PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014
TESIS
Oleh
ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF THE APPLICATION OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY MANAGEMENT AND THE CONDITION OF WORK
ENVIRONMENT ON THE SAFETY BEHAVIOR OF THE EMPLOYEES OF PT PDSI RANTAU
ACEH TAMIANG IN 2014
THESIS
By
ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Elvy Syahni Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 127032147
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes) (dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K) Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
pada Tanggal : 15 Juli 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes
Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K 2. dr. Makmur Sinaga, M.S
PERNYATAAN
PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2014
ABSTRAK
Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang telah menerapkan manajemen K3 namun belum dapat mencapai zero accident. Sebagian besar karyawan bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman.
Penelitian ini dilakukan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan keselamatan kerja. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross
sectional. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan PT PDSI dengan pengambilan
sampel secara random sampling.
Hasil uji statistik pada α = 0,05 menunjukkan komitmen dan kebijakan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,004), sikap (p= 0,008) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,168). Perencanaan memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,013), sikap (p= 0,014) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,331). Pelaksanaan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,000), sikap (p=0,018) dan tindakan (0,010). Pemeriksaan dan tindakan perbaikan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p= 0,055), sikap (p= 0,169) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p= 0,004). Kaji ulang manajemen K3 tidak memiliki hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,461), sikap (0,158) maupun tindakan keselamatan (0,319). Lingkungan fisik tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,232), sikap (p=0,228) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p=0,005). Lingkungan sosial memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p=0,016), sikap (p=0,007) tetapi tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan (p=0,279).
Disarankan supaya pihak manajemen K3 PT PDSI Rantau Aceh Tamiang untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap tindakan karyawan dalam bekerja dengan berusaha menjadikan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai budaya kerja.
ABSTRACT
Unsafe action is one of the biggest factors contributing to occupational accidents which is a reflection of the work behavior of employees to occupational safety. PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang has applied the Occupational Health and safety Management but it has not been able to achieve zero accidents. Most of the employees are working in the fieldemployees working in the field where the risk for the incident of work-related accidents is huge because the drilling process that requires precision and caution in doing the work and the unsafe environmental condition.
The purpose of this analytical survey study with crosss-sectional design conducted at PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang in 2014 was to find out the influence of the application of Occupational Health and Safety Management on the knowledge, attitude and action and to find out the influence of the work environment condition on the knowledge, attitude, and occupational safety actions. The population of this study was all of the employees of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang and the samples for this study were selected through random sampling technique.
The result of statistical test at α = 0.05 showed that the committment and
policy of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.004), attitude (p = 0.008), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.168). Planning had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.013), attitude (p = 0.014), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.331). the implementation of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.000), attitude (p = 0.018), and action (0.010).Review and remedial action did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.055), attitude (p = 0.169) but they had positive and significant relationship with action (p = 0.004). The review of Occupational Health and Safety Management did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.461), attitude (p = 0.158) and remedial action (p = 0.319). Physical environment did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.232), attitude (p = 0.228) but it had positive and significant relationship with action (p = 0.005). Social environment had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.016), attitude (p = 0.007), but did not have any significant relationship with safety actions (p = 0.279).
The officials of Occupational Health and Safety Management of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang are suggested to improve their monitoring on the actions of employees when working through an effort to make the Occupational Health and Safety Management as work culture.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Alhamdulillah penulis bersyukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini
dengan judul “Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Perilaku keselamatan Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun
2014”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian program
studi pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Kesehatan Kerja di
Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian hasil tesis ini penulis banyak sekali memperoleh
dukungan baik materi, tenaga maupun pemikiran serta dorongan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku pembimbing satu dan dr. Halinda Sari
Lubis, M.K.K.K, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu
dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
5. dr. H.M. Makmur Sinaga, M.S, dan Ir. Kalsum, M.Kes, selaku penguji satu dan
penguji dua yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
6. Drilling Manager dan seluruh karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai.
7. Seluruh staf pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
8. Ibunda tersayang Hj. Ernawati yang telah memberikan dukungan moral beserta
doa-doa beliau yang selalu mengiringi perjalanan penulis dalam perkuliahan
sampai selesainya pendidikan.
9. Suami tercinta Iskandar Syah S.T yang telah banyak berkorban dan bersabar
dengan selalu memberikan perhatian, motivasi dan doa sampai selesainnya
penulisan tesis dan pendidikan ini.
10.Anak-anakku tersayang, Atira Faraghina, Alya Tsabita dan Ahmad Ali Pasha,
penyemangat hidup saya yang selalu saya rindukan, yang selalu sabar menanti
ibundanya dalam menempuh pendidikan.
