i
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana
Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
CHRIS SHANDI NUGRAHENI 20120320081
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii Nama : Chris Shandi Nugraheni
NIM : 20120320081
Program studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tulis ilmiah yang
peneliti tulis ini benar-benar merupakan hasil Karya Tulis peneliti sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak
diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks yang tercantum dalam
daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmian ini.
Apabila dikemudian dari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis ini
hasil jiplakan, maka peneliti bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 31 Juli 2016
Yang memberi pernyataan
iv kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya.
2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sirodin dan Ibu Sumarni, yang selalu
mencurahkan kasih sayangnya dengan terus memberikan motivasi,
dukungan, doa dan banyak hal khususnya dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
3. Kakak ku tersayang Gayuh Fakarti Utomo, yang selalu membimbing
tiap langkah-langkah hingga dapat terus berdiri tegak serta keluarga
besar yang selalu memberikan semangat untuk terus maju.
4. Teman-teman terbaikku, Mola, Moli, Arum, Cici dan sahabat
terkasihku Mela yang telah mendampingiku selama 4 tahun ini dengan
penuh kasih sayang.
5. Teman-teman PSIK 2012, kelompok skill lab, dan teman-teman satu
kelompok bimbingan yang telah menemani dalam terselesainya karya
tulis penelitian ini.
6. Agrin Saputra yang selalu menemani dari jauh selama 3 tahun ini.
7. Sahabatku di Temanggung, temen komplek, temen SD, SMP, SMA
yang selalu memberikan pencerahan di setiap kesusahan.
8. Sahabatku satu band, Rosenesia, Rubix, Eiffel, Aphrodite, Never
v
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
proposal karya tulis ilmiah yang berjudul : “Pengalaman Menarche Anak Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta”. proposal ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
keperawatan di Program Strudi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Karya tulis ini tidak lepas dari peran serta dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. dr. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep,. Sp.Mat., HNC selaku Ketua
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
3. Ibu Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC selaku dosen
pembimbing yang penuh dengan kesabaran, kelembutan dan
pengorbanan dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan
proposal ini.
4. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan
dukungan dalam penyelesaian proposal ini.
5. Teman-teman PSIK UMY angkatan 2012 yang selalu memberikan
vi
Peneliti menyadari bahwa proposal karya tulis ilmiah ini memiliki banyak
kekurangan, mengingat keterbatasan penelitian, oleh karena itu peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan proposal karya tulis ilmian ini.
Yogyakarta, 17 Agustus 2016
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 4
D.Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
F. Penelitian Terkait ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Landasan Teori ... 9
1. Pengalaman Pertama Menarche ... 9
2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 10
3. Pubertas ... 16
4. Menarche... 17
5. Menstruasi ... 18
6. Kesiapan Menarche ... 19
7. Respon Psikologi Anak dalam Menghadapi Menarche ... 23
8. Dukungan Sosial Keluarga ... 29
B. Kerangka Konsep ... 31
C. Pertanyaan Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
A. Jenis Penelitian ... 34
B. Populasi dan Sampel ... 34
C. Lokasi Waktu Penelitian ... 36
D. Definisi Operasional ... 36
E. Metode Pengumpulan Data ... 36
F. Intrumen Penelitian ... 38
viii
B. Pembahasan ... 55
BAB V PENUTUP ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
xi
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 3 : Kuesioner Data Demografi Partisipan
xii INTISARI
Latar belakang: Menarche adalah menstruasi pertama kali yang dialami oleh anak sebagai tanda dari kematangan seorang perempuan. Menarche berperan sebagai batas antara masa kanak-kanak dan remaja. Usia anak perempuan saat menarche adalah pada usia antara 10 sampai 16 tahun dan rata-rata terjadi pada usia 12 tahun 5 bulan. Pengalaman yang dialami anak usia sekolah dasar sangat penting untuk mengetahui bagaimana kesiapan anak dalam mengahadapi menarche.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah dasar pada saat menarche.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif wawancara secara mendalam. Partisipan berjumlah lima partisipan yang tercatat sebagai siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman dan telah mengalami menarche. Teknik pemilihan sampel adalah secara purposive sampling dan menggunakan media tape recording untuk mendokumentasikan data wawancara
Hasil: hasil penelitian menunjukkan 8 tema yaitu 1) dominasi perasaan anak saat menarche, 2) dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4) ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6) perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche, 8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche
Kesimpulan: Partisipan dalam penelitian ini mayoritas memiliki kesiapan dan pemahaman yang masih kurang tentang menarche sehingga masih muncul hal-hal negatif saat menghadapi menarche.
xiii ABSTRACT
Background: Menarche is the first menstrual period experienced by children as a sign of the maturity of a woman. Menarche serves as the boundary between childhood and adolescence. The age of girls menarche was at the age between 10 to 16 years and the average going at the age of 12 years and 5 months. Experiences the children of primary school age is very important to know how a child's readiness in facing menarche.
Purpose: This study aims to know the experience of primary school age children at the time of menarche.
Method: This study uses a qualitative method with descriptive phenomenology design in-depth interviews. Participants were five participants registered as a student at the State Primary School Ngrukeman and has experienced menarche. Sample selection technique was by purposive sampling and using tape recording media for documenting the interview data
Results: The results showed eight themes, namely 1) the dominance of children's feelings at menarche, 2) support at menarche, 3) preparedness for menarche, 4) the child's discomfort at menarche, 5) the meaning of menarche for children, 6) self-care of children during menstruation, 7) changes in children after menarche, 8) attempts to overcome the inconvenience of menarche
Conclusion: Participants in this study had a majority of preparedness and understanding are still lacking about menarche so that they appear negative things in the face of menarche.
Kasihan Bantul Yogyakarta
Chris Shandi Nugraheni1, Falsifah Ani Yuniarti2 1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY 2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY
ABSTRACT
Background: Menarche is the first menstrual period experienced by children as a sign of the maturity of a woman. Menarche serves as the boundary between childhood and adolescence. The age of girls menarche was at the age between 10 to 16 years and the average going at the age of 12 years and 5 months. Experiences the children of primary school age is very important to know how a child's readiness in facing menarche.
Purpose: This study aims to know the experience of primary school age children at the time of menarche.
Method: This study uses a qualitative method with descriptive phenomenology design in-depth interviews. Participants were five participants registered as a student at the State Primary School Ngrukeman and has experienced menarche. Sample selection technique was by purposive sampling and using tape recording media for documenting the interview data
Results: The results showed eight themes, namely 1) the dominance of children's feelings at menarche, 2) support at menarche, 3) preparedness for menarche, 4) the child's discomfort at menarche, 5) the meaning of menarche for children, 6) self-care of children during menstruation, 7) changes in children after menarche, 8) attempts to overcome the inconvenience of menarche
Conclusion: Participants in this study had a majority of preparedness and understanding are still lacking about menarche so that they appear negative things in the face of menarche.
