HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN
DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
JAKARTA BARAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
DI SUSUN OLEH: HARYANTO 105070002282
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
KERJA
SKRIPSI
Disusun dan diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Sarjana Psikologi pada
Fakultas Psikologi
UIN Jakarta
Oleh:
HARYANTO
105070002282
Pembimbing I Pembimbing II
Abdul Rahman Shaleh, M. Si Desi Yustari, M. Psi NIP. 150 293 224 NIP. 198212142008012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang berjudul ”HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL JAKARTA BARAT” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 6 September 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 6 September 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph,D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP. 130 885 552 NIP. 195612231983032001
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs.Sofiandy Zakaria, M.Psi. Abdul Rahman Shaleh, M. Si NIP. 150 293 224
Pembimbing I Pembimbing II
JAKARTA BARAT
Hasil Penelitian
Diajukan oleh:
Nama : Haryanto
Nim : 105070002282 Fakultas : Psikologi
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Pada Tanggal 6 September
Dosen Pembimbing,
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya asli atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 September 2010
Haryanto
Hai orang-orang yang beriman,
ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul(Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan setulus hati untuk:
Ibu dan ayahku,
Bangsa dan agamaku,
Saudara–saudaraku,
Hasil karya ini teruntuk:
• Kedua orang tuaku yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan baik
moril maupun materil.
• Abangku tersayang.
• Guru-guruku di Darussalam dan Darussa’adah.
• Keluarga besar di Kembangan Jakarta.
• Teruntuk para sahabatku yang selalu membantu dan memberikan dukungan
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) September 2010
(C) Haryanto
(D) Hubungan Komitmen Organisasi Dengan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil Jakarta Barat
(E) 80 Halaman + 31 tabel + xiii Lampiran
(F) Disiplin kerja baik dalam organisasi pemerintahan ataupun instansi lain merupakan faktor kunci dalam menentukan langkah dalam mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Faktor penentu dalam disiplin kerja sendiri ditentukan oleh para pegawai itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi dari disiplin kerja salah satunya yaitu dengan tingginya tingkat komitmen organisasi para pegawai, karena komitmen organisasi merupakan kepemihakan karyawan pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.
komitmen organisasi merupakan kepemihakan karyawan pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala norma peraturan yang berlaku diorganisasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode korelasi untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.
Untuk menguji hipotesa, peneliti menggunakan teknik statistik Product Moment Pearson. Data statistik menunjukan r hitung sebesar 0.553 dan r tabel dengan taraf signifikansi N = 61 sebesar 0.254 (r hitung > r tabel) yang berarti bahwa Ho ditolak. Ditolaknya Ho ini berarti bahwa terdapat hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan. Arah kedua variabel ini positif, dengan kata lain semakin tinggi komitmen organisasinya semakin tinggi disiplin kerjanya, demikian sebaliknya.
Hasil dari diskusi ini adalah komitmen organisasi berhubungan dengan disiplin kerja seorang Pegawai Negeri Sipil ini berarti langkah selanjutnya dalam proses
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT.
Yang telah melimpahkan rahmat karunia-Nya hingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN KOMITMEN
ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL JAKARTA BARAT” dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam penulisan skripsi penulis sudah semaksimal mungkin untuk
memberikan hasil yang terbaik. Dan tidak mungkin terwujud tanpa adanya
dorongan, bimbingan, bantuan baik moril maupun materil dan do’a dari berbagai
pihak. Karena itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph, D. Selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Abdul Rahman Saleh, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing satu skripsi,
terimakasih banyak atas bimbingan dan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan dari bapak penulis banyak belajar tentang arti
kesabaran, makna kehidupan, dan keseriusan dalam penelitian sangatlah
4. Segenap Dosen Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran
berharga dengan metode-metode pengajaran yang berbeda-beda.
5. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat
yang menjadi sampel penelitian ini yang telah menerima saya dengan baik
dan meluangkan waktunya untuk memberikan data dan informasi guna
penyelesaian penyusunan Skripsi ini.
7. Kedua Orang Tuaku atas didikan, asuhan dan do’a yang tiada hentinya
selama ini, serta kasih sayang yang teramat besar yang di berikan kepada
penulis. Ananda persembahkan kesarjanaan ini untuk ayah dan ibunda
tercinta.
8. Keluarga di Kembangan, Cing Nisan yang telah menerima saya, mendidik dan
mendo’akan dan memberikan kasih sayang.
9. Saudara-saudaraku ka Nurlailah, Ka Ayadih, Ka Yayah, Ka Juhaini dan adik
Hermansyah yang begitu banyak memberikan motivasi.
10.Untuk sepupuku Abdul Hakim yang mau membantu, terimakasih atas
12.Mentor-mentorku yang tidak bosan-bosannya memacu semangat juangku ka
Ismu dan ka Al Falaq terimakasih atas waktu dan dorongan- dorongan
semagat juang sukses untuk kalian semua.
13.Teman-teman LDK Psikologi Didit, Filah, Arif, Hari, Agus dan Deas tetap
semangat dalam hidup ini salam da’wah.
