• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Etnis China Di Medan (1950-1970)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktivitas Etnis China Di Medan (1950-1970)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

AKTIVITAS ETNIS CHINA DI MEDAN (1950-1970)

DISUSUN

O

L

E

H

NAMA : Betseba Karina K.S

NIM : 030706025

DEPARTEMAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan berkatnya yang melimpah kepada penulis, sejak memulai penelitian ini hingga berakhir. Adapun penelitian ini membahas tentang aktivitas masyarakat etnis China yang ada di Medan, sejak tahun 1950 sampai tahun 1970. Skripsi ini juga membahas tentang peranan dari aktivitas tersebut terhadap perkembangan kota Medan.

Masyarakat etnis China adalah masyarakat yang datang dari negeri China ke Medan, yang proses kedatangannya terjadi 3 kali periode, hingga menjadikan etnis tersebut digolongkan menjadi dua (2) bagian besar yaitu China Keturunan, etnis China yang kedatangannya terjadi pada kerajaan-kerajaan di Indonesia dan yang datang pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, sedangkan etnis China Totok adalah etnis China yang datang sejak pengusaha Belanda membuka perkebunan di Deli.

Walaupun proses kedatangannya terjadi tiga periode tetapi aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat tersebut sesudah merdeka, pada dasarnya sama yaitu sebagai pedagang. Aktivitas ini memberikan dorongan terhadap perkembangan kota Medan. Demikianlah peranan yang disumbangkan oleh etnis China di Medan, disamping peranan lainnya.

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Untuk memenuhi syarat yang dimaksud maka penulis memilih judul:

“AKTIVITAS ETNIS CHINA DI MEDAN 1950-1970.“ Sebagai seorang

manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan dan kekurangan-kekurangan, oleh karenanya dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang sehat demi penyempurnaan skripsi ini khususnya dari bapak/ ibu Dosen dan para pembaca umumnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, baik moril maupun materil, bimbingan, pengarahan, nasihat dan saran yang tak terhingga nilainya dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

(4)

2. Untuk leluhur/ nenek moyang saya, yang saya hormati dan saya hargai, dan untuk almarhum Bulang, Biring, Bulang dan Karo saya yang saya sayangi.

3. Bapak Drs.Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II dan dosen pembimbing saya yang telah memberikan petunjuk, nasehat dan bimbingan yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra.Fitriaty Harahap, SU selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Ibu Dra.Nurhabsyah selaku sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan serta seluruh pegawai Administrasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membantu penulis.

7. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Abang-abang, Kakak dan Adik-adik saya yaitu: Frans Rusmayadin KS, Surantha Allan KS, Ari Elfrianna KS, Adnant Cihona KS, Wulan Mehta KS, Kenant Yudhistira KS, Endek Puja Saraswati Ks dan Ika Darnella yang memberikan dukungan dan doa nya kepada saya.

(5)

9. Kepada Bapak Abdul Majid yang telah berbaik hati memberikan informasi-informasi penting tentang Etnis China di Medan serta seluruh informan yang memberikan informasi penting untuk skripsi saya ini. 10.Saya juga berterima kasih kepada teman saya Edwin alias Luga, Eltrini,

Helda, Refi, Tika, Fanny, Abdurahman, Dede, Otank, Debby, Maya, Sabet, Jernita dan Fitri. Khususnya stambuk 2003 dan 2004 serta semua teman-teman anak sejarah yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas dukungannya kepada saya.

Medan, Juli 2008

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ……….. 6

1.4 Tinjauan Pustaka ……… 7

1.5 Metode Penelitian ……….. . 8

1.6 Kerangka Tiori ………. 10

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN ……… 13

2.1 Latar Belakang Sejarah Kota Medan ……….. 13

2.2 Latar Belakang Sosial Dan Budaya Di Medan ……… 18

BAB III AKTIVITAS DAN ASPEK ETNIS CHINA DI MEDAN ... 22

3.1 Ajaran Yang Membentuk Etnis China Di Medan …………. 22

3.2 Sejarah Kedatangan Etnis China Ke Medan ………. 29

3.3 Aktivitas Etnis China Sebelum Tahun 1950 ……… 32

3.4 Aspek Kihidupan Etnis China Di Medan ……… 40

3.4.1 Aspek Ekonomi ………. 40

3.4.2 Aspek Keagamaan ……… 42

3.4.3 Aspek Sosial Dan Budaya ………. 44

BAB IV ETNIS CHINA DI MEDAN TAHUN 1950-1970 ……… 47

4.1 Akulturasi Etnis China Di Medan ……… 48

4.2 Proses Perubahan Aspek Dan Aktivitas Masyarakat China Di Medan ……….. 52

(7)

4.4 Peranan Masyarakat Etnis Di Medan ……….. 63

BAB V KESIMPULAN ………. 70

DAFTAR PUSTAKA ………. 73

(8)

ABSTRAK

Masyarakat etnis China adalah masyarakat pendatang di Medan, yang akhirnya mendapat pengakuan sebagai salah satu etnis penduduk Indonesia setelah memenuhi persyaratan Undang-undang No. 3 Tahun 1946 tentang persyaratan kewarganegaraan. Masyarakat etnis China yang ada di Medan adalah masyarakat yang dominan sebagai pelaku bisnis dan perdagangan di kota Medan yang membawa kota Medan mengalami perkembangan.

Penelitian ini membahas tentang aktivitas masyarakat etnis China di Medan yang bersifat sebagai peranan dalam perkembangan kota Medan. Ternyata masyakat etnis yang menjunjung tinggi ajaran Budhisme, Taoisme dan Kong Hu Chu tersebut mempu meyesuaika diri di Medan dan menjadi etnis pendatang yang pioner meninggalkan etnis-etnis lain yang ada di kota Medan.

Mengingat cakupan tentang etnis China di Medan sangat luas dan penjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1950 sampai tahun 1970, dimasa peralihan masyarakat etnis China sebagai pedagang pemasaran produksi luar negari menjadi pengusaha-pengusaha industri di Medan.

Dari hasi penelitian diketahui bahwa, aktivitas yang dilakukan kota Medan sejak tahun 1950 yaitu sebagai pelaku perdagangan dan perekonomian lainnya turut membawa kota Medan kearah kemajuan. Kota Medan menjadi salah satu kota industri yang berkembang dari sisi perekonomian. Etnis China secara tidak langsung sangat besar sumbangannya terhadap perkembangan kota.

(9)

ABSTRAK

Masyarakat etnis China adalah masyarakat pendatang di Medan, yang akhirnya mendapat pengakuan sebagai salah satu etnis penduduk Indonesia setelah memenuhi persyaratan Undang-undang No. 3 Tahun 1946 tentang persyaratan kewarganegaraan. Masyarakat etnis China yang ada di Medan adalah masyarakat yang dominan sebagai pelaku bisnis dan perdagangan di kota Medan yang membawa kota Medan mengalami perkembangan.

Penelitian ini membahas tentang aktivitas masyarakat etnis China di Medan yang bersifat sebagai peranan dalam perkembangan kota Medan. Ternyata masyakat etnis yang menjunjung tinggi ajaran Budhisme, Taoisme dan Kong Hu Chu tersebut mempu meyesuaika diri di Medan dan menjadi etnis pendatang yang pioner meninggalkan etnis-etnis lain yang ada di kota Medan.

Mengingat cakupan tentang etnis China di Medan sangat luas dan penjang, maka penulis membatasi pembahasan yaitu dari tahun 1950 sampai tahun 1970, dimasa peralihan masyarakat etnis China sebagai pedagang pemasaran produksi luar negari menjadi pengusaha-pengusaha industri di Medan.

Dari hasi penelitian diketahui bahwa, aktivitas yang dilakukan kota Medan sejak tahun 1950 yaitu sebagai pelaku perdagangan dan perekonomian lainnya turut membawa kota Medan kearah kemajuan. Kota Medan menjadi salah satu kota industri yang berkembang dari sisi perekonomian. Etnis China secara tidak langsung sangat besar sumbangannya terhadap perkembangan kota.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan suku yang berstatus penduduk asli dan pendatang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya ribuan pulau. Suku-suku yang mendiami daerah tertentu dengan jangka waktu yang cukup lama mengakibatkan sebuah lingkungan mempunyai corak kelompok suku tertentu.1

Ciri yang akan diberikan oleh suku-suku tersebut pada dasarnya adalah unsur budaya, sering ditunjukkan pada aktivitas setiap harinya yang bernilai positif. Seperti masyarakat China di Medan, di kenal dengan aktivitasnya dominan pada dunia perdagangan. Demikianlah etnis China akan menjadi teladan bagi masyarakat lainnya dalam bidang perdagangan.

Demikian hal dengan suku-suku yang tergolong sebagai suku pendatang di daerah tertentu, selalu ditiru oleh kelompok lain, apabila aktivitas-aktivias yang dilakukan selalu bernilai positif. Pada dasar kota adalah sebagai pusat aktivitas dari berbagai etnis. Kota Medan menjadi salah satu kota yang dimaksud, kota yang dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya yang beragam, seperti etnis Karo, Melayu, Batak Toba, etnis Jawa, etnis China, etnis Aceh dan kelompok suku pendatang lainnya.

Semua etnis yang ada di Medan masing-masing memiliki kecenderungan aktivitas, seperti etnis China cenderung beraktivitas pada perekonomian dan

1

(11)

perdagangan. Kecenderungan ini bukan bermaksud keharusan tetapi sebagaian besar dari kelompok etnisitas tersebut malakukan aktivitas yang sama pada dunia perdagangan.