Pengalaman yang dialami anak usia sekolah dasar sangat penting untuk mengetahui bagaimana kesiapan anak dalam mengahadapi menarche.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah dasar pada saat menarche.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif dengan tehnik pengambilan data secara wawancara mendalam. Partisipan berjumlah lima partisipan yang tercatat sebagai siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman dan telah mengalami menarche. Teknik pemilihan sampel adalah secara purposive sampling dan menggunakan media tape recording untuk mendokumentasikan data wawancara
Hasil: hasil penelitian menunjukkan 8 tema yaitu 1) dominasi perasaan anak saat menarche, 2) dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4) ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6) perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche, 8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche
Kesimpulan: Partisipan dalam penelitian ini mayoritas memiliki kesiapan dan pemahaman yang masih kurang tentang menarche sehingga masih muncul hal-hal negatif saat menghadapi menarche.
1 A. Latar Belakang Masalah
Anak-anak merupakan masa dimana mereka tidak sabar untuk
mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Anak-anak khususnya di usia
sekolah dasar banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial
bersama lingkungan sekitar, belajar tentang nilai moral beragama dan
budaya dari lingkungan selain keluarga serta mampu belajar tentang sosial
dari kelompok (Supartini, 2004).
Tumbuh kembang anak akan berlangsung sangat cepat dimana cara
berfikir anak semakin logis dan lebih masuk akal dalam berfikir namun
anak-anak belum memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah
(Wong, 2002). Anak usia sekolah dasar akan mengalami beberapa
tanda-tanda masa transisi seperti perubahan fisik, psikologi, maupun
sosial-budaya. Masa transisi itu sendiri adalah masa remaja dimana anak-anak
akan masuk menjadi pribadi dewasa dengan melewati fase pubertas, salah
satu tanda perkembangan anak dapat ditandai dengan adanya menarche
(Pardede, 2009).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukan bahwa
rata-rata usia menarche di Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian
lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat 20
yang dialami oleh anak, sedangkan menstruasi merupakan proses
pelepasan lapisan dalam dinding rahim akibat pengaruh hormon secara
berkala pada masa usia subur (Pardede, 2009). Menarche menjadi tanda
bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah matur dan
memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak (Mar’at,
2010). Pemahaman anak akan menarche sebagian besar hanya sebatas
mengetahui adanya darah yang kelaur dari kemaluan dan hanya beberapa
anak memahami bahwa menarche merupakan tanda kematangan
reproduksi dan hal tersebut merupakan proses tubuh yang normal dihadapi
oleh seorang wanita (Wong, 2002).
Pengalaman pertama menstruasi pada anak usia sekolah dasar akan
berbeda-beda terlihat dari kesiapan anak, dengan mengetahui perubahan
pada diri anak membuat menarche sebagai pengalaman sekali seumur
hidup yang sulit untuk dilupakan. Anak akan mengalami berbagai macam
perubahan reaksi fisik dan psikis serta tidak jarang akan mengalami kram
perut atau dismenore. Perubahan kadar hormon akibat stres dan emosional
akan mempengaruhi siklus menstruasi sehingga menyebabkan menstruasi
tidak teratur, ketidaknyamanan terhadap menstruasi juga akan
menimbulkan perilaku yang berbeda-beda antar satu sama lainnya seperti
tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari, beribadah, berolahraga dan
lain-lain, hal ini akan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan
Kebanyakan anak akan bertanya-tanya apakah dirinya akan mati
setelah mengeluarkan darah dan apakah rasa sakit pada bagian perut
tersebut merupakan suatu hal yang normal. Reaksi emosional yang sering
terjadi pada anak adalah sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih
tetapi di sisi lain akan gembira, ataupun marah-marah (Kusmiran, 2011).
Respon psikologi anak perempuan dalam menghadapi menarche
akan berbeda-beda satu sama lain. Anak perempuan umumnya merespon
negatif menarche yaitu dengan merasa malu atau menyangkal. Menurut
hasil studi kualitatif Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri (2012) di Iran
mayoritas partisipan menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas
yang sangat tidak menyenangkan, oleh sebab itu anak perempuan perlu
mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga pada saat anak
menghadapi menarche (Mulyani, 2010).
Menurut penelitian Jayanti & Purwati (2011), didapatkan hasil
bahwa anak yang tidak siap menghadapi menarche adalah sebesar 92,30%
dan untuk anak yang telah siap menghadapi menarche adalah sebesar
7,69%, hal ini menunjukkan bahwa kesiapan anak masih sangat kurang.
Setelah dilakukan studi pendahuluan di Sekolah Dasar Negeri
Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, dari 10 anak siswi
yang telah mengalami menarche 20% siswi telah siap menghadapi
menarche dan 80% siswi mengalami cemas, malu dan takut saat
menarche, dari hasil studi pendahuluan maka peneliti tertarik untuk
menarche di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan,
Bantul, Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Menarche merupakan awal pertama menstruasi yang dialami oleh
remaja awal. Anak usia sekolah dasar biasanya memiliki berbagai macam
sikap dalam menanggapi menarche tersebut.
Mengalami menarche pada saat usia muda bukanlah hal yang
mudah untuk dihadapi terutama untuk anak usia sekolah dasar. Pemikiran
yang belum matang akan mengakibatkan rasa cemas, takut dan bingung.
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan dalam
kesiapan menghadai menarche. Oleh karena itu masalah yang diangkat
adalah bagaimana pengalaman anak dalam menghadapi menarche.
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman anak usia
sekolah dasar pada saat menarche.
Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus, yakni mengidentifikasi :
1. Makna menarche bagi anak sekolah dasar
2. Kesiapan anak dalam menghadapi menarche
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Anak
Anak dapat mengungkapkan pengalaman pertama tentang menstruasi
ke peneliti dan dapat mengekspresikan perasaan tentang menarche.
2. Untuk Orang Tua
Memberikan informasi tentang pengalaman anak dalam menghadapi
menarche.
3. Untuk Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul,
Yogyakarta
Mendapatkan informasi tentang kesiapan siswi di Sekolah Dasar
Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta saat
menarche sehingga dapat memberikan pendidikan yang sesuai.
4. Untuk Perawat
Memberi masukan data bagi perawat bagaimana cara memberikan
edukasi yang baik dan efektif bagi anak usia sekolah dasar dalam
menghadapi menarche.
5. Untuk Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman meneliti tentang pengalaman
pertama anak usia sekolah dasar saat menarche hasil data wawancara
dari siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan,
6. Untuk Institut Pendidikan Keperawatan
Menemukan masalah yang muncul dari pengalaman anak usia sekolah
dasar dan dapat mengembangkan ilmu tentang masalah tersebut.
7. Untuk Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kesiapan anak
dalam menghadapi menarche.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
melakukan pendekataan fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara mendalam yang
dibantu dengan alat perekam (tape recorder), alat pencatat, serta
pembuatan catatan lapangan (field note). Penelitian ini pertujuan untuk
menggali informasi tentang pengalaman menarche anak usia Sekolah
Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswi Sekolah Dasar Negeri
Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul yang telah mengalami menarche
minimal 1 tahun dengan alasan agar pengalaman partisipan masih baru
sehingga diharapkan akan mendapatkan pengalaman seperti yang
diinginkan peneliti.
