• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT

UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Oleh

SA’ADAH

067005023/HK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT

UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SA’ADAH

067005023/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 28 TAHUN 2004

Nama Mahasiswa : Sa’adah Nomor Pokok : 067005023 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota

(Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 2 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, ada yang mendirikan sekolah dan/atau perguruan tinggi, emberikan bea siswa bagi siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar untuk belajar, dalam rangka peningkatan kegiatan akademis, atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan sebagainya. Yayasan didasarkan pada prinsip-prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan prima, non diskriminasi, keragaman, keberlanjutan dan partisipatif.

Mencermati ketentuan Undang-Undang Yayasan dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, menjadi menarik untuk diteliti secara hukum mengenai tugas dan wewenang Pengurus Yayasan Pendidikan, sistem pertanggungjawaban Pengurus Yayasan atas pelanggaran prinsip fiduciary duty, dan pertanggungjawaban Pengurus Yayasan setelah keluarnya ketentuan hukum pendidikan, berkaitan dengan hal tersebut dilakukan penelitian dengan metode penelitian hukum normatif.

Hasil penelitian menunjukan: 1). Pengurus Yayasan merupakan organ Yayasan yang melaksanakan tugas pengurus yayasan (Eksekutif) dan tugas perwakilan Yayasan (Representatif). Pengurus dalam menjalankan tugas kepengurusannya diberikan wewenang yang lingkup dan batasannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar Yayasan yang meliputi seluruh tindakan pengurusan dan tindakan representasi serta wajib menjalankan berdasarkan itikad baik, kehati-hatian, kecermatan, dan kesungguhan. Batasan-batasan ini tidak boleh dilanggar oleh pengurus pada saat menjalankan wewenangnya. 2). Hubungan pengurus dengan Yayasan sebagai badan hukum, didasarkan pada hubungan kepercayaan (Fiduciary Relationship). Pengurus Yayasan merupakan trustee bagi Yayasan guna mencapai maksud dan tujuan Yayasan, sehingga dalam menjalankan tugasnya, ia harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang lahir dari hubungan kepercayaan tersebut (Fiduciary Duty) yang meliputi duty of skill and care, dan standard of care, serta kewajiban-kewajibannya yang lahir dari perundangan (Statutory duty). 3). Badan Hukum Pendidikan yang menjalankan fungsi pendidikan dasar dan menengah memiliki organ representasi kepentingan badan hukum pendidikan, yang menjalankan fungsi penentuan kebijakan umum dan organ pengelolaan pendidikan yang menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan. Sedangkan Badan Hukum Pendidikan yang menjalankan fungsi pendidikan tinggi memiliki organ representasi pemangku kepentingan, organ menjalankan fungsi pendidikan tinggi memiliki organ representasi pemangku kepentingan, organ pengelola pendidikan, organ audit bidang non-akademik yang menjalankan fungsi non audit non-akademik, dan organ representasi pendidikan yang menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik.

(6)

ABSTRACT

The foundation which move in education field, there are some build schools and/or university, give scholarship for achievements pupils and students, supporting in sending teachers to study, in the way to increase academic activity, or give fund for doing research etc. The foundations which was based on non profit principles, autonomous, accountable, transparent, quality guaranteed, first rate service, non discrimination, religious, sustainable and participated.

By pay attention to Foundation Act and National Education System Act and Educational Legal Entity Act, it is interesting to examine in law about duty and competence of Education Foundation Management, Foundation Management’s responsibility system on the violation of fiduciary duty principle, and foundation management’s responsibility after the release of rules about educational legal entity. As related with those things, the research was done by using normative law research methodology.

The research result showed that: 1). The foundation management is the part of foundation who manage the foundation (executive) and as the foundation representation. The manager in doing his management duty was given some competences which its area and limit had been decided in Foundation Statutes which include all the management act and representation act and so should do it based on good will, duty of care, accuracy and seriousness. These limitations can not be violate at the time runs his competences. 2). The relation of manager with foundation as legal entity, was based on fiduciary relationship. The foundation manager is a trustee for the foundation to reach the purpose and goal of foundation, so that in doing his duty, he should do the obligations which come from the fiduciary duty relations, such as duty of skill and care, and standard of care, and his obligations which come from laws (statutory duty). 3). Education legal entity which runs based and middle education functions has a body who represent the interest of education legal entity, who runs the general policy decision function and education manager who runs the education management function. Meanwhile the education legal entity which runs high education function has functionary needed representation, education management body, auditor of non academic field who runs the non academic audit function, and representation body who runs the supervisor of academic policy.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmatNya,

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pertanggungjawaban

Pengurus Yayasan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang

Yayasan Nomor 28 Tahun 2004”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi guna memperoleh gelar Magister Humaniora pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini

masih sangat jauh dari sempurna, hal ini kiranya dapat dimaklumi karena

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan,

pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Wakil Direktur beserta

seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis,

(8)

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku

Dosen Pembimbing yang penuh perhatian telah memberikan bimbingan,

arahan, petunjuk dan ide serta kritik dan saran yang konstruktif demi

tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum dan Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam

penyempurnaan tesis ini.

6. Para Guru Besar dan staf pengajar Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan

ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

7. Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S-2

dan mengabdikan ilmu di almamater tercinta.

8. Seluruh staf pegawai Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang

telah banyak membantu atas kelancaran seluruh administrasi.

9. Kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda (alm) H. Ismail Effendi beserta

Ibunda (alm) Hj. Siti Rahma, yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang,

menanamkan budi pekerti yang luhur serta iman dan taqwa kepada Allah

(9)

Begitu juga kepada kedua mertua saya H.M. Bachtiar Piliang, SH dan Hj. Sari

Yusni yang telah memberikan doa, dorongan serta motivasi bagi penulis.

10. Kepada suami tercinta Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS yang selalu

memberikan semangat, motivasi, dan dukungan serta cinta kasihnya, serta

anak-anak tersayang Fadlielah Hasanah, Amelia Alsa, Abdul Aziz yang telah

memberikan doa, motivasi, pengertian dan cinta kasih bagi penulis, sehingga

dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik.

11. Terima kasih penulis pada rekan-rekan seperjuangan angkatan 2006 Sekolah

Pascasarjana Ilmu Hukum: Dian Mandayani, Nasrianti, Yani, Bp. Hemat

Tarigan, Asmin Nst, Indra Devi, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata tesis ini dapat diselesaikan hanyalah karena izin Allah SWT

semata, dengan memohon izinNya juga penulis berharap semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.

Medan, Januari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : Sa’adah

Tempat/Tanggal lahir : Medan, 11 April 1963

Alamat : Jl. Karya Setuju No. 51 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. Sekolah Dasar Negeri No. 94, Medan 1975.

