STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM
STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP
KERETAKAN SABUN MANDI PADAT
SKRIPSI
FAUZAN TAUFIK
070822032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP
KERETAKAN SABUN MANDI PADAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
FAUZAN TAUFIK 070822032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK
PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP KERETAKAN SABUN MANDI PADAT
Kategori : SKRIPSI
Nama : FAUZAN TAUFIK
Nomor Induk Mahasiswa : 070822032
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui
Medan, Desember 2011 Komisi Pembimbing :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Firman Sebayang, MS Dr. Ribu Surbakti, MS
NIP. 195607261985031001 NIP. 194507061980031001
Diketahui/Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP
KERETAKAN SABUN MANDI PADAT
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, November 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
ABSTRAK
Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point
STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF
SOLID TOILET SOAP
ABSTRACT
Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent
DAFTAR ISI
2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran 10
2.3.4 Jenis-jenis Sabun 11
2.3.5 Metode-metode Pembuatan Sabun 12
2.3.5.1 Metode Batch 12
2.3.5.2 Metode Kontiniu 13
2.3.5.3 Metode Neat Soap 14
2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun Dalam Industri 16 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak) 16
2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap 19
2.3.6.3 Pengeringan Sabun 19
2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun 20
2.3.7 Flow Chart Pembuatan Sabun (Soap Noodle) Dalam Industri 20 2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum 21
2.4.1 Bahan Baku 22
2.4.1.1 Minyak atau Lemak 22
2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak 22
2.4.1.3 Alkali 27
2.4.2 Bahan Pendukung 28
2.4.2.1 Garam (NaCl) 28
2.4.2.2 Bahan Aditif 28
2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk) 29
2.4.2.2.2 Filler (Bahan Pengisi) 29
2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan 30
2.4.2.2.4 Zat Pewarna (Coloring Agent) 30 2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (Fragrances) 30 2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak Dalam Pembuatan Sabun 31
2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku 32
2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal 33
2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis 33
2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan 35
2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci (Laundry) 37 dan Sabun Mandi
2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun 38
2.7.1 Bilangan Penyabunan 38
2.7.2 Bilangan Iodine (Iodine Value, IV) 38
2.7.2.1 Titrasi Iodometri 39
2.7.2.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat 41 2.7.2.3 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42
2.7.2.4 Indikator Kanji (Amilum) 43
2.7.2.5 Natrium Tiosulfat 44
2.7.2.6 Kalium Dikromat 45
2.7.3 Faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification) 45
2.7.4 Titer Point (Titik Beku) 46
2.7.5 Perbandingan Kelarutan (Solubility Ratio, SR) 47 2.7.6 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid, FFA) 47 2.7.7 Jumlah Asam Lemak (Total Fatty Acid, TFA) 48
2.7.8 Kadar Air (Moisture Content) 48
2.7.9 Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH 48
2.7.10 Garam (NaCl) 49
2.7.11 Keretakan (Cracking Phenomena) 49
2.8 Energi Disosiasi Ikatan 50
2.8.1 Pemaksapisahan Heterolitik 50
2.8.2 Pembelahan Homolitik 51
Bab 3 Metodologi Penelitian