F. Penelitian Terkait
1. Yusuf Yanti, Kundre Rina, Rompas Sefti, 2014. Hubungan Pengetahuan Menarche dengan Kesiapan Remaja Putri Menghadapi
menggunakan metode deskriptif analitik dengan cross sectional study.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan menarche dengan kesiapan remaja putri menghadapi
menarche. Penelitian yang dilakukan penulis sama sama meneliti
tentang remaja putri dalam menghadapi menarche, namun desain yang
digunakan berbeda yaitu kualitatif dengan metode indepht interview
menggunakan semi struktur interview.
2. Nilawati Ida, Sumarni, Santjaka Aris, 2013. Hubungan Dukungan Ibu
dengan Kecemasan Remaja Dalam Menghadapi Menarche di SD
Negeri Lomanis 01 Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain
cross sectional. Hasil dari penelitian adalah remaja yang mendapatkan
dukungan dari ibu cenderung mengalami kecemasan ringan. Penelitian
yang dilakukan penulis sama-sama meneliti tentang remaja dalam
menghadapi menarche, namun desain yang digunakan berbeda yaitu
kualitatif dengan metode indepht interview menggunakan semi struktur
interview.
3. Nur Fitri Jayanti, Sugi Purwati. Deskripsi Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesiapan Anak dalam Menghadapi Menarche di SD
Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun
2011. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
cross sectional. Hasil dari penelitian adalah anak yang tidak siap
menghadapi menarche adalah sebesar 7,69%. Penelitian yang
dilakukan sama-sama meneliti tentang menarche pada anak usia
sekolah dasar namun desain yang digunakan berbeda yaitu kualitatif
dengan metode indepht interview menggunakan semi struktur
9 A. Landasan Teori
1. Pengalaman saat menarche
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang pernah dialami,
dijalani, dirasakan dan ditanggung oleh seseorang, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2013). Pengalaman dapat
didefinisikan juga sebagai memori episodik yang mampu menerima
dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada
waktu dan tempat tertentu serta berfungsi sebagai referensi otobiografi
(Baptisa, dkk 2011).
Penilaian seseorang terhadap sesuatu akan berbeda-beda, hal
ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang,
perilaku atau faktor pada pihak yang mempunyai pengalaman, faktor
obyek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana
pengalaman itu dilakukan (Sunaryo, 2004). Pengalaman, di sisi lain
dapat dipengaruhi oleh memori/ingatan seseorang dalam cara yang
berbeda-beda (Jarvis, 2004).
Pengalaman yang dihadapi oleh anak pada masa pubertas salah
satunya adalah menarche. Menarche dianggap sebagai pengalaman
yang menakutkan karena setelah menghadapi menarche anak harus
siap menerima segala bentuk perubahan yang terjadi pada dirinya.
meliputi perubahan fisik, psikologis, maupun sosial-budaya (Chang,
Hayter, dan Wu, 2010), sedangkang untuk perubahan psikologis anak
akan mengalami perubahan emosioal yang berubah-ubah seperti
menangis dan mudah marah. (Lee, 2008).
Respon anak dalam menghadapi menarche akan
bermacam-macam. Mayoritas anak cenderung menyembunyikan keadaannya saat
menstruasi karena malu kepada orang lain terutama kepada saudara
laki-laki, ayah atau teman kelas laki-lakinya, walaupun respon negatif
itu dianggap wajar, akan tetapi respon anak yang terus menerus malu
dan minder perlu dilakukan tindakan (Lee, 2008).
2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar a. Definisi Anak
Anak adalah individu yang berkembang. Pada masa sekolah
dasar anak perlu mendapatkan perhatian dari orang tua atau para
pendidik karena anak banyak mengalami perubahan fisik dan
perubahan mental yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan
lingkungan masyarakat (Supartini, 2004). Menurut Sumantri
(2007) karakteristik anak usia sekolah dasar adalah senang
bermain, senang bekerja kelompok, serta senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung.
Anak usia sekolah dasar merupakan periode yang dimulai
banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial terhadap
lingkungan, belajar tentang nilai moral beragama dan budaya dari
lingkungan selain keluarga. Anak mulai mampu untuk mengambil
bagian dalam kelompok dan belajar tentang bagaimana
bersosialisasi. Masyarakat berpendapat bahwa masa anak-anak
merupakan masa dimana masih bergantung kepada orang lain
(Supartini, 2004).
Anak-anak memiliki rasa ingin tahu dan rasa penasaran
terhadap hal-hal baru, tidak jarang bahwa anak-anak akan
melakukan tindakan dengan apa yang diinginkan, untuk
menghadapi persepsi anak peran ibu sangat berperan sebagai
pembimbing sekaligus edukator untuk mengajarkan tentang hal
baru dan menjelaskan bagaimana cara untuk mengatasinya. Masa
peralihan dari anak-anak ke dewasa berdampak pada
perkembangan psikis yang relatif tidak stabil dan berubah-ubah
sehingga motivasi sangat dibutuhkan dalam masa transisi tersebut
(Soetjiningsih, 2010), dapat disimpulkan bahwa anak akan
mengalami perubahan-perubahan di setiap tahap perkembangannya
berdasarkan pengalaman yang didapat dan pada masa usia sekolah
dasar anak bukan hanya mengalami perkembangan fisik, tetapi
juga perkembangan kognitif dan sosial oleh sebab itu peran orang
tua dan guru harus memahami karakteristik anak sehingga dapat
b. Tingkah Laku pada Anak Usia Sekolah
Menurut Potter & Perry (2009), tingkah laku dan perkembangan
anak usia sekolah sebagai berikut :
1) Hubungan dengan orang tua
Anak usia sekolah mulai memahami dan mengetahui
keadaan orang tua bahwa mereka bukanlah individu yang
sempurna. Anak akan lebih bergantung kepada orang tua untuk
memperoleh kasih sayang, rasa aman, pedoman, dan
pengasuhan dalam hidup.
2) Hubungan dengan saudara kandung
Konflik antar saudara akan tetap terjadi didalam rumah,
akan tetapi anak akan saling membela saudara kandung apabila
berada di lingkungan luar. Cara memperoleh perhatian dari
lingkungan, anak mulai memperlihatkan perasaan cemburu
atau iri kepada saudara kandungnya.
3) Hubungan dengan kelompok
Tahun pertama sekolah yaitu pada usia 6-7 tahun anak
akan berbaur satu sama lain tanpa mengenal perbedaan jenis
kelamin. Usia 8 tahun anak akan membentuk kelompok yang
tersusun dari sesama jenis kelamin dan mulai membedakan
bermain dengan lawan jenis. Anak usia pra-remaja yaitu pada
jenis dan di usia tersebut anak mulai timbul ketertarikan
terhadap lawan jenis.
4) Konsep diri
Bentuk kepercayaan diri anak dapat semakin bertambah
apabila anak mendapat umpan balik positif dari guru dan
orangtua mengenai hasil kerjanya. Anak dianjurkan untuk
melatih keterampilan pada satu bidang atau bahkan lebih dari
satu bidang, misalnya bermain musik atau olahraga.
Keterampilan anak dalam merawat hewan peliharaan juga akan
mengajarkan anak tentang rasa kasih sayang tanpa pamrih.
5) Ketakutan
Ketakutan anak terhadap energi supranatural seperti
hantu dan penyihir akan semakin berkurang namun ketakutan
baru terhadap sekolah dan keluarga mulai terbentuk, mereka
mengkhawatirkan adanya cemoohan guru dan teman serta
penolakan oleh orang tua.
6) Pola koping
Pola koping atau menejemen stress anak usia sekolah
dasar cenderung menggunakan mekanisme seperti penolakan
terhadap sesuatu dan agresi. Anak akan berusaha untuk
menolak apabila tidak sejalan dengan kemauan.
Moral anak masih mementingkan dirinya sendiri atau
egois terhadap orang lain serta dapat menggunakan kecurangan
untuk menang di dalam lingkungan sekolah maupun di
lingkungan pergaulan.
8) Kegiatan tambahan
Anak usia sekolah dasar akan membangun minat dalam
kegiatan berkelompok seperti lompat tali, sepak bola, dan
lainnya. Permainan menjadi kompetitif dan sulit menerima
kekalahan.
c. Kebutuhan Anak Sekolah Dasar
Kebutuhan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap
manusia untuk memenuhi kepuasaannya, baik itu berupa materi
ataupun kepuasaan hati.
Menurut Lindgren dalam Sumantri (2007), kebutuhan anak
usia sekolah dasar dibagi menjadi 4 aspek yaitu :
1) Kebutuhan jasmaniah, keamanan dan pertahanan diri
Perkembangan fisik anak usia sekolah dasar bersifat
individual, pada masa ini kebutuhan anak akan bervariasi
seperti porsi makan dan minum yang semakin meningkat, pada
masa ini perkembangan tubuh dan kognitif anak mengalami
masa pertumbuhan yang pesat. Berhubungan dengan
pemeliharaan dan pertahanan diri, anak usia sekolah dasar
memperhatikan keinginan dan kebutuhannya sendiri tanpa
mempertimbangkan kebutuhan orang lain atau bersifat egois.
2) Kebutuhan akan kasih sayang
Tahap perkembangan sosial anak sekolah dasar
terutama yang duduk di kelas tinggi, anak sudah ingin memiliki
teman tetap dan membentuk posisi kenyamanan.
Perkembangan tersebut juga sejalan dengan kebutuhan untuk
disayangi dan menyayangi teman, tidak hanya rasa kasih
kepada teman, tetapi juga terhadap benda yang merupakan
kesenangannya bisa berupa perangko, komik, kartu dan
sebagainya serta koleksi tersebut akan dirawat dengan rasa
sayang.
3) Kebutuhan untuk memiliki
Kebutuhan anak untuk saling memiliki mulai tumbuh
pada masa sekolah dasar, yaitu dengan membentuk gang atau
kelompok bermain. Anak pada masa ini akan cenderung
mengikuti aturan dari kelompok bermainnya. Kebutuhan untuk
memiliki ini tidak terbatas pada teman saja, akan tetapi juga
terhadap benda miliknya dan benda milik teman sekolahnya.
Anak sekolah dasar akan menggantungkan dirinya kepada
orang yang dianggap memiliki keunggulan atau kekuatan di
pada orang yang memiliki otoritas seperti guru di kelas, dan
orang tua di rumah.
4) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri identik dengan kebutuhan
prestasi anak. Anak mulai ingin merealisasikan potensi-potensi
yang dimilikinya sehingga anak berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut dengan sikap persaingan atau berusaha mewujudkan
keinginannya. Proses persaingan tersebut harus mendapatkan
pengawasan dan bimbingan dari orang tua ataupun guru.
3. Pubertas
Pubertas merupakan perubahan yang terjadi pada seseorang
sebagai tanda bahwa mereka telah mencapai suatu tahap
perkembangan yang diikuti dengan perubahan fisik, psikis, dan sosial
(Vasta, dkk 2004). Anak-anak akan memasuki tahap awal sebagai
remaja dan perubahan yang terjadi akan sangat cepat dan terkadang
akan membingungkan (Soetjiningsih 2010).
Perubahan cepat yang terjadi pada anak meliputi kematangan
fisik yaitu perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi pada masa awal
remaja. Perubahan hormonal dapat mempengaruhi masa pubertas
seperti munculnya menstruasi pertama (menarche) pada wanita dan
mimpi basah pada laki-laki (Santrock, 2003). Memasuki masa
individu yang siap untuk melanjutkan keturunan setelah masa pubertas
itu terlewatkan (Hurlock 2004).
Usia remaja berlangsung antara umur 12 – 21 tahun dan
merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang
ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional
dan sosial (Monks, dkk. 2002), hal ini dinyatakan oleh (Yeung, dkk
2005) bahwa menstruasi pertama (menarche) merepresentasikan
simbol masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.
4. Menarche
a. Definisi Menarche
Menarche adalah menstruasi pertama kali yang terjadi pada
wanita dimana hal tersebut merupakan ciri khas atau tanda dari
kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Menarche
sering disertai dengan reaksi sakit kepala, sakit punggung,
merasakan kejang, lelah, depresi dan mudah tersinggung (Yusuf,
2010). Menarche akan menjadi masa yang penting bagi anak
karena menarche berperan sebagai batas antara masa kanak-kanak
dan remaja, dengan adanya kejadian menarche maka seorang anak
perempuan mempunyai kewajiban untuk menjaga dirinya karena
mereka telah mampu berproduksi (Orringer & Gahagan, 2010).
Usia anak perempuan di Indonesia pada saat menarche
dapat bervariasi yaitu antara 10 hingga 16 tahun dan rata-rata
Anak yang terlalu dini untuk menghadapi menarche akan
memunculkan rasa traumatik atau bahkan menganggap bahwa
menarche merupakan masa yang menjijikan dan menakutkan, hal
itu disebabkan karena anak sangat kurang mendapatkan
pengetahuan tentang menarche itu sendiri (Lee, 2008). Studi yang
dilakukan oleh Deng (2011) di Cina, mengatakan bahwa usia
menarche dapat mempengaruhi kesehatan mental anak perempuan
dan dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa menarche dini
merupakan faktor resiko yang menyebabkan gangguan mental
seperti resiko perilaku bunuh diri, psikopatologis dan melukai diri.
Respon psikologi anak perempuan dalam menghadapi
menarche berbeda-beda antar satu sama lain, pada dasarnya
mereka akan berespon negatif yaitu merasa malu atau menyangkal
(Golchin, Hamzehgardeshi, dan Fakhri, 2012). Menurut Yusuf
(2010) menarche sering disertai dengan sakit kepala, sakit
punggung dan kadang-kadang kejang, serta merasa lelah, depresi
dan mudah tersinggung.
5. Menstruasi
a. Definisi Menstruasi
Menstruasi merupakan fase fungsional sebagai tanda
kenormalan pada wanita yang diikuti dengan proses keluarnya
darah dan jaringan endometrium melalui serviks akibat dari ovum
reproduktif (Perry, dkk. 2010). Setelah mengalami menarche,
remaja awal akan mengalami siklus menstruasi yang dimulai dari
28 hari menjelang menstruasi selanjutnya. Menstruasi pada wanita
terjadi sekitar tiga sampai tujuh hari dalam sebulan. Menstruasi
dapat menyebabkan berbagai macam masalah seperti terhentinya
haid (amenorrhea), lalu apabila menstruasi terlalu berlebihan dan
berkelanjutan akan mengakibatkan anemia (menorrhagia), atau
sakit pada saat menstruasi (dysmenorhea) seperti kram perut,
pinggang pegal-pegal dan sakit kepala (Paludi, 2002).
6. Kesiapan Menarche
a. Kesiapan anak dalam menghadapi menarche
Kesiapan dalam menghadapi menarche adalah suatu
keadaan yang menujukkan bahwa seseorang siap untuk mencapai
salah satu kematangan fisik yaitu datangnya menarche (Fajri &
Khairani, 2010). Anak yang akan mengalami menstruasi pertama
(menarche) membutuhkan kesiapan mental yang baik karena
perubahan yang terjadi pada saat menstruasi pertama (menarche)
dapat menyebabkan remaja menjadi canggung (Nagar & Aimol,
2010). Perasaan remaja saat mengalami menarche adalah takut,
kaget, bingung, bahkan ada juga yang merasa senang. Pengetahuan
yang diperoleh remaja tentang menstruasi akan mempengaruhi
persepsi remaja tentang menarche, jika persepsi yang dibentuk
pada kesiapan remaja dalam menghadapi menarche (Fajri &
Khairani, 2010). Kesiapan menarche pada anak perempuan
dipengaruhi oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman
sekelas laki-laki, serta di pengaruhi latar belakang sosial-budaya
(Chang, Hayter, dan Wu, 2010).
Menurut Yusuf (2002) ada tiga aspek mengenai kesiapan,
yaitu aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengerti
dan memahami kejadian yang dialami sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap dalam
menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi. Aspek penghayatan,
yaitu sebuah kondisi psikologis dimana seseorang siap secara alami
bahwa segala hal yang terjadi secara alami akan menimpa hampir
semua orang dan merupakan suatu persepsi yang wajar, normal,
dan tidak perlu dikhawatirkan. Aspek kesediaan, yaitu suatu
kondisi psikologis dimana seseorang sanggup atau rela untuk
berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala
hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan anak dalam menghadapi menarche
1) Usia
Usia mempengaruhi kesiapan anak dalam menghadapi
menarche karena semakin muda usia anak, maka semakin anak
dianggap sebagai suatu gangguan yang mengejutkan.
Menarche yang terjadi terlalu dini pada anak akan
mempengaruhi kedisiplinan dalam hal kebersihan badan,
seperti mandi masih harus dipaksakan oleh orang lain, padahal
sangat penting menjaga kebersihan saat haid. Sehingga pada
akhirnya, menarche dianggap oleh anak sebagai satu beban
baru yang tidak menyenangkan (Suryani & Widyasih, 2008).
2) Sumber informasi
Sumber informasi adalah sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi tentang menarche kepada siswi. Sumber
informasi yang diterima siswa menurut Yusuf (2010) dapat
diperoleh dari :
a) Keluarga
Keluarga adalah pihak yang memiliki hubungan
darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan
marga. Keluarga meliputi orang tua dan anak. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Muriyana (2008), Orang tua
secara lebih dini harus memberikan penjelasan tentang
menarche pada anak perempuannya, agar anak lebih
mengerti dan siap dalam menghadapi menarche.
Menurut Suryani & Widyasih (2008), Jika peristiwa
menarche tersebut tidak disertai dengan
gangguan-gangguan antara lain berupa: pusing, mual, haid
tidak teratur.
b) Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya mempunyai peranan yang
cukup penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Peranan itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya
perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa
dekade terakhir ini.
Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja
itu ternyata berkaitan dengan suasana keluarga remaja itu
sendiri. Remaja yang memiliki hubungan baik dengan
orang tua cenderung dapat menghindarkan diri dari
pengaruh negatif teman sebayanya.
Hubungan kelompok teman sebaya dengan kesiapan
menghadapi menarche yaitu, informasi anak tentang
menarche dapat diperoleh dari kelompok teman sebaya,
apabila informasi-informasi tentang menarche tidak benar,
maka persepsi siswa tentang menarche akan negatif,
sehingga siswa tersebut merasa malu saat mengalami
menarche dan dapat timbul beberapa gangguan-gangguan
antara lain berupa: pusing, mual, haid tidak teratur.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang melaksanakan progam bimbingan, pengajaran, dan
latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu
mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek moral
spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Hubungan
sekolah dengan kesiapan anak dalam menghadapi
menarche yaitu, guru di sekolah hendaknya memberikan
pendidikan kesehatan reproduksi, khususnya menarche
pada siswa secara jelas sebelum mereka mengalami
menstruasi (Muriyana, 2008).
Keterkaitan peran sekolah sebagai pendidik dan
komunikator akan cukup membantu dalam penyampaian
informasi mengenai menarche dan merupakan hal yang
utama bagi kesiapan anak menghadapi menarche
(Anggraini, 2008).
7. Respon Psikologi Anak Menghadapi Menarche a. Pengertian Respon Psikologi
Respon dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga
adalah suatu tanggapan, reaksi, dan jawaban. Teori respon tidak
terlepas dari pembahasan, proses teori komunikasi, karena respon
merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap
Caffe (Krebs & Blackman, 1988), respon dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
1) Kognitif, merupakan respon yang terdiri dari pengetahuan,
keterampilan dan informasi seseorang terhadap sesuatu. Respon
ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami
atau dipersepsi oleh khalayak.
2) Afektif, merupakan respon yang berhubungan dengan emosi,
sikap dan penilaian orang terhadap seseorang. Respon ini
muncul apabila ada perubahan yang disenangi oleh seseorang.
3) Konatif, merupakan respon yang berhubungan dengan perilaku
nyata yang terdiri dari tindakan atau perubahan.
b. Macam-macam Respon Psikologis Umum Selama Menarche Pengalaman pertama anak saat menarche merupakan suatu
hal yang mengejutkan dan penuh emosional. Anak akan merasakan
menarche sekali seumur hidup dan tidak semua individu memiliki
respon yang sama, salah satu respon yang sering muncul adalah
kecemasan (Dariyo, 2004). Menurut Dariyo (2004), terdapat 2 jenis
reaksi anak perempuan saat menghadapi menarche yaitu :
1) Reaksi negatif merupakan pandangan anak yang kurang baik
terhadap menarche. Anak akan menghadapi berbagai macam
keluhan fisiologis yaitu sakit kepala, sakit pinggang, mual,
muntah, selain itu juga anak akan mengalami psikologis yang
tersinggung, marah dan emosional. Macam-macam keluhan
yang dirasakan anak kemungkinan karena ketidaktahuan anak
tentang perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi.
2) Reaksi positif merupakan pandangan anak untuk menilai
menarche sebagai peristiwa yang normal yang wajar. Anak
mampu memahami, menghargai dan menerima menarche
sebagai tanda dari sebuah kedewasaan, seringkali anak akan
merasakan senang dan gembira saat menghadapi menarche.
Respon yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa respon positif hanya mencakup rasa bahagia dan biasa
saja, sedangkan respon negatif ditunjukkan dengan rasa cemas,
sedih, takut, tegang, dan marah.
a) Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan dari dalam perasaan
atau afektif yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
kecemasan tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitas atau kenyataan, kepribadian utuh, perilaku dapat
terganggu akan tetapi dalam batas wajar. Kecemasan
digambarkan dengan keadaan khawatir, gelisah, tidak
tentram dan disertai berbagai keluhan (Hawari, 2008).
Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi
kemudian diperkuat oleh keinginan untuk proses fisiologi
tersebut (Kartono, 2006)
Menurut Ann (1996) kemampuan individu dalam
berespon terhadap penyebab kecemasan tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu : usia, status
kesehatan, jenis kelamin, pengalaman sistem pendukung,
besar kecilnya stressor dan tahap perkembangan. Beberapa
aspek terhadap menstruasi ditandai dengan timbulnya kram
dan ketidaknyamanan yang merupakan reaksi anak
perempuan terhadap menarche dengan kecemasan
(Feldman, 2000). Menurut Hawari (2001), bahwa tingkatan
kecemasan yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang,
kecemasan berat, kecemasan berat sekali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
antara lain adalah faktor predisposisi atau pendukung,
faktor presdisposisi ini memiliki beberapa teori yaitu
menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah
konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu ide dan superego, dalam pandangan
interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Menurut pandangan perilaku, kecemasan
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Kajian keluarga menunjukkan bahwa
gangguan kecemasan pada hal-hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga ada tumpang tindih dalam gangguan
kecemasan, yaitu: antara gangguan kecemasan dengan
depresi. Anak perempuan seringkali mempertanyakan
apakah mereka akan mati karena mengeluarkan darah, dan
apakah kejang-kejang, sakit kepala dan sakit punggung itu
merupakan hal yang normal dialami saat menarche (Dariyo,
2004).
b) Takut
Takut merupakan rasa gemetar dalam menghadapi
sesuatu yang dianggap mendatangkan bencana. Menurut
Krebs, takut adalah pengalaman emosi yang muncul ketika
individu dihadapkan pada bahaya yang nyata di lingkungan
(Krebs & Blackman, 1988). Ketakutan seringkali membuat
individu menajadi bingung atau tidak berdaya.
c) Marah
Marah adalah perasaan yang tidak menyenangkan
atau kejengkelan yang dialami oleh seseorang. Respon
marah merupakan respon yang umum terjadi. Marah
seringkali membuat seseorang kehilangan kendali dan
Bentuk dari marah dapat berupa ucapan, perbuatan ataupun
keduanya.
d) Stress
Stress merupakan gangguan, kekacauan mental dan
emosional yang disebabkan karena faktor dari luar. Semua
anak rentan mengalami stress, namun usia anak yang lebih
muda cenderung lebih rentan, hal-hal yang membuat anak
rentan stress adalah usia anak, tempramen, situasi hidup dan
status kesehatan mempengaruhi kerentanan, reaksi, dan
kemampuan anak dalam mengatasi stress. Respon terhadap
stressor juga dapat berupa respon perilaku, fisiologi, dan
psikologi. Hubungan antara interpersonal yang baik akan
mendukung kesejahteraan psikologi anak.
e) Sedih
Sedih adalah perasaan yang pilu dalam hati dan
identik dengan air mata. Rasa sedih terkadang dijadikan
suatu ungkapan perasaan kehilangan (Stosny, 2011)
f) Bahagia
Bahagia adalah perasaan senang, bebas dan damai
selain hal-hal yang menyedihkan. Menurut Deanna Mascle,
bahagia adalah mengetahui bahwa hidup sangat berarti
serta bagaimana setiap hari hidup individu dapat
orang lain tertawa, belajar, atau keduanya (Macle, 2011).
Kebahagiaan merupakan reward karena individu memiliki
karakter yang baik dan nilai yang rasional dalam kehidupan
(Kenner, 2011).
g) Biasa saja
Respon biasa saja dapat terjadi karena seseorang
telah mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang
suatu hal khususnya menarche. Reaksi emosional yang
dimunculkan adalah datar, tidak bahagia atau sedih.
8. Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu tindakan atau sikap
hubungan interpersonal keluarga dalam menerima anggota
keluarganya yang berupa dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Dukungan
keluarga diberikan sebagai bentuk rasa peduli atau perhatian
(Friedman, 2010). Tipe keluarga menurut Suprajitno (2004)
dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu :
a. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga inti (nuclear family) merupakan keluarga yang hanya
beranggotakan ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan,
adopsi ataupun keduanya.
Keluarga besar (extended family) merupakan keluarga inti yang
kemudian ditambahkan anggota keluarga lain seperti kakek, nenek,
paman, bibi yang masih memiliki ikatan hubungan darah.
Menurut Sarafino (2006), macam-macam dukungan keluarga yaitu
dukungan emosional, dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan
informatif dan dukungan instrumental.
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sumber informasi tentang ilmu atau suatu
wawasan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.
