Wafer Lapis Coklat ... 52

(9)

9 DAFTAR GAMBAR

Halaman

(10)

10 DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Detail Perhitungan Perkiraan Total Vitamin pada Produk Akhir 59 Lampiran 2. Detail Perhitungan Perkiraan Total Mineral pada Produk Akhir 65 Lampiran 3. Tampilan Layar Program Nutrition Fact (Michael Silver) ... 69 Lampiran 4. Certificate of Analysis ... 70

(11)

11 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan bertambah cepatnyakemajuan teknologi dan bertambahnya tingkat pendidikan konsumen, tantangan terhadap produsen pangan juga semakin bertambah. Saat ini konsumen lebih kritis dalam memutuskan produk mana yang akan mereka konsumsi begitu juga halnya dalam pemilihan produk pangan. Ada beberapa alasan mengapa konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk pangan yang ada di pasaran selain faktor rasa dan harga, salah satu faktor yang juga sangat penting adalah kandungan nilai gizi yang ada di produk tersebut. Kandungan nilai gizi yang terdapat pada produk dan keterangan yang tercantum pada label dapat menjadi klaim dari produsen dalam menunjukkan mutu atau nilai gizi produknya sehingga dapat meningkatkan harga jualnya.

Kecenderungan perkembangan klaim yang sedang marak di pasaran terhadap produk pangan baik dalam maupun luar negeri umumnya berhubungan dengan kesehatan. Klaim ini diantaranya berhubungan dengan masalah berat badan, penyakit kardio-vaskular, penyakit jantung, dan kecantikan.

(12)

12 Menyikapi kebutuhan konsumen terhadap tren yang sedang berkembang di pasaran, industri pangan perlu melakukan serangkaian perubahan mendasar sebagai respon terhadap tren tersebut. Respon yang biasa diambil antara lain dengan memperbaiki profil kandungan gizi produk-produk yang dihasilkan, misalnya dengan mengurangi kadar lemak, kadar gula atau garam, menambahkan zat gizi seperti vitamin atau mineral, dan sebagainya. Lebih dari itu, praktek periklanan juga akan dan harus berubah, menjadi lebih menekankan pada pendidikan gizi dan memperbaiki informasi gizi yang tertulis pada label.

Pengembangan produk pangan untuk menambah nilai jual produk biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit apalagi dibutuhkan suatu proses reformulasi produk di dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu cara dalam rangka meningkatkan mutu dan nilai jual produk tanpa harus melakukan formulasi ulang terhadap produk. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan informasi nilai gizi produk yang sudah ada. Pengembangan informasi nilai gizi untuk produk pangan dapat dilakukan dengan mengkaji lebih lanjut kandungan zat gizi dari komposisi produk yang sudah ada (dalam hal ini suplementasi antar komposisi produk lebih diutamakan daripada fortifikasi).

Salah satu produk pangan kering yang banyak disukai anak-anak dan orang dewasa adalah produk biskuit sebagai makanan ringan atau snack food

yang dapat dikonsumsi pada selang waktu tertentu atau dapat dikonsumsi pada waktu makan. Produk biskuit jenisnya beragam menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan

cookies. Hal-hal inilah yang mendasari keinginan untuk melakukan kegiatan penelitian terhadap pengembangan informasi nilai gizi di PT. Arnotts Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia dalam bidang industri biskuit.

B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

(13)

13 yang berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan secara integral, serta mengaplikasikan ilmu dan pemahaman terhadap pengembangan produk dan klaim produk. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan informasi nilai gizi produk sehingga dapat meningkatkan nilai jual produk.

Sasaran yang ingin dicapai adalah mengumpulkan informasi yang detail mengenai produk dan menunjukkan nilai tambah yang dapat dijadikan klaim. Hal ini diharapkan dapat berfungsi sebagai faktor penambah nilai jual produk di pasaran.

C. MANFAAT

Manfaat kegiatan magang ini adalah untuk memperkirakan jumlah nilai gizi dalam produk untuk keperluan analisis yang selanjutnya akan digunakan untuk mengembangkan daftar informasi nilai gizi produk untuk dijadikan sebagai faktor yang dapat menaikkan nilai tambah produk di pasar dan sebagai media informasi bagi konsumen yang akan membeli produk serta untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai klaim produk pangan dan informasi nilai gizi pangan.

D. RUANG LINGKUP

Fokus pelaksanaan kegiatan magang ini adalah mengkaji lebih lanjut produk wafer dan biskuit di PT. Arnotts Indonesia terutama dalam hal kandungan nilai gizinya untuk kemudian dicari potensi-potensi yang dapat dijadikan nilai tambah produk dalam bentuk klaim produk dengan menerapkan beberapa landasan teori. Kandungan zat gizi yang ditelaah meliputi kandungan vitamin dan mineral dalam produk.

E. WAKTU DAN TEMPAT

(14)

14 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk chips. Pada tahun 1982, secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.

Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.

Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia. Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya kerjasama antara PT. BMS dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia.

Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan no.8 (Jalan Raya Bekasi KM. 28) Medan Satria, Bekasi Barat.

(15)

15 dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan PT. Arnott’s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah :

 Milk Plus

Selain produk-produk di atas, PT. Arnott’s Indonesia juga memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Biskuit bayi yang diproduksi adalah :

 Milna Baby Biscuit

 Farley’s Baby Biscuit

 Nestle Baby Biscuit

 SGM Baby Biscuit

 Promina Baby Biscuit

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

(16)

16 C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott’s Indonesia ini adalah struktur organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang yang bekerja pada proyek yang sama. Struktur organisasi perusahaan terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi.

Kendali perusahaan berada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing bagian.

1. Presiden Direktur

Presiden Direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertangung jawab atas maju atau mundurnya perusahaan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Presiden Direktur antara lain :

 Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh.

 Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk mencapai tujuan.

 Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masing-masing direktur.

2. Direktur Keuangan dan Akuntansi

Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah :

 Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem keuangan, akuntansi dan administrasi.

 Melakukan administrasi yang tertib.

 Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan. 3. Direktur Pemasaran

Tugas wewenang dan tanggung jawab direktur pemasaran antara lain :

(17)

17

 Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan

 Memantau dan menganalisa keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan

 Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan ekspor.

4. Direktur Penjualan

Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini meliputi :

 Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga, dan promosi, baik untuk produk sendiri maupun produk saingan.

 Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan.

 Bekerjasama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan.

 Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan.

 Menerima informasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang dimiliki perusahaan.