3.1 Alat dan Bahan 53
3.1.1 Alat-alat 53
3.1.2 Bahan-bahan 54
3.2 Prosedur Penelitian 62
3.2.2 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1N 63
3.2.3 Pembuatan Soap Noodle 63
3.2.4 Pembuatan Sabun Mandi Padat (Oil Blend 60/5/35 PO/PS/PKO) 64 3.2.5 Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 65 3.2.6 Penentuan Titer Point (AOCS Official Methods Da 13-48) 65
3.2.6.1 Preparasi Alat 65
3.2.6.2 Prosedur Penentuan Titik Beku (Titer Point) 66 3.2.7 Penentuan Bilangan Iodine (AOCS Official Methods Da 13-48) 66
3.2.7.1 Preparasi Sampel 66
3.2.7.2 Prosedur Penentuan Bilangan Iodine 67
3.2.8 Uji Keretakan (Cracking Test) 68
3.3 Bagan Penelitian (Flow Chart) 69
3.3.1 Flow Chart Pembuatan Soap Noodle 69
3.3.2 Flow Chart Pembuatan Sabun (Penyempurnaan Sabun) 71 3.3.3 Flow Chart Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 72
3.3.4 Flow Chart Penentuan Titer Point 72
3.3.4.1 Preparasi Alat 73
3.3.4.2 Penentuan Titik Beku (Titer Point) 73 3.3.5 Flow Chart Penentuan Bilangan Iodine 74
3.3.6 Uji Keretan (Cracking Test) 75
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Data Percobaan 76
4.2 Pembahasan 79
4.2.1 Perbandingan Campuran Minyak (Oil Blend) 79 4.2.2 Sifat Kepolaran dan Sifat Hidrofil Dari Asam Lemak 79
4.2.3 Bilangan Iodine Asam Lemak 81
4.2.4 Energi Disosiasi Ikatan 81
4.2.5 Titer Point (Titik Beku) Asam Lemak 82
4.3 Reaksi Percobaan 84
4.3.1 Reaksi Penyabunan (Saponifikasi) 84
Tabel 2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi 37 Tabel 2.7 Bilangan Penyabunan Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.8 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.9 Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan Pada Sifat Sabun 39 Tabel 2.10 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42 Tabel 2.11 Nilai I.N.S Dari Berbagai Jenis Minyak 46 Tabel 2.12 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 47 Tabel 2.13 Range Titer Point Untuk Berbagai Jenis Sabun 47
Tabel 2.14 Energi Disosiasi Ikatan 52
Tabel 3.1 Tabel Berat Sampel Untuk Iodine Value yang Diharapkan 66 Tabel 4.1 Data Pengaruh Persen PO Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.2 Data Pengaruh Persen PS Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.3 Data Pengaruh Bilangan Iodine Terhadap Keretakan Sabun 77 Tabel 4.4 Data Pengaruh Titer Point Terhadap Keretakan Sabun 78 Tabel 4.5 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 81 Tabel 4.6 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 83
Halaman
Gambar 1. Soap Noodle 16
Halaman Contoh Perhitungan Formula Sabun Pada Pembuatan Sabun 93 Tabel 1 Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak 96 Contoh Perhitungan Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 98 Tabel 2 Hasil Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 99 Hasil Uji Keretakan Terhadap Berbagai Variasi Oil Blend 101 Gambar 1 Oil Blend 60/5/35 (PO/PS/PKO) 101 Gambar 2 Oil Blend 60/10/30 (PO/PS/PKO) 103 Gambar 3 Oil Blend 60/15/25 (PO/PS/PKO) 105 Gambar 4 Oil Blend 60/20/20 (PO/PS/PKO) 107 Gambar 5 Oil Blend 60/25/15 (PO/PS/PKO) 109 Gambar 6 Oil Blend 60/30/10 (PO/PS/PKO) 111 Gambar 7 Oil Blend 60/35/5 (PO/PS/PKO) 113 Gambar 8 Oil Blend 5/70/25 (PO/PS/PKO) 115 Gambar 9 Oil Blend 20/70/10 (PO/PS/PKO) 117
Oil Blend : Campuran perbandingan beberapa komponen minyak
Titer Point : Titik dimana asam lemak (cair) berubah wujud menjadi padat Moisture Content : Kandungan air
Iodine Value : Bilangan Iodine, ukuran ketidakjenuhan dari minyak/lemak yaitu jumlah cg iodine yang diserap oleh 1 g minyak/lemak. Saponification Value : Jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g
minyak atau lemak.