Untuk memiliki ciri yang positif dan terkenal kepada masyarakat umum, hal ini terjadi setelah etnis China melakukan aktivitas tersebut dengan waktu cukup panjang di Medan. Masyarakat China yang ada di Medan dikenal sebagai masyarakat yang beraktivitas pada dunia perdagangan sama seperti masyarakat China lainnya dibanyak kota.2

Etnis China di Medan adalah salah satu etnis yang sudah lama datang ke Medan jauh sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaannya, dan salah satu etnis yang memberikan perannya terhadap perkembangan perekonomian kota Medan. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya maka secara otomatis masyarakat China tersebut menjadi warga negara Indonesia.

Masa kemerdekaan, adalah masa peralihan pada banyak hal bagi masyarakat China Indonesia yang meliputi hal, sistem perdagangan, status kewarganegaraan, dan sistem kehidupan lainnya. Sistem kehidupan etnis China yang terfokus pada sistem perdagangan perantara sebelum masa kemerdekaan, sesudah Indonesia merdeka, sistem tersebut berganti. Masyarakat etnis China menjadi pedagangan rumahan atau pertokohan. Hal ini terjadi dilatarbelakangi oleh perubahan sistem di Indonesia, dimana perekonomian yang disusun berdasarkan versi Belanda sudah barakhir. Belanda menempatkan etnis China sebagai pedagang perantara.

2

(12)

Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, dasar Negara Indonesia adalah Pancasila yang bermottokan Bhinneka Tunggal Ika, yang menjamin hak semua kelompok etnis untuk hidup berdampingan dan pengakuan negara sebagai warga terhadap etnis-etnis yang ada di Indonesia3, salah satunya adalah masyarakat China yang sudah lama tinggal di Medan.

Masa peralihan adalah tema yang sangat memberikan kesempatan kepada etnis China, baik dari perkembangan perekonomian maupun dari segi status sosial. Masa ini sangat mendukung terhadap stastus masyarakat China sebelumny yaitu masa sebelum merdeka, dimana Belanda telah memfokuskan aktivitas etnis China dalam bidang perdagangan.

Penjajahan Belanda dan aktivitas ekonominya ternyata tidak menghalangi etnis China di Medan dalam melakukan aktivitasnya. Belanda memberi kesempatan kepada kepada etnis China untuk berdagang. Posisi yang ditawarkan adalah sebagai pedagang perantara, kususnya sebagai pengumpul barang-barang hasil pertanian ataupun perkebunan dari masyarakat, lalu memperdagangkannya selanjutnya kepada pengusaha Belanda.4

Posisi ini sangat mendorong etnis China menjadi kelompok masyarakat yang kedua, sedangkan masyarakat pribuni masih berada dibawah etnis Cina tersebut menurut pandangan kolonial semasa penjajahannya di Indonesia. Kelompok pribumi, kurang mendapat dukungan dari kelonial Belanda sebagai pedagang perantara, kelompok pribumi dominan diposisikan sebagai pengurus administrasi.

3

(13)

Hingga Indonesia merdeka, etnis China tetap beraktivitas sebagai pedagang, tetapi buka sebagai pedagang perantara. Usman Pelly mengatakan masa kemerdekaan dapat juga dikatakan sebagai masa peralihan bagi etnsi China, yaitu peralihan dari pedagang perantara menjadi pedagang grosir ataupun pedagang rumahan.5 Hal yang baru sesudah transisi tersebut adalah Banyak toko dan grosir di Medan dimiliki oleh kelompok etnis Cina. Sesudah merdeka, toko-toko grosir dan tempat penjulan barang lainnya banyak yang dimiliki oleh etnis tersebut. Etnis Cina mengusai pusat penjualan segala jenis barang-barang, seperti barang elektronik, pusat perkakas rumah tangga, barang hiasan dan barang-barang perlengkapan lainnya.

Banyak masyarakat etnis China yang sampai saat tetap jaya dari segi ekonomi, hal ini tidak lepas dari masa lalu mereka yang memulai aktivitasnya sebagai pedagang. Demikian halnya dukungan dari masyarakat Medan, yang tidak pernah melakukan tindakan merugikan bagi kelompok etnis China.

Bidang kehidupa yang paling menonjol kepermukaan umum adalah aktivias perdagangan, sedangkan bidang kehidupan yang lain, seperti keagamaan, aspek sosial, dan aspek kebudayaan lainnya adalah hal yang sangat pribadi bagi masyarakat China Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari budaya yang membentuknya yaitu ajaran Budha, Toisme dan Konfusianisme. Ajaran tersebut telah dianut oleh masyarakat China dengan waktu cukup lama, dan sangat sulit

5

(14)

memudar.6 Unsur budaya tersebut adalah ajaran yang sangat berbeda dengan ajaran budaya masyarakat Indonesia lainnya

Masyarakat etnis China di Medan berjalan seiring dengan peristiwa-peritiwa penting yang terjadi di Indonesi, mulai dari masa sebelum Indonesia merdeka, yaitu masa perkebunan di Medan, masa kemerdeka, masa pemberontakan PKI tahun 1963 hingga tahun 1970-an yaitu masa pembauran etnis China di Indonesia.

Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut mempunyai dampak terhadap status masyarakat China di Medan, tetapi tidak membuat masyarakat China surut tetapi semakin berkembang.

Perkembangan masyarakat etnis China di Medan adalah hal yang sangat menarik diteliti. Masyarakat etnsi China adalah tergolong sebagai masyarakat pendatang di kota Medan, dari negara yang berbeda, tetapi dengan perjalanan sejarah yang panjang dan memfokuskan aktivitasnya dalam bidang perdagangan, akhirnya kelompok etnis ini mampu menjadi kelompok yang menguasai perdagangan di Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah aktivitas masyarakat etnis China di Medan. Bagaimana proses sosial yang dilakukan masyarakat sehingga etnis tersebut berhasil sebagai pedagang besar di Medan. Tiga Poin yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu:

6

(15)

1. Bagaimana peran masyarakat etnis China di Medan sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia?

2. Bagaimana peran Masyarakat etnis China di Medan sesudah masa kemerdekaan Republik Indonesia?

3. Bagaimana perkembangan masyarakat China di Medan?

Batasan waktu penelitian ini adalah tahun 1950-1970. Tahun 1950 sebagai batas awal dilatarbelakangi tema masa peralihan sistem perekonomian etnis China di Medan, dari pedagang perantara menjadi pedagang rumahan atau pertokoaan, sedangkan tahun 1970 latarbelakangi pergeseran budaya budaya China di Medan, dimana sejak tahun tersebut budaya etnis China di Medan semakin terkikis dan membaur denga budaya lokal,

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Latar belakang seseorang atau kelompok tertentu yang mengakibatkannya berhasil ataupun runtuh adalah hal yang menarik dikaji, agar menjadi pertimbangan bagi masa kelompok atau orang lain, Demikian halnya penelitian ini ditujukan untuk mengetahui:

1 Peran masyarakat etnis China di Medan sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia.

(16)

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah literatur lentang sejarah perkembangan etnis yang ada di Medan, terutama etnis China.

2. Menambah literature di jurusan Sejarah tentang latarbelakang etnis China.

3. Sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana di jurusan Sejarah, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

Pada umumnya, aktivitas yang dilakukan oleh etnis China adalah aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan. Banyak faktor yang menentukan etnis Cina menjadi pedagang di Medan, termasuk latar belakangnya. Beberapa buku yang menjadi telaah pustaka dalam proposal penelitian ini sebagai karangka berfikir bagi penulis adalah: Buku karangan Junifer Cush Man yang berjudul, perubahan identitas orang China di Asia Tenggara, menggambarkan proses dari kelompok etnis China di berbagai Negara menjadi orang yang berkebnagsaan Negara yang mereka tempati. Salah satu syarat yang disebutkan oleh Cish Man adalah proses alamai, dimana sesorang menjadi warga Negara tersebut dikarenakan umur dia atau leluhur seseorang tersebut tinggal di Negara yang ditempati saat itu, sudah tergolong lama. Sedangkan proses yang lainnya adalah penyelesaaian hukum pokok kependudukan di Negara tersebut.

(17)

Buku ini menjelaskan daerah-daerah di Indonesia yang golongan etnis Cina sangat besar, salah satunya adalah kota Medan. masyarakat China adalah masyarakat pedagang sejak 1000 tahun yang lalu di Medan.

Buku yang berjudul Elite Etnis China Di Indonesia Dan Masa Transisi Kerdekaan 1930-1950 karangan Twang Pech Yang, menjelaskan proses bisnis yang dijalankan oleh etnis China di Indonesia berjalan dengan mulus. Banyak orang-orang kaya di Indonesia adalah orang China yang aktivitasnya adalah sebagai pelaku bisnis di Indonesia. Salah satu daerah yang paling manarik untuk orang Cina dalam melakukan aktivitasnya adalah kota Medan. Di kota Medan sejak masa sebelum kemerdekaan sampai masa sekarang ini telah banyak orang China yang meraih sukses sebagai pebisnis. Hal ini tidak terhindar dari kebiasaan kelompok etnis tersebut yang dalam bidang perdagangan.

1.5 METODE PENELITIAN

Untuk menulis sejarah perjalanan masyakat etnis China di Medan, akan dikaji berdasarkan metode penelitian bidang sejarah, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu aktivitas etnis China dimasa yang lampau dengan langkah-langkah:

(18)

2. Penelitian lapangan yaitu, malakukan wawancara kepada kelompok etnis China yang sudah lama tinggal di Medan, guna mendapat keterangan langsung dari pelaku. Kelompok ini banyak ditemui di Pusat Pasar dan juga daerah Kesawan.

b. Kritik sumber, untuk memeriksa keabsahan data melalui:

1. Kritik ekstern, untuk memperoleh data yang otentik, dengan cara menyesuaikan dengan situasi Zaman.

2. Kritik intern, yang ditujukan untuk memperoleh dokumen yang kredibel dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis. Menganalisis buku-buku, atau dokomen yang berhubungan dengan kelompok etnis China di Medan dengan metode membandingkan dengan sumber yang lainnya.

c. Interpretasi untuk analisis dan panafsiran data dengan menggunakan metode komperatif (perbandingan) dengan penelitian sebelumnya. Metode ini akan dilakukan untuk memastikan hasil penelitian ini dengan cara menyeragamkan dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya.

(19)

1.6 KARANGKA TEORI

Ciri-ciri pokok yang ditujukkan masyarakat etnis China di Indonesia adalah perdagangan. Adapun aktivitas lain yang mereka lakukan selain perdagangan adalah sebagai pelengkap. Etnis China adala kelompok masyarakat pendatang di Medan, yaitu masyarakat Cina yang datangnya ratusan tahun yang silam. Kelompok etnis ini mendahului beberapa etnis yang ada di Indonesia, sehingga masyarakat ini seringdianggap sebagai masyarakat menetap di Medan.7 Sejak dibukanya perkebunan di Sumatera Timur, menimbulkan dorongan dar banyak orang untuk datang ke tempat ini mencari sumber kehidupan, yaitu masyarakat dari dalam negeri maupun masyarakat yang datang dari luar negeri, seperti China dan India. Pertama kali masyarakat pendatang tersebut bekerja sebagai buruh dalam perkebunan milik pengusaha Belanda dan Eropa lainnya.

Beberapa masyarakat etnis China yang telah lama tinggal di Sumatera Timur akhirnya berhasil menjadi pedagang yang sukses setelah mendapat ijin dari pemerintah Belanda sebagai pedagang perantara. Diantaranya adalah Tjong A Fie, Tjong Jong Hian, Tan Tek Hong, Seng Hap. Kelompok ini melakukan usaha dengan pengusaha Belanda dan juga penjualan barang ke Singapura, China dan Penang.

Para pengusaha China yang ada di Sumatera Timur juga diberi kesempatan sebagai pengusaha tunggal untuk kegiatan proses memasukkan barang dari luar negeri ke Sumatera Timur. Dalam hal ini pemerintah Belanda memberi bantuan

7

(20)

modal kepada mereka, dengan kesepakatan bahwa penjatahan beras dalam negeri berada di tangan Belanda.

Kesempatan-kesempatan di atas menjadi factor pendorong terhadap perkembangan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat China yang ada di Sumatera Timur, kususnya Medan. latar belakang ini juga mengakibatkan terjadinya peralihan kepada sebagian besar masyarakat China dari buruh menjadi pedagang kecil dan menengah. Mereka menjadi pedagang terhadap barang-barang dan kebutuhan masyarakat.

Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 mengakhiri sistem birokrasi yang dibentuk oleh Belanda di Indonesia. Babakan ini juga menimbulkan banyak perubahan terhadap sistem dan pola kehidupan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah kebebasan terhadap masyarakat dan bangsa Idonesia. Perubahan bukan saja hanya terjad kepada masyarakat Indonesia, tetapi kepada etnsi lain yang ada di Indonesia. Etnis China yang dulunya posisinya sebagai pedagang perantara, setelah merdeka posisis tersebu terhapus, sebab masyarakat memperoleh kesempatan yang besar sebagai pedagang perantara ataupun aktivitas lain yang dulunya hanya dilakukan oleh kelompok pengusaha dan Belanda di Indonesia.

(21)
(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

2.1 Latar Belakang Sejarah Kota Medan

Medan menjadi kota, dilalui dengan proses yang panjang dan babakan sejarah yang terjadi di Medan, mulai dari kerajaan-kerajaan Deli yang menjadikan kota sebagai pusat kerajaannya, masa perkebunan di Sumatera Timur juga menempatkan Medan sebagai pusat perkantoran perkebunan, masa penjajahan Belanda yang menjadikan kota sebagai pusat pemerintahannya dan sesudah kemerdekaan Idonesia pemerintah menjadikan kotamadya Medan sebagai ibu kota propinsi Sumatera Utara.

Persitiwa-peristiwa diatas menjadikan kota Medan menjadi pusat administrasi, pusat kebudayaan, pusat pasar, dan pusat aktivitas sosial lainnya. Kota sudah mulai berkembang sejak babakan pertama, yaitu masa kerajaan-kerajaan Deli, yang berpusat di Medan

(23)

berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata “Timpus” berarti bundelan, bungkus, atau balut.8

Dengan demikian, nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di persimpangan Jalan Gatot Subroto/ Jalan S. Parman Medan.

Beberapa perkampungan yang dekat dengan Medan, akhirnya bergabung dengan kampung Medan, yang menyebabkan perkembangan kota semakin cepat, seperti Pulo Brayan yang dikuasai oleh penduduk etnis Karo bermarga Tarigan menjadi faktor pendorong perkembangan wilayah Medan semakin cepat sebab di daerah ini pada akhirnya menjadi wilayah kekuasaan dari keturunan Guru Patimpus yang bernama Hafidz Muda. Kekuasaan dari marga Tarigan diserahkan kapada guru Patimpus didasari oleh pendekatan yang dilakukannya, yaitu malakukan perkawinan dengan keturunan Tarigan (Panglima Hali). Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata “Medan” itu sendiri. Dari catatan penulis- penulis Portugis pada awal abad ke-16, disebutkan bahwa Kota Medan berasal dari nama “Medina”, sedangkan sumber lain menyatakan, Medan berasal dari bahasa India “Meiden”.12 Lebih kacau lagi, ada sebagian masyarakat menyatakan, disebutkannya kata

8

Arsip Pemerintah Medan, dengan judul, Profil Kota Medan. Hlm. 2

12

(24)

“Medan” karena kota ini merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertempuran.

Namun demikian, ada baiknya kita kembalikan pengertian istilah Medan itu sendiri pada tempat semestinya. Bila kita menilik sumber-sumber sejarah, kota Medan pertama sekali didiami oleh suku Karo, tentunya kata “Medan” itu haruslah berasal dari bahasa Karo. Dalam salah satu Kamus Karo-Indonesia yang ditulis Darwin Prinst SH sebagaimana dikutip www.pemkomedan.com, kata “Medan” berarti “menjadi sehat” ataupun “lebih baik”. Hal ini memang berdasarkan kenyataan, Guru Patimpus benar adanya adalah seorang tabib –dalam hal ini memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.

Medan pertama kali ditempati orang-orang suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil kerajaan Aceh

di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Di masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Perunggit (memerintah dari 1669-1698), terjadi sebuah perang kavaleri di Medan. Sejak saat itu, Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli.

Selain perkembangan kota karena usaha yang dilakukan oleh guru Patimpus, kota juga berkembang akibat hubungan kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lain yang dekat dengan kerajaan-kerajaan Deli yaitu kerajaan-kerajaan Aceh..

(25)

Aceh, pada dasarnya masih tetap mengirimkan panglima-panglimanya untuk berkuasa di wilayah Deli, dengan demikian utusan kerajaan Aceh masih lebih besar daripada kekusaan panglima-panglima Medan keturunan Guru Patimpus.

Pada tahun 1863 Jacobus Nienhuys, Van Der Falk dan Elliot melakukan kunjungan ke Deli, yang bertujuan untuk melihat situasi Medan ketika itu. Dari hasil pengamatannya bahwa Deli sangat cocok sebagai areal perkebunan, maka segera ketiga pengusaha tersebut berencana untuk membuka lahan perkebunan.

Sultan Deli secara terbuka menerima tawaran ketiga pengusaha tersebut, dengan menyediakan 4000 bahu tanah. Wilayah inilah yang dijadikan sebagai perkebunan tembakau pertama di Deli yang berpusat di Medan pada tahun 1875, perkebunan tersebut telah menjadi badan Usaha milik pengusaha Belanda yang dinamakan dengan Deli Maatschappaij oleh Jensen.13 Perkebunan ini berpusat di Medan yang menyebabkan Medan berkembang secara pesat.

Semakin beragam dan banyaknya suku pendatang ke Medan ternyata menimbulkan kota menjadi pusat perpindahan penduduk di Sumatera Utara. Kota Medan segera menjadi daerah perdagangan setelah banyak masyarakat dari luar daerah yang memperdagangkan barang-barang dagangannya ke Medan. Seperti keterangan yang diperoleh dari De Chineezen Ter Oostkust Van Sumatera menjelaskan bahwa tahun 1882 Cina telah mengirimkan sejumlah utusannya sebagai biro perdagangan yang bertugas di Sumatera Timur, berpusat di Medan.14 para pedagang ada yang tinggal dan akhirnya menetap di Medan.

13

Ibid. Hlm. 25

14

Mahadi, Hari Djadi Dan Garis-garis Besar Perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan: Fakultas Hukum USU, 1967. Hlm.8

(26)

Selain biro perdagangan, kelompok etnis China juga mengirimkan sejumlah perwira yang bertugas memberikan keamanan perdagangan antara kelompok etnis China dengan kelompok masyarakat yang ada di Medan. Akibatnya kelompok etnsi China dan kelompok suku lainnya semakin bertambah di Medan, sehingga menjadi semakin penting bagi banyak orang.

Kedatangan orang-orang ke Medan lengkap dengan unsur budaya yang mereka miliki dari daerah asal. Status mereka sebagai pedagang ataupun sebagai kelompok pendatang tidak membatasi mereka dalam mempertahankan kebudayaan mereka setelah sampai di Medan.

Agama ataupun unsur budaya yang dipertahankam oleh kelompok etnis pendatang ini di Medan, seperti etnis Jawa, Batak, Nias, Aceh, Banjar, Mandailing, etnis China dan etnis lainnya dengan perlahan-lahan diserap oleh kelompok masyarakat yang menetap di Medan, namun hal ini terjadi setelah melalui proses yang cukup lama.

(27)

Tahun 1887 Medan diresmikan menjadi pusat residensi untuk wilayah Sumatera Timur.15 Persetujuan ini dilakukan antara Sultan Deli dengan masyarakat dan kelompok pengusaha yang datang ke Medan. Sejak saat itu Medan telah menjadi pusat aktivitas di Sumatera Timur, baik sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, maupun pusat pemukiman penduduk. Perkembangan Medan sejak saat itu telah jauh meninggalkan kota-kota lainnya yang ada di Sumatera Timur, seperti Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo, Simalungun, Asahan dan Labuhan Batu.16

Pokok peristiwa dengan adanya pembukaan perkebunan telah menjadikan Medan mengalamiperkembangan yang sangat pesat. Medan dihuni oleh beragam suku, etnis, agama dan juga tradisi yang berbeda, berdasarkan masyarakat yang membawanya ke Medan. Demikian halnya dengan perkembangan perekonomian, latar-belakangnya juga karena kedatangan pengusaha dan pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, khususnya di daerah Deli.

Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara, yang sekaligus berfungsi sebagai pusat administrasi untuk wilayah Sumatera Utara memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai sebagai ibukota propinsi yaitu menjadi pusat kegiatan pemerintahan, kegiatan industri perdagangan dan perhubungan serta pusat kegiatan pendidikan, pariwisata, sosial dan budaya. Dengan demikian Medan

15

Ibid. Hlm. 39

16

(28)

terus mengalami perkembangan baik secara fisik17 maupun dari sudut aktivitas-aktivitasnya yang dilaksanakan di Medan.

Dari latar belakang sejarah kota Medan dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis yang ada di Medan, khususnya etnis China sudah terjadi sejak dulu, sejak masa perdaganagan antar pulau di Indonesia. Sajak dari awal aktivitas yang dilakukan etnis China datang ke Indonesia pada dasarnya adalah aktivitas berdagang.

Aktivitas China yang memfokuskan pada sudut perdagangan, yaitu perdagangan antar negara, telah tergolong sebagai peran yang dilakukan etnis China membuka aktivitas baru di Indonesi, khusunya di Medan. aktivitas perdagangan ini adalah sebagai proses memasukkan barang dari Negara China, kemudian membawa barang yang ada di Medan untuk diperdagangkan di wilayah Sumatera Timur.

2.2 Latar Belakang Sosial Dan Budaya di Medan.

Pada dasarnya, masyarakat berdasarkan atnis di Medan adalah masyarakat pendatang. Kelompok-kelompok etnis yang akhirnya menetap di Medan sampai di Medan karena beberapa faktor, diantaranya ekonomi dan politik. Etnis-etnis tersebut datang dan menetab di Medan lengkap dengan kubudayaan yang mereka yakini.

17

(29)

Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah, setiap tahunnya, penduduk yang menempati Kota Medan dominan masyarakat yang berusia antara 15-65 tahun. Pertambahan pada usia ini ditafsir sebagai masyarakat pendatang atau masyarakat karena proses urbanisasi, dengan tujuan untuk bekerja. Hal ini terjadi setelah dibuka perkebunan di Sumatera Timur yang wilayahnya termasuk Medan.

Dari sudut umur, tingkat masyarakat yang malakukan perpindahan ke kota Medan tersebut dapat di diketahui, bahwa golongan telah matang dalam melaksanakan ataupun menjalankan kebaudayaan mereka, seperti sistem kepercayaan, tradisi, bahasa, sistem organisasi dan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Sehingga corak budaya yang ada di Medan sangat beragam, sesuai dengan jumlah etnis yang jumlahnya tergolong besar di Medan.

Kota Medan yang sejak lama menjadi kota pusat segala aktivitas, menjadikan daerah tersebut menjadi pusat kelompok tenaga kerja untuk mencari pekerjaan. Dilain pihak, Banyak dari kelompok buruh ini yang menetap di wilayah Medan atau sekitarnya. Kelompok etnis yang menetap ini akan menjadi dasar dari pembentukan sistem sosial dan budaya di Medan, mereka datang lengkap dengan budaya yang mereka miliki.

(30)

kemasyarakatan pada dasarnya dibentuk oleh kesultanan. Hal ini berlangsung sampai Indonesia memperoleh kemerdekaannya.

Setelah kemerdekaan terdapat budaya baru di kota Medan yang merupakan budaya percampuran (pluralis) dari berbagai suku yang menempati Kota Medan. Seperti suku Jawa, Melayu, Batak, Nias, Aceh, Banjar, Mandailing Tionghoa dan suku-suku yang lainnya masing-masing melaksanakan tradisi yang mereka miliki tanpa ada unsur budaya dari salah satu suku yang budayanya diutamakan di Medan.

Sistem sosial yang berlaku dalam kehidupan keseharian masyarakat merupakan sistem sosial yang diatur berdasarkan sistem sosial yang berlaku di Indonesia. Peraturan pemerintah dan sistem norma masyarakat menjadi dasar dari kehidupan sosial yang berlaku dalam masyarakat Medan.

Unsur budaya masyarakat Medan berasal dari inti sari budaya-budaya etnis yang ada di Indonesia, khususnya budaya etnis di Kota Medan. Unsur budaya tersebut merupakan penyesuaian kaidah-kaidah peraturan dan undang-undang yang berlaku dalam negara Republik Indonesia. Meskipun secara kuantitas terdapat dominasi kelompok masyarakat atau etnis tertentu di Kota Medan, namun hal ini tidak menjadikan kota Medan didominasi oleh unsur budaya etnis tersebut.19 Masyarakat kota Medan yang jumlahnya mayoritas maupun masyarakat yang jumlah minoritas, pada dasarnya tetap mempertahankan tradisi masing-masing etnis, seperti suku Melayu, etnis Batak Toba, Karo, Mandailing,

(31)

Gayo, suku Aceh, etnis Cina maupun etnis jawa masih menjalankan budaya mereka.

Beragamnya etnis di Medan yang dilengkapi dengan unsur budaya masing-masnig menjadikan kota Madan sebagai pusat kebudayaan dari masyarakat Sumatera Utara.

(32)

BAB III

AKTIVITAS DAN ASPEK ETNIS CHINA DI MEDAN

Etnis China adalah salah satu etnis pendatang di kota Medan yang asal kedatangannya adalah luar negeri, yaitu negeri China. Berbeda dari golongan etnis yang juga datangnnya dari luar negari, etnis China memberikan corak yang nyata dan jumlahnya hampir mengalahkan jumlah masyarakat yang datangnya dari propinsi atau kota dalam negeri.

Dilihat dari perkembangan perekonomian masing-masing etnis, maka etnis China masih tergolong etnis yang berkembang di kota Medan. hal ini dipengaruhi oleh pandangan, konseb berfikir ataupun budaya yang mereka yakini. Walaupun sebagai etnis pendatang di Indonesia, tetapi masyarakat etnis China tetap mempertahankan budaya maupun unsur etnisitas yang lainnya.

3.1 Ajaran Yang Membentuk Etnis China di Medan

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa masyarakat etnis China adalah masyarakat yang sangat tekun dalam menjalankan tradisi dan kegiatan kebudayaan, salah satunya adalah agama, walaupun mereka berada di luar daerahnya. Apabila diperhatikan tentang ciri suku yang ada di Medan, maka ciri etnis yang paling mudah di tentukan adalah ciri dari masyakat etnis Cina.

(33)

Kehidupan dan kebudayaan masyrakat China di Medan dipengaruhi oleh sistem kepercayaan yang berasal dari agama Budha, Taoisme dan Konfusianisme.9 Selain ajaran agama Budha, kelompok etnis China masih memberikan penghormatan kepada orang-orang suci dan dianggab sebagai Dewa atau Dewi, namun ajaran Konfusianisme adalah ajaran yang paling banyak dilakukan oleh kelompok etnis China. Masyarakat Tionghoa atau etnis China telah mengikuti ajaran ini lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Latar belakang inilah yang membuat ajaran ini sangat kental bagi kalangan masyarakat etnis China yang ada di negerinya ataupun yang berada di luar daerah.

Ajaran Konfusianisme menjadi salah satu ajaran resmi dalam Negara, dan bahkan ajaran yang diwajibkan dipelajari oleh para pejabat Negara. Salah satu ajaran yang dicirikan oleh ajaran Konfusianisme adalah kebijakan dan humanisme yang sangat tinggi. Pola ajarannya merupakan cirikhas Tionghoa (kelompok yang sudah merdeka).10

Budhisme

Apabila diperhitungkan dari sudut agama, maka masyarakat China yang ada di Medan adalah pengikut ajaran agama Budha. Walaupun agama Budha merupakan diwariskan oleh masyarakat India, tetapi jumlah masyarakat Medan yang menganut agama Budha lebih besar dari kelompok etnis China.

Tema pokok yang diajarkan oleh ajaran Budha adalah bagaimana menghindari penderitaan umat manusia yang ada di dunia. Kelompok masyarakat

9

Zem Abdullah, Cina Dalam Potret Pembauran Di Indonesia. Jakarta: Putasi Insani. 2000.Hlm.19

10

(34)

Budha menilai, bahwa dunia penuh dengan penderitaan. Manusia yang lemah menjadi kelompok yang sering mendapat tekanan, sehingga tidak jarang masyarakat Budha menjauhkan diri dari kelemahan ekonomi dan juga posisi yang lainnya.

Pengikut agama Budha menginginkan kehidupan yang lebih baik kepada hari yang akan datang. Manusia harus meninggalkan karma yang datang kepada manusia. Karma berharap digantikan dengan kebaikan. Untuk mendapatkan kebaikan, maka manusia harus melakukan kebaikan, supaya manusia tersebut juga akan mendapatkan kebaikan.

Yang memegang karma itu sendiri adalah manusia, untuk itu sendiri masing-masing harus melepaskan kejahatan, agar manusia tidak dilanda karma atau bahaya itu sendiri. Manusia akan menerima kebaikan apabila manusia melakukan kebaikan. Kebaikan yang diterima manusia sendiri adalah kebaikan yang besar yang datangnya juga dari Yang Maha Besar.

Pengikut agama Budha dilarang melakukan kekerasan kepada mahluk hidup, dan bahkan diwajibkan saling menolong antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Dengan menjalankan ajaran Budha tersebut, maka manusia akan berada dijalan yang bebas dari karma kejahatan.

(35)

untuk kebutuhannya. Demikianlah ajaran agama Budha yang dijadikan sebagai ajaran yang paling besar di kalangan etnis China.

Dua jenis aliran paling besar agama Budha yang dianut oleh masyarakat etnis China di Medan, yaitu aliran Budha yang lebih mengagungkan Dewi Kwam-Im dan aliran agama Budha yang lebih mengagungkan Dewa Su – Chi. Pengangungan terhadap Dewa dan Dewi tersebut didasarkan pada latar belakang sejarah, dimana kedua-duanya adalah Dewa dan Dewi yang menjelma menjadi manusia.

Dewi Kwam – Im lahir di China, yang memberikan pertolongan kepada masyarakat China saat maraknya bencana yang melanda negeri China. Dewi tersebut hanya di agungkan oleh masyarakat China sendiri, sedangkan pengikut agama Budha yang lainnya tidak menjadikan Dewi Kwam – Im sebagai Dewi atau sebagai salah satu sumber ajaran.

Berbeda dari Dewi Kwam – Im, Dewa Su – Chi adalah Dewa yang lahir di Taiwan. Dewa Su – Chi adalah seoramg yang kaya yang sempat bangkrut, tetapi karena diberkati Tuhan, maka kekayaannya kembali, sehingga kekayaan melimpah besar. Kekayaan tersebut semua dibagikan kepada masyarakat Taiwan, terlebih orang miskin. Perbuatan dari Dewa Su – Chi menjadi teladan yang baik menurut agama Budha, terlebih masyarakat China dan Taiwan.

(36)

Taoisme

Selain ajaran agama Budha, etnis juga banyak yang melaksanakan ajaran dari Lao Tse, yang disebut dengan Taoisme. Kelompok yang mengikuti ajaran ini adalah kelompok yang bekerja sebagai pegawai negara. Ajaran pokok yang dianjurkan oleh Taoisme mengarah kepada eksistensi manusia di dunia. Rumusan kehidupan sebagai intisari dari ajaran ini dilatarbelakangi pada peristiwa alam, jadi hukum yang dilaksanakan adalah hukum alam.

Contoh-contoh ajaran dari Lao Tse seperti “manusia seharusnya memiliki sifat dasar air yaitu sifat selalu mencari tempat yang rendah dan sifat yang terlemah dari semua benda, tetapi benda yang dapat menembus benda yang sangat keras sekalipun. Sifat lemah dari air, yaitu dapat membersihkan segalama benda yang sangat kotor, dan disukai orang yang bersih”11

Kelompok yang mengikuti ajaran ini adalah masyakat etnis China yang sifatnya bersahabat kepada semua orang. Masyarakat etnis China yang ada di Medan yang menjalankan ajaran ini adalah mereka keturunan China yang disebut dengan kelompok peranakan, kelompok etnis China yang sudah datang ke Medan jauh sebelum perkebunan dibuka di Sumatera Timur.

Ajaran dari Taoisme banyak mempengaruhi orang China menjadi berpola pikir sederhana. Arah dari masyarakat yang menjalankan ajaran ini sama seperti yang diajarkan agama Budha. Latar belakang inilah yang menyebabkan banyak etnis China yang mengikuti ajaran Taoisme. Taoisme menjadi salah satu ciri dari masyarakat etnis China di Medan.

11

(37)

Konfusianisme

Puncak ajaran yang diwariskan oleh Konfusianisme adalah ajaran moralitas yang tinggi kepada manusia. Ajaran ini bukanlah sebagai agama, tetapi adalah ajaran dari orang yang sangat bijaksana.

Munculnya ajaran Konfusianisme telah berhasil mempengaruhi China dari masalah yang sedang menimpa negara tersebut dari kerusuhan sosial. Kelompok kaya atau kaum bangsawan saat itu saling merebut kekayaan dan kejayaan, kelompok wanita banyak yang menderita permerkosaan, banyak anak-anak yang menentang dan membangkang kepada orangtuanya, seorang ayah yang tidak mencerminkan laki laku seorang ayah, penguasa yang rakus akan segalanya dan gejolak-gejolak sosial lainnya. Gejolak-gejolak tersebut telah menimbulkan lahirnya ajaran dari seorang humanis besar, yaitu Konfusius. Ajaran yang dilahirkannya merupakan pelawanan terhadap masalah-masalah tersebut.12

Akibat yang sangat besar dari gejolak tersebut adalah runtuhnya satu kekausaan atau satu dinasti yang waktunya tergolong cukup lama. Perbuatan-perbuatn yang tidak baik tersebut telah menimbulkan kehancuran negara China. Konfusianisme melakukan tindakan untuk menghilangkan kerusuhan sosial tersebut.

Kelompok yang mengikuti ajaran dari Konfusianisme adalah mereka yang sangat tinggi nilai umanisnya. Sangat banyak kelompok yang tetap mempertahankan sesamanya, sehinga banyak masyarakat yang mengorbankan

12

(38)

jiwanya utuk tetap mendapat identitas sebagai pengikut ajaran yang humanistis, yaitu Konfusianisme.

Jumlah masyarakat yang mengikuti ajaran ini semakin besar, sehingga secara perlahan-lahan sikap kesombongan dan saling menghancurkan sesame semakin terkikis, maka dengan jumlah yang lebih mayoritas,pengikut Konfusianisme mendeklarasikan tentang ajaran Konfusianisme bagi warga negara China, dengan konseb dasar:

1. Hubungan antara anak dan ayah 2. Hubungan antara kakak dan adik 3. Hubungan antara suami dan istri

4. Hubungan antara kelompok muda dengan yang tua 5. Hubungan antara penguasa dan rakyat

Semua hubungan ini akan tetap menjadi unsur penyatu bagi masyarakat China, dimanapun mereka berada. Fungsi yang sangat besar yang diberikan oleh Konfusianisme menyebabkan ajaran tersebut sampai saat ini tetap dijadikan sebagai teladan kepada masyarakat China. Ajaran ini tetap di jalankan sampai saat ini, dan bahkan masyarakat etnis China yang ada di Medan masih menjadikan ajaran tersebut sebagai pedoman kehidupan keluarga.

(39)

konseb pemerintahan dan konseb tentang Wen, adalah yang mendewakan seni, baik seni musik, seni lukis dan keindahan lainnya pengikutnya di Medan hanya sedikit saja.13

3.2 Sejarah Kedatanga Etnis China Ke Medan

Kedatangan etnis China di Medan dapat digolongkan sebagai proses migrasi. Penggolongan ini didasarkan pada keadaan terakhir dari kelompok etnis China yang akhirnya menetap dan menjadi warga negara Indonesia. Sesudah sampai di Indonesia, kelompok atnis China bekerja, dan selanjutnya menjadi warga negara Indonesia.

Migrasi kelompok etnis China ke Indonesia, khususnya Medan, dapat digolongkan menjadi 3 tahapan. Gelombang kedatangan etnis China tersebut didorong oleh latar belakang tertentu, yang datang dari negara China sendiri dan dorongan dari dalam negeri.

Kedatangan gelombang pertama terjadi sebelum datangnya Belanda ke Indonesia. Tujuan gelombang pertama adalah sebagai kelompok pedagang, tetapi karena beberapa factor, kelompok tersebut akhirnya tinggal dan menetap di Indonesia. Kelompok pertama ini dikatakan sebagai kelompok etnis China peranakan, dimana budaya asli etnis China mulai berkurang dan mereka lebih banyak mengikuti budaya lokal.14

13

Richard, Kekristenan Dan Kesukubangsaan, SEjarah Perjumpaan Methodis Dengan Orang China Dan Orang Batak Di Indonesia 1905-1995. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1996. Hlm 16

14

(40)

Gelombang kedua terjadi karena faktor dari dalam Nusantara sendiri, yaitu setelah masa eksploitasi Belanda terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Perdagangan yang di buka oleh Belanda, khususnya kongsi dagang Vereenigde Oostindishche Compaknie (VOC). Aktivitas VOC pada dasarnya berpusat di pulau Jawa, sehingga kelompok migran China pada masa itu berpusat di pulau Jawa.

Kelompok etnis China pada masa VOC, berpusat di pulau Jawa, sedangkan kota lainnya belum didatangi oleh masyarakat etnis China. Jumlah masyarakat China di pulau Jawa telah mencapai 150.000 orang, yang semuanya menjadi warga Indonesia15. Gelombang kedua ini masih digolongkan sebagai etnis China peranakan

Aktivitas yang dilakukan etnis Chinan pada masa gelombang kedua adalah sebagai pedagang perantara, antara kaum pribumi sebagai produsen, kepada distributor peratama, yaitu China dan seterusnya akan diserahkan kepada distributor kedua, yaitu VOC.

Posisi etnis China sebagai pedagang perantara, menjadikan masyarakat tersebut lebih mempunyai peluang menuju keberhasilan, apabila dibandingkan dengan etnis-etnis lainnya. Masyarakat etnis China digolongkan kedalam golongan masyarakat Asia. Dua golongan lainnya adalah masyarakat Pribumi yaitu masyarakat Indonesia asli dan golongan masyarakat Eropa.

Gelombang kedatangan kedua masyarakat etnis China berakhir pada saat semakin besarnya sistem perkebunan di Sumatera Timur. Pengusaha perkebunan

(41)

yang datang dari negara-negara Eropa semakin memperbesar usahanya di Indonesia dalam pembukaan perkebunan.

Akibat yang muncul dari masa pembukaan perkebunan kepada aktivitas etnis China, yaitu sebagai pedagang perantara adalah hilangnya sistem pedagang perantara, maka aktivitas baru yang dilakukan etnis China tersebut adalah sebagai petani.

Pengusaha perkebunan mengusahai langsung perkebunan mereka tanpa melibatkan kelompok etnis China sebagai pedagang perantara, namun perkebunan juga mengakibatkan munculnya periode ketiga kedatangan masyakat etnis China ke Medan. Sistem perkebunan yang dibuka oleh pengusaha Belanda membuuhkan tenaga kerja yang jumlahnya sangat besar.

Besarnya jumlah tenaga kerja yang diterima dalam pembukaan perkebunan mengharuskan pengusaha harus menerima sumber tenaga kerja yang jumlahnya. Sumber yang sangat tepat untuk hal ini adalah tenaga kerja dari China, suku Jawa dan etnis India. 16

Etnis Jawa dan India pada dasarnya adalah etnis yang posisinya sudah berada di dalam negeri, sedangkan etnis China adalah etnis yang didatangkan langsung dari negeri China. Masyarakat yang akan diberangkatkan ke Medan adalah kelompok keluarga dan kelompok muda yang kondisinya adalah siap kerja di perkebunan.

Kelompok kerja yang diberangkat dikumpulkan oleh seorang yang telah melakukan kontrak dengan pengusaha perkebunan sebelumnya di Medan, dan

16

(42)

selanjutnya bertugas sebagai kepala rombongan. Kepala rombongan disebut dengan Tandel. Setelah melakukan kerja sama, maka Tandel diberangkatkan ke China untuk melakukan pncarian tenaga kerja tersebut. Sebagai Tandel pertama yang berangkat ke China adalah Tjong A Fie.17

Tjong A Fie behasil membawa sekelompok masyarakat yang siap dikerjakan di perusahaan, yang masa itu masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Tjong A Fie mempunyai tanggungjawap penuh kepada kelompok masyarakat China tersebut selama masa kontrak di perkebunan milik Belanda.

Kehidupan di perkebunan akan mengawali aktivitas masyarakat etnis China pada gelombang ketiga sekaligus sebagai akhir migrasi masyarakat etnis China ke Indonesia.

3.3 Aktivitas Etnis China Sebelum Tahun 1950

Proses kedatangan etnis China ke Medan pada dasarnya terjadi 3 gelombang. Yaitu gelombang masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, masa ekspansi bangsa Eropa ke Indonesia dan masa perkebunan di Sumatera Timur. Demikian halnya dengan kencenderungan aktivitas yang dilakukan oleh golongan etnis tersebut terbagi menjadi 3 bagian besar.

Akibat yang terjadi dari proses kedatangan China yang bertahap juga berakibat terhadap tingkatan kemajuan perekonomian masing-masing golongan. Hal ini dipengaruhi oleh factor yang mengakibatkan mereka melakukan

(43)

perpindahan ke Indonesia. Kecenderungan yang terlihat pada masyarakat etnis China tersebut yaitu: gelombang pertama yang jauh sebelum Indonesia merdeka. Etnis China yang pada gelombang pertama tersebut beraktivitas sebagai pedagang, tetapi masuknya para pedagang Eropa dengan politik monopoli perdagangan, memaksa etnis China yang sudah menetap di Nusantara menjadi bertani.

Tanaman yang ditanam sama seperti tanaman yang ditanam olem masyarakat yang ada di nusantara, yaitu tanaman yang Umurnya panjang. Tanaman produksi tahunan, sedangkan tanaman yang umurnya pendek seperti sayur belum dijadikan sebagai tanaman produksi.

Aktivitas etnis China yang datang pada gelombang kedua, pada tahun-tahun selanjutnya, yaitu sesudah datangnya gelombang kedua, aktivitas yang mereka lakukan mempunyai kemiripan, yaitu sebagai pedagang. Hal ini terjadi setelah kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur tentang susunan kewarganegaraan di Hindia Belanda.

Undang-undang yang dikeluarakan oleh pemerintah Hindia Belanda tersebut adalah pengaturan kewarganegaraan di Hindia, dimana pengaruhnya terhadap masyarakat etnis China dan kelompok Asia timur lainnya dikelompokkan menjadi satu kelompok yaitu kelompok Asia Timur.

(44)

yang labih baik dari kelompok pribumi, yaitu seperti pedagang perantara pada umumnya, sedangkan kelompok masyarakat paling atas diduduki oleh kelomok masyarakat Eropa lainnya yaitu seperti pemimpin perusahaan, administrasi di Hindia Belandan dan pemilik modal usaha.

Masyarakat etnis China berada pada golongan yang lebih tinggi dari kelompok pribumi. Dimata kelompok Eropa, kedudukan bangsa Pribumi lebih rendah, sebab Pribumi adalah bangsa jajahan, sedangkan kelompok Asia lainnya adalah kelompok kerjasama Belandan, yang memiliki kemampuan bertukang, membuat perahu dan kelompok yang memiliki kemampuan berdagang.

Semakin bannyaknya pengaruh dan jenis aktivitas yang ditimbulkan dari keompok etnis China, menimbulkan aktivitas kota Medan semakin beragam dan ramai. Hal ini berlatarbelakang dari jumlah masyarakat etnis China hingga sampai tahun 1930 adalah gelongan etnis mayoritas di Medan, yaitu posisi ketiga setelah etnis Jawa sebanyak 35%, etnis Melayu dengan jumlah 19,9% dan etnis China adalah sebanyak 11,4%.18

Selain kijakan yang memberikan kebahagian terhadap etnis China, babakan politik yang memberikan kesulitan terhadap kelompok etnis China juga terjadi, yaitu pada periode politik etis yang dilakukan oleh pemerintah Belanda, yang dicanangkan oleh ratu Belanda pada awal tahun 1900-an. Proyek politik yang tujuan utmanya adalah membayar utang budi kepada Pribumi akibat tindakan pengerokan terhadap kekayaan Nusantara yang dilakukan oleh pemerintah Belanda.

18

(45)

Politik Etis akan berlaku dalam bidang pendidikan, pertanian dan emigrasi memberikan kesulitan terhadap aktivitas yang akan dilakukan oleh etnis China. Mereka akan kehilangan banyak kesempatan dan posisi administrative sebelumnya yang kedua, setelah Pribumi akan segera berakhir. Kebijakan-kebijakan politik etis menghubungkan langsung antara pemerintah Belanda dengan masyarakat Pribumi.

Hasil yang terlihat dari politik etis adalah kebrpihakan pemerintah Belanda kepada Pribumi, brupa pendirian sekolah-sekolah khusu untuk anak pribumi, sedangkan untuk kelompok bangsa non Pribumi tidak diperbolehkan, demikian halnya dengan perbaikan pertanian berupa pemberian modal bertani hanya diberikan kepada masyarakat Pribumi. Dalam bidang emigrasi dan kewarganegaraan juga membarikan keuntungan kepada masyarakat Pribumi, dimana susunan kewarganegaraan yang disusun sebelumnya oleh pemerintan Belanda di Hindia Belanda sudah dihapus, yang mana, peraturan tersebut menempatkan posisi Pribumi berada pada posisi paling bawah setelah bangsa China dan Asia Timur lainnya.19

Aktivitas pokok yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemerinh Hindia Belanda di Nusantara telah terhapus dengan munculnya politik etis Belanda. Masyarakat Indonesia bebas untuk menjadi pedagang, tukang dan aktivitas yang lainnya, sebab peraturan baru yang dikumandangkan oleh Ratu Belanda adalah salah satu peraturan yang mutlak.

19

(46)

Paskah politik etis, kedudukan etnsi China dengan etnis yang Pribumi terlihat ada perbedaan. Etnis China harus melakukan aktivitas bertani, bertukang dan sebagai buruh kebun. Penderitaan lain yang harus dipenuhi oleh etnis China adalah tentang kepemilikan tanah, dimana masyarakat etnis China tidak bisa memiliki tanah, tetapi kelompok masyarakat tersebut hanya bisa mengusahainya, atau sebagai buruh dalam perkebunan.

Sejak masa politik etis diberlakukan, banyak masyarakat etnis China dari Medan kembali kenegerinya akibat susahnya mendapatkan aktivitas. Etnis China yang ada di Medan, pada akhirnya melakukan perundingan yang membahas tentang keadaan masyarakat tersebut paskah politik etis. Hasil dari pertemuan yang dilakukan elah masyarakat etnis China tersebut adalah proses peralihan atau pemokusan perpindahan masyarakat etnis China.

Kelompok etnis China memilih Singapura sebagai pusat perpindahan etnis China dari Indonesia, bahkan dari wilayah Asia Tenggara lainnya yang keadaannya sama seperti di Indonesia. Alasan pemilihan Singapura sebagai pusat perpindahan masyarakat China dari negara-negara Asia Tenggara berlatarbelakang dari posisi wilayah tersebut yang penghuninya dominan berasal dari migrasi etnis China.20

Dibukanya sistem perkebunan oleh pemarintah Belanda dan pengusaha-pengusaha Eropa lainnya membuka kesempatam kembali masuknya Belanda ke Indonesia, khususnya ke Sumatera Timur. Pembukaan perkebunan besar oleh

(47)

Belanda tentu membutuhkan Koeli Kontrak yang jumlahnya sangat besar. Untuk mendapat karyawan tersebut maka buruh China didatangkan kembali.

Bersamaan halnya dengan buruh dari etnis lain seperti etnis Jawa, Tamil dan Bersamaan halnya dengan buruh dari etnis lain seperti etnis Jawa, Tamil dan etnis-etnis lainnya. Etnis China yang didatangkan sebagai Keoli Kontrak pada dasrnya jumlahnya sangat terbatas.

Produksi Perkebunan yang menanam tembaga sebagai tanaman produksi membutuhkan karyawan yang jumlahnya terbatas. Sedangkan tenaga kontrak dari kelompok China yang diterima dalam perkebunan ini adalah etnis China yang didatangkan ari negeri China.

Hal ini menyebakan perbedaan-perbedaan aktivitas yang akan dilakukan oleh etnis China. Pemerintah Belanda dan pengusaha melakukan kerjasama dengan pemerintah China yang berkaitan dengan pengiriman tenaga kerja ke Hindia Belanda. Masyarakat etnis China pada gelombang ketiga datang ke Hindia Belanda statusnya adalah sebagai kontrak, bukan menetap di Indonesia, tetapi karena factor politik sistem kontrak yang berakhir dengan kedatangan Jepang ke Indonesia, yaitu tahun 1942. sistem perkebunan milik Belanda, direbut oleh tentara Jepang, dan sistem kontrak dihilangkan.

(48)

Sistem perkebunan tembakau milik pengusaha segera kembali ketangan pribumi, hal ini dilakukan oleh tentara Jepang adalah mengambil kepercayaan dari kelompok pribumi. Sedangkan kelompok etnis China yang dulunya terlibat kontrak kerja, tetap berada di Indonesia, mereka menggarap tanah-tanah bekar perkebunan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.

Status tanah yang sedang dalam keadaan tak menentu, memberikan kesempatan kepada buruh-buruh etnis Jawa, etnis China, etnis Tamil dan etnis-etnis lainnnya yang dulunya sebagai buruh pada akhirnya memiliki tanah, yang baru saja dilepaskan oleh pemerintah Belanda.

Banyak etnsi China akhirnya hidup sebagai petani diatas tanah bekas perkebunan. Kelompok etnis China melakukan penanaman tanaman yang umurnya relative singkat, seperti sayur-mayur, padi dan tanaman muda lainnya. Sistem baru ini akhirnya memberikan identitas terhadap sebagian kelompok etnis memperoleh gelar “China kebon sayur”.21

Aktivitas etnis China sebagai petani kebun sayur-mayur, sering diidentikkan dengan status ekonomi yaitu tergolong lemah. Aktivitas sebagai tukang kebun pada dasarnya adalah sebuah keterpaksaan, sebab kondisi Hindia Belanda (Nusantara) saat itu sangat kacau. Proses untuk memperoleh kebutuhan tergolong hal yang sulit, sehingga aktivitas apapun dulakukan masyarakat Medan, termasuk dari kelompok etnis China sebagai upaya bertahan hidup. Jadi China kebun sayur bukanlah status perekonomian yang dikenal sekarang ini.

(49)

Demikianlah aktivitas masyarakat etnis China hingga masa kemerdekaan, tergolong bervariasi, yaitu sebagai petani, tukang kebun, pedagang dan pekerja bangunan, sedangkan aktivitas yang paling dominan, kelompok etnis China bekarja sebagai pedagang. Hal ini yang membuat etnis China lebih terampil dalam bidang perdagangan dibandingkan dengan masyarakat etnis-etnis lainnya yang datangnya berasal dari dalam negeri.

Bila dilihat dari sub etnis China yang ada di Medan, aktivitas masing-masing sub etnis adalah, suku Hokien dominan bergerak dalam bidang perdagangan, suku Kanton terkenal sebagai tukang, suku Hakka beraktivitas sebagai pedagang kecil, suku Halam yang jumlahnya tergolong banyak terkenal sebagai koki, dan suku yang Teochiu beraktivitas sebagai nelayan. Beberapa suku dalam etnis China yang ada di Medan tidak samasekali tidak memiliki kemiripan aktivitas, sehingga tempat tinggal yang dari masing-masing suku juga berbeda, seperti Hokien yang jumlahnya Dominan tinggal sekitar pusat pasar, sedangkan Kanton tinggal pada pinggiran kota, suku hakka juga tinggal sekitar pasar-pasar tradisional, suku Halam tinggal sambil membuka usahanya dipinggiran jalan dan Teochiu yang beraktivitas sebagai nelayan banyak tinggal di daerah laut seperti daerah Belawan.22

Sampai menjelang tahun 1950 aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat etnis China tersebut semakin mengerucut atau semakin kecil, yang dipengaruhi oleh perkembangan etnis-etnis lain yang semakin lama jumlahnya semakin besar di kota Medan, seperti etnis Batak Toba, etnis Karo, etnis Melayu, etnis Jawa,

22

(50)

etnis Aceh dan etnis-etnis lain yang melakukan aktivitas-aktivitas yang dulunya hanya dilakukan oleh kelompok etnis China yang ada di Medan.

3.4 Aspek Kehidupan Masyarakat Etnis China Di Medan

Jumlah masyarakat etnis China yang semakin lama semakin bertambah menjadikan cirikhas budaya mereka semakin kental di Medan. Masyarakat etnis China adalah etnis yang mempunyai aspek kehiduan tersendiri baik dalam bidang sosial, ekonomi, agama dan aspek kebudayaan lainnya.

Etnis China lebih mudah dipahami dari aspek-aspek yang disebutkan diatas sebab berbeda dengan aspek budaya, sosial, ekonomi, dan agama yang dimiliki oleh etnis-etnis migransi lokal. Seperti Batak Toba, Karo, Jawa, Melayu dan etnis-etnis lokal lainnya. Aspek kehidupan masyarakat etnis China tersebut adalah:

3.4.1 Aspek Ekonomi

Tidak semua aktivitas yang bisa dilakukan oleh kelompok etnis China di Medan, sehingga mereka memilih aktivitas yang sangat menarik dan sesuai dengan keadaan dan kondisi lokal. Maka salah satu pilihan yang efektif untuk situasi lokal adalah sebagai pedagang.

(51)

Konfusius yang mengharuskan orang tua dihargai dengan sangat, walaupun kedua orang tua tersebut telah meninggal.23

Sifat menghargai waktu dengan aktivitas yang ekonomis adalah salah satu ciri yang terlihat pada masyarakat China di Medan. sebagian besar pertokoan dan pusat penjualan barang-barang seperti barang elektronik, peralatan mesin, toko makanan, pusat penjualan kendaraan, penjualan perkakas rumah tangga dan barang-barang lainnya, pada umumnya masih oleh masyarakat etnis China yang ada di Medan.

Padangan masyarakat Indonesia kepada etnis China adalah masyarakat yang aktivitasnya berdagang, hal ini dilatarbelakangi sejarah kedatangan etnis China ke Indonesia bertujuan untuk berdagang. Ciri sebagai pedagang tetap dikembangkan walaupun masyarakat etnis China menetap di Indonesia, khususnya di Medan.

Hingga akir tahun 1980-an, masyarakat etnis China masih terkenal sebagai pedagang. Delapan puluh persen (80%) dari pertokoan dan pusat penjulan produk yang ada di Medan dimiliki oleh masyarakat etnis China. Perkembangan kota yang berlatar dari perkembangan ekonomi tidak terlepas dari peranan yang diberikan oleh masyarakat etnis China.

Perkembangan perekonomian Medan memberikan kesempatan kepada etnis China yang ada di Medan untuk berkembang menjadi pengusaha. Sifat pengusaha etnis yang melakukan pekerjaannya dengan rutin dan bijaksana

23

(52)

menjadikan etnis tersebut meperoleh peringkat pertama dalam bidang perekonomian di Medan.

Walaupun masyarakat etnis China mayoritas beraktivitas sebagai pedagang, tetapi tidak terlihat adanya persaingan tidak sehat antara sesama pedagang di Medan. demikian juga sebaliknya kerjasama antara sesama masyarakat etnis China samasekali tidak memiliki hubungan, masing-masing pertokoan ataupun pedagang menjalankan perekonomian masing-masing sesuai dengan pola pemikiran masing-masning. Hal ini terbukti dari kerbarhasilan yang dicapai oleh masyarakat etnis China yang ada di Medan, merukan keberhasilan masing-masing.

3.4.2 Aspek Keagamaan

Saat pertama kali datang ke Indonesia, agama yang dianut oleh masyarakat etnis China adalah agama Budha. Keagamaan sangat besar pengaruhnya terhadap segi kehidupan masyarakat etnis China di Medan. unsur lain yang sifatnya religius pada masyarakat China Indonesia adalah Taoisme dan Konfusianisme.

Ketiga ajaran keagamaan tersebut tetap dipertahankan masyarakat China hingga saat ini. Hal ini dipengaruhi oleh factor masa lampau, dimana sistem kepercayaan telah banyak fungsinya menata kehidupan sosial dan budaya pada masyarakat China.24

Kelompok orang tua etnis China mengarahkan dan menekankan ajaran agama tersebut (Budha Tri Dharma) kepada anak-anak, yang menjadikan ajaran

(53)

tersebut melekat pada masyarakat etnis China sampai saat ini. Namun demikian ajaran yang paling besar pengaruhnya kepada masyarakat China adalah ajaran Konfusius. Ajaran konfusius mempengaruhi kehidupan masyarakat etnis China dalam segala bidang. Ciri ajaran konfusius akhirnya sering di identikkan dengan sifat-sifat orang China.

Proses kedatangan etnis China yang sudah terjadi sejak masa lampau, mengharuskan kelompok etnis tersebut melakukan akulturasi, yang bertujuan menghilanglang sifat asing dengan penduduk lokal. Salah satu perubahan yang terjadi adalah tentang kepercayaan itu sendiri, dimana awal orde baru, banyak penduduk etnis China melakukan perubahan agama, dari agama Budha menjadi pemeluk agama Kristen dan sebagain lagi memeluk agama Islam25

Awal tahun 1900-an, kelompok China keturunan, telah banyak yang menganut agama Kristen, terutama etnis China yang sudah lama tinggal di Medan. Proses ini berkembang sampai saat ini, yang menjadikan pengikut Kristen dari golongan etnis China semakin besar. Hingga akhir tahun 1983, etnis China yang menganut agama Kristen aliran Methodist telah memiliki distrik tersendiri yaitu distri Tionghoa, terpisah dari aliran Methodist distrik Batak Toba.26

Demikain juga masyarakat etnis China sudah ada menganut agama Islam, terutama setelah masa orde baru, dibawah pimpinan presiden Soeharto, meskipun jumlahnya tidak seperti pengikut Kristen.

25

Hasil Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 7 Juli 2008.

26

(54)

3.4.3 Aspek Sosial Dan Budaya

Organisasi sosial, yang bertujuan menyatukan masyarakat etnis China di Indonesia belum terbentuk. Hal ini dipengaruhi larangan yang dibuat oleh pemerintah sejak tahun 1967. Proses pembentukan organisasi dalam etnis China harus diketahui dan dicampuri oleh pemerintah. Sistem ini berlaku setelah dikeluarkannya peraturan pemeintah no 10 tahun 1967.27

Akibat yang muncul dari larangan pemerintah tersebut adalah semakin pecahnya oragnisasi etnis China di Medan, maka kekompakan hanya terjadi dalam satu keluarga. Kelompok etnis China dengan keluarganya mempunyai hubungan yang erat, walapun posisi keluarga tersebut terpisah, tetapi keluarga tersebut saling mendukung.28

Pada awal kemerdekaan, masyarakat etnis China yang ada di Medan terlihat akrab. Beberapa organisasi perdagangan yang dibentuk upaya menjalin kerja sama yang baik dalam satu produk penjualan, seperti organisasi masyarakat China sesama toko emas di Medan, yang ditujukan menghindari persaingan tidak sehat diantara sesame masyarakat China.

Organisasi lain yang sifatnya adalah pedagang dengan produk yang sama adalah, perkumpulan penjual sepatu, pedagang mesin-mesin, perkumpulan tukang jahit, persatuan etnis China yang bekerja sebagai penarik becak dayung. kumpulan pemborong etnis China dan Organisasi perdagangan yang lainnya.29

27

Hasil Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008

28

(55)

Kelompok etnis China yang ada di Medan sering mendapat tekanan dan bahkan kelomok China kurang mendapat sambutan dari masyarakat Pribumi, terlebih sesudah Indonesia merdeka, maka untuk menguatkan posisi masyarakat etnis China membentuk organisasi sosial yang bentuknya adalah organisasi dari sub etnis China, diantaranya adalah: perkumpulan kelompok Hokian, perkumpulan sub etnis Kuan Tung, perkumpulan sub etnis Pat Soet Hwee Kwan, Tan Oei yaitu perkumpulan sub etnis bermarga Tan.30

Organisasi tersebut dibubarkan sejaman dengan pembubaran organisasi China lainnya di Indonesia oleh pemerinthan Orde Baru. Masalah politik yang melanda Indonesia pada masa itu memberikan hasutan kepada masyarakat etnis China adalah bagian dari organisasi komunis di Indonesia, sehigga oragnisasi Tan Oei ikut dibubarkan.

Dalam bidang budaya, masyarakat etnis China yang ada di Medan sering melakukan pertunjukan Barongsai. Pertunjukan ini dilakukan di Medan setiap kali hari besar agama Budha. Pertunjukan yang menarik tersebut dihentikan ketika masa Orde Baru, bersamaan hal dengan larangan pembentukan organisasi China di Medan.

Sejak larangan tersebut masyarakat etnis China hanya melakukan perkumpulan dan melaksanakan ritual kebudayaan pada Klenteng-Klenteng Budha yang ada di Medan. Klenteng bukan saja tempat perkumpulan agama Budha, tetapi sejak tahun 1967, klenteng sering dijadikan perkumpulan masyarakat etnis China. Salah satu klenteng yang sudah berdiri sejak awal

30

(56)

kemerdekaan dan masih difungsikan sampai saaat saat ini adalah klenteng yang terdapat di jalan Surabaya.31

Masyarakat etnis China adalah masyarakat yang tidak gampang melupakan budayanya. Hal ini terlihat dari sifat dan ciri masyarakat tersebut yang mudah ditandai dengan penggunaan bahasa China dalam percakapan setipa harinya dengan sasama masyarakat etnis China. Di sisi lain, cara mengenal masyarakat tersebut dari ciri rumah, terlihat dari tulisan China diatas pintu dan tempat pembakaran Dupa didepan rumah.32

31

(57)

BAB IV

ETNIS CHINA DI MEDAN TAHUN 1950-1970

Pembauran masyarakat etnis China dengan masyarakat Medan lainnya adalah hal masih bermasalah. Sulitnya proses pembauran ini dilatarbelakangi faktor sejarah masa lampau, yaitu sejak masa penjajahan Belanda di Medan. masyarakat etnis China membentuk sebuah organisasi yang bertugas memberikan perlindungan kepada etnisnya sendiri pada masa penjajahan Belanda.

Organisasi tersebut dinamakan dengan Pok-Antui. Latar belakang pembentukan organisasi ini adalah banyak kecurigaan dari penduduk Pribumi kepada etnis China yang sering ditunjukkan dengan kekerasan, maka untuk menguatkan perkumpulan etnis China, Pok-Antuipun dibentuk yang wilayahnya adalah Medan. Organisasi ini lebih berpihak kepada Belanda dari peda Pribumi, maka penduduk Pribumipun merasa bermusuhan dengan kelompok etnis China.33

Sifat benci dari golongan Pribumi kepada etnis China tetap ada setelah Indonesia merdeka, masyarakat China dinilai sebagai bagian dari pemerintah Belanda. Hal inilah yang mengakibatkan masyarakat etnis China di Medan terlihat tertutup kepada masyarakat Indonesia lainnya, namun permasalahan ini tidak memghalangi perkembangan etnis China di Medan, sebab etnis China tetap fokus terhadap aktivitasnya.34

Walaupun terlihat sebuk dengan aktivitas pemenuhan kebutuhan, tetapi hadirnya etnis China dengan aktivitasnya telah memberikan peran kepada perkembangan kota Medan. Perkembangan yang paling besar yang diberikan oleh

33

Wawancara Dengan Abdul Majid, Tanggal 14 Juli 2008

34

(58)

kelompok etnis China di Medan terlihat pada perkembangan sektor perdagangan dan perekonomian di Medan. Akhirnya kota menjadi pusat perekonomian di Sumatera Utara.

4.1 Akulturasi Etnis China Di Medan

Kota Medan adalah salah satu kota yang dihuni dengan berbagai etnis, dan bahkan sub etnis. Penduduk yang mendiami kota Medan adalah penduduk yang heterogen. Penduduk tersebut sangat beragam asal kedatangannya, baik dari dalam maupun luar negari. Etis Batak Toba, etnis Karo, etnis Simalungun, etnis Jawa dan etnis Aceh adalah masyarakat yang datang dari dalam negeri, sedangkan contoh etnis yang datang dari luar negeri adalah etnis China dan juga etnis Tamil dari India.

Sifat kota Medan yang sangat heterogen membuat masyarakat yang tinggal di dalamnya tidak mudah dalam berinteraksi. Interaksi antar suku beru terjadi setelah lama melakukan hubungan ataupun interaksi baru terjadi karena kepentingan yang saling timbalik dari satu orang dengan yang lainnya. Demikian halnya yang dialami oleh masyarakat China di Medan, kelompok etnis ini baru bisa berinteraksi dengan etnis yang ada di Medan setelah adanya ketergantungan dengan masyarakat lain yang etnisitasnya berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan dan

Proses ~daptasj yang dilakukan etnis Jawa asal Solo di kota Medan dapat dibtakan. cukup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah kedatangan etnis Tionghoa ke desa Sunggal Medan, interaksi sosial masyarakat pribumi dengan etnis Tionghoa masa Orde Baru,

Terbukanya akses etnis Tionghoa ke dalam dunia politik tentu memberikan dampak yang besar bagi politik Indonesia khususnya Kota Medan.. Dalam penelitian digunakan teori

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik identitas masyarakat.. etnis Tionghoa di kota Medan dan bagaimana pembentukan identitas

Sebagian besar etnis Tionghoa yang berada di kota Medan berprofesi sebagai pedagang. Sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, maka untuk mereka terbuka

dari etnis Batak Toba dan SD Sutumo 2 Medan adalah sekolah yang mayoritas anak. didiknya

Skripsi ini berisikan tentang tingkahlaku politik etnis Tionghoa pada pemilikada 2010 yang lalu di kelurahan Pusat Pasar, kecamatan Medan Kota, beserta gambaran partisipasi mereka