5. Manajer Utama (General Manajer)

Manajer utama harus mengawasi kegiatan operasional yang terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti gudang dan pembelian. 6. Manajer Pabrik (Plant Manager)

Tugas wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi :

 Mengawasi kerja manajer produksi.

 Memberi laporan kepada Presiden Direktur mengenai aktivitas perusahaan dalam hal pengoperasian.

 Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk.

(18)

18 D. KETENAGAKERJAAN

Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott’s Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott’s Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu:

1. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir.

2. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terus menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut :

Karyawan kantor

Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit.

Karyawan bagian produksi

Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu :

Shift I : Pukul 06.30 sampai dengan 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit

Shift II : Pukul 15.00 sampai dengan 22.30, dengan waktu

istirahat 30 menit

Shift III : Pukul 22.30 sampai dengan 06.30, dengan waktu

istirahat 30 menit

(19)

19 PT. Arnott’s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas tinggi juga memberikan fasilitas terhadap karyawannya. Beberapa fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk sistem pemberian upah yang diatur menurut status pekerja. JamSosTek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan keluarga berencana.

(20)

20 III. TINJAUAN PUSTAKA

A. BISKUIT

Biskuit merupakan makanan ringan yang disenangi karena enak, manis, dan renyah. Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya proses pengeringan (Whiteley, 1971).

Menurut Faridi (1994), biskuit merupakan produk yang berasal dari tepung terigu halus dan dalam formulanya mengandung gula dan lemak yang tinggi, tapi mengandung sedikit air. Menurut SNI (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan.

Menurut SNI (1992), biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu biskuit keras, crackers, wafer, dan cookies. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang berbentuk pipih, berkadar lemak tinggi atau rendah, dan bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit berpori kasar, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya berongga.

(21)

21 B. PENGEMBANGAN PRODUK

Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Secara umum, produk baru adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk, maupun kemasan. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk baru yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatkan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990).

Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk modifikasi atau modified product yaitu produk hasil modifikasi produk yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis kemasan, formula bahan, jenis bahan, jenis bahan baku, atau penggunaan flavor yang berbeda. Ketiga, “me too”, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi ole perusahaan. Produk “me too” ini biasanya dibuat oleh perusahaan ‘follower’ atau perusahaan ‘challenger’ dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran perusahaan ‘leader’. Salah satu ciri produk jenis ini antara lain harganya yang lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan ‘leader’ (Feigenbaum, 1989).

(22)

22 persaingan industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989). Diharapkan produk baru tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti tren yang sedang berkembang seperti pangan fungsional, makanan menyehatkan, dan makanan bernutrisi tinggi.

C. STABILITAS ZAT GIZI PADA PROSES PENGOLAHAN

Bahan pangan diolah dengan tiga tujuan utama yaitu untuk mengawetkan (pengalengan, pengeringan, penggaraman, radiasi, pembekuan, dan penambahan “food additive”), untuk membuat produk yang dikehendaki (roti, kue, makanan bayi, keju, sosis, dan sebagainya), dan untuk dihidangkan atau disajikan segera (pengirisan, pengupasan, dan pemanasan). Karena itu teknologi pengolahan diberi definisi yang mencakup semua penanganan atau proses yang diberikan pada bahan pangan dari asalnya sampai dikonsumsi, maka berarti lebih dari 95% dari bahan pangan telah diproses melalui teknologi pengolahan (Andarwulan dan Koswara, 1992).

(23)

23 Tabel 1. Kestabilan Nutrisi terhadap Panas

Kelompok Nutrisi Nutrisi Susut Masak Secara Umum(%)

Vitamin A 0 - 40

Asam Panttotenat 0 -50

p-Amino asam

(24)

24 Tabel 2. Susut masak vitamin pada proses pemanggangan

Vitamin Susut Masak pada Proses Pemanggangan (%)

A 18

Asam Panttotenat 25

B6 25

Riboflavin (B2) 15

Thiamin (B1) 20

Tokoferol (E) 27

Sumber: Duncan Manley, 2001

D. ANGKA KECUKUPAN GIZI

Untuk memahami apakah suatu perlakuan yang diberikan pada suatu bahan pangan menghasilkan mutu gizi yang dapat diterima, maka perlu pengertian tentang dua hal, yaitu pertama, kebutuhan manusia terhadap zat gizi, dan kedua, jumlah atau kadar zat-zat gizi yang masih terdapat dalam bahan pangan setelah perlakuan tersebut berlangsung. Kebutuhan manusia secara kuantitatif terhadap zat-zat gizi esensial, yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah , merupakan dasar untuk penyusunan US “Recomended Dietary Allowances” (RDA) atau kecukupan zat-zat gizi yang dianjurkan. RDA ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan diet atau penyusunan ransum, suplai makanan, keperluan pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992).

(25)

25 berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia masih terbatas, maka tidak heran jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya. Indonesia sendiri memiliki departemen kesehatan yang mengeluarkan standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Revisi terbaru mengenai AKG yang dipakai sebagai acuan label gizi untuk kelompok konsumen tertentu terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor. HK. 00.05.52.6291 seperti yang tertera pada Tabel 12.

E. SOFTWARE NUTRITION FACT

Nutrition Facts adalah piranti lunak disusun dengan menggunakan program Borland Delphi versi 0.5 yang disediakan secara gratis dan dapat diunduh melalui situs www.silvertriad.com yang menyajikan berbagai jenis informasi nutrisi dari berbagai jenis pangan yang dibuat oleh Michael Silver. Informasi nutrisi yang diberikan kurang lebih berjumlah 6200 makanan. Semua informasi yang diberikan terdapat pada kebanyakan label makanan, termasuk kadar air, alkohol, dan kandungan kafein. Informasi mengenai kandungan vitamin dan mineral pada jenis makanan tertentu juga tersedia. Vitamin dan mineral tersebut diantaranya vitamin A, B6, B12, C, D, riboflavin, thiamin (B1), E, kalsium, tembaga, folat, zat besi, magnesium, mangan, niasin, asam panthotenat, fosfor, selenium, dan zink.

Semua informasi yang terdapat dalam piranti lunak nutrition fact ini berasal dari format yang dikeluarkan oleh laboratorium data nutrisi USDA (United State’s Departement of Agriculture). Data-data yang terdapat pada software ini dapat dijadikan panduan untuk memprediksi kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu produk pangan (Silver, 2007). Namun pembuktian atau verifikasi lebih lanjut mengenai keberadaan suatu nutrisi dalam produk pangan tetap diperlukan.

