• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variasi Volume Ammonia (NH4OH) 10% Terhadap Warna Pada Produksi Resiprene 35 Di PT. Industri Karet Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Variasi Volume Ammonia (NH4OH) 10% Terhadap Warna Pada Produksi Resiprene 35 Di PT. Industri Karet Nusantara"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10%

TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT.

INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

RICHARD SAMBERA. K

072409046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET

NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

RICHARD SAMBERA. K 072409046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA

(NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : RICHARD SAMBERA. K

Nomor Induk Mahasiswa : 072409046

Program Studi : D-3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2010

Komisi Pembimbing :

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI VOLUME AMMONIA (NH4OH) 10% TERHADAP WARNA PADA PRODUKSI RESIPRENE 35 DI PT. INDUSTRI KARET

NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah saya ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali bebarapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT. Atas rahmat dan ridhonya serta karunianya sehingga penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dapat berjalan dengan lancar dan diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun penulisan laporan ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa semester VI, D-3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA - USU). Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene dari tanggal 18 Januari sampai dengan 18 Februari 2010.

Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu Penulis selama dalam pembuatan laporan ini. 1. Keluarga tercinta, Ayahanda Rajin Wilson Keliat dan Ibunda Syarifah Br.

Sembiring serta Kakanda Serlina Ferawati K dan Abangda Esra Yansen Keliat yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan do’a bagi Penulis serta bantuan berupa moril dan materil.

2. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.Sc, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara serta selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis

4. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill, selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf dan Pegawai Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan surat-surat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Bapak Drs. Suprianto M.MA selaku Manager PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene.

7. Bapak Zulfan Abdi Simorangkir, Ahmad K. Wardhana, selaku Pembimbing di PT. Industri Karet Nusantara – Pabrik Resiprene.

8. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Industri Karet Nusantara - Pabrik Resiprene, yang telah membantu dan mengarahkan Penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

9. Rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri khususnya angkatan 2007, yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada Penulis selama perkuliahan sampai laporan ini selesai, baik langsung maupun tidak langsung.

(6)

ucapkan satu persatu. Saya berterima kasih karena selalu memberikan motivasi serta semangat kepada Penulis dan yang membantu Penulis menyelesaikan laporan PKL ini.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini, namun Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

(7)

ABSTRAK

Variasi jumlah ammonia (NH4OH) 10% dapat mempengaruhi salah satu parameter

(8)

EFFECT VARIATION VOLUME OF AMMONIA (NH4OH) 10% FOR COLOUR GRADE RESIPRENE 35 ON PRODUCTION AT PT. INDUSTRI

KARET NUSANTARA

ABSTRACT

The amount of variation in ammonia (NH4OH) 10% could affect one of the physical

(9)

DAFTAR ISI

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Perkembangan Karet 4

2.2 Karet 6

3.3.1 Pengambilan Sampel Resiprene 35 dari Saparator 22

3.3.2 Penentuan Warna Resiprene 35 22

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 24

4.1 Hasil 24

4.2 Pengolahan Data 24

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering 9

Tabel 2.2 Standar Spesifikasi SIR 12

Tabel 2.3 Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No.

230/Kp/X/1972 13

Tabel. 4.1. Analisa Warna Resiprene 35 24

Tabel 4.2. Data Metode Least Square 24

(11)

ABSTRAK

Variasi jumlah ammonia (NH4OH) 10% dapat mempengaruhi salah satu parameter

(12)

EFFECT VARIATION VOLUME OF AMMONIA (NH4OH) 10% FOR COLOUR GRADE RESIPRENE 35 ON PRODUCTION AT PT. INDUSTRI

KARET NUSANTARA

ABSTRACT

The amount of variation in ammonia (NH4OH) 10% could affect one of the physical

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat pada dewasa ini, maka mutu

produk yang dihasilkan tentu harus semakin baik pula. Oleh sebab itu setiap perusahaan

harus memperhatikan atau meningkatkan mutu barang yang dihasilkan, karena mutu

produk merupakan ukuran penting bagi konsumen dan dapat menentukan kemajuan

suatu perusahaan. Untuk menghasilkan mutu yang baik, maka perusahaan harus menata

diri dan memperhatikan proses pengolahan pada setiap unit operasi sehingga dapat

menghasilkan produk yang baik dan dapat juga diterima oleh pasar lokal maupun

internasional.

PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik Resiprene merupakan salah satu

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi resiprene 35 sejak tahun 1998,

resiprene yang dihasilkan ialah resiprene 35 dengan menggunakan bahan baku karet

SIR 10. Mutu karet SIR sangat mempengaruhi terhadap mutu produk resiprene 35. Pada

proses pembuatan resiprene 35 di PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik

(14)

dan pemeraman dalam tangki saparator. Secara umum, kegiatan pada proses siklisasi

dapat diuraikan sebagai salah satu kegiatan dimana proses pencampuran antara bahan

baku dengan pelarut – pelarut kimia yang digunakan dalam reactor yang bertujuan

untuk melarutkan bahan baku. Sedangkan pada proses pemeraman, secara garis

besarnya adalah proses pengendapan bahan baku yang telah dilarutkan dalam tangki

saparator selama empat hari dengan penambahan ammonia (NH4OH) 10%. Tujuan

pemeraman ini ialah untuk memisahkan zat – zat pengotor yang ada dalam larutan

resiprene serta pelarut – pelarut yang digunakan.

Pada proses pemeraman yang digunakan di PT. Industri Karet Nusantara pada

Unit Resiprene yaitu dengan standar volume 50 liter per satu saparator dapat

mempengaruhi salah satu parameter uji kualitas produk resiprene 35 yang dihasilkan

yaitu pada parameter warna produk (colour grade). Berdasarkan analisis diatas maka

penulis tertarik mengambil judul “ Pengaruh Variasi Volume Ammonia (NH4OH

10%) Terhadap Colour Grade Pada Produksi Resiprene 35 Di PT. Industri Karet

Nusantara “.

1.2.Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah :

1. Bagaimanakah hubungan variasi volume ammonia terhadap warna pada

resiprene 35.

2. Berapakah volume ammonia yang sesuai agar di dapat warna pada resiprene 35

(15)

1.3.Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh variasi volume ammonia (NH4OH) 10% terhadap

warna pada resiprene 35.

2. Untuk mengetahui banyaknya volume ammonia (NH4OH) 10% yang sesuai

dengan standar warna resiprene 35.

1.4.Manfaat

1. Memberikan pengetahuan pada penulis bagaimana hubungan antara variasi

volume ammonia (NH4OH) 10% dan warna pada resipene 35.

2. Memberikan pengetahuan mengenai berapa jumlah volume ammonia

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai

dijadikan tanaman perkebunan secara besar – besaran, karet memiliki sejarah yang

cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan

barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industry yang mengolah

getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua

Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan

sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon – pohon itu hidup secara liar di hutan –

hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang – orang Amerika asli mengambil getah

dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian

dijadikan bola yang dapat dipantul – pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai

alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga juga membuat alas kaki dan tempat air

(17)

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea.

Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Frenhneau tahun 1749 dengan

menyebut nama tersebut. Freshneau juga menyertakan gambar dari tanamana tersebut.

Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanamana Hevea ini.

Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah

zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh

getah karet memang jauh. Cara perlukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh

lebih efisien daripada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet

bisa diambil getahnya berkali – kali.

Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825

diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell

Erg. Nama ini diperkenalkan karena tanaman Hevea yang didapat barasal dari Brazil,

tepatnya di daearah Amazon.

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi

primadona daerah – daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tuhun itu

Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet

dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120 – 130oC. Dengan cara

vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang diketahui dapat dimanfaatkan.

Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang

(18)

mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula

mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan

dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh

Goldrich.. (Tim Penulis PS, 1999)

2.2 Karet

Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapai bilamana karet alam

divulkanisasi, yakni dipanasi bersama sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi

bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang

divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni makin melunak karena rantainya

pecah – pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang.

Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang.

Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan

tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.

Karet alam adalah polimer dari suatu isoprene (2 metil 1.3 butadiena) :

CH2 = CH – CH = CH2 (CH2 – CH = CH – CH2)n

CH3 CH3

( 2 metil 1.3 butadiena ) ( Karet alam )

Berat molekul karet alam rata – rata 10.000 – 40.000. Molekul – molekul

polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam

rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu

(19)

mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi

bahan – bahan yang bersifat elastis.

Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai

mikiroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara

terbuka lateks akan segara dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang

berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain – lain. Mikroba akan menguraikan

kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam – asam yang berantai

molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5

– 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.

Sifat – sifat mekanis karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai

keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang

membedakan karet alam dengan benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas.

Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim

dan keadaan lingkungan kebun. ( M.A. Cowd., 1991 )

2.2.1. Karet Alam

Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya

sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibanding dengan karet sintetis bila

dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastic. Perekat yang

dibuat dari karet ala mini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi,

(20)

suhu 35 – 40 oC sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas

70oC.

Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna

untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm2

pada suhu kamar.

Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan

mengelupas sempai 6 kg/m2. salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak

beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah

terbakar, viskositas dari solusi ini kira – kira 25%.

Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi

kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak

bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih

tinggi. (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko, 2008)

2.2.1.1. Sifat – Sifat Karet Alam

1. Daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna

2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah

3. Tidak mudah panas

(21)

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering

Komponen Komponen dalam lateks

segar (%)

Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Morton, M. Rubber Technology. Edisi ke-3.

New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.

Pada saat penyimpangan, kekerasan karet alam

bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya.

Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin

tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain).

Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan rekasi sambung silang dari jumlah kecil

gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet.. (Indra Surya., 2006)

2.2.3. Lateks

Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai.

(22)

lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefenisikan sebagai system

fosfolipida yang terdispersi dalam serum.

Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan

karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang

kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdipersi dalam cairan.

2.3. Karet Remah

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam

perdagangan dikenal dengen sebutan “karet sperelatif baru”, karena penentuan kualitas

atua penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di

laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.

Dengan pengolahan karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses

pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya

lebih menarik.

Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet :

a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam –

macam karakteristik anatara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10,

SIR 20 dan SIR 50.

b. Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci3

atau 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per

(23)

pelunakan 108oC, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam –

macam pelapis (coating).

Berbagai bahan olah karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan

karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump

serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan

dengan bermacam – macam prosesing.

a. Penentuan Kualitas Karet Remah

Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas

dilaksanakan menurut cara – cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri –

ciri teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan

unsur – unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap

sifat akhir produk yang dibuat dari karet.

Unsur – unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah :

1. Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam

spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap

ketahanan retak dan kelenturan barang – barang dari karet.

2. Kadar abu (ash content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen

.terhadap penambahan bahan – bahan pengisi ke dalam karet pada waktu

(24)

3. Kadar zat menguap (volatile content)

Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa

karet yang disajikan cukup kering.

Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih

dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi

teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR).

b. Standar Indonesia Rubber

Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik prosesing ataupun

penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Ketentuan – ketentuan

tentang SIR mulanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.

147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan – ketentuan yang menyangkut SIR yang

kriterianya tercantum pada tabel.

Tabel 2.2. Standar Spesifikasi SIR

Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50

Kadar Kotoran 0,05 0,20 0,35 0,50

Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25

Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1.00 1,00

Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention

Index (PRI)−nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H

(25)

untuk nilai PRI−nya antara 30 – 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak

boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR.

PRI adalah ukuran terhdadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk

mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai

PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan

alat yang disebut Wallace Plasatemeter.

Dengan berkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penentuan SIR

dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.

Tabel 2.3. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No.