Dukungan informasi dapat berupa nasehat, saran atau umpan balik.
b. Dukungan penilaian atau penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi suatu masalah serta sebagai sumber
kebenaran identitas dari anggota keluarga, diantaranya adalah
memberikan dukungan atau motivasi, memberi pengakuan,
penghargaan dan perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga berperan sebagai sumber pertolongan yang praktis dan nyata
dimana keluarga atau orang yang diandalkan dalam kelaurga
memberikan bantuan langsung seperti memberikan bantuan materi,
tenaga atau sarana. Dukungan ini akan membantu individu dalam
d. Dukungan emosional
Dukungan emosional dalam keluarga adalah peran keluarga untuk
menciptakan suasana aman dan damai serta membantu antar anggota
B. Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Keterangan :
- - - : Komponen yang tidak diteliti
: Komponen yang diteliti Respon Psikologis
Reaksi Positif Reaksi Negatif
Senang atau biasa saja Cemas, takut, malu dan lain-lain Pengalaman pertama
saat menarche
Kesiapaan Usia
Tingkat Pendidikan
Latar Belakang Sosial Ekonomi, Budaya,
Lingkungan Fisik
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah pengalaman pertama anak usia sekolah dasar
34
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara mencari,
mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya
dengan wawancara mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang
jelas. Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara fenomenologis di mana
peneliti fokus terhadap totalitas pengalaman manusia yang terdiri dari
nuansa pengalaman untuk menggali pengetahuan yang baru serta
memahami dari suatu masalah atau peristiwa. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran/deskriptif tentang suatu pengalaman hidup
yang di lihat dari sudut pandang orang sebagai partisipan untuk memahami
dan menggali pengalaman hidup yang di jalani (Moleong, 2012). Peneliti
akan mengidentifikasi tentang pengalaman anak usia sekolah dasar saat
menarche.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi yang menjadi kriteria peneliti
adalah siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan,
sekolah 6-12 tahun. Jumlah total siswi yang telah mengalami
menstruasi adalah sebanyak 12 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak perempuan yang telah
mengalami menarche di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto
Kasihan Bantul Yogyakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik
Purposive sampling yaitu peneliti memiliki pertimbangan dalam
memilih sampel dari populasi secara tidak acak dimana sampel
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. (Sugiyono, 2009). Penelitian
ini memiliki jumlah sampel sebanyak 5 partisipan yang terdiri dari
siswi kelas 5 sebanyak 2 orang dan siswi kelas 6 sebanyak 3 orang.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :
a) Tercatat sebagai siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman,
Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
b) Siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman yang telah mengalami
menarche
c) Bersedia menjadi partisipan dengan melengkapi pernyataan dan
menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan.
C. Lokasi dan Waktu 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKS Sekolah Dasar Negeri
Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Alasan peneliti
Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta karena berdasarkan hasil
studi pendahuluan didapatkan banyak siswi yang masih cemas, malu
dan takut saat menarche.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Juli 2016 dan
dilakukan pengambilan sampel secara bertahap. Peneliti pengambil
data satu hari satu partisipan dan apabila masih ada data yang belum
lengkap maka peneliti kembali lagi untuk mengambil data pada hari
berikutnya. Peneliti mengambil pada partisipan pada saat jam istirahat.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Instrumen
1 Pengalaman menarche
Peristiwa yang pertama kali dialami saat mengalami menarche pada anak usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman
Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta yang didapatkan melalui wawancara menggunakan
pedoman wawancara
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
melakukan wawancara mendalam atau disebut sebagai metode indepht
interview dengan menggunakan semi struktur interview. Metode ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi detail yang kompleks yaitu berisi
pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Basuki, 2006).
Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap,
yaitu :
1. Tahap Orientasi, peneliti mengenalkan diri dan menjelaskan
maksud dan tujuan peneliti. Apabila partisipan bersedia,
partisipan diminta menandatangani lembar persetujuan inform
concent.
2. Tahap Pelaksanaan, peneliti membuat kesepakatan wawancara
dengan partisipan yang telah memenuhi kriteria sebagai
partisipan yaitu siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman,
Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang telah
mengalami menarche. Peneliti membutuhkan pendamping
wawancara sebagai observer, peran observer tersebut adalah
sebagai pengamat selama kegiatan wawancara dan mencatat
langsung setiap kegiatan wawancara. Wawancara dilakukan
dengan cara membuat kelompok kecil siswi-siswi yang telah
mengalami menarche. Peneliti memberikan pertanyaan yang
di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan,
Bantul, Yogyakarta saat menarche, kemudian peneliti mencatat
pokok pikiran dari hasil wawancara. Selama wawancara
berlangsung peneliti menyiapkan tape recorder untuk merekam
hasil wawancara. Wawancara yang dilakukan disesuaikan
dengan maksud dan tujuan penelitian.
3. Tahap Akhir Penelitian
Mengubah data dari tape recorder menjadi data verbatim
kemudian menganalisa bagaimanakah pengalaman pertama
anak usia sekolah dasar saat menarche.
F. Instrumen
Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti harus
memperhatikan cara yang benar dalam mengajukan pertanyaan. Kriteria
pertanyaan harus jelas, tidak ambigu dan menggunakan kata-kata yang
tidak menyinggung perasaan partisipan. Beberapa contoh pertanyaan
adalah sebagai berikut :
1. Pada usia berapakah adik mengalami menstruasi pertama kali ?
2. Apa yang adik ketahui tentang menstruasi ?
3. Apakah yang adik rasakan saat pertama kali menstruasi ?
4. Apakah yang adik lakukan saat menstruasi ?
5. Seperti apakah pengalaman adik saat mengalami menstruasi pertama
kali ?
7. Bagaimana respon orang tua saat mengetahui adik mengalami
menstruasi ?
G. Analisis Data
Penelitian analisa kualitatif ini menganalisis konten diskusi dengan
berbagai tahapan, yaitu :
1. Mengolah data menjadi verbatif
2. Menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa sumber, yaitu
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya.
3. Mengadakan reduksi data yang dilakukaan dengan jalan abstraksi
dengan bantuan aplikasi open code
4. Menyusun menjadi satuan-satuan dan dikategorikan
5. Kategori-kategori tersebut kemudian dilakukan koding.
6. Pemeriksaan keabsahan data.
H. Etika Penelitian
Etika dalam sebuah penelitian sangat penting dalam pelaksanaan
penelitian. Penelitian keperawatan akan berkaitan langsung dengan
manusia yang memiliki hak asasi untuk diperhatikan selama kegiatan
penelitian.
Etika penelitian yang harus diperhatikan meliputi :
Lembar persetujuan merupakan media untuk mengikat
kesepakatan antara peneliti dengan partisipan. Lembar
persetujuan dilakukan sebelum penelitian dengan maksud agar
partisipan mengerti tentang maksud dan tujuan penelitian serta
akibat yang mungkin terjadi. Partisipan yang bersedia harus
menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk
direkam, untuk partisipan yang tidak bersedia mengikuti
penelitian maka peneliti harus menghormati hak pilih dari
partisipan.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Peneliti tidak mencantumkan nama untuk menjaga
kerahasiaan identitas partisipan, peneliti hanya mencantumkan
kode pada lembar identitas.
3. Kerahasiaan (Condidentiality)
Menjamin kerahasiaan merupakan salah satu etika
dalam penelitian. Peneliti harus menjaga hasil informasi dan
masalah-masalah yang terkait dari partisipan, untuk hasil
laporan hanya kelompok data tertentu yang akan dilampirkan.
I. Keabsahan Data
Prosedur dari analisis data penelitian ini adalah peneliti mampu
menjamin keabsahan/kejujuran saat mengambil data (trustteothiness).
credibility, dependability, confirmability, dan transferability (Streubert &
Carpenter, 2003).