AOCS : American Oil Chemist Standarization PORIM : Palm Oil Research Institute of Malaysia SNI : Standard Nasional Indonesia
SR : Solubility Ratio
ABSTRAK
Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point
STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF
SOLID TOILET SOAP
ABSTRACT
Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat
menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun
mandi padat harganya relatif lebih murah. Sabun mandi padat memiliki kelemahan dari
sisi keamanan jika dipakai bersama dan sulit untuk dibawa kemana-mana. Tetapi untuk
pemakaian pribadi di rumah, sabun mandi padat sangat tepat untuk digunakan.
(Anonimous, 2007)
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standard Nasional Indonesia (SNI)
untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi,
yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas maksimum 2,5%, alkali
bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian zat yang tak terlarut dalam
alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%, dan minyak mineral (negatif).
Sementara sifat fisik sabun seperti daya membersihkan, kestabilan busa, kekerasan, dan
warna belum memiliki standard. (pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2006-3532-1994.pdf)
Kriteria pemilihan minyak dan lemak sangat mungkin untuk mendapatkan sifat
sabun yang optimum dari minyak yang diformulasikan. Faktor-faktor yang diharapkan
oleh pembuatan sabun ketika pemilihan bahan-bahan yaitu : kualitas sabun yang
diharuskan dalam hal warna, busa, kekerasan, kemampuan membersihkan, kelarutan.
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Masing-masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 (asam lauric) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan
begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui
proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat-sifat
sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam
lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada
kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang
sangatsukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam-asam lemak tak
jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi.
Selain pemilihan minyak dan lemak, sifat kimia seperti titer point dan bilangan
iodine juga merupakan faktor yang sangat berperan untuk memperoleh sifat sabun yang
optimum. Selain itu juga dengan melakukan pencampuran atau perbandingan dari
berbagai minyak atau lemak yang berbeda juga dapat memperoleh sabun dengan mutu
yang diharapkan untuk mencegah terjadinya keretakan pada sabun (cracking). (Iftikhar
Ahmad, 1981)
Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan (sabun),
tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan (stamping), komposisi
jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. Ada dua jenis cracking,
dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet cracking). Cracking kering dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam sabun selama
tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum atau ketidakefisienan plodding. Cracking
basah terjadi pada batangan sabun selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya
Fenomena keretakan sabun (cracking) merupakan satu dari sekian masalah yang
cukup serius bagi pembuat sabun. Karena keretakan sabun dapat menimbulkan keluhan
konsumen baik sebelum pemakaian maupun setelah pemakaian sabun. Maka untuk
memperkecil keluhan konsumen dan berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat”.
1.2 Permasalahan
Meneliti bagaimana pengaruh variasi campuran minyak atau oil blend (Palm Oil/Palm
Stearine/Palm Kernel Oil) terhadap tingkat keretakan sabun (cracking), dan juga meneliti
bagaimana pengaruh bilangan iodine, dan titer point (titik beku) terhadap keretakan sabun
(cracking).
1.3Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi oleh :
1. Sampel yang digunakan adalah sabun mandi dari PT. Oleochem and Soap
Industri.
2. Blending atau campuran minyak (%b/%b) yang digunakan dalam pembuatan
sabun adalah Palm Oil (PO) / Palm Stearin (PS) / Palm Kernel Oil (PKO). Dan
variasi oil blend yang digunakan adalah 5/70/25, 10/70/20, 15/70/15, 20/70/10,
25/70/5, 60/5/35/, 60/10/30, 60/15/25, 60/20/20, 60/25/15, 60/30/10, 60/35/5.
3. Uji keretakan sabun (cracking test) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
cracking basah (wet cracking), yaitu sabun dipakai hingga beratnya berkurang ¼
dikeringkan selama 24 jam. Dipastikan semua permukaan sabun kering, lalu
dilihat keretakannya.
4. Jenis keretakan sabun (cracking) yang terdapat dalam studi ini adalah : none (tidak
ada keretakan yang kelihatan), slight (sedikit retak), medium (keretakan tidak
begitu parah), dan severe (keretakannya parah dengan kedalaman 2 mm).