2. SMP Negeri I, Kisaran 1979.

3. SPG Methodist, Medan 1982.

4. D-2 Universitas Terbuka, Jakarta 1999.

5. S-I STIH Graha Kirana, Medan 2001.

6. S-I STKIF Teladan, Medan 2006.

7. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan 2009.

Medan, Maret 2009 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 14

C. Tujuan Penelitian... 14

D. Manfaat Penelitian... 15

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional... 16

1. Kerangka Teori... 16

2. Landasan Konseptual... 22

G. Metode Penelitian... 25

BAB II TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS YAYASAN DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG YAYASAN .... 29

A. Konsep Yuridis Pengurus dalam Pengelolaan Yayasan... 29

1. Kedudukan Hukum Yayasan...………. 29

2. Tujuan Sosial dan Kegiatan Usaha Yayasan...……... 43

B. Tata Cara Pendirian Yayasan... 45

1. Pendirian Yayasan...……….. 45

2. Anggaran Dasar Yayasan...………....… ... 52

3. Kekayaan dan Kepemilikan Yayasan...………. 56

(12)

D. Tanggung Jawab Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-

Undang Yayasan……….. 70

BAB III PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENERAPAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY...………... 83

A. Penerapan Prinsip Fiduciary Duty terhadap Pengurus Yayasan....……….... 83

B. Penerapan Prinsip Duty of Skill and Care terhadap Pengurus Yayasan...………. 90

C. Penerapan Prinsip Statuory Duty terhadap Pengurus Yayasan...…... 95

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN DI BIDANG PENDIDIKAN..……….. 98

A. Yayasan dan Badan Hukum Pendidikan...………. 98

B. Tujuan dan Asas Pendidikan…..……… 106

C. Pendanaan Pendidikan dan Pengelolaan Pendidikan... 111

1. Pendanaan Pendidikan... 111

2. Pengelolaan Pendidikan... 119

D. Pertanggngjawaban Pengurus Yayasan Pendidikan Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 137

A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 140

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, keberadaan yayasan telah dikenal sejak zaman pemerintahan

Hindia Belanda, yang dikenal dengan sebutan “stichting”. Namun tidak ada suatu

peraturan yang menegaskan bentuk hukum, tujuan dan kegiatan apa saja yang boleh

dilakukan suatu yayasan tersebut.

Stichting dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) hanya

disebut dalam beberapa Pasal, antara lain Pasal 365 KUHPerdata, mengenai stichting

sebagai wali, dan Pasal 899 KUHPerdata yakni bahwa stichting dapat didirikan

sekaligus menerima sesuatu dalam akta notaris yang sama. Ketentuan Pasal 899

KUHPerdata, merupakan pengecualian yang menyimpang, dari ketentuan bahwa

seseorang harus ada untuk menikmati sesuatu dari hibah wasiat. Sedangkan dalam

pasal-pasal lainnya, yakni Pasal 900 dan Pasal 1680 KUHPerdata tidak menyebutkan

secara tegas mengenai stichting tetapi dapat disimpulkan bahwa stichting diakui

keberadaannya.1

Tujuan dan kegiatan stichting, termasuk pengaturan mengenai harta kekayaan

stichting diatur berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, karena kebutuhan dan

1

(14)

dapat diterima dalam masyarakat, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang

kemudian berkembang atas dasar yurisprudensi putusan Mahkamah Agung.

Yayasan dalam perkembangannya di Indonesia, setelah Hindia Belanda lepas

dari penjajahan Belanda dan Jepang kemudian menjadi negara merdeka dan berdaulat,

terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia dalam Putusan Mahkamah

Agung Indonesia Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973 No. 124K/Sip/1973 yang

berpendirian bahwa, yayasan merupakan suatu badan hukum, yang kemudian disusul

dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No.

476/K/Sip/1975, berpendirian bahwa perubahan wakaf menjadi yayasan dapat saja

karena tujuan dan maksudnya tetap.2

Pengaturan yayasan, meskipun belum ada undang-undangnya dan

yurisprudensi tidak banyak memutuskan mengenai yayasan, namun tidak mengurangi

kenyataan, cepatnya pertumbuhan yayasan. Pertanyaan yang muncul atas kondisi

tersebut yaitu apakah yayasan menjadi badan hukum karena berdasarkan

undang-undang, seperti halnya pemberian status badan hukum kepada badan hukum lainnya,

atau karena berdasarkan kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi saja.3

Kebiasaan dan yurisprudensi yang ada, tidak secara lengkap dan menjamin

kepastian hukum tentang yayasan, sehingga sering dijumpai kasus-kasus sengketa

2

Ibid, hlm. 5. 3

(15)

antara pengurus dengan pendiri atau pihak lain. Kemudian, dalam perkembangannya

selama ini di Indonesia, tampak adanya kecenderungan yayasan telah bergerak dalam

bidang usaha yang bersifat komersial, artinya, banyak dijumpai yayasan yang sudah

mengarah kepada usaha-usaha yang berorientasi profit sebagaimana halnya sebuah

perusahaan. Walaupun tidak ada aturan yang melarang yayasan melakukan kegiatan

bisnis, akan tetapi pada hakekatnya tujuan yayasan bukanlah profit-oriented,

melainkan social oriented. Dengan demikian, hal tersebut menunjukkan bahwa

sebelum berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yayasan telah diterima

sebagai badan hukum yang dapat melakukan kegiatan bisnis.

Pertumbuhan yayasan, tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan dan

pranata yang memadai bagi yayasan itu sendiri, menyebabkan masing-masing pihak

yang berkepentingan memberikan penafsirannya sendiri-sendiri sesuai dengan

kebutuhan dan tujuan mereka. Hukum bagi yayasan belum berfungsi sebagai sarana

pendorong/penggerak kemajuan masyarakat (a social tool engineering) atau sebagai

alat pacu pembangunan (an agent of development). Hal ini tampak pada pertumbuhan

yayasan-yayasan yang melakukan kegiatan komersial dan berorientasi mencari

keuntungan, bahkan ada yayasan yang mengelola lotere (Yayasan Dana Bakti

Kesejahteraan Sosial).4

4

(16)

Ditinjau dari cara pendirian atau pembentukannya, jenis yayasan dapat dibagi

dua yaitu yayasan yang didirikan oleh pemerintah termasuk BUMN dan BUMD dan

yayasan yang didirikan oleh orang perorangan atau swasta.