14.Untuk para murid-muridku anggota majelis ta’lim Al Ikhlas terimakasih telah
mengisi perjalanan panjang ini dengan do’a dan lantunan ayat-ayat Al Qur’an
semoga cita-cita kalian terkabul.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dalam penyusunan maupun dalam penyajiannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga akan dapat
menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk penyusunan tugas-tugas
selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wabilahi taufiq walhidayah
Wasalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 6 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Halaman Berita Acara Ujian
Lembar Pernyataan
Halaman Motto
Halaman Persembahan
Abstrak………...i
Kata Pengantar………...iv
Daftar Isi………...viii
Daftar Tabel………...xi
BAB I : PENDAHULUAN...1 - 11 1.1. Latar Belakang Masalah...1
1.2. Idetifikasi dan Pembatasan Masalah...8
1.2.1 Identifikasi Masalah...8
1.2.2 Pembatasan Masalah...8
1.3.2 Manfaat Penelitian...9
1.4. Sistematika Penulisan...10
BAB II : KAJIAN PUSTAKA...12 - 36 2.1. Disiplin Kerja...12
2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja...12
2.1.2 Prinsip-prinsip Disiplin Kerja...15
2.1.3 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja...16
2.1.4 Pentingnya Disiplin Kerja...18
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja...20
2.1.6 Pelaksanaan Disiplin Kerja...25
2.2. Komitmen Organisasi ...26
2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi...26
2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi...27
2.2.2.1 Dimensi Menurut Allen Mayer...27
2.2.2.2 Dimensi Menurut Mowday, Poters, dan Steers...30
2.3. Tingkatan Komitmen Organisasi...31
2.4. Kerangka Berfikir...34
2.5. Hipotesis...36
3.1.2. Variabel Penelitian...37
3.1.3. Definisi konseptual...38
3.1.4. Definisi Operasional...38
3.2. Pengambilan Sampel...40
3.2.1. Populasi dan Sampel………...40
3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel………..41
3.3. Pengumpulan Data...42
3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian……….42
3.3.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian………46
3.3.3. Hasil Uji Instrumen……….47
3.3.4. Teknik Analisis Data………...49
3.3.5. Prosedur Penelitian ………...49
BAB IV: PERSENTASI DAN ANALISIS DATA...51 - 73 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian...51
4.1.1. Gambaran Disiplin Kerja………58
4.1.2. Gambaran komitmen Organisasi………...60
4.2. Analisis Data………..62
4.2.1. Uji Korelasi………62
4.3. Hasil Tambahan...64
BAB V : DISKUSI, KESIMPULAN dan SARAN...74 - 80
5.1 Diskusi……...74
5.2 Kesimpulan...75
5.3. Saran...79
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nilai Skor Jawaban...47
Tabel 3.2 Blue Print Field Test Skala Komitmen Organisasi...47
Tabel 3.3 Blue Print Field Test Skala Disiplin Kerja ...49
Tabel 3.4 Kaidah Kasifikasi Uji Reliabilitas ...50
Tabel 3.5 Koefisien Reliabilitas Instrumen Penelitian...52
Tabel 4.1 Kategori sampel berdasarkan jabatan………55
Tabel 4.2 Kategori sampel berdasarkan usia……….56
Tabel 4.3 Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin………..57
Tabel 4.4 Kategori sampel berdasarkan pendidikan terakhir……….58
Tabel 4.5 Kategori sampel berdasarkan suku bangsa………59
Tabel 4.6 Kategori sampel berdasarkan agama……….60
Tabel 4.7 Kategori sampel berdasarkan status pernikahan………60
Tabel 4.8 Kategori sampel berdasarkan pendapatan per bulan ……….61
Tabel 4.9 Nilai minimum, maksimum, sum, mean, standar deviasi disiplin kerja…………62
Tabel 4.10 Norma Kategorisasi………...63
Tabel 4.11 Kategorisasi Disiplin Kerja………63
Tabel 4.12 Nilai minimum, maksimum, sum, mean, standar deviasi komitmen organisasi………...64
Tabel 4.13 Norma Kategorisasi………...65
Tabel 4.14 Kategorisasi komitmen organisasi……….65
Tabel 4.15 Uji Korelasi Komitmen Organisasi dengan Disiplin Kerja………...66
Tabel 4.16 Kategori disiplin kerja berdasarkan jabatan………...68
Tabel 4.20 Kategori disiplin kerja berdasarkan suku bangsa………...70
Tabel 4.21 Kategori disiplin kerja berdasarkan agama………71
Tabel 4.22 Kategori disiplin kerja berdasarkan status pernikahan………..71
Tabel 4.23 Kategori disiplin kerja berdasarkan pendapatan per bulan………72
Tabel 4.24 Kategori komitmen organisasi berdasarkan jabatan………..73
Tabel 4.25 Kategori komitmen organisasi berdasarkan usia………...73
Tabel 4.26 Kategori komitmen organisasi berdasarkan jenis kelamin………74
Tabel 4.27 Kategori komitmen organisasi berdasarkan pendidikan terakhir………...75
Tabel 4.28 Kategori komitmen organisasi berdasarkan suku bangsa………..75
Tabel 4.29 Kategori komitmen organisasi berdasarkan agama………...76
Tabel 4.30 Kategori komitmen organisasi berdasarkan status pernikahan………..76
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional dibutuhkan penyelenggara negara yang
memiliki sikap dan perilaku yang baik dan benar. Kemajuan suatu bangsa akan tercapai
dengan disiplin kerja yang baik penyelenggara negara beserta seluruh rakyat indonesia
dalam mematuhi, melaksanakan hukum dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Senada dengan itu Poerwopoespito dan Utomo (2004), menyatakan bahwa bangsa
Indonesia masih sangat lemah dalam hal kedisiplinan, baik dalam segala sektor
kehidupan seperti dalam lingkungan rumah tangga, dalam lingkungan masyarakat,
dalam lingkungan kenegaraan, dalam lingkungan perusahaan, dalam lingkungan olah
raga, dalam lingkungan pendidikan, dan dalam lingkungan pemerintahan. Dalam rangka
mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan adanya pegawai Negeri Sipil sebagai
Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan
kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, pemerintah serta bersatu padu,
bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan
sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan.
Menurut Gufron (2009), disiplin PNS pada Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980,
dinilai masih perlu penyempurnaan karena ada dasar pertimbangan sebagai berikut:
1. Ada kecenderungan kinerja pegawai menurun dan disiplin yang rendah;
2. Sanksi disiplin yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980
dianggap terlalu ringan, sehingga tidak ada efek jera;
3. Adanya duplikasi ketentuan, sebagaimana tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980;
4. Selama ini terdapat Pimpinan yang membiarkan bawahannya yang melanggar,
tidak dikenakan hukuman disiplin, untuk yang akan datang dikenakan sanksi;
5. Dirasakan walaupun masa berlakunya sudah lama, namun pelanggaran secara
signifikan tidak berkurang, pelaksanaan tugas kurang lancar, kurang profesional
dan kurang amanah;
6. Ada kecenderungan atasan menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan
bawahan sebab akan dianggap Pimpinan tidak bisa membina bawahan;
7. Adanya pelanggaran yang berulang, ini sebagai akibat dari hukuman dianggap
ringan sehingga tidak mempunyai efek jera, dengan mudahnya akan mengulangi
perbuatannya;
8. Banyak pegawai kurang memahami dalam mengaplikasikan Peraturan
Pemerintah No. 30 Tahun 1980.
Dari paparan dasar penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 di atas
dapat diasumsikan bahwa disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil saat ini masih belum
Sedangkan Fhatoni (2006), menegaskan faktor tujuan dan kemampuan, keteladanan
pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat (pengawasan melekat), sanksi hukuman,
ketegasan dan hubungan kemanusiaan merupakan hal yang sangat penting pula dalam
mempengaruhi kedisiplinan seseorang. Namun, faktor waskat (pengawasan melekat)
merupakan faktor yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan suatu
organisasi. Karena dengan waskat ini atasan harus aktif dan langsung mengawasi
perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.
Dalam memelihara disiplin, Theo Haimann (dalam Nawawi, 2005) menyatakan bahwa
disiplin dikatakan baik apabila karyawan atau anggota organisasi secara umum
mengikuti aturan-aturan organisasi, dan dikatakan buruk apabila tidak mengikuti atau
melanggar aturan-aturan tersebut. Akan tetapi kenyataannya masih banyak pegawai
sektor-sektor pemerintahan yang seenaknya membuat range waktu sendiri, tidak
mengikuti waktu yang ada. Sehingga ada sebutan self timer atau brigade 902 (datang
pukul 09.00, pulang pukul 14.00). (Poerwopoespito dan Utomo, 2004).
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting dalam perkembangan
karakteristik kepribadian seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan kontrol
diri. Disiplin dalam pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat penting
bagi para karyawan atau anggota organisasi dalam mempertahankan dan
mengembangkan perilaku yang tepat dalam bekerja. Keefektifan suatu organisasi hanya
dapat diwujudkan dengan diwujudkannya disiplin kerja yang tinggi. Disiplin kerja
untuk mengefektifkan organisasi. Tanpa disiplin kerja akan sangat sulit mewujudkan
efektivitas dan efesiensi kerja sehingga akan sulit pula dalam mencapai tujuan
organisasi secara maksimal (Nawawi, 2005).
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi
suatu instansi untuk mencapai hasil yang optimal. Seorang atasan dikatakan efektif
dalam kepemimpinannya bila para pegawai berdisiplin dengan baik.Untuk memelihara
dan meningkatkan kedisiplinan adalah hal yang sulit karena banyak faktor yang
mempengaruhinya(Khairul, 1999).
Berdasarkan data yang dihimpun Suara Pembaruan (2009), sekitar 215 orang dari 2.915
PNS Pemkot Jakarta Barat tidak masuk kerja pada Kamis (24/9/2009). Pemeriksaan
mendadak dipimpin Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan di kantor Wali Kota
Jakarta Barat, Jl Raya Kembangan Nomor 2. Dalam sidak itu ditemukan 215 orang tidak
masuk kerja, sekitar 44 orang atau 1,40 % dilaporkan sakit, izin 38 orang (1,30%), cuti
93 orang (3,19 %), pendidikan 3 orang atau 0,10 %, dan terlambat 37 orang (1,27%).
"Bagi mereka yang tidak masuk hari ini akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku yakni PP 30 Tahun 1980," tegas Djoko di hadapan sejumlah PNS yang masuk.
Berdasarkan paparan di atas membuktikan bahwa masih rendahnya disiplin kerja
pegawai negeri saat ini dan hal ini harus benar-benar dipahami dengan kesadaran yang
tinggi tentang arti dari komitmen organisasi sendiri.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah unsur komitmen terhadap organisasi yang
merupakan topik menarik bagi sejumlah ilmuan dan praktisi. Dasar ketertarikan para
ilmuan menelaah tentang komitmen terhadap organisasi adalah karena diduga
berdampak langsung dan positif terhadap organisasi, seperti masalah absensi dan
perpindahan kerja, juga terkait dengan loyalitas, motivasi dan keterlibatan kerja, dan
menumbuhkan kemauan bekerja keras, kreatif dan inovatif, serta menumbuhkan perilaku
prososial. Dengan kata lain, kajian tentang komitmen terhadap organisasi berguna untuk
memahami dedikasi bawahan terhadap organisasi kerjanya (Purwanto, 2000). Ini artinya
bahwa seorang pegawai yang mempunyai komitmen terhadap organisasi, memaknai
kerja dengan hal yang luhur mengindikasikan bahwasanya mereka dekat dengan
kedisiplinan kerja yang akan dicapai dan dekat dengan perasaan puas terhadap pekerjaan
yang dicapainya.
Komitmen organisasi mempunyai tiga komponen seperti keyakinan yang kuat dari
seseorang dan penerimaan tujuan organisasi, kemauan seseorang untuk berusaha keras
untuk bergantung pada organisasi, dan keinginan seseorang yang terbatas untuk
mempertahankan keanggotaan. Semakin kuat komitmen, semakin kuat kecenderungan
Menurut Yoash Wiener (dalam Soetjipto, 1999) dengan adanya komitmen, SDM akan
rela berkorban demi kemajuan perusahaan, bersedia memberi perhatian besar pada
perkembangan perusahaan, dan punya tekad kuat menjaga eksistensi perusahaan.
Menurut wiener itu tercipta karena adanya kepercayaan (belief) yang bersangkutan,
bahwa komitmen merupakan kewajiban moralnya terhadap perusahaan tempat ia
bekerja. Kepercayaan ini membuat komitmen menjadi fleksibel, dapat berpindah-pindah
mengikuti kepindahan individu dari satu perusahaan keperusahaan lain, serta karyawan
mempunyai kewajiban untuk loyal kepada perusahaan, karena dengan kesetiaan yang
dimiliki oleh karyawan akan sangat berdampak kepada kinerja perusahaan (Koesmono,
2007).
Sedangkan Wibowo (2006), menegaskan bahwa suatu komitmen untuk mencapai tujuan
ambisius sangat beresiko jika landasan daya saing bergeser lebih cepat daripada
kemampuan organisasi mencapai target. Komitmen semacam ini dapat mengunci
perusahaan dalam arah visi dengan kebulatan tekad untuk mencapai sasaran yang jelas,
walaupun lingkungan tidak pasti. Sebaliknya, komitmen untuk memperluas hubungan
dapat mendorong pembaruan perusahaan secara berkelanjutan, tetapi strategi ini dapat
mengandung resiko sendiri. Membangun komitmen untuk perubahan tidak mudah, dan
prosesnya sulit karena banyak orang belum mempersiapkan diri. Akan tetapi,
pendekatan untuk mengembangkan komitmen yang kuat merupakan proses yang dapat
dipahami dan dapat dikelola (Wibowo, 2006). Hal itulah yang memungkinkan
ini harus benar-benar dipahami dengan kesadaran yang tinggi tentang arti dari komitmen
organisasi dan kedisiplinan kerja sendiri.
Penelitian tentang komitmen organisasi ini dilakukan di kantor Kecamatan X Jakarta
Barat yang merupakan salah satu instansi pemerintahan yang bergerak dalam sektor
pelayanan masyarakat. Peneliti ingin melihat seberapa jauh komitmen organisasi
pegawai pemerintah berhubungan dengan disiplin kerja pegawai yang bekerja di kantor
itu. Hal tersebut, ternyata sesuai dengan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti
dengan mendatangi kantor tersebut sebelumnya yang ternyata masih terdapat pegawai
yang mungkin dapat dikatakan mangkir. Meskipun belum dapat diketahui banyaknya
namun sudah terlihat ada pegawai yang duduk-duduk di samping kantor sambil merokok
sedangkan itu pada jam kerja. Kemudian, peneliti menemukan banyak pegawai yang
asyik ngobrol bersama dalam ruangan pada jam kerja dan masih banyak pegawai yang
meninggalkan kantor sebelum jam pulang kantor. Hal itu semua mungkin mencerminkan
ketidak disiplinan yang mungkin akan memiliki hubungan dengan komitmen organisasi.
Atas latar belakang dan fenomena itu maka peneliti tertarik mengambil judul:
1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalahnya adalah:
1. Apakah ada hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai
Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat?
2. Apakah tingkat disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta
Barat adalah dampak dari komitmen organisasi?
3. Apakah faktor-faktor yang menentukan disiplin kerja pegawai Negeri Sipil kantor
Kecamatan X Jakarta Barat?
4. Faktor apa saja yang membentuk komitmen pegawai terhadap organisasi?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pembatasan masalah yang terkait dengan
komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang didefinisikan sebagai
berikut:
1. Komitmen yang penulis maksud disini adalah proses pada pegawai dalam
mengidentifikasikan dirinya dengan norma, nilai-nilai, dan aturan perusahaan.
2. Disiplin kerja yang dimaksud yaitu suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan
taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis, serta sangup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi
1.2.3 Rumusan Masalah
Dengan mengetahui batasan masalah tersebut diatas, maka penulis menetapkan masalah
yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan
antara komitmen organisasi dan disiplin kerja pegawai negeri sipil kantor Kecamatan X
Jakarta Barat?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan
antara komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X
Jakarta Barat
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu:
1. Mengarah pada pengembangan teori tentang komitmen organisasi dan disiplin kerja
yang lebih aplikatif.
2. Ikut berpartisifasi memberikan sumbangsih pemikiran tentang pentingnya
pengembangan komitmen organisasi instansi dalam pembentukan disiplin kerja yang
tinggi.
Manfaat penelitian secara praktis yaitu:
masalah-masalah yang berhubungan dengan disiplin kerja.
2. Dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan Istansi dalam menjalankan fungsinya.
3. Dapat memberikan dorongan bagi para pegawai tentang pentingnya disiplin kerja,
agar dapat mempertahankan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Instansi
yang ada.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam Skripsi ini, maka penulis menyusun menjadi 5 (lima)
bab. Setiap bab saling berkaitan satu sama lain, dari bab pendahuluan sampai bab
kesimpulan dan saran.
BAB I: PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan akhir bab
ini adalah sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Merupakan bab kajian pustaka yang meliputi disiplin kerja dan komitmen organisasi.
Bagian disiplin kerja berkenaan dengan: pengertian disiplin kerja, bagian disiplin kerja,
pentingnya disiplin kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, pelaksanaan
disiplin kerja. Bagian komitmen organisasi berkenaan dengan: pengertian komitmen
organisasi, dimensi-dimensi komitmen organisasi, tingkatan komitmen organisasi.
Bagian lain bab ini yaitu kerangka berfikir dan diakhiri dengan hipotesis.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
penelitian, definisi konseptual, definifi operasional, menentukan populasi dan sampel,
teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, metode dan instrumen penelitian,
analisa data, teknik pengolahan data dan prosedur penelitian .
BAB IV: PEMBAHASAN
Membahas tentang penyajian dan hasil penelitian meliputi validitas instrumen,
pengumpulan dan penyajian data, analisis data dan hasil penelitian.
BAB V: KESIMPULAN dan SARAN
Adalah bagian akhir dari skripsi yang memuat kesimpulan, diskusi dan saran-saran,
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Disiplin Kerja
2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Martoyo (2000), kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin ”discipline”
yang berarti: “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan
tabiat”. Berdasarkan definisi tersebut, arah dan tujuan disiplin pada dasarnya adalah
”keharmonisan” dan ”kewajaran” kehidupan kelompok atau organisasi, baik organisasi
formal maupun non formal.
Sedangkan menurut Rosidah (2003), disiplin (discipline) adalah prosedur yang
mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur.
Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur dan
menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah organisasi.
Sementara menurut (Khairul, 1999), kedisiplinan adalah sikap seseorang yang secara
sukarela menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku dan sadar akan
tugas dan tanggungjawabnya sehingga pegawai tersebut dapat mematuhi atau
mengerjakan semua tugasnya dengan baik bukan atas paksaan tetapi adanya motivasi
tertentu pada pegawai tersebut. Pendapat tersebut didukung oleh Hasibuan (2000) yang
mengatakan kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
Sama halnya menurut Sutrisno (2009), menyatakan bahwa disiplin adalah sikap
kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala norma peraturan
yang berlaku diorganisasi. Senada dengan itu Hendro (1996), menyatakan bahwa
disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang berlaku, yang dilaksanakan secara sadar dan ikhlas lahir
dan batin, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Pendapat yang lain tentang disiplin kerja yaitu oleh Nawawi (2005), bahwa
disiplin kerja merupakan kondisi organisasi atau iklim kerja yang sangat penting dalam
kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi.
Sedangkan menurut pendapat ahli lainnya Fhatoni (2006), menyatakan bahwa
kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang
yang secara suka rela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung
jawabnya. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang
sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.
Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009) mengatakan, disiplin adalah sikap kesediaan dan
kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku
disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan,
sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperhambat
Disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan
terhadap peraturan dan ketepatan perusahan. Dengan demikian, bila peraturan atau
ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering di langgar, maka
karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada
ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Dalam arti
yang lebih sempit dan lebih banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil
dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara
karyawan (Siagian dalam Sutrisno, 2009).
Disiplin berarti mematuhi aturan, baik tertulis maupun yang tak tertulis (Poerwopuspito
dan Utomo, 2000). Latainer dalam Sutrisno (2009), mengartikan disiplin sebagai suatu
kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat
menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai tinggi dari
pekerjaan dan perilaku. Dalam arti sempit, biasanya dihubungkan dengan hukuman.
Padahal sebenarnya menghukum seorang karyawan hanya merupakan sebagian dari
persoalan disiplin. Hal demikian jarang terjadi dan hanya dilakukan bilamana
usaha-usaha pendekatan secara konstruktif mengalami kegagalan.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang di maksud
dengan disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang
ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan
2.1.2 Prinsip-prinsip Disiplin Kerja
Husein (1997) berpendapat bahwa seorang pegawai dianggap melaksanakan
prinsip-prinsip disiplin kerja apabila ia melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.
2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi.
3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.
4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi.
5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.
6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah lewat
jam kerja.
7. Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja.
8. Selalu merasa senang dan gembira dalam bekerja.
9. Ada kesediaan untuk saling membantu antara sesama pegawai untuk mencapai
keberhasilan organisasi.
10.Selama bekerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak
tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
mengacu pada prinsip-prinsip yang merupakan indikator-indikator variabel disiplin
kerja. Prinsip-prinsip disiplin kerja tersebut akan digunakan sebagai landasan pembuatan
2.1.3 Bentuk – bentuk Disiplin Kerja
2.1.3.1Bentuk Disiplin Kerja Menurut Sutrisno
Menurut Sutrisno (2009) bentuk disiplin kerja yang baik akan tercermin pada suasana
tertentu, yaitu:
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan;
2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam
melakukan pekerjaan;
3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya;
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan
karyawan;
5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.
2.1.3.2 Bentuk Disiplin Kerja Menurut Rivai
Sementara menurut pendapat Rivai (2009) yang membagi bentuk disiplin kerja menjadi
empat perspektif yaitu:
1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang
yang berbuat salah. Bahwa para pengambil keputusan mendisiplinkan dengan
suatu cara yang profesional terhadap sasaran. Dengan tidak melakukan hal
seperti itu akan di anggap tidak adil oleh orang-orang yang bertindak secara tidak
tepat. Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu untuk menghukum sipelanggar.
2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan
terhadap peraturan harus diperlakukan sebagai masalah-masalah yang di koreksi
daripada sebagai pelanggaran-pelanggaran yang mesti di hukum. Hukuman akan
lunak sebatas pelanggar menunjukan kemauan untuk mengubah perilakunya.
Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu membantu karyawan mengoreksi
perilaku yang tidak dapat di terima sehingga dia dapat terus dikaryakan oleh
perusahaan.
3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha
melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner. Bahwa
disiplin hanya tepat jika terdapat alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman.
Hak-hak karyawan lebih diutamakan daripada tindakan disiplin. Tujuan akhir
dari bentuk disiplin ini yaitu melindunggi hak-hak individu.
4. Perspektif Utilitiarian (Utilitarian Perspective), yaitu berfokus kepada
penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin
melebihi dampak-dampak negatifnya. Bahwa tingkat tindakan disiplin di ambil
tergantung pada bagaimana disiplin itu akan mempengaruhi produktivitas dan
profitabilitas. Biaya penggantian karyawan dan konsekuensi-konsekuensi
memperkenankan perilaku-perilaku yang tidak wajar perlu dipertimbangkan.
Karena biaya pergantian karyawan akan melambung, maka kerasnya disiplin
hendaknya semakin menurun. Karena konsekuensi membiarkan perilaku yang
tidak terpuji terus meningkat, maka demikian pula kerasnya hukum. Tujuan akhir
dari bentuk disiplin ini yaitu memastikan bahwa faedah-faedah tindakan disiplin
melebihi konsekuensi-konsekuensi negatifnya.
2.1.4 Pentingnya Disiplin Kerja
Pembinaan disiplin bukan hanya penting bagi kehidupan militer (yang memang mutlak
bagi kehidupan militer), namun pada prinsipnya menjadi masalah setiap orang dan
merupakan bagian dari manajemen yang sangat penting (Martoyo, 2000).
Bukan hal yang mustahil bahwa menghindarkan kondisi-kondisi yang memerlukan
disiplin itu lebih baik daripada program pendisiplinan yang paling memuaskan, namun
disiplin itu sendiri menjadi penting karena manusia dan kondisinya yang tidak
sempurna, seharusnya mempunyai tujuan yang positif. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala
aktivitas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal (Sutrisno,
2009). Sedangkan, menurut Hasibuan (2000) bahwa kedisiplinan suatu perusahaan
dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi
kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin
kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh
suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan tugasnya
dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal
Menurut Sutrisno (2009), ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan
orang lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seseorang pegawai akan ikut
disiplin, tetapi jika lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seseorang pegawai
juga akan ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak
disiplin tetapi ingin menerapkan kedisiplinan pegawai, karena lingkungan kerja akan
menjadi panutan bagi para pegawai.
Disiplin merupakan dasar pengembangan hati nurani yang merupakan salah satu faktor
penting dalam memelihara emosi seorang karyawan atau anggota organisasi. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting pula perkembangan
karakteristik kepribadian lainnya, seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan
kontrol diri. Disiplin dalam pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat
penting bagi para karyawan atau anggota organisasi dalam mempertahankan dan
mengembangkan prilaku yang tepat dalam bekerja (Nawawi, 2005).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pentingnya disiplin pegawai adalah agar perilaku
seseorang pegawai sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau pegawai dapat
memiliki sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009), faktor yang mempengaruhi disiplin
pegawai adalah sebagai berikut:
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi;
Besar kecinya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat
jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan
bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat
bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan
tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan
berpikir mendua, dan berusaha mencari tambahan penghasilan lain diluar, sehingga
menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. Namun demikian,
pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin.
Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam
kegelisahan para karyawan, di samping banyak lagi hal-hal yang di luar kompensasi
yang harus mendukung tegaknya disiplin kerja dalam perusahaan. Realitanya dalam
praktik lapangan, memang dengan pemberian kompensasi yang mencukupi, sedikit
banyak akan membantu karyawan untuk bekerja tenang, karena dengan menerima
kompensasi yang wajar kebutuhan primer mereka akan dapat terpenuhi.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan;
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan,
semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakan
perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.
Misalnya bila aturan jam kerja 08.00, maka si pemimpin tidak akan masuk kerja
terlambat dari waktu yang sudah ditetapkkan.
Peranan keteladanan pemimpin sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan
sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang mempengaruhi disiplin
dalam perusahan, karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan
para karyawan. Para bawahan akan selalu meniru yang dilihatnya setiap hari.
Apapun yang dibuat pimpinannya. Oleh sebab itu bila seorang pemimpin
menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan, maka ia harus lebih dahulu
memperaktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para karyawan lainnya.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan;
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada
peraturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak
mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan
yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.
Para karyawan akan mau melaksanakan disiplin bila ada aturan yang jelas dan
diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan
saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan
akan mematuhi aturan tersebut. Oleh sebab itu disiplin akan dapat ditegakkan dalam
suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang disepakati bersama. Dengan
demikian, para karyawan akan mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan;
Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian
pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang
dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan
sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya
berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian, maka semua
karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya
sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya jika pimpinan tidak berani mengambil
tindakan, walaupun sudah terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin,
tetapi tidak ditegor/dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam
perusahaan. Para karyawan akan berkata: untuk apa disiplin, sedang orang yang
melanggar disiplin saja tidak pernah dikenakan sanksi.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan;
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang
akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat
dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun, sudah menjadi tabiat manusia pula
bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apapun
juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para
karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian
karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan ini tidak perlu, tetapi bagi
karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak
Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah
atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan
langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada
dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut
WASKAT. Pada tingkat manapun ia berada, maka seorang pemimpin bertanggung
jawab melaksanakan pengawasan melekat ini, sehingga tugas-tugas yang dibebankan
kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan;
Mereka adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu
dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan menerima kompensasi
yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan
perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin
didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil
memberikan perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan
disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi
juga mempunyai jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu
dihormati dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada
prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mendukung tegaknya disiplin.
Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Saling menghormati, bila bertemu dilingkungan pekerjaan;
b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
c. Sering mengikut sertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka; dan
d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan
mengimformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan
sekalipun.
Selain faktor-faktor tersebut diatas, Martoyo (2000) berpendapat ada faktor lain yang
dapat menunjang pembinaan disiplin antara lain motivasi, pendidikan dan latihan,
kepemimpinan, kesejahteraan dan penegakan disiplin melalui hukum (law enforcement).
Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya disiplin kerja
karyawan antara lain dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kepemimpinan,
keadaan karyawan itu sendiri, serta peraturan-peraturan yang diberlakukan dalam
organisasi tersebut.
2.1.6 Pelaksanaan Disiplin Kerja
Disiplin yang baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah melakukan
apa yang menjadi kewajibannya dan menaati aturan permainan. Suatu waktu orang akan
mengerti apa yang dibutuhkan oleh mereka, dimana mereka diharapkan untuk selalu
melakulkan tugasnya secara efektif dan efesien dengan senang hati. Kini banyak orang
yang mengetahui bahwa kemungkinan bahwa yang terdapat dibalik disiplin adalah
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa
dukungan disiplin karyawan yang baik, maka sulit mewujudkan tujuannya. Jadi, disiplin
adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan (Fathoni, 2006).
Organisasi atau perusahaan harus berupaya menciptakan peraturan atau tata tertib yang
akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh karyawan dalam
organisasi. Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antra lain:
1. Peraturan jam masuk, pulang dan jam istirahat;
2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan;
3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain;
4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para
pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya (Singodimedjo dalam Sutrisno,
2009).
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pelaksanaan kerjanya,
maka disiplin kerja dikatakan baik bila karyawan mengikuti dengan sukarela segala
peraturan atasan dan berbagai peraturan perusahaan. Sebaliknya, dikatakan buruk bila
karyawan mengikuti perintah atasan dengan terpaksa dan tidak tunduk pada peraturan
2.2 Komitmen Organisasi
2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen pada organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang
karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat
memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 2001). Sedangkan menurut
Mathis dan Jackson (dalam Koesmono, 2007) berpendapat bahwa komitmen
organisational adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan
organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut.
Sedangkan menurut Steers (dalam Imronuddin, 2003) komitmen terhadap organisasi
merefleksikan kekuatan relatif atas identifikasi individual dan keterlibatan di dalam
organisasi tersebut. Lutans (1992) mengartikan komitmen organisasi menjadi tiga yaitu:
1. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi;
2. Kerelaan untuk melakukan usaha-usaha tertentu sebagai bagian dari organisasi;
3. Rasa percaya yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai
organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
merupakan identifikasi seorang individu terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya serta
2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi
2.2.2.1 Dimensi-dimensi Komitmen menurut Allen dan Mayer
Allen dan Mayer (dalam Panggabean, 2004), mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga dimensi, yaitu:
1. Affective
Affective commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara
emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi.
2. Normative
Normative commitment merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara
psychologycal terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang
didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan,
kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain.
3. Continuance commitment
continuance commitment adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait
dengan meninggalkan organisasi.
Indikator Affective commitment
Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang
erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi
dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan
individu dengan affective commitment yang lebih rendah.
Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan yang sangat
Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang
dilakukan, individu dengan affective commitment akan bekerja lebih keras dan
menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih
rendah. Kim dan Mauborgne menyatakan individu dengan affective commitment tinggi
akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah.
Berdasarkan penelitian Ghirschman dan Farrell, meneliti tiga respon ketidakpuasan,
yaitu voice, loyalty, dan neglect. Dalam penelitian yang diadakan pada perawat, affective
commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan keinginan untuk
menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan menerima sesuatu hal sebagaimana
adanya mereka (loyalty) dan berhubungan negatif dengan tendency untuk bertingkah
laku pasif ataupun mengabaikan situasi yang tidak memuaskan (neglect).
Indikator Normative commitment
Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam
organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen
menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk
bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi.
Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan. Normative
commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran.
Normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress anggota
Indikator Continuance commitment
Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi,
bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut
akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal
ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat
untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam
organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa
dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Individu dengan continuance
commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang
rendah.
Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon
ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan.Continuance commitment
tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk
mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa
adanya. Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka
ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan
dengan baik. (Rumah belajar Psikologi.com)
Secara khusus, Mayer (dalam Panggabean, 2004) mengemukakan bahwa karyawan yang
memiliki affective commitment yang tinggi tetap tinggal karena mereka
menginginkannya. Mereka yang memiliki normative atau moral commitment tetap tinggi
karena mereka merasa seharusnya melakukannya demikian dan mereka yang memiliki
memerlukannya.
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap
organisasi sehingga bertingkahlaku baik, memberikan kontribusi dalam pekerjaan dan
ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi.
2.2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers
Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers (dalam Kuntjoro, 2009)
menggambarkan bahwa komitmen organisasi ditandai dengan tiga unsur, yaitu:
1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama
organisasi.
3. Keingginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi
bagian dari organisasi).
Dari ketiga unsur tersebut terlihat bahwa komitmen organisasi menggambarkan suatu
kekuatan yang besar bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan
2.2.3 Tingkatan komitmen Organisasi
Donna M Randall (dalam Imronuddin, 2003), dari Washington State University
mencoba membahas mengenai konsekuensi positif dan negatif dari berbagai macam
tingkatan komitmen, baik bagi karyawan maupun bagi organisasi sebagai berikut:
1. Low Level Of Comitment
a. Konsekuensi positif bagi individu. Komitmen yang rendah secara tidak langsung
dapat mempunyai konsekuensi yang positif bagi individu maupun bagi organisasi.
Komitmen yang rendah dapat menjadi sumber kreativitas dan inovasi.
b. Konsekuensi positif bagi organisasi. Tingkat trun over karyawan yang tinggi dari
individu-individu yang memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi
mungkin bermanfaat jika mereka adalah orang-orang yang mengganggu dan pelaku
yang kurang baik. Artinya kerugian yang diakibatkan oleh orang-orang semacam ini
bisa dikurangi dengan kata lain perilaku buruknya tidak mempengaruhi pada orang
lain.
c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang rendah dapat mempengaruhi
karir individu secara negatif.
d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Komitmen yang rendah pada kebanyakan
angkatan kerja dihubungkan dengan tingginya turn over, tingkat absen yang tinggi,
keterlambatan yang lebih besar, kurangnya keinginan untuk tetap dalam perusahaan,
kuantitas kerja yang rendah, tidak loyal pada perusahaan, keterlibatan dalam tindak
kejahatan terhadap organisasi seperti penggelapan, dan perilaku peran ekstra yang
terbatas untuk melindungi atau memajukan kepentingan organisasi. Komitmen yang
Akhirnya jika manajer memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi maka
sikap dan performance organisasi secara keseluruhan menjadi kacau.
2. Moderate Level of Comitment
a. Konsekuensi positif bagi individu. Tingkat komitmen yang moderat bukan berarti
loyalitas seseorang tidak terikat pada orgainsasi, tetapi individu menghindari
menerima begitu saja. Jadi tingkat komitmen yang moderat merefleksikan
kemampuan untuk menerima nilai-nilai organisasi, tetapi tidak semua. Individu
mempertahankan itegritas dan nilai-nilai pribadi sekaligus memenuhi keperluan
organisasi.
b. Konsekuensi positif bagi individu. Konsekuensi positif bagi organisasi dan juga
bagi individu adalah dapat berupa; masa kerja yang lama, kurangnya keinginan
untuk keluar, turn over yang rendah, dan semakin besarnya kepuasan kerja.
c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang moderat terhadap organisasi
tidak selalu optimal bagi individu. Individu yang tidak memberikan prioritas utama
pada majikan bisa menghadapi peningkatan karir yang lambat dan tidak pasti.
d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Individu yang tidak komit sepenuhnya
terhadap organisasi mungkin membatasi peran ekstra bagi organisasi. Smit, Organ,
dan Near (dalam Imronuddin, 2003), mengatakan bahwa citizenship behaviuor
sepeti; kerja sama, suka membantu, suka memberi saran, suka menolong adalah
penting karena dapat menjadikan organisasi dengan fleksibilitas yang diperlukan
3. High Level of Comitment.
a. Konsekuensi positif bagi individu. Pada situasi tertentu, high level of comitment
dapat meningkatkan karir dan kompensasi.
b. Konsekuensi positif bagi organisasi. Karyawan dengan tingkat komitmen yang
tinggi dapat memberikan kepada organisasi tenaga kerja yang aman dan stabil.
c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang tinggi terhadap organisasi dapat
menghalangi perkembangan individu dan membatasi kesempatan untuk mobilitas,
juga dapat melemahkan kreativitas dan inovasi. Durkheim juga memperingatkan
bahaya individu yang terlalu kuat terintegarasi kedalam kelompok. Komitmen yang
tinggi dapat mengakibatkan stres dalam hubungan keluarga, karena pekerjaan dan
keluargan saling mempunyai ketergantungan yang tinggi. Kesuksesan dalam karir
seringkali memerlukan waktu yang ekstensif dan komitmen pada peran kerja, hal ini
sering menimbulkan konflik.
d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Terlalu banyak komitmen juga dapat
mengurangi fleksibelitas organisasi. Individu yang mempunyai komitmen total
terhadap organisasi mungkin tidak dapat melaksanakan alternatif tindakan lain.