230/Kp/X/1972

Spesifikasi Standard Indonesia Rubber (SIR)

(26)

Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus

memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag

tersebut.

Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat

pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control,

laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik.

Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR dapat bersaing dengan

produk karet bongkah yang berasal dari Negara produsen karet bongkah selain

Indonesia yang memiliki standar sendriri – sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber

(SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan

sebagainya. (Djoehana Setyamidjaja., 1993 )

2.5. Resin

Sejak zaman dahulu, getah, dan resin telah dihasilkan oleh batang dari pertumbuhan

pepohonan. Beberapa dari bahan - bahan ini ditunjukkan kombinasi yang tidak umum

dari bagian – bagian dimana kita mencampurnya dengan plastic modern. Jika mereka

dipanaskan, resin itu akan menjadi lembut atau halus dan berubah menjadi plastic.

Mereka akan mengubah bentuk jika ditempatkan pada suatu tekanan, dan dalam

biasanya karakteristik mereka seperti liquid, dimana perubahan bentuk mereka dibawah

tekanan gravitasi. Sebelum resin ini dicukupkan pada bentuk padatan yang kokoh untuk

(27)

Sifat senyawa resin ini adalah salah satu contoh dari plastic alam, mereka dapat

dibuat untuk mengikuti bentuk seperti sebuah cairan dan sebelum terbentuk dari bentuk

mereka sendiri, seperti suatu padatan. Hal ini seperti gabungan yang aneh dari sifat -

sifat yang dapat kita temukan pada karakteristik sifat dasar dari bahan - bahan plastik.

Sifat itu sendiri disebut dengan plasticity. (Cook, J.C., 1965)

Resin adalah hidrokarbon sekresi tanaman, terutama pohon-pohon jenis

konifera. Hal ini dinilai untuk kandungan kimia dan menggunakan, seperti pernis dan

perekat, sebagai sumber bahan baku yang penting untuk sintesis organik, atau untuk

dupa dan parfum.

Istilah ini juga digunakan untuk bahan sintetik sifat yang sama. Resin memiliki

sejarah yang sangat panjang dan disebutkan oleh kedua Theophrastus Yunani kuno dan

Romawi kuno Pliny yang Tua, terutama sebagai bentuk-bentuk yang dikenal sebagai

kemenyan dan mur. Mereka sangat berharga zat yang digunakan untuk banyak tujuan,

terutama wewangian dan dupa dalam ritual keagamaan.

Tidak ada konsep tentang mengapa tanaman mengeluarkan resin. Namun, resin

terutama terdiri dari metabolit sekunder atau senyawa yang tampaknya tidak

memainkan peran utama dalam fisiologi tanaman. Sementara beberapa ilmuwan

melihat resin hanya sebagai produk limbah, manfaat protektif mereka untuk menanam

secara luas didokumentasikan. Senyawa resin beracun dapat mengacaukan berbagai

(28)

dermawan seperti parasitoid atau predator dari herbivora yang menyerang tanaman.

(wikipedia.org/wiki/Resin)

2.5.1. Jenis – Jenis Perekat

Pengetahuan mengenai perekat dan tipe perekat perlu diketahui sebab pemahaman yang

lebih baik tentang perekat dapat membantu kualitas produk yang sekaligus

mengidentifikasi bahan yang nyata dan potensial untuk menentukan perumusan dari

produk – produk yang berbeda dan merupakan pemahaman konsep – konsep tentang

struktur kimia materi perekat.

Ada tiga kategori perekat yang berbeda :

a. Plastik, yang disebut flexible polymer

b. Elastomer, yang disebut synshetic rubber

c. Karet alam yang disebut natural rubber

Perekat dapat dikelompokkan dalam :

1. Perekat yang berasal dari tulang hewan serta tumbuh – tumbuhan disebut

perekat Thermosetting seperti : protein hewani, protein nabati, kasein, dan

perekat sintetik. Yang dapat digolongkan ke dalam Thermosetting yaitu :

polyester, epoksi, fenolat, polivinil asetat dan polimer lainnya. Bentuk protein

ini bisa cairan, pasta, padat atau dalam bentuk lembaran film.

2. Perekat yang dibuat secara sintetik seperti : polimer vinil, akrilik, poliamida,

sellulosa, polistiren, polikarbonat-sellulosa, resin, lilin, mineral, dan sirlak.

Mereka disebut Thermoplastik. Dari perekat ini dapat berbentuk emulsi padat,

(29)

3. Karet alam dan sintetik disebut karet Thermoplastik, seperti karet nitril, karet

butyl, karet khlofoprena. Kombinasi antara resin thermoplastic dan resin

thermoseting berguna untuk menyambung logam dan benda keras lainnya,

dimana perekat dari resin ini menjadi pilihan utama untuk menunjang keperluan

tersebut.

Resin epoksi merupakan perekat sintetik yang banyak dipaka untuk berbagai

keperluan termasuk buat konstruksi bangunan. Keyakinan akan pentingnya peran

epoksi buat keperluan bangunan dalam proses modernisasi menghasilkan suatu

pendekatan khusus yakni pendekatan aplikasi terhadap pemakain perekat epoksi tidak

sampai di situ saja penggunaanya bahkan sampai pada industry otomotif.

Didalam membuat perekat epoksi diperlukan modifikasi terhadap reaksi dengan

polisulfida yang akan menghasilkan fleksibelitas dan memiliki daya rekat yang kuat

tanpa bantuan bahan lain sebagai pelengkap. Perekat epoksi ini baik sekali untuk

alumunium, marmer, beton, baja, kayu, keramik dan industry konstruksi pesawat

terbang.

Perekat epoksi dapat menahan beban (strength bond) sampai 9000 kg/m2,

dengan demikian perekat epoksi termasuk perekat superior. Dari paparan diatas dapat

dilihat bahwa pemakaian epoksi merupakan peranan di dalam tingkat pembangunan

karena pemakaiannya yang begitu luas dan kualitas yang dapat dipercaya. (Eddy Tano.,

(30)

2.6. Ammonia

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati

berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia

memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah

senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan

Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan

amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum.

Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan

paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah

terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan

pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai

surat izin.

Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah

ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di

suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat

rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani

dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium

hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam

satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya

memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C).

Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat

(31)

2.7. Warna

Selain sebagai factor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai

indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara

pengolahan dapat ditanai dengan adanya warna yang seragam dan merata.

Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter,

spektrofotometer, atau alat – alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna.

Tetapi alat – alat tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang

tembus cahaya seperti sari buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan bukan

cairan atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkan terhadap suatu

warna standar yang dinyatakan dalam angka – angka.

Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen

warna dalam besaran value, hue, dan chroma. Nilai value menunjukkan gelap dominan

yang akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning, sedangkan

chroma menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen ini diukur dengan

menggunakan alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas permukaan suatu bahan.

Angka – angka yang diperoleh berbeda untuk setiap warna, kemudian angka – angka

tersebut diplotkan ke dalam diagram kromatisitas.

Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil

berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna

(32)

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat,

misalnya warna coklat pada kembang gula caramel atua roti yang dibakar.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus

amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi ; misalnya susu bubuk

yang disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organic dengan udara akan menghasilkan warna hitam,

atau coklat gelap ; misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang

dipotong.

5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang

termasuk dalam golongan bahan aditif.

(33)

BAB 3

ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

a. Alat – alat

1. Alu dan lumpang

2. Saringan

3. Beaker glass Phyrex 100 ml

4. Neraca analitik

5. Stirrer

6. Pipet tetes

7. Kertas

8. Stopwatch

9. Statif dan Klem

10.Kuvet

11.Blender

12.Lovibond Orbecco – Hellig

13.Gelas ukur Phyrex 50 ml

(34)

3.1.2. Bahan

1. Toluena P.a. Liquid

2. Resiprene 35

3. Ammonia 10% P.a. Liquid

3.2 Prosedur

3.2.1 Pengambilan Sampel Resiprene 35 dari Saparator

1. Larutan resiprene yang baru ditransfer dari tangki reactor menuju tangki

saparator diambil dari tangki saparator sebelum ditambahkan dengan

ammonia 10%.