11.Seluruh staf akademik/administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan yang telah
12.Rekan-rekan seangkatan 2012/2013 dan semua pihak yang berpartisipasi dalam
penyusunan tesis ini.
Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, maka penulis
memohon kehadirat Allah SWT semoga mendapat balasan yang setimpal.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kesempurnaan
penelitiaan ini. Amin ya rabbal ‘alamin
Medan, Juli 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Elvy Syahni Nasution, lahir pada tanggal 17 Februari 1979 di Rantau Panjang,
berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, anak ketiga dari lima bersaudara dari
pasangan Almarhumah Ayahanda H. Dahrul Nasution dan ibunda Hj. Ernawati,
bertempat tinggal di Aceh Tamiang.
Pendidkan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri Pertamina Rantau Panjang Pereulak Aceh Timur selesai tahun 1991, Sekolah
Menengah Pertama di Rantau Panjang Pereulak Aceh Timur selesai tahun 1994,
Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Langsa 1997, Sarjana Kedokteran Gigi di
Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2002, dan Profesi Dokter Gigi di
Universitas Sumatera Utara Madan selesai tahun 2003.
Mulai bekerja sebagai dokter gigi sejak tahun 2003 di Puskesmas Karang
Baru Kabupaten Aceh Tamiang sampai sekarang.
Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 14
2.2. Lingkungan Kerja ... 20
2.2.1. Lingkungan Kerja Sosial ... 21
2.2.2. Lingkungan Kerja Fisik ... 22
2.3. Perilaku ... 28
2.3.1. Pembentukan Perilaku ... 30
2.3.2. Proses Perubahan Perilaku ... 31
2.3.3. Faktor Penentu Perilaku ... 31
2.3.4. Perilaku Keselamatan ... 35
2.4. Landasan Teori ... 38
3.4.1. Alat Pengumpulan data... 44
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46
3.5.1. Variabel Penelitian ... 46
3.6. Metode Pengukuran ... 48
3.7. Metode Analisis Data ... 54
BAB 4. HASIL PENELITIAN... 55
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55
4.2 Analisis Univariat ... 57
4.2.1 Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja .. 57
4.2.2 Lingkungan Kerja ... 58
4.2.3 Perilaku Keselamatan ... 58
4.3 Analisis Bivariat ... 59
4.3.1. Pengaruh antara Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Karyawan Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 59
4.3.2. Pengaruh antara Lingkungan Kerja dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 62
BAB 5. PEMBAHASAN ... 65
5.1 Perilaku Keselamatan Kerja ... 65
5.2 Pengaruh antara Komitmen dan Kebijakan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 68
5.3 Pengaruh antara Perencanaan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 70
5.4 Pengaruh antara Pelaksanaan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 71
5.5 Pengaruh antara Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 73
5.6 Pengaruh antara Kaji Ulang Manajemen K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 ... 74
5.7 Pengaruh antara Lingkungan Fisik dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 74
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
6.1. Kesimpulan ... 78
6.2. Saran ... 79
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Jumlah Karyawan pada Setiap Rig di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 dan Jumlah Sampel yang Diambil ... 44
3.2 Penentuan Skor Jawaban Responden ... 48
3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 49
4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 57
4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 58
4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Keselamatan Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 58
4.4 Pengaruh antara Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Karyawan Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 59
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Kerangka Teori Ramsey ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian ... 84
2. Hasil Uji Statistik (Kendall Tau)... 92
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 102
4. Master Tabel Penilaian Kuisioner ... 112
5. Dokumentasi Penelitian ... 152
ABSTRAK
Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang telah menerapkan manajemen K3 namun belum dapat mencapai zero accident. Sebagian besar karyawan bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman.
Penelitian ini dilakukan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan keselamatan kerja. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross
sectional. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan PT PDSI dengan pengambilan
sampel secara random sampling.
Hasil uji statistik pada α = 0,05 menunjukkan komitmen dan kebijakan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,004), sikap (p= 0,008) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,168). Perencanaan memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,013), sikap (p= 0,014) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,331). Pelaksanaan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,000), sikap (p=0,018) dan tindakan (0,010). Pemeriksaan dan tindakan perbaikan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p= 0,055), sikap (p= 0,169) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p= 0,004). Kaji ulang manajemen K3 tidak memiliki hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,461), sikap (0,158) maupun tindakan keselamatan (0,319). Lingkungan fisik tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,232), sikap (p=0,228) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p=0,005). Lingkungan sosial memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p=0,016), sikap (p=0,007) tetapi tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan (p=0,279).
