• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM

STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

SKRIPSI

FAUZAN TAUFIK

070822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FAUZAN TAUFIK 070822032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK

PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : FAUZAN TAUFIK

Nomor Induk Mahasiswa : 070822032

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui

Medan, Desember 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Firman Sebayang, MS Dr. Ribu Surbakti, MS

NIP. 195607261985031001 NIP. 194507061980031001

Diketahui/Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK PALM OIL/PALM STEARINE/PALM KERNEL OIL (%b/%b) TERHADAP

KERETAKAN SABUN MANDI PADAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2011

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

(6)

ABSTRAK

Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point

(7)

STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF

SOLID TOILET SOAP

ABSTRACT

Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent

(8)

DAFTAR ISI

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran 10

2.3.4 Jenis-jenis Sabun 11

2.3.5 Metode-metode Pembuatan Sabun 12

2.3.5.1 Metode Batch 12

2.3.5.2 Metode Kontiniu 13

2.3.5.3 Metode Neat Soap 14

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun Dalam Industri 16 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak) 16

2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap 19

2.3.6.3 Pengeringan Sabun 19

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun 20

2.3.7 Flow Chart Pembuatan Sabun (Soap Noodle) Dalam Industri 20 2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum 21

(9)

2.4.1 Bahan Baku 22

2.4.1.1 Minyak atau Lemak 22

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak 22

2.4.1.3 Alkali 27

2.4.2 Bahan Pendukung 28

2.4.2.1 Garam (NaCl) 28

2.4.2.2 Bahan Aditif 28

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk) 29

2.4.2.2.2 Filler (Bahan Pengisi) 29

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan 30

2.4.2.2.4 Zat Pewarna (Coloring Agent) 30 2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (Fragrances) 30 2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak Dalam Pembuatan Sabun 31

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku 32

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal 33

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis 33

2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan 35

2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci (Laundry) 37 dan Sabun Mandi

2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun 38

2.7.1 Bilangan Penyabunan 38

2.7.2 Bilangan Iodine (Iodine Value, IV) 38

2.7.2.1 Titrasi Iodometri 39

2.7.2.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat 41 2.7.2.3 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42

2.7.2.4 Indikator Kanji (Amilum) 43

2.7.2.5 Natrium Tiosulfat 44

2.7.2.6 Kalium Dikromat 45

2.7.3 Faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification) 45

2.7.4 Titer Point (Titik Beku) 46

2.7.5 Perbandingan Kelarutan (Solubility Ratio, SR) 47 2.7.6 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid, FFA) 47 2.7.7 Jumlah Asam Lemak (Total Fatty Acid, TFA) 48

2.7.8 Kadar Air (Moisture Content) 48

2.7.9 Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH 48

2.7.10 Garam (NaCl) 49

2.7.11 Keretakan (Cracking Phenomena) 49

2.8 Energi Disosiasi Ikatan 50

2.8.1 Pemaksapisahan Heterolitik 50

2.8.2 Pembelahan Homolitik 51

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 53

3.1.1 Alat-alat 53

3.1.2 Bahan-bahan 54

3.2 Prosedur Penelitian 62

(10)

3.2.2 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1N 63

3.2.3 Pembuatan Soap Noodle 63

3.2.4 Pembuatan Sabun Mandi Padat (Oil Blend 60/5/35 PO/PS/PKO) 64 3.2.5 Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 65 3.2.6 Penentuan Titer Point (AOCS Official Methods Da 13-48) 65

3.2.6.1 Preparasi Alat 65

3.2.6.2 Prosedur Penentuan Titik Beku (Titer Point) 66 3.2.7 Penentuan Bilangan Iodine (AOCS Official Methods Da 13-48) 66

3.2.7.1 Preparasi Sampel 66

3.2.7.2 Prosedur Penentuan Bilangan Iodine 67

3.2.8 Uji Keretakan (Cracking Test) 68

3.3 Bagan Penelitian (Flow Chart) 69

3.3.1 Flow Chart Pembuatan Soap Noodle 69

3.3.2 Flow Chart Pembuatan Sabun (Penyempurnaan Sabun) 71 3.3.3 Flow Chart Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat 72

3.3.4 Flow Chart Penentuan Titer Point 72

3.3.4.1 Preparasi Alat 73

3.3.4.2 Penentuan Titik Beku (Titer Point) 73 3.3.5 Flow Chart Penentuan Bilangan Iodine 74

3.3.6 Uji Keretan (Cracking Test) 75

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Data Percobaan 76

4.2 Pembahasan 79

4.2.1 Perbandingan Campuran Minyak (Oil Blend) 79 4.2.2 Sifat Kepolaran dan Sifat Hidrofil Dari Asam Lemak 79

4.2.3 Bilangan Iodine Asam Lemak 81

4.2.4 Energi Disosiasi Ikatan 81

4.2.5 Titer Point (Titik Beku) Asam Lemak 82

4.3 Reaksi Percobaan 84

4.3.1 Reaksi Penyabunan (Saponifikasi) 84

(11)

Tabel 2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi 37 Tabel 2.7 Bilangan Penyabunan Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.8 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 38 Tabel 2.9 Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan Pada Sifat Sabun 39 Tabel 2.10 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung 42 Tabel 2.11 Nilai I.N.S Dari Berbagai Jenis Minyak 46 Tabel 2.12 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 47 Tabel 2.13 Range Titer Point Untuk Berbagai Jenis Sabun 47

Tabel 2.14 Energi Disosiasi Ikatan 52

Tabel 3.1 Tabel Berat Sampel Untuk Iodine Value yang Diharapkan 66 Tabel 4.1 Data Pengaruh Persen PO Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.2 Data Pengaruh Persen PS Terhadap Keretakan Sabun 76 Tabel 4.3 Data Pengaruh Bilangan Iodine Terhadap Keretakan Sabun 77 Tabel 4.4 Data Pengaruh Titer Point Terhadap Keretakan Sabun 78 Tabel 4.5 Bilangan Iodine Dari Berbagai Jenis Minyak 81 Tabel 4.6 Titer Point Dari Berbagai Jenis Minyak 83

(12)

Halaman

Gambar 1. Soap Noodle 16

(13)

Halaman Contoh Perhitungan Formula Sabun Pada Pembuatan Sabun 93 Tabel 1 Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak 96 Contoh Perhitungan Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 98 Tabel 2 Hasil Analisa Bilangan Iodine dari Variasi Oil Blend 99 Hasil Uji Keretakan Terhadap Berbagai Variasi Oil Blend 101 Gambar 1 Oil Blend 60/5/35 (PO/PS/PKO) 101 Gambar 2 Oil Blend 60/10/30 (PO/PS/PKO) 103 Gambar 3 Oil Blend 60/15/25 (PO/PS/PKO) 105 Gambar 4 Oil Blend 60/20/20 (PO/PS/PKO) 107 Gambar 5 Oil Blend 60/25/15 (PO/PS/PKO) 109 Gambar 6 Oil Blend 60/30/10 (PO/PS/PKO) 111 Gambar 7 Oil Blend 60/35/5 (PO/PS/PKO) 113 Gambar 8 Oil Blend 5/70/25 (PO/PS/PKO) 115 Gambar 9 Oil Blend 20/70/10 (PO/PS/PKO) 117

(14)

Oil Blend : Campuran perbandingan beberapa komponen minyak

Titer Point : Titik dimana asam lemak (cair) berubah wujud menjadi padat Moisture Content : Kandungan air

Iodine Value : Bilangan Iodine, ukuran ketidakjenuhan dari minyak/lemak yaitu jumlah cg iodine yang diserap oleh 1 g minyak/lemak. Saponification Value : Jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g

minyak atau lemak.

(15)

AOCS : American Oil Chemist Standarization PORIM : Palm Oil Research Institute of Malaysia SNI : Standard Nasional Indonesia

SR : Solubility Ratio

(16)

ABSTRAK

Sifat kimia seperti titer point (titik beku), bilangan iodine, perbandingan campuran dari berbagai minyak atau lemak adalah parameter kunci untuk dapat memperoleh sabun dengan mutu yang diharapkan. Sifat kimia seperti titer point, bilangan iodin, campuran minyak (oil blend) adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun. Penelitian diawali dengan proses pembuatan sabun, yaitu sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan NaOH dengan perbandingan 3:1 (kg/kg) dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan dibuat. Faktor pertama dimana persentase palm stearine dibuat tetap yaitu 70%, sementara persentase palm oil dan palm kernel oil dibuat berubah. Dan faktor kedua persentase palm oil dibuat tetap yaitu 60%. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle setelah melalui tahap proses pengeringan, kemudian ditambahkan beberapa zat aditif dengan jumlah dan komposisi yang sama pada mesin pencampur (mixer) kemudian diteruskan ke pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan sabun yang diinginkan. Setelah sabun diperoleh, kemudian dilakukan analisis sifat kimia seperti titer point, bilangan iodine dengan menggunakan sampel berupa fatty acid (asam lemak). Selanjutnya dilakukan tes cracking terhadap sabun dengan variasi oil blend. Dari hasil penelitian diperoleh campuran minyak 60/15/25 (PO/PS/PKO) dengan bilangan iodine 40,01 (cg I2/gr sampel), dan titer point

(17)

STUDY COMPARISON OF OIL BLEND PALM OIL/PALM STEARINE/ PALM KERNEL OIL (%b/%b) TO CRACKING OF

SOLID TOILET SOAP

ABSTRACT

Chemical characteristics like as, Titer Point, Iodine Value, comparison of mixture from various fat or oil is keys parameter to be able to obtain soap with expected quality. Chemical characteristic like point titer is one from so much a lot influence from factors which obliged in making of soap. This study started with process of soap, that soap made through by saponification process between of oil and NaOH with comparison 3 : 1 in a reactor at temperature ± 1250C. Oil which reacted is mixture from some oil raw materials like Palm Oil ( PO), Palm Stearine ( PS), and Palm Kernel of Oil ( PKO) with comparison of oil which reacted is different each other as according to formulasi which have been specified for soap to produce. First factor where percentage of palm stearine made remain 70%, whereas percentage of palm oil and of palm kernel of oil made to change. And second factor is percentage of palm oil made remain 60%. Soap which have been formed in the form of soap noodle after drying process, then added by some additive in the same compositions and amount at mixer (mixing process), then distribute to stamping machine of soap (stamping process) so that formed soap bar or form that we wanted. After soap obtained, then analyse of chemical characteristics like titer point, iodine value by using sampel in the form of fatty acid. And then conducted cracking test to soap with variation of oil blend. From this research result obtained oil mixture 60/15/25 ( PO/PS/PKO) with iodine value 40.01 (cg I2/gr sample), and titer point 42.20C were recommended to prevent

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat

menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun

mandi padat harganya relatif lebih murah. Sabun mandi padat memiliki kelemahan dari

sisi keamanan jika dipakai bersama dan sulit untuk dibawa kemana-mana. Tetapi untuk

pemakaian pribadi di rumah, sabun mandi padat sangat tepat untuk digunakan.

(Anonimous, 2007)

Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standard Nasional Indonesia (SNI)

untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi,

yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas maksimum 2,5%, alkali

bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian zat yang tak terlarut dalam

alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%, dan minyak mineral (negatif).

Sementara sifat fisik sabun seperti daya membersihkan, kestabilan busa, kekerasan, dan

warna belum memiliki standard. (pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2006-3532-1994.pdf)

Kriteria pemilihan minyak dan lemak sangat mungkin untuk mendapatkan sifat

sabun yang optimum dari minyak yang diformulasikan. Faktor-faktor yang diharapkan

oleh pembuatan sabun ketika pemilihan bahan-bahan yaitu : kualitas sabun yang

diharuskan dalam hal warna, busa, kekerasan, kemampuan membersihkan, kelarutan.

(19)

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah

trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan

gliserol. Masing-masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai

karbon panjang antara C12 (asam lauric) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan

begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui

proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat-sifat

sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam

lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun

dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang

kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada

kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang

sangatsukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam-asam lemak tak

jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi.