2. Disiapkan lima buah saparator (corong pisah)

3. Dimasukkan 500 gram larutan resiprene ke tiap saparator

4. Ditambahkan ammonia 10% kedalam masing – masing saparator (corong

pisah) dengan variasi volume 25 ml, 50 ml, 75 ml, 100 ml, dan 125 ml.

5. Diendapkan larutan dalam saparator selama 4 hari

6. Diambil larutan yang paling atas yaitu larutan resin

3.2.2 Penentuan Warna Pada Resiprene 35

1. Dihaluskan resiprene 35.

2. Diayak resiprene 35 halus sebanyak 9 gram.

3. Ditimbang dengan beaker glass 100 ml beserta stirrer yang akan

(35)

4. Ditimbang Toluena sebanyak 6 gram.

5. Dimasukkan resiprene 35 gram kedalam beaker glass 100 ml.

6. Ditambahkan toluene sebanyak 6 gram kedalam beaker glass 100 ml yang

sudah berisi resiprene 35 yang halus.

7. Ditutup beaker glass 100 ml dengan kertas yang telah dilubangi

tengahnya.

8. Diaduk dengan stirrer selama 30 menit.

9. Dimasukkan larutan kedalam kuvet.

10.Dimasukkan kuvet yang berisi larutan kedalam alat Lovibond Orbecco –

Hellig.

11.Dihidupkan alat Lovibond Orbecco – Hellig.

12.Diputar disk Lovibond Orbecco – Hellig sampai warna disk sama pada

warna larutan.

13.Dicatat angka pada disk Lovibond Orbecco – Hellig yang telah sesuai

(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari pengamatan yang dilakukan pada laboratorium untuk analisa warna resiprene 35

PT. Industri Karet Nusantara didapat data sebagai berikut :

Tabel. 4.1. Analisa Warna Resiprene 35

4.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode Least Square pada hasil pengamatan analisa

warna resiprene 35.

Tabel 4.2. Data Metode Least Square

No. Variasi Ammonia 10% Warna Pada Lovibond

(37)

a. Metode Least Square

b. Persamaan Garis Regresi

Y = ax + b

Y1 = 0.02(25) + 11

= 11.5

Y2 = 0.02(50) + 11

(38)

Y3 = 0.02(75) + 11

Tabel 4.3. Data Persamaan Garis Regresi

No. (X) Variasi Ammonia 10% (Y) Warna Pada Lovibond

1 25 ml 11.5

Salah satu hal yang terpenting dalam penentuan warna resiprene agar mendapati hasil

warna yang memenuhi standar mutu dari resiprene ialah terletak pada kualitas bahan

baku SIR (Standar Indonesia Rubber) dimana pada PT. Industri Karet Nusantara

menggunakan SIR 10. Maka dari itu, sebelum SIR 10 diproses kedalam tangki reactor

siklisasi terlebih dahulu dilakukan pengujian moisture content untuk mengetahui

apakah SIR 10 yang digunakan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dalam proses

siklisasi juga perlu diperhatikan lamanya proses pelarutan dalam tangki reactor, hal ini

juga berpengaruh terhadap warna resiprene yang dihasilkan. Semakin lama waktu

(39)

Penambahan ammonia 10% pada tangki saparator sebanyak 25 ml untuk skala

laboratorium yang berfungsi untuk menetralkan bilangan asam terhadap larutan

resiprene 35 agar memenuhi standar mutu dari produk itu sendiri serta berfungsi untuk

mengikat kotoran – kotoran dari bahan baku SIR 10 pada larutan resiprene 35 agar

kotoran tidak menempel pada larutan dan ammonia 10% itu sendiri dapat berperan

sebagai mencerahkan warna dari produk. Jika penambahan ammonia 10% melebihi dari

yang telah ditetapkan, maka kemungkinan besar warna resiprene itu sendiri akan

semakin gelap sehingga tidak memenuhi standar mutu dari produk tersebut.