(26)

26 Label pangan merupakan setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau merupakan bagian dari kemasan pangan. Mengenai sistem pelabelan pangan secara umum, keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah nama pangan, berat atau isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar atau komposisi bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, tanggal kadaluwarsa, kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007). Dalam penjelasan pasal 30 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan bahwa tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan (pre-packaged) , tetapi tidak berlaku bagi perdagangan pangan yang dibugkus di hadapan pembeli. Dalam konteks ini penggunaan label dalam kemasan selalu berkaitan dengan aspek perdagangan (Anonim, 2007). Menurut Wijaya (1997), label adalah tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun sehingga memberi kesan melekat pada kemasan atau wadah.

(27)

27 diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label (Nielsen, 2003). Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka presentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan lonsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara (1) memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan (2) membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000).

Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim kesehatan Produk (Codex, 1997) terbagi menjadi 2 yakni:

1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari:

a. Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan. Contoh: ‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’.

b. Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: “dikurangi”, “kurang dari”, lebih sedikit”. 2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan,

menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari:

(28)

28 gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).

b. Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A.

c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi , untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan.

Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B.

G. VITAMIN DALAM BAHAN PANGAN

(29)

29 metabolisme tubuh (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin sendiri berfungsi dalam sistem enzim yang berfungsi sebagai fasilitator metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak (Potter dan Hotchkiss, 2006).

1. Vitamin B1 (Thiamin)

Thiamin termasuk ke dalam gologan vitamin yang larut dalam air. Peran yang paling utama dari thiamin adalah dalam perombakan karbohidrat untuk menghasilkan energi, dimana fungsinya adalah sebagai koenzim thiamin pyrofosfat atau kokarboksilase dalam oksidasi glukosa. Thiamin stabil dalam panas dan dalam kondisi asam tapi terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam makanan yang basa atau netral.

2. Vitamin B12

Vitamin B12 yang juga disebut sebagai cyanocobalamin sangat penting dalam pembentukan asam nukleat dan dalam metabolisme lemak dan karbohidrat. Vitamin B12 juga disebut sebagai faktor anti-pernicious

anemia. Cyanocobalamin merupakan molekul vitamin terbesar dan

mengandung unsur kobalt di dalamnya yang memberikan pasokan akan kebutuhan mineral kobalt dalam nutrisi (Potter dan Hotchkiss, 2006). 3. Folat

Seperti halnya vitamin B12 folat juga dapat mencegah beberapa jenis anemia. Folat juga berperan dalam pembentukan asam nukleat, melindungi sistem syaraf, untuk pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan sel darah merah ,serta melindungi janin dari kerusakan atau cacat otak.

H. MINERAL DALAM BAHAN PANGAN

(30)

30

element merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis.

Makromineral berfungsi sebagai bagian penting dalam struktur sel dan jaringan keseimbangan cairan dan elektrolit serta berfungsi di dalam cairan tubuh baik interseluuar maupun ekstraselular, Makromineral dibutuhkan dalam konsentrasi yang lebih besar dari 100 ppm (part per million). Mikromineral berfungsi sebagai bagian dari struktur suatu hormon agar sebagian enzim dapatberfungsi secara maksimal dan dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 ppm (Christensen,1982).

1. Zat Besi

Besi termasuk mikromineral karena zat tersebut dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit di dalam tubuh. Mineral tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan (Harper, et al., 1985). Mervyn (1989) menyatakan bahwa fungsi zat besi dalam tubuh adalah: (1) besi dalam hemoglobin bertindak sebagai pembawa oksigen dalam sel darah merah, (2) Besi dalam mioglobin bertindak sebagai cadangan Oksigen dalam jaringan, (3) dalam sel tubuh bertindak sebagai transfer oksigen dalam sitokrom, dan (4) Besi ada dalam enzim katalase yang melindungi serangan racun peroksida, serta (5) meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Defisiensi besi menyababkan penurunan kadar Hb di dalam darah yang disebut dengan anemia besi.

2. Kalsium

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membentuk tulang dan gigi dan mengatur proses biologis dalam tubuh. Selain itu kalsium juga berfungsi untuk mengatur pembekuan darah. Menurut Almatsier (2001), kalsium juga berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis seperti absorpsi vitamin B12, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam memindahkan (transmisi) suatu rangsangan dari suatu serabut saraf ke serabut saraf lain.

(31)
(32)

32 IV. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap utama yakni studi literatur dan verifikasi. Secara umum, tahapan kegiatan magang di PT. Arnotts Indonesia adalah sebagai berikut :

A. ANALISIS DESKRIPTIF DAN STUDI LITERATUR

Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai produk biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick meliputi komposisi bahan baku yang digunakan, kandungan zat gizi bahan baku, proses produksi, susut masak atau persentasi kerusakan zat gizi selama proses produksi. Zat gizi yang dimaksud adalah vitamin dan mineral dalam produk.

Dengan menggunakan komposisi bahan baku dan dan kandungan zat gizi bahan baku kemudian dapat diperkirakan kandungan zat gizi awal sebelum proses produksi. Hasil studi literatur juga mendapatkan perkiraan nilai susut masak akibat proses produksi terutama proses pemanggangan yang banyak digunakan pada proses produksi biskuit, dari nilai susut masak dan kandungan zat gizi awal inilah kemudian dapat diperkirakan kandungan zat gizi pada produk akhir. Hasil perkiraaan kandungan zat gizi pada produk akhir kemudian digunakan sebagai dasar untuk tahap berikutnya.

B. VERIFIKASI

Tahap kedua dalam penelitian ini adalah verifikasi terhadap perkiraan kandungan zat gizi yang terdapat pada produk akhir. Pemilihan zat gizi yang diverifikasi mewakili beberapa zat gizi yang diperkirakan memenuhi klaim zat gizi dan yang tidak memenuhi persyaratan klaim. Sedangkan produk yang diverifikasi mewakili semua jenis produk yakni jenis cookies, biskuit, wafer, dan wafer stick. Hasil verifikasi akan digunakan sebagai pembanding seberapa besar ketepatan dari perkiraaan jumlah nutrisi yang dilakukan pada tahap studi literatur. Perkiraan total vitamin dan mineral yang terkoreksi dengan hasil verifikasi kemudian digunakan dalam perhitungan AKG dan Klaim produk.

(33)

33 analisis yang digunakan adalah metode HPLC untuk analisis vitamin B1, B12, vitamin E, dan asam folat, sedangkan metode pengabuan kering dengan menggunakan AAS digunakan untuk analisis mineral yaitu kalsium, zat besi, dan magnesium.