Disarankan supaya pihak manajemen K3 PT PDSI Rantau Aceh Tamiang untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap tindakan karyawan dalam bekerja dengan berusaha menjadikan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai budaya kerja.
ABSTRACT
Unsafe action is one of the biggest factors contributing to occupational accidents which is a reflection of the work behavior of employees to occupational safety. PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang has applied the Occupational Health and safety Management but it has not been able to achieve zero accidents. Most of the employees are working in the fieldemployees working in the field where the risk for the incident of work-related accidents is huge because the drilling process that requires precision and caution in doing the work and the unsafe environmental condition.
The purpose of this analytical survey study with crosss-sectional design conducted at PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang in 2014 was to find out the influence of the application of Occupational Health and Safety Management on the knowledge, attitude and action and to find out the influence of the work environment condition on the knowledge, attitude, and occupational safety actions. The population of this study was all of the employees of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang and the samples for this study were selected through random sampling technique.
The result of statistical test at α = 0.05 showed that the committment and
policy of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.004), attitude (p = 0.008), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.168). Planning had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.013), attitude (p = 0.014), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.331). the implementation of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.000), attitude (p = 0.018), and action (0.010).Review and remedial action did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.055), attitude (p = 0.169) but they had positive and significant relationship with action (p = 0.004). The review of Occupational Health and Safety Management did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.461), attitude (p = 0.158) and remedial action (p = 0.319). Physical environment did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.232), attitude (p = 0.228) but it had positive and significant relationship with action (p = 0.005). Social environment had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.016), attitude (p = 0.007), but did not have any significant relationship with safety actions (p = 0.279).
The officials of Occupational Health and Safety Management of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang are suggested to improve their monitoring on the actions of employees when working through an effort to make the Occupational Health and Safety Management as work culture.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar
kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap
keselamatan kerja. Tindakan tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari
kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun
kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu tindakan
tidak aman yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan
oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab
terjadinya suatu kecelakaan. Dengan meningkatkan perilaku pekerja dan
memfokuskan pada pengurangan tindakan tidak aman terhadap keselamatan kerja
dapat mencegah atau mengurangi timbulnya kecelakaan kerja (Prasetiyo, 2011).
Menurut data International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan
sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap
tahunnya (Depnakertrans RI, 2010). Setiap jamnya, sedikitnya terjadi satu kasus
kecelakaan kerja di Indonesia. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
kerja dimana jumlah ini telah mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2009
sebanyak 96.314 kasus kecelakaan kerja. Walaupun demikian, kasus kecelakaan kerja
di Indonesia masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan
hasil penelitian yang diadakan ILO mengenai standar kecelakaan kerja, Indonesia
menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang diteliti (Depnakertrans RI, 2010).
Sebesar 80-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian manusia. Selain
kelalaian saat bekerja faktor manusia yang lain yaitu perilaku penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran
yang penting dalam rangka mengembangkan dan memajukan suatu industri. Oleh
sebab itu pekerja harus diberi perlindungan melalui usaha-usaha peningkatan dan
pencegahan, sehingga semua industri baik formal maupun informal diharapkan dapat
menerapkan K3 di lingkungan kerjanya (Dianingtyas, 2012).
Keberhasilan pelaksanaan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di perusahaan tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak
karyawan maupun pihak manajerial dalam melaksanaan peraturan dan kebijakan
K3. Menurut Saifuddin dalam Wardani (2009) kepatuhan merupakan sikap
seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar atau aturan
yang telah diatur dengan jelas, dimana aturan tersebut diterbitkan oleh perusahaan
yang bersangkutan dan lembaga lain yang berwenang. Dalam hal ini peraturan
tersebut bersifat spesifik dan tertuang dalam safety policy statement serta buku pedoman K3 (Occupation of Health and Safety Handbook). Prasetyo dan Haris
terhadap perilaku keselamatan kerja di Semarang adalah komitmen manajerial.
Sejalan dengan penelitian Prasetyo dan Haris (2011), sementara Basri (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa ternyata manajemen K3 berhubungan dengan
terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium patologi klinik Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Moh. Anwar Sumenep.
Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercermin dalam
pokok-pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya Undang- undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya
yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber
produksi perlu dipakai secara aman dan efisien, sehingga proses produksi berjalan
lancar (Anizar, 2009). Hal lain yang dapat mendukung adanya keselamatan kerja
adalah sifat dari para pekerja. Apabila seorang pekerja ternyata tidak mempunyai sifat
atau kesadaran untuk melakukan usaha keselamatan kerja dan ternyata pihak
pengusaha sudah berupaya untuk melakukan keselamatan bagi para pekerjanya,
sangatlah sulit mewujudkan adanya keselamatan kerja tersebut.
Untuk meningkatkan kinerja agar lebih baik perlu ditunjang dengan adanya
lingkungan kerja yang mendukung. Lingkungan yang menyenangkan dan
memberikan kepuasan serta rasa aman memiliki kecenderungan mempengaruhi
peningkatan kinerja, karena karyawan tidak merasa terganggu dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Zainun (2004) mengatakan bahwa kinerja pegawai ditentukan pula
oleh faktor-faktor lingkungan luar dan iklim kerja organisasi. Bahkan kemampuan
kerja dan motivasi itu pun ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan organisasi
itu. Sedangkan Hendiana dalam Ishak dan Tanjung (2004) mengatakan faktor
motivasi yang berhubungan nyata terhadap kondisi pemberdayaan pegawai di
antaranya yaitu kondisi lingkungan kerja baik secara fisik maupun non fisik.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja
berperan penting dalam meningkatkan kinerja yang lebih baik. Jika lingkungan kerja
menyenangkan, maka karyawan akan bekerja dengan bergairah dan lebih serius.
Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa dampak
negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan pegawai dalam
melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang
mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya. Penciptaan iklim yang
menyenangkan, antara lain dengan adanya pengaturan penerangan, pengontrolan
terhadap suara-suara yang mengganggu dan perlu adanya penerangan yang sesuai
dengan kebutuhan dan sirkulasi udara dalam ruangan yang menyegarkan serta
perlunya kebersihan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Diyahrini (2010)
mengatakan penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para
karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan dan lain-lain.
Purnomo (2008) dalam penelitiannya mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, dan
Dimana variabel motivasi kerja dan lingkungan yang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Selain faktor motivasi kerja, lingkungan kerja tempat karyawan tersebut
bekerja juga tidak kalah pentingnya didalam meningkatkan kinerja karyawan.
Lingkungan Kerja adalah kondisi - kondisi material dan psikologis yang ada dalam
organisasi. Maka dari itu organisasi harus menyediakan lingkungan kerja yang
memadai seperti lingkungan fisik (tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang
bersih, pertukaran udara yang baik, warna, penerangan yang cukup maupun musik
yang merdu), serta lingkungan non fisik (suasana kerja karyawan, kesejahteraan
karyawan, hubungan antar sesama karyawan, hubungan antar karyawan dengan
pimpinan, serta tempat ibadah). Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung
pelaksanaan kerja sehingga karyawan memiliki semangat bekerja dan meningkatkan
kinerja karyawan (
Interaksi antara individu dengan lingkungan menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda dari masing-masing individu. Persepsi merupakan salah satu fungsi
kognitif yang dimiliki oleh setiap individu. Persepsi terhadap lingkungan kerja fisik,
menurut Bechtel dan Chruchman (2002), dapat dievaluasi melalui perilaku
keselamatan kerja. Hal serupa juga diungkapkan Mcloy (2002), dimana lingkungan
kerja fisik dapat dievaluasi sebagai adaptasi, kelelahan, stres, keselamatan dan
keamanan.
Diyahrini 2010).
Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat
(SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian besar
disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan teknis (Institut K3
Indonesia, 1998). Sastrohadiwiryo (2005) menyatakan bahwa tujuan dan sistem
manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk mencegah
dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang dikibatkan oleh pekerjaan,
menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana program
ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja yang melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi.
Penelitian Amin (2011) dengan judul “Pengaruh Penerapan Manajemen
Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan Melalui
Pencapaian zero accident (Studi pada PT Pertamina Depot Malang)” meneliti
variabel K3, produktivitas karyawan dan pencapaian zero accident, dengan menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara variable K3 terhadap
pencapaian zero accident dan produktivitas karyawan, terdapat pengaruh secara tidak langsung terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident,
dan terdapat pengaruh secara tidak langsung kesehatan kerja terhadap produktivitas
karyawan melalui pencapaian zero accident.
Hofman dan Moregson (dalam Freaney, 2011) mendefinisikan perilaku
keselamatan adalah sikap kepatuhan terhadap prosedur dan praktek-praktek
keselamatan yang ditetapkan. Selain itu perilaku keselamatan juga dapat diartikan
Penelitiaan Cooper dan Philips (2004) menunjukkan adanya hubungan antara
persepsi iklim keselamatan dengan perilaku keselamatan. Sementara Arezes dan
Miguel (2008), serta Larsson, Pousette dan Torner (2008), mengemukakan salah satu
dimensi iklim keselamatan adalah lingkungan kerja fisik. Hal ini menggambarkan
hubungan antara persepsi lingkungan kerja fisik dengan perilaku keselamatan kerja.
Perilaku Keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan
dengan keselamatan dapat dikonseptualisasikan dengan cara yang sama dengan
perilaku-perilaku kerja lain yang membentuk perilaku kerja. Perilaku keselamatan
merupakan aplikasi dari perilaku petugas yang ada di tempat kerja (Griffin dan Neal,
2000). Perilaku keselamatan adalah perilaku tugas dan perilaku kontekstual, Borman
dan Motowidlo, (1993) dalam (Griffin dan Neal, 2000) yaitu pematuhan dan
partisipasi individu pada aktivitas-aktivitas pemeliharaan keselamataan di tempat
kerja. Sebagai umpan balik maka karyawan hendaknya menyadari arti pentingnya
keselamatan bagi dirinya maupun bagi perusahaan tempat bekerja.
Rahaidi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa para karyawan
mempersepsikan lingkungan kerja fisik mereka memiliki suhu udara yang panas dan
berdebu, kondisi tersebut menjadi keluhan utama para karyawan yang ada disana,
kenyataannya penggunaan alat pelindung diri sebagai upaya teknis mencegah
terjadinya kecelakaan masih belum dilaksanakan sebagaimanamestinya. Hal ini
menunjukkan anggapan karyawan terhadap risiko di lingkungan kerja masih belum
tampak dalam perilaku keselamatan karyawan, sehingga menunjukkan masih
PT PDSI Rantau Aceh Tamiang merupakan anak perusahaan PT Pertamina
(Persero) yang berdiri sejak tahun 2007 yang bergerak dalam bidang jasa pengeboran
Minyak Bumi dan Gas. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang mempunyai karyawan
sebanyak 416 orang yang tersebar di enam Rig pengeboran. Sebagian besar karyawan
bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar
karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam
melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman. Manajemen PT
Pertamina Drilling Serivices Indonesia (PDSI) mempunyai visi kepemimpinan serta
komitmen yang kuat, dan memastikan bahwa komitmen tersebut telah diterjemahkan
dalam bentuk keperdulian terhadap sumber daya, untuk perkembangan,
pengoperasian dan memelihara sistem aspek Kesehatan, Keselamatan Kerja dan
Lindungan Lingkungan (K3LL) dan untuk mencapai tujuan dari kebijakan K3LL
yang telah disepakati. Manajemen memastikan untuk bertanggung jawab atas
kebijakan yang telah disepakati dan akan mendukung penuh terhadap perlindungan
K3LL.
Pimpinan Drilling area Nad - Sumbagut secara berkala setidaknya satu bulan
sekali melakukan inspeksi dari pelaksanaan K3LL, menghadiri rapat K3LL yang
dihadiri oleh seluruh pekerja di lingkungan proyek untuk memantau penerapan
K3LL di lokasi pekerjaan pada proyek Pengeboran dan KUPL di lapangan PT
PERTAMINA EP Field Rantau. Tim manajemen Proyek berkewajiban: menyediakan
sumber daya yang cukup untuk K3LL; berpartisipasi dalam program audit K3 dan
area dalam pengontrolan vendor dan harus sangat terlibat dalam rencana ini;
bertindak secara benar dan secepatnya dengan semua yang tidak sesuai dengan
aturan-aturan K3LL; berpartisipasi dalam penyelidikan kecelakaan dan meneliti
laporan kecelakaan dan menentukan dan melaksanakan cara-cara perbaikannya; yakin
bahwa vendor dan pemasok sadar dan menuruti K3LL Plan dan sasaran-sasarannya
dan memonitor pelaksanaan K3LL semua seksi yang dikontrolnya. Dari laporan
management K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tersebut juga terlihat bahwa
pihak manajemen telah mengadakan pemantauan kondisi lingkungan fisik setiap
tahun.
Dari laporan pengukuran kualitas udara di tempat kerja yang dilakukan oleh
pihak manajemen PT PDSI pada tanggal 9 Januari tahun 2014, di tempat Rig H35
UY6 lokasi 6B-22 terdapat dua lokasi yang tidak memenuhi persyaratan untuk suhu
(180 C-280 C) yaitu pada portcamp opr.Crane 290 C dan portcamp driver 29,90 C.
Pemantauan tingkat pencahayaan yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2014 untuk
tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengukuran terdapat 2 titik pengukuran
dengan hasil kurang baik; di tempat CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16
terdapat 5 titik pengukuran kurang baik dari 12 titik pengukuran; di tempat
IH30FD/23 lokasi PT-10 dari 13 titik pengukuran terdapat 5 titik pengukuran yang
tidak baik; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengukuran
terdapat 2 titik pