• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Resistin Plasma Dengan Resistensi Insulin Pada Penderita Sirosis Hati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kadar Resistin Plasma Dengan Resistensi Insulin Pada Penderita Sirosis Hati"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR RESISTIN PLASMA DENGAN RESISTENSI INSULIN PADA PENDERITA SIROSIS HATI

PENELITIAN DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RS H.ADAM MALIK MEDAN

JANUARI – JULI 2010

TESIS

OLEH

HOTLAN SIHOMBING NIM 057101005

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK / RSUD DR. PIRNGADI

(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP

DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG

ILMU PENYAKIT DALAM

PEMBIMBING TESIS

(dr. MABEL SIHOMBING, SpPD-KGEH) (dr. DHARMA LINDARTO, SpPD-KEMD)

DISAHKAN OLEH

KEPALA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI

ILMU PENYAKIT DALAM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(3)

DEWAN PENILAI

1.Prof.dr.Sutomo Kasiman , SpPD-KKV

2.Dr.Zulhelmi Bustami,SpPD-KGH

3.Dr.Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH

4.Dr.Dharma Lindarto, SpPD-KEMD

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta terimakasih kepada Allah Yang Maha Kuasa, di dalam nama Yesus Kristus, saya dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul : ‘HUBUNGAN KADAR RESISTIN PLASMA DENGAN RESISTENSI INSULIN PADA PENDERITA SIROSIS HATI’.

yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli

di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih

dan rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan yang memberi segala kemudahan dan

perhatian besar kepada kami selama menjalankan studi. Dan saat ini juga saya

mengucapkan terima kasih dan penghargaan saya yang setinggi-tingginya kepada

seluruh staf pengajar Departemen Penyakit Dalam FK USU, RSUP H. Adam Malik

dan RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. dr. Zulhemi Bustami, SpPD-KGH dan dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai

ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan

sungguh-sungguh telah membantu dan memudahkan penulis hingga tulisan ini bisa

dibacakan di meja hijau dan kemudian untuk diuji dan kemudian diperbaiki oleh

sidang tim penguji. Kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih yang

setinggi-tingginya kepada sidang tim penguji saya :

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof.dr.Lukman Hakim Zain SpPD –KGEH selaku Kepala Divisi

Gastro Enterologi dan Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK-USU,kepada dr.Mabel H.M. Sihombing SpPD-KGEH selaku pembimbing I yang

memberikan judul ini untuk saya teliti dan dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD sebagai

pembimbing II. Saya merasakan benar-benar tulusnya bantuan Bapak dalam

penyelesaian penelitian dan karya tulis ini, Bapak tak jemu dan tak lelah dalam

mengoreksi karya tulis ini, hanya doa yang dapat saya panjatkan kiranya berkat

(5)

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD Dr Pirngadi/ RSUP

H. Adam Malik Medan, Prof Dr Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, Prof Dr Bachtiar

Fanani Lubis SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum SpPD-Kpsi, Prof Dr Sutomo

Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof Dr

Pengarapen Tarigan SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehad Sjah SpPD-KR, , Prof Dr M

Yusuf Nasution SpPD-KGH, Prof Dr Azmi S Kar SpPD-KHOM, Prof Dr Gontar A

Siregar SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr Betthin Marpaung

KGEH, Dr Sri M Sutadi KGEH, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis

SpPD-KGH, Dr Abiran Nababan SpPD-KGEH, Dr Juwita Sembiring SpPD-KGEH, Dr

Alwinsyah Abidin KP, Dr Dharma Lindarto KEMD, Dr Umar Zein

SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr Josia Ginting SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP, alm

Dr R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH, Dr EN Keliat SpPD-KP, DR Dr Blondina

Marpaung KR, Dr Leonardo B Dairi KGEH, dr Dairion Gatot

SpPD-KHOM, dr Rustam Efendi YS SpPD,KGEH, Dr Zainal Safri SpPD SpJP yang

merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk

kepada saya selama mengikuti pendidikan.

5. Dr Armon Rahimi, SpPD-KPTI, alm Dr Heriyanto Yoesoef SpPD, Dr Daud Ginting

SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto SpPD,

Dr Zuhrial Zubir SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD-KGEH, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin

Damanik SpPD, Dr Haryanto Tobing SpPD, Dr Rahmat Isnanta SpPD, Dr Santi

Safril SpPD, Dr Jerahim Tarigan SpPD, Dr Endang Sembiring SpPD, Dr Maringan

Lumban Gaol SpPD, Dr Hariyani Adin SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Savita

Handayani SpPD, Dr Franciscus Ginting SpPD, Dr Syafrizal Nasution SpPD, Dr

Deske SpPD, dr Imelda REY SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang

telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

6. Para sejawat PPDS-Interna, paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian Penyakit

Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan.

7. Khusus buat teman-teman penulis dr. Radar Tarigan, SpPD, dr. Ameliana Purba

SpPD, dr. Rudi Dwilaksono, dr. Dharma Muda, dr. Safrian, dr. Erwinsyah, dr.Faisal,

(6)

mengalami banyak suka duka bersama, selama menjalani pendidikan sehingga

terjalin rasa persaudaraan yang erat.

8. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M Kes yang telah memberikan bantuan yang

tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini dan statistik yang

dibutuhkan pada penulisan tesis ini.

9. Kepada dr. Iskandar , dr. Zachri, dr. Medina Yuliza, pihak PRODIA yang diwakili

oleh Ibu Marisa dan ibu Rima, terima kasih atas segala bantuannya dari

pengumpulan data dan sampel sampai proses pengerjaan sampel dan penulisan

akhir tesis penelitian saya ini.

10. Kepada kedua orangtua saya, bapak tercinta alm.Drs. A.H Sihombing yang selalu

menjadi sumber inspirasi , kebanggaan dan panutan saya dan mama alm. Dra.D.br

Silalahi yang saya kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan

perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa bapak dan mama yang tiada

mungkin terucapkan dan terbalaskan, Namun puji syukur selalu padaNya, luar biasa

berkat dan karunia Tuhan pada kita. Demikian juga kepada Bapak mertuaku Ir.R

Silalahi dan ibu mertuaku N br.Simanjuntak. terimakasih untuk segala jerih

payah dan pengorbanan yang bapak/ Ibu berikan. Kiranya Tuhanlah yang

membalasnya

11. Bapak mertua dr.Mangara Silalahi SpPD/ ibu br.Napitupulu,yang luar biasa

mendukung saya dan memberikan inspirasi selama saya mengikuti pendidikan

PPDS Penyakit Dalam, terima kasih untuk segala jerih payah dan pengorbanan

yang bapak/ibu berikan. Kiranya Tuhanlah yang membalasnya.

12. Kepada istriku tercinta Melvy R. Silalahi,SE, terimakasih untuk segala keikhlasanmu

dalam kesabaran, kebijaksanaanmu dalam memberi dorongan, bantuan, serta

semangat sehingga perjuangan dalam melewati sekolah ini bisa tercapai. Kepada

anakku yang kusayangi Jordan Hamonangan dan Jonathan Christiano Sihombing

yang senantiasa menjadi pendorong semangat serta pelipur lara bagiku selama

mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas rasa sayang yang Jordan dan

Jonathan berikan. Harapan saya kiranya Tuhan jugalah yang memperkenankan kita

(7)

berkat yang didapat, kiranya Tuhan jugalah yang memberi kesempatan untuk itu

bisa berguna bagi semua umatNya.

13. Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan

dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,

dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan

kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Pengasih, dan

Maha Pemurah, di dalam nama Yesus Kristus. Amin.

Medan, September 2010

(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar vi

Daftar isi viii

Daftar gambar dan tabel ix

Daftar singkatan x

Abstrak xi

Bab I Pendahuluan 1

Bab II Tinjauan Pustaka 5

Bab III Penelitian Sendiri 24

Bab IV Hasil Penelitian 39

Bab V Pembahasan 46

Bab VI Kesimpulan dan Saran 49

Daftar Pustaka 50

Lampiran 1 Master Tabel 58

Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian 59

Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah Penjelasan 63

Lampiran 4 Profil Peserta Studi 65

Lampiran 5 Etika Kedokteran 66

(9)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1 pengaruh HG dan resistensi insulin pada penyakit hati kronis 13

Gambar 2 Patofisiologi Hepatogenous diabetes 14

Tabel 1 Sebab-sebab hepatitis kronis dan sirosis hati 7

Tabel 2 Skor Child Pugh 9

Tabel 1 Karakteristik demografi dan klinis penderita sirosis hati dan normal 41

Tabel 2 Rerata nilai laboratorium penderita sirosis hati 42

Tabel 3 Kadar resitin plasma dan resistensi insulin pada sirosis hati dan normal 43 Tabel 4 Rerata kadar resistin plasma & HOMA IR sesuai kriteria Child Pugh 44

Tabel 5 Hubungan resistin plasma dengan HOMA IR dan parameter klinis 45

(10)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

KGD Kadar Gula Darah

KGD N Kadar Gula Darah Nuchter

SH Sirosis Hati

TNF α Tumour Necrosis Factor α

IL-6 Interleukin 6

IMT Indeks Massa Tubuh

USG Ultra Sonografi

HD Hepatogenous Diabetes

HCC Hepatoceluler Carcinoma

CP Child Pugh

DM Diabetes Mellitus

(11)

HUBUNGAN KADAR RESISTIN PLASMA DENGAN RESISTENSI INSULIN PADA PENDERITA SIROSIS HATI

Hotlan Sihombing, Mabel Sihombing,Dharma Lindarto Lukman Hakim Zain

Bagian Penyakit Dalam Divisi Gastro Entero Hepatologi RS H. Adam Malik/

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang

Pada Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin diikuti dengan

perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin

dan intoleransi glukosa, dan resistin plasma secara langsung berkorelasi dengan

insulin plasma puasa, HOMA-IR dan berkorelasi secara negatif dengan kadar

transaminase serum, namun studi sebelumnya menyebutkan bahwa kadar

resistin plasma meningkat pada Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan

semakin memberatnya tingkat kerusakan sirosis hati.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma

(12)

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010 dengan

metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 30 orang, 20

orang penderita Sirosis hati, 10 orang normal yang berobat rawat jalan di

poliklinik dan rawat inap Gastroentero Hepatologi RSHAM. Semua penderita

dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, USG, pemeriksaan laboratorium,

resistin plasma, insulin puasa dan KGD puasa .Kadar resistin plasma dan

resistensi insulin diuji dengan Spearman’s

Hasil

Kadar resistin plasma meningkat pada penderita sirosis dibanding dengan nilai

normalnya (29,597 ± 18,708ng/ml vs 17,328 ± 14,616 ng/ml), dan resistin plasma

meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kerusakan hati (Child B : Child

C = : 28,7590±20,635 ng/ml : 30,4350±17,650 ng/ml), The Homeostasis Model

Assesment Insulin Resistance (HOMA-IR) meningkat pada penderita sirosis hati

dibanding dengan nilai normalnya(38,02 ± 46,116 vs 13,64 ± 8,719 , p<0,05)

serta didapatkan korelasi positif antara resistin dengan IMT, albumin, KGD

puasa dan insulin plasma puasa.

Kesimpulan

Kadar resistin plasma meningkat pada penderita Sirosis hati dan peningkatan

kadar resistin dapat menyebabkan resistensi insulin pada penderita sirosis hati

yang lanjut.

Kata kunci :

(13)

Relationship between Serum Resistin Concentrations and

Insulin Resistance in Patient of Liver Cirrhosis

Hotlan Sihombing, Mabel Sihombing,Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain

Department of Internal Medicine - Division of Gastroenterohepatology H. Adam Malik

Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

Abstract

Background

In liver cirrhosis, impaired insulin sensitivity and subsequent alteration in glucose

,metabolism, such as high prevalence of insulin resitance and glucose

intolerance are reported and resistin level positively correlated with fasting

plasma insulin, HOMA-IR and negatively correlated with serum transaminase

levels.Several study before reported that presence of high plasma resistin levels

in patients with liver cirrhosis relative to the kontrol and these level increased in

proportion with the severity of liver cirrhosis .

Objective

We want to determine the difference and correlate increased of plasma resistin

(14)

Method

The research had been done since March 2010 until July 2010 with cross

sectional method. The amount of participant examined 30 patients with 20

patients liver cirrhosis and 10 patients normal which outpatient in clinic and

hospitalized in Adam Malik hospital. Of all patients were performed anamnese,

physical diagnostic, Ultrasonography, laboratory examination, plasma resistin

levels, fasting plasma insulin and fasting plasma glucose levels. Plasma resistin

concentrations and insulin resistance were analyzed by Spearman’s

Results

Plasma resistin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis

relative to its normal value (29,597 ± 18,708ng/ml vs 17,328 ± 14,616 ng/ml) and

this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis (Child B : Child

C = : 28,7590±20,635 ng/ml : 30,4350±17,650 ng/ml), The Homeostasis Model

Assesment Insulin Resistance (HOMA-IR) were also significantly decrased in

patients with liver cirrhosis in comparison to controls (38,02 ± 46,116 vs 13,64 ±

8,719 , p<0,05) and positive correlation between plasma resistin and BMI,

albumin and fasting plasma glucose and fasting plasma insulin.

Conclusion

Plasma resistin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis and

this level increased resistin may contribute to insulin resistance in patients with

advanced liver cirrhosis.

Key word

(15)

HUBUNGAN KADAR RESISTIN PLASMA DENGAN RESISTENSI INSULIN PADA PENDERITA SIROSIS HATI

Hotlan Sihombing, Mabel Sihombing,Dharma Lindarto Lukman Hakim Zain

Bagian Penyakit Dalam Divisi Gastro Entero Hepatologi RS H. Adam Malik/

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang

Pada Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin diikuti dengan

perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin

dan intoleransi glukosa, dan resistin plasma secara langsung berkorelasi dengan

insulin plasma puasa, HOMA-IR dan berkorelasi secara negatif dengan kadar

transaminase serum, namun studi sebelumnya menyebutkan bahwa kadar

resistin plasma meningkat pada Sirosis hati dan peningkatan ini sejalan dengan

semakin memberatnya tingkat kerusakan sirosis hati.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma

(16)

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010 dengan

metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 30 orang, 20

orang penderita Sirosis hati, 10 orang normal yang berobat rawat jalan di

poliklinik dan rawat inap Gastroentero Hepatologi RSHAM. Semua penderita

dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, USG, pemeriksaan laboratorium,

resistin plasma, insulin puasa dan KGD puasa .Kadar resistin plasma dan

resistensi insulin diuji dengan Spearman’s

Hasil

Kadar resistin plasma meningkat pada penderita sirosis dibanding dengan nilai

normalnya (29,597 ± 18,708ng/ml vs 17,328 ± 14,616 ng/ml), dan resistin plasma

meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat kerusakan hati (Child B : Child

C = : 28,7590±20,635 ng/ml : 30,4350±17,650 ng/ml), The Homeostasis Model

Assesment Insulin Resistance (HOMA-IR) meningkat pada penderita sirosis hati

dibanding dengan nilai normalnya(38,02 ± 46,116 vs 13,64 ± 8,719 , p<0,05)

serta didapatkan korelasi positif antara resistin dengan IMT, albumin, KGD

puasa dan insulin plasma puasa.

Kesimpulan

Kadar resistin plasma meningkat pada penderita Sirosis hati dan peningkatan

kadar resistin dapat menyebabkan resistensi insulin pada penderita sirosis hati

yang lanjut.

Kata kunci :

(17)

Relationship between Serum Resistin Concentrations and

Insulin Resistance in Patient of Liver Cirrhosis

Hotlan Sihombing, Mabel Sihombing,Dharma Lindarto, Lukman Hakim Zain

Department of Internal Medicine - Division of Gastroenterohepatology H. Adam Malik

Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

Abstract

Background

In liver cirrhosis, impaired insulin sensitivity and subsequent alteration in glucose

,metabolism, such as high prevalence of insulin resitance and glucose

intolerance are reported and resistin level positively correlated with fasting

plasma insulin, HOMA-IR and negatively correlated with serum transaminase

levels.Several study before reported that presence of high plasma resistin levels

in patients with liver cirrhosis relative to the kontrol and these level increased in

proportion with the severity of liver cirrhosis .

Objective

We want to determine the difference and correlate increased of plasma resistin

(18)

Method

The research had been done since March 2010 until July 2010 with cross

sectional method. The amount of participant examined 30 patients with 20

patients liver cirrhosis and 10 patients normal which outpatient in clinic and

hospitalized in Adam Malik hospital. Of all patients were performed anamnese,

physical diagnostic, Ultrasonography, laboratory examination, plasma resistin

levels, fasting plasma insulin and fasting plasma glucose levels. Plasma resistin

concentrations and insulin resistance were analyzed by Spearman’s

Results

Plasma resistin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis

relative to its normal value (29,597 ± 18,708ng/ml vs 17,328 ± 14,616 ng/ml) and

this level increased in proportion with the severity of liver cirrhosis (Child B : Child

C = : 28,7590±20,635 ng/ml : 30,4350±17,650 ng/ml), The Homeostasis Model

Assesment Insulin Resistance (HOMA-IR) were also significantly decrased in

patients with liver cirrhosis in comparison to controls (38,02 ± 46,116 vs 13,64 ±

8,719 , p<0,05) and positive correlation between plasma resistin and BMI,

albumin and fasting plasma glucose and fasting plasma insulin.

Conclusion

Plasma resistin concentrations were increased in patients with liver cirrhosis and

this level increased resistin may contribute to insulin resistance in patients with

advanced liver cirrhosis.

Key word

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hati (SH) adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat

nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kollaps disertai deposit jaringan

ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000

kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian

kesembilan di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Belum

ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun dari beberapa laporan

rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis

adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata

47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.2

Skor Child Pugh merupakan suatu skor untuk menilai cadangan fungsi hati pada

penderita sirosis hati, yang dipublikasikan oleh Child (1964). Pada awalnya skor ini

direncanakan untuk menstratifikasi pasien yang masuk kedalam kelompok resiko

sebelum menjalani operasi pemintasan. Dan sekarang ini digunakan sebagai kriteria

baku menilai keparahan penyakit hati, prognosa sirosis hati dan pembuatan daftar

pasien yang akan menjalani transplantasi hati (Child Pugh B).1,2

Variabel penting yang digunakan, ada 5 jenis yaitu kadar serum bilirubin, serum

(20)

memodifikasi kriteria Child, dimana variabel status nutrisi pada kriteria sebelumnya

digantikan dengan waktu protrombin. Untuk kadar albumin, Pugh memberikan batasan

terendah 2,8 mg/dL dimana pada kriteria Child batasan terendahnya 3 mg/dL.

Selanjutnya kriteria tersebut dikenal dengan modifikasi Child Pugh (CP). Kelima

variabel masing-masing diberi skor 1, 2 dan 3 berturut-turut sehingga jumlah skor

antara 5-15 dan jumlah skor ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C, yakni CP A

dengan skor 5-6, CP B dengan skor 7-9 dan CP C dengan skor total 10-15.1,2

Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas

insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi

resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH mengalami

resistensi insulin,dimana sekitar 60-80% adalah intoleransi glukosa, dan selanjutnya

20% berkembang menjadi Diabetes Mellitus (DM). Pada pasien SH dilaporkan bahwa

hiperinsulinemia kronis menyebabkan resistensi insulin. Namun mekanisme penyebab

gangguan ini masih belum diketahui secara benar.3 Laporan lain menunjukkan bahwa

resistin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan insulin plasma puasa

,indeks HOMA IR , dan berkorelasi secara negatif dengan sensitifitas insulin.Resistin

atau ADSF-FIZZ3 (Adipocyte-Specific Secretory Factor) merupakan hormon yang

disintesis dan yang dilepaskan dari jaringan adipose Juga dikenal sebagai faktor

sekresi adiposit yang kaya akan serine atau cysteine, panjang pre-peptida resistin pada

manusia adalah 108 asamamino (pada tikus 114 aa); dengan berat molekul -12,5 kDa .

Diantara hormon yang disintesa dan dirilis dari jaringan adiposa (adiponectin,

(21)

ADSF atau FIZZ3), resistin adalah adypocytokin yang fisiologisnya masih kontroversi

dengan penyakit obesitas dan DM tipe 24,5,6.

Banyak dari hipotesa yang dibuat tentang peranan resistin dalam metabolisme

karbohidrat. DM tipe 2 dapat diturunkan, dimana dari penelitian menunjukkan korelasi

yang kuat antara resistin dan obesitas. Yang mendasari keyakinan dikalangan mereka

yang mendukung teori ini adalah bahwa tingkat resistin serumakan meningkat dengan

meningkatnya adiposity, Secara khusus , obesitas sentral (lingkar pinggang jaringan

adiposa )tampaknya menjadi bagian paling penting dari jaringan adiposa yang

memberikan kontribusi untuk meningkatkan kadar serum resistin . kenyataan ini

menerangkan dengan baik hubungan antara pusat obesitas dan resistensi

insulin,dimana ini merupakan kekhasan DM tipe 27,8.

Walaupun tampaknya kadar resistin meningkat pada obesitas, apakah kita dapat

menyimpulkan bahwa kenaikan serum resistin memp engaruhi resistensi insulin yang

berkorelasi secara nyata dengan peningkatan adiposity? Banyak peneliti dalam studi

masing-masing telah menunjukkan bahwa ini memang terjadi dengan menemukan

korelasi positif antara kadar resistin dan resistensi insulin.28,9 ,30,31 Penemuan ini

dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut yang dikonfirmasikan dengan korelasi

langsung antara kadar resistin dan subjek dengan DM tipe 2.5,9,10,11,12

Studi yang dilakukan oleh Kakizaki dkk, mendapatkan bahwa kadar resistin plasma

tinggi pada pasien SH dibandingkan normal 7,61 ± 6.70 ng/ml vs 3.38 ± 1,68 ng/ml (P<

0,01), peningkatan kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan SH.

Adiponectin dan HOMA-IR (homeostatis model assesment insulin index) meningkat

(22)

insulin menurun secara signifikan pada pasien Sirosis Hati.5 Studi lain yang dilakukan

oleh Komatsu T. dkk bahwa nilai HOMA-IR dinyatakan positif apabila HOMA-IR ≥ 2,5.1

Dari berbagai keterangan diatas kemungkinan didapatkan hubungan antara SH dan

kadar resistin plasma, namun sejauh ini penelitian tentang resistin, khususnya pada

pasien SH belum banyak dipublikasikan di Indonesia dan belum pernah dilakukan di

Medan. Tulisan ini akan membahas mengenai hubungan kadar resistin plasma dengan

resistensi insulin pada penderita sirosis hati.

(23)

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1,2

Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita

(2,4-5:1), dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima. Sedangkan angka

kejadian sirosis hati dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara Barat.1,2

Lebih dari 40% pasien Sirosis hati asimptomatik, pada keadaan ini sirosis

ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan

insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk dan menimbulkan

sekitar 35.000 kematian pertahun. Sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan

di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Belum ada data

resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah

sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5%

seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari

seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun

dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit

(24)

Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%), penyakit hati

alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%),

hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%)

Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian

di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar

40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui,

alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali

(25)

Tabel 1. Sebab-sebab sirosis dan atau hepatitis kronis. 1

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri

dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yng padat dan lebar. Gambaran

mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat

bervariasi.1

Patogenesis sirosis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya

(26)

ekstraseluler dan proses degradasi, jika terpapar faktor tertentu secara terus menerus

(misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik) maka sel stelata akan menjadi sel

yang membentuk kolagen dan jika terus berlangsung maka jaringan hati normal akan

diganti oleh jaringan ikat.1

Penegakan diagnosa sirosis hati saat ini terdiri atas pemeriksaan fisik,

laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena

sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati.1

2.2. Skor Child Pugh

Pada tahun 1964, Child dan Turcotte mempublikasikan tentang kriteria empiris

yang mereka temukan untuk menilai cadangan fungsi hati pada penderita sirosis hati.

Variabel penting yang mereka ajukan ada 5 jenis yaitu kadar serum bilirubin, serum

albumin, ascites, gangguan neurologis dan status nutrisi. Kemudian pada tahun 1973,

Pugh dkk memodifikasi kriteria Child, dimana variabel status nutrisi pada kriteria

sebelumnya digantikan dengan waktu protrombin. Untuk kadar albumin, Pugh

memberikan batasan terendah 2,8 mg/dL dimana pada kriteria Child batasan

terendahnya 3 mg/dL. Selanjutnya kriteria tersebut dikenal dengan modifikasi Child

Pugh. Kelima variabel masing-masing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C,

yang diberi skor 1, 2 dan 3 secara berturut-turut, sehingga berdasarkan nilai total dari

kriteria ini dapat diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yakni tingkat Child Pugh A dengan

skor 5-6, tingkat Child Pugh B dengan skor 7-9 dan Child Pugh C dengan skor total

(27)

Tabel 2. Skor Child Pugh dikutip dari 1 Gangguan neurologi tidak ada minimal koma

lanjut Waktu protrombin (detik) < 4 4 – 6 >6

≠: selisih waktu protrombin dengan kontrol (detik)

Sampai saat ini kriteria yang dipakai sebagai parameter dalam upaya

menentukan prognostik sirosis hati adalah skor modifikasi Child Pugh. Kriteria ini juga

dapat dipakai untuk menilai keberhasilan terapi konservatif.2

Prognosis sirosis hati berdasarkan skor kriteria Child Pugh yang dihubungkan

dengan angka mortalitas terhadap tindakan operasi adalah Child Pugh A 10-15%, Child

Pugh B ± 30% dan Child Pugh C > 60%.1,2

2.2.1. Serum bilirubin

Bilirubin adalah suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak larut

dalam air, berasal dari destruksi sel darah merah (75%), katabolisma protein hem

(22%) dan inaktivasi eritropoesis sum-sum tulang (3%). Bilirubin yang tidak

terkonyugasi, di hati akan mengalami konyugasi dengan enzim glukoronil transferase.

Selanjutnya bilirubin terkonyugasi akan dikonversi menjadi urobilinogen di colon dan

sebagian direabsorpsi dan diekskresikan ginjal dalam bentuk urobilinogen dan

(28)

Pemeriksaan bilirubin ini dapat dengan menggunakan metode van den Bergh

assay, dimana dapat ditentukan tingkat bilirubin total dalam serum dan jumlah bilirubin

terkonyugasi ataupun tak terkonyugasi. Pada sirosis hati akan dijumpai peningkatan

produksi bilirubin.1,2

2.2.2. Serum albumin

Albumin merupakan protein plasma terbanyak dalam tubuh manusia. Kadarnya

berkisar antara 3,5-5,5 g/dL dan merupakan 60% dari seluruh protein plasma. Kadar

albumin darah merupakan hasil kecepatan sintesis hati dikurangi kecepatan degradasi

dan distribusi albumin kedalam ruang intra dan ekstra vaskuler.1,2

Sintesa albumin terutama dihati yaitu sebanyak 9-12 g/hari pada orang dewasa

normal dan merupakan 25% dari total protein hati setiap hari. Katabolisma albumin

terjadi di sel hati, dimana sebanyak ± 15% albumin yang sudah tua usianya akan diurai

kembali menjadi berbagai komponen asam amino yang kemudian siap digunakan untuk

berbagai sintesis protein yang dibutuhkan tubuh. Sisanya sebanyak 40-60% di sel otot

dan kulit. Distribusi albumin terjadi di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh

darah (cairan intertitial). Pada sirosis hati akan dijumpai rendahnya produksi albumin.1,14

2.2.3. Waktu protrombin

Protrombin (faktor II), faktor VII, IX dan X merupakan faktor koagulasi yang

dihasilkan oleh hati dimana dalam pembentukannya memerlukan vitamin K. Vitamin K

ini pun dihasilkan di hati. Adapun peranan vitamin K pada tahap karboksilasi gugus

(29)

Waktu protrombin pertama kali diperkenalkan oleh Quick tahun 1935 dimana

prinsip pemeriksaan ini, mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk

pembentukan fibrin dari plasma sitrat, setelah penambahan tromboplastin jaringan dan

ion kalsium dalam jumlah optimal. Hasil pemeriksaan waktu protrombin tergantung dari

beberapa hal seperti pengambilan bahan, penanganan bahan pemeriksaan, macam

reagen yang dipakai dan teknik pemeriksaan. Waktu protrombin merupakan ukuran

sintesis sel hati dan pada sirosis hati akan dijumpai pemanjangan waktu protrombin. 1,2

2.3 Hepatogenous diabetes

Pada penyakit hati kronis, seperti Sirosis Hati dilaporkan terjadi gangguan

sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya

prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien sirosis hati

mengalami resistensi insulin,dimana 60-80% adalah intoleransi glukosa, dan kira-kira

20% berkembang menjadi Diabetes Melitus.3

Hubungan antara penyakit hati kronis dengan gangguan metabolisme glukosa

telah diketahui dengan nama hepatogenous diabetes. Gangguan metabolisme glukosa

menjadi lebih buruk sejalan dengan progresi hepatitis kronis menjadi SH.15 Patogenesa

terjadinya DM yang terjadi pada pasien SH (hepatogenous diabetes) sangat kompleks

dan belum sepenuhnya dimengerti, tetapi diduga berkaitan dengan terjadinya resistensi

insulin yang ditandai dengan hiperglikemia dan hiperinsulinemia.15

Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dimana hati dapat

menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan

(30)

metabolisme glukosa hati, namun metabolisme insulin dilakukan oleh sel hati non

parenkimal yaitu sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal dan hepatic stellate cells (HSC)

yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan terlibat dalam modulasi metabolisme

glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran sitokin. Insulin merupakan

mediator utama pada hemostasis glukosa dan setiap perubahan aksinya akan

menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.15

Pada keadaan terjadinya kerusakan pada hati, maka terjadi gangguan pada

hemostasis metabolisme glukosa oleh karena terjadinya resistensi insulin dan

gangguan sensitivitas sel β pankreas. Resistensi insulin terjadi pada jaringan otot, hati

dan lemak. Sementara itu, etiologi dari penyakit hati sangat penting terhadap insidensi

diabetes, non alkoholic fatty liver disease (NAFLD), alkohol, virus hepatitis C, dan

hemokromatosis sering dihubungkan dengan diabetes. 16,17

Intoleransi glukosa dan DM terjadi pada lebih dari 40% dan 17% pasien hepatitis

C kronik. Mekanisme bagaimana HCV menyebabkan terjadinya resistensi insulin masih

belum jelas diketahui. Telah diketahui bahwa HCV menginduksi resistensi tanpa

memandang index massa tubuh dan stadium fibrosis dan pada percobaan pada

binatang didapatkan bahwa protein core HCV dan TNF α dapat menginduksi resistensi

(31)

Gambar 1. pengaruh HD dan resistensi insulin dapat mempengaruhi akhir dari penyakit hati kronis 17

Hepatogenous diabetes (HD) berhubungan dengan penurunan sustained viral

response (SVR) dan progresi fibrosis yang cepat pada pasien hepatitis C kronis. HD

juga dapat meningkatkan komplikasi dari sirosis seperti varises esofagus dan gagal hati

serta peningkatan mortalitas. HD juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya

komplikasi hepatocellular carcinoma (HCC). 17

Patofisiologi dari HD sangat kompleks dan tidak diketahui pasti. Resistensi

insulin memegang peranan penting terhadap gangguan metabolisme glukosa.

Disebutkan bahwa penurunan ekstraksi insulin oleh hati yang rusak dan adanya shunt

portosistemik akan menghasilkan hiperinsulinemia dan diperberat dengan peningkatan

(32)

factor, sitokin. Namun studi terbaru pada pasien sirosis hati Child B menyatakan bahwa

hiperinsulinemia terjadi karena penurunan sensitifitas sel β pankreas sementara

gangguan ektraksi insulin oleh hati tidak memegang peranan. Dan menjadi perdebatan

juga apakah faktor genetik dan lingkungan dan penyebab penyakit hati seperti HCV,

alkohol dapat mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas. Sebagai kesimpulan,

tampaknya gangguan toleransi glukosa dapat dihasilkan dari 2 gangguan yang terjadi

secara simultan yaitu resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi sel β pankreas

untuk mengeluarkan insulin dalam mengatasi gangguan kerja insulin sehingga akhirnya

menyebabkan hiperglikemia puasa dan profil toleransi glukosa diabetes. 17,20,21

(33)

Perin PC dkk (1985) menyebutkan bahwa hiperglikemia pada SH disebabkan

oleh sensitifitas terhadap insulin yang berkurang (defek reseptor) dan/atau

berkurangnya respon terhadap insulin (defek post reseptor). Pada SH, sensitifitas dan

respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati menurun. Akibatnya terjadi gangguan

pemasukan glukosa di reseptor.19

Sementara itu Letiexe,dkk (1993) menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang

terjadi bukanlah disebabkan karena hipersekresi pankreas tetapi karena menurunnya

klirens insulin hepatik.22 Pada penyakit hati kronis seperti juga pada kondisi inflamasi

lainnya sitokin proinflamasi seperti tumour necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin

(IL)-6, IL-1 yang berasal dari sirkulasi sistemik dan produksi lokal, akan mengganggu

kerja insulin serta merangsang terjadinya resistensi insulin.15,33

2.4. RESISTIN

Resistin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adipose. Juga dikenal

sebagai faktor sekresi spesifik adipose yang kaya akan serin / cysteine(ADSF atau

FIZZ3). Panjang pre-peptida resistin pada manusia adalah 108 asam amino

(pada tikus adalah 114aa); berat molekul adalah -12,5kDa.

Diantara hormon yang disintesa dan dirilis dari jaringan adiposa (adiponectin,

angiotensin, estradiol, IL-6, leptin, PAI-1, TNF-α, dan resistin juga dikenal dengan

ADSF atau FIZZ3), resistin adalah adypocytokin yang fisiologisnya masih kontroversi

(34)

2.4.1.Resistin dan peradangan:

Peradangan adalah respon immune pertama sejak lahir terhadap infeksi ataupun

iritasi yang timbul dari akumulasi leukosit (neutrophil, mast cell, dan lain-lain ) dan

sekresi peradangan, kimia biogenik seperti histamine, prostaglandin dan cytokine

pro-peradangan. Seperti yang telah dilaporkan, kini ditemukan bahwa resistin juga berperan

dalam respon peradangan.

Dengan perannya terhadap profil peradangan , resistin dapat meningkatkan suatu

proses transkripsional yang menimbulkan ekspresi yang meningkat dari beberapa

cytokine pro-peradangan termasuk interlukin-1 (IL-1), interlukin -6 (IL-6), interlukin

12(IL-12) dan tumor necrosis faktor-α(TNF-α) .

Secara bersama-sama, karena resistin dianggap berkontribusi terhadap resistensi

insulin, hasil seperti yang disebutkan menunjukkan bahwa resistin bisa merupakan

sebuah hubungan yang diketahui dengan baik antara peradangan dan resistensi

insulin46.

Dengan demikian diharapkan bahwa ,jika resistin berfungsi sebagai penghubung

antara obesitas dan T2DM sedangkan pada waktu yang sama berkontribusi terhadap

respon peradangan, maka kita juga mengamati peningkatan proporsional dalam

peradangan kronis sehubungan dengan obesitas dan resistensi insulin.

Bahkan , data sekarang telah menunjukkan bahwa kemungkinan ini tentu saja adalah

kasus dengan menunjukkan korelasi positif antara obesitas, resistensi insulin, dan

peradangan kronis yang diyakini diarahkan sebagian oleh pensignalan resistin. Namun

demikian , mengenai resistin dan respon peradangan , kita bisa menyimpulkan bahwa

(35)

kunci dalam penyakit peradangan dengan atau tanpa berhubungan dengan resistensi

insulin56.

2.4.2 Resistin, obesitas dan resistensi insulin:

Banyak dari hipotesa yang dibuat tentang peran resistin dalam metabolisme

energi dan DM tipe 2 dapat diturunkan dari penelitian yang menunjukkan korelasi yang

kuat antara resistin dan obesitas. Yang mendasari keyakinan di kalangan mereka yang

mendukung teori ini adalah bahwa kadar resistin serum akan meningkat dengan

meningkatnya adiposity.28,46 Secara khusus, obesitas sentral (lingkar pinggang jaringan

adiposa) tampaknya menjadi bagian paling penting dari jaringan adiposa yang

memberikan kontribusi untuk meningkatnya kadar serum resistin.6 Kenyataan ini

mengambil implikasi yang signifikan yang dipahami dengan baik hubungan antara pusat

obesitas dan resistensi insulin; merupakan kekhasan DM tipe 2.47

Walaupun tampaknya kadar resistin meningkat pada obesitas, apakah kita dapat

menyimpulkan bahwa kenaikan serum resistin mempunyai korelasi dengan peningkatan

adiposity? Banyak peneliti dalam studi masing-masing telah menunjukkan bahwa ini

memang terjadi dengan menemukan korelasi positif antara tingkat resistin dan

resistensi insulin. Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut yang

dikonfirmasikan dengan korelasi langsung antara tingkat resistin dan studi tentang DM

(36)

Perin PC dkk (1985) menyebutkan bahwa hyperglikemia pada SH disebabkan

oleh sensitivitas terhadap insulin yang berkurang atau berkurangnya respon pada

insulin. Pada SH, sensitifitas dan respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati

menurun. Akibatnya terjadi gangguan pemasukan glukosa direseptor. Sementara itu

Letiexe, dkk (1993) menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang terjadi bukanlah

disebabkan karena hipersekresi pankreas tetapi karena menurunya klirens insulin

hepatik.13 Pada penyakit hati kronis seperti juga pada kondisi inflamasi lainnya sitokin

proinflamasi seperti tumor necrosis factor alpha (TNF alpha), interleukin (IL 6) , IL -1

yang berasal dari sirkulasi sistemik dan produksi lokal,akan menggangu kerja insulin

serta merangsang terjadinya resistensi insulin.7,10

Konsentrasi plasma atau konsentrasi serum dari beberapa adipocytokine seperti

adiponectine dan leptine dalam penyakit hati kronis telah dipelajari dan dilaporkan

meningkat pada pasien pasien SH.Latar belakang di atas menunjukkan sebuah

hubungan yang mungkin terjadi antara resistensi insulin, fungsi hati dan kadar resistin

yang bersirkulasi.Tiga peranan fisiologis dari resistin: mediator pengaturan

metabolisme, pengatur adipogenesis dan hubungan dengan peradangan (gambar 1).

Sekarang ini, Rajala dkk,telah menunjukkan bahwa pemberian resistin memicu

resistensi insulin hepatik, yang mendukung peranan resistin dalam metabolisme

(37)

Physiological roles for murine resistin. Three roles for murine resistin have been postulated. Resistin has been demonstrated

toimpair glucose homeostasis and insulin action in the mouse. Resistin is able to antagonize the effects of insulin. This antagonism

results in adecreased suppression of hepatic glucose output (HGO) and a decreased ability of skeletal muscle and adipose glucose

output and adecreased ability of skeletal muscle and adipose to uptake glucose in response to insulin. Thus, the overall net effect of

transient elevation ofresistin levels in rodents is insulin resistance. Resistin has also been shown to inhibit adipogenesis in vitro.

Resistin may also be playing arole in inflammation.

Dua studi independen dimana resistin rekombinan diberikan terhadap tikus

memberikan argumen bahwa resistin bisa mengakibatkan resistensi insulin. Bila protein

resistin (32 ug/tikus) diberikan secara intraperintoneal terhadap tikus C57BL/6J,

homeostatis glukosa dan kerja insulin terganggu.43 Sekarang ini, infus protein resistin (5

ug/h) kedalam tikus Sprague Dawley memperburuk hemeostatis glukosa karena

produksi glukosa hepatik yang meningkat tanpa perubahan nyata dalam utilisasi

glukosa oleh otot seletal dan jaringan adipose. Menarik tentunya , kadar hormon

counterregulatory yang bersirkulasi seperti glukagon dan kortikosterone tidak diubah

oleh infus resistin.48 Sekarang ini, resistin yang diproduksi rekombinan secara bakteri

telah ditunjukkan menggangu penyerapan glukosa dalam sel-sel otot skeletal.49

i

innffllaammmmaattiioonn

a

(38)

Sebelumnya, kita telah menunjukkan bahwa reisitin rekombinan mengganggu

penyerapan glukosa yang distimulasi insulin dalam adiposit 3T3-L1.43Studi-studi ini

menunjukkan bahwa resistin bisa berkontribusi terhadap resistensi insulin dan,

walaupun diproduksi dalam adipose, pengaruhnya ditengahi pada jaringan-jaringan

target seperti hati, otot skeletal dan jaringan adipose. Dengan demikikan, peningkatan

akut dalam tingkat resistin tikus bisa menggangu homeostasis glukosa.

Resistin mRNA dan protein dipicu selama adipogenesis 3T3-L1.43,50,51 Resistin

menggangu adipogensesis dalam adiposite 3T3-L1.50 Tidak ada studi tindak lanjut yang

menyoroti peranan resistin yang potensial dalam mengganggu adipogenesis yang

diterbitkan hingga hari ini. Akan menarik untuk dicatat apakah resistin manusia memiliki

sifat anti adipogenik yang sama dengan resistin tikus.Generasi tikus yang null untuk

resistin secara konklusif akan menentukan apakah resistin terlibat dalam pengaturan

adipogenesis dalam tikus.

Pelepasan yang meningkat dan kerja sitokin proinflammatory telah ditunjukkan

mempengaruhi resistensi insulin dalam peradangan. Secara khusus, tumor necrosis

factor alpha (TNF-α) adalah meningkat pada resistensi insulin dan bersifat antagonis

dengan kerja insulin.27 Namun demikian, pengaturan resistin oleh stimulus peradangan

tidak mendukung perananan resistin dalam resistensi insulin. Pengobatan dengan

adiposit 3T3-L1 dengan TNF- α mendownregulasi mRNA resistin dan kadar protein dan

interleukin-6 tidak mengubah ekspressi resistin.52,53,54 Studi-studi yang menggunakan

stimulus proinflammatory yang mungkin lainya, lipopolisakarida, telah melaporkan

upregulasi pada tikus dan adiposit 3T3-L155 dan downregulasi ekspressi resistin.52

(39)

menentukan apakah resistin memiliki peranan langsung dalam proses terjadinya

peradangan.

2.5. Resistin dan Sirosis Hati

Pada penyakit hati kronis, seperti sirosis hati, sensitivitasinsulin yang terganggu

terjadi perubahan-perubahan dalam metabolisme glukosa, telah dilaporkan prevalensi

yang tinggi dari resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir seluruh pasien

penderita sirosis hati mengalamai resistensi insulin, 60-80% terjadi intoleransi glukosa,

dan sekitar 20 % berkembang menjadi diabetes melitus. Konsentrasi plasma dari

beberapa adpocytokine seperti resistin pada penyakit hati kronis telah dipelajari dan

dilaporkan ternyata kadarnya meningkat pada penderita sirosis hati.24,34 dan dari

tulisan terdapat ada hubungan antara resistensi insulin ,fungsi hati, dan kadar resistin

dalam sirkulasi20,23 .

Pada Sirosis hati terjadi gangguan katabolik, yang dikarakteristikkan dengan

berbagai perubahan metabolisme yang berat berupa terjadinya peningkatan

pengeluaran energi, mengalami penurunan massa lemak tubuh seperti juga massa sel

tubuh, dan menunjukkan peningkatan penggunaan energi dari lemak. Perubahan

hormonal yang terjadi juga terdiri dari peningkatan kadar gula darah puasa, insulin dan

katekolamin dan terjadinya resistensi insulin. Selain itu juga pasien SH

dikarakteristikkan dengan suatu keadaan inflamasi yang kronis dengan peningkatan

(40)

Saat ini resistin yang merupakan protein spesifik jaringan adiposa telah

dipercayai berperan dalam obesitas dan resistensi insulin, kriteria utama dari sindroma

metabolik. bahwa resistin berperan dalam regulasi jaringan adiposa,homeostasis

glukosaterutama resistensi insulin dan inflamasi. 26,27

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa peningkatan kadar resistin pada

pasien SH berkorelasi positif dengan tingkat keparahan SH dan secara negatif dengan

sintesis protein hepatik. Para peneliti menyarankan bahwa resistin mungkin dapat

digunakan sebagai salah satu marker terhadap kerusakan sel-sel hati .

Studi yang dilakukan oleh Kakizaki dkk (2005),mendapatkan bahwa kadar

resistin meningkat pada pasien SH dibandingkan kontrol peningkatan kadar ini

meningkat dengan sejalan dengan tingkat keparahan sirosis hati.HOMA IR

(homeostatis model assesment insulin resistance) meningkat secara signifikan pada

pasien sirosis hati dibandingkan normal sebaliknya sensitifitas insulin menurun pada

pasien sirosis hati. Hal ini mengimplikasikan bahwa ada faktor-faktor lain diluar resistin

yang terlibat dalam terjadinya resistensi insulin pada pasien SH.35

Hasil yang sama juga didapatkan oleh Yagmur(2006) dkk, dimana mereka

mendapatkan kadar resistin plasma yang tinggi pada penderita SH, dan kadar ini

meningkat secara proporsional sejalan dengan peningkatan keparahan SH. Sementara

kadar resistin plasma berkorelasi positif dengan resistensi insulin dan berkorelasi

secara negatif dengan sensitivitas insulin pada penderits sirosis hati.

Resistin juga berkorelasi secara positif dengan marker inflamasi seperti TNF-

α

dan

(41)

Resistensi insulin menjadi suatu aspek gangguan metabolisme karbohidrat dimana

60-80% penderita Sirosis Hati turut menderita intoleransi glukosa dan diabetes adalah

salah satu faktor resiko yang penting pada penderita sirosis hati.39 Beberapa studi juga

menunjukkan bahwa resistensi insulin berperan dalam progresifitas penyakit hati.40,41

Mekanisme pasti terjadinya resistensi insulin pada pasien sirosis hati belum

diketahui sepenuhnya. Resistin menurunkan sensitifitas insulin pada sel-sel

adipose.42,43 otot skeletal dan hepatosit dengan mensupresi uptake glukosa yang

diregulasi oleh insulin.Resistin juga diipercayai dapat mengaktivasi gluconeogenesis

hepatik.

Oleh karena itu, resistin dianggap sebagai suatu penghubung diantara obesitas dan

DM. Kadar serum resistin juga dijumpai meningkat pada pasien yang obese dan DM .44

Ekspresi resistin juga dijumpai pada leukosit mononuclear, makrofag dan

jaringan inflamasi. Ini menunjukkan bahwa resistin juga memiliki sifat proinflamatori .

Sitokin proinflamasi seperti (IL-1)dan (IL-6) dapat meningkatkan ekspresi resistin .45

Pada pasien SH diketahui bahwa inflamasi dan faktor-faktor inflamasi seperti

TNF- α,IL-1β,dan IL6 adalah tiinggi sitokin –sitokin ini memodulasi efek insulin pada

sirosis hati

.

Pada hewan percobaan ,tikus dapati hiperinsulinemia menigkatkan kadar

(42)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

1.Latar Belakang

Sirosis Hati(SH) merupakan stadium tahap akhir dari perjalanan penyakit kronis

yang ditandai dengan adanya kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.1,2 Pada

penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin yang

selanjutnya diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi

resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH mengalami

resistensi insulin, 60-80% adalah intoleransi glukosa, dan kira-kira 20% berkembang

menjadi Diabetes Melitus3. Laporan lain menunjukkan bahwa kadar resistin pada

manusia secara langsung berkorelasi dengan sekresi insulin dan berkorelasi secara

negative dengan sensitifitas insulin pada penyakit hati kronik.Penyakit SH merupakan

penyakit katabolik dimana terdapat beberapa perubahan metabolisme diantaranya

adalah peningkatan pengeluaran energi, mengalami penurunan massa lemak tubuh

dan massa sel tubuh, serta menunjukkan penigkatan penggunaan energi dari lemak

.Studi sebelumnya pada manusia didapatkan bahwa kadar resistin plasma berkorelasi

negative dengan marker kapasitas biosintesis hati dan berkorelasi positif dengan

marker inflamasi seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α) atau C-reactive protein

(CRP) , komplikasi klinik seperti portal hipertensi.Resitin pertama kali ditemukan pada

(43)

kedokteran Pensylvania. Resistin ditemukan pada jaringan adiposa untuk membantu

endokrin agar dapat mempengaruhi resistensi insulin.

Ide ini pertama sekali di peragakan dari penelitian yang menunjukkan level dari

serum resistin meningkat pada obesitas pada beberapa percobaan terhadap makhluk

hidup (manusia,mencit,dan tikus).

Resistin adalah hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa . Juga di kenal

dengan “serine/cystein-rich adipocyte-spesific secretory Factor” (ADSF or FIZZ3).

Kadar resistin pre-peptide pada manusia adalah 108 asam amino (pada tikus adalah

114 asam amino “aa”) berat molekul ~12.5 kDa. Diantara hormon yang disintesa dan

dirilis dari jaringan adiposa (adiponectin, angiotensin, estradiol, IL-6, leptin, PAI-1,

TNF-α, dan resistin juga dikenal dengan ADSF atau FIZZ3), resistin adalah adypocytokin

yang fisiologisnya masih kontroversi dengan penyakit obesitas dan DM tipe 2.7,10,11

Banyak dari hipotesa yang dibuat tentang peran resistin dalam metabolisme

energi dan DM tipe 2 dapat diturunkan dari penelitian yang menunjukkan korelasi yang

kuat antara resistin dan obesitas. Yang mendasari keyakinan di kalangan mereka yang

mendukung teori ini adalah bahwa tingkat resistin serum akan meningkat dengan

meningkatnya adiposity.Secara khusus, obesitas sentral (lingkar pinggang jaringan

adiposa) tampaknya menjadi bagian paling penting dari jaringan adiposa yang

memberikan kontribusi untuk meningkatnya kadar serum resistin.6 Kenyataan ini

mengambil implikasi yang signifikan yang dipahami dengan baik hubungan antara pusat

obesitas dan resistensi insulin; merupakan kekhasan DM tipe 2.5,9

Walaupun tampaknya kadar resistin meningkat pada obesitas, apakah kita dapat

(44)

adiposity? Banyak peneliti dalam studi masing-masing telah menunjukkan bahwa ini

memang terjadi dengan menemukan korelasi positif antara tingkat resistin dan

resistensi insulin.3,6,9,14 Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut yang

dikonfirmasikan dengan korelasi langsung antara tingkat resistin dan studi tentang DM

tipe 2.6,8,10,13,15

Studi yang dilakukan oleh Kakizaki dkk, mendapatkan bahwa kadar resistin

plasma tinggi pada pasien SH dibandingkan kontrol 7,61 ± 6.70 ng/ml vs 3.38 ± 1,68

ng/ml (P< 0,01), peningkatan kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan

SH. Adiponectin dan HOMA-IR (homeostatis model assesment insulin index) meningkat

secara signifikan pada pasien Sirosis Hati dibandingkan kontrol. Sebaliknya, sensitivitas

insulin menurun secara signifikan pada pasien Sirosis Hati.10 Studi lain yang dilakukan

oleh Komatsu T. dkk bahwa nilai HOMA-IR dinyatakan positif apabila HOMA-IR ≥ 2,5.26

Dari berbagai latar belakang diatas kemungkinan didapatkan hubungan antara

SH dan kadar resistin plasma, namun sejauh ini penelitian tentang resistin, khususnya

pada pasien SH belum banyak di Indonesia dan belum pernah dilakukan di Medan.

Karena itulah penulis berminat melakukan penelitian mengenai hubungan kadar resistin

(45)

2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kadar resistin plasma dengan resistensi insulin

pada penderita Sirosis Hati.

3. Hipotesa

™ Terdapat peningkatan kadar resistin plasma dan resistensi insulin pada penderita

Sirosis Hati.

™ Terdapat korelasi positif antara kadar resistin plasma dengan resistensi insulin

pada penderita Sirosis Hati.

4.Tujuan Penelitian

™ Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma

dengan resistensi insulin pada penderita Sirosis Hati.

™ Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan peningkatan kadar resistin plasma

dengan resistensi insulin antara penderita Sirosis Hati dengan orang sehat.

5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui hubungan antara kadar resistin plasma dan kadar

resistensi insulin pada Sirosis Hati, resistin dapat digunakan sebagai salah satu marker

untuk menilai penyakit hati kronis maka hepatogenous diabetes dapat lebih dimengerti

(46)

A. KERANGKA KONSEPSIONAL

Kadar

Resistin

Plasma

Resistensi

Insulin

Sirosis Hati

Resistensi

Insulin?

Kadar

Resistin

plasma?

(47)

B.TINJAUAN PUSTAKA

Sirosis Hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitekstur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.1,2

Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitivitas

insulin selanjutnya diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya

prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH

mengalami resistensi insulin, 60-80% adalah intoleransi glukosa ,dan kira- kira 20%

berkembang menjadi Diabetes Melitus.

Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dimana hati dapat

menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan

glukogenolisis. Pada keadaan fisiologis ,Hepatosit merupakan tempat utama

metabolisme glukosa hati,namun metabolisme insulin dilakukan oleh sel hati non

parenkimal yaitu sel Kupffer,sel endotelial sinusoidal dan hepatic stellate cells (HSC)

yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan terlibat dalam modulasi metabolisme

glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran sitokin. Insulin merupakan

mediator utama pada hemostatis glukosa dan setiap perubahan aksinya akan

menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.

Hubungan antara penyakit hati kronis dengan metabolisme glukosa telah

diketahui dengan nama hepatogenus diabetes. Gangguan metabolisme glukosa

(48)

Patogenesa terjadinya DM yang terjadi pada pasien SH sangat komplek dan

belum sepenuhnya dimengerti,tetapi diduga berkaitan dengan terjadinya resistensi

insulin yang ditandai dengan hyperglikemia dan Hyperinsulemia.

Perin PC dkk (1985) menyebutkan bahwa hyperglikemia pada SH disebabkan

oleh sensitivitas terhadap insulin yang berkurang atau berkurangnya respon pada

insulin. Pada SH, sensitifitas dan respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati

menurun. Akibatnya terjadi gangguan pemasukan glukosa direseptor. Sementara itu

Letiexe, dkk (1993) menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang terjadi bukanlah

disebabkan karena hipersekresi pankreas tetapi karena menurunya klirens insulin

hepatik.13 Pada penyakit hati kronis seperti juga pada kondisi inflamasi lainnya sitokin

proinflamasi seperti tumor necrosis factor alpha (TNF alpha), interleukin (IL 6) , IL -1

yang berasal dari sirkulasi sistemik dan produksi lokal,akan menggangu kerja insulin

serta merangsang terjadinya resistensi insulin.5,8

Konsentrasi plasma atau konsentrasi serum dari beberapa adipocytokine seperti

adiponectine dan leptine dalam penyakit hati kronis telah dipelajari dan dilaporkan

meningkat pada pasien pasien SH.Latar belakang di atas menunjukkan sebuah

hubungan yang mungkin terjadi antara resistensi insulin, fungsi hati dan kadar resistin

yang bersirkulasi.Tiga peranan fisiologis dari resistin: mediator pengaturan

metabolisme, pengatur adipogenesis dan hubungan dengan peradangan (gambar 1).

Sekarang ini, Rajala dkk,telah menunjukkan bahwa pemberian resistin memicu

resistensi insulin hepatik, yang mendukung peranan resistin dalam metabolisme

(49)

1 Physiological roles for murine resistin. Three roles for murine resistin have been postulated. Resistin has been demonstrated

toimpair glucose homeostasis and insulin action in the mouse. Resistin is able to antagonize the effects of insulin. This antagonism

results in adecreased suppression of hepatic glucose output (HGO) and a decreased ability of skeletal muscle and adipose glucose

output and adecreased ability of skeletal muscle and adipose to uptake glucose in response to insulin. Thus, the overall net effect of

transient elevation ofresistin levels in rodents is insulin resistance. Resistin has also been shown to inhibit adipogenesis in vitro.

Resistin may also be playing arole in inflammation.

Dua studi independen dimana resistin rekombinan diberikan terhadap tikus

memberikan argumen bahwa resistin bisa mengakibatkan resistensi insulin. Bila protein

resistin (32 ug/tikus) diberikan secara intraperintoneal terhadap tikus C57BL/6J,

homeostatis glukosa dan kerja insulin terganggu.16 Sekarang ini, infus protein resistin (5

ug/h) kedalam tikus Sprague Dawley memperburuk hemeostatis glukosa karena

produksi glukosa hepatik yang meningkat tanpa perubahan nyata dalam utilisasi

glukosa oleh otot seletal dan jaringan adipose.17 Menarik tentunya , kadar hormon

counterregulatory yang bersirkulasi seperti glukagon dan kortikosterone tidak diubah

oleh infus resistin.17 Sekarang ini, resistin yang diproduksi rekombinan secara bakteri

telah ditunjukkan menggangu penyerapan glukosa dalam sel-sel otot skeletal.18

i

innffllaammmmaattiioonn

a

(50)

Sebelumnya, kita telah menunjukkan bahwa reisitin rekombinan mengganggu

penyerapan glukosa yang distimulasi insulin dalam adiposit 3T3-L1.16 Studi-studi ini

menunjukkan bahwa resistin bisa berkontribusi terhadap resistensi insulin dan,

walaupun diproduksi dalam adipose, pengaruhnya ditengahi pada jaringan-jaringan

target seperti hati, otot skeletal dan jaringan adipose. Dengan demikikan, peningkatan

akut dalam tingkat resistin tikus bisa menggangu homeostasis glukosa.

