SKRIPSI
DiajukanKepadaFakultasSyariahdanHukum UntukMemenuhiPersyaratanMemperoleh
GelarSarjanaSyariah (S.Sy)
Oleh :
SRI WAHYUNINGSIH 1110043100021
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
Nim : 1110043100021
Dengan ini saya menyatakan bahwa;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk
memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 07 November,2014
i
Kegiatan ekonomi dari masa ke masa terus mengalami perkembangan, masyarakat mengadakan segala cara demi terpenuhi kebutuhannya, diantaranya kebutuhannya itu adalah Haji. Haji adalah termasuk Rukun Islam yang ke lima, banyaknya peminat masyarakat untuk melakukan ibadah haji tiap tahunnya, sehingga ONH selalu naik tiap tahunnya, namun dikalangan masyarakat pada kalangan menengah, hal ini menjadi hambatan karena ketidak sanggupannya untuk membayar ONH secara langsung (tunai), begitupun yang terjadi di kalangan masyarakat yang berada di Desa Kideung Ilir Ciampea ini, mereka melakukan praktek arisan haji guna mempermudah pemberangkatan ibadah haji agar terpenuhinya minat masyarakat untuh melakukan ibadah haji.
Dalam berhaji tentu ada aturan mengenai tatacara pendaftaran atau syarat wajib hajinya, namun pada praktek arisan haji di Desa Kideung Ilir Ciampea ini orang yang mendaftarkan haji tersebut menggunakan dana dari para donator peserta arisan, dan tidak adanya suatu jaminan dan perjanjian yang jelas antara peserta arisan. Maka tentu arisan seperti ini tidaklah sesuai dengan hukum Islam, karena segala muamalah itu harus ada sebuah jaminan yang jelas, dan melakukan sebuah perjanjian demi menjaga keamana kedua belah pihak, sehingga tidak akan ada kedzoliman diantara keduannya.
ii
Alhamdulillahi Rabbi al-‘Alamîn, penulis ucapkan rasa syukur yang tak terkira kepada Allah SWT, yang telah menerangi, menuntun, dan membukakan hati
serta pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad
SAW. Semoga kita mendapatkan syafa’at-nya kelak. Amin.
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan kelulusan strata
satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari peran dan sumbangsih pemikiran serta
intervensi dari banyak pihak. Karena itu dalam kesempatan ini, penulisingin
menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, diantaranya:
1. Bapak Dr. J.M. Muslimin, M.Phil. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. khamami Zada, MA, dan Ibu Siti Hanna, MA, Lc. selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh
pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. M. Taufiki, MA dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si.,
selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan program studi Perbandingan Mazhab
dan Hukum Priode Tahun 2010-2014 yang dengan penuh kesabaran membimbing
penulis selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. M. Taufiki, MA selaku dosen pembimbing yang senantiasa
membimbing penulis dari awal hingga selesaunya penulisan skripsi ini dan
iii
untuk terus berkorban bagi putra-putrinya. Senyummu adalah penyemangat
penulis dalam menjalani kehidupan ini.
6. Ananda (Amirudin) dan Adinda (Yayah, Baban, Mujib), yang selalu menjadi
penyemangat hidup, yang tidak pernah berhenti menyemangati penulis dalam hal
pendidikan maupun kehidupan.
7. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah member ilmu,
pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari
Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal kebaikan
Bapak/Ibu dosen.
8. Pimpinan dan segenap staff perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
9. Kepada sahabat-sahabat penulis, Abdul Rahman, Ade Tri Cahyani, Dian Ohorela,
Widya Permatasari, Nabila Hassa, M. Irsyad Noor, serta Anak-anak PMF-A dan
PMF-B tahun ajaran 2010 terimakasih telah menjadi sahabat yang terbaik,
menyelami kehidupan susah senang secara bersama-sama, Semoga semua
kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan mendapat ridha dari Allah SWT
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Amin.
Jakarta, 29 Desember 2014 M 01 Rabiul Awal 1435 H
iv
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1
B. PembatasdanPerumusanMasalah ... 3
C. TujuandanManfaatPenelitian ... 4
D. StudiTerdahulu ... 4
E. MetodePenelitian... 5
F. SistematikaPenulisan ... 9
BAB II ARISAN DAN ISTITHA’AH HAJI A. TinjauanTeoritisTentangArisan 1. SejarahArisan ... 10
2. PengertianArisan ... 10
3. ManfaatArisan ... 11
4. MetodeArisan ... 13
5. Macam-macamArisan ... 14
6. Arisandalam Islam ... 15
B. Istitha’ahdalamberhaji 1. Istitha’ahibadah haji ... 21
2. Istitha’ahmenurutpendapatparaUlama ... 22
3. Praktekistitha’ahpadazamandahulu ... 26
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN HAJI DI DESA KIDEUNG ILIR KEC. CIAMPEA BOGOR. A. SejarahArisan Haji ... 33
B. StrukturOrganisasi ... 35
C. Tata Cara Arisan Haji ... 37
v
3. PendaftaranCalonJama’ah Haji ... 43 4. TutupBukudanPengajianPamitan Haji ... 44
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PELASANAAN ARISAN HAJI
A. AnalisisterhadapIstitha’ah haji ... 45 B. AnalisisterhadapJaminandanPerjanjiandalamArisan Haji ... 54 C. AnalisisterhadapHutangdalamBerhaji ... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran-saran ... 63
1
A. Latar Belakang masalah
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, dengan jumlah penduduk muslim mencapai 88%. Dengan mayoritas
penduduk yang beragama Islam, pendaftar pemberangkatan haji pun terus
meningkat tiap tahunnya.
Hal ini dapat dilihat dari lamanya antrian pemberangkatan haji yang
terjadi di seluruh pelosok kota-kota besar pada umumnya. Jangka waktunya pun
tidak beragam, ada yang menunggu 5 tahun sampai 15 tahun dari pendaftaran.
Ibadah haji dilakukan setahun sekali oleh umat Islam, pada perjalanan
suci yang kesemua rangkaiannya adalah bentuk-bentuk pribadatan yang
melambangkan syi‘ar Allah. Oleh karenanya, bagi yang sudah berniat untuk
menunaikan perlu ancang-ancang dan persiapan secukupnya, bukan hanya dari
segi material, bahkan yang lebih penting adalah persiapan segi mental dan
fisiknya.
Sebagai dasar ke Islaman seseorang, tidak sempurna agamanya jika
belum menunaikan ibadah haji selama dia mampu menempuh jalannya,
yang mampu secara fisik dan finansial. Berangkat dari perintah kewajiban
tersebut, setiap muslim pun berlomba-lomba agar dapat menunaikan ibadah
haji.
Mengingat pada umumnya menunaikan ibadah haji memerlukan biaya
yang tidak sedikit, dan merupakan ibadah termahal dari sisi material, khususnya
bagi umat Islam yang tinggal di luar Jazirah Arab, sebagaimana halnya Indonesia,
setiap muslim yang ingin menunaikan ibadah haji memerlukan biaya lebih dari
tiga puluh juta rupiah. Besarnya biaya haji yang harus dikeluarkan membuat
masyarakat menengah ke bawah kesulitan untuk melaksanakan rukun Islam
yang kelima ini.
Di tengah masalah kemampuan materi yang menjadi tolak ukur
kemampuan seseorang untuk berangkat haji, muncul suatu kebiasaan baru dalam
masyarakat demi mencapai tujuan berhaji, misalnya menjual harta benda,
membuka tabungan haji dan mengikuti arisan haji.
Suatu kebiasan tersebut, arisan Haji merupakan yang paling populer saat
ini, Hal ini disebabkan karena arisan merupakan hal yang sudah sangat
mengakar dan sudah tumbuh sebagai bagian dari budaya masyarakat
Indonesia. Bahkan di beberapa kota besar di Indonesia, arisan telah menjadi gaya
hidup bagi sekelompok orang tertentu dan menjadi sebuah kebutuhan untuk
memperoleh sesuatu yang diinginkan. Dengan memperhatikan hal tersebut, di
bermaksud untuk meringankan dan menolong orang-orang Islam yang
mempunyai bekal cukup untuk menunaikan ibadah haji. Hal lain yang umumnya
menjadi penyebab adanya arisan haji adalah mahalnya ONH (Ongkos Naik Haji)
dan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) di Indonesia dan kurang adanya
motivasi atau semangat untuk menabung.
Arisan haji yang diadakan orang-orang di Daerah Ciampea ini
dilaksanakan seperti arisan-arisan pada umumnya, dengan menyetorkan sejumlah
uang yang telah ditentukan. Dalam waktu yang telah ditentukan pula, serta
melakukan pengundian nama-nama yang akan diberangkatkan ibadah haji,
Adapun perbedaan dengan arisan-arisan lainnya yaitu terletak pada
operasionalnya dimana dalam arisan biasa yang setiap kali salah satu anggota
memenangkan uang pada pengundian. Selain itu bagi yang telah memenangkan
undian diwajibkan untuk hadir pada setiap pengundian, arisan haji di khususkan
hanya diperuntukan untuk orang muslim saja guna membayar ONH (Ongkos
Naik Haji) Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik mengetahui
lebih jauh terhadap hukum arisan haji yang berada di Desa Kideung Ilir Ciampea
ini. sehingga penulis ingin menjadikan sebuah judul skripsi yang berjudul
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan dalam skripsi ini akan berkisar terhadap Pelaksanaan Arisan
Haji yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kideung Ilir. sehingga penulis ingin
mempelajari lebih dalam tentang kepastian hukumnya. Untuk memudahkan
penulisan dalam menyusun karya ilmiahnya, penulis membatasi lokasi yang
dijadikan objek penelitian hanya di Kecamatan Ciampea.
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis dapat merumus dari permasalahan itu adalah :
1. Bagaimana sistem kerja Arisan Haji yang berada di Desa Kiding Ilir.
Ciampea?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan Arisan Haji yang
berada di Desa Kiding Ilir. Ciampea?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan hukum tentang pelaksanaan terhadap arisan
Haji yang berada di Desa Kiding Ilir Ciampea
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
arisan Haji yang berada di Desa Kiding Ilir Ciampea.
D. Studi Terdahulu
Analisis ijarah pada pembiayaan talangan biaya perjalanan ibadah haji
(BPIH) pada bank BNI Syariah Fatmawati, ditulis oleh Zainal Arifin, Jurusan
menjelaskan tentang mekanisme pembiayaan talangan haji pada bank BNI
Syariah, dan menjelaskan kesanggupan seseorang terhadap dana talangan haji
menurut hukum Islam
Menurut pendapat Zainal Arifin dalam skripsinya talangan haji dengan
menggunakan akad ijarah adalah bagus untuk membantu nasabah atau calon
jamaah haji yang ingin berhaji namun belum mempunyai biaya yang cukup, maka
dapat di talangi menggunakan akad ijarah tersebut.
Praktek dana talangan haji dalam pandangan hukum Islam studi kasus
praktek dana talangan haji di Bank Syariah Mandiri ditulis oleh Imron Fiqri Aziz,
perbandingan mazhab dan hukum, 2013, dalam sekripsinya menjelaskan tentang
arti Istitha‘ah dalam berhaji dan hukum berhaji dengan menggunakan dana
talangan haji berdasarkan fatwa MUI.
Menurut pendapat Imron Fiqri Aziz dalam skripsinya mengatakan bahwa
hukum berhaji menggunakan dana talangan haji tidak diperbolehkan, karena
belum termasuk kepada Istitha‟ah haji. Orang yang menggunakan dana talangan
haji itu termasuk kepada seseorang yang memaksakan dirinya untuk pergi haji,
maka hal seperti itu tidak diperbolehkan.
Namun dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan Arisan Haji dengan objek penelitian di Desa Kideung Ilir Kec,
Ciampea ini sangat berbeda dengan penelitian diatas. Penulis lebih memperluas
dan pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan arisan haji yang berada di
Desa Kideung Ilir Ciampea Bogor tersebut, tinjauan dilakukan pada sistem
operasionalnya, karena hukum akan bertolak langsung terhadap pelaksanaan
arisan haji. Selain itu penulis ingin membahas tentang kedudukan arisan haji
dengan kemampuan (istitha‟ah) dalam berhaji.
Dengan demikian penulis akan berusaha membahas masalah tersebut secara
cermat dalam penulisan skripsi ini, karena sepengetahuan penulis permasalahan
yang sedang penulis ajukan belum pernah dibahas dikaji orang lain, sehingga
penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah Karya Ilmiah
(skripsi).
E. Metode Peneletian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode antara lain:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan1 yaitu dengan mencari data
langsung ke lapangan, yakni di Desa Kideung Ilir Kec Ciampea Bogor.
2. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari mana
data diperoleh.2 Untuk memudahkan mengidentifikasikan data maka penulis
1
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 19.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
mengklasifikasikan menjadi dua sumber data, antara lain:
a. Sumber Data Primer
sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan, Data primer disebut juga data asli atau data baru.
Seperti : hasil wawancara dengan pihak arisan haji baik itu dengan para
anggota, atau pengurus arisan haji.
b. Sumber Data Sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari
laporan-laporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga dengan
data tersedia3 seperti, buku-buku fiqih, dan hadis—hadis lainnya.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu upaya pengumpulan data-data yang
relevan dengan kajian penelitian, yang diperoleh dengan cara:
a. Observasi
Metode observasi yaitu usaha-usaha mengumpulkan data dengan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
3
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:
afenomena yang diselidiki.4 Metode ini dilakukan dalam rangka
memperoleh data tentang pelaksanaan Arisan Haji Di Desa Kideung Ilir
Kec. Ciampea yaitu dengan cara melihat langsung.
b. Interview
Metode interview atau wawancara yaitu teknik pengumpulan data
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung kepada para
responden,5atau mencari keterangan dengan cara berbincang-bicang
dengan para pihak atau tokoh yang terlibat langsung dalam kajian
penelitian. Untuk mendapatkan data dari responden, maka penulis
mengadakan wawancara dengan beberapa anggota Arisan Haji. Untuk
mendapatkan data dari responden, maka penulis mengadakan wawancara
dengan yayasan KBIH yang bekerja sama dalam menjalankan pelaksanaan
Arisan Haji tersebut.
c. Dokumentasi
Pengertian dokumentasi yaitu kumpulan koleksi bahan pustaka
(dokumen) yang mengandung informasi yang berkaitan dan relevan
dengan bidang-bidang pengetahuan maupun kegiatan yang menjadi
kepentingan instansi atau korporasi yang membina unit kerja dokumentasi
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
(Jakarta: Rineka Cipta), Cet. II, 1998, h. 46
5
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, t.th
tersebut.6Macam-macam dokumentasi antara lain: buku, majalah, surat
kabar, internet dan lain sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan peneliti uraikan adalah metode diskriptif
analisis, yaitu analisis yang menekankan pada sebuah gambaran baru terhadap
data yang telah terkumpul yang bertujuan untuk menggambarkan secara
subyektif tentang pelaksanaan Arisan Haji Di Desa Kideung Ilir Kec Ciampea
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman
kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih memudahkan penyusutan dan pemahaman, maka sengaja
materi yang terdapat dalam skripsi dikelompokkan dalam lima bab, setiap dipilih
menjadi beberapa sub bab. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan, terbagi kepada sub bab, yaitu : Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Studi Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika
Penulisan.
BAB II Berisi tentang Arisan Haji dan Istitha‟ah Haji, yang terdiri dari Sejarah
6
Soejono Trima, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), h.
Arisan, Pengertian Arisan, Manfaat Arisan, Metode Arisan,
Macam-macam Arisan, Arisan dalam Islam, serta membahas tentang istitha‟ah
dalam Ibadah Haji.
BAB III Berisi Gambaran Umum Tentang Mekanisme pelaksanaan Arisan Haji
di Desa Kiding Ilir Kec. Ciampea yang terdiri dari: Sejarah berdirinya
Arisan Haji, Struktur Organisasi, Program kerja, Tatacara Pelaksanaan
Arisan Haji, Pengertian Arisan Haji, Pertemuan Rutin dan pengajian,
Proses Pengundian Nama, Pendaftaran sebagai Calon Jamaah Haji,
Tutup Buku atau Pengajian Pamitan Haji, Manfaat dan Tujuannya.
BAB IV Bab ini berisi tentang analisis penulis yang terbagi kepada tiga bagian.
Pertama menganalisis Terhadap istitha‟ah dalam Arisan Haji, Kedua,
analisis Terhadap pelaksanaan arisan haji Ketiga, analisis terhadap
hutang dalam berhaji.
BAB V Bab ini merupakan bab yang terakhir yang berisi Penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran dan disertai juga dengan Daftar
11
A. Tinjauan Umum Tentang Arisan 1. Sejarah Arisan
Hampir seluruh penduduk di pelosok tanah air mengenal yang namanya
arisan. Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya.
Ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Ternyata
fenomena ini tidak hanya terjadi di negeri ini, di negara Arab juga telah dikenal
sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh para wanita Arab dengan
istilah jum‟iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta‟awuni, hingga kini
fenomena ini masih berkembang dengan pesat. Bila demikian sudah mendunia,
tentunya tidak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar‟i bentuk
mu‟amalah seperti ini. Apalagi permasalah ini termasuk kontemporer dan
belum ada sebelumnya di masa para Nabi. Fenomena ini demikian semarak
dilakukan kaum Muslimin karena adanya kemudahan dan banyak membantu
mereka.7
2. Pengertian Arisan
Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan
uang atau barang, yang bernilai sama oleh beberapa orang, lalu diundi diantara
7
mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota
memperolehnya.8
Arisan sangat mirip dengan tabungan. Sebagai sistem untuk menyimpan
uang, namun kegiatan ini juga dimaksudkan untuk kegiatan pertemuan yang memiliki
unsur "paksa" karena anggota diharuskan membayar dan datang setiap kali undian
akan dilaksanakan9.
Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan
uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah
menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka ia
menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, dan orang
yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang
kepada anggotanya.
3. Manfaat Arisan
Arisan adalah hal yang lazim bagi semua pihak, baik dilakukan ditempat
kerja, dengan keluarga, atau antara anggota organisasi lainnya, dalam
pelaksanaan arisan terdapat aktivitas yang dilakukan diantaranya adalah :
a) Mempererat tali silaturahmi dan ikatan kekerabatan antara para
anggota arisan.
8
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (PN Balai Pustaka, 1976), h, 57.
9
Pengertian arisan : tinjauan dari sisi media, Wikipedia.com. artikel diakses pada tanggal 28
b) Mendiskusikan topik masalah tertentu, guna membantu masalah
anggota arisan.
c) Menyisihkan sebagian penghasilan sebagai wujud kebersamaan antara
anggota arisan.
Menurut pandangan Purwanto Menabung merupakan salah satu langkah
baik yang banyak dipilih orang untuk menghindari kekurangan uang pada
suatu saat. Selain itu, menabung juga penting jika seseorang ingin membeli
suatu barang tetapi tidak memiliki uang yang memadai. Sebab, hanya dengan
cara menabung keinginan tersebut akan dapat terpenuhi.
Arisan bisa menjadi salah satu cara belajar menabung, sebab saat kita
mengikuti arisan kita akan dipaksa membayar iuran, sama artinya juga dengan
paksaan menabung.10
Arisan juga mempunyai manfaat seperti11 :
a) Dengan mengikuti arisan, keuangan bisa dikelola dengan baik.
b) Dengan mengikuti arisan, sama saja dengan menabung, Jika menang
arisan, uangnya bisa dimanfaatkan dengan baik. bisa membeli
barang-barang dan alat-alat rumah tangga, membeli perhiasan emas, bahkan
bisa digunakan untuk membeli rumah dan sejenisnya
10
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa Waru
Kecamatan Rembang Kabupatern Rembang. Skripsi S1 Jurusan Muamalah Syariah dan Hukum,
Institut Agama Islam Negeri Walisongo, tahun 2012, h, 48.
11
c) Menjalin silaturahmi, dengan mengikuti arisan setidaknya hubungan
dengan pesertanya makin terjalin akrab. Misalnya, arisan RT,
menjadikan hubungan antar warga satu RT bisa lebih baik dengan
begitu bila ada kegiatan sosialisasinya lebih mudah, begitupun dengan
arisan dalam keluarga besar.
4. Metode Arisan
Sejatinya arisan merupakan perkumpulan dari sekelompok orang. Dimana
mereka berinisiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Digagaslah sebuah
acara dimana mengumpulkan barang atau uang dalam jumlah tertentu yang
telah disepakati bersama. Lalu jika uang atau barang tersebut sudah terkumpul,
hanya akan ada satu orang yang bisa mendapatkannya melalui undian. Hal ini
terus berjalan hingga semua anggota mendapatkannya.
Untuk memulai sebuah arisan itu menurut pendapat Purwanta dalam
Skripsinya tentunya tidak mudah, perlu kesepakatan diantara para peserta
arisan. Seperti kesepakatan kapan rentan waktu pengocokan arisan apakah itu
perbulan atau dua minggu sekali. Kemudian juga disepakati besarnya uang
arisan yang akan disetorkan, dengan begitu diharapkan arisan bisa berjalan
sampai dengan pengocokan peserta terakhir. Memang tidak semua orang
tertarik mengikuti kegiatan arisan, banyak yang berpendapat kegiatan ini tidak
produktif dan membuang-buang waktu.12
12
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa Waru
Undian merupakan salah satu cara dalam menentukan siapa yang akan
mendapatkan kumpulan uang yang diperoleh dari kumpulan arisan tersebut.
Dalam sistem undian ini pastinya tidak sesuai dangan apa yang diharapkan
oleh para peserta arisan. Yaitu, jika salah satu dari anggota membutuhkan
uang, pastinya anggota arisan tersebut hanya berpeluang kecil untuk
mendapatkan undian tersebut. Sehingga bisa dikatakan, jika arisan
menggunakan sistem cara pengundian ini berarti jauh dari unsur tolong
menolong, dan lebih cendrung pada unsur menabung.
Selain menggunakan undian arisan juga biasanya melakukan pengocokan
dengan cara Sesuai dengan kriteria. Cara yang menentukan siapa kriteria
anggota arisan ini berbeda dengan cara arisan dengan sistem undian. Pada
sistem ini ketua arisan memberikan uang yang diperoleh dari para anggota
arisan kepada anggota arisan yang membutuhkan. Prinsip ini lebih cenderung
pada prinsip tolong menolong dan unsur menabung. Karena pada saat
perkumpulan arisan dimulai, ketua arisan bertanya pada para angotanya siapa
yang lagi dalam keadaan sangat membutuhkan uang. Jika para anggota arisan
banyak yang ingin mendapatkan kumpulan uang arisan itu. Maka ketua arisan
bertanya pada anggota yang menginginkan uang itu, dan menimbang siapakah
yang lebih berhak mendapatkan uang arisan terlebih dahulu dengan
persetujuan anggota arisan yang lain.13
13
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan di Desa Waru
5. Macam-macam Arisan
Arisan merupakan praktek sosial ekonomi masyarakat yang merupakan
salah satu bentuk kebiasaan atau tradisi masyarakat yang menjadi adat
kebiasaan. Namun hal ini tidak otomatis dapat diterima tentu saja harus
berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syari‟ah Islam.
Hampir seluruh penduduk di plosok tanah air mengenal namanya arisan.
Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya,
diantaranya adalah :
a) Arisan motor
b) Arisan haji
c) Arisan gula
d) Arisan semen
e) Arisan uang
Tentu dalam hal arisan semua caranya hampir sama yaitu menyetorkan
dalam jangka waktu yang masing-masing telah ditentukan waktunya, dan
tentunya berdasarkan jumlah yang disepakati bersama.
Arisan tidak hanya berkembang di negara ini saja, tapi sudah tersebar luas
di negara-negara lainnya, hingga sekarang banyak sekali ditemukan adanya
arisan-arisan sejenis yang telah disebutkan di atas. Hal ini karena faktor
ekonomi masyarakat yang terbatas dan adanya keinginan untuk menabung
6. Arisan dalam Sejarah Islam
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak mungkin dapat
dilakukan sendiri, namun harus diusahakan bersama-sama. Dalam memenuhi
kebutuhan secara bersama tersebut akhirnya mendorong manusia untuk hidup
berkelompok atau bermasyarakat.14
Dalam perkembangannya masyarakat dalam memenuhi kebutuihan
melakukan dengan cara membentuk suatu lembaga yang mampu sedikit
meringankan atau memperlancar kehidupan perekonomian masyarakat
terutama perekonomiannya. Banyak cara masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Baik secara langsung ataupun secara tidak langsung salah
satu cara masyarakat memenuhi kebutuhannya sekaligus menjadikan
masyarakat mendekatkan dengan masyarakat yaitu dengan cara arisan.
Pada masa sekarang ini arisan telah banyak dilaksanakan berbagai
masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Arisan
dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan keuangan yaitu dengan cara
menabung, begitulah masyarakat menyebutnya. Apabila mereka sedang
beruntung maka akan memperoleh uang yang sebenarnya uang mereka sendiri.
Selain itu mereka juga mendekatkan hubungan kekerabatan dalam masyarakat
atau kelompok pada suatu Desa.
14
Artikel kholid Syamsudin” http//almanhaj.or.id//arisan-dalam-pandangan-islam/.Pada
Arisan dikenal oleh sebagian orang Arab dengan istilah jam‟iyyah
(kumpulan peserta arisan). Ini termasuk masalah kontemporer yang tengah
marak ditekuni oleh banyak kaum muslimin mengingat manfaat yang mereka
rasakan darinya. Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama ahli fatwa masa
kini.
Ulama dunia mengartikan arisan dengan istilah jum‟iyyah al
-muwazhzhafin atau al-qardhu al-ta‟awuni. Jum‟iyyah al-muwazhzhafin
dijelaskan para Ulama sebagai bersepakatnya sejumlah orang dengan ketentuan
setiap orang membayar sejumlah uang yang sama dengan yang dibayarkan
yang lainnya. Kesepakatan ini dilakukan pada akhir setiap bulan atau akhir
semester (enam bulan) atau sejenisnya. Kemudian semua uang yang terkumpul
dari anggota diserahkan kepada salah seorang anggota pada bulan ke dua atau
setelah enam bulan sesuai dengan kesepakatan mereka. Demikian seterusnya,
sehingga setiap orang dari mereka menerima jumlah ini berlangsung satu
putaran dan dua putaran atau lebih tergantung pada keinginan anggota.15
Hukum arisan secara umum, termasuk muamalat yang belum pernah
disinggung di dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah secara langsung, maka
hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yaitu dibolehkan. Para
ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang
berbunyi :
15
Artinya :“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan
boleh”
Menurut pendapat Ali Mustofa Yakub dalam bukunya mengatakan bahwa
arisan sebenarnya menurut agama diperbolehkan, dengan catatan tidak ada
pihak yang dirugikan dan tidak adanya sistem perjudian didalamnya.
Kebolehan itu juga bisa menjadi haram, jika ada sesuatu yang menjadikan
haram, yaitu hilangnya ketentuan-ketentuan diatas.17
Begitu juga dalam muamalat disebutkan keberadaan suatu serikat
(perkumpulan) kerjasama itu dibentuk untuk menyediakan pinjaman tanpa
bungan bagi para anggotanya.18 Begitupun dengan arisan dibentuk guna
meminjamkan uang terhadap orang yang membutuhkan dengan memberikan
pinjaman tanpa memberikan uang didalamnya. Tentu hal ini arisan berlandasan
terhadap adanya rasa saling tolong-menolong antara peserta arisan tersebut.
Sebagaimana firman Allah SWT memerintahkan untuk saling tolong-
menolong dalam surat Al-Maidah : 2.
16Sa‘dudin, Muhammad al-kibyi, al-Muamalah al-Maliyah al-Mua‟shirah fi Dhauni al-Islam,
(Beirut, 2002),h,75.
17
Ali Mustofa Yakub, Fatwa-Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, Cet 1,(Jakarta : PT Puataka
Firdaus, 2007), h, 209.
18
Artinya :“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“ (QS.Al-Maidah : 2)
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling tolong menolong di dalam
kebaikan, sedang tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang
membutuhkan dengan cara iuran secara rutin dan bergiliran untuk
mendapatkannya, maka termasuk dalam katagori tolong menolong yang
diperintahkan Allah SWT.
Pendapat para ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh
Ibnu Utsaimin dan Syek Ibnu Jibrin serta mayoritas ulama-ulama senior Saudi
Arabia. Syekh Ibnu Utsaimin berkata: “Arisan hukumnya adalah boleh, tidak
terlarang. Barang siapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan
pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru,
sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan
gilirannya masing-masing”19
Ada juga yang tidak mendukung atau mengharamkan arisan. Mereka
merujuk pada dalil dan pendapat Syaikh Sholih al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz
Alu Syaikh dan Syaikh Abdurrohman al-Barrok. Dengan dalil bahwa tiap-tiap
peserta sama halnya meminjamkan sesuatu kepada yang lain dengan
persyaratan adanya orang lain yang juga meminjamkan sesuatu, maka ini
19
Arisan dalam Islam: tinjauan dari sisi media, ahmadzain.com. artikel diakses pada tanggal
28 Oktoberd, pukul 13:00, dari
adalah pinjaman yang menghasilkan suatu manfaat (bagi yang meminjami),
maka itu adalah riba, sebagaimana sabda Nabi :
Artinya :“Dikabarkan dari Abu Abdillah al- Hafiz dan Abu Sai‟d bin abi amrin
“Abu Abbas mengabarkan kepada kami “muhamad bin ya‟kub mengabarkan kepada Ibrahim bin munqij “ mengabarkan aku kepada Idris bin yahya dari Fadholah bin u‟baidi sahabat Nabi SAW.
Sesungguhnya nabi berkata Setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat, maka itu termasuk riba.”(HR. al-Baihaqi ).
Arisan dapat dikatakan haram, jika di dalamnya terdapat unsur
kezholiman, ghoror (ketidakpastian/spekulasi), atau riba, maka arisan
semacam ini menjadi haram.21 Begitu juga ketika arisan dijadikan ajang
menggunjing, ghibah, gossip, ngerumpi, maka arisan semacam ini jelas haram.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al- Qur‘an surat Al-Hujurot (49):12
yaitu :
20Imam Baihaqi, Sunan al- Kubra, juz 5, h, 350
21
Ahmad Sarwat, Fikih Sehari-hari Tanya Jawab Seputar Jual Beli, (Jakarta : PT Gramedia
Artinya :“dan janganlah menggunjingkan satu sama lain, adakah seseorang diantara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima Taubat lagi maha penyayang.”
Membicarakan arisan berarti membicarakan didalamnya suatu
perkumpulan yang mengadakan suatu perjanjian atau akad untuk dilaksanakan,
agar tercapai kepada satu tujuan yang diharapkan. Perjanjian itu terjadi dalam
rangka untuk mewujudkan keadilan bersama sehingga dengan adanya
perjanjian tersebut berarti sudah memulai suatu hubungan dalam suatu
kegiatan yang didalamnya akan menimbulkan suatu hak-hak dan kewajiban
antara para peserta arisan.
Islam telah mewajibkan dikuatkannya akad-akad demi terjaminnya
hak-hak dan kewajiban diantara sekian manusia. Maka Islam juga memperhatikan
agar akad-akad itu dapat dikuatkan dengan tulisan dan saksi agar
masing-masing orang dapat terjamin, serta dapat terhidar dari perbuatan dan kehilafan
manakala terjadi perselisihan faham dan pertentangan.22
7. Istitha’ahdalam Ibadah Haji
1. PengertianIstitha’ah dalam Ibadah Haji
Istitha‟ah dalam pengertian kebahasaan berasal dari akar kata thâ‟a, yaitu
tau‟an, berarti taat patuh dan tunduk. Istithâ‟ah berarti keadaan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang diperintahkan syara‘ sesuai dengan kondisinya.
22
Abu Ahmadi dan Ansari Umar Sitanggal, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan
Semakin besar kemampuan seseorang semakin besar tuntutan untuk
mengerjakan suatu perbuatan.
Bisa dikatakan Istitha‟ah artinya mampu, yaitu mampu melaksanakan
ibadah haji ditinjau dari segi jasmani yaitu, sehat dan kuat, rohani yaitu,
memahami manasik haji dan berakal sehat, ekonomi yaitu, mampu membayar
penyelenggaraan ibadah haji dan memiliki biaya hidup bagi keluarga yang
ditinggalkan. keamanan yaitu, Aman dalam perjalanan dan aman bagi keluarga
yang ditinggalkan.23
Mengenai dalil istitha‟ah yang menjadi dasar hukum kewajiban ibadah
haji adalah surat Ali- Imran ayat 97 :
Artinya:“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan kesana.” (Q.S Ali Imran: 97)
1. Istitha’ahMenurut Pendapat Para Ulama Fikih
Menurut para ulama, ada tiga kemampuan yang harus dipenuhi dalam
rangka meliputi ibadah haji, yaitu: kemampuan kesehatan (badan),
kemampuan material/finansial (keuangan), kemampuan keamanan
(keselamatan).24
23
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta: 2003), h, 29.
24
Ahmad Thib Raya dan Siti Mushdah Mulia, Menyelami Seluk- Beluk Ibadah dalam Islam,
a. Menurut Mazhab Hanafi25
Kesanggupan meliputi tiga hal yakni fisik, finansial, dan keamanan.
Kesanggupan fisik artinya kesehatan badan. Adapun menurut golongan
Hanafiyah, yang termasuk orang yang sakit, lumpuh, orang buta
(meskipun memiliki penuntutan), orang yang sangat tua dan tidak dapat
duduk sendiri di atas kendaraan, jika dia mampu untuk membayar ongkos
kepada orang yang akan menggantikan hajinya, maka ia wajib haji, sebab
ia terhitung orang kuasa dengan jalan mengongkosi orang.
Kesanggupan finansial adalah memiliki bekal dan kendaraan.
Yakni, mampu menanggung biaya pulang pergi serta punya kendaraan,
yang merupakan kelebihan dari biaya tempat tinggal, serta keperluan lain.
Harus lebih dari nafkah keluarga yang dinafkahinya sampai waktu
kepulangannya.
Adapun keamanan adalah jalan biasanya aman, meskipun dengan
membayar uang suap jika perlu. Dan Bagi keamanan wanita sebaiknya
menurut pendapat Abu Hanifah wanita harus diiringi oleh mahramnya
yang balig dan berakal atau remaja yang terpercaya, punya hubungan
darah atau perkawinan.
25
Wahbah Al- Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy waadillatuh, Juz III, (Suriah : Dar‘ al-Fikr, t.t.), h,
b. Kemampuan menurut Mazhab Maliki26
Kemampuan adalah bisa tiba di Mekah menurut kebiasaan, dengan
berjalan kaki atau berkendaraan. Artinya, kesanggupan berangkat saja,
Adapun kesanggupan untuk pulang itu tidak termasuk hitungan.
Kesanggupan itu meliputi tiga hal :
Pertama, kekuatan badan. Artinya, dapat tiba di Mekah menurut
kebiasaan, dengan berjalan ataupun dengan berkendaraan.
Kedua, adanya bekal yang cukup sesuai dengan kondisi orang dan sesuai
pula dengan kebiasaan mereka, Madzhab Maliki tidak mensyaratkan
adanya bekal dan kendaraan itu sendri, jalan kaki bisa menggantikan
kendaraan, bagi orang yang mampu, dan keterampilan kerja yang
mendatangkan pemasukan yang cukup bisa membuat seseorang tidak
perlu membawa bekal atau uang dan bisa dikatakan cukup sebagai ganti
bekal.
Tidak wajib haji dengan cara berhutang, meskipun utang kepada
anaknya sendiri, jika tidak punya harapan untuk dapat melunasi
utangnya. Juga, tidak wajib haji dengan harta pemberian orang lain,
(hibah atau sedekah) yang tanpa diminta. Dan tidak wajib bagi orang
yang meminta-minta baik itu suatu kebiasaan ataupun tidak.
26
Ketiga, tersedianya jalan, yaitu jalan yang dilalui (darat atau laut)
dan biasanya jalan ini aman. Dan jika biasanya tidak aman maka itu tidak
wajib haji.
c. Kemampuan menurut Mazhab Syafi‘i27
Mampu menunaikan ibadah haji harus menempuh dua kemampuan
yaitu kemampuan fisik dan kemampuan finansial.
Pertama, kemampuan fisik, artinya, orang yang dipandang sehat
ialah orang yang mempunyai kekuatan fisik yang memungkinkan ia
sampai di Mekkah untuk melakukan ibadah haji, tanpa mengalami
kesulitan yang berarti, bahkan, menurutnya, orang buta pun diwajibkan
untuk menunaikan ibadah haji apabila ia mempunyai penuntun yang akan
menuntunnya selama dalam perjalanan dan ibadah haji.
Kedua, kemampuan finansial, dengan adanya bekal beserta
wadahnya, serta ongkos keberangkatan ke Mekah dan kepulangan ke
kampung halaman. Pendapat imam Syafi‘i berbeda dengan pendapat
imam Maliki, Imam Syafi‘i memandang bahwa pekerjaan di tengah
perjalanan itu tidak dibebani haji, alasannya, ada kemungkinan dia tidak
mendapatkan pekerjaan karena sesuatu hal. dan Sekalipun tetap
mendapatkan pekerjaan, maka itu akan banyak kesukaran.
Ketiga, adanya kendaraan (sarana transportasi) yang sesuai dengan
status seseorang dengan cara membelinya dengan harga rata-rata, bekal
27
dan kendaraan ini disyariatkan harus lebih dari utangnya (yang sudah
jatuh temponya maupun yang belum), baik utang itu kepada manusia
maupun kepada Allah Ta‟ala (seperti nadzar dan kafarat), maupun
menafkahi kepada orang-orang yang harus dinafkahinya selama
kepergian dan kepulangannya agar mereka tidak terbengkalai.
Keempat, kesanggupan dari sisi keamanan, yakni keamanan jalan
(meskipun sekedar praduga) bagi jiwa dan hartanya disemua tempat
sesuai kondisi yang layak baginya.
Kelima, wanita harus disertai oleh suaminya, atau oleh mahram
(dari hubungan nasab / darah atau lainya),
d. Kemampuan menurut Mazhab Hambali28
Kesanggupan atau kemampuan yang disyariatkan adalah
kemampuan atas bekal dan kendaraan. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda:
Artinya : “Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau bersabda: "Bekal dan kendaraan." Riwayat Daruquthni. Hadits shahih menurut Hakim. Hadits mursal menuru pendapat yang kuat30
28
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, h. 420.
29
Ali ibni ‗Umar Abu al-Husaini al-Dâru Quthni al-Baghdadi, Sunan al-Daru Quthni, juz 2
(Beirut, Dar al-Ma‘rifah, 1996), h. 215.
30
Walaupun Hadis-hadis yang menafsirkan sabil dengan
pembelanjaan dan kendaraan, dha‟if ditinjau dari segi sanadnya, namun
kebanyakan ulama mensyariatkan yang demikian untuk mewajibkan
haji. Adanya pembelanjaan dan kendaraan adalah bagi orang yang tidak
memperoleh perbelanjaan dan kendaraan, tidaklah wajib haji atasnya.
Mazhab Hambali sepakat dengan madzhab Syafi‘i
2. PraktekIstitha’ah pada Zaman Terdahulu
Kata istitha‟ah berdasarkan pengertian di atas yaitu, suatu kemampuan
seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah
SWT dan RasulNya. Namun demikian, Allah tidak memberatkan dan tidak
menuntut seseorang untuk mengerjakan, maka dalam kondisi demikian,
sangat diperhatikan i‟tikad baik seseorang dalam melaksanakan perintah
Allah Swt sesuai kadar ketaqwaannya. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat Al- Baqarah : 197
Dari arti ayat di atas “Dan ambillah bekal olehmu” menurut keterangan
yang disampaikan oleh Ibnu Jarir, Bukhari, dan lain-lain dari Ibnu Abbas
yaitu, “ adalah penduduk Yaman pergi mengerjakan haji dengan tidak
membawa bekal dan mereka berkata, “ kami bertawakal” kemudian mereka
datang di Mekkah meminta- minta. Berdasarkan peristiwa tersebut turunlah
ayat ini.31
Dari ayat dan tafsiran bahwa Allah tidak memaksakan seseorang pergi
haji tanpa berbekalan, Akan tetapi jika seseorang pergi haji tanpa berbekalan
dan pada akhirnya harus meminta-minta kepada orang lain, yang akan
merugikan orang lain tersebut maka tidaklah menjadi taqwa, karena
sebagaimana dalam hadis dari Ibnu Abbas :
Artinya :“Dari Ibnu Abbas RA. Dia berkata “dulu penduduk yaman mengerjakan haji tanpa membawa perbekalan,dan mereka berkata kami adalah orang-orang yang bertaqwa,” ketika mereka datang ke Mekah, mereka meminta-minta kepada orang lain, maka Allah Menurunkan firmannya, “berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”.
Selain itu haji merupakan ibadah yang memerlukan penempuhan jarak
sehingga tidak mungkin diwajibkan tanpa adanya harta dan kendaraan seperti
jihad.
31
Syekh Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al- Ahkam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), h. 67-70.
32
Dalam kitab Al-Muhabzab karangan Abu Ishaq disebutkan jika seseorang
memiliki uang untuk membeli bekal dan kendaraan tetapi, uang itu
dibutuhkannya untuk membayar hutang, maka tidaklah wajib ia haji, baik
utang itu berjangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang harus
didahulukan daripada haji yang memiliki waktu yang luas.33
Dalam kitab Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah seseorang yang
memiliki piutang terhadap seseorang yang lalai dalam membayar hutangnnya
tetapi mampu membayarnya, sedangkan piutang itu cukup untuk biaya haji,
maka ia wajib naik haji karena termasuk orang yang mampu. Akan tetapi,
bila orang yang dipiutangnya itu orang yang tidak mampu atau sulit untuk
membayar, maka tidaklah wajib haji34.
Menurut Syafi‘iyah apabila seseorang diberi oleh orang lain kebutuhan
(kendaraan) secara cuma-cuma, ia tidak wajib menerimanya karena dalam
menerima itu ia terpaksa memikul tanggung jawab. Sedangkan baginya sulit
untuk melaksanakannya. Kecuali, jika disamping pemberian tadi ia memiliki
harta untuk membiayai haji. Maka pemberian itu hendaklah diterimanya.
Karena pemberian yang mengikat itu ia masih mampu menunaikannya.35
33
Abu Ishaq, al-Muhadzab, Juz.1. (Dar al-Kutub.t.t), h.358.
34
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr.t.t), h, 167.
35
Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, ( Solo : Tiga Serangkai, 2008), cet 1, h,
Menurut pendapat Hanabilah, seseorang tidak wajib haji karena
pemberian orang lain. Karena dengan itu ia belum bisa dikatakan mampu,
baik si pemberi itu merupakan keluarga dekat maupun orang lain, baik
berupa bekal ataupun kendaraan.36
Kajian tentang istitha‟ah dibahas hampir ke semua furu‟ (cabang)
ibadah, pada masalah shalat, puasa, kifarat, nikah dan lain-lain. Akan tetapi
yang lebih rinci dibicarakan adalah istatha‟ah dalam ibadah haji. Hal itu
disebabkan karena dalam persoalan haji menghimpun dua kemampuan,
kemampuan fisik dan materi sekaligus.
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan-batasan
istatha‟ah. Secara umum mereka memahami istatha‟ah di dalam surat Ali
Imran ayat 97, kemampuan seseorang untuk dapat sampai ke Mekah dan
menunaikan haji seperti kemampuan jasmani, biaya dan keamanan.