Selain pemilihan minyak dan lemak, sifat kimia seperti titer point dan bilangan

iodine juga merupakan faktor yang sangat berperan untuk memperoleh sifat sabun yang

optimum. Selain itu juga dengan melakukan pencampuran atau perbandingan dari

berbagai minyak atau lemak yang berbeda juga dapat memperoleh sabun dengan mutu

yang diharapkan untuk mencegah terjadinya keretakan pada sabun (cracking). (Iftikhar

Ahmad, 1981)

Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan (sabun),

tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan (stamping), komposisi

jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. Ada dua jenis cracking,

dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet cracking). Cracking kering dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam sabun selama

tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum atau ketidakefisienan plodding. Cracking

basah terjadi pada batangan sabun selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya

(20)

Fenomena keretakan sabun (cracking) merupakan satu dari sekian masalah yang

cukup serius bagi pembuat sabun. Karena keretakan sabun dapat menimbulkan keluhan

konsumen baik sebelum pemakaian maupun setelah pemakaian sabun. Maka untuk

memperkecil keluhan konsumen dan berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat”.

1.2 Permasalahan

Meneliti bagaimana pengaruh variasi campuran minyak atau oil blend (Palm Oil/Palm

Stearine/Palm Kernel Oil) terhadap tingkat keretakan sabun (cracking), dan juga meneliti

bagaimana pengaruh bilangan iodine, dan titer point (titik beku) terhadap keretakan sabun

(cracking).

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi oleh :

1. Sampel yang digunakan adalah sabun mandi dari PT. Oleochem and Soap

Industri.

2. Blending atau campuran minyak (%b/%b) yang digunakan dalam pembuatan

sabun adalah Palm Oil (PO) / Palm Stearin (PS) / Palm Kernel Oil (PKO). Dan

variasi oil blend yang digunakan adalah 5/70/25, 10/70/20, 15/70/15, 20/70/10,

25/70/5, 60/5/35/, 60/10/30, 60/15/25, 60/20/20, 60/25/15, 60/30/10, 60/35/5.

3. Uji keretakan sabun (cracking test) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

cracking basah (wet cracking), yaitu sabun dipakai hingga beratnya berkurang ¼

(21)

dikeringkan selama 24 jam. Dipastikan semua permukaan sabun kering, lalu

dilihat keretakannya.

4. Jenis keretakan sabun (cracking) yang terdapat dalam studi ini adalah : none (tidak

ada keretakan yang kelihatan), slight (sedikit retak), medium (keretakan tidak

begitu parah), dan severe (keretakannya parah dengan kedalaman 2 mm).

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyebab dari keretakan sabun atau cracking yang ditinjau dari sifat

kimia dari sabun (oil blend, bilangan iodine, dan titer point).

2. Memperoleh sifat (jenis) keretakan sabun atau cracking dari berbagai variasi

campuran minyak (oil blend) yang dipakai dalam pembuatan sabun.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berapa perbandingan

campuran minyak atau oil blend yang sesuai yang dianjurkan dalam proses pembuatan

sabun untuk mencegah terjadinya keretakan sabun. Selain itu hal yang paling utama yaitu

memperkecil keluhan konsumen terhadap keretakan sabun sebelum maupun sesudah

pemakaian.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium PT. Oleochem and Soap Industri, KIM II, Mabar.

(22)

Penelitian ini adalah hasil studi laboratorium. Diawali dengan proses pembuatan sabun di

plant produksi, sabun dibuat melalui proses penyabunan atau saponifikasi minyak dan

NaOH dengan perbandingan 3 : 1 dalam suatu reaktor pada suhu ± 1250C. Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa bahan baku minyak (dalam satuan %b/%b)

seperti Palm Oil (PO), Palm Stearine (PS), dan Palm Kernel Oil (PKO) dengan

perbandingan minyak yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan

untuk sabun yang akan diproduksi. Sabun yang telah terbentuk dalam bentuk soap noodle

setelah melalui proses pengeringan (drying) kemudian ditambahkan beberapa zat aditif

dengan jumlah dan komposisi yang sama pada alat pencampur (mixing) kemudian

diteruskan ke alat pencetakan sabun (stamping) sehingga terbentuk bentuk atau batangan

sabun yang diinginkan. Dalam penelitian ini bentuk batangan sabun, berat sabun,

komposisi dan jumlah bahan aditif ditentukan (dibatasi). Kemudian sabun yang telah

diperoleh dengan beberapa variasi oil blend dilakukan analisis sifat kimia seperti bilangan

iodin dengan menggunakan metode sikloheksana (cyclohexane method) dan titik beku

(titer point) yang terlebih dahulu diperoleh asam lemak (fatty acid) nya, juga sifat fisik

seperti keretakan sabun yaitu dalam hal ini keretakan basah (wet cracking).