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penyebab dari keretakan sabun atau cracking yang ditinjau dari sifat
kimia dari sabun (oil blend, bilangan iodine, dan titer point).
2. Memperoleh sifat (jenis) keretakan sabun atau cracking dari berbagai variasi
campuran minyak (oil blend) yang dipakai dalam pembuatan sabun.
1.5Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berapa perbandingan
campuran minyak atau oil blend yang sesuai yang dianjurkan dalam proses pembuatan
sabun untuk mencegah terjadinya keretakan sabun. Selain itu hal yang paling utama yaitu
memperkecil keluhan konsumen terhadap keretakan sabun sebelum maupun sesudah
pemakaian.
1.6Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium PT. Oleochem and Soap Industri, KIM II, Mabar.
Penelitian ini adalah hasil studi laboratorium. Diawali dengan proses pembuatan sabun di
plant produksi, sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan
NaOH dengan perbandingan 3 : 1 dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak (dalam satuan %b/%b)
seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan
perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan
untuk sabun yang akan diproduksi. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle
setelah melalui proses pengeringan (drying) kemudian ditambahkan beberapa zat aditif
dengan jumlah dan komposisi yang sama pada alat pencampur (mixing) kemudian
diteruskan ke alat pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan
sabun yang diinginkan. Dalam penelitian ini bentuk batangan sabun, berat sabun,
komposisi dan jumlah bahan aditif ditentukan (dibatasi). Kemudian sabun yang telah
diperoleh dengan beberapa variasi oil blend dilakukan analisis sifat kimia seperti bilangan
iodin dengan menggunakan metode sikloheksana (cyclohexane method) dan titik beku
(titer point) yang terlebih dahulu diperoleh asam lemak (fatty acid) nya, juga sifat fisik
seperti keretakan sabun yaitu dalam hal ini keretakan basah (wet cracking).
Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel, yaitu sebagai berikut :
1. Variabel bebas (berubah), yaitu variabel yang mempunyai pengaruh terhadap
penelitian, dalam hal ini adalah variasi Palm Oil (PO) atau Palm Stearine (PS) , Palm
Kernel Oil (PKO).
2. Variabel tetap, yaitu variabel yang dibuat tetap (tidak berubah) agar tidak
menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel terikat. Yang menjadi variabel tetap
dalam penelitian ini adalah jenis sabun yang digunakan dalam uji cracking meliputi
(komposisi jumlah bahan aditif dalam sabun, bentuk batangan sabun, berat sabun),
tekanan dan suhu pada vakum stamping (pada proses pencetakan sabun). Suhu
perendaman, lama perendaman sampel, dan waktu pengeringan selama melakukan uji
keretakan (cracking test) pada sabun.
3. Variabel terikat, yaitu variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan, yaitu :
Adapun perulangan yang dilakukan adalah :
1. Faktor 1 : Variasi persen palm oil dalam komponen campuran minyak (oil blend,
PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Dimana persentase palm stearine dibuat
tetap yaitu 70%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1 Variasi Persen Palm Oil (PO) dalam Komposisi Campuran Minyak
(PO/PS/PKO)
Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)
5 70 25
10 70 20
15 70 15
20 70 10
25 70 5
2. Faktor 2 : Variasi persen palm stearine dalam komponen campuran minyak (oil blend,
PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%. Dimana persentase palm oil
dibuat tetap yaitu 60%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2 Variasi Persen Palm Stearine dalam Komposisi Campuran Minyak
(PO/PS/PKO)
Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Sabun
Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala
di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari
lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang
dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.
Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai
masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.
Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.
Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih,
seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun
mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di
Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan
Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya
minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun
pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,
dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi
barang mewah
Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah
tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil
satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama
Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di
mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang
tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada
masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang
berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber
mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah
asal usul sabun dimulai.
2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan
larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang
berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa
dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya
digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang
dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil
reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari
lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan
sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit
(palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai
2.3 Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun
mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat
dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol
digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat
melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan
air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam
air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif)
seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu
dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar.
Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)
2.3.1 Sifat – sifat Sabun
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah
garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun
(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar
maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16
(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar :
COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).
2.3.2 Kegunaan Sabun
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang
dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut
dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)
2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran
Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika
lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun
terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan
gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air
akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung
agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau
lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik
dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat
keliling setiap misel.
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan
mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan
minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini,
butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari
butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara
singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.
2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat
molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan
molekul sabun membentuk suatu emulsi.
3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan
menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
2.3.4 Jenis-jenis Sabun
Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat
dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi
kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk air
sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan
mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran
lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan
80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai
perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak
bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban
Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban.
Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam
pelarut yang sesuai, seperti parfum.
Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30%
air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki
parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli. Sabun mandi dibuat dengan
bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.
Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi
kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh
dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang
sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan
kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel
kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis
Spitz, 1996).
2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun
Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun
yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode,
yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.
2.3.5.1 Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)
berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan
untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan
alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun
gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air
dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air
secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan
lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,
seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,
sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di
dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2.3.5.2 Metode Kontiniu
Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu
dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan
dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian
dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
pembuatan-sabun)
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan
kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir
sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu
sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.
Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana
trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan
alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu
1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan
suhu 85-900C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye.
Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol
viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk
mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan
Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan
bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam
turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam
lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin
melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda
yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk
diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke
mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan.
Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada
sabun butiran atau lempengan.
Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian
diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang
homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat
pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan
sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz,
1996)
2.3.5.3 Metode Neat Soap
Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas.
Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan
dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian ditambahkan
bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida. Natrium
klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan
sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap.
Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang
1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas.
Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.
2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi tetapi menurunkan selektivitas.
3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar.
4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit memperkecil selektivitas.
Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui
beberapa tahapan proses sebagai berikut :
1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya sebesar 10-15 %. Jika kandungan air terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga
proses berjalan lambat.
2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap
dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur
sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.
3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun kedalam bentuk noodle-noodle soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan
berikutnya.
4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku sabun dalam bentuk noodle soap dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke
tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna, pengharum, dan komponen lain
yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan dalam
memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun
noodle soap yang diproduksi biasanya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan
sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku, bentuknya pun dibuat sedemikian
rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap dan lain-lain.
Gambar 1. Contoh Soap Noodle
2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)
Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor
pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang
sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit
dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.
Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan)
diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan
larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga
Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan
%b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm
stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan
formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi
sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun
dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai
bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan
kemurnian gliserin 20-30%.
Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian
dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk
memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di
dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye
(larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini
terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and
Soap Industri, 2010)
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada
kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua
reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
RCOOCH2 CH2OH
reaksi eksotermik
RCOOCH + 3 NaOH 3 RCOONa + CHOH
RCOOCH2 CH2OH
Minyak/ Natrium Sabun Gliserol
Lemak Hidroksida
Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm
stearine yang diwakili oleh asam palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan
gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di bawah ini :
CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH
CHOOC -(CH2)16-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)16COONa
CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH
Tristearine Natrium Gliserol Natrium
Hidroksida 10.33% Stearat
CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH
CHOOC -(CH2)14-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)14COONa
CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH
Tripalmitin Natrium Gliserol Natrium
Hidroksida 11.41% Palmitate
Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan
asam stearat ( 10.33%). Oleh karena itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol
lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat yang lebih tinggi dalam
molekulnya.
Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun
elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan
gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)
2.3.6.2Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)
Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke
Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat
soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan
sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah
Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan
dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar
0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap
masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen
kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)
2.3.6.3 Pengeringan Sabun
Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying)
dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan
speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting
secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya
diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan
sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding
ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang
mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam
suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem &
Soap Industri, 2010)
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi
dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis
digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem
tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada
dryer sistem tunggal.