C. PENENTUAN AKG DAN KLAIM PRODUK

(34)

34 Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Penelitian

Kandungan Gizi Bahan Baku

Komposisi Bahan Baku Proses Produksi

Nilai Susut Masak Kandungan Zat Gizi Awal

Perkiraan Kandungan Zat Gizi Produk Analisis Deskriptif dan Studi Literatur

Tahap Verifikasi

Perkiraan Kandungan Zat Gizi Produk Terkoreksi

Penentuan Angka Kecukupan Gizi Standar BPOM 2007

Klaim Produk

(35)

35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR

Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT. Arnotts Indonesia yakni biskuit, cookies, wafer, dan wafer stick meliputi komposisi bahan baku yang digunakan, kandungan zat gizi bahan baku, proses produksi, susut masak atau persentasi kerusakan zat gizi selama proses produksi dan perhitungan perkiraan kandungan zat gizi yang tersisa pada produk akhir. Kemudian dilakukan perhitungan informasi nilai gizi termasuk perkiraan jumlah kandungan nutrisi dan ditentukan kemudian klaim terhadap produk berdasarkan studi literatur. Perhitungan dilakukan terhadap 13 merek produk.

Tahap pertama yang dilakukan dalam studi literatur adalah mengumpulkan komposisi bahan baku produk. Selanjutnya dari masing-masing bahan baku produk didaftar masing-masing-masing-masing kandungan gizi dan jumlah yang digunakan dalam produksi kemudian akan didapat perkiraan total kandungan gizi pada produk akhir. Tidak semua bahan baku yang digunakan dimasukkan ke dalam perhitungan, bahan baku yang tidak memiliki zat gizi tertentu atau jumlah kandungan zat gizinya mendekati nol per 100 gram produk tidak dimasukkan ke dalam perhitungan.

(36)

36 Tabel 3. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk biskuit

Produk Bahan Baku

Biskuit dengan Selai

Tepung terigu, selai, lemak nabati (sawit), gula, sirup fruktosa, susu skim, natrium bikarbonat, lesitin kedelai, garam, vanilla flavor, telur.

Wafer stick

Coklat

gula, tepung terigu, minyak nabati(sawit), cokelat bubuk, tapioka, pati jagung, tepung beras, karamel, garam, lesitin kedelai, flavor vanilla, telur, susu bubuk.

Wafer stick

vanila

gula, tepung terigu, minyak nabati(sawit), pati jagung, tapioka, maltodextrin, whey, dekstrosa, tepung beras, karamel, susu bubuk, lesitin kedelai, garam, flavor vanilla, telur.

Cookies Tepung terigu, coklat butir, gula, lemak nabati(sawit), mentega, susu skim, sirup glukosa, sirup fruktosa, telur, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, garam, flavor vanila

Choco snack

Gula, lemak nabati(palm oil shortening), tepung terigu, coklat bubuk, susu bubuk, sirup golden, sirup fruktosa, caramel, ammonium bikarbonat, ekstrak malt, garam, natrium bikarbonat, lesitin kedelai, pasta hazelnut, telur, flavor vanilla.

Biskuit Lapis Coklat

Gula, lemak nabati(palm oil shortening), tepung terigu, coklat bubuk, whey, sirup golden, susu bubuk, sirup fruktosa, caramel, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, ekstrak malt, flavor vanilla, garam, dekstrosa, lesitin kedelai, pasta hazelnut, telur.

Wafer long Choco vanilla

Gula, lemak nabati (palm oil shortening), tepung terigu, coklat bubuk, maltodekstrin, susu skim, buttermilk, minyak nabati, karamel, mentega ,lesitin kedelai, tapioka, garam, natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, flavor telur., pasta hazelnut.

(37)

37

Tabel 5. Informasi Nilai Gizi Beberapa Bahan Baku dalam Pembuatan Biskuit (per 100 gram bahan baku)

Satuan Tepung

(38)

38 Contoh perhitungan kandungan nilai gizi produk akhir untuk produk biskuit dengan jam (vitamin B2, riboflavin) adalah sebagai berikut:

Diketahui:

1. Jumlah akhir produk jadi (kg)  dari Arnott = 823,23 2. Jumlah terigu yang digunakan (kg) = 489 3. Jumlah vitamin dari terigu (mg/100 g terigu) = 0,42

4. Jumlah vitamin B2 masing-masing bahan baku biskuit (mg/100 g bahan):

 Telur = 1,54

 Skim = 1,74

 Susu full cream Bubuk) = 1,21

 Bubuk coklat = 0,37

 Whey = 2,06

5. Susut masak vitamin B2 pada proses pemanggangan = 15% Jumlah bahan baku yang ditambahkan => (dari resep) Tahapan perhitungan:

1. Hitung jumlah vitamin / 100g produk masing-masing bahan baku = > Jumlah yang ditambahkan/100 x Jumlah vitamin

 Telur = 3,50 /100 x 1,54

 Skim = 6,30 /100 x 1,74

 Susu full cream Bubuk) = 0 / 100 x 1,21

 Bubuk coklat = 0/ 100 x 0,37

 Whey = 0 / 100 x 2,06

2. Jumlahkan semua hasil dari perhitungan jumlah vitamin/ 100 g produk masing-masing bahan baku setelah itu akan didapat jumlah total vitamin/ 100 g produk (sebelum dikurangi susut masak).

= (3,50 /100 x 1,54) + (6,30 /100 x 1,74) + (0 / 100 x 1,21) + (0/ 100 x 0,37) + (0 / 100 x 2,06)

= 0,66

3. Jumlah total vitamin/ 100 g produk (sebelum dikurangi susut masak) dikurangi dengan jumlah susut masak (15 %) akan didapat perkiraan total vitamin pada produk akhir mg/ 100 g produk).

(39)

39 Tabel 6. Perkiraan Total Vitamin pada produk akhir

(40)

40 Tabel 7. Perkiraan Total Mineral pada Produk Akhir

(41)

41

VERIFIKASI ANALISIS KANDUNGAN GIZI 

Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah verifikasi hasil perkiraan zat gizi. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan hasil perkiraan yang sudah dilakukan. Zat gizi yang diverifikasi dipilih berdasarkan perkiraan cukup atau tidaknya zat gizi untuk diklaim serta faktor ketersediaan dan kepopuleran produk di pasar. Berdasarkan hal tersebut dipilih sebanyak empat produk yang diperkirakan mengandung zat gizi yang memenuhi syarat klaim produk untuk diverifikasi. Verifikasi tidak dilakukan pada semua varian produk karena fokus penelitian adalah memberi gambaran akan kemungkinan klaim yang mungkin dilakukan pada produk-produk Arnotts.