Akhirnya salah satu yang paling signifikan dan konsekuensi negatif yang tidak
disadari atas komitmen yang tinggi mungkin lebih mau untuk melakukan prilaku
yang tidak etik dan ilegal atas nama organisasi (Imronuddin, 2003).
Dari uraian mengenai level komitmen diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa low level
of comitment merupakan ganguan fungsi yang besar baik bagi individu maupun bagi
organisasi akan mengalami kerugian yang diakibatkan oleh karyawan yang tidak loyal.
Individu dengan komitmen yang tinggi mungkin karirnya dapat meningkat lebih cepat,
tetapi individu tersebut bisa mengalami masalah pribadi, keluarga, sosial dan
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam keadaan seperti itu, organisasi
tidak lagi memberikan kepuasan pada anggota
2.3 Kerangka Berfikir
Disiplin kerja merupakan satu dari berbagai hal yang penting dalam suatu organisasi.
Dalam pencapaian segala tujuan suatu instansi tentunya dibutuhkan rasa kepedulian
yang tinggi dari setiap pegawai yang bekerja terhadap pencapaian tujuan instansi. Untuk
mencapai tujuan instansi tidak mudah melainkan dibutuhkan inisiatif dan semangat kerja
para pegawainya. Juga rasa tanggung jawab untuk melaksanakan segala kewajiban yang
diemban oleh setiap pegawai sangat dibutuhkan. Tentunya kerjasama yang baik diantara
para pegawai turut mendukung terlaksananya program-program yang telah disepakati
sebagai tujuan instansi. Semua itu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja para pegawai guna tercapainya segala sesuatu yang menjadi tujuan
instansi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan (2000) yang mengatakan bahwa
disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap
tugas-tugas yang diberikan kepadanya, hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Begitupula halnya dengan komitmen organisasi, selain disiplin kerja diatas komitmen
pegawai dapat melaksanakan tanggung jawabnya kepada instansi dimana tempat ia
bekerja. Dengan memiliki komitmen terhadap organisasi diharapkan para pegawai dapat
mengenal dan terikat untuk tetap menjadi anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Juga dengan memiliki komitmen terhadap organisasi para pegawai
diharapkan dapat memiliki kebanggaan, rasa memiliki dan kesetiaan terhadap instansi
dimana ia bekerja.
Komitmen yang tinggi terhadap organisasi dapat membuat pegawai dengan rela
menjalankan segala tugas-tugas yang diberikan pada mereka. Apabila para karyawan
memiliki komitmen yang kurang baik pada instansi, akan membuat pegawai tersebut
tidak nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Jadi keterlibatan kerja yang tinggi berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang
khusus, komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang
mempekerjakannya (Robbins, 2001). Karena itu sangat penting menanamkan suatu
komitmen terhadap organisasi agar tercipta disiplin kerja pegawai sehingga segala
tujuan yang ingin dicapai oleh instansi dapat tercapai.
Hubungan komitmen organisasi dengan disiplin kerja dapat digambarkan dengan skema
berikut ini:
KOMITMEN ORGANISASI
2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
HO (hipotesis nol) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara komitmen
organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor
Kecamatan X Jakarta Barat.
Ha (hipotesis alternatif) : Ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dan
disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Metode dan Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian
kuantitatif yaitu penelitian yang banyak dituntut mengunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya
(Arikunto, 2006). Sedangkan metode dalam penelitian ini adalah metode korelasional,
pada metode korelasional, hubungan antara variabel diteliti dan dijelaskan. Hubungan
yang dicari ini disebut sebagai korelasi. Jadi, metode korelasional mencari hubungan di
antara variabel-variabel yang diteliti (Hasan, 2002).
3.1.2 Variabel Penelitian
Untuk mendapatkan jawaban yang menjadi konsentrasi permasalahan ini, penelitian
kuantitatif hampir sepenuhnya memusatkan studinya pada variabel. Variabel
menunjukan suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya
(Kountur, 2005).
Kemudian, dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel, yaitu :
1. Komitmen Organisasi
3.1.3 Definisi Konseptual
1. Komitmen yang di maksud Porter dalam Panggabean (2004) adalah kuatnya
pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.
2. Disiplin yang di maksud Singodimedjo dalam Sutrisno (2009) yaitu sebagai suatu
kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan
dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai
tinggi dari pekerjaan dan perilaku.
3.1.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu
variabel dalam bentuk yang dapat diukur (Kountur, 2005).
Adapun definisi operasional untuk kedua variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel komitmen yang dimaksud mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
sebuah konsep yang memiliki tiga unsur, yaitu:
1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama
organisasi.
3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi
2. Variabel disiplin yang dimaksud adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang
untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya,
yang mencakup sepuluh prinsip yaitu:
1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.
2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan
organisasi.
3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.
4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi.
5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.
6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah
lewat jam kerja.
7. Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja.
8. Selalu merasa senang dan gembira dalam bekerja.
9. Ada kesediaan untuk saling membantu antara sesama pegawai untuk
mencapai keberhasilan organisasi.
10.Selama bekerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang
tidak tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.
3.2 Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini
peneliti mengambil objek penelitian di wilayah Kecamatan X Jakarta Barat kepada para
karyawan Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta Barat. Adapun jumlah
populasi karyawan Kantor Kecamatan X Jakarta Barat pada tahun 2010 sebanyak 126
orang. Adapun yang dimaksud dengan sampel yaitu sebagian atau wakil populasi yang
di teliti (Arikunto, 2006). Karena jumlah populasi cukup banyak maka sampel dibatasi
hanya 61 orang karyawan. Jumlah sampel ini dianggap memenuhi syarat penelitian.
Karena menurut pakar penelitian yaitu Bailey (Hasan, 2002), jumlah sampel minimal
untuk melakukan penelitian yang menggunakan analisis data statistik adalah minimum
yaitu sebanyak 30 orang. Hal ini juga sesuai dengan rumus Slovin (1960) untuk
menentukan ukuran sampel dari populasi dengan rumus sebagai berikut:
n = N
(N.e2)+1
= 126
(126).(0.01)+1
= 126
2.26