Nevayanti : Peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Dalam Penanganan Piutang Negara Macet Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Penelitian Di Kantor Pelayanan Kekayaannegara Dan Lelang Medan), 2009.
DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN
NEGARA DAN LELANG MEDAN)
T E S I S
Oleh
NEVAYANTI
077011052/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nevayanti : Peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Dalam Penanganan Piutang Negara Macet Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Penelitian Di Kantor Pelayanan Kekayaannegara Dan Lelang Medan), 2009.
PERANAN KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN
LELANG (KPKNL) DALAM PENANGANAN PIUTANG NEGARA
MACET SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006 (PENELITIAN
DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN
NEGARA DAN LELANG MEDAN)
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NEVAYANTI
077011052/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nevayanti : Peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Dalam Penanganan Piutang Negara Macet Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Penelitian Di Kantor Pelayanan Kekayaannegara Dan Lelang Medan), 2009.
Judul Tesis : PERANAN KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN
NEGARA DAN LELANG (KPKNL) DALAM PENANGANAN PIUTANG NEGARA MACET SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006 (PENELITIAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG MEDAN)
Nama Mahasiswa : Nevayanti Nomor Pokok : 077011052 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Muhammad Abduh, SH)
(Prof.Dr.Budiman Ginting, SH,MHum) (
Anggota Anggota
Dr.Pendastaren Tarigan, SH,MS)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)
1
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
ABSTRAK
Berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara merupakan dasar bagi Pengurusan Piutang Negara yang berasal dari kredit macet Bank Pemerintah. Lembaga PUPN ini diadakan untuk melakukan penarikan kembali dana-dana pemerintah yang macet dalam pengembaliannya secara efektif dan efisien dan waktu yang singkat tanpa melalui proses pengadilan. Meningkatnya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan pemerintah merasa perlu diadakan revisi dalam tata cara penghapusan piutang negara/ daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2006, yang merupakan konsistensi dari Undang-Undang No.49 Prp Tahun 1960 sehingga dapat meringankan pengusaha kecil dan menengah dalam hal pengembalian utangnya pada negara.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan serta menganalisa data yang diperoleh secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai peran Kantor Pelayanan Keuangan Negara dan Lelang (KPKNL) dalam penanganan kredit macet sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2006. Untuk itu jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris yaitu didasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan lalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan alat penelitian yang digunakan adalah studi dokumen, dan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian, KPKNL sebagai instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2006 perannya dalam penanganan kredit macet Bank BUMN sudah semakin berkurang. Pengurusan piutang diserahkan pada masing-masing BUMN yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat yang diatur Undang-Undang tentang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Namun dalam penerapannya dirasakan sangat sulit menyatukan persepsi terhadap PP ini karena masih ada peraturan yang lebih tinggi menganjal penerapan PP tersebut sehingga menimbulkan kerancuan, yang dalam ini adalah terjadinya ketidakpastian hukum. Namun dengan sosialisasi yang merata dari pihak terkait (Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan aparat penegak hukum) dan adanya niat baik dari para bankir dalam mengimplementasikan Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2006 ini serta adanya aturan normatif yang mampu menjamin kepastian hukum, diharapkan pengembalian asset negara lebih terjamin dan peran KPKNL lebih terfokus pada pengelolaan aset pemerintah yang ada di lingkungan Departemen Keuangan.
ABSTRACT
The enactment of Law No.49 Prp of 1960 regarding Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), the Committee of National Receivable Terms is constitute base for handling the national receivable originally emerged on a bad credit owned by government banks. This PUPN institute is established primary to got refund any government fund as congestion, for repayment due to is not effective and efficient, to tackle it in a short time without got any court process. Rising the amount of stagnant credit resulting in the authority is urged to produce a revision in finding a properly way to write off the state receivable as it is cast in a government regulations No.33 of 2006, as it is a consistency to the Law No.49 Prp Regulations of 1960 for it may relieve especially those small and middle scale enterprises in repaying their debts to state.
This study is completed descriptively aimed to describe and analyze the data which is obtained systematically, factual, and accurately regarding the role of Kantor Pelayanan Keuangan Negara and Lelang (KPKNL)- the State Auction Office in handling the bad credit before and after taking effective the Government Regulations No.33 of 2006. The research to this study adopting an empirical juridical method based on a fact occurred in field, then to relate it to the regulations rule as effective, whereas the research tool adopted is document study, and the interview guidance. The analysis to the data made qualitatively by using an inductive method.
The result of study showed that KPKNL as a vertical authority for the Direktorat Jenderal Kekayaan Negara function under and responsible directly to the Head Office of Regional since thence issuing the Government Regulations No.33 of 2006 its role in handling a bad credit on State Banks got run to minimal. Later, the receivable matter is surrendered to each State Banks as managed based on a healthy principles corporation in managed as ruled according to the Regulations on BUMN and the Law on Limited Corporations. Accordingly, in applied it seemly difficulty to unite perception on this Regulations since found a high rank regulations to barrier it and it cause a confusion, in this case existing uncertainly in law enforcement. It is fortunately, by socialization uniformly valid conducted by the Finance Department, Bank Indonesia and the authority and under a good will by those bankers in implementing the government regulations of No.33 of 2006 even existed a normative rules capable to assure the law enforcement, it is hopefully the restitution the state assets shall be more securely and the role of KPKNL shall be more focused on managing the government assets available on the scope of Finances Department.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang
berjudul “PERANAN KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN
LELANG (KPKNL) DALAM PENANGANAN PIUTANG NEGARA MACET
SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 33 TAHUN 2006 (PENELITIAN DI KANTOR PELAYANAN
KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG MEDAN)”.
Pada penulisan tesis ini, penulis telah memperoleh banyak bantuan, dukungan,
dorongan secara moril, masukan dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itulah dalam kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat komisi
pembimbing Prof. Muhammad Abduh, SH, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting,
SH, MHum dan Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS atas kesediaannya
dalam membantu dan memberikan bimbingan serta arahan untuk kesempurnaan
penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad
Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn yang telah
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B., MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi
Azwar, SH, CN, MHum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Kenotariatan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Kepada yang tercinta Papa Prof. dr. H. Nazar Moesbar, SpB, SpOT.K dan Mama
Hj. Marlinawati yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang dan doa kepada
penulis untuk selalu berbuat yang terbaik.
5. Kepada Almarhum Papa Mertua Ir. H. Aboebakar Ayub dan Mama Mertua
Hj. Siti Hamidah yang telah mendorong penulis dalam melanjutkan pendidikan.
6. Kepada keluarga kecil penulis, suamiku Ir. Bob Erwin, anak-anakku M. Faishal
Erwin, Fathia Qanita Erwin & M. Fadhil Fachriza yang telah rela kehilangan
sebagian waktu bersama ketika penulis menjalani pendidikan hingga selesai.
7. Kepada Kakak dan adik-adik penulis : Nivia Nazar, SE, Rico Darmawan SE,
MBA, dr.Poppy Sartika Sp.THT, Syiril Erwin ST.MT. Achmad Arryanto
SE.MT.Arch, Yusriani S.Kom, dr.Heru Rahmadhani SpB. Dr.Gendis Desy
Maulidia yang selalu memberi semangat kepada penulis untuk melanjutkan
8. Teman-teman mahasiswa Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007, khususnya Kelas A yang selalu
memotivasi dan memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini. Penulis menyadari tesis ini masih
jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Nevayanti
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 15 April 1972
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Komp.Taman Setia Budi Indah Blok B 52-D
Medan
II. Keluarga
Nama suami : Ir.Bob Erwin
Nama ayah : Prof. dr. H. Nazar Moesbar, SpB, SpOT.K
Nama ibu : Hj. Marlinawaty
Nama anak : 1. M. Faishal Erwin
2.Fathia Qanita
3.M. Fadhil Fachriza
III.Pendidikan
1. SDN Sei Petani Medan, Tahun 1984
2. SMPN 37 Jakarta, Tahun 1987
3. SMAN 66 Jakarta, Tahun 1990
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 1995
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Tahun 2009
Medan, Agustus 2009 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12
1. Kerangka Teori ... 12
2. Konsepsi ... 21
G. Metode Penelitian ... 27
1. Sifat Penelitian ... 28
3. Lokasi Penelitian ... 28
4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
5. Alat Pengumpulan Data ... 30
6. Analisis Data ... 30
BAB II : PERANAN KANTOR PELAYANAN KEUANGAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006 ... 32
A. Gambaran Umum KPKNL Medan ... 32
1. Tugas, Fungsi dan Wewenang KPKNL Medan ... 32
2. Struktur Organisasi KPKNL Medan ... 35
3. Susunan Organisasi KPKNL ... 36
B. Peranan Kantor Pelayanan Keuangan Negara dan Lelang (KPKNL) Dalam Penanganan Piutang Negara Macet Sebelum dan Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ... 38
1. Peran KPKNL Sebelum Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ... 38
2. Prosedur dan Pelaksanaan Penanganan Kredit Macet yang Berasal Dari Bank BUMN oleh KP2LN Medan ... 41
3. Prosedur Pelaksanaan Sistem Lelang Negara ... 68
4. Peran KPKNL Sesudah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ... 76
BAB III : PROSES PENANGANAN PIUTANG MACET DARI PERBANKAN NASIONAL SEJAK BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006 .. 80
A. Pengertian Piutang Negara ... 80
C. Dasar Hukum Pengurusan Piutang Negara Macet ... 86
D. Pelaksanaan Sistim Pengurusan Piutang Negara Macet Setelah Berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ... 94
BAB IV : PENGARUH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006 TERHADAP PENERIMAAN NEGARA DARI LELANG PERBANKAN NASIONAL ... 109
A. Efektifitas Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Dalam Meningkatkan Penerimaan Negara Dari Lelang Perbankan ... 109
B. Perbedaan Persepsi Dalam Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2006 ... 110
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Barang Jaminan Yang Telah Selesai Pengurusannya Secara
Lelang Pada KP2LN Medan Tahun 2004 s/d 2006 ... 71
2 Beberapa Kasus Yang Jaminan Hutang Kebendaannya Telah Diselesaikan Melalui Lelang Pada KP2LN Medan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 ... 120
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber
pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan
menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas di bidang
usahanya. Meningkatnya pembangunan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
dana pembangunan. Dana pembangunan yang tersedia antara lain disalurkan melalui
lembaga perbankan. Dana milik negara yang juga merupakan milik masyarakat yang
perlu dilindungi agar dapat secara berkelanjutan menunjang pembangunan. Dana
yang dipinjam dengan suatu kewajiban harus dikembalikan, jika tidak dapat
dikembalikan maka akan menimbulkan gangguan dalam pembangunan karena dana
yang seharusnya dapat terus bergulir harus terhenti.
Kegiatan utama perbankan pada umumnya adalah bagaimana menarik dana
masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kredit guna menjadi pinjaman
yang produktif, sehingga bank dapat menikmati hasil yang diperoleh (return) berupa
bunga pinjaman untuk membiayai operasionalnya yang tumbuh dan berkembang.
Namun penyaluran kredit pada masyarakat tidak selamanya berjalan lancar seringkali
mengandung resiko dalam pengembaliannya. Oleh karena itu pihak perbankan dalam
1. Pemberian kredit harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
2. Bank harus mempunyai keyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan debitur melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
3. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank atau masyarakat yang mempercayakan dana nya pada masyarakat.
4. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat
Pengucuran kredit oleh bank mengandung resiko dalam hal pengembaliannya,
sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan
yang sehat, yaitu :
1. Bank tidak diperbolehkan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis.
2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula dipertimbangkan kurang sehat.
3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.
4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (Legal
Lending Limit).1
Perbankan dalam mengantisipasi agar tidak terjadi masalah dalam
pengembalian kredit menempuh langkah-langkah, yaitu pengamanan preventif dan
pengamanan represif. Pengamanan preventif adalah pengamanan yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit, keyakinan ini diperoleh setelah
melakukan penilaian mengenai watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha debitur, sedangkan pengamanan represif adalah pengamanan yang dilakukan
untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami ketidaklancaran atau
kemacetan (dubius).
1
Bank dalam penyaluran kredit kepada debitur memerlukan suatu jaminan
untuk sewaktu-waktu apabila debitur cidera janji/wanprestasi dapat dijual. Kewajiban
memberikan jaminan dari debitur kepada bank (kreditur) dilakukan dengan perjanjian
penjaminan. Perjanjian jaminan ini merupakan perjanjian yang bersifat accesoir dari
perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit.
Benda yang lazim digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit adalah
tanah dan bangunan. Tanah dan bangunan dalam batas-batas tertentu dianggap
sebagai barang jaminan yang relatif aman, karena disamping tidak mudah hilang dan
rusak, harga tanah dapat terus meningkat, terlebih jika lokasi tanah yang dijadikan
agunan berada di daerah perkotaan, yang strategis. Semakin banyak kebutuhan dan
permintaan akan tanah, semakin tinggi harga tanah.2
“Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan
hak guna bangunan tersebut adalah Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan
undang-undang”.
Luas tanah tidak akan bertambah
sedangkan kebutuhan akan tanah meningkat terus, seirama dengan pertumbuhan dan
perkembangan dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Agraria telah mengatur tentang Jaminan Hak Tanggungan Atas Tanah.
Berdasarkan Pasal 51 UUPA diatur bahwa :
2
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang mulai berlaku efektif tanggal 9 April 1996 dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42 serta Penjelasannya dalam
Lembaran Negara Nomor 3632, Hak Tanggungan menggunakan ketentuan hyphoteek
yang disebut dengan hipotik dan Hak Tanggungan yang menggunakan ketentuan
Credietverband yang disebut dengan Creditverband.3
1. Droit de preferent, yaitu memberikan kedudukan yang diutamakan, atau
mendahulukan kepada pemegangnya.
Dengan berlakunya UUHT, Hipotik dan Credietverband hanya disebut
dengan Hak Tanggungan yang diatur dengan undang-undang tersendiri tidak lagi
menggunakan ketentuan yang terdapat dalam Buku II KUHPerdata dan ketentuan
tentang Credietverband yang diatur dalam Staatblad 1908 – 542 sebagaimana telah
diubah dengan Staatblad 1937 – 190.
Hak tanggungan yang dibebankan kepada benda yang menjadi agunan
memberikan jaminan kepada pihak kreditur/bank yang telah memberikan pinjaman.
Hal ini jika debitur tidak dapat melunasi hutangnya maka benda yang telah dibebani
hak tanggungan akan dapat dijual oleh kreditur. Kreditur pemegang hak tanggungan
mempunyai hak istimewa berupa :
2. Droit de suite, yaitu selalu mengikuti obyek hak tanggungan yang
dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada.
3. Benda yang dibebani hak tanggungan berada di luar boedel kepailitan. 4. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.
5. Kemudahan dan kepastian dalam eksekusi 6. Kepastian tanggal kelahiran hak tanggungan.4
3
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta, Djambatan, 2003), hlm. 148.
4
Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur
sebagai pemegang hak tanggungan adalah perlindungan yang maksimal, tetapi
dalam pelaksanaannya pengaturan kredit tidak terlepas dari masalah karena
pihak debitur tidak dapat melunasi hutangnya dengan berbagai alasan yang
mendasarinya.
Dalam hal pengaturan kredit yang diberikan oleh bank pemerintah kepada
debitur, jika dihadapkan pada permasalahan debitur tidak dapat melunasi kreditnya
berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati, dan bank telah menempuh
upaya-upaya agar debitur dapat melunasi pembayaran kreditnya, maka kredit bermasalah
(macet) tersebut sebagai piutang negara yang tidak tertagih. Untuk pengurusan
piutang negara karena kredit macet yang berasal dari bank pemerintah sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Negara/Daerah, diserahkan pihak bank pada Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN). Lembaga ini (PUPN) khusus diadakan untuk mengurus kepentingan
keuangan negara, hutang kepada negara atau badan-badan baik yang langsung
maupun yang tidak langsung dikuasai oleh negara.5
5
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung, Alumni, 1980), hlm. 151.
Dasar hukum berlakunya
lembaga Panitia Urusan Piutang Negara adalah Undang-undang Nomor 49/Prp Tahun
1960 yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 156
Adapun alasan dibentuknya lembaga Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
adalah :
1. Sengketa itu menyangkut piutang negara.
2. Lembaga pengadilan masih belum mampu menyelesaikan sengketa
dengan cepat.
3. Untuk mencegah supaya keuangan negara tidak dirugikan.6
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang berada di pusat ibukota negara
merupakan suatu panitia, untuk mengefektifkan pelaksanaan penyelenggaraan
wewenang dan tugas, maka dibentuk suatu lembaga yang bernama BUPN (Badan
Urusan Piutang Negara) yang berganti nama menjadi BUPLN (Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara) yang saat ini telah berganti menjadi DJPLN (Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara). Badan ini berada langsung di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Keuangan untuk operasional di daerah-daerah kota dan daerah
Kabupaten dibentuk Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (untuk
selanjutnya disebut KP2LN) yang sekarang berganti nama menjadi Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (untuk selanjutnya disebut KPKNL).
Penyerahan piutang macet bank pemerintah kepada Panitia Urusan Piutang
negara (PUPN) sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2006,
tugas dan kewenangannya dijalankan oleh KP2LN kota atau kabupaten. Hal ini
didasarkan atas :
1. Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara.
6
2. Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 1976 tanggal 20 Maret 1976 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara.
3. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 1991 tanggal 4 Juni 1991 tentang Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara
KP2LN mempunyai kewenangan karena undang-undang dan diberikan
kewenangan oleh pihak bank/kreditur untuk dapat menyelesaikan kredit macet
dengan berdasarkan pada perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan. KP2LN
menempuh upaya-upaya dalam melakukan penagihan kepada debitur dan upaya
terakhir yang akan ditempuh KP2LN adalah dengan menjual lelang benda yang
menjadi jaminan kredit.
Dalam hal ini mengenai barang yang dikuasai pemerintah secara tidak
langsung, yang berada disektor perbankan khususnya barang jaminan dari bank
pemerintah, yang ketika terjadi kredit macet diserahkan ke PUPN, telah mengalami
pergeseran menjadi kewenangan hukum publik. Berdasarkan atas pertimbangan
hukum dari Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara yang menyatakan hutang kepada negara atau badan-badan yang
langsung maupun tidak langsung dikuasai negara perlu segera diurus, bahwa oleh
keadaan memaksa, masalah tersebut harus diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun
perbankan pemerintah.7
Oleh karena itu untuk mengurangi jumlah kredit macet pada pembukuan di bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan memberi kesempatan pada pada debitur yang telah dinyatakan finish oleh bank untuk berusaha kembali baik dengan cara restrukturisasi maupun pemotongan jumlah utang,maka pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 dalam penjelasan pasalnya menyatakan seiring dengan perjalanan waktu disadari bahwa dalam upaya memberikan keleluasaan bagi perusahaan negara/daerah (sekarang BUMN/BUMD) dalam mengoptimalkan pengelolaan/pengurusan piutang yang ada pada BUMN/BUMD yang bersangkutan, dipandang perlu untuk meninjau kembali pengaturan mengenai penghapusan piutang perusahan negara/daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005, dilandaskan pada pemikiran bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai hukum positif yang mengatur BUMN, secara tegas dalam Pasal 4 menyatakan bahwa kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
Memburuknya keadaan perekonomian pasca kenaikan harga
BBM dan segala implikasinya menyebabkan terjadinya lonjakan kredit macet yang
signifikan. Hal ini disebabkan tingginya tingkat inflasi dan merosotnya daya beli
masyarakat.
8
Pada Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut juga
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘dipisahkan’ adalah pemisahan kekayaan
negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat. Dengan pemisahan kekayaan negara tersebut, seharusnya
7
Menurut Bismar Nasution, perbedaan perlakuan dihadapan hukum terhadap hutang yang dibuat di sektor perbankan pada bank swasta pengurusannya terus melalui pengadilan dengan kewenangan hukum perdata, sedangkan hutang yang dibuat di bank pemerintah pengurusannya oleh PUPN, berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 menjadi kewenangan hukum publik, tidak dapat dibenarkan secara hukum, karena keduanya berasal dari perjanjian kredit perbankan, keduanya harus memperoleh perlakuan yang sama di hadapan hukum sesuai asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel), Bismar Nasution dalam Seminar Hasil Penelitian dari Peneliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 5 April 2007
8
piutang yang terdapat pada BUMN sebagai akibat perjanjian yang dilaksanakan oleh
BUMN selaku entitas perusahaan tidak lagi dipandang sebagai piutang negara.
Sejalan dengan itu pengelolaan termasuk pengurusan atas piutang BUMN tidak
dilakukan dalam koridor pengurusan piutang negara melainkan diserahkan kepada
mekanisme pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal mengoptimalkan
pengelolaan, pengurusan atau penyelesaian piutang yang ada pada BUMN tersebut,
kecuali atas berkas piutang macet yang telah diserahkan kepada PUPN/KPKNL
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, akan tetap menjadi
piutang negara yang diselesaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp
Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ini membatasi ruang lingkup
pengertian keuangan negara, menjadi tidak mencakup kekayaan negara yang telah
dipisahkan yang berada pada BUMN/BUMD.9
9
Sejalan pendapat Arifin P.Soeria Atmadja, yang menyatakan implikasi hukum arti keuangan negara terhadap piutang BUMN, bahwa penyelesaian piutang bank-bank persero yang disebabkan oleh kredit macet tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara, sehingga kredit macet itu dapat dihapusbukukan maupun hapus tagih melalui strategy financial engineering sesuai kondisi dan situasi yang terjadi dalam perusahaan. Kajian Hukum dan Perundangan Untuk Menekan NPL, Majalah Mandiri, Edisi 181, Tahun VII, 3 April 2006.
Pemahaman ini mengakibatkan suatu
prioritas penyelesaian kredit macet melalui penyelesaian prinsip-prinsip perusahaan
yang sehat dan memperkecil kemungkinan penyelesaian berdasarkan eksekusi
melalui lelang, kecuali penyelesaian kredit macet berdasarkan hak-hak kebendaan
yang harus dieksekusi. Dengan demikian lelang yang berasal dari jaminan bank
B. Perumusan Masalah
Dengan bertitik tolak dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas maka
rumusan masalah dalam rangka penelitian ini yang adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
dalam penanganan piutang negara macet sebelum dan sesudah berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ?
2. Bagaimana proses penanganan piutang negara macet dari perbankan sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 ?
3. Bagaimana pengaruh berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006
terhadap penerimaan negara dari lelang perbankan nasional ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam permasalahan, tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
3. Untuk mengetahui sejauhmana peran Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) dalam penanganan piutang negara macet sebelum dan sesudah
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.
4. Untuk mengetahui bagaimana proses penanganan piutang negara macet yang
berasal dari perbankan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2006 tersebut terhadap penerimaan negara dari lelang
perbankan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis dapat menambah kepustakaan bagi akademisi tentang peran
KPKNL dalam penanganan piutang negara macet sebelum dan sesudah
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.
2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi kalangan praktisi dan masyarakat
(pelaku usaha) mengenai penanganan piutang negara macet sebelum dan
sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.
3. Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 terhadap penerimaan negara dari lelang
perbankan.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran
kepustakaan khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan
dan Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, bahwa belum ada penelitian
sebelumnya dengan judul : “Peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang
(KPKNL)) Dalam Penanganan Piutang Negara Macet Sebelum Dan Sesudah
Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Studi Penelitian Kantor
KPKNL Medan)”. Hasil penelitian yang telah ada adalah hasil penelitian Nurliana,
Yuridis Terhadap Pelaksanaan Lelang (Penelitian pada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)”. Permasalahan yang diajukan adalah tentang
proses penyelesaian lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) di Kota Medan.
Penelitian lain dilakukan oleh Leonardo, Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan dengan judul “Penundaan Pelaksanaan Eksekusi
Lelang Terhadap Barang Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur (Penelitian Pada
KPKNL Medan)”.
Oleh karena itu ulasan masing-masing peneliti dalam penelitiannya berbeda,
maka penelitian ini betul-betul asli, baik pada permasalahan materi maupun lokasi
penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena belum ada
peneliti lain yang melakukannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
“Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”.10
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. “Kontinuitas perkembangan
10
ilmu hukum, selain tergantung pada metodologi aktivitas penelitian dan imajinitas
sosial sangat ditentukan oleh teori”.11
Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan
hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.12 Sedangkan kerangka teori
pada penelitian Huku m Sosiologis atau Empiris yaitu kerangka teoritis yang
berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa acuan hukumnya maka penelitian
tersebut hanya berguna bagi sosiologis dan kurang relevan bagi ilmu hukum.13
Dalam teori system yang dikemukakan Maryam Darus Badrulzaman, bahwa
system adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di
atas mana dibangun tertib hukum.14 Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sunaryati
Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau
komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu
atau beberapa asas.15 Dengan demikian, pembentukan hukum dalam bentuk hukum
positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum
tersebut.16
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1986), hlm. 6
12
Ibid , hlm. 126
13
Ibid , hlm. 127
14
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 15. Bandingkan, Mahadi, Falsafat Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm.119, menjelaskan bahwa asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan.
15
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 56
16
Lihat, Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 15, menyatakan bahwa disebut demikian karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.
Dalam penelitian ini cenderung adanya peraturan yang bersifat khusus
mengenyampingkan peraturan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex
generalis). Aturan hukum yang memuat azas lex specialis derogat lex generalis
dilihat menurut teori Sistem Hukum dari Hart, termasuk kategori Rule of Recognition,
mengingat asas ini mengatur aturan hukum mana yang diakui absah sebagai suatu
aturan yang berlaku. Dengan demikian asas ini merupakan salah satu secondary rules,
yang sifatnya bukan mengatur perilaku sebagaimana primary rules, tetapi mengatur
(pembatasan) penggunaan kewenangan (aparat negara) dalam mengadakan suatu
represi terhadap pelanggaran atas aturan tentang perilaku yang dalam penelitian ini
peran KPKNL harus didukung oleh tindakan aparat negara dalam penanganan
piutang negara macet agar dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.17
Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.18
Pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya
menyalurkan dana atau kedua-duanya.19
17
http://hukum_online_blogspot.com/2008/03/tinjauan_yuridis.asas.lex.htm diakses 29 Juni 2009
18
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 2
19
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 2 :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan
“demokrasi ekonomi” adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 2 Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan 1992).
Fungsi utama Perbankan Indonesia Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sejalan dengan fungsi
utama dimaksud, tujuan Perbankan Indonesia sebagaimana Pasal 4 Undang-Undang
Perbankan 1992 adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Setelah keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan
ditegaskan lagi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan
berdasarkan fungsinya terdiri dari :
a. Bank Umum
Bank ditinjau dari segi kepemilikan dapat dilihat dari akte pendirian dan
penguasaan lahan yang dimiliki bank yang bersangkutan adalah :
a. Bank Milik Pemerintah
Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal baik sepenuhnya dimiliki
oleh Pemerintah Indonesia, seperti : BRI, BNI 46, Bank Mandiri dan BTN.
Kemudian Bank Pemerintah Daerah (BPD) terdapat di Daerah Tingkat I, dan
Tingkat II masing-masing propinsi. Modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh
Pemerintah Daerah masing-masing tingkatan.
b. Bank Milik Swasta Nasional
Bank atau seluruh atau sebagian besar lahannya dimiliki oleh swasta nasional.
c. Bank Milik Koperasi
d. Bank Milik Asing
e. Bank Milik Campuran
Pada praktek perbankan yang mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun
dan penyalur dana masyarakat, khususnya Bank Milik Pemerintah yang menyalurkan
dana pada masyarakat dalam bentuk kredit bila terjadi kredit macet maka pihak bank
akan menyerahkan pengurusan kredit macet tersebut pada PUPN/DJPLN karena dana
milik bank pemerintah tersebut merupakan piutang negara.
Dalam hal pengurusan kredit macet pada bank swasta maka dapat ditempuh
dengan jalan mengajukan permohonan penetapan ke pengadilan negeri agar dapat
Kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang berarti percaya.20
a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 :
Kredit adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipergunakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan/kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sehingga menurut pasal tersebut, unsur-unsur kredit adalah :
b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.
c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa para pihak debitur mau dan mampu membayar/mencicil kreditnya.
d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak kreditur. e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada
pihak debitur.
f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debiur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.
g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur
h. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan oleh adanya perbedaan waktu tadi.21
Kredit memiliki suatu fungsi yang sangat luas. Fungsi kredit secara luas
tersebut adalah :
a. Meningkatkan daya guna modal atau uang
Maksudnya, jika uang hanya disimpan saja di rumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. Kemungkinan juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.
20
b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
c. Meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat dipergunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh bantuan dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari bank. Dengan demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.
d. Meningkatkan peredaran uang
Kredit dapat juga menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar tersebut bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar yang biasanya untuk kredit atau kredit ekspor impor.
e. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Pemberian kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.
f. Meningkatkan kegairahan pengembangan usaha
Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. Perolehan kredit nasabah akan bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya.
g. Meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika suatu kredit diberikan untuk membangun pabrik maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik dapat juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja di pabrik tersebut.
h. Meningkatkan hubungan internasional
Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya, sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.22
22
Pemberian kredit kepada debitur mengandung resiko, sehingga dalam
pelaksanaannya, bank harus memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan :23
1. Prinsip kepercayaan 2. Prinsip 5C
3. Prinsip kehati-hatian
Adalah singkatan dari unsur-unsur : a. Character (kepribadian)
b. Capacity (kemampuan)
c. Capital (modal)
d. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
e. Collateral (agunan)
4. Prinsip 5P
Adalah singkatan dari unsur-unsur : a. Party (para pihak)
b. Purpose (tujuan)
c. Payment (pembayaran)
d. Profitability (perolehan laba)
e. Protection (perlindungan)
5. Prinsip 3R
Adalah singkatan dari unsur-unsur : a. Return (hasil yang diperoleh)
b. Repayment (pembayaran kembali)
c. Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung resiko)
Selain daripada itu bank juga harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat, yaitu :
1. Tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis 2. Tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula
telah diperhitungkan kurang sehat, dan membawa kerugian.
3. Tidak diperkenankan memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit)
4. Tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham, dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli.24
23
Moh.Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, (Yogyakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 94-100.
24
Menurut Pasal 1 Vendu Reglement (VR) disebutkan bahwa penjualan umum
atau lelang adalah penjualan barang yang dilaksanakan secara umum (dimuka
umum), dengan penawaran secara lisan dan atau tertulis, dengan melakukan usaha
mengumpulkan para peserta peminat lelang dan penjualan umum dan lelang tersebut
harus dilaksanakan oleh dan di hadapan Pejabat Lelang atau dulu disebut dengan Juru
Lelang.
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan bahwa
pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud di atas harus ada pada
pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.
Piutang negara yang diurus oleh PUPN/KPKNL adalah piutang negara yang
tidak dilunasi oleh penerima kredit, untuk menentukan piutang itu macet/dubius ialah
sejak tidak ditepatinya/dipenuhinya piutang ketentuan-ketentuan yang tercantum di
dalam perjanjian kredit.25
a. Piutang yang karena adanya ketentuan intern dari instansi itu sendiri masih
mungkin untuk diselesaikan dalam tahap intern.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman piutang macet itu dibagi dalam dua
phase, yaitu :
25
b. Piutang macet sama sekali yang setelah ketentuan-ketentuan intern dilaluinya
masih juga tidak terselesaikan sebagian maupun seluruhnya.26
Piutang negara yang telah macet, harus segera diserahkan urusan
penyelesaiannya kepada PUPN/KPKNL, jika tidak maka PUPN berhak mengambil
alih persoalannya. Hal ini berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 49/Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, kemudian
juga berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara, selanjutnya Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 61/KMK.01/2002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
2. Konsepsi
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika
masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula
fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. “Konsep sebenarnya
adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep
merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variabel-variabel
yang lain, menentukan adanya hubungan empiris”.27
a. Bank Umum
Pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan ata u berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
26
Ibid.
27
dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti
dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.
b. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. BPR tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
Pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya
menyalurkan dana atau kedua-duanya.28
28
Ibid , hlm. 3
Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960, kemudian
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976, tentang Panitia Urusan
Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara, dan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 61/KMK.01/2002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. PUPN adalah
panitia yang bersifat inter departemental yang mengurus piutang negara yang berasal
dari instansi pemerintah atau badan-badan yang dikuasai negara.
Selanjutnya dalam Pasal 8 jo Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun
1960 mengatur tentang Instansi-instansi pemerintah dan badan-badan negara yang
langsung atau tidak langsung dikuasai negara wajib/diharuskan menyerahkan
Untuk memperoleh kepastian penyelesaian piutang negara oleh penanggung
hutang maka PUPN mengadakan suatu Pernyataan Bersama (PB) dengan penanggung
hutang/debitur, yang memuat pengakuan hutang kepada negara dan syarat-syarat
penyelesaiannya. Pernyataan Bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti
suatu putusan Hakim dalam memutus suatu perkara perdata yang mempunyai
kekuatan hukum yang pasti sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Berdasarkan Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, bahwa :
(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada BUPLN/ PUPN, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada Pejabat BUPLN/PUPN untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala BUPLN/PUPN.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan
beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut :
a. Kredit
Penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan/kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. 29
29
b. Perjanjian kredit bank
Perjanjian dimana pihak kreditor (bank) memberikan kepada nasabah (debitor)
sebagai pinjaman sejumlah uang atau barang yang habis dipakai (dana) dengan
syarat bahwa debitor harus mengembalikan dana yang sama jumlahnya berikut
bunganya sesuai yang diperjanjikan. Perjanjian kredit bank dapat dilakukan
setelah adanya suatu keputusan permohonan atas kredit yang dilakukan oleh
pejabat bank yang berwenang memutuskan untuk menyetujui atau mengabulkan
permohonan kredit calon debitor.30
c. Pencairan fasilitas kredit
Pencairan fasilitas kredit maksudnya yaitu setiap transaksi dengan menggunakan
kredit yang telah disetujui oleh bank. Realisasi kredit diberikan setelah
penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro
atau tabungan di bank yang bersangkutan, dengan demikian debitor dapat secara
langsung mengadakan penarikan-penarikan kredit sesuai dengan rencana yang
telah disetujui oleh bank dalam rangka realisasi pemberian kredit kepada
debitor.31
d. Pelunasan fasilitas kredit
Pelunasan fasilitas kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban hutang debitor
baik hutang pokok maupun bunganya terhadap bank hingga berakhirnya
perjanjian kredit.32
30
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
31
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
32
e. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Wanprestatie”,
artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
undang-undang.33
f. Jaminan
Jaminan adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang
ditentukan dalam Pasal 1131 KUH Perdata maupun tanggungan atas perikatan
tertentu dari seseorang seperti yang diatur dalam Pasal 1139-1149 (piutang yang
diistimewakan).34
g. Hak tanggungan
Hak tanggungan adalah security (jaminan) hutang dengan tanah sebagai agunan.35
h. Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)
Badan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991
yang tujuannya adalah melaksanakan atau menyelenggarakan pengurusan piutang
negara dan pelayanan lelang berdasarkan pelaksanaan tugas PUPN maupun
pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.36
33
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 20
34
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
35
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 2006.
36
i. Piutang Negara
Jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik
secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu
peraturan, perjanjian atau sebab apapun. 37
j. Pernyataan Bersama (PB)
Pengakuan atas sejumlah hutang yang wajib dibayar oleh penanggung hutang
kepada negara dengan syarat-syarat penyelesaiannya berdasarkan hasil
perundangan dan kesepakatan antara PUPN dengan penanggung hutang/debitur.38
k. Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan perampasan harta kekayaan milik penanggung
hutang/penjamin hutang yang tersimpan pada bank dalam bentuk rekening,
simpanan, giro, deposito berjangka, sertifikat berjangka, tanggungan dan/atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, dalam rangka untuk penyelesaian atau
pelunasan hutang penanggung hutang.39
l. Lelang
Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum yang dipimpin
oleh Pejabat Lelang cara penawaran lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga
yang semakin meningkat atau semakin menurun, dan atau dengan penawaran
37
Pasal 8 Penjelasan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Pejabat Lelang Pasal 1 angka 13
38
Ibid, hlm. 57
39
tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha
mengumpulkan para calon peminat/pembeli. 40
m. Pejabat Lelang
Pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan serta
diharuskan untuk mengangkat sumpah sebelum melaksanakan tugasnya. 41
n. Eksekusi
Eksekusi adalah sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada
pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan atau tata cara lanjutan
proses pemeriksaan perkara.42
o. Parate Eksekusi
Suatu keputusan yang mempunyai kekuatan tetap atau daya laku eksekutorial
tanpa keterlibatan penetapan pengadilan (hakim) dalam perkara perdata.43
G. Metode Penelitian
Untuk keberhasilan suatu penelitian baik dalam memberikan gambaran dan
jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian
sangat ditentukan oleh metode yang dipergunakan dalam penelitian.
Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian dinilai
dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan
kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :
40
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Lelang
41
Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Lelang
42
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
43
1. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk
menggambarkan semua gejala dan fakta dan menganalisa permasalahan yang ada
sekarang44
2. Metode Pendekatan
berkaitan dengan peranan KPKNL dalam hal penagihan piutang negara
dari perbankan yang macet dianalisis dengan berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 49 Prp Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.
Bersifat deskriptif analitis dalam penelitian ini akan menggambarkan
asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
empiris, yang didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini bertitik tolak dari
permasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan dan
mengkaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping hal tersebut di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana peranan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
dalam hal penanganan piutang negara macet yang berasal dari perbankan sebelum
dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) Jl. P.Diponegoro Nomor 30 A Medan dan PT.Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk, Jl. Putri Hijau Medan.
44
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :
a. Penelitian Lapangan (Field Research) untuk mendapatkan data primer berkaitan
dengan masalah pelaksanaan penagihan piutang negara yang berasal dari
perbankan hingga pelaksanaan lelang eksekusi yang diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada para informan sebagai berikut :
1) Kepala Seksi Hukum dan Informasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) Medan
2) Kepala Seksi Pelayanan dan Lelang KPKNL Medan
3) Kepala Bagian Bisnis Retail, Kredit Program dan Kredit Konsumer di Kanwil
PT (Persero) Bank Rakyat Indonesia Tbk. Medan
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.45
45
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 996), hlm.14
Berupa
peraturan-peraturan dasar, Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960, Vendu
Reglement Stbl Tahun 1908 Nomor 189 dan Vendu Instructie Stbl 1908 Nomor
190, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, peraturan
perundang-undangan Nomor 304/KMK.01/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Piutang Negara/Daerah, Buku-Buku, Artikel dan lain-lain dalam bentuk tulisan
yang terkait dengan permasalahan penagihan piutang hingga pelaksanaan lelang
eksekusi.
5. Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum dikenal 3 (tiga) alat pengumpulan data atau alat
penelitian (research instrument), yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,
pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. Ketiga alat pengumpul
data tersebut dapat dipergunakan masing-masing maupun secara bergabung.46
a. Studi dokumen, dipakai terhadap kajian buku-buku, artikel dan naskah resmi yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data, yaitu :
b. Pedoman wawancara, yang dimaksudkan dilakukan kepada informan yang
ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung (tatap muka). Tujuannya
agar mendapatkan data yang mendalam dan lebih lengkap.
6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian
dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau
fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas atau
pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).47
46
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal.66
47
Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.48 Sedangkan metode kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.49
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research)
dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (Field Research) kemudian
disusun secara urut dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan
dengan mempergunakan metode berfikir induktif yaitu cara berfikir yang dimulai dari
hal yang khusus untuk selanjutnya menarik ke hal-hal yang umum sebagai
kesimpulan dan selanjutnya dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.
48
Lexy J Moleong, Metodologi Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.103
49
44
PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2006
A. Gambaran Umum KPKNL Medan
1. Tugas, Fungsi dan Wewenang KPKNL Medan
Berdasarkan Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara, tugas pokok KPKNL adalah melaksanakan pelayanan
di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, KPKNL
menyelenggarakan fungsi :
a. Inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan
negara.
b. Retribusi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta
penghapusan kekayaan negara.
c. Registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang
jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/
penjamin hutang.
d. Penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu
dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung
hutang dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan
e. Pelaksanaan pelayanan penilaian
f. Pelaksanaan pelayanan lelang
g. Penyajian informasi di bidang kekayaan negara, penilaian, piuang negara dan
lelang
h. Pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan
kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang
jaminan
i. Pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau
penjamin hutang serta harta kekayaan lain
j. Pelaksanaan bimbingan kepada pejabat lelang
k. Inventarisasi, pengamanan, dan pendayagunaan barang jaminan
l. Pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang
negara dan lelang
m. Verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil
lelang
n. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Untuk mewujudkan pertanggung jawaban atas penyelenggaraan tugas dan
fungsi KPKNL, sebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
disusun laporan akuntabilitas kinerja KPKNL Medan untuk setiap tahun
anggaran.
Dengan tersusunnya laporan akuntabilitas KPKNL Medan diharapkan para
meningkatkan kinerja dengan demikian sasaran dan tujuan sebagaimana
digariskan dalam visi dan misi dapat tercapai. Selain itu, diharapkan pula berbagai
kegiatan yang telah dilaksanakan akan dapat dievaluasi, sehingga untuk
pelaksanaan selanjutnya dapat berjalan dengan lebih baik lagi.
Kantor Pelayanan Keuangan dan Lelang Negara Medan mempunyai daerah
wewenang sebagai berikut :
a. Medan
b. Binjai (saat ini belum dibuka)
c. Pematang Siantar
d. Kisaran
e. Padang Sidempuan
KPKNL Medan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) yang bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah II DJKN
47 Sumber : Lampiran III-2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Bagan 1. Bagan Organisasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang
SUB BAGIAN UMUM
SEKSI PENGELOLAAN
KEKAYAAN NEGARA
SEKSI PELAYANAN
PENILAIAN
SEKSI
PIUTANG NEGARA
SEKSI PELAYANAN
LELANG
SEKSI HUKUM DAN
INFORMASI
3. Susunan Organisasi KPKNL
Susunan organisasi pada KPKNL sebagaimana diatur dalam Pasal 32
PMK.102/PMK.01/2008 adalah sebagai berikut :
a. Sub Bagian Umum
Mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha,
rumah tangga, dan pengkoordinasian penyelesaian temuan hasil pemeriksaan
aparat pengawasan fungsional, penyiapan bahan penyusunan rencana strategik
dan laporan akuntabilitas, serta penatausahaan, pengamanan, pengawasan
barang milik negara di lingkungan KPKNL.
b. Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penetapan status penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan,
pemindahtanganan, bimbingan teknis, pengawasan dan pengendalian,
penatausahaan dan penyusunan daftar barang milik negara/kekayaan negara.
c. Seksi Pelayanan Penilaian
Mempunyai tugas melakukan penilaian yang meliputi identifikasi
permasalahan, survei pendahuluan, pengumpulan dan analisa data, penerapan
metode penilaian, rekonsiliasi nilai serta kesimpulan nilai dan laporan
penilaian untuk kepentingan penilaian kekayaan negara, sumber daya alam,
real properti, properti khusus dan usaha serta penilaian atas permintaan badan
hukum pemerintah dan penilaian terhadap obyek-obyek penilaian yang