Verifikasi dilakukan pada beberapa produk yakni choco snack, biskuit lapis cokelat, wafer lapis coklat, dan cookies d, untuk melihat kandungan vitamin B1 (choco snack dan cookies d), B12 (choco snack dan cookies d), Folat (cookies d), E (cookies d). Verifikasi juga dilakukan terhadap kandungan mineral yakni zat besi (choco snack dan biskuit lapis coklat), Kalsium (choco snack dan wafer lapis coklat), dan Magnesium (choco snack).

Verifikasi vitamin dilakukan di pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) gizi Bogor dengan metode HPLC sedangkan verifikasi mineral dilakukan di balai penelitian tanaman tropis (Balittro) Bogor. Verifikasi dilakukan dengan dua ulangan. Perbandingan hasil verifikasi vitamin dengan nilai yang diperkirakan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan perbandingan hasil verifikasi mineralnya. Detail hasil analisis dapat dilihat pada COA (Certificate of Analysis) yang tertera pada Lampiran 4.

(42)

42 kandungan mineral zat besi sebesar 20,3 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 4,24 mg/100 gram produk.

Sedangkan untuk produk biskuit lapis coklat yang diverifikasi hanya kandungan zat besinya saja. Berdasarkan hasil verifikasi diperoleh kandungan mineral zat besi sebesar 14,1 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 3,55 mg/100 gram produk. Kandungan mineral kalsium pada produk wafer lapis coklat hasil verifikasi adalah sebesar 351,3 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 156,02 mg/100 gram produk.

Produk lain yang juga diverifikasi adalah cookies d untuk kandungan vitamin B1, B12, Folat, dan vitamin E. Berdasarkan hasil verifikasi pada produk cookies d diperoleh kandungan vitamin B1 sebesar 0,2505 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 0,25 mg/100 gram produk, kandungan vitamin B12 sebesar 1,0085 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 0,34 mg/100 gram produk, kandungan Folat sebesar 79,135 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 66,69 mg/100 gram produk, kandungan vitamin E sebesar 2,08 mg/100 gram produk sedangkan angka perkiraannya sebesar 2,66 mg/100 gram produk.

Hasil verifikasi memiliki beberapa perbedaan dengan nilai perkiraan kandungan nilai gizi dari studi literatur. Hasil verifikasi vitamin B1 hampir sama dengan nilai perkiraan pada studi literaturnya untuk produk cookies d

(43)

43 Tabel 8. Perbandingan Hasil Verifikasi Vitamin

NO PRODUK

B1 (mg/100 g produk) B12 (mcg/100 g produk) Folate (mcg/100 g produk) E (mg/100 g produk)

Perkiraan Verifikasi FK Perkiraan Verifikasi FK Perkiraan Verifikasi FK Perkira

an

Verifik

asi FK

1 Choco

snack 0,37 0,20 77.03% 0,42 0,79 242.58% 118.67% 2,66 2,08

78.

20

%

2 Cookies d 0,25 0,25 0,34 1,01 66,69 79,14

Tabel 9. Perbandingan Hasil Verifikasi Mineral

NO PRODUK

Mg (mg/100 g produk) Ca (mg/100 g produk) Fe (mg/100 g produk)

Perkiraan Verifikasi FK Perkiraan Verifikasi FK Perkiraan Verifikasi FK

1

Choco snack 60,84 92,40

151.87%

100,39 333,90 278.88% 4,24 20,30 437.98%

2 Biskuit lapis coklat 3,55 14,10

(44)

44 Contoh perhitungan faktor koreksi:

a. Vitamin B1 pada produk choco snack

- Perkiraan (mg/ 100 g produk) = 0,37 - Hasil verifikasi (mg/ 100 g produk) = 0,20

- Faktor Koreksi (A) = (Hasil verifikasi/Perkiraan) x 100 %

= (0,20/0,37) x 100%

= 54,05 %

b. Vitamin B1 pada produk cookies d

- Perkiraan (mg/ 100 g produk) = 0,25 - Hasil verifikasi (mg/ 100 g produk) = 0,25

- Faktor Koreksi (B) = (Hasil verifikasi/Perkiraan) x 100 %

= ( 0,25/ 0,25) x 100 %

= 100%

Faktor Koreksi rata-rata = (FK a + FK b)/2

= (54,05% + 100 %)/2

= 77,03%

Perbedaan hasil verifikasi dengan hasil perhitungan sebenarnya wajar saja terjadi seperti yang disebutkan oleh Potter dan Hotchkiss (1995) karena seperti halnya protein, kandungan zat gizi dalam bahan pangan yang ditentukan oleh analisis kimia maupun analisis fisik mungkin saja dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam menentukan status gizi dari sebuah makanan. Ketelitian analis, prosedur analisis yang panjang, serta kondisi alat yang digunakan untuk analisis juga akan berpengaruh terhadap hasil verifikasi.

Perbedaan juga dapat disebabkan karena kesalahan jumlah formula pada saat perkiraan, karena formula (selain tepung terigu) bukan merupakan formula asli yang digunakan pada proses produksi melainkan hanya merupakan hasil dari studi literatur. Apabila hasil verifikasi lebih kecil, mungkin disebabkan adanya bahan baku hasil studi literatur yang sebenarnya tidak dipakai atau jumlahnya lebih kecil dalam produksi sebenarnya daripada nilai yang diperkirakan. Begitu pula sebaliknya, nilai verifikasi yang lebih besar mungkin disebabkan bahan baku yang dipakai dalam produksi jumlahnya lebih besar daripada hasil perkiraan. Selain itu perbedaan dapat juga disebabkan karena kerusakan lain yang tidak teridentifikasi selama

Format t ed: I ndonesian, Do not check spelling or grammar

Format t ed: I ndonesian, Do not check spelling or grammar

Format t ed: I ndonesian, Do not check spelling or grammar

Format t ed: I ndent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,42 cm, Tab stops: 0 cm, Left + 0,85 cm, Left + 1,48 cm, Left + 7,2 cm, Left

Format t ed: I ndonesian, Do not check spelling or grammar

(45)

45 penyimpanan dan proses produksi seperti penyimpanan bahan baku pada kondisi yang berbeda-beda sehingga kerusakan yang terjadi pun berbeda misalnya suhu ruang pendingin yang tidak stabil akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada kondisi bahan baku. Serta suhu oven yang tidak tetap dapat menyebabkan kerusakan zat gizi produk yang bervariasi pula.