Jadi standar penambahan ammonia 10% yang digunakan pada proses dekantasi

yaitu sebanyak 25 ml. Bila volume ammonia 10% lebih dari 25 ml maka akan

berpengaruh pada warna yang semakin gelap, sedangkan bila volume ammonia 10%

kurang dari 25 ml maka warna resiprene 35 akan menjadi terlalu pucat dan memiliki

(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Semakin banyak jumlah ammonia 10% yang ditambahkan pada tangki saparator

pada saat pengendapan maka akan semakin gelap warna resiprene 35 yang

dihasilkan, sebaliknya semakin sedikit jumlah ammonia 10% yang ditambahkan

maka warna resiprene berwarna lebih cerah sesuai dengan kualitas yang

diharapkan. Keduanya memiliki hubungan linier yang berbanding lurus.

2. Banyaknya volume ammonia 10% yang digunakan agar memenuhi standar

mutu resiprene 35 itu sendiri ialah 25 ml dalam skala laboratorium. Jika volume

ammonia 10% dibawah 25 ml maka warna dari resiprene 35 akan berwarna

pucat tidak sesuai mutu yang harapkan sedangkan jika diatas 25 ml maka warna

(41)

5.2. Saran

1. Sebaiknya pemeriksaan terhadap moisture content pada bahan baku yang

digunakan yaitu SIR 10 dilakukan sebelum diolah pada tangki reactor agar

menghasilkan warna resiprene sesuai standar mutu yang telah ditetapkan.

2. Sebaiknya pemeriksaan warna pada resiprene 35 dilakukan setiap kali produk

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Cook, J.C. 1965. Your Guide To Plastics. United States Of America : The English Language Book Society and Merrow Publishing Co. LTD.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.

Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13.Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tano, E. 1997. Pedoman Membuat Perekat Sintesis. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Tim Penulis PS. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

http://en.wikipedia.org/wiki/Resin Diakses tanggal 21 April 2010.

(43)

L

A

M

P

I

R

A

(44)
(45)

Spesifikasi Mutu Produk Resiprene 35

No Jenis Parameter Satuan Standar Uji

1 Viskositas 33,33 % B/B Pada Suhu

20oC

Detik 18 – 28

2 Penentuan Warna 60% B/B dalam

Toluena

- Maks. 13

3 Berat Jenis pada Suhu 25oC Gr/ml Mask. 0,98

4 Tampilan - Bersih

5 Titik Lebur oC 125 – 140

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering
Tabel 2.2. Standar Spesifikasi SIR
Tabel. 4.1. Analisa Warna Resiprene 35
Tabel 4.3. Data Persamaan Garis Regresi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, informan ditambah lagi dengan 3 orang dari petugas instansi terkait, terdiri dari seorang dari Dinas PU Pengairan Padang Pariaman, seorang dari

Selanjutnya, dalam rangka mengarahkan struktur usaha yang lebih mencerminkan karakteristik perbankan dan keuangan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengkaji model

Setelah pengakuan awal, hutang dan pinjaman jangka panjang yang dikenakan bunga diukur dengan biaya yang diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif (“SBE”). Pada

Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT) saham juga di identifikasikan sebagai surat bukti kepemilikan dalam suatu PT yang diperoleh melalui pembelian

Dinas Tenaga Kerja berganti nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan, Bidang Perencanaan, Perluasan & Penempatan Tenaga Kerja berganti nama menjadi Bidang Penempatan Tenaga Kerja

Menimbang, bahwa saksi kedua Penggugat memberi keterangn bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat setelah menikah harmonis dan rukun saja, namun sekarang tidak

Nilai korelasi rerata pada reaktor alga mempunyai nilai korelasi 0,8– 0,9, nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jumlah klorofil-a dengan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar. Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu