Lampiran 1
Ketersediaan Kedelai di Sumatera Utara tahun 1998-2013
Tahun
Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara tahun 1998-2013
Tahun
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Sumatera Utara th 1998-2013 Regression
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Ketersediaan
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar, Luas Panen, Tenaga Kerja, Pendapatan
b. Dependent Variable: Ketersediaan
ANOVAb
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar, Luas Panen, Tenaga Kerja, Pendapatan
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Ketersediaan
Collinearity Diagnosticsa
(Constant) Luas Panen Tenaga Kerja Pendapatan Nilai Tukar
1 1 4.406 1.000 .00 .01 .00 .00 .00
2 .494 2.987 .00 .30 .00 .07 .00
3 .076 7.611 .01 .46 .03 .73 .01
4 .020 14.822 .01 .23 .47 .00 .25
5 .004 33.101 .98 .01 .50 .20 .75
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara th 1998-2013
Regression
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Konsumsi
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar, Jumlah Industri, Pendapatan, Harga Kedelai Impor, Jumlah Penduduk
b. Dependent Variable: Konsumsi
ANOVAb
a. Predictors: (Constant), Nilai Tukar, Jumlah Industri, Pendapatan, Harga Kedelai Impor, Jumlah Penduduk
Coefficientsa
ion Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
DAFTAR PUSTAKA
Anggasari, Popy. 2008.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Kedelai Indonesia.[Skripsi]. Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Utara dalam Angka. Jakarta : BPS. Baliwati, 2004. Pengatar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Dewan Ketahanan Pangan,2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan. Jakarta :
kalangan pribadi.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Farida, dkk. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Hasyim, Hasman. 2008. Analisis Faktor Faktor Yang Menpengaruhi Ketersediaan Beras Di Sumatera Utara . Thesis. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Husodo,Siswono Yudo. 2004. Membangun Kemandirian Pangan. Jakarta : Yayasan Padamu Negeri.
Jhingan,2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali.
Kusumosuwondo. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia (LP-FE UI).
Lestari, Lisa. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Dan Konsumsi Pangan Strategis Di Sumatera Utara . Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Laura J, dkk. 1985. Food, Nutrition and Agriculture. Jakarta : UI-Press
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya . Ign Bayu Mahendra [penerjemah]. PT Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nitisemito, Alex S, 1991. Manajemen Personalia – Manajemen SumberDayaManusia. Jakarta: Ghalia.
Peraturan Menteri Pertanian No 65 Tahun 2010. Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pratama, Rahardja. 2005. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar, Edisi3, Jakarta
: Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.
Priyatno, Dwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Purwono dan Heni. 2007. Budidaya 5 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.
Purnamasari, Rika. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksidan Impor Kedelai di Indonesia. [skripsi]. Program Studi EkonomiPertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB.
Sandi, I Made.1985. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Puri Margasari.
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya manusia. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soekartawi, 1993. Teori ekonomi produksi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi dua. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
______, 2006. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Edisi tiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sunaryo, T. 2001. Ekonomi Manajerial: Aplikasi Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : Erlangga,
Suryana, 2001. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat
---, 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. Yogyakarta : BPFE.
Supadi. 2009. Dampak Impor Kedelai Berkelanjutan terhadap Keberlangsungan Ketahanan Pangan. Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Suprapto, H. 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya. Undang Undang No 8. 2012.Pangan. Jakarta : LN 1996/99; TLN 3656.
Metode Penentuan Wilayah
Penelitian ini dilaksanakan di Sumatera Utara. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah yang prosfektif untuk mengetahui ketersediaan dan konsumsi kedelai. Adapun yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan wilayah adalah atas terjadinya fluktuasi dari luas areal pertanaman, produktifitas, dan produksi dari tanaman kedelai di Sumatera Utara. Dan didukung oleh domisili peneliti yang berada di Sumatera Utara.
Tabel 2.Luas Areal Pertanaman, Produktifitas, dan Produksi kedelai Sumatera Utara tahun 1998-2013.
Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
1998 42.242 10.510 44.503
Metode Penentuan Sampel dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data times series dengan range tahun 1998-2013 yang dianalisis dengan alat bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah menggunakan data sekunder. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh peneliti dari Badan Pusat Statistik, Departemen dan Dinas Pertanian dan berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis yang diambil. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara menggunakan model regresi linier berganda.
untuk menguji identifikasi masalah (1) akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan :
Y = a
0+ a
1X
1+ a
2X
2+ a
3X
3+ a
4X
4Keterangan :
+ µ
Y = Ketersediaan Kedelai (Ton) a0
X
= Konstanta Intersep 1
X
= Luas Panen Kedelai (Ha) 2
X
a1-a5
Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah : = Koefisien Variabel Regresi
H0
H
= luas panen, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap ketersediaan kedelai.
1 = luas panen, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar secara bersama-sama berpengaruh terhadap ketersedian kedelai.
Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah : H0
H
= luas panen kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 1
H
= luas panen kedelai berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 0
H
= tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 1
H
= tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 0
H
= pendapatan kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 1
H
= pendapatan kedelai berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 0
H
= nilai tukar tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 1
Jika th ≤ t tabel, tolak H
= nilai tukar berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai. 1 ; terima H
Jika th ≥ t tabel, tolak H
0
Dan untuk menguji identifikasi masalah (2) akan diuji dengan menggunakan regresi, dengan persamaan:
Y = a
0+ a
1X
1+ a
2X
2+ a
3X
3+ a
4X
4= Harga Kedelai Impor(Rp/Ton) 2
X
= Jumlah Penduduk (Jiwa) 3
X
= Jumlah Industri Tahu/Tempe (Unit) 4
a1-a5 = Koefisien Variabel Regresi
Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah : H0
H
= harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap konsumsi kedelai.