2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun
ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur menjadi
suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi
potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun
batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,
pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum
Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:
( Iftikhar Ahmad, 1981 )
Minyak atau lemak tumbuhan /hewan Fuller's Earth
Pemurnian ( Perlakuan awal ) Caustic Soda
Proses Penyabunan Natrium Chlorida
Pemisahan
Sabun Dadih Glycerine Mentah
Fitting Pemurnian
Neat Soap Glycerine Murni
Pengeringan, Pemotongan
Aditif /Pengisi Powdered
2.4 Bahan Pembuatan Sabun 2.4.1 Bahan Baku
2.4.1.1 Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±
28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang
rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai
karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air.
Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu
banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga
sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik
lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap,
sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi.
2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi
karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak
mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis
1. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan
iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi
dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan
stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari
tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow
dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari
tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam
miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu
untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih
dan mudah berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh
dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100%
minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%,
asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan
4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki
kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam
kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%,
asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam
kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat
asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat
0,1-0,4%.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi
8. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa
memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak
dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan
sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai
massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan
176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai
senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak
yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila
direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi
asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%,
asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown,
1973)
9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang
keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak
tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga
mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak
jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen
dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
(http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun)
10.Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak
dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki
sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan
stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Tabel 2.1. Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium
SIFAT GARAM NATRIUM
Jenis Rumus Sumber Utama Kekerasan Kelarutan Kinerja Daya Daya Membersihkan
Asam Lemak Molekul Sabun dalam air dalam air keras Busa
Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan
dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak. Komponen asam
lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan
hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam
lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-karbon
ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)
Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak
Jenis Asam Lemak Jumlah
Atom C Formula
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine,
dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang
biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat
yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa
tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan
sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh
industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
2.4.2 Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil
saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk
yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
2.4.2.1 Garam ( NaCl )
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada
produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan
gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan
magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
2.4.2.2 Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.
2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral
yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak
dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat
berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas. Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa
senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2.4.2.2.2 Filler ( Bahan Pengisi )
Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih
murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik
berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang
memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air
panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya
diperoleh secara sintetik.
Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara
luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit,
plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap
perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen
dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang
dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus
enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih
yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan non toksik.
(Supena, 2007)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan
lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan
sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam
air.
2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan
EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk
kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi
oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih
pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,
selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode
titriametil. (Supena, 2007)
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau
tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui
dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang
sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid
Kurnia, 2009)
2.4.2.2.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna
merah, putih, hijau maupun orange.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (fragrances)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar
dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas
dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan
dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat
dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis
parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum
ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat
seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan
jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang
digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring
flower. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun
Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk
membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan.
Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan
sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya lebih dari
90% dari bahan baku ini.
Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun,
bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat,
panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang diharapkan
seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau daya
membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm
stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak yang
biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase
tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic
acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat
pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats) dan yang
larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung
persentase tertinggi asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.
Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh
sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor
teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat sabun ketika memilih
komposisinya.
a. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.
b. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.
c. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine Number and Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan kelarutan.
d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)
2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku
Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam
lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam lemak
yang dibutuhkan :
C16 dan C18 rantai panjang = 3.009.600 ton
Asam laurat = 752.000 ton
Total asam lemak = 3.761.600 ton
Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow dan
palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine tiap
Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan
campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan
sabun.
Perbandingan Harga dari Palm Stearine
Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya
rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang
lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan
peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3 menjelaskan
perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad, 1981)
Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)
Periode Palm Stearine Tallow
Harga Per Ton (Malaysia) Harga per Ton (Australia)
Januari 1980 486 500
Februari 1980 489 520
Maret 1980 511 525
2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal
Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam lemak
tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas. Oleh sebab
itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari bau tidak
sedap.
2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis
Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam
memilih minyak dan lemak.