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel bebas (berubah), yaitu variabel yang mempunyai pengaruh terhadap

penelitian, dalam hal ini adalah variasi Palm Oil (PO) atau Palm Stearine (PS) , Palm

Kernel Oil (PKO).

2. Variabel tetap, yaitu variabel yang dibuat tetap (tidak berubah) agar tidak

menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel terikat. Yang menjadi variabel tetap

dalam penelitian ini adalah jenis sabun yang digunakan dalam uji cracking meliputi

(komposisi jumlah bahan aditif dalam sabun, bentuk batangan sabun, berat sabun),

tekanan dan suhu pada vakum stamping (pada proses pencetakan sabun). Suhu

perendaman, lama perendaman sampel, dan waktu pengeringan selama melakukan uji

keretakan (cracking test) pada sabun.

3. Variabel terikat, yaitu variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan, yaitu :

(23)

Adapun perulangan yang dilakukan adalah :

1. Faktor 1 : Variasi persen palm oil dalam komponen campuran minyak (oil blend,

PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Dimana persentase palm stearine dibuat

tetap yaitu 70%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Variasi Persen Palm Oil (PO) dalam Komposisi Campuran Minyak

(PO/PS/PKO)

Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)

5 70 25

10 70 20

15 70 15

20 70 10

25 70 5

2. Faktor 2 : Variasi persen palm stearine dalam komponen campuran minyak (oil blend,

PO/PS/PKO) yaitu : 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%. Dimana persentase palm oil

dibuat tetap yaitu 60%, seperti ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut :

Tabel 1.2 Variasi Persen Palm Stearine dalam Komposisi Campuran Minyak

(PO/PS/PKO)

Palm Oil (PO) Palm Stearine (PS) Palm Kernel Oil (PKO)

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun

Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala

di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari

lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang

dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.

Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai

masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.

Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.

Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih,

seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun

mulai dianggap sebagai seni.

Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di

Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan

Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya

minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,

kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun

pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.

Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya

mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,

(25)

dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi

barang mewah

Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah

tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil

satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama

Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di

mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang

tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada

masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang

berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber

mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah

asal usul sabun dimulai.

2.2 Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan

larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang

berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa

dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang

digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya

digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang

dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil

reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari

lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan

sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit

(palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai

(26)

2.3 Sabun

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun

mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat

dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang

mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol

digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat

melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan

air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam

air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif)

seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu

dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.

Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar.

Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai

hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam

air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni

segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan

ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.1 Sifat – sifat Sabun

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis

parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak

akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah

garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

(27)

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun

(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar

maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun

mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat

hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16

(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar :

COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).

2.3.2 Kegunaan Sabun

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang

dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut

dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion

molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena

tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling

bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran

Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika

lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun

terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan

gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air

akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung

agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau

lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik

(28)

dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat

keliling setiap misel.

Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan

mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan

minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini,

butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari

butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara

singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan

permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.

2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat

molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan

molekul sabun membentuk suatu emulsi.

3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan

menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

2.3.4 Jenis-jenis Sabun

Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat

dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi

kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk air

sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan

mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran

lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan

80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai

perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak

bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban

(29)

Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban.

Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam

pelarut yang sesuai, seperti parfum.

Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30%

air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki

parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli. Sabun mandi dibuat dengan

bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.

Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi

kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh

dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang

sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan

kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel

kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis

Spitz, 1996).

2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun

Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun

yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode,

yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.

2.3.5.1 Metode Batch

Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)

berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan

untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan

alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun

gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air

dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air

secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan

(30)

lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,

seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan

diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,

sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di

dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.5.2 Metode Kontiniu

Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis

dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu

dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan

dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian

dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.

pembuatan-sabun)

Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan

kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir

sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu

sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.

Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana

trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan

alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu

1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan

suhu 85-900C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye.

Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol

viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk

mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan

(31)

Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan

bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam

turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam

lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin

melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda

yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk

diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke

mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan.

Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada

sabun butiran atau lempengan.

Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat

pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian

diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang

homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat

pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan

terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan

ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan

sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz,

1996)

2.3.5.3 Metode Neat Soap

Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas.

Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan

dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian ditambahkan

bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida. Natrium

klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan

sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap.

Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang

(32)

1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas.

Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.

2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi tetapi menurunkan selektivitas.

3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar.

4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit memperkecil selektivitas.

Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui

beberapa tahapan proses sebagai berikut :

1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya sebesar 10-15 %. Jika kandungan air terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga

proses berjalan lambat.

2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap

dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur

sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.

3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun kedalam bentuk noodle-noodle soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan

berikutnya.

4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku sabun dalam bentuk noodle soap dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke

tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna, pengharum, dan komponen lain

yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan dalam

memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun

(33)

noodle soap yang diproduksi biasanya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan

sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku, bentuknya pun dibuat sedemikian

rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap dan lain-lain.

Gambar 1. Contoh Soap Noodle

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri 2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)

Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor

pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang

sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit

dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.

Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan)

diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan

larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga

(34)

Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan

%b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm

stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan

formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi

sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun

dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai

bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan

kemurnian gliserin 20-30%.

Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian

dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk

memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di

dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye

(larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini

terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and

Soap Industri, 2010)

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak

mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada

kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua

reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

RCOOCH2 CH2OH

reaksi eksotermik

RCOOCH + 3 NaOH 3 RCOONa + CHOH

RCOOCH2 CH2OH

Minyak/ Natrium Sabun Gliserol

Lemak Hidroksida

(35)

Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm

stearine yang diwakili oleh asam palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan

gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di bawah ini :

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)16-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)16COONa

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

Tristearine Natrium Gliserol Natrium

Hidroksida 10.33% Stearat

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)14-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)14COONa

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

Tripalmitin Natrium Gliserol Natrium

Hidroksida 11.41% Palmitate

Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan

asam stearat ( 10.33%). Oleh karena itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol

lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat yang lebih tinggi dalam

molekulnya.

Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun

(36)

elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan

gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)

2.3.6.2Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)

Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke

Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat

soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan

sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah

Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan

dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar

0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap

masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen

kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

2.3.6.3 Pengeringan Sabun

Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying)

dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan

speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting

secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya

diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan

sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding

ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang

mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam

suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem &

Soap Industri, 2010)

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang

umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi

dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis

(37)

digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem

tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun

dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai

memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada

dryer sistem tunggal.

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat

pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun

ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur menjadi

suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap

pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi

potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun

batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,

pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.

(38)

2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum

Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Minyak atau lemak tumbuhan /hewan Fuller's Earth

Pemurnian ( Perlakuan awal ) Caustic Soda

Proses Penyabunan Natrium Chlorida

Pemisahan

Sabun Dadih Glycerine Mentah

Fitting Pemurnian

Neat Soap Glycerine Murni

Pengeringan, Pemotongan

Aditif /Pengisi Powdered

(39)

2.4 Bahan Pembuatan Sabun 2.4.1 Bahan Baku

2.4.1.1 Minyak atau Lemak

Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari

gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah

minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud

keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±

28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.

Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam

lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang

rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai

karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air.

Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu

banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga

sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik

lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap,

sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada

temperatur tinggi.

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi

karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak

mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis

(40)

1. Tallow ( Lemak Sapi )

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging

sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur

solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan

iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi

dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan

stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari

tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow

dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari

tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam

miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.

2. Lard ( Lemak Babi )

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh

seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika

digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu

untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih

dan mudah berbusa.

3. Palm Oil ( Minyak Sawit )

Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh

dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya

kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku

pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100%

minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan

sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan

lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%,

asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan

(41)

4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri

pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi

daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak

jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan

terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki

kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam

kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )

Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan

asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai

pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh

lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%,

asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam

kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari

minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam

minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat

asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat

0,1-0,4%.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan

asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi

(42)

8. Castor Oil ( Minyak Jarak )

Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa

memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak

dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan

sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai

massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan

176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai

senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak

yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila

direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi

asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%,

asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown,

1973)

9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi

memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang

keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak

tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga

mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak

jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen

dari total asam lemak dalam minyak zaitun.