1. Credibility
Tujuan dari creadibility adalah untuk menilai kejujuran dari
hasil penelitian kualitatif yang dapat dicapai melalui konfirmasi dan
klarifikasi terhadap partisipan. Prosedur kredibilitas dilakukan dengan
cara peneliti mengembalikan transkrip yang telah dibuat kepada setiap
partisipan yang kemudian akan diverifikasi keakuratan transkrip.
Partisipan membaca transkrip, dan bila partisipan mengungkapkan
bahwa transkrip penelitian memang benar sesuai pengalaman dirinya,
maka transkrip dianggap mempunyai kredibilitas.
2. Transferability
Kemampuan untuk mentransfer suatu kesimpulan pada setting
tertentu. Transferability merupakan validitas eksternal dimana
menunjukkan derajat ketepatan atau hasilnya dapat diterapkan ke
populasi dimana sampel tersebut diambil. Validitas tersebut
menghasilkan deskripsi yang padat dan dapat digunakan pada setting
lain dengan konsep yang sama, supaya orang lain dapat memahami
hasil penelitian dan dapat diterapkan maka peneliti membuat laporan
dan mendiskusikannya dengan pembimbing. Hasil diskusi selanjutnya
disusun dengan uraian rincian yang jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya. Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran
lain, maka laporan tersebut memenuhi standar transferability
(Moleong, 2012).
3. Dependability
Bermakna sebagai reabilitas atau kestabilan data dari masa ke
masa dan kondisi ke kondisi. Teknik untuk mencapai dependability
adalah inquiry audit, melibatkan suatu penelaaahan data dan dokumen
yang mendukung secara menyeluruh dan detail oleh seorang penelaah
eksternal (Polit & Beck, 2010). Penelaah yang dilibatkan adalah
pembimbing penelitian selama melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi.
Peneliti melakukan analisis data terstruktur dan berupaya
untuk menginterpretasikan hasil penelitian dengan baik sehingga
peneliti lain akan dapat membuat kesimpulan yang sama dalam
menggunakan perspektif, data mentah dan dokumen analisis penelitian
yang sedang dillakukan.
4. Confirmability
Bermakna obyektifitas atau netralitas/konsistensi data.
Kepastian dalam hal ini bisa diartikan tercapainya kesepakatan atau
persetujuan dari beberapa orang terhadap pandangan, pendapat
relevansi dan arti data (Creswell, 2003). Penelitian dikatakan objektif
bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Peneliti melakukan
confirmability dengan menunjukkan dan mendiskusikan seluruh
pengkategorian tema awal dan tabel analisis tema pada pembimbing
penelitian yang selanjutnya bersama – sama menentukan analisis
44 A. Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang hasil dan temuan-temuan dalam penelitian
yang telah dilaksanakan pada 5 partisipan yaitu siswi di Sekolah Dasar Negeri
Ngrukeman Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini menjelaskan lebih lanjut dalam bab ini
tentang karakteristik partisipan dan tema-tema yang muncul setelah proses
analisis data dilakukan, sebagai hasil dari penelitian ini.
1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman merupakan sekolah dasar yang
berada di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I
Yogyakarta. Sekolah dasar yang pernah memenangkan juara 1 dalam
lomba sekolah sehat tingkat provinsi ini menggunakan kurikulum KTSP
yang memiliki 15 guru pengampu. Sekolah ini memiliki 12 ruang kelas
yang dibagi menajadi 2 kategori yaitu kelas A dan kelas B, fasilitas
ruangan ditunjang dengan adanya 1 ruang laboratorium, 1 perpustakaan
dan 2 sanitasi siswa. Total siswa di sekolah ini adalah 310 siswa yang
terdiri atas 166 siswa laki-laki dan 144 siswa perempuan. Siswa dan siswi
di Sekolah Dasar ini telah mendapatkan pembelajaran tentang reproduksi
2. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 partisipan, 2 partisipan
berasal dari kelas 5 dan 3 partisipan berasal dari kelas 6, seluruh partisipan
merupakan siswi dari Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto,
Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Rata-rata usia partisipan adalah 11 tahun,
usia termuda dari partisipan adalah berusia 11 tahun dan untuk usia tertua
adalah 12 tahun. Peneliti melakukan pengambilan data awal yaitu dengan
memberikan daftar tabel kepada seluruh siswi dengan bantuan guru wali
kelas, kemudian di bagikan ke seluruh kelas, maksud dari pengambilan
data awal ini adalah untuk mengetahui jumlah siswi yang telah menarche,
setelah melakukan pengambilan data awal maka didapatkah hasil bahwa
terdapat 12 siswi yang telah mengalami menarche. Peneliti menetapkan
jumlah partisipan sebanyak 5 partisipan dengan alasan karena data
wawancara telah jenuh dan memiliki makna yang sama.
Partisipan
Karakteristik
Usia
(th) Agama
Pendidikan Saat ini
Suku Bangsa
Usia Menarche
(th)
P1 11 Islam Kelas 5 SD Jawa 11
P2 11 Islam Kelas 5 SD Jawa 10
P3 12 Islam Kelas 6 SD Jawa 11
P4 12 Islam Kelas 6 SD Jawa 11
P5 11 Islam Kelas 6 SD Jawa 11
Partisipan pertama (P1) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 5 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun.
Partisipan pertama (P2) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 5 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 10 tahun.
Partisipan pertama (P3) berusia 12 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun.
Partisipan pertama (P4) berusia 12 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun.
Partisipan pertama (P5) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun.
3. Hasil Analisis Tematik
Hasil analisis tematik mengidentifikasi 8 tema pada penelitian ini.
Berbagai tema yang didapat terkait pengalaman menarche anak usia
sekolah dasar, yaitu: 1) dominasi perasaan anak saat menarche, 2)
dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4)
ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6)
perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche,
8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche. Berikut penjelasan
lebih rinci tentang tema-tema tersebut.
Tema 1. Dominasi perasaan anak saat menarche
Perasaan anak usia sekolah dasar saat mengalami menarche cukup
bervariasi, mayoritas partisipan dalam menghadapi menarche adalah
adalah suatu hal yang biasa atau wajar dialami oleh seorang wanita pada
umumnya, berikut adalah ungkapan rinci dari partisipan :
a. Merasa malu
Empat dari lima partisipan menyatakan bahwa mereka merasa
malu saat mengalami menarche. Partisipan merasa malu apabila
kondisi saat menstruasi diketahui oleh orang lain terutama teman
lawan jenisnya dan diketahui oleh ayahnya, partisipan menganggap
bahwa menstruasi adalah hal yang tabu. Berikut adalah beberapa
ungkapan dari partisipan :
“...hahaha ya malu to mbak kalau mens gitu ketawan sama cowok-cowok....(tertawa menutup wajah dengan jilbab...” (P2)
“....malu kalau mau bilang sama ibu guru... bilangnya sama temen kalau tembus...” (P3)
“...Bapak belum tau mbak kalau aku mens, soalnya malu mau bilang.
Sampai sekarang bapak belum tau aku mens. Malu juga kalau sama temen cowok, samar di ledekin di kelas...” (P4)
Satu dari partisipan mengungkapkan bahwa saling