Setelah produk diverifikasi kemudian ditentukan faktor koreksinya, faktor koreksi dipakai untuk melihat seberapa besar perbedaan hasil verifikasi terhadap hasil perkiraan. Faktor koreksi terhadap vitamin B1 adalah sebesar 77,03%, faktor koreksi terhadap vitamin B12 adalah sebesar 242,58%, faktor koreksi terhadap folat adalah 118,67%, dan faktor koreksi untuk vitamin E adalah sebesar 78,20%. Sedangkan faktor koreksi untuk mineral magnesium adalah sebesar 151,8%, faktor koreksi Kalsium sebesar 278,88%, dan faktor koreksi terhadap zat besi adalah sebesar 437,98%. Semakin faktor koreksi mendekati 100 % artinya hasil perkiraan akan semakin mendekati hasil verifikasi.

(46)

46 Tabel 10. Total Vitamin pada produk akhir (terkoreksi)

NO PRODUK

Keterangan: angka yang di-highlight merupakan angka yang sudah dikoreksi dengan faktor koreksi. Sedangkan, untuk angka dengan tanda *

(47)

47 Tabel 11. Total Mineral pada produk akhir (terkoreksi)

NO PRODUK

Keterangan: angka yang di-highlight merupakan angka yang sudah dikoreksi dengan faktor koreksi. Sedangkan, untuk angka dengan tanda *

(48)

ANGKA KECUKUPAN GIZI PRODUK 

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (BPOM, 2005). Penentuan AKG merupakan tahap lanjutan dari penelitian ini. AKG dibuat berdasarkan zat gizi produk yang telah diverifikasi dengan menggunakan faktor koreksi. Standar yang digunakan dalam menentukan AKG mengacu pada standar yang dikeluarkan BPOM pada tahun 2007.

Perhitungan kandungan nutrisi dan persentasi angka kecukupan gizi didasarkan pada takaran saji. Menurut FDA (Nielsen, 2003), takaran saji diartikan sebagai jumlah makanan yang biasa dikonsumsi per kondisi makan tertentu oleh orang-orang berumur 4 tahun atau lebih yang diukur dengan ukuran yang umum digunakan pada kehidupan sehari-hari dan sesuai untuk ukuran makanan. Sedangkan menurut badan POM (2003) takaran saji dapat diartikan sebagai sejumlah pangan yang biasa dikonsumsi setiap kali makan yang dinyatakan dalam ukuran yang biasanya dipakai dalam rumah tangga sesuai dengan jenis pangan tersebut. Sebagai contoh takaran saji untuk produk choco snack adalah 25 gram per takaran saji. Jumlah produk per takaran saji ini digunakan sebagai dasar perhitungan untuk kandungan vitamin dan mineral per takaran saji.

(49)

Tabel 12. Standard AKG berdasarkan kelompok konsumen (BPOM 2007)Tabel

12. Standard AKG berdasarkan kelompok konsumen

No. Zat Gizi

Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen

Satua

mcg 7200 4500 4800 5280 9600 10200

Setara Beta

Karoten mcg 3600 2250 2400 2640 4800 5100

(50)

Tabel 13. Aturan Pembulatan untuk Pernyataan Kandungan Zat Gizi pada Label Zat Gizi Aturan Pembulatan Jumlah Tidak

Signifikan Kalori, kalori dari

lemak, kalori dari lemak jenuh

< 5 kalori – ditulis sebagai nihil (0) < = 50 kalori – dibulatkan ke 5 kalori terdekat

> 50 kalori – dibulatkan ke 10 kalori terdekat

Kolesterol < 2 g – ditulis sebagai nihil (0) 2-5 g – dituliskan sebagai “kurang dari 5 g”

> 5 g – dibulatkan ke 5 g terdekat

< 2 mg

Natrium, Kalium < 5 mg – ditulis sebagai nihil (0) 5-140 mg – dibulatkan ke 5 mg < 1 g – ditulis sebagai “mengandung kurang dari 1 g” atau “kurang dari 1 g”

> =1 g – dibulatkan ke 1 g terdekat

(51)

Vitamin dan Mineral

< 2 % AKG – dapat ditulis sebagai: (1) 2 % bila jumlah sebenarnya

adalah 1 % atau lebih (2) Nihil (0)

(3) Tanda yang mengacu kepada pernyataan “mengandung kurang dari 2% AKG zat gizi yang dimaksud”

(4) Untuk Vitamin A dan C, Kalsium, zat besi : pernyataan “ bukan sumber yang signifikan---- (zat gizi yang dimaksud)

<= 10 % AKG- dibulatkan ke 2% terdekat

>10 % -50% AKG dibulatkan ke 5% terdekat

>50 % AKG dibulatkan ke 10% terdekat

< 2% AKG

Beta Karoten < = 10% Vitamin A - dibulatkan ke 2% terdekat

>10% - 50% Vitamin A - dibulatkan ke 5% terdekat

>50% Vitamin A – dibulatkan ke 10 % terdekat

(52)

Contoh perhitungan persentase AKG vitamin B1 untuk choco snack adalah sbb:

1. Takaran saji produk = 25 gram per takaran saji 2. Kandungan vitamin B1 (Tabel 10) = 0.20 mg / 100 g produk 3. Kandungan B1 per takaran saji = (2) x (1)

= 0.20 mg/100 g x 25 g

= 0.050 mg

4. % AKG untuk Umum  AKG 1 mg (Tabel 12) = 0.05 mg / 1 mg x 100%

= 5.0 %

5. % AKG untuk Anak 2-5 tahun AKG 0.7 mg = 0.05 mg / 0.7 mg x 100% = 7.14 %

= 8 % (dibulatkan)

6. % AKG untuk Ibu hamil AKG 1.3 mg = 0.05 mg / 1.3 mg x 100% = 3.85 %

= 4 % (dibulatkan)

Aturan pembulatan yang berlaku untuk % AKG untuk Umum adalah apabila hasil perhitungan AKG berkisar antara 2% sampai 10 % maka hasil dibulatkan ke 2 % terdekat (ke atas atau ke bawah). Oleh karena hasil perhitungannya adalah 5.0%, maka pembulatan tidak dilakukan. Sedangkan untuk % AKG untuk anak 2-5 tahun berlaku aturan pembulatan ke atas karena hasil perhitungannya adalah 7.14 % sehingga dibulatkan menjadi 8 %, dan untuk % AKG Ibu hamil juga dilakukan pembulatan ke atas. Hasil perhitungan nilai % AKG vitamin dan mineral untuk produk-produk yang diverifikasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 14 sampai Tabel 17.