1 = harga kedelai impor , jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar secara bersama-sama berpengaruh terhadap konsumsi kedelai.
Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah : H0
H
= harga kedelai impor tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 1
H
= harga kedelai impor berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 0
H
H0
H
= jumlah industri tahu/tempe tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai.
1
H
= jumlah industri tahu/tempe berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 0
H
= pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 1
H
= pendapatan berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 0
H
= nilai tukar tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 1
Jika th ≤ t tabel, tolak H
= nilai tukar berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai. 1 ; terima H
Jika th ≥ t tabel, tolak H
0
0 ; terima H1
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linier, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linier sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.
perbaikan pada uji tersebut, dan setelah memenuhi persyaratan, dilakukan pengujian pada uji yang lain.
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda.Jika ada korelasi yang tinggi diantara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.
Multikolinieritas dapat dideteksi dengan beberapa metode,diantaranya adalah dengan melihat :
• Jika nilai toleransi atau VIF( Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10.
• Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 (Gujarati,2007).
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengambilan keputusannya yaitu:
• Jika tidak ada pola yang jelas seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, makatidak terjadi heteroskedastisitas (Priyatno,2012).
3. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesapanen yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.
Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi
1. Ketersediaan kedelai adalah jumlah kedelai yang tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat maupun industri.
2. Luas panen adalah luasan areal pertanian yang diusahakan untuk memproduksi jenis tanaman produksi tertentu.
3. Tenaga kerja adalah kelompok penduduk usia kerja dimana yang mampu bekerja atau yang melakukan kegiatan ekonomi dalam menghasilkan suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Nilai tukar mata uang adalah perbandingan suatu mata uang terhadap mata uang negara lain yang dinyatakan dalam satuan Rupiah per US$.
5. Konsumsi kedelai adalah sejumlah kedelai yang akan dimakan oleh masyarakat dengan tujuan pemenuhan kebutuhan hayati.
6. Harga Kedelai Impor adalah Harga Kedelai Impor (Rupiah / ton) yang diperoleh dari perkalian harga kedelai impor dalam Dollar Amerika dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
7. Pendapatan adalah sejumlah uang yang diterima oleh perusahaan oleh aktifitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan.
8. Jumlah penduduk adalah sejumlah penduduk yang mendiami dan beraktifitas di suatu wilayah.
Batasan Operasional
1. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu 1998 sampai 2013 meliputi ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara.
Letak Topografi dan Iklim Letak Topografi
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia,terletak pada garis 10-40 Lintang Utara dan 980-1000
a. Sebelah Utara : Provinsi Aceh
Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lainnya :
b. Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka c. Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat d. Sebelah Barat : Samudera Hindia
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera da sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian tumur pantai pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Utara secara administratif terbagi dalam 25 kabupaten, 8 kota dengan 421 kecamatan yang meliputi 653 kelurahan dan 5.175 desa.
Iklim
sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,40
Keadaan Penduduk
C. Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu diselingi musim pancaroba.
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa.
Kepadatan penduduk pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 kemudian pada tahun 2000 meningkat menjadi 161 jiwa per km2 dan selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 188 jiwa per km2
jiwa (51,83%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,55 juta jiwa (49,17%).
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami perubahan dari tahun 1999-2010. Akibat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, penduduk miskin pada tahun 1999 meningkat tajam menjadi 1,97 jiwa atau 16,74 persen dari total penduduk Sumatera Utara. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin secara absolut maupun secara persentase, yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau 15,89 persen, sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau 14,93 persen, kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,84 juta jiwa (14,68 %), namun akibat dampak kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66%).
Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 1,77 juta atau 13,90 persen. Angka ini menurun pada tahun 2008 menjadi 1,61 juta jiwa atau 12,55 persen. Pada tahun 2009 angka kemiskinan ini kembali turun menjadi 1,50 juta jiwa atau 11,51 persen. Selanjutnya pada bulan September 2013 jumlah penduduk miskin menjadi 1,39 juta jiwa atau 10,39 persen.
Tabel. 3 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2013
No. Kabupaten/ Regency 2009 (Jiwa) 2010 (Jiwa) 2011 (Jiwa) 2012 (Jiwa) 2013 (Jiwa)
1 Nias 444.502 131.377 132.605 132.860 133.388
2 Mandailing Natal 429.889 404.945 408.731 410.031 413.475
3 Tapanuli Selatan 265.855 263.815 266.282 268.095 268.824
4 Tapanuli Tengah 323.563 311.232 314.142 318.908 324.006
5 Tapanuli Utara 271.474 279.257 281.868 283.871 286.118
12 Deli Serdang 1.788.351 1.790.431 1.807.173 1.845.615 1.886.388
13 Langkat 1.057.768 967.535 976.582 976.885 978.734
14 Nias Selatan 273.851 289.708 292.417 294.069 295.968
15 Humbang Hasundutan 158.070 171.650 173.255 174.765 176.429
16 Pakpak Bharat 42.814 40.505 40.884 41.492 42.144
17 Samosir 132.023 119.653 120.772 121.594 121.924
18 Serdang Bedagai 642.983 594.383 599.941 604.026 605.583
19 Batu Bara 389.510 375.885 379.400 381.023 382.960
20 Padang Lawas Utara 194.774 223.531 225.621 229.064 232.746
21 Padang Lawas 186.643 225.259 227.365 232.166 237.259
22 Labuhanbatu Selatan 280.562 277.673 280.269 284.809 289.655 23 Labuhanbatu Utara 351.620 330.701 333.793 335.459 337.404
24 Nias Utara - 127.244 128.434 128.533 129.053
25 Nias Barat - 81.807 82.572 82.701 82.854
Kota/ City
26 Sibolga 96.034 84.481 85.271 85.852 85.981
27 Tanjung Balai 167.500 154.445 155.889 157.175 158.599
28 Pematang Siantar 240.939 234.698 236.893 236.947 237.434
29 Tebing Tinggi 142.717 145.248 146.606 147.771 149.065
30 Medan 2.121.053 2.097.610 2.117.224 2.122.804 2.123.210
31 Binjai 257.105 246.154 248.456 250.252 252.263
32 Padangsidimpuan 191.912 191.531 193.322 198.809 204.615
33 Gunungsitoli 0 126.202 127.382 128.337 129.403
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar -2,01 persen, pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 0,94 persen, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 0,85 persen, dan pada tahun pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 0,84 persen. Ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk paling tinggi, sedangkan daerah yang memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit adalah kabupaten Pakpak Bharat.
Karakteristik Sampel Penelitian Ketersediaan Kedelai
Grafik 2. Ketersediaan Kedelai Sumatera Utara tahun 1998-2013
Tabel 4.Ketersediaan Kedelai di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Ketersediaan (Ton)
1998 54.770
Sumber : BPS dan BKP Sumatera Utara,2014 0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Ketersediaan Kedelai (Ton)
Konsumsi Kedelai
Keadaan konsumsi kedelai di Sumatera Utara juga mengalami fluktuasi. Tetapi secara umum keadaan konsumsi kedelai Sumatera Utara mengalami kenaikan. Konsumsi kedelai Sumatera Utara terendah berada di angka 27.034 ton (1998) dan tertinggi berada di angka 61.316 ton (2013). Dari tahun ke tahun mulai dari 1998 sampai 2013 pada umumnya terjadi peningkatan
Grafik 3. Konsumsi Kedelai Sumatera Utara tahun 1998-2013
Tabel 5. Jumlah Konsumsi Kedelai di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Konsumsi Kedelai (Ton) Ratio
1998 31.955 0,000
Sumber : BPS dan BKP Sumatera Utara,2014 0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Konsumsi Kedelai (ton)
Dari tahun 1998 sampai dengan 2013 secara umum terjadi peningkatan di dalam konsumsi kedelai di Sumatera Utara. Terjadi penurunan yang signifikan pada tahun 2003 yang mungkin diakibatkan berubahnya konsumsi kedelai masyarakat Sumatera Utara.
Luas Panen Kedelai
Keberadaaan luas panen kedelai Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Luas panen kedelai Sumatera Utara terendah berada di angka 3.126 Ha (2013) dan tertinggi berada di angka 42.242 Ha (1998).
Tabel 6.Luas Panen Tanaman Kedelai di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Luas Panen kedelai (Ha) Rasio
1998 42.242 0,00
Sumber : BPS Sumatera Utara,2014
Jumlah Tenaga Kerja di Bidang Pertanian
Keberadaaan jumlah tenaga kerja di bidang pertanian di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Jumlah tenaga kerja terendah berada di angka 2.608.706 jiwa (1998) dan tertinggi berada di angka 4.468.816 jiwa (2010)
Tabel 7.Jumlah Tenaga Kerja di bidang pertanian di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Tenaga Kerja (Jiwa)
1998 2.608.706
1999 2.679.078
2000 2.650.396
2001 2.749.214
2002 2.738.193
2003 4.421.093
2004 4.126.453
2005 4.249.699
2006 4.074.774
2007 3.987.998
2008 4.203.091
2009 4.255.602
2010 4.468.816
2011 3.845.341
2012 3.834.093
2013 3.880.703
Pendapatan Penduduk
Keberadaaan pendapatan penduduk di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pendapatan penduduk terendah berada di angka Rp. 4.361.485 (1998) dan tertinggi berada di angka Rp.29.722.268 (2013). Pendapatan penduduk tersebut diperoleh dari pendapatan perkapita (PDRB) konstan Sumatera Utara. Dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 8.Pendapatan Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Pendapatan (Juta)
1998 4.361.485
1999 5.476.169
2000 5.928.518
2001 6.741.914
2002 7.482.946
2003 8.672.097
2004 9.741.566
2005 11.326.516
2006 12.684.532
2007 14.166.626
2008 16.813.290
2009 18.381.013
2010 21.236.780
2011 23.778.381
2012 26.184.746
2013 29.722.268
Nilai Tukar
Keberadaaan nilai tukar mata uang di Indonesia mengalami fluktuasi. Nilai tukar terendah berada di angka 7.100 (Rp/$) (1999) dan tertinggi berada di angka 12.250 (Rp/$)(2013). Dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 9.Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar di Indonesia Tahun 1998-2013
Tahun Nilai Tukar (Rp/$)
1998 11.750 1999 7.100 2000 9.725 2001 10.265
2002 9.260
2003 8.570
2004 8.985
2005 9.705
2006 9.200
2007 9.125
2008 9.666
2009 9.447
2010 9.036
2011 9.113
2012 9.718
2013 12.250
Harga kedelai impor
Keberadaaan harga kedelai mengalami fluktuasi, Harga kedelai terendah berada di angka Rp. 1.803.168/ton (1998) dan tertinggi berada di angka Rp. 9.650.000/ton (2013). dilihat dari tabel berikut :
Tabel 10.Harga Kedelai impor di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Harga Kedelai (Rp/ton)
1998 5.604.727
1999 1.383.657
2000 9.058.959
2001 2.144.949
2002 2.376.306
2003 2.200.513
2004 3.349.364
2005 2.777.740
2006 2.468.816
2007 3.031.310
2008 5.233.083
2009 4.374.414
2010 4.204.958
2011 5.200.902
2012 5.732.582
2013 7.492.145
Jumlah Penduduk
Keberadaaan jumlah penduduk di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Jumlah penduduk terendah berada di angka 11.754.100 jiwa (1998) dan tertinggi berada di angka 13.326.307 jiwa (2013).
Tabel 11.Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
1998 11.754.100
1999 11.955.400
2000 11.513.973
2001 11.247.958
2002 11.383.503
2003 11.591.182
2004 12.160.536
2005 12.326.678
2006 12.643.494
2007 12.834.371
2008 13.042.317
2009 13.248.386
2010 12.982.204
2011 13.103.596
2012 13.215.401
2013 13.326.307
Jumlah Industri Tahu/tempe
Keberadaaan jumlah industri tahu/tempe di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Jumlah industri tahu/tempe terendah berada di angka 378 unit (2003) dan tertinggi berada di angka 469 unit (2010).
Tabel 12.Jumlah Industri Tahu-Tempe di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998-2013
Tahun Jumlah Industri (Unit)
1998 403
1999 396
2000 402
2001 385
2002 387
2003 378
2004 384
2005 398
2006 521
2007 525
2008 512
2009 458
2010 469
2011 460
2012 457
2013 413
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan kedelai adalah Luas Panen kedelai (X1), Tenaga Kerja (X2), Pendapatan(X3), dan Nilai Tukar(X4
Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:
). Dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan kedelai sebagai variabel terikat.
Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut.
Gambar 2. Grafik Normal Plot Ketersedian Kedelai
Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 3. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Kedelai
Dari grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada grafik terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolineraritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 13. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Kedelai
Variabel Tolerance VIF
Luas Panen Kedelai 0,588 1,700
Tenaga Kerja 0,548 1,826
Pendapatan Nilai Tukar
0,466 0,777
Gejala multikolinearitas tidak terjadi jika nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance> 0,1. Berdasarkan tabel 13 diatas, dapat dilihat variabel Luas Panen
kedelai (X1) , Tenaga Kerja (X2), Pendapatan(X3), dan Nilai Tukar(X4) masing-masing nilai VIF-nya sebesar 1,700; 1,826; 2,147; 1,288. Dari perhitungan di atas tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10. Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,588; 0,548; 0,466; 0,777. Dari perhitungan di atas tidak
terdapat nilai Tolerance-nya yang lebih kecil dari 0,1 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalam model persamaan ini.
Analisis Regresi Linier Berganda
Ketersediaan kedelai dipengaruhi variabel antara lain adalah Luas Panen kedelai, Teknologi, Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Nilai Tukar. Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini: Tabel 14. Hasil Analisis Ketersediaan Kedelai
Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan
(Constant) -13137,516 -0,456 0,657
Dari tabel 14 diatas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = -13137,516 +1,885X1 +0,005X2 +0,005X3 -3,992X4
Keterangan:
+ µ
Y = Ketersediaan Kedelai (Ton) X1
X
= Luas Panen Kedelai (Ha) 2
X
= Tenaga Kerja (Jiwa) 3
Dari tabel 14 diperoleh nilai R )
2
sebesar 0,952 yang berarti 95,2 % variasi variabel terikat yaitu Ketersediaan Kedelai yang diminta dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yaitu Luas Panen kedelai, Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Nilai Tukar sedangkan sisanya 4,8 % lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 54,762 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar 3,36 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung
Uji T (Uji Parsial)
Dari tabel 15 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah Luas Panen kedelai, Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Nilai Tukar terhadap ketersediaan kedelai di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Luas Panen Kedelai Terhadap Ketersediaan Kedelai
Koefisien regresi luas panen kedelai sebesar 1,885 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara luas panen kedelai dengan ketersediaan kedelai . Jika luas panen kedelai naik sebesar 1000 Ha, maka ketersediaan kedelai akan bertambah sebanyak 1885 ton.
Nilai T hitung variabel luas panen kedelai yang diperoleh adalah 5,863 dan nilai T tabel sebesar 2,201 maka T hitung > T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,000 maka sig. T (0,000) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1
2. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Ketersediaan Kedelai
diterima yang artinya variabel luas panen kedelai secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai.
Koefisien regresi tenaga kerja sebesar 0,005 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara tenaga kerja dengan ketersediaan kedelai . Jika tenaga kerja naik sejumlah 1000 jiwa, maka jumlah ketersediaan kedelai akan berkurang sebanyak 5 ton.
3.Pengaruh Pendapatan Terhadap Ketersediaan Kedelai
Koefisien regresi pendapatan sebesar 0,005 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara pendapatan dengan ketersediaan kedelai . Jika pendapatan naik sebesar Rp 1.000, maka ketersediaan kedelai akan bertambah sebanyak 5 ton.
Nilai T hitung variabel Pendapatan yang diperoleh adalah 11,969 dan nilai T tabel sebesar 2,201 maka T hitung >T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,000 maka sig. T (0,000) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya variabel pendapatan secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan kedelai.
4. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ketersediaan Kedelai
Koefisien regresi nilai tukar sebesar -3,992 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif) antara nilai tukar dengan ketersediaan kedelai. Jika nilai tukar naik sebesar 1000(Rp/$) , maka jumlah ketersediaan kedelai akan berkurang sebanyak 3992 ton.
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan kedelai adalah Harga kedelai Impor(X1), Jumlah Penduduk(X2), Jumlah Industri tahu/tempe(X3), Pendapatan(X4) dan Nilai Tukar(X5
Namun sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:
). Dari variabel-variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap konsumsi kedelai sebagai variabel terikat.
Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 4. Grafik Normal Plot Konsumsi Kedelai
Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 5. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Konsumsi Kedelai
Dari grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas dikarenakan pada grafik terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolineraritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 15. Nilai Tolerance dan VIF Konsumsi Kedelai
Variabel Tolerance VIF
Harga kedelai Impor 0,592 1,690
Jumlah penduduk 0,105 9,523
Jumlah industri tahu/tempe 0,401 2,495
Pendapatan 0,147 6,785
Nilai Tukar 0,616 1,625
Gejala multikolinearitas tidak terjadi jika nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance> 0,1. Berdasarkan tabel 15 diatas, dapat dilihat variabel Harga
kedelai(X1), Jumlah Penduduk(X2), Jumlah Industri tahu/tempe(X3), Pendapatan(X4), dan Nilai Tukar(X5
Analisis Regresi Linier Berganda
) masing-masing nilai VIF-nya sebesar 1,690; 9,523; 2,495; 6,785; 1,625. Dari perhitungan di atas tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10. Sedangkan masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,592; 0,105; 0,401; 0,147; 0,616. Dari perhitungan di atas tidak terdapat nilai Tolerance-nya yang lebih kecil dari 0,1. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalam model persamaan ini.
Konsumsi kedelai dipengaruhi variabel antara lain adalah Harga kedelai, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, dan Pendapatan(X4
Tabel 16. Hasil Analisis Konsumsi Kedelai
). Untuk menguji pengaruhnya, maka perlu dilakukan pengujian dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini:
Variabel Koefisien Regresi T Hitung Signifikan
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 3
Dari tabel 16 diatas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = -38383,848 -0,001X1 +0,003X2 +73,268X3 +0,01X4 +1,548X5
Keterangan:
+ µ
Y = Konsumsi Kedelai (Ton/Kap/Tahun) X1
X
= Harga Kedelai Impor (Rp/Ton) 2
X
= Jumlah Penduduk (Jiwa) 3
X
= Jumlah Industri Tahu/Tempe (Unit) 4
Dari tabel 16 diperoleh nilai R )
2
sebesar 0,868 yang berarti 86,8 % variasi variabel terikat yaitu Konsumsi Kedelai yang diminta dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yaitu Harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar sedangkan sisanya 13,2 % lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 13,178 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar 3,33 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung
Uji T (Uji Parsial)
Dari tabel 17 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel adalah harga kedelai, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar terhadap konsumsi kedelai di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Harga Kedelai Impor Terhadap Konsumsi Kedelai
Koefisien regresi harga kedelai impor sebesar -0,001 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik (negatif ) antara harga kedelai impor dengan konsumsi kedelai . Jika harga kedelai impor naik sebesar Rp 1000 , maka konsumsi akan menurun sebanyak 1 ton.
Nilai T hitung variabel harga kedelai yang diperoleh adalah -1,393 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,194 maka sig. T (0,194) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel harga kedelai impor secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai.
2. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi Kedelai
Koefisien regresi jumlah penduduk sebesar 0,003 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus(positif) antara jumlah penduduk dengan konsumsi kedelai . Jika jumlah penduduk naik sejumlah 1000 jiwa, maka jumlah konsumsi kedelai akan bertambah sebanyak 3 ton.
H0diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai.
3. Pengaruh Industri tahu/tempe Terhadap Konsumsi Kedelai
Koefisien regresi jumlah industri tahu/tempe sebesar 73,268 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara jumlah industri tahu/tempe dengan konsumsi kedelai. Jika jumlah industri tahu/tempe naik sejumlah 1 unit maka konsumsi kedelai akan bertambah sebanyak 73268 ton.
Nilai T hitung variabel industri tahu/tempe yang diperoleh adalah 1,807 dan nilai T tabel sebesar 2,228 maka T hitung < T tabel dan tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,101 maka sig. T (0,101) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya variabel industri tahu/tempe secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi kedelai.
4.Pengaruh Pendapatan Terhadap Konsumsi Kedelai
Koefisien regresi pendapatan sebesar 0,001 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara pendapatan dengan konsumsi kedelai . Jika pendapatan naik sebesar Rp 1.000, maka konsumsi kedelai akan bertambah sebanyak 1 ton.
4.Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Konsumsi Kedelai
Koefisien regresi pendapatan sebesar 1,528 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus (positif) antara nilai tukar dengan konsumsi kedelai . Jika nilai tukar naik sebesar Rp 1.000/$, maka konsumsi kedelai akan bertambah sebanyak 1528 ton.
Rasio perbandingan ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara th.1998-2013
Tahun Ketersediaan (Ton) Konsumsi Kedelai (ton) Rasio
1998 54.770 31.955 1,71
1999 54.065 32.179 1,68
2000 21.583 34.857 0,62
2001 13.479 40.088 0,34
2002 11.119 44.016 0,25
2003 49.287 31.199 1,58
2004 24.608 41.412 0,59
2005 61.545 55.200 1,11
2006 41.487 56.580 0,73
2007 62.942 56.580 1,11
2008 77.096 57.314 1,35
2009 85.842 58.111 1,48
2010 92.697 56.613 1,64
2011 117.796 59.993 1,96
2012 115.495 60.512 1,91
2013 119.394 61.316 1,95
Sumber: diolah,2014
Dari penelitian di dapatkan bahwa terjadi fluktuasi rasio ketersediaan dan
konsumsi kedelai di Sumatera Utara. Rasio dengan nilai terkecil diperoleh pada nilai
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara bersama-sama dipengaruhi nyata oleh luas panen, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar.
2. Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi nyata oleh luas panen kedelai dan pendapatan.
3. Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi nyata oleh tenaga kerja dan nilai tukar.
4. Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara bersama-sama dipengaruhi nyata oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe,pendapatan dan nilai tukar.
5. Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi nyata oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar.
Saran
1. Kepada Pemerintah agar semakin memperhatikan pemantauan ketersedian kedelai dan pola konsumsi kedelai masyarakat agar sesuai dengan pola PPH (pola pangan harapan) dan Alternatif Kebijakan Ketersediaan dan Konsumsi Kedelai.
2. Kepada Peneliti selanjutnya disarankan untuk melanjutkan penelitian mengenai ketersediaan dan konsumsi pangan lainnya.
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar (Glicine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine mac (L.) Merr. Kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara),tanaman kedelai kemudian menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Di Indonesia, tanaman ini dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan. Selain itu kedelai juga dikenal sebagai pupuk hijau karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Purwono dan Heni, 2007).
Ketersediaan pangan merupakan kondisi pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya yang digunakan penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Sistem ketersediaan pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan, kemudahan memperoleh pangan, dan pemanfaatan pangan. Hal ini berarti bahwa faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kompenen ketahanan pangan.
Ketersediaan pangan yang cukup berarti terpenuhinya pangan yang cukup, bukan hanya beras melainkan juga mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan (Suryana, 2003).
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu tertentu (Farida dkk, 2010).
Konsumsi pangan menurut laura dipengaruhi oleh banyak faktor dan pemilihan jenis maupun banyaknya pangan yang dimakan, dapat berlainan dari masyarakat ke masyarakat dan dari negara ke negara. Akan tetapi, faktor-faktor yang tampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan di mana saja di dunia adalah (Laura, dkk, 1985). :
1. Jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia. 2. Tingkat pendapatan.
3. Pengetahuan gizi
Landasan Teori Ketersediaan Pangan
Dalam Permentan Nomor 65 tahun 2010, ketersediaan pangan berfungsi menjamin impor pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu:
(1) produksi dalam negeri (2) pemasokan pangan (impor)
(3) pengelolaan cadangan pangan (stok pangan)
Jumlah penduduk yang besar dengan keadaan kemampuan ekonomi relatif lemah, maka kemauan untuk tetap menjadi bangsa yang mandiri di bidang pangan harus terus diupayakan dari produk dalam negeri. Hal yang perlu disadari adalah kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi sendiri, khususnya bahan pangan pokok juga menyangkut harkat martabat dan kelanjutan eksistensi bangsa. Sedangkan impor pangan merupakan pilihan akhir, apabila terjadi kelangkaan produksi dalam negeri.
Ketersediaan dalam lingkup pangan adalah tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan, maupun bantuan pangan. Atau dapat diartikan sebagai jumlah pangan yang disediakan di suatu wilayah mencakup produksi, impor/ekspor, bibit/benih,bahan baku industri pangan dan non pangan,penyusutan/tercecer danyang tersedia untuk dikonsumsi.
usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya panen yang digunakan (Mubyarto,1989).
Meskipun demikian, Soekartawi (1993) menyatakan bahwa bukan berarti semakin luas panen pertanian maka semakin efisien panen tersebut. Bahkan panen yang sangat luas dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh :
1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat - obatan dan tenaga kerja.
2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian tersebut. Sebaliknya dengan panen yang luasnya relatif sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
Tenaga kerja adalah semua penduduk dalam suatu negara ataupun daerah yang dapat memproduksi barang ataupun jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan merekapun berpartisipasi dalam kegiatan tersebut (Kusumosuwondo,1981).
Nilai tukar (exchange rate) digunakan sebagai perbandingan nilai atau harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar dijadikan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Kurs pertukaran valuta asing adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain adalah “lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang yang dproduksi dalam negeri (Sukirno, 2006).
Nilai Tukar Mata Uang, Nilai tukar ada 2, yaitu:
1. Nilai tukar nominal, adalah nilai tukar yang ditulis dengan angka nominal. Misalnya US$ 1,00=Rp10.000. kurs antara dua Negara adalah yang dinamakan kurs nominal.
Nilai tukar Riil atau kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relative dari barang-barang kedua Negara yang menyatakan tingkat dimanakita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu Negara untuk barang-barang dari suatu Negara untuk barang-barang Negara lain. Oleh karena itu nilai tukar riil juga disebut terms of trade (Rahardja,2005).
Secara umum dapat dituliskan =
Harga barang luar negeri
Nilai tukar nominal x Harga barang domestik
Konsumsi Pangan
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposabel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:
C = a + bY
dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual.
Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap
tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan
pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kibijakan fiskal, untuk mempengaruhi
perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to
consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang
lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
menyatakan bahwa pengaruh tingkat bungaterhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap
pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak
penting.Berdasarkan tiga dugaan ini,fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai
berikut :
C = a + cY, C > 0, 0 < c < 1
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
a = konstanta
c = kecenderungan mengkonsumsi marginal(N.G Mankiw, 2003).
Harga merupakan hal yang terpenting dalam sebuah bisnis, barang yang dijual harus ditentukan harganya sehingga seluruh pihak akan memperoleh keuntungan dari pemberian harga yang pas, dari mulai karyawan, pemilik perusahaan, sampai para pemegang saham juga mendapatkan hasil yang memuaskan karena strategi penetapan harga yang pas, berikut ini adalah beberapa pengertian tentang harga :
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
menentukan harga pasar komoditi tersebut, dimana jumlah komoditi yang diminta sama dengan jumlah komoditi yang ditawarkan. Dengan kata lain, keseimbangan harga pasar merupakan hasil interaksi kekuatan penawaran dan permintaan komoditi di pasar (Nicholson, 2002).
Harga impor turut dalam fungsi permintaan impor karena faktor harga merupakan faktor utama dalam fungsi permintaan ceteris paribus. Harga impor sejalan dengan fungsi permintaan memiliki hubungan negatif dengan permintaan impor itu sendiri. Dimana pada umumnya impor dilakukan dikarenakan tidak mampunya kebijakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga harus turut menerima bantuan dari negara lain khususnya dalam perdagangan internasional itu sendiri. Jadi, meskipun harga barang impor naik, apabila impor dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang bersifat penting maka permintaan akan tetap naik. (Sukirno, 2005).
Pendapatan perkapita sering kali digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antar negara- negara maju dengan negara sedang berkembang. Dengan kata lain, pendapatan perkapita selain bisa memberikan gambaran tentang laju perrtumbuhan kesejahteraan mayarakat di berbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan corak tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai negara.
Menurut Thomas Robert Malthus (Dwiyanto, 2001) bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret ukur sedangkan penyediaan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara deret hitung. Artinya pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan kebutuhan hidup riil. Hal ini kemudian menciptakan suatu kegoncangan dan kepincangan antara jumlah penduduk dan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidup seperti bahan pangan. Perubahan yang tak sebanding ini memberikan berbagai permasapanen kompleks yang memaksa otoritas kebijakanmemaksimalkan strategi dalammenghadapinya.
Industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku atau bahan mentah melalui proses produksi penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi-tingginya (Sandi, 1985).
Pembangunan sektor industri dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang yaitu (Sandi, 1985):
1. Tersedianya bahan mentah atau bahan baku 2. Bahan bakar atau energi
5. Jaringan komunikasi yang mantap
6. Suasana industri yaitu masyarakat yang tahu barang yang dihasilkan atau suasana yang mendukung hidup produksi.
Penelitian terdahulu
Lestari, lisa (2013) dengan penelitian Yang Berjudul “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Dan Konsumsi Pangan Strategis Di Sumatera Utara” menggunakan metode penelitian regresi linier berganda dengan tahun periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketersediaan Beras Dan Cabai Di Sumatera Utara Secara Serempak Dipengaruhi Oleh Stok, produksi, impor dan ekspor, sedangkan secara parsial ketersediaan beras dan cabai hanya dipengaruhi produksi. Konsumsi beras dan cabai di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga dan PDRB, sedangkan secara parsial konsumsi beras dan cabai hanya dipengaruhi PDRB.
Purnamasari, Rika (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia. Penelitiannya menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dengan periode waktu 30 tahun yaitu dari tahun 1975 sampai 2004. Dalam metode penelitian, model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Masing-masing persamaan penelitian ini diduga dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah
impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, luas panen dan jumlah konsumsi kedelai. Jumlah impor kedelai responsif terhadap perubahan jumlah produksi dan konsumsi kedelai baik jangka pendek maupun jangka panjang.
terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series) mulai tahun 1987 hingga 2006. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Alat bantu dalam mengolah data sekunder ini adalah Program Eviews versi 4.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi dapat diperoleh nilai koefisen determinasi (R2) sebesar 0.993 yang berarti bahwa variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan ketersediaan beras sebesar 99,3 % Secara serempak menunjukkan bahwa dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras Secara parsial variabel luas panen dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras sedangkan kedua variabel yaitu harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.
Kerangka Pemikiran
Ketersediaan kedelai diantaranya dapat dipengaruhi oleh Luas Panen kedelai ,Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Nilai Tukar. Luas Panen dan Tenaga Kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan produksi pertanian. Luas panen kedelai adalah luas areal pertanaman kedelai yang berproduksi atau menghasilkan. Tenaga kerja adalah sejumlah orang yang bekerja yang melakukan kegiatan ekonomi dalam menghasilkan suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan Pendapatan dan Nilai Tukar merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan impor. Impor yang digunakan untuk menambah kekurangan dari produksi dalam negeri untuk memenuhi ketersediaan kedelai sendiri
Konsumsi kedelai antara lain dapat dipengaruhi oleh harga kedelai, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan dan nilai tukar. Harga kedelai impor juga merupakan salah satu faktor penentu konsumsi kedelai dikarenakan dengan melihat harga suatu barang dapat memperbesar kemampuan konsumsi kedelai yang ada. Baik jumlah penduduk maupun jumlah industri tahu/tempe berpengaruh terhadap keberadaan konsumsi kedelai. Perubahan pendapatan dan keberadaan nilai tukar yang terjadi juga mempengaruhi perubahan konsumsi pangan termasuk kedelai.
Keterangan:
= Menyatakan pengaruh = Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Jumlah Industri Tahu/Tempe
Tenaga Kerja
Jumlah Penduduk
Pendapatan
Pendapatan
Nilai Tukar Luas Panen Kedelai
Ketersediaan Kedelai
Konsumsi Kedelai
Harga kedelai impor
Alternatif Kebijakan Ketersediaan dan Konsumsi
Kedelai
Rasio ketersediaan dan Konsumsi Kedelai
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian dapat diketahui sebagai berikut:
1. Ada pengaruh yang signifikan dari luas panen kedelai, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar terhadap ketersediaan kedelai baik secara parsial maupun secara agregat.
Latar Belakang
Peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak pada: Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat, Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier, Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus menerus, Meningkatkan pendapatan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah, Memperbaiki kesejahteraan masyarakat (Jhingan, 2000).
Pangan yang merupakan hasil dari pertanian adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia, pemenuhan kecukupan pangan bagi seluruh rakyat merupakan kewajiban, baik secara moral, sosial maupun hukum. Selain itu juga merupakan investasi pembentukan sumberdaya manusia yang lebih baik di masa datang untuk melaksanakan pembangunan nasional, dan prasyarat bagi pemenuhan hak-hak dasar lainnya (Dewan Ketahanan Pangan,2010).
Menurut Badan Pusat Statistik (2012). Kedelai di Sumatera Utara sudah dikembangkan sejak zaman orde baru. Pengembangan komoditas kedelai dipusatkan di beberapa kabupaten diantaranya Deli Serdang, Langkat, dan Tapanuli Selatan. Di dalam 12 tahun terakhir terjadi fluktuasi jumlah produksi dan jumlah permintaan kedelai. Dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 1. Produksi, Permintaan, Impor dan Rasio kedelai Sumatera Utara tahun 2003-2013
Tahun Produksi (ton) Permintaan (ton) Impor (ton) Rasio
2003 10.466 14.706 4.240 0,30
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa secara umum terjadi penurunan kemampuan produksi tanaman kedelai dari tahun ke tahun. Penurunan terdrastis dari produksi kedelai Sumatera Utara adalah pada tahun ke 5 (2007) dan ke 11 (2013). Terjadinya fluktuasi dari keadaan produksi kedelai tersebut salah satunya dapat dipengaruhi oleh keberadaan luas panen pertanaman kedelai di Sumatera Utara. Penyusutan panen pertanaman kedelai pada umumnya diakibatkan oleh alihfungsi panen.
Permintaan kedelai di Sumatera Utara juga mengalami fluktuasi. Secara garis besar terjadi peningkatan dari tahun ke tahun terhadap permintaan kedelai. Permintaan kedelai dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat maupun Industri. Kebutuhan masyarakat dari kedelai dipakai untuk pemenuhan konsumsi pangan, sedangkan kebutuhan Industri dari kedelai dipakai untuk pemenuhan konsumsi industri opanen pangan maupun pakan.
Impor kedelai dilakukan karena tidak tercukupinya permintaan kedelai dari kemampuan produksi kedelai di dalam mendukung ketersediaan kedelai di Sumatera Utara.
Ketimpangan di dalam kemampuan untuk memenuhi ketersediaan kedelai dibandingkan dengan konsumsi kedelai yang besar mempengaruhi stabilitas keadaan pangan kedelai di Sumatera Utara. Diperlukan intensifikasi ataupun ekstinfikasi di dalam menuntaskan ketimpangan tersebut..
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketersediaan kedelai di Sumatera Utara?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi konsumsi kedelai di Sumatera Utara?
3. Bagaimana rasio perbandingan ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan kedelai di Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi kedelai di Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui rasio perbandingan ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara.
Kegunaan Penelitian
Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai berikut : 1. Bagi penulis, menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor
2. Bagi akademis, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian yang sama.
Titus Egatama Sembiring (110304108) dengan judul skripsi “Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. M. Jupri ,M.Si sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder tentang ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara dari tahun 1998-2013. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari instansi- instansi terkait seperti BPS , BKP Prov. Sumatera Utara,dan Dinas Pertanian Prov.Sumatera Utara.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh luas panen, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar.Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen kedelai,dan pendapatan.Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh tenaga kerja dan nilai tukar. Konsumsi kedelai di Sumatera Utara tidak secara serempak dipengaruhi oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar. Rasio perbandingan ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi di tahun 1998-2013.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI KEDELAI DI
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
TITUS EGATAMA SEMBIRING 110304108
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETERSEDIAAN DAN KONSUMSI KEDELAI DI
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
TITUS EGATAMA SEMBIRING 110304108
AGRIBISNIS
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Meraih gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec)
NIP.1963 0204 1997 031001NIP.1960 1110 1988 031003 (Ir. M. Jupri ,M.Si)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Titus Egatama Sembiring (110304108) dengan judul skripsi “Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. M. Jupri ,M.Si sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder tentang ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara dari tahun 1998-2013. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari instansi- instansi terkait seperti BPS , BKP Prov. Sumatera Utara,dan Dinas Pertanian Prov.Sumatera Utara.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh luas panen, tenaga kerja, pendapatan, dan nilai tukar.Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen kedelai,dan pendapatan.Ketersediaan kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh tenaga kerja dan nilai tukar. Konsumsi kedelai di Sumatera Utara tidak secara serempak dipengaruhi oleh harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar Konsumsi kedelai di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi harga kedelai impor, jumlah penduduk, jumlah industri tahu/tempe, pendapatan, dan nilai tukar. Rasio perbandingan ketersediaan dan konsumsi kedelai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi di tahun 1998-2013.
Titus Egatama Sembiring, lahir di Pematangsiantar pada tanggal 24 Mei 1993. Anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Drs. Bindu Paul Sembiring dan Dra. Rosdina Simanihuruk.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1996 masuk Taman Kanak-kanak di TK Perg. Kristen Methodist Pematang siantar dan tamat pada tahun 1999.
2. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar di SD Perg. Kristen Methodist Pematang siantar dan tamat pada tahun 2005.
3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Perg. Kristen Methodist Pematang siantar dan tamat pada tahun 2008.
4. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Perg. Kristen Kalam Kudus Pematang siantar dan tamat pada tahun 2011.
5. Tahun 2011 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Kedelai di Sumatera Utara”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Skripsi ini penulis persembahkan dengan penuh kerendahan hati kepada Ayahanda Drs. Bindu Paul Sembiring dan Ibunda Dra. Rosdina Simanihuruk sebagai bentuk penghargaan dan ucapan terimakasih atas jerih payah dan doa selama ini kepada penulis, serta kepada adik kandung penulis, Dwide Elizabeth Sembiring yang menjadi motivasi bagi penulis di dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
Penyelesaianskripsiinitidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Ketua Komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
Agribisnis FP USU.
4. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Agribisnis FP USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Paktua dan Maktua Petris sekeluarga selaku orangtua penulis selama melaksanakan studi hingga selesai.
6. Keluarga besar Tanoto Foundation dan TSA Medan, terimakasih buat pengalaman dan ilmu yang dapat penulis dapatkan selama sebagai penerima beasiswa.
7. Keluarga besar Pasarbaru 34A Medan.
8. Teman-teman seperjuangan serta teman seangkatan AGB’11 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.
Medan, September 2015