STRATEGI PENGEMBANGAN KOPI ROBUSTA
DI DESA SILANTOM JULU KECAMATAN PANGARIBUAN KABUPATEN TAPANULI UTARA
SKRIPSI
OLEH :
LITA I. S. K. SILABAN 100304011
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Lita I. S. K. Silaban (100304011) Dengan judul skripsi Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara, yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dengan besar sampel yaitu 30 sampel petani kopi robusta dan 20 sampel petani kopi arabika. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode analisis usahatani, metode analisis U Mann Whitney, metode analisis finansial dan metode analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perkembangan produksi kopi robusta kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu sebesar 0,16% atau 0,03% per tahun (2) Usahatani kopi robusta di daerah penelitian kurang menguntungkan, karena penerimaan petani kopi robusta lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya. Sebaliknya usahatani kopi arabika di daerah penelitian lebih menguntungkan, karena penerimaan petani kopi arabika lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.(3) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kopi robusta dan kopi arabika. Pendapatan petani kopi arabika lebih besar daripada pendapatan petani kopi robusta. (4) Usahatani kopi robusta dan kopi arabika layak untuk diusahakan, dengan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi robusta adalah 37% dan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi arabika adalah 38%. (5)Petani di Desa Silantom Julu membuat strategi pengembangan kopi robusta dengan memaksimalkan faktor internal yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
RIWAYAT HIDUP
Lita I S K Silaban lahir di Lintong Nihuta pada tanggal 13 Januari 1992, sebagai anak kedelapan dari delapan bersaudara, seorang putri dari Ayahanda Parsautan Silaban dan Ibunda Tiomas Sihombing.
Jenjang Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Siborongborong, masuk tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004. 2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Siborongborong, masuk tahun 2004 dan lulus
tahun 2007.
3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Siborongborong, masuk tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010.
4. Tahun 2010 masuk di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur (PMDK).
5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013 di Desa Adolina, KecamatanPerbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Strategi
Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan, dukungan, motivasi, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada Penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE selaku ketua komisi pembimbing skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan
serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan
Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak memberikan
pengetahuan selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian.
5. Ayahanda tercinta Parsautan Silaban dan Ibunda Tiomas Sihombing yang telah
memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang serta dukungan baik
moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
6. Kakak dan abangku tersayang Kak Dina, Kak Bora, Kak Nova, Kak Elly, Bang Ecy,
Bang Anggam, Bang Eddy yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat
kepada penulis.
7. Abang tercinta Jack Bernando Naibaho yang telah memberikan dukungan doa dan
semangat serta setia membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2010 Fitri, Dedek, Kristy, Liza,
Santry, Putri, Tara dan teman seangkatan AGB’10 lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
9. Bapak dan ibu Staf Pemerintahan Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan,
Kabupaten Tapanuli Utara sebagai tempat penulis melakukan penelitian skripsi.
10.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi
maupun redaksinya oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritik, saran, dan
masukan semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya
penulis ucapkan terima kasih banyak dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan. Good Bless Us
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8
2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi ... 8
2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi ... 12
2.2. Penelitian Sebelumnya ... 15
2.3. Landasan Teori ... 16
2.4. Kerangka Pemikiran ... 21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24
3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 25
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26
3.4. Metode Analisis Data ... 27
3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 32
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1. Letak dan Keadaan Geografis ... 34
4.2. Keadaan Penduduk ... 34
4.3. Sarana dan Prasarana ... 37
4.4. Karakteristik Petani Kopi Robusta dan Petani Kopi Arabika ... 38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Usahatani Kopi Robusta di Kabupaten Tapanuli Utara ... 42
5.2. Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 43
5.3. Perbandingan Pendapatan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 45
5.4. Perbandingan Kelayakan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 47
5.5. Strategi Pengembangan Usahatani Kopi Robusta ... 50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 56
6.2. Saran ... 57
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Luas Tanaman Produksi dan Produksi Rata-Rata Tanaman Kopi Robusta
Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013 ... 24
2. Matriks SWOT ... 31
3. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Jenis Kelamin ... 35
4. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Agama ... 35
5. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pekerjaan ... 36
6. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pendidikan ... 36
7. Sarana dan Prasarana di Desa Silantom Julu ... 37
8. Komposisi Umur Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 38
9. Komposisi Luas Lahan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika... 39
10. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika.. 40
11. Komposisi Pengalaman Bertani Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika.40 12. Komposisi Jumlah Tanggungan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika. 41 13. Jumlah Produksi Kopi Robusta di Desa Silantom Julu ... 43
14. Rata-Rata Biaya Produksi Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar... 42
15. Rata-Rata Penerimaan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 44
16. Rata-Rata Pendapatan Bersih Petani Kopi per Petani dan Per Hektar ... 45