Tabel 14. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Choco snack

Takaran saji 25 g

No. Zat Gizi % AKG per takaran saji

Umum Anak-anak Ibu Hamil Kelompok Vitamin

1 A <2% <2% <2%

(53)

3 B2 15 25 10

*) Zat Gizi yang sudah diverifikasi

Tabel 15. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Cookies d

Takaran saji 29 g

No. Zat Gizi % AKG per takaran saji

Umum Anak-anak Ibu Hamil Kelompok Vitamin

(54)

Tabel 16. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Wafer Lapis Coklat Takaran saji 18 g

No. Zat Gizi % AKG per takaran saji

Umum Anak-anak Ibu Hamil Kelompok Vitamin

*) Zat gizi yang sudah diverifikasi

Tabel 17. Persentase Angka Kecukupan Gizi Produk Biskuit Lapis Coklat Takaran saji 30 g

No. Zat Gizi % AKG per takaran saji

(55)

3 Zat Besi*) 15 45 10

4 Mangan 8 10 8

5 Selenium 20 30 15

6 Zink 2 4 2

7 Magnesium 4 15 4

*) Zat gizi yang sudah diverifikasi

Berdasarkan % AKG pada Tabel 14 – Tabel 17 di atas, beserta beberapa tambahan informasi dari kemasan actual produk, maka kandungan gizi produk dapat dituliskan dalam bentuk Informasi Nilai Gizi seperti pada Tabel 18 – 21.

(56)

Tabel 19. Informasi nilai Gizi untuk produk Cookies d

(57)

Gula 7 g

Tabel 21. Informasi nilai Gizi untuk produk Biskuit Lapis Coklat Informasi Nilai Gizi

Takaran Saji 30 g

Jumlah Sajian per Kemasan 2

(58)

KLAIM PRODUK

Klaim pada label adalah pernyataan atau suatu gambaran yang menyatakan, menyarankan bahwa produk pangan mengandung zat dan manfaat tertentu atau bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2004). Menurut Badan POM bentuk klaim terdiri dari klaim fungsi zat gizi, klaim kandungan zat gizi, klaim pangan diet, klaim perbandingan zat gizi, klaim kesehatan, dan klaim halal.

Klaim fungsi zat gizi adalah klaim yang menjelaskan tentang fungsi fisiologis, fungsi pada tubuh dan perkembangannya. Contoh fungsi klaim fungsi zat gizi yang diizinkan misalnya Kalsium membantu pertumbuhan tulang dan gigi, protein membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh, zat besi sebagai faktor pembentukan sel darah merah, vitamin E membantu melindungi jaringan lemak dalam tubuh dari proses oksidasi, asam folat berperan membantu perkembangan tengkorak dan sumsum tulang belakang janin,dan lain-lain.

Klaim fungsi zat gizi vitamin dan mineral dapat dicantumkan pada produk pangan dengan syarat apabila 5% dari jumlah yang dianjurkan untuk dikonsumsi (5% dari AKG) tersedia pada setiap penyajian yang dinyatakan pada label. Di sisi lain, klaim perbandingan zat gizi adalah klaim yang membandingkan tingkat zat gizi dan atau tingkat nilai energi dari dua atau lebih pangan. BPOM pada tahun 2004 mengeluarkan standar penentuan klaim untuk zat gizi seperti yang tercantum pada Tabel 22.

Tabel 22. Standar Penentuan Klaim Berdasarkan Kandungan Zat Gizi

Komponen Klaim Kondisi

(59)

0,1 g per 100 g (padat) 0,1 g per 100 ml (padat) Kolesterol Bebas < 2 mg per saji,

dan hanya berlaku bila kadar lemak jenuh < = 2 g per saji Sedikitnya mengandung natrium 25% lebih

rendah dari jumlah natrium dalam pangan sejenis per saji 2 kali lebih banyak dari pada “sumber” atau

lebih

Sedikitnya 20 % dari AKG per sajian

Sumber: BPOM, 2004

(60)

Tabel 23. Kemungkinan Klaim pada Produk Choco snack

No. Zat Gizi

% AKG per takaran

saji Klaim Produk

Umum

1 Fosfor 10 Perbandingan zat gizi

(sumber)

5 Selenium 25 Perbandingan zat gizi (tinggi/kaya akan)

6 Zink 4

7 Magnesium*) 8 Fungsi (mengandung)

(61)

Tabel 24. Kemungkinan Klaim pada Produk Cookies d

No. Zat Gizi

% AKG per takaran

saji Klaim Produk

Umum

(62)

Tabel 25. Kemungkinan Klaim pada Produk Wafer Lapis Coklat

No. Zat Gizi

% AKG per takaran

saji Klaim Produk

Umum

Kelompok Vitamin

1 A <2%

2 B1 2

3 B2 10

Perbandingan zat gizi (sumber)

Perbandingan zat gizi (sumber)

10 E 4

11 D 2

Kelompok Mineral

1 Fosfor 10

Perbandingan zat gizi (sumber)

2 Kalsium*) 10

Perbandingan zat gizi (sumber)

3 Zat Besi 2

4 Mangan 4

5 Selenium 15

Perbandingan zat gizi (sumber)

6 Zink 2

7 Magnesium 4

(63)

Tabel 26. Kemungkinan Klaim pada Produk Biskuit Lapis Coklat

No. Zat Gizi

% AKG per takaran

saji Klaim Produk

Umum

1 Fosfor 10 Perbandingan zat gizi

(sumber)

2 Kalsium 4

3 Zat Besi*) 15 Perbandingan zat gizi (sumber)

4 Mangan 8 Fungsi (mengandung)

5 Selenium 20 Perbandingan zat gizi (tinggi/kaya akan)

6 Zink 2

7 Magnesium 4

(64)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yakni diawali dengan studi literatur kandungan gizi produk dan dilanjutkan dengan verifikasi lalu diakhiri dengan pembuatan informasi nilai gizi produk beserta klaim-klaim yang mungkin diberikan pada produk. Studi literatur terhadap kandungan gizi produk menunjukkan bahwa terdapat beberpa produk memiliki kandungan zat gizi yang cukup sehingga berpotensi dapat dijadikan klaim seprti kandungan vitamin B12 pada produk cookies d dan kandungan mineral kalsium pada produk wafer lapis coklat.

Potensi yang besar yang terlihat pada studi literatur kandungan produk perlu diverifikasi. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa akurat hasil perkiraan. Verifikasi dilakukan terhadap empat jenis produk yang dianggap memiliki potensi klaim besar. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa ada beberapa produk yang hasil klaimnya lebih besar atau lebih kecil dari nilai perkiraan. Perbedaan dapat disebabkan oleh faktor utama yaitu kesalahan jumlah formula pada saat perkiraan, karena formula (selain tepung terigu) bukan merupakan formula asli yang digunakan pada proses produksi melainkan hanya merupakan hasil dari studi literatur. Selain itu perbedaan dapat juga disebabkan karena adanya kerusakan lain yang tidak diperhitungkan dalam asumsi seperti kerusakan selama penyimpanan dan proses produksi, misalnya penyimpanan bahan baku pada kondisi yang berbeda-beda sehingga kerusakan yang terjadi pun berbeda.

Hasil verifikasi digunakan sebagai acuan untuk membuat informasi nilai gizi dan klaim yang mungkin. Dari informasi nilai gizi yang dibuat, terlihat bahwa informasi nilai gizi produk Arnotts bisa dikembangkan dengan menambahkan kandungan vitamin dan mineral seperti kandungan vitamin B1 pada produk

(65)

klaim (vitamin B2, B12, mineral P, Ca, dan Se) dimiliki oleh produk wafer lapis coklat. Delapan potensi klaim (vitamin B1, B2, Folate, B12, mineral Fe, P, Mn, dan Se) dimiliki oleh produk biskuit lapis coklat.

B. SARAN

Guna mendapatkan hasil perkiraan klaim yang lebih akurat, jumlah bahan baku yang dihitung sebaiknya menggunakan jumlah yang dipakai untuk pembuatan produk yang sebenarnya untuk skala produksi, bukan jumlah yang terdapat dalam literatur karena jumlah penggunaan bahan baku tertentu untuk suatu produk yang sama yang terdapat dalam literatur belum tentu sesuai dengan yang digunakan pada skala produksi. Verifikasi juga perlu dilakukan untuk semua parameter karena adanya kemungkinan perbedaan kandungan nilai gizi antara nilai perkiraan dan nilai sebenarnya.

Informasi nilai gizi produk-produk Arnotts perlu direvisi dengan menambahkan kandungan vitamin dan mineral. Potensi klaim yang berbeda-beda pada tiap produk disebabkan karena kandungan nilai gizi pada tiap produk berbeda. Oleh karena itu fortifikasi pada produk dengan potensi klaim yang masih rendah patut dipertimbangkan.

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Andarwulan, N dan Sutrisno, K. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Press. Jakarta.

Anonim. 2007. www.pom.go.id. [15 April]

[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2004. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan

____________________________________________. 2005. Pedoman Pencantuman Nilai Gizi pada Label Pangan.

____________________________________________. 2007. Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan

Christensen, V. M. 1982. Storage of Cereal Grains and Their Products. American Association of Cereal Chemistry, Minnesota.

Codex Alimentarius. 1997. Guidelines for Use of Nutrition and Health Claims. Nutrition and Health Claims (CAC/GL 23-1997)

Faridi, F (ed).1994. The Science of Cookie and Crackers Production. Chapman and Hall, New York

(67)

Harper, H. A, B.J. Deaton, dan J.A. Driskel. 1985. Pangan Gizi dan Pertanian (terjemahan) UI Press, Jakarta

Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. Nutritional Evaluation of Food Processing, 2nd ed. AVI Publishing,Westport

Jukes, D. 2000. key issues in food labelling. Di dalam: Blanchfield, J. R.(ed). Food Labelling. Woodhead Publishing Limited. Abington. pp.1-4.

Manley, D. 2001, Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for the Food Industry. CRC Press. Washington

Matz., S. A.1972. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing Co. Inc, Westport, Connecticut.

Mervyn, L. 1989.Vitamins and Minerals. Thorsons Publishing Group, London. Nielsen, S.S dan Metzger, L.E., 2003. Nutirion Labelling. Di dalam: Nielsen, S.S

(ed). Food Analysis 3rd edition. Kluwer Academic / Plenum Publisher. New York. Pp. 15 – 34

Potter, N.N dan Hotchkiss, J.H. 1995. Food Science 5th ed. Aspen Publisher. New York

Silver, Michael. (www.silvertriad.com). 2007. Nutrition Fact Software.

(68)

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.

PAU Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.

Whiteley, P. R. 1971. Biscuit Manufacture; Fundamentals of in-line Production. Elsevier Pub. Co., London.

(69)
(70)

1

PENGEMBANGAN INFORMASI NILAI GIZI PANGAN

PRODUK BISKUIT,

COOKIES

, WAFER, DAN WAFER

STICK

UNTUK TUJUAN KLAIM PRODUK DI PT. ARNOTTS

INDONESIA

SKRIPSI

GADING INAYAH AVIANISA

F 24103125

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(71)

2 DEVELOPMENT OF NUTRITIONAL FACT ON BISCUIT, COOKIES, WAFER, AND WAFER STICK PRODUCT FOR CLAIM PURPOSE IN PT.

ARNOTTS INDONESIA

Gading Inayah Avianisa

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220,

Bogor, West Java, Indonesia.

Phone: 62 21 541 6233, e-mail: gading_85@yahoo.com

ABSTRACT

Nutritional fact in food products has enormous importance for customers. The development of nutritional fact and any claims of the food products must follow certain regulations from Indonesian Authorities. Case study to develop nutritional fact and potential claims for biscuit, cookies, wafer and wafer stick products in PT. Arnotts Indonesia includes analysis and verification of nutrition content in the products and calculation which align with last updated regulations from BPOM and Indonesian Health Ministry. Accurate proximate analysis from representative samples for nutrition content holds significant importance in the reliability of the nutritional fact and claim developed. The nutrition fact and claims of the product then can be written down in the packaging by following the Food Labeling guidelines.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Tabel 4.  Komposisi Biskuit, Cookies, Wafer dan Wafer Stick (dalam %)
Tabel 8. Perbandingan Hasil Verifikasi Vitamin
Tabel 10. Total Vitamin pada produk akhir (terkoreksi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan Atas

PENYUSUNAN RPJMD Persiapan Penyusunan Renstra-SKPD Analisis Gambaran pelayanan SKPD Perumusan Isu-isu strategis berdasarkan tusi Perumusan Strategi dan kebijakan Perumusan

Dalam hal anda dirawat di rumah sakit di luar negeri selama lebih dari 5 (lima) hari, kami akan membayar sampai dengan batas yang ditentukan berdasarkan Bagian

Bobot nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat tidak mendukung (unfavourable) bergerak dari 1 sampai dengan 4 dengan pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1, Sesuai

H3: Terdapat perbedaan persepsi penumpang yang signifikan dilihat dari tingkat pendidikan mengenai kualitas layanan pada maskapai Lion Air, Indonesia AirAsia, dan

Novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembelajaran karena menggunakan diksi yang menarik sesuai dengan pemaknaannya, selain itu dalam

Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal secara bertahap dan

Sumber Cipta Multiniaga Jakarta untuk terus meningkatkan kinerja karyawan, melalui kondisi lingkungan kerja yang mendukung, komunikasi organisasi dapat berjalan dengan baik,