Yayasan yang didirikan oleh pemerintah sebelum keluarnya UU Yayasan, ada

yang didirikan hanya dengan Surat Keputusan dari Pejabat yang berwenang, dan ada

yang didirikan dengan akta notaris. Kekayaan awal yayasan seperti ini dapat

diambilkan dari kekayaan negara yang dipisahkan atau dilepaskan dari pemerintah

dan dari kekayaan pribadi pendirinya. Pemerintah mendirikan yayasan pada

hakekatnya merupakan entitas hukum privat, hal ini perlu dicermati, urgensinya

pendirian yayasan oleh pemerintah atau BUMN dan BUMD begitu yayasan didirikan,

yayasan tersebut akan berada dalam bingkai hukum privat, ia akan menjadi entitas

hukum privat dengan segala konsekuensi yuridisnya. Secara yuridis akan disamakan

dengan “hibah”, sehingga segala konsekuensi penggunaan, pengelolaan dan

pengawasan atas kekayaan tersebut akan lepas sama sekali dari pihak yang

memberikan atau yang menghibahkan.5

Yayasan yang didirikan oleh swasta atau perorangan biasanya dilakukan

dengan akta notaris. Kekayaan awal yayasan berasal dari milik para pendiri atau

pengurus yayasan bersangkutan.

Pada umumnya yayasan bergerak dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan,

bidang agama, bidang kebudayaan, dan bidang sosial. Yayasan di bidang pendidikan

5

(17)

ada yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan tinggi, memberikan bea siswa

bagi siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar

ke luar negeri atau ke tempat-tempat lain dalam rangka peningkatan kegiatan

akademis, atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan

sebagainya.6

Pengertian Yayasan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUY, yaitu “badan hukum

yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai

anggota”.

Kriteria dan persyaratan tertentu, untuk dapat menjadi suatu badan hukum

menurut UUY, yaitu:

1. Kriterianya:

a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

b. Kekayaan Yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan Yayasan;

c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan;

d. Yayasan tidak mempunyai anggota.

2. Persyaratan:

Pendirian yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

6

(18)

Memperhatikan ketentuan Pasal 1 UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, status

Badan Hukum Yayasan, yang pada mulanya berdasarkan sistem terbuka (het open

system van Rechtspersonen), menjadi sistem tertutup (de Gesloten systeem van

Rechtspersonen), artinya Yayasan menjadi Badan Hukum karena undang-undang

(atau berdasarkan undang-undang), bukan berdasarkan sistem terbuka yang

berdasarkan pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh Yurisprudensi.7

Sebelum berlakunya UUY, Yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon)

sudah sejak lama diakui, meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya.

Dalam lalu lintas hukum sehari-hari Yayasan diperlakukan sebagai legal entity.8

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU Yayasan ditegaskan bahwa Yayasan

baru memperoleh status Badan Hukum setelah akta pendiriannya memperoleh

pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia.

Menurut Black’s Law Dictionary Pengertian badan hukum (legal entity)

adalah “An entity, other than natural person, two has sufficient existence in legal

contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through

agents as in the case of corporation”.

Selanjutnya, Yayasan bertujuan untuk kegiatan amal (charity), pendidikan

(educational), keagamaan (religius), riset (research), atau tujuan kedermawanan

lainnya (other benevolent purpose).9

7

Ibid. hlm 89. 8

Setiawan, S.H., Tiga Aspek Yayasan, Varia Peradilan Tahun V, No. 55 April 1990, hlm. 112. 9

(19)

Berkaitan dengan badan hukum, terdapat ketentuan Staatsblad 1870 No. 64

tentang Rechtspersoonlijkheid van vereenigingen (perkumpulan berbadan hukum)

pada Pasal 8 alenia pertama (menurut Engelbrecht), perkumpulan-perkumpulan, yang

tidak didirikan sebagai badan hukum menurut peraturan umum (algemeene

verordening) atau tidak diakui menurut peraturan ini, dengan demikian tidak dapat

melakukan tindakan-tindakan perdata”. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan

bahwa badan hukum merupakan suatu badan yang mampu dan berhak serta

berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata, artinya keberadaan badan

hukum bersifat permanen, suatu badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan

persetujuan para pendiri atau anggotanya, tetapi harus memenuhi segala ketentuan

dan persyaratan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, yang menjadi sumber

eksistensi badan hukum tersebut. Sebagai konsekwensinya, keberadaan badan hukum

tidak tergantung pada kehendak para pendirinya atau para anggotanya tetapi apa yang

ditentukan oleh hukum.

Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang

menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya Yayasan, maka segala keinginan sosial,

keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah

diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa

Yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan

(20)

Berkaitan dengan tujuan Yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi

Mahkamah Agung di mana sebelum berlakunya UUY menjadi acuan bagi Yayasan

untuk penentuan tujuan Yayasan adalah laba. Akta Pendirian Yayasan adalah akta

yang dibuat di hadapan Notaris yang berisikan keterangan mengenai identitas dan

kesepakatan para pihak untuk mendirikan Yayasan beserta Anggaran Dasarnya.10

Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang

independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan

yayasan, maupun para pengurus serta organ yayasan lainnya.11 Yayasan merupakan

suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai

tujuan idiil.12

Sebelum lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001

tentang Yayasan, pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan kebiasaan

dalam masyarakat, doktrin, dan yurisprudensi. Keberadaan yayasan di Indonesia yang

tidak diatur dalam suatu undang-undang telah menimbulkan berbagai masalah, baik

masalah yang timbul karena tidak sesuainya maksud dan tujuan yayasan maupun

masalah hukum.13

10

AB. Sutanto, Dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 1.

11

Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia suatu panduan Komprehensif, (Jakarta: Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002), hlm. 4.

12

I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), hlm. 60. 13

(21)

Organ yayasan terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas14, yang

masing-masing organ tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam

melakukan pengelolaan dan pengurusan yayasan.

Pelaksanaan kegiatan yayasan dilakukan sepenuhnya oleh pengurus yayasan.

pengurus yayasan menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan

mempunyai tanggungjawab yang besar, baik ke dalam maupun ke luar.15

Keberhasilan yayasan bergantung kepada organ pengurusnya, sebagai organ

yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsi yayasan.16

Dalam melakukan tugasnya, pengurus yayasan didasarkan pada prinsip: fiduciary

duty, duty of skill and care, statutory duty, dengan tujuan agar para pengurus dan

penyelenggara yayasan melaksanakan tugasnya secara jujur dan adanya itikad baik,

sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan dan mempedomani ketentuan

prinsip-prinsip yang terdapat dalam doktrin fiduciary duty yang telah disepakati, artinya

apabila menyalahi wewenang dari ketentuan yang telah ada, secara internal dan

eksternal pengurus yayasan dapat dimintai pertanggungjawabannya.17

Prinsip fiduciary duty berlaku bagi direksi/pengurus dalam menjalankan

tugasnya, baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai

representasi dari perseroan/yayasan. Pengurus bertanggungjawab sepenuhnya atas

14

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

15

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan, (Bandung: Refika Aditama, 2006). hlm. 68.

16

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: PT. Abadi, 2003), hlm. 104.

17

(22)

kepengurusan, baik untuk kepentingan maupun tujuan yayasan serta mewakili

yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan,18 sesuai dengan asas persona

standi in judicio, berarti pengurus mewakili yayasan dalam melakukan gugatan atau

digugat.

Jika pengurus yayasan melakukan perbuatan-perbuatan di luar batas-batas

wewenangnya (di luar tujuan sosial yayasan), badan hukum yayasan tidak terikat dan

para pengurus pribadilah yang terikat dan bertanggungjawab sepenuhnya.19

Di samping ketentuan yang tercantum di dalam peraturan

perundang-undangan, kewenangan bertindak pengurus dibatasi berdasarkan maksud dan tujuan

yayasan, sebagaimana dicantumkan di dalam Anggaran Dasar. Ketentuan yang diatur

dalam Anggaran Dasar. Anggaran Dasar hanya dapat diubah sesuai dengan

keterbukaan aturan yang ada dalam Anggaran Dasar tersebut. Jika ketentuan

mengenai perubahan Anggaran Dasar tidak ada, serta tidak pula diatur oleh peraturan

perundang-undangan, maka yang dapat mengadakan perubahan Anggaran Dasar

adalah Pengadilan.20

Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ

yayasan dan kekuatan mengikat Anggaran Dasar. Bagaimanapun dan dengan alasan

apapun Anggaran Dasar tidak dapat dikesampingkan. Seandainya pengurus yayasan

ingin melakukan perbuatan di luar dari ketentuan Anggaran Dasar, maka yang harus

18

Pasal 35 ayat (2) Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

19

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Yayasan, Wakaf,

(Bandung: Alumni, 2004), hlm. 113. 20

(23)

dilakukan terlebih dahulu adalah dengan cara mengubah Anggaran Dasar sesuai

dengan ketentuan UU Yayasan dan Anggaran Dasar itu sendiri, sehingga dengan

demikian Pengurus Yayasan hanya menjalankan apa yang dikenal sebagai perwakilan

statuter yakni perwakilan berdasarkan Anggaran Dasar Artinya wewenang pengurus

tidak timbul dari peraturan perundang-undangan melainkan hanya berdasarkan

Anggaran Dasar.21

Berbicara mengenai Badan Hukum Pendidikan, ada berbagai masalah yang

timbul dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, diantaranya mengenai

hubungan antara Yayasan dan satuan pendidikan. Dalam penjelasan RUU tentang

Badan Hukum Pendidikan22 bahwa dalam rangka reformasi di bidang pendidikan,

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah

disusun berdasarkan visi pendidikan Nasional. Visi tersebut adalah terwujudnya

sistem pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk

memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia

yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang

selalu berubah.23

Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan juga mempunyai kesamaan

dalam hal pertanggungjawaban pengurus dalam melaksanakan kegiatan yayasan.

21

Ibid. hlm. 114. 22

Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan telah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang pada tanggal 17 Desember 2008, dan diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009 dengan nama Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4965.

23

(24)

Yayasan sangat tergantung pada wakil-wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum,

agar yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut yayasan

harus mempunyai organ

Pembina yayasan merupakan organ mempunyai kewenangan yang tidak

diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang atau anggaran dasar.

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam yayasan, pembina juga mempunyai

tugas utama memonitor usaha pencapaian maksud dan tujuan yayasan dengan

mengadakan rapat tahunan untuk melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan

kewajiban yayasan tahun yang lampau, sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan

mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan. Ketentuan mengenai rapat

pembina diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUY. Pembina mengadakan

rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.

Pengurus yayasan mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan

kepangurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata-mata untuk mencapai

maksud dan tujuan yayasan. Pengurus yayasan diangkat boleh pembina berdasarkan

keputusan rapat pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun. Berdasarkan

UUY, secara tegas diatur bahwa pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam

maupun di luar Pengadilan. Hak untuk mewakili yayasan tersebut berkaitan dengan

tugas-tugas pengurus yayasan sebagai pelaksana kepengurusan yayasan.

Pengawas yayasan adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan serta

memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Yang dapat

(25)

perbuatan hukum. Setiap anggota pengawas yang dinyatakan bersalah dalam

melakukan pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan,

masyarakat, dan/atau negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu

paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,

tidak dapat diangkat menjadi pengawas yayasan manapun.24

Satuan pendidikan yang berbentuk badan hukum diperuntukkan bagi

pendidikan formal dan pendidikan nonformal yang bertujuan mencerdaskan spiritual,

emosional, intelektual, sosial dan psikomotorik.25

Badan Hukum Yayasan bergerak dalam bidang pendidikan berdasarkan

prinsip-prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan prima,

non dikriminasi, keberagaman, keberlanjutan dan partisipatif.26

Salah satu amanah reformasi yang masuk dalam substansi UU Sisdiknas,

adalah tentang badan hukum pendidikan. Pasal 53 UU Sisdiknas, Pasal 53 UU

Sisdiknas mengatur bahwa penyelenggaraan dan/atau satuan pendidikan formal yang

didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, yang

berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba

dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan (ayat 1,

2 dan 3). Substansi Pasal 53 UU Sisdiknas yang mencantumkan kata nirlaba, guna

membendung liberalisasi pendidikan serta komersialisasi dan kapitalisasi dalam

pengelolaan pendidikan formal.

24

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hlm. 107-108. 25

http://www,polarhome.com/pipermail-m/2002-October/000408.html 26

(26)

Mencermati ketentuan UU Yayasan dan UU Pendidikan Nasional, menjadi

menarik untuk diteliti secara hukum mengenai tugas dan wewenang pengurus

yayasan di bidang pendidikan, sistem pertanggungjawaban pengurus yayasan atas

pelanggaran prinsip fiduciary duty, dan pertanggungjawaban pengurus yayasan

berdasarkan prinsip badan hukum pendidikan, namun dalam kenyataannya belum

sepenuhnya ketentuan tersebut dilaksanakan khususnya yayasan yang

menyelenggarakan bidang pendidikan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi

pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana tugas dan wewenang pengurus yayasan dalam ketentuan

Undang-Undang Yayasan?

2. Bagaimana prinsip pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran

prinsip fiduciary duty?

3. Bagaimana kedudukan dan tanggung jawab pengurus yayasan dalam bidang

pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami tugas dan wewenang pengurus yayasan

(27)

2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip pertanggungjawaban pengurus

yayasan atas pelanggaran prinsip Fiduciary Duty

3. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan dan tanggung jawab pengurus

yayasan dalam bidang pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis, maupun secara praktis antara lain, yaitu:

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran

di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam

disiplin ilmu hukum perdata terutama berkaitan dengan bidang yayasan, dan juga

diharapkan bisa memberikan masukkan bagi penyempurnaan perangkat peraturan

mengenai yayasan dan tanggung jawab pengurus yayasan.

Secara praktis, penelitian ini untuk memberikan pemahaman yang mendalam

mengenai tugas dan wewenang pengurus yayasan dalam ketentuan Undang-Undang

Yayasan, prinsip pertanggungjawaban pengurus yayasan atas pelanggaran prinsip

fiduciary duty, serta mengetahui dan memahami kedudukan dan tanggung jawab

pengurus yayasan dalam bidang pendidikan.

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang

(28)

Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004”.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal

tersebut di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan baik mengenai judul

maupun permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya. Dengan demikian, penelitian

ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum

menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran

dan keadilan yang menentukan bahwa lintas hukum dalan kehidupan masyarakat

memerlukan adanya alat bukti yang mengatur dengan jelas hak dan kewajiban

seseorang sebagai subjek hukum.

Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal, untuk mengujudkan keinginan

manusia, keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif, dari sisi sosial

kemanusiaan.27

Berbagai macam yayasan dengan berbagai karakteristiknya dapat dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengatasnamakan organisasi nirlaba, ternyata

banyak sekali yayasan telah keluar dari jalurnya.28

27

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 2. 28

(29)

Yayasan menjadi semacam holding company yang banyak mendominasi

kegiatan ekonomi melalui berbagai Badan Usaha yang diciptakannya. Sebagai

akibatnya, yayasan menjadi semacam payung untuk mendukung aktivitas yang bukan

lagi bergerak pada bidang sosial, keagamaan, kemanusiaan.29

Pertumbuhan yayasan yang tidak diimbangi dengan pengaturan yang

memadai terhadap yayasan itu sendiri, menyebabkan masing-masing pihak yang

berkepentingan memberikan penafsirannya sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan

dan tujuan mereka.30 Ada kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan

maksud untuk berlindung dibalik status hukum institusi yayasan.

Yayasan tidak cuma dipakai sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial,

keagamaan atau kemanusiaan, kadangkala untuk memperkaya diri pendiri, pengurus,

serta pengawasnya. Tujuan komersial dan penghindaran pajak yang merugikan

negara, bahkan lebih buruk dijadikan sebagai tempat Money Loundering.31

Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, yayasan sebagai badan hukum

(rechtspersoon), sudah lama diakui meskipun belum ada undang-undang yang

mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai

legal entity.32

Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial Persoon” (orang ciptaan

hukum) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia

29

AB. Sutanto, Op.Cit., hlm. 1. 30

Ibid. hlm. 6. 31

Dikutip dari pendapat Akil Muchtar, Anggota Komisi II DPR, dari Fraksi Golkar, yang dimuat dalam “UU Yayasan Harus Cegah Praktek Money Loundering”, (Pelita: 222 Maret 2001, hlm.12.

32

(30)

selaku wakilnya, mengenai wakil Yayasan, sebelum berlakunya Undang-Undang

Yayasan dimuat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia dalam Keputusan

Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1977 No. 124K/Sio/1973 dalam Pertimbangannya

menyatakan bahwa pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar

Pengadilan, setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan secara tegas diatur bahwa

pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan.33

Hak untuk mewakili yayasan tentu berkaitan dengan tugas pengurus yayasan

sebagai pelaksana kepengurusan yayasan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya

yayasan dibina, diurus dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ

yayasan adalah: pembina, pengawas, dan pengurus.34 Yayasan sangat bergantung

pada organ pengurus sebagai organ yang dipercaya untuk melakukan kegiatan dan

melaksanakan fungsinya. Dengan demikian antara yayasan dengan organ pengurus

terdapat fiduciary relationship yang melahirkan fiduciary duties, berarti keberadaan

organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan yayasan yang dipertegas

dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.35

Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara yayasan

dengan organ yayasan, maka Undang-Undang Yayasan juga mengatur mengenai

33

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 99. Perhatikan juga, Pasal 35 angka 1, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001.

34

Ibid. hlm. 93. 35

(31)

adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor

tetap, dengan tujuan guna menghindari conflict of interest antara kepentingan yayasan

dengan kepentingan pribadi organ yayasan.36

Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas sesuai

dengan penjelasan Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maksud dari

larangan perangkapan jabatan tersebut untuk menghindari kemungkinan tumpang

tindih kewenangan tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan

pengawas, yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain.37

Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan kepercayaan yang diberikan

oleh pendiri/pembina. Dalam beberapa segi khususnya yang berkaitan dengan

penerapan prinsip-prinsip kerja, pengurus suatu yayasan dapat dipersamakan dengan

direksi dalam suatu perseroan terbatas. Pengurus yayasan dalam menjalankan tugas

kepengurusannya harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Bertindak dengan itikad baik.

b. Memperhatikan kepentingan yayasan, bukan kepentingan pembina, pengawas atau pengurus yayasan.

c. Kepengurusan yayasan harus dilakukan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dengan tingkat kecerdasan yang wajar, dengan ketentuan bahwa pengurus tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri. d. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan

benturan kepentingan antara kepentingan yayasan dengan kepentingan Pengurus yayasan.38 Hak dalam menjalankan kegiatan usahanya yayasan

36

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 94. 37

Ibid. 38

(32)

dibina, diurus dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagai organ yayasan adalah: pembina, pengawas, dan pengurus.

Ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi/pengurus suatu perusahaan/yayasan,

yaitu:

a. Fungsi manajemen, dalam arti pengurus melakukan tugas memimpin

perusahaan/yayasan,

b. Fungsi representasi, dalam arti pengurus mewakili yayasan di dalam dan

di luar Pengadilan. Prinsip mewakili yayasan di luar Pengadilan menyebabkan

yayasan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau

kontrak-kontrak yang dibuat oleh pengurus atas nama dan untuk kepentingan

yayasan.39

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2), pengurus yayasan dalam melakukan

tugasnya didasarkan pada itikad baik, hal ini menunjukkan bahwa pengurus dalam

melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty, sedangkan ketentuan Pasal 35 ayat

(5) menunjukkan bahwa pengurus di samping fiduciary duty, juga harus melakukan

tugasnya berdasarkan statutory duty.40

Konsekwensi hukum dari organ yayasan yang berupa pembina, pengurus, dan

pengawas yayasan, yaitu undang-undang melarang organ pengurus yayasan

merangkap sebagai anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau

pengawas dari badan usaha yang didirikan yayasan tersebut. Tujuan dari

39

Lihat juga, Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modren dalam Corporate Law & Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002). hlm. 60-61.

40

(33)

undang ini memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha

tersebut karena adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar

tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila

terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.41

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diharapkan akan menjadi dasar hukum yang

kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia serta menjamin kepastian dan

ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya

berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.42

Memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang

diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dapat disimak bahwa yayasan

merupakan:

a. Suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan serta tidak mempunyai anggota, artinya aset yang dimiliki secara khusus hanya boleh digunakan untuk kepentingan tujuan yayasan dan bukan peruntukan bagi orang perorangan yang terlibat dalam yayasan.

b. Tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas yayasan. Dengan kata lain, mereka adalah pekerja sukarela tanpa boleh menerima imbalan uang apapun. Bahkan sebagai organ yayasan, mereka terikat dengan ketentuan yang mewajibkan bahwa yayasan membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan tugas yayasan.

c. Meskipun yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya harus sesuai dengan maksud tujuan yayasan, pembina, pengurus dan pengawas yayasan tidak boleh merangkap sebagai direksi, pengurus, komisaris, ataupun pengawas dari badan usaha tersebut.43

41

L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Kariatif atau Komersial, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hlm. 2.

42

Chatamarrasjid, Ais, Op.Cit., hlm. 2. 43

(34)

d. Pembina selaku organ yayasan memiliki wewenang yang tinggi karena dapat mengangkat serta memberhentikan pengurus dan pengawas. Guna membatasi kewenangan tersebut, pembina tidak boleh merangkap menjadi pengurus dan ataupun pengawas.

e. Pengalihan/pembagian kekayaan yayasan baik langsung maupun tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan ataupun pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap yayasan, merupakan tindak pidana.44

2. Landasan Konseptual

Untuk menghindari kesalahpahaman atas istilah yang dipergunakan dalam

penelitian ini, berikut dijelaskan maksud dari istilah-istilah yang dipakai dalam

penelitian ini, yaitu:

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.45

Badan hukum merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia dan

merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu rechtspersoon, juga merupakan

terjemahan peristilahan persona moralis (latin), legal persons (Inggris)46

Kekayaan yayasan merupakan modal bagi usaha yayasan yang berasal dari

modal para pendiri sebagai modal awal, dan kekayaan yang berasal dari

sumber-sumber lain, dan yang dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan tidak menikat,

44

Ibid.

45

Pasal 1 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

46

(35)

wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan

Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku47.

Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak

diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang atau Anggaran

Dasar.48

Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.49

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta

memberikan nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.50

Fiduciary adalah memegang sesuatu dalam kepercayaan atau seseorang yang

memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain.51

Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni

manusia.52

Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang

saling terkait, secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.53

47

Pasal 26 ayat (1) dan (2) UUY. 48

Pasal 28 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

49

Pasal 31 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

50

Pasal 40 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

51

Chatamarrasjid Ais, Op.Cit., hlm. 109. 52

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Alumni, Bandung, 1989), hlm. 61.

53

(36)

Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal atau nonformal pada setiap jenjang

dan jenis pendidikan.54

Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan pendidikan.

Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum bagi penyelenggaraan dan/

atau satuan pendidikan formal, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan

kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri

untuk memajukan satuan pendidikan.55

Prinsip nirlaba merupakan prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak

mencari laba, sehingga seluruh hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan

harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan

kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.56

Ketentuan hukum positif dalam aturan-aturan tertulis yang secara jelas

memberikan landasan yuridis mengenai Yayasan, dan mengembalikan fungsi

Yayasan sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan pendiriannya

yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan dan menambah nilai akan

keberadaan dan status hukum Yayasan mengenai kewajiban-kewajiban (liabilities),

54

Pasal 1 angka 10 UU Sisdiknas. Pasal 1 angka 8 UUBHP menyebutkan satuan pendidkan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.

55

http:/pih.diknas.go.id/bhp/ 56

(37)

kedudukan dan tugas yang jelas dari pada pendiri, pengawas, pembina dan pengurus,

serta memberikan perlindungan hukum bagi aset-asetnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berdasarkan objek penelitiannya yang berupa ketentuan hukum positif, maka

metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif.57

Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini juga dilakukan

dengan menganalisis hukum baik tertulis di dalam buku (law as it written in the book),

maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is

decided by the judge through judicial process) atau yang sering disebut dengan

penelitian doktrinal.58

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif,

dengan tujuan mendapatkan hasil secara kualitatif, maka pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan perundang-undangan (statute-approach), dilakukan dengan cara

penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca, mempelajari dan

menganalisa literatur/buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lain.

57

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). hlm. 36.

58

(38)

Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan

disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang

objeknya hukum itu sendiri.59

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif,

maka sumber bahan hukum berupa:

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan Undang-Undang-Undang-Undang No. 9

tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan judul penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para

ahli, makalah-makalah, dan media internet.60

59

A.M Tri Anggraeini, Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Purse Ilegal atau Rule of Reason, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2003), hlm. 12.

60

(39)

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.61

3. Metode Pengumpulan Sumber Bahan Hukum

Metode pengumpulan sumber bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan

melalui prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier, bahan hukum yang telah diinventarisasi tersebut, dilakukan

klasifikasi serta dianalisis untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat

atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek

penelitian.

4. Analisis Sumber Bahan Hukum

Terhadap bahan hukum, diolah dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif

yaitu dengan melakukan: Pertama, menemukan makna atau konsep-konsep yang

terkandung dalam bahan hukum (konseptualisasi). Konseptualisasi ini dilakukan

dengan cara memberikan interprestasi terhadap bahan hukum berupa kata-kata dan

kalimat-kalimat; Kedua, mengelompokan konsep-konsep yang sejenis atau berkaitan

(kategorisasi); Ketiga, menemukan hubungan di antara pelbagai kategori; Keempat,

61

(40)

hubungan di antara pelbagai kategori diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan ini

dilakukan dengan menggunakan perspektif pemikiran teoritis para sarjana.

Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diseleksi, kemudian

dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif yaitu bertolak proporsi

umum yang kebenarannya telah diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang

(41)

BAB II

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS YAYASAN DALAM

KETENTUAN UNDANG-UNDANG YAYASAN

A. Konsep Yuridis Pengurus dalam Pengelolaan Yayasan 1. Kedudukan Hukum Yayasan

Sebelumnya adanya undang-undang yang mengatur tentang yayasan,

kedudukan yayasan sebagai badan hukum (rechtspersoon) sudah diakui, dan

diberlakukan sebagai legal entity62, namun status yayasan sebagai badan hukum

dipandang masih lemah karena tunduk pada aturan-aturan yang bersumber dari

kebiasaan atau yurisprudensi.

Menurut Black’s Law Dictionary Pengertian Badan Hukum (legal entity)

adalah: “An entity, other than natural person, who has sufficient existence in legal

contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through

agents as in the case of corporation.” Berkaitan dengan Badan Hukum, terdapat

ketentuan Staatsblad 1870 No. 64 tentang Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen,

yang diterjemahkan menurut versi Engelbrecht sebagai berikut:

“Perkumpulan-perkumpulan yang tidak didirikan sebagai badan hukum menurut peraturan umum

(algemeene verordening) atau tidak diakui menurut peraturan ini, tidak dapat

melakukan tindakan-tindakan perdata”.

62

(42)

Badan hukum merupakan suatu badan yang mampu dan berhak serta

berwewenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Keberadaan badan hukum

bersifat permanen, ia tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri

atau anggotanya saja, namun juga harus memenuhi segala ketentuan dan persyaratan

yang ditetapkan dalam anggaran dasar, yang menjadi sumber eksistensi badan hukum

tersebut. Sebagai konsekwensinya, keberadaan badan hukum tidak hanya tergantung

pada kehendak para pendirinya atau para anggotanya tetapi apa yang ditentukan oleh

hukum.

Pengaturan yayasan baru ada pada tahun 2001 yaitu dengan dikeluarkannya

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang diundangkan pada

tanggal 6 Agustus 2001 (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 112) kemudian

dirubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara RI Tahun

2004 No. 4430.

Umumnya Yayasan bergerak di bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang

agama, bidang kebudayaan, dan bidang sosial. Yayasan di bidang pendidikan ada

yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan tinggi, memberikan bea siswa bagi

siswa-siswa dan mahasiswa berprestasi, membiayai pengiriman tenaga pengajar ke

luar negeri atau ke tempat-tempat lain dalam rangka peningkatan kegiatan akademis,

atau memberikan dana untuk mengadakan penelitian (research), dan sebagainya.63

63

(43)

Beberapa alasan yang dijadikan mengapa masyarakat memilih bentuk

yayasan, yaitu:

a) Proses pendiriannya sederhana,

b) Tanpa memerlukan pengesahan dari pemerintah,

c) Adanya persepsi dari masyarakat bahwa yayasan bukan merupakan subjek

pajak.64

Negara-negara yang menggunakan sistem common law, yayasan dikenal

sebagai “foundation”, atau “charitable foundation”. Menurut Black’s law Dictionary

pengertian yayasan sebagai:

Foundation, yaitu:65

“Permanent fund established and maintained by contribution for charitable, education, relegious, research, or other benevolent purpose. An institution or association given to rendering financial aid to colleges, schools, hospitals, and charities and generally supported by gifts for such purposes. The founding or building of a college or hospital. The incorporation or endowment of a college or hospital is the foundation; and he who endows it with land or other property is the founder”.

Charitable foundation, yaitu:

“An organization dedicated to education, health, relief of the poor, etc.; organized for such purposes and not for profit and recognized as such for tax purposes under I.R.C. chapter 509 (a)”.

Berdasarkan pengertian di atas, secara umum dapat dikatakan yayasan

(foundation) merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang

tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

64

Seriawan, R, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 201.

65

(44)

Beberapa pakar hukum Indonesia mendefinisikan yayasan sebagai berikut:

a) Setiawan, Soebekti, dan Wirjono Projodikoro berpendapat bahwa yayasan merupakan badan hukum.66

b) Subekti, dalam Kamus Hukum, penerbitan Pradnya Paramita, menyatakan bahwa yayasan adalah suatu badan hukum di bawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan tertentu yang legal.

c) Wirjono Projodikoro, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata tentang, Persetujuan-persetujuan Tertentu” berpendapat bahwa Yayasan adalah Badan Hukum.

d) Kancil, dan Cheristine S.T. Kansil,.67 Yayasan adalah Stichting (Bld), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.

Pengertian yayasan menjadi lebih jelas, dengan diundangkannya UUY.

Menurut Pasal 1 angka (1) UUY. Yayasan adalah “badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu

di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Kriteria dan persyaratan yang ditentukan UUY, untuk dapat menjadi suatu

badan hukum sebagai berikut:

1. Kriteria Yayasan, yaitu:

a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan;

b. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan;

c. Yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan;

d. Yayasan tidak mempunyai anggota. 2. Persyaratan Yayasan:

Untuk dapat yayasan diperlakukan dan memperoleh status sebagai badan hukum, pendirian yayasan sebagai badan hukum harus mendapat pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.68

66

Hasbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, (Varia Peradilan Tahun IX, No. 98 Nopember 1993), hlm. 89.

67

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H dan Cristine S.T. Kansil, S.H., Kamus Istilah Aneka Hukum, Cet.1 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 198.

68

(45)

Memperhatikan ketentuan Pasal 1 UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, status

Badan Hukum Yayasan, yang pada mulanya berdasarkan sistem terbuka (het open

system van rechtspersonen), menjadi sistem tertutup (de gesloten systeem van

rechtspersonen), artinya yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang (atau

berdasarkan undang-undang), bukan berdasarkan sistem terbuka yang berdasarkan

pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh yurisprudensi.69

Yurisprudensi Indonesia dalam putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia tanggal 27 Juni 1973 No. 124 K/Sip/1973 dalam pertimbangannya bahwa

pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan dan yayasan

mempunyai harta benda hibah (yakni hibah dari N.V. H.B.M), maka Mahkamah

Agung memutuskan bahwa yayasan tersebut merupakan suatu Badan Hukum.70

Badan Hukum menyandang hak dan kewajibannya sendiri, yang dapat

digugat maupun menggugat di pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan

dengan orang perorangan sebagai subjek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh

hukum.

Adanya pengakuan yayasan sebagai badan hukum, berarti yayasan sebagai

subjek hukum, seperti halnya orang. Secara teoritis diakuinya yayasan sebagai badan

hukum, menyebabkan adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau

penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu,

69

Ibid. hlm. 89. 70

(46)

mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta Notaris.71 Ciri tersebut

sama dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu: adanya kekayaan terpisah,

adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang

teratur.72

Berdasarkan hukum kebiasaan dan asumsi hukum yang berlaku umum

di masyarakat, ciri-ciri yayasan sebagai suatu entitas hukum, sebagai berikut:

1. Eksistensi yayasan sebagai entitas hukum di Indonesia belum didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengakuan yayasan sebagai badan hukum belum ada dasar yuridis yang tegas, berbeda halnya dengan PT, Koperasi dan badan hukum yang lain.

3. Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, keagamaan, sosial, kemanusiaan dan tujuan-tujuan idiil yang lain. 4. Yayasan didirikan dengan akta Notaris atau dengan surat Keputusan pejabat

yang bersangkutan dengan pendirian yayasan.

5. Yayasan tidak memiliki anggota dan tidak dimiliki oleh siapapun, namun mempunyai pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan yayasan.

6. Yayasan mempunyai kedudukan yang mandiri, sebagai akibat dari adanya kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi pendiri atau pengurusnya dan mempunyai tujuan sendiri beda atau lepas adri tujuan pribadi pendiri atau pengurus.

7. Yayasan diakui sebagi badan hukum seperti halnya orang yang berarti ia diakui sebagai subjek hukum mandiri yang dapat menyandang hak dan kewajiban mandiri, didirikan dengan akta dan didaftarkan di Kantor Kepanitraan Pengadilan Negeri setempat.

8. Yayasan dapat dibubarkan oleh Pengadilan bila tujuan yayasan bertentangan dengan hukum, dapat dilikuidasi dan dapat dinyatakan pailit.73

71

Tobing, Loemban, G.H.S, Beberapa Tinjauan Mengenai Yayasan (Stichting), Bahan Penataran Corporation Law Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, (Surakarta: Fakultas Hukum UNS, 1990), hlm. 6.

72

Pramono, Nindyo, Sertifikasi Saham PT Go Publio dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 24.

73

(47)

Semenjak keluarnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 dan mengacu pada

uraian di atas, dapat disimpulkan kedudukan yayasan sebagai badan hukum telah

diakui sebagai badan hukum privat, sehingga diakui sebagai subjek hukum mandiri

yang terpisah dengan para pendiri atau pengurusnya. Sebagai subjek hukum mandiri,

yayasan menyandang hak dan kewajiban, dapat menjadi debitur maupun kreditur,

Artinya, yayasan dapat melakukan hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga.

Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin

melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum, dengan

ketentuan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya

Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan, wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan Undang-Undang No. 28

tahun 2004. Paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2004,

yayasan belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (1)

wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dan mengajukan permohonan kepada

Menteri untuk memperoleh status badan hukum. Yayasan yang tidak menyesuaikan

Anggaran Dasarnya, berdasarkan Pasal 71 ayat (4) tidak dapat menggunakan kata

“Yayasan” dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan

Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Meskipun sebelumnya, yayasan sama sekali tidak diatur dalam

undang-undang, tetapi dalam pergaulan hidup nyata diakui keberadaannya sebagai Badan

Hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat, oleh karena ia

(48)

kekayaan yang terpisah dari barang-barang kekayaan orang-orang yang mengurus

yayasan tersebut.

Pengalihan harta kekayaan pendiri dapat menjadi kekayaan awal suatu

yayasan. Pengalihan tersebut dapat berupa uang dan barang (baik berwujud maupun

tidak berwujud) dan akan menjadi kekayaan terpisah dari pendiri atau pemiliknya

yang dapat digunakan oleh yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan

tersebut. Selain uang dan barang yang berasal dari pendiri, yayasan juga dapat

memperoleh harta berbentuk: sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf,

hibah, hibah wasiat dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran

dasar yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.74

Undang-Undang Yayasan menitikberatkan pada adanya prinsip kemandirian

(independency) yayasan, khususnya dalam rangka perolehan harta kekayaan yayasan.

Pemisahan kekayaan yayasan dari kekayaan pendiri serta pihak lain yang

menyerahkan (sebagian) kekayaannya kepada yayasan tersebut, menjadikan mereka

tidak lagi mempunyai hak, atas harta yang telah diserahkan kepada yayasan. Namun

mereka dapat melakukan kontrol terhadap yayasan berdasarkan prinsip akuntabilitas

dan prinsip keterbukaan yayasan.75

Berdasarkan UUY, maka maksud dan tujuan yayasan di Indonesia harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut:

74

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004,jo. Pasal 26 ayat (1) jo. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001.

75

(49)

a. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan (lihat Pasal 1 ayat (1) UUY).

b. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan (lihat Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUY).

c. Maksud dan tujuan yayasan wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar Yayasan (Pasal 14 ayat (2) huruf b UUY)

Maksud dan tujuan yayasan tertentu, artinya yayasan dalam melakukan

kegiatannya sebagaimana yang sudah ditentukan, yang sudah dibatasi, dan bersifat

khusus, serta tidak dapat bersifat umum.76

Memperhatikan uraian terdahulu terlihat bahwa UU Yayasan telah mengatur

secara rinci dan detail tentang internal organisasi sebuah yayasan yang meliputi

susunan struktur baku organ yayasan yaitu pembina, pengurus dan pengawas serta

pengangkatan, pemberhentian, penggantian, organ yayasan hingga kuorum rapat.

Pengaturan secara detail internal organisasi yayasan dalam UUY tampaknya

kurang didasari oleh kesadaran akan keberadaan dan keberagaman jenis yayasan yang

ada di Indonesia sehingga UUY melahirkan pengaturan yang berlebihan dan

penyeragaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Sebaiknya UUY cukup hanya

mengatur hal-hal yang pokok saja mengenai internal organisasi yayasan, dan untuk

pengaturan yang lebih detail diserahkan pada masing-masing organisasi yang akan

dituangkan dalam anggaran dasar organisasi tersebut.

Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, sesuai

dengan yurisprudensi dan doktrin telah dianut bahwa yayasan tersebut demi hukum

76

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi memiliki peran di bidang administrasi, di bidang

Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mengatur sebagai berikut, “Yayasan dapat mendirikan badan usaha dengan

Dengan berlakunya UU No.16 Tahun 2001 sebagaimana diubah melalui UU No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan) dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang

Yayasan yang telah lama berdiri sebelum adanya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini dan belum memperoleh status badan hukum harus

Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini kecendrungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status badan hukum yayasan yang tidak hanya digunakan

Diketahui, sebanyak 15 Yayasan pendidikan di Kota Padang yang diteliti, 5 yayasan belum/tidak menyesuai- kan anggaran dasarnya dengan udang-undang setelah 6 Oktober 2008 dan

Tambahan ilmu bagi penulis dalam memahami tentang yayasan sebagai badan hukum yang bersifat nirlaba dan tidak bersifat komersil atau tidak mencari keuntungan dan

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi memiliki peran di bidang administrasi, di bidang