18. Uji Mann Whitney Perbandingan Nilai Pendapatan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika... 47
19. Nilai B/C, NPV dan IRR Kelayakan Usahatani Kopi Robusta dan Kopi Arabika ... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran... 22 2.2 Grafik Perkembangan Produksi Kopi Robusta Tahun 2009-2013 di Desa
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1. Karakteristik Petani Sampel Kopi Robusta di Daerah Penelitian
2. Karakteristik Petani Sampel Kopi Arabika di Daerah Penelitian
3. Distribusi Biaya Bibit Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian
4. Distribusi Biaya Bibit Usahatani Kopi Arabika di Daerah Penelitian
5. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Sampel Kopi Robusta di Daerah penelitian
6. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Sampel Kopi Arabika di Daerah penelitian
7. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
8. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
9. Biaya Penyusutan Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
10. Biaya Penyusutan Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
11. Distribusi Tenaga Kerja Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian
12. Distribusi Tenaga Kerja Usahatani Kopi Arabika di Daerah Penelitian
13. Total Biaya Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
14. Total Biaya Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
16. Penerimaan Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
17. Pendapatan Bersih Usahatani Kopi Robusta Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
18. Pendapatan Bersih Usahatani Kopi Arabika Per Petani dan Per Hektar di Daerah Penelitian
19. Hasil Uji Mann Whitney Perbedaan Pendapatan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika
20. Analisis Finansial Usahatani Kopi Robusta di Daerah Penelitian
ABSTRAK
Lita I. S. K. Silaban (100304011) Dengan judul skripsi Strategi Pengembangan Kopi Robusta Di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara, yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting, MADE dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir, untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian, untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Metode penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling, dengan besar sampel yaitu 30 sampel petani kopi robusta dan 20 sampel petani kopi arabika. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode analisis usahatani, metode analisis U Mann Whitney, metode analisis finansial dan metode analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perkembangan produksi kopi robusta kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu sebesar 0,16% atau 0,03% per tahun (2) Usahatani kopi robusta di daerah penelitian kurang menguntungkan, karena penerimaan petani kopi robusta lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya. Sebaliknya usahatani kopi arabika di daerah penelitian lebih menguntungkan, karena penerimaan petani kopi arabika lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya.(3) Terdapat perbedaan pendapatan antara petani kopi robusta dan kopi arabika. Pendapatan petani kopi arabika lebih besar daripada pendapatan petani kopi robusta. (4) Usahatani kopi robusta dan kopi arabika layak untuk diusahakan, dengan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi robusta adalah 37% dan nilai analisis kelayakan IRR (Internal rate of Return) usahatani kopi arabika adalah 38%. (5)Petani di Desa Silantom Julu membuat strategi pengembangan kopi robusta dengan memaksimalkan faktor internal yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu tanaman keras perkebunan. Kopi adalah jenis tanaman
tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat – tempat yang terlalu tinggi
dengan temperatur yang sangat tinggi atau daerah – daerah tandus yang memang tidak
cocok bagi kehidupan tanaman. Sudah beberapa abad lamanya tanaman kopi menjadi
bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman lezat rasanya. Kopi dapat
diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Kopi adalah minuman penyegar badan dan
pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang setelah meminum kopi (AAK,
1991). Biji kopi yang mengandung kafein dapat merangsang kerja jantung dan otak.
Selain berkhasiat, kopi juga beraroma harum yang khas dan rasanya nikmat. Dengan
demikian, kopi menjadi terkenal hingga tersebar di berbagai negara (Najiyati dan Danarti,
1997). Kopi merupakan sumber penghidupan masyarakat diberbagai daerah dan menjadi
salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Perlu kiranya diadakan pengkajian
mendalam mengenai prospek perkopian dunia dan peluang-peluang nyata bagi perkopian
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar agar dapat meningkatkan perekonomian
nasional maupun memperbaiki pendapatan masyarakat , terutama masyarakat petani-petani
kopi (Siswoputranto, 1993).
Kopi yang tergolong dalam marga coffea memiliki lebih dari 70 spesies. Di dunia
perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang paling sering dibudidayakan
hanya jenis kopi arabika, robusta dan liberika. Untuk jenis kopi menurut pengolahannya
terdiri dari kopi bubuk, kopi instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Kopi asal Indonesia
sangat terkenal sampai keluar negeri. Salah satu contoh kopi asli asal daerah Indonesia
karena jenis kopi asal Sumatera di ekspor ke luar negeri dan menjadi aset pendapatan
negara. Kopi Sumatera terdiri dari kopi Lintong, kopi Lampung, kopi Aceh Gayo dan yang
terakhir kopi Mandailing. Untuk daerah Sumatera Utara kopi yang dibudidayakan
kebanyakan jenis kopi arabika dan sebagian kecil kopi robusta.
Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan kopi di Indonesia. Jumlah perusahaan
yang masih aktif berproduksi adalah sejumlah 205 perusahaan sedangkan 268 lainnya
merupakan perusahaan skala kecil yang aktifitas produksinya bersifat musiman. Dari
jumlah produsen kopi yang menyebar di seluruh Indonesia, Provinsi Sumatera Utara
merupakan salah satu daerah yang jumlah produsen kopinya tinggi. Di Sumatera Utara
terdapat 33 perusahaan kopi dari 205 perusahaan kopi yang aktif di Indonesia
(Anonimus, 2011).
Produksi kopi olahan mengalami pertumbuhan, terutama kopi bubuk. Produksi kopi
bubuk pada tahun 2008 mencapai 129.659 ton. Dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan
produksi kopi mencapai rata – rata 5,0 % per tahun. Di dalam negeri diferensiasi kopi
olahan telah dikembangkan, tetapi hanya ada dua jenis yang mendapat pasar, yakni kopi
instan (tanpa ampas) dan kopi mix. Di Provinsi Sumatera Utara produk hasil olahan yang
terkenal adalah kopi tubruk instan, kopi bubuk, kopi luwak Sidikalang, dan permen kopi.
Luas perkebunan kopi Indonesia saat ini mencapai 1,3 juta hektar. Dari total produksi kopi
Indonesia 83 % kopi robusta dan sisanya 17 % kopi arabika. Sekitar 95 % dari produksi
tersebut merupakan kopi rakyat (smallholders coffea) dan selebihnya kopi perkebunan
besar (estatrs coffea). Produksi kopi tahun 2011 mengalami penurunan yang
signifikan dibandingkan tahun 2010 karena pengaruh iklim. Produksi kopi Indonesia
tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011 sebesar 633.000 ton dan tahun 2012
Pangsa pasar kopi Indonesia di pasar kopi internasional menduduki nomor empat
tertinggi setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Ekspor kopi hanya dilakukan eksportir
terdaftar yang ditetapkan Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Pelaksanaan
deregulasi yang dikeluarkan pemerintah sejak oktober 1989 memungkinkan citra ekspor
menjadi buruk jika tidak mempertimbangkan asas profesionalisme dan mutu ekspor kopi
yang baik. Oleh karena itu Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) meminta kepada
pemerintah untuk menetapkan kembali sistem registrasi di bidang ekspor kopi, sehingga
pemerintah dapat menjaga mutu dan citra perkopian Indonesia. Untuk komoditas kopi,
pemerintah Indonesia membuat kebijakan ekspor nol persen, sehingga diharapkan kopi
Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi. Meskipun Indonesia dikenal sebagai
produsen kopi, tetapi Indonesia juga melakukan impor. Pelaksanaan impor kopi bertujuan
untuk memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku industri guna memenuhi kebutuhan
konsumsi dalam negeri yang cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya
penduduk.
Penyusutan kepemilikan lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan
alih fungsi lahan menyebabkan skala usaha petani terus menurun. Rata -rata petani di
Sumatera Utara, kepemilikan tanah masih di bawah 0,5 Ha per kepala keluarga. Demikian
halnya dengan masalah penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat, banyak pupuk palsu,
tidak standar. Tidak menentunya harga produksi petani, rendahnya nilai jual, dibandingkan
cost produk dengan hasil penjualan, margin rendah, sehingga kesejahteraan petani sulit
terwujud. Masalah perubahan iklim yang luar biasa akibat pengalihan fungsi hutan alam
dan hutan industri juga mengakibatkan masalah bagi petani.
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen
alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang
meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan
La-Nina, dan (d) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub. Naiknya
suhu akibat pemanasan global menyebabkan munculnya hama penggerek yang
mengakibatkan menurunnya produksi kopi. Hal ini menjadi tantangan bagi petani yng ada
di Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Musim yang tidak jelas
membuat petani sering melakukan perubahan pola tanam dan ini sangat erat
pengaruhnya terhadap produksi yang diperoleh dan termasuk terhadap ekonomi petani itu
sendiri. Akibatnya pendapatan petani menurun dan ketergantungan petani terhadap
rentenir semakin tinggi, semakin tahun petani tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya,
hasil pertanian menurun drastis (Anonimus, 2011).
Meningkatnya permintaan ekspor kopi arabika dunia memberi dampak tersendiri pada
perkebunan kopi Indonesia. Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia yang di dominasi
kopi robusta melahirkan usaha – usaha kearah diversifikasi. Namun tidaklah mudah karena
terhadang kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika. Hal ini tentu jadi masalah
karena Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain yang mampu memproduksi lebih
baik daripada Indonesia. Bukan hanya itu keterbatasan teknologi produksi biji kopi yang
tidak mampu menyaingi produsen besar berskala nasional dan bahkan internasional
membatasi pertumbuhan industri kopi di Indonesia. Masalah tingginya biaya transportasi
di Indonesia juga memberi dampak kepada tingginya harga jual produk kopi Indonesia,
khususnya pemasaran keluar negeri. Hal ini juga terjadi kepada produk - produk daerah
yang tak mampu menempuh pangsa pasar yang lebih luas. Misalnya Provinsi Sumatera
Utara yang merupakan salah satu sentra produksi dari komoditi kopi, baik jenis kopi
arabika dan kopi robusta. Terkhususnya di daerah Tapanuli Utara, produksi kopi bubuk
Pangaribuan, Sipaholon, Sipahutar hanya mampu dipasarkan di pasar tradisional di
petani dan produsen kopi di daerah – daerah yang berpotensi sebagai penghasil kopi di
Indonesia.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
1) Bagaimana perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 tahun
terakhir ?
2) Berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi robusta
dan kopi arabika di daerah penelitian ?
3) Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di
daerah penelitian ?
4) Bagaimana perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah
penelitian ?
5) Bagaimana strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah penelitian ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1) Untuk mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara selama 5
tahun terakhir.
2) Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan dan pendapatan
usahatani kopi robusta dan kopi arabika di daerah penelitian.
3) Untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi robusta dan kopi arabika
4) Untuk menganalisis perbandingan kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi arabika
di daerah penelitian.
5) Untuk mengetahui strategi pengembangan usahatani kopi robusta di daerah
penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain :
1) Sebagai bahan informasi bagi petani kopi robusta dalam mengembangkan
usahataninya.
2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan
khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan usahatani kopi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi
Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun
1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi masuk dibawa oleh komandan pasukan belanda yang
kemudian ditanam dan dikembangkan. Tanaman ini kemudian mati semua oleh banjir,
maka tahun 1699 didatangkan lagi bibit - bibit baru dan akhirnya menyebar ke berbagai
bagian di kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Namun sejak
tahun 1876 perkembangan budidaya kopi arabika mengalami kemunduran dikarenakan
serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatrix). Usaha selanjutnya adalah dengan
mendatangkan kopi jenis robusta (Coffea Canephora) tahun 1900, yang tahan terhadap
penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan ,
sedangkan produksinya jauh lebih tinggi . Maka kopi robusta menjadi cepat berkembang
dan mulai menyebar ke seluruh daerah baik di Jawa, Sumatera maupun ke Indonesia
bagian timur (AEKI, 2014).
Pada abad ke 18 kopi menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama
“Java coffea”. Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan
merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa
zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.
Kopi termasuk kedalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari 3
spesies utama yakni Coffea Arabica, Coffea Canephora, dan Coffea Liberica. Dari ketiga
spesies tersebut terdapat bayak varietas yang merupakan hasil turunan klon – klon, kopi
digolongkan dalam kelas dicotyledoneae.
Berikut ini adalah klasifikasi tanaman kopi robusta :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta L.
(Bahri,S, 1996).
Kopi (Coffea spp) spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili
Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan
tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing.
Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting – rantingnya (Najiyati dan
Danarti, 1997).
Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi. Salah satunya kopi arabika yang
menjadi topik pembicaraan di dunia perkopian dikarenakan rasa dan aromanya yang
nikmat. Namun secara garis besar, hanya ada 3 jenis kopi yang dibudidayakan yaitu :
1. Kopi Arabika (Coffea Arabica)
Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Kopi arabika dapat tumbuh pada
serangan penyakit HV ( Hemilia vastratrix ) terutama bila ditanam di dataran rendah
atau kurang dari 500 m dpl. Rendemen kopi arabika ± 18%. Kopi arabika berdaun
kecil, halus mengkilat , panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm dengan panjang buah 1,5 cm.
2. Kopi Liberika (Coffea liberica )
Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. meskipun
sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas
karena buah dan rendemennya rendah. Ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon
lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Agak peka terhadap penyakit HV (
Hemilia vastratrix ). Berbuah sepanjang tahun dengan ukuran buah yang tidak merata.
Kopi liberika tumbuh baik di dataran rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).
3. Kopi Robusta (Coffea robusta )
Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena
mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Kopi robusta
memiliki daun lebar dan panjang daun lebih dari 20 x 10 cm berbentuk gelombang,
sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV (
Hemilia vastratrix ) dan tumbuh sangat baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl, tetapi
masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21 - 240 C.
Kopi robusta memiliki waktu berbunga yang tidak tepat dengan waktu berbuah 10 – 11
bulan. Tidak seperti kopi arabika yang buahnya akan jatuh apabila telah matang, buah
kopi robusta akan tetap di pohonnya. Kopi robusta memiliki perakaran yang dangkal.
Membutuhkan curah hujan 2.000 – 3.000 mm sepanjang tahun. Biji kopi robusta
berwarna kecoklatan dengan bentuk biji lebih oval. Aroma kopi robusta tidak sekuat
arabika, dengan tingkat kekentalan (body) sedang hingga berat dan citarasa pahit.
Kandungan kafein kopi robusta lebih dari dua kali lipat arabika, yaitu berkisar 1,7 - 4,0
Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta
sudah tercampur menjadi klon atau hibrida, seperti klon BP 39, BP 42, SA 13, SA 34,
dan SA 56. Sementara itu, klon atau hibrida yang dihasilkan oleh PPPKI, diantaranya
BP 42X, BP 234, BP 288, BP 308, BP 358, BP 409, BP 436, BP 534, BP 936, BP 939,
SA 203, SA 234, dan SA 237. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat
mencapai 800 – 2000 kg/hektare/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Berikut ini karakteristik fisik biji kopi kopi robusta :
1. Rendemen kopi robusta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen kopi
arabika (20 – 22%).
2. Biji kopi agak bulat.
3. Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika.
4. Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata.
5. Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan atau bagian parit.
6. Setelah penyangraian kopi robusta akan lebih hitam dan bulat oval (Panggabean,
2011).
2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi
Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi 686,921
ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 % yakni sebesar 1,24
juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi robusta dan 251 ribu ha kopi
arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas areal kopi Indonesia mengalami
penurunan sebesar -3,41 %. Dan pada tahun 2014 luas areal kopi mengalami peningkatan
mencapai 1.354.000 ha dengan produksi sebesar 738.000 ton (AEKI, 2014). Produksi kopi
Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun
2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari tahun 2011. Tahun 2011
Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan dengan produksi
sebesar 669.064 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Produktivitas kopi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 756 kg/ha dan mengalami
penurunan pada tahun 2011. Hingga tahun 2013 produktivitas kopi Indonesia tidak
mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 731 kg/ha (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2014). Dilihat secara nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di
Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah
dan sistem pertanian yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas hasil kopi
Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai
700 kg biji kopi/ha/tahun untuk robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/tahun untuk arabika.
Dibandingkan dengan provinsi lain Sumatera Utara masih tergolong rendah sehingga
Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi
permintaan masyarakat (kebutuhan domestik) dan luar negeri (untuk ekspor).
Peran kopi sebagai komoditi penting dalam perdagangan internasional mengakibatkan
kelebihan persediaan (over supply) dan kekurangan persediaan (short supply) pada setiap
negara penghasil kopi, sehingga harga kopi tidak stabil. Harga kopi arabika pada tahun
2014 berada pada kisaran US$ 4/ kg, naik 81,8 % dari tahun 2013 di kisaran US$ 2,2/kg.
Sedangkan kopi robusta berada pada kisaran US$ 2,1/ kg naik 31,25 % dari tahun lalu
yang berada pada kisaran US$ 1,6/ kg.
Perkembangan ekspor kopi Indonesia trendnya terus menurun sejak 2010 atau tinggal
352.007 ton pada 2011 dikarenakan produksi berkurang dan harga di dalam negeri lebih
mahal dibandingkan dengan ekspor. Meskipun volume ekspor tinggal 352.007 ton, nilai
tercatat 352.007 ton atau turun 21 % dibandingkan tahun 2010. Dibandingkan tahun 2009,
ekspor kopi tahun 2010 juga tercatat menurun 11,4 %.
Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga
mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi telah
menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997). Dalam Produk
Nasional Bruto (PNB), komoditas kopi memberikan sumbangan sebesar 0,6% dan
merupakan 17% dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008. Luas tanam kopi seluas
1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani kecil dengan skala usaha
rata-rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat mencapai sekitar Rp 9 juta per ha per tahun
untuk kopi Robusta dan Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi Arabika (Ottaway
(2007) dalam Saragih (2010)).
Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi dan
perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada
produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat
berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18 – 20 0C. Di
kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan
buah jauh berkurang. Sementara buah kopi merupakan hasil yang diharapkan oleh petani
sebagai sumber pendapatannya. Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang
diakibatkan perubahan iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan
gagal panen maka kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai
ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait
pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan
2.2. Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian Sartika (2007) mengenai Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran
Kopi Arabika dan Robusta adalah penerimaan rata – rata usaha tani
dan pemasaran kopi arabika adalah Rp 18.477.000 per tahun dengan R/C rasio 1,94
sedangkan penerimaan kopi robusta Rp 5.228.500 per tahun dengan R/C 3,06 rasio.
Usahatani kopi di Sumatera Utara tersebar di 10 wilayah kabupaten di dataran tinggi
sekitar Danau Toba.
Menurut Soetriono (2009), hasil penelitiannya menyatakan bahwa usahatani kopi robusta
yang dilakukan petani Indonesia masih mempunyai peluang yang besar dan sangat
menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan kondisi komoditas kopi
robusta yang dihasilkan oleh petani mempunyai daya saing yang kuat.
Hasil penelitian Sihaloho (2009) mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di
Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara menyimpulkan pertumbuhan ekonomi,
ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi, penegakan hukum dan peraturan
perundang – undangan kopi sejenis dari wilayah lain, penguasaan lahan kopi oleh pihak
luar merupakan faktor ancaman bagi pengembangan agribisnis kopi dengan bobot skor
0,841 serta nilai total bobot skor 2,769 berarti secara eksternal Daerah/Dinas Pertanian
Subdinas Perkebunan dan masyarakat/ petani telah merespon dengan baik terhadap
peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam
upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan dapat mengatasi ancaman
2.3. Landasan Teori
Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani
atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)
sebaik – baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).
Biaya usahatani dibedakan menjadi 1) Biaya tetap (fixed cost) : biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.
Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak dan alat pertanian. 2) Biaya tidak
tetap (variabel cost) : biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh,
seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, dan pestisida) (Soekartawi et al (1986) dalam
Sartika (2007)).
Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur penerimaan dan
pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total
dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimasudkan sebagai
nilai penggunaan sarana produksi dan lain – lain yang dikeluarkan pada proses produksi
tersebut (Ahmadi, 2001).
Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga penjualan yang dapat
diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu : mutu hasil, pengolahan hasil, dan
sistem pemasaran serta struktur pasar yang dihadapi.
Pendapatan bersih adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai.
dalam berusahatani pada masyarakat yang telah memasuki sistem pasar adalah untuk
memperoleh pendapatan bersih yang sebesar-besarnya. Dalam memperoleh pendapatan
bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya
produksi yang rendah (Simanjuntak S.B, 2004)
Dalam melaksanakan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis, yaitu
1) Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang
menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. 2)
Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan.
Penelitian ini menggunakan analisis finansial disebabkan penelitian yang menganalisa
biaya dan manfaat dari usahatani kopi robusta di daerah penelitian. Analisis finansial lebih
menekankan pada aspek input-output pada penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya.
Dengan demikian variabel yang dipakai adalah data harga real, tenaga kerja dalam dalam
keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan tetapi pajak serta biaya bea masuk tetap
diperhitungkan. Begitu pula dengan besarnya bunga pinjaman juga dihitung pada analisis
finansial.
Untuk menganalisa layak atau tidak layaknya usahatani yang dijalankan oleh petani kopi
dapat dilihat melalui kriteria investasi. Beberapa kriteria yang sering digunakan dalam
analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of
Return) dan B/C (Net Benefit Cost Ratio).
Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara
penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah
analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu tertentu. Cara
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek
pada tahun t
Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung
per hektar per tahun
n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun
i = Discount rate
NPV = Nilai netto sekarang
Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat
apakah sesuatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Criteria layak atau tidak
layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang
berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat
nilai netto sekarang (Net Benefit Value = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR
diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi, 1995).
Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : i’ = Nilai Social Discount rate yang ke – 1
i” = Nilai Social Discount rate yang ke – 2
NPV’ = Nilai NET Present Value yang pertama
NPV” = Nilai NET Present Value yang kedua
Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan
Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan
NPV = t− t
+it
�
�=
Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu
antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah
didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau dengan rumus :
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek
pada tahun t
Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung
per hektar per tahun
n = Umur ekonomis proyek
i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan
t = Jangka waktu suatu proyek tau usahatani
Kriteria yang dipakai adalah :
Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan
Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan
Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang
kompeherensif. Strategi yang menginteregasikan segala sumber saya dan kemampuan
yang bertujuan jangka panjang.
Untuk menetapkan strategi dan kebijakan dalam pengembangan perkopian Indonesia ke
masa yang akan datang digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang
dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor faktor kunci menjadi bahan acuan
dalam menetapkan strategi dan kebijakan penanganan perkopian.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2009).
2.4. Kerangka Pemikiran
Tanaman kopi merupakan komoditi yang sudah dikenal di seluruh dunia. Komoditi kopi
memiliki cita rasa yang khas dengan tingkat harga yang relatif tinggi sehingga olahan
komoditi kopi banyak disukai masyarakat terutama dalam bentuk bubuk kopi. Akan tetapi
hal ini tidak berpengaruh terhadap kopi robusta yang memiliki cita rasa yang jauh lebih
rendah dari kopi arabika. Permintaan kopi robusta yang rendah dan harga jual kopi arabika
yang jauh melebihi harga kopi robusta mengakibatkan menurunnya minat petani untuk
membudidayakan kopi robusta.
Hal ini ditunjukkan dari produksi kopi robusta yang semakin menurun dan semakin
berkembangnya luas lahan kopi arabika di Kabupaten Tapanuli Utara. Kondisi ini
menunjukkan bahwa usahatani kopi robusta di Kabupaten Tapanuli Utara semakin hilang.
Namun tidak untuk petani kopi di Kecamatan Pangaribuan. Dari 15 kecamatan yang ada di
Kabupaten Tapanuli Utara, hanya kecamatan Pangaribuan yang memiliki luas areal kopi
robusta terbesar dengan petani yang masih tetap berusahatani ditengah kondisi rendahnya
harga kopi robusta yang tidak menjamin kesejahteraan petani kopi robusta di Kecamatan
Pangaribuan.
Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan input
produksi atau faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja yang mendukung kegiatan
usahatani sehingga menghasilkan output yang memuaskan. Dalam hal ini output
menjalankan usahataninya, dimana petani berperan sebagai jurutani (cultivator) dan
sekaligus seorang pengelola (manajer).
Dalam usahatani kopi robusta ketersediaan faktor produksi merupakan suatu keharusan.
Dimana faktor produksi ini akan membentuk suatu biaya yang disebut biaya produksi.
Faktor – faktor dalam usahatani kopi robusta membentuk suatu biaya yang disebut biaya
produksi. Besarnya biaya produksi ditentukan dengan besarnya harga yang berlaku.
Besarnya pendapatan usaha tani kopi robusta dapat dihitung melalui selisih penerimaan
dan pengeluaran. Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga
yang berlaku sedangkan pengeluaran merupakan total biaya tetap dan biaya variabel.
Penerimaan yang lebih besar daripada pengeluaran berdampak pada tingkat pendapatan
yang lebih besar bagi usahatani kopi robusta.
Pendapatan bersih akan dianalisis dengan uji kelayakan yaitu analisis sinansial untuk
melihat apakah usahatani layak atau tidak layak diusahakan di daerah penelitian. Setelah
diuji analisis finansial maka dapat didefenisikan usahatani di daerah penelitian dapat
berkembang atau tidak berkembang.
Dalam menjalankan sustu usahatani, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat
jalanya usahatani seperti masalah produksi, distribusi dan kurangnya lembaga pendukung
dan teknologi. Dalam hal ini, analisis SWOT berperan untuk menunjukkan dengan jelas
peluang dan ancaman yang dihadapi petani dan akan disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki petani terhadap strategi pengembangan kopi robusta. Adapun
strategi pengembangan usahatani kopi robusta ini diperoleh dengan menganalisis
kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang dihadapi oleh usaha tani kopi robusta.
Sehingga terlahirlah sebuah kebijakan – kebijakan dan kegiatan - kegiatan yang akan
dijalankan untuk mengembangkan usahatani kopi robusta ke arah yang lebih baik.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran 2.5. Hipotesis Penelitian
1) Pendapatan usahatani kopi robusta dengan petani kopi arabika adalah berbeda.
2) Ada perbedaan kelayakan usahatani kopi robusta dengan usahatani arabika. Usahatani Kopi
Robusta
Output
Biaya Produksi Penerimaan
Pendapatan
Kelayakan Finansial
Analisis SWOT
Strategi
Harga Jual Faktor produksi:
1. Modal 2. Tenaga Kerja
Petani
Usahatani Kopi Arabika
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive
(sengaja) yaitu berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tertentu disesuaikan dengan
tujuan penelitian (Singarimbun, 1989). Adapun yang menjadi pertimbangan ialah karena
Kecamatan Pangaribuan merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tapanuli Utara
dengan luas areal kopi robusta terbesar diantara kecamatan yang ada di Kabupaten
Tapanuli Utara.
Tabel 1. Luas Tanaman Produksi dan Produksi Rata-Rata Tanaman Kopi Robusta Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara,
Tahun 2013
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani kopi robusta di Desa Silantom Julu,
Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. Sampel merupakan bagian dari
populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasi. Jumlah populasi
petani kopi dalam penelitian ini sebanyak 100 KK. Jumlah sampel adalah sebesar 31 KK
yang ditentukan dengan metode Slovin dengan batas toleransi kesalahan 15%, dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas ketelitian yang diinginkan dalam persen.
(Sevilla, 1993).
Hasil perhitungan :
= 1 + � � �
=1 + 1 1 1
=
= 1 1 sampel
=1 + � ��
Dengan demikian jumlah sampel yang diambil menurut formula slovin adalah 31 petani
kopi.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan
dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang
– orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri – ciri spesifik dan kriteria tertentu
(Djarwanto, 2003). Adapun pertimbangan pengambilan sampel dengan metode ini adalah
karena populasi dalam penelitian ini dianggap heterogen (tidak seragam) sehingga
diperlukan sampel yang tepat dan bersifat representatif.
Penelitian ini mengkaji pula sampel dari petani kopi arabika. Hasil penelitian dari sampel
ini digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui apakah petani kopi robusta
mendapatkan untung lebih baik dibandingkan petani kopi arabika atau sebaliknya. Dengan
alasan kesetaraan, maka jumlah sampel petani kopi arabika disamakan dengan jumlah
sampel petani kopi robusta di Desa Silantom Julu.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden, serta
pengamatan secara langsung.
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perkebunan Sumatera Utara,
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pertanian Tapanuli Utara, dan dinas – dinas
lain yang terkait dengan penelitian ini, serta literatur atau media lainnya yang mendukung
3.4. Metode Analisis Data
Untuk tujuan penelitian (1), yaitu mengetahui perkembangan kopi robusta di Kabupaten
Tapanuli Utara selama 5 tahun terakhir dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
mengamati perkembangan usahatani kopi robusta selama 5 tahun terakhir.
Untuk tujuan penelitian (2), yaitu mengetahui berapa besar biaya produksi, penerimaan
dan pendapatan usahatani kopi robusta di daerah penelitian dianalisis dengan
menggunakan metode pendapatan.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC)
atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
(Soekartawi, 1995).
Penerimaan merupakan perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga
jual dihitung dengan rumus :
Dimana :
R = Penerimaan (Rp)
Y = Jumlah Produksi (Rp)
Py = Harga (Rp/Kg)
Pd = TR - TC
(Soekartawi, 1995).
Untuk tujuan penelitian (3), yaitu menganalisis perbandingan pendapatan usahatani kopi
robusta dan kopi arabika di daerah penelitian. Untuk menguji perbandingan pendapatan
kopi robusta dengan kopi arabika digunakan Uji The Mann-Whitney, yang secara
sistematis ditulis dengan rumus:
= + + 1 − �
= + + 1 − �
Dimana : = uji sampel pertama = uji sampel kedua = jumlah sampel pertama = jumlah sampel kedua
� = jumlah rangking pada sampel
� = jumlah rangking pada sampel
Untuk tujuan penelitian (4), yaitu menganalisis kelayakan usahatani kopi robusta dan kopi
arabika di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kelayakan
finansial dengan analisis NPV, Net B/C dan IRR. Metode ini digunakan untuk mengetahui
apakah usahatani kopi robusta di daerah penelitian layak atau tidak layak secara finansial.
Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara
penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah
analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu tertentu. Cara
menghitung NPV adalah sebagai berikut :
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial usahatani kopi pada tahun t
��� = t− t+it
�
Ct = Biaya usahatani kopi pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun
n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun
i = Discount rate
NPV = Nilai netto sekarang
Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu
antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah
didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau dengan rumus :
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial usahatani kopi pada tahun t
Ct = Biaya finansial usahatani kopi pada tahun t, Ct dihitung per hektar per
tahun
n = Umur ekonomis proyek
i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan
t = Jangka waktu suatu proyek atau usahatani
Kriteria yang dipakai adalah :
Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan
Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan
Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat
apakah sesuatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak
layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang
berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat
nilai netto sekarang (Net Benefit Value = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR
diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi, 1995).
Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :
Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usahatani kopi tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan
Untuk tujuan penelitian (5), yaitu mengetahui strategi pengembangan kopi robusta di
daerah penelitian digunakan analisis SWOT yaitu dengan membandingkan antara faktor
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weakness) dalam strategi pengembangan kopi robusta.
(Rangkuti, 2009)
Keterangan :
Opportunities ( O ) : Tentukan 5 – 10 faktor peluang eksternal. Treaths ( T ) : Tentukan 5 – 10 faktor ancaman eksternal.
Strength ( S ) : Tentukan 5 – 10 faktor – faktor kekuatan internal. Weakness ( S ) : Tentukan 5 – 10 faktor – faktor kelemahan internal
3.5. Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran dalam penelitian ini,
maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
3.5.1. Defenisi
1) Petani adalah orang yang melakukan usahatani kopi robusta sebagai pekerjaan utama
maupun sampingan.
2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk
menghasilkan output.
3) Tenaga kerja adalah orang yang mengelola usahatani kopi robusta yang merupakan
tenaga kerja dalam keluarga atau TKDK dan tenaga kerja luar keluarga atau TKLK
(Rp).
4) Output adalah hasil produksi rata-rata dalam proses produksi usahatani kopi dalam
bentuk biji kopi kering (biji beras)
5) Harga jual kopi adalah harga penjualan kopi robusta dan kopi arabika yang diterima
petani.
6) Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kopi yang diukur dalam
satuan rupiah (Rp).
7) Penerimaan adalah hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual dengan
8) Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dari usahatani kopi dengan total biaya
produksi usahatani kopi.
9) Analisis kelayakan finansial adalah analisis kelayakan yang meliht dari perbandingan
antara hasil penerimaan atau penjualan kotor dengan jumlah biaya-biaya yang
dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan
sutu proyek.
10)Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan, didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (thearts).
11)Strategi pengembangan merupakan tindakan atau langkah – langkah yang dapat
digunakan untuk mengelola dan mengembangkan usahatani kopi robusta secara tepat.
3.5.2. Batasan Operasional
1) Daerah penelitian adalah Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten
Tapanuli Utara.
2) Sampel penelitian adalah petani yang melakukan usahatani kopi robusta dan kopi
arabika di Desa Silantom Julu Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara.
3) Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2014 - 2015.
4) Sampel penelitian adalah petani kopi robusta dan kopi arabika yang telah menghasilkan.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak dan Keadaan Geografis
Penelitian ini dilakukan di Desa Silantom Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Desa Silantom Julu merupakan daerah dataran
tinggi dengan ketinggian 1000-1500 meter dari permukaan laut dengan curah hujan
rata-rata per tahun 2600 mm dan suhu rata-rata-rata-rata 200C-240C. Desa Silantom Julu memiliki luas
wilayah 1200 ha dengan jumlah penduduk 910 jiwa. Jarak daerah penelitian ke ibu kota
kecamatan 22 km, sementara jarak ke ibu kota kabupaten 66 km.
Desa Silantom Julu termasuk dalam wilayah Kecamatan Pangaribuan yang berjarak 22 km
ke arah selatan dari kantor camat pangaribuan. Adapun batas-batas Desa Silantom Julu
adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pansur Natolu
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Garoga
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Silantom Tonga
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simangumban
4.2. Keadaan Penduduk
A. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Desa Silantom Julu adalah 910 jiwa yang tinggal di pemukiman yang
tersebar di Desa Silantom Julu. Distribusi penduduk Desa Silantom Julu berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Laki-laki 439 48,2
Perempuan 471 51,8
Jumlah 910 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Silantom Julu menurut jenis
kelamin pada tahun 2014 sebesar 910 jiwa, meliputi 439 jiwa (48,2%) laki-laki dan 471
jiwa (51,8%) perempuan. Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki. Jumlah rumah tangga sebanyak
206 kepala keluarga.
B. Penduduk Menurut Agama
Penduduk Desa Silantom Julu yang berjumlah 910 jiwa menganut agama Kristen Protestan
dan Islam. Keadaan penduduk Desa Silantom Julu menurut agama dapat dilihat pada tabel
4 berikut:
Tabel 4. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Agama
No. Agama yang Dianut Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Kristen Protestan 906 99,6
2. Islam 4 0,4
Jumlah 910 100,00
Sumber : Kantor KepalaDesa Silantom Julu, 2015
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Silantom Julu didominasi oleh
penduduk beragama Kristen Protestan dengan jumlah 906 jiwa (99,6%) kemudian
penduduk beragama Islam dengan jumlah 4 jiwa (0,4%).
C. Penduduk Menurut Pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Desa Silantom Julu untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari bervariasi seperti pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Wiraswasta 7 0,7
Kondisi Desa Silantom Julu yang sesuai untuk pengembangan pertanian menyebabkan
sebagian besar penduduk Silantom Julu memiliki pekerjaan sebagai petani. Pada tabel 5
dapat dilihat bahwa penduduk Desa Silantom Julu memiliki beragam pekerjaan dan
mayoritas sebagai petani yaitu 300 jiwa (32,9%).
D. Penduduk Menurut Pendidikan
Keadaan penduduk Desa Silantom Julu menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada
tabel 6 berikut:
Tabel 6. Distribusi Penduduk Desa Silantom Julu Menurut Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Belum sekolah 521 57,25
3. SD 86 9,45
4. SMP 258 28,35
5. SMA 34 3,74
6. D3 2 0,22
7. S1 9 0,99
Jumlah 910 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Silantom Julu, 2015
Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Silantom Julu tingkat
pendidikannya adalah belum sekolah sebesar 521 jiwa (57,25 %). Selanjutnya diikuti oleh
tingkat pendidikan SMP (28,35%), SD (9,45%), SMA (3,74%), S1 (0,99%) dan D3
(0,22%). Tingkat pendidikan penduduk Desa Silantom Julu didominasi oleh tingkat
pendidikan tamat SMP serta sudah ada penduduk Desa Silantom Julu yang mengecap
pendidikan sampai perguruan tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan penduduk Desa Silantom Julu tergolong tinggi, hal ini akan mempermudah
dalam pembangunan dan pengembangan desa tersebut karena tingkat pendidikan yang
4.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat.
Semakin baik sarana dan prasarana pendukung atau semakin mudah Desa Silantom Julu
tersebut dijangkau, maka laju perkembangan Desa Silantom Julu akan cepat. Sarana dan
prasarana dapat dikatakan baik apabila dilihat dari segi ketersediaan dan pemanfaatannya
sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dapat mempermudah
masyarakat setempat dalam memenuhi segala kebutuhannya. Sarana dan prasarana yang
terdapat di Desa Silantom Julu sebagai berikut:
Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Silantom Julu
No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1. Sarana Pendidikan
Sumber : Kantor Kepala Desa Silantom Julu, 2015
Pada tabel 7 diketahui bahwa sarana dan prasarana di Desa Silantom Julu dapat dikatakan
baik dan memadai karena sesuai dengan penggunaan dan jumlah penduduknya. Salah
satunya yaitu dengan adanya sarana jalan dengan kondisi cukup baik sepanjang 5 km yang
menghubungkan Silantom Julu dengan desa lain. Sarana pendidikan yang tersedia yaitu
Sekolah Dasar yang mendukung pendidikan penduduk Silantom Julu.
4.4. Karakteristik Petani Kopi Robusta dan Petani Kopi Arabika
Petani kopi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang yang
umum responden yang meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman bertani,
dan jumlah tanggungan yang akan diuraikan sebagai berikut :
A. Umur Petani
Komposisi umur responden petani kopi yaitu antara 21 – 71 tahun, yang dapat disajikan
melalui tabel sebagai berikut :
Tabel 8.Komposisi Umur Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika
No Umur
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada umumnya petani kopi robusta tergolong dalam
usia produktif (21 – 50) yaitu sebanyak 14 orang dengan presentase 46.66 persen dan
kelompok umur non produktif (diatas 51 tahun) yaitu sebanyak 16 orang dengan
presentase 43,33 persen. Sedangkan petani kopi arabika yang tergolong dalam usia
produktif yaitu sebanyak 19 orang dengan presentase 63,33 persen dan kelompok umur
non produktif yaitu sebanyak 26,66 persen.
B. Luas Lahan
Komposisi luas lahan petani kopi sampel yaitu antara 0,04 – 0.6 Ha, yang dapat disajikan
melalui tabel sebagai berikut :
Tabel 9. Komposisi Luas Lahan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika
No Luas Lahan
Tabel di atas menunjukkan bahwa 100 persen petani kopi robusta dan 83,33 persen petani
kopi arabika memiliki luas lahan antara 0,04-0,4 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas
lahan petani masih terbatas untuk mengelola usahatani di daerah penelitian terutama kopi
robusta. Adapun rerata luas lahan petani kopi robusta dan kopi arabika adalah 0,1 Ha.
C. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang
pembangunan pertanian. Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sebagian
besar ditentukan oleh tingkat pendidikannya, baik pendidikan bersifat formal maupun non
formal. Pendidikan petani yang lebih baik akan memungkinkan petani untuk mengambil
langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil keputusan serta memungkinkan
petani untuk mempelajari dan menerapkan teknologi baru dalam pengembangan
usahataninya. Untuk mengetahui lebih rinci tingkat pendidikan dari petani kopi responden
dapat dilihat pada tabel 10 berikut :
Tabel 10. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Kopi Robusta dan Kopi Arabika
No Tingkat
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2)
Tabel di atas menunjukkan bahwa 46,66 % petani kopi robusta dan 40 % petani kopi
arabika telah menempuh pendidikan selama 6 tahun (SD). Hal ini menunjukkan bahwa