Orang dikatakan mampu (mustathi‟) ialah orang yang mampu
melakukan ibadah haji dengan bekalnya pulang pergi, upah sopir yang aman
baginya, dan ongkos sewa atau harga kendaraan jika jarak dari tempatnya
sampai Makkah mencapai 2 marhalah, atau kurang waktu dari itu tetapi tidak
kuat berjalan kaki, Selain itu ada juga biaya belanja orang yang ditinggalkan
olehnya sampai dia pulang37 maka Jika seseorang yang pergi haji tidak
memiliki harta yang cukup, maka itu tidak bisa dikatakan mampu, walaupun
36
Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, h, 60-64.
37
seseorang rela melakukan berhutang demi melaksanakan ibadah haji, karena
dalam sebuah hadis Nabi menjelaskan yaitu:
(
38Artinya :“jiwa orang mukmin itu bergantung pada hutangnya sampai hutang tersebut terbayar.”
Istitha‟ah ibadah haji tidak hanya dengan bekalnya saja akan tetapi
berdasarkan jasmaninya berdasarkan riwayat ‗Abdullah Ibnu ‗Abbas
ٔ
.
Artinya:“ dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas pernah pergi bersama Rasulullah. tiba- tiba ada seseorang
perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa.
Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun memandangnya.lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl kea
rah yang lain. Perempuan itu bertanya,“wahai Rasulullah!
Istitha‟ah menurut kesehatan bagi seorang lansia (lanjut usia) yang
tidak mempunyai kemampuan untuk duduk lama di dalam kendaraan atau di
38
Muhammad ibnu Isa Ibnu Sauroh Ibnu al dhahak al julami al Buqhni al-Tirmidzi, Al-jami‟u
shahih Sunan Al-Tirmidzi, Juz, 4, (Beirut : Dar Ihya al Tarath al-Arabi.t.t) h, 352.
39
perjalanan, boleh mewakilkan hajinya kepada orang lain.40 Diriwayatkan
dalam hadis shahih :
ٔ
.
Artinya :“dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas pernah pergi bersama Rasulullah. Tiba-tiba ada seseorang
perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa. Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun memandangnya. Lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl kea rah yang lain. Perempuan itu bertanya“wahai Rasulullah! sesungguhnya ibadah haji yang diwajibkan oleh Allah kepada hamba-hambanya telah berlaku atas ayahku yang sudah tua, namun dia tidak kuat berada di atas kendaraan, apakah aku boleh menunaikan haji untuk menggantikannya? Rasulullah menjawab“Ya Boleh” peristiwa itu pun pada waktu haji wada”.
Istitha‟ah bagi perempuan, hendaknya ia berjalan bersama dengan
mahramnya, bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan
perempuan yang dipercayai. Sebagaimana dalam hadis yang telah
diriwayatkan ibnu abbas :
41
Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 732, h. 143.
42
Artinya : “Dari ibnu abbas, nabi Muhammad Saw, berkata,“tidak boleh bagi perempuan berpergian selain beserta mahramnya, dan tidak pula boleh bagi laki- laki mendatangi perempuan itu selama apabila ia
beserta mahramnya,“bertanya seseorang laki-laki,” ya rasulullah, sesungguhnya saya bermaksud akan pergi berperang, sedangkan
istriku bermaksud akan pergi haji,” jawab Rasulullah saw, “
pergilah bersama- sama dengan istrimu )naik haji (. )riwayat bukhari(
Istitha‟ah bagi orang yang berkuasa mengerjakan haji yang bukan
dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan menggantinya dengan
orang lain, Misalnya haji orang yang sudah meningal, pada masa hidupnya
telah memenuhi syarat wajib haji (bernadzar) maka hajinya wajib dikerjakan
oleh orang lain. Tentunya semua ongkos pergi haji diambil dari harta
peninggalannya sebelum dibagi.43
Sebagaimana sabda Rasulullah :
Artinya : “Dari ibnu Abbas, “sesungguhnya perempuan dari kabilah jubainah telah datang kepada Nabi Saw. Katanya,“ sesungguhnya ibuku telah bernadzar akan pergi haji, tetapi dia tidak pergi sampai dia mati,
apakah saya boleh kerjakan haji untuk dia, ? jawab Nabi, “ ya boleh “ kerjakanlah olehmu hajinya, bagaimana pendapatmu kalau ibimu sewaktu mati meninggalkan utang, bukankah engkau yang membayarnya? Hendaklah kamu bayar hak Allah, sebab hak Allah
itu lebih utama untuk dipenuhi.”
43
Sulaiman rajid, fiqih Islam, cet, 41, (Bandung : sinar baru Algensindo,1994), h. 250.
44
35
CIAMPEA BOGOR
A. Sejarah Arisan Haji
Bagi setiap orang Islam yang sudah mampu, beribadah haji hukumnya
wajib. Berhaji berarti berupaya menyempurnakan posisi kehambaan di hadapan
Allah SWT. Maka siapa pun yang ingin berhaji hendaklah ia mempersiapkan
dirinya untuk memenuhi kebutuhannya untuk berhaji, baik dari segi material
mau pun spiritual. Ketika membicarakan haji sebagai salah satu rukun Islam
yang kelima bagi orang yang sudah mampu melaksanakannya. Mampu atau
istitha‟ah merupakan salah satu syarat melaksanakan ibadah haji. Maka kata
mampu inilah yang menjadi permasalahan yang masih diperdebatkan.
Kemudian ketika biaya ibadah haji menjadi permasalahan bagi masyarakat
ekonomi menengah ke bawah, dikarenakan ONH (Ongkos Naik Haji) dari tahun
ke tahun bertambah mahal, maka disuatu masyarakat, munculah suatu sistem,
yakni haji dengan sistem arisan.45
Haji sudah menjadi cita-cita umat Islam pada umumnya. Maka, akhirnya
banyak yang ingin menjalankan ibadah haji meski dengan segala resiko dan
dengan menempuh cara apapun. Karena ibadah yang dilakukan di tanah suci
45
http://digilib.uin-suka.ac.id/ -uinsuka--wahyurinau-3793, diakses pada tanggal 27
[image:44.612.106.525.121.529.2]sangat utama dibanding di tempat-tempat lainnya. Kerinduan untuk datang
kesana tidak tergantikan oleh apapun. karena ibadah haji mempunyai nilai
spiritual dan kemanusiaan yang luar biasa.
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan sistem arisan. Dengan
memperhatikan hal tersebut di Desa Kideung Ilir Ciampea Bogor terdapat
segolongan masyarakat yang mengadakan Arisan Haji yang diberi nama Ikatan
Arisan Haji (IKAH), yang bertujuan untuk mempermudah pemberangkatan haji.
Arisan haji telah berdiri selama kurang lebih 16 tahun, yaitu tepatnya pada
Tahun 1998 yang mana pada saat itu dipimpin oleh Dedeh. dan telah beberapa
kali angkatan. Awal mulanya terbentuk arisan haji ini karena banyaknya ibu–
ibu pengajian yang sering mengikuti pengajian mingguan kemudian
terbentuklah sebuah ide untuk mengadakan arisan, akan tetapi karena forum ini
Islami, jika arisan sehari-hari itu sudah banyak di kalangan rumahan, maka
terbentuklah arisan, tetapi hanya untuk biaya pergi haji, karena banyaknya
ibu-ibu yang berusia lanjut yang berminat pergi haji, dan kebanyakan ibu-ibu–ibu ini
ingin secara mencicil uang tersebut dengan secara menabung lewat arisan,
karena dengan melalui cicilan tersebut semuanya bisa mempermudah bagi
orang yang akan pergi haji.
Dengan demikian itu setelah beberapa bulan maka disepakatilah ide
tersebut dan kemudian berdasarkan kesepakatan bersama dibentuklah sebuah
organisasi guna untuk mengelolah atau mengurus uang arisan dalam praktek
dilakukan berdasarkan kesepakatan anggota arisan, baik dari bembentukan
oreganisasi, cara pelaksanaannya, waktu yang ditentukan, biaya yang
disepakati, dan waktu kapan arisan akan tutup buku, semua dibicarakan
bersama-sama antara anggota arisan haji dan pengurus arisan.46
B. StrukturOrganisasi
Di dalam sebuah ikatan arisan tentu membutuhkannya pengurus yang
bertanggung jawab terhadap peserta anggota yang mengikuti arisan tersebut,
dalam praktek arisan yang terletak di Desa Kideung Ilir ini tidak banyak
menggunakan pengurus hanya cukup dengan Pembina, Ketua, Sekertaris, dan
[image:46.612.107.534.128.676.2]Bendahara saja. Sebagaimana yang penulis gambarkan sebagai berikut.
Tabel I. StrukturKepengurusanArisan Haji :
46
Wawancara dengan Dewi Ketua Arisan Haji ( IKAH ), Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren Darussolihin, ciampea, Bogor
PEMBINA
H.DEDE
KETUA
H. DEWI
SEKERTARIS
IBU ENDAH
BENDAHARA
IBU IYOS
Tabel II. Tabel Anggota-anggota arisan Haji :
NO
NAMA
ALAMAT
PEKERJAAN
1. Gunawan Ciampea Karyawan
2. Fiqri Ciampea Wiraswasta
3. Roni Ciampea Guru
4. Asep Saefudin Ciampea PNS
5. Jajat Bojong, Ciampea PNS
6. Aminah Bojong, Ciampea Guru
7. Jajang Bojong, Ciampea Wiraswasta
8. Maemunah Ciampea Ibu Rumah Tangga
9. Yanwar Bojong Ciampea Wiraswasta
10. Maesaroh Ciampea Ibu Rumah Tangga
11. Sakinah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
12. Yuni Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
13. Emi Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
14. Nuraini Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
15. Siti Masitoh Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
16. Nur Khafifah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
17. Hanifah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
18. Nenti Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
19. Sanih Bojong, Ciampea Guru
20. Mutmainah Bojong, Ciampea Karyawan swasta
21. Gufron Bojong, Ciampea Karyawan swasta
22. Nur Ahmad Bojong, Ciampea Guru
23. Adnan Bojong, Ciampea Wiraswasta
24. Asep Saifullah Bojong, Ciampea PNS
25. Deni Ciampea PNS
26. Rifqi Ciampea PNS
27. Arini Ciampea Pedagang
28. Indah Lestari Ciampea Pedagang
29. Dira Ciampea PNS
30. Dwi Khoiriyah Ciampea PNS
31. Eka Jayanti Ciampea Guru
32. Abdul Ghani Ciampea Guru
33. Siti Maesaroh Ciampea Karyawan Swasta
34. Muinah Ciampea Karyawan Swasta
35. Siti Bareroh Ciampea Karyawan Swasta
36. Amih Ciampea Karyawan Swasta
38. Cicih Ilir Ciampea Pedagang
39. Zaenuddin Ilir Ciampea Buruh
40. Zainal Ciampea Buruh Harian Lepas
41. Dimyati Ciampea PNS
42. Siti Barkah Ciampea PNS
43. Mustaqim Ciampea Petani
44. Siti Aisyah Bojong, Ciampea Petani
45. Siti Sa‘adah Bojong, Ciampea Pedagang
46. Ridwan Bojong, Ciampea Pedagang
47. Mahmudah Ilir Ciampea Buruh
48. Maulidah Ilir Ciampea Guru
49. Siti Hanna Ilir Ciampea Petani
50. Yusuf Ilir Ciampea Wiraswasta
51. Dodi Ahmad Ilir Ciampea Wiraswasta
52. Mansyur Ciampea Wiraswasta
53. Yayan Ciampea Pedagang
54. Yayah R Ciampea Pedagang
55. Muhamad Arifin Ciampea Buruh
56. Nurul Bojong, Ciampea Karyawan
57. Asnah Ilir Ciampea Petani
58. Dewi Ciampea Ibu Rumah Tangga
59. Kurnia Bojong, Ciampea Ibu Rumah Tangga
60. Kurniawan Bojong, Ciampea Karyawan
61. Afandi Ciampea Karyawan
62. Ruhayati Ciampea Ibu Rumah Tangga
63. Robby Ciampea Karyawan swasta
64. Sarah Marhamah Ilir Ciampea Pedagang
65. Uswatun. H Ciampea Ibu Rumah Tangga
66. Mona Ciampea Karyawan
67. Sarifah Ciampea Ibu Rumah Tangga
68. Sari‘ah Ciampea Petani
69. Marpuah Ilir Ciampea Petani
70. Unih Bojong, Ciampea Ibu Rumah Tangga
C. Tata Cara Pelaksanaan Arisan Haji
Arisan Haji yang diadakan oleh para anggota (IKAH) ini, dilaksanakan
telah ditentukan, dalam setiap waktu yang telah ditentukan pula47 Setiap
bulannya para anggota Arisan berkumpul guna menghitung jumlah uang yang
berhasil dikumpulkan. Setelah diketahui, bahwa uang yang berhasil
dikumpulkan sudah terkumpul dengan jumlah yang ditentukan maka dilakukan
undian untuk mengetahui siapa saja anggota Arisan yang berhak mendaftarkan
ibadah haji. Anggota Arisan yang berhasil memenangkan undian yang
dilakukan secara terbuka sesuai dengan cara-cara yang lazim dilakukan dalam
undian arisan yang telah disepakati bersama, berhak mendaftarkan ibadah haji
kepada pihak yayasan dengan biaya yang telah dikumpulkan dari Arisan
tersebut, sekalipun pada hakikatnya uang simpanan pemenang undian tersebut
belum mencapai BPIH yang ditetapkan pemerintah.
Akan tetapi arisan haji ini tidak hanya diperuntukan pergi haji saja
melainkan keperluan lainnya diantaranya, membuat rumah bagi yang belum
memiliki rumah dan lain sebagainya, semua itu diserahkan kepada peserta
arisan masing-masing.48 Karena pendapatan uang dari arisan haji tersebut
terbilang tinggi dengan berjumlah Rp. 70.000.000,00.- maka tentu peserta arisan
sangat luas untuk memakai uang tersebut, jika belum memiliki rumah bisa
dibayarkan untuk membuat rumah dan sisanya bisa digunakan untuk biaya haji
karena masing-masing anggota arisan mendapatkan biaya yang lebih dari
47
Wawancara dengan Dewi selaku Ketua Arisan Haji ( IKAH ).
48
Ongkos Biaya Perjalanan Haji.
Jumlah uang yang diterima oleh pemenang undian untuk membayar
Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan jumlah uang tabungan yang
disimpannya pada arisan, merupakan hutang (pinjaman) kepada para anggota
arisan yang harus dibayarnya secara berangsur-angsur melalui tabungan tiap
bulan sampai jumlah hutangnya terlu