(http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun)

10.Campuran Minyak dan Lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak

dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki

sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan

(43)

stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

Tabel 2.1. Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium

SIFAT GARAM NATRIUM

Jenis Rumus Sumber Utama Kekerasan Kelarutan Kinerja Daya Daya Membersihkan

Asam Lemak Molekul Sabun dalam air dalam air keras Busa

Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan

dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak. Komponen asam

lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan

(44)

hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam

lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-karbon

ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)

Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak

Jenis Asam Lemak Jumlah

Atom C Formula

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,

Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine,

dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang

biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling

banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam

lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut

dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat

(45)

yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa

tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan

sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh

industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

2.4.2 Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil

saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk

yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

2.4.2.1 Garam ( NaCl )

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada

produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun

dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam

(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan

gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang

tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan

magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

2.4.2.2 Bahan Aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan

untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan

aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.

(46)

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral

yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak

dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga

membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat

berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran

yang telah lepas. Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa

senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.2 Filler ( Bahan Pengisi )

Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih

murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik

berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang

memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air

panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya

diperoleh secara sintetik.

Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara

luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit,

plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap

perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen

dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang

dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus

enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih

yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan non toksik.

(Supena, 2007)

Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan

baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.

(47)

ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan

lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan

sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam

air.

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk

kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi

oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih

pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,

selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode

titriametil. (Supena, 2007)

Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau

tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui

dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang

sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid

Kurnia, 2009)

2.4.2.2.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar

memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli

sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna

merah, putih, hijau maupun orange.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (fragrances)

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar

dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas

(48)

dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan

dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat

dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis

parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum

ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat

seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan

jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada

produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan

harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang

digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring

flower. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun

Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk

membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan.

Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan

sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya lebih dari

90% dari bahan baku ini.

Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun,

bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat,

panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang diharapkan

seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau daya

membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam

pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm

stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak yang

biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase

tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic

acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat

pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats) dan yang

(49)

larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung

persentase tertinggi asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.

Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh

sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor

teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat sabun ketika memilih

komposisinya.

a. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.

b. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.

c. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine Number and Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan kelarutan.

d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku

Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam

lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam lemak

yang dibutuhkan :

C16 dan C18 rantai panjang = 3.009.600 ton

Asam laurat = 752.000 ton

Total asam lemak = 3.761.600 ton

Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow dan

palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine tiap

(50)

Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan

campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan

sabun.

Perbandingan Harga dari Palm Stearine

Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya

rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang

lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan

peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3 menjelaskan

perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)

Periode Palm Stearine Tallow

Harga Per Ton (Malaysia) Harga per Ton (Australia)

Januari 1980 486 500

Februari 1980 489 520

Maret 1980 511 525

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal

Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam lemak

tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas. Oleh sebab

itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari bau tidak

sedap.

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis

Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam

memilih minyak dan lemak.

Gambar

Gambar 1. Contoh Soap Noodle
Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan
Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak
Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan analisa kadar asam lemak bebas (ALB) dan analisa kadar air pada palm kernel oil (PKO) di PT.Perkebunan Nusantara IV (persero) Pabatu.. Analisa asam lemak

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI MINYAK CPKO(Crude Palm Kernel Oil) PADA TANGKI TIMBUN (Storage.. Tank)

Pada penelitian yang dilakukan oleh aladetuyi et all, diperoleh perbandingan hasil yield biodiesel menggunakan katalis Cocoa Pod Ash dan KOH dengan bahan baku palm kernel oil

daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku.. minyak goreng dan berbagai jenis

Tanaman yang produk utamanya ini terdiri dari minyak goreng kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit atau PKO (Palm Kernel Oil) mempunyai nilai ekonomis

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm

H0 : Penggunaan inhibitor korosi berupa fatty acid diethanolamide yang berbahan dasar palm kernel oil (PKO) dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm

Artikel ini menyajikan penerapan SVR dengan kernel radial basis untuk perama- lan harga minyak mentah kelapa sawit ( crude palm oil prices) pada ukuran akurasi digunakan