Resistin mRNA dan protein dipicu selama adipogenesis 3T3-L1.16,19,20 Resistin

menggangu adipogensesis dalam adiposite 3T3-L1.19 Tidak ada studi tindak lanjut yang

menyoroti peranan resistin yang potensial dalam mengganggu adipogenesis yang

diterbitkan hingga hari ini. Akan menarik untuk dicatat apakah resistin manusia memiliki

sifat anti adipogenik yang sama dengan resistin tikus.Generasi tikus yang null untuk

resistin secara konklusif akan menentukan apakah resistin terlibat dalam pengaturan

adipogenesis dalam tikus.

Pelepasan yang meningkat dan kerja sitokin proinflammatory telah ditunjukkan

mempengaruhi resistensi insulin dalam peradangan. Secara khusus, tumor necrosis

factor alpha (TNF-α) adalah meningkat pada resistensi insulin dan bersifat antagonis

dengan kerja insulin.21 Namun demikian, pengaturan resistin oleh stimulus peradangan

tidak mendukung perananan resistin dalam resistensi insulin. Pengobatan dengan

adiposit 3T3-L1 dengan TNF- α mendownregulasi mRNA resistin dan kadar protein dan

interleukin-6 tidak mengubah ekspressi resistin.22,23,24 Studi-studi yang menggunakan

stimulus proinflammatory yang mungkin lainya, lipopolisakarida, telah melaporkan

upregulasi pada tikus dan adiposit 3T3-L125 dan downregulasi ekspressi resistin.22

(51)

menentukan apakah resistin memiliki peranan langsung dalam proses terjadinya

peradangan.

C. METODOLOGI PENELITIAN

1.Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan observasi klinik dengan pendekatan metode potong

lintang (cross sectional study).

2.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian direncanakan dilakukan mulai bulan januari 2010 sampai dengan Mei

2010 di RS Haji Adam Malik Medan , RSUD Pirngadi, rumah sakit swasta dan

praktek dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero Hepatologi.

3. Subjek Penelitian

Penderita Sirosis hati yang rawat jalan poliklinik ataupun rawat inap di Divisi

Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik / RS

Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan

Gastroentero Hepatologi di Medan.

4. Kriteria Inklusi

-Penderita Sirosi Hati yang berobat jalan di poliklinik dan rawat inap Divisi

(52)

Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan

Gastroentero Hepatologi di Medan..

-Bersedia turut serta dalam penelitian dan menandatangani persetujuan tindakan

medis.

5.Kriteria Eksklusi

a. Penderita DM

b. Obese

c. PJK

(53)

6.Besar Sampel

Perkiraan Besar sampel:

2

(zα + zβ) Sd

n =

(x1 - x2)

zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang

ditentukan.

untuk nilai α = 0,05 Zα = 1,96

zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang

ditentukan.

untuk nilai β = 0,10 Zβ = 1,282

Sd = standart deviasi perkiraan = 6,70 29

(x1 - x2) = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 4,8

2

(1,96+1,282)6,70

n = = 20,4 = 20

4,8

Jadi jumlah sampel minimal adalah 20 orang pada kelompok penderita sirosis

hati. Untuk kelompok kontrol (orang sehat) yang fungsinya sebagai pembanding diambil

(54)

7. Cara Penelitian

a. Setiap pasien sirosis hati yang datang berobat jalan di poliklinik Gastroentero

Hepatologi Penyakit Dalam, maupun yang dirawat inap, dianamase serta

dilakukan pemeriksaaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi

abdomen.Setelah memenuhi kriteria penelitian dan diberi penjelasan, pasien

ataupun keluarga dekat yang mewakilinya mengisi formulir persetujuan,

kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin, albumin, bilirubin,waktu

protrombin, gangguan neurologis, KGD puasa,resistin SGOT, SGPT, resistensi

insulin,viral marker.

b. Kadar resistin diperiksa di laboratorium Prodia dengan Metode ELISA dengan kit

imunosorbent komersial.

c. Analisa Data

™ Untuk melihat hubungan kadar resistin plasma dengan resistensi insulin

digunakan Uji Korelasi Pearson jika data kedua kelompok berdistribusi

normal. Jika tidak, digunakan Uji Korelasi Spearman.

™ Untuk melihat perbedaan kadar resistin plasma dan resistensi insulin

antara kelompok penderita sirosis hati dan kontrol (orang sehat)

digunakan Uji t Independen.

™ Untuk melihat peningkatan resistin plasma dengan resistensi insulin

antara penderita sirosis hati dengan orang sehat. Nilai p<0,05 dianggap

(55)

d. Defenisi operasional

™ Sirosis hati : penyakit hati kronik yang ditegakkan berdasarkan gejala

klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG Abdomen.

™ Resistin : hormon yang disekresikan oleh jaringan adiposa . Juga di

kenal dengan “serine/cystein-rich adipocyte-spesific secretory Factor”

™ HOMA-IR (the homeostasis model assesment insulin resistance) =

glukosa puasa (mg/dl) x insulin puasa (uU/mL)/22,5

™ Obesitas : perhitungan berat badan berdasarkan Indeks Massa Tubuh

(56)
(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di poliklinik dan

rawat inap divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Pengambilan sampel dilakukan sejak 01 Maret 2010 sampai 31 Juli 2010.

Pengambilan sampel dilakukan kepada setiap pasien sirosis hati yang sedang berobat

jalan ke poliklinik dan rawat inap divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Diagnosis sirosis hati dilakukan

berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG Abdomen.

Diinklusikan penderita Sirosis Hati yang berobat jalan di poliklinik dan rawat inap

Divisi Gastroentero Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik dan RS

Pirngadi Medan, serta pasien praktek Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan

Gastroentero Hepatologi di Medan dan bersedia turut serta dalam penelitian dan

menandatangani persetujuan tindakan medis. Kriteria ekslusi adalah penderita DM,

PJK, Obesitas, dan tidak bersedia ikut dalam penelitian.

Data-data yang diperlukan dicatat oleh peneliti (anamnesa, pemeriksaan fisik,

pengukuran antropometri ,pemeriksaan laboratorium, USG abdomen). Kemudian

pasien yang memenuhi kriteria inklusi sesuai dengan jumlah sampel (30 orang) diminta

kesediaannya untuk diambil sampel darah sebanyak 5 cc dari vena mediana cubiti

untuk pemeriksaan laboratorium resistin plasma, insulin plasma puasa dan KGD puasa

Gambar

Tabel 2. Skor Child Pugh dikutip dari 1
Gambar 1. pengaruh HD dan resistensi insulin dapat mempengaruhi akhir dari penyakit hati kronis 17
Gambar 2. Patofisiologi Hepatogenous Diabetes. 17
Tabel 1. Karakteristik demografi dan klinis penderita sirosis hati dan normal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Serbuk daun rambutan (Nephelium lappaceum L.) dengan bahan tambahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat dapat diformulasikan ke dalam

Mata Pelajaran Nilai

Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa suplementasi mineral Ca, P, Mg dan S pada ransum D dengan 60% jerami padi amoniasi dan 40%

Binatang yang hidup di air {jenis, ciri-ciri, makanan ,perkem bangbiakan ,manfaat dan bahayanya}.. - Binatang

TREND COMPETITIONS MA PLUS AL-AQSHA TAHUN 2017 ANTAR SMP/MTs SE-KECAMATAN CIKALONG DAN SEKITARNYA SMP N 3 CIKALONG MTs

memutus perkara pelanggaran yang patut diduga dilakukan oleh Anggota yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih dan/atau melanggar ketentuan larangan

Di awal tahun 2014, untuk meningkatkan kinerja perusahaan, PT Dahana (Persero) menggelar rapat yang biasa dilakukan setiap tahun, yaitu Rapat kerja (Raker) Penjabaran

Siswo Pudjiatmoko, Sekretaris Lembaga SESKOAU yang ikut serta dalam kunjungan ini mengatakan bahwa para siswa yang telah dibina sejak 9 Januari 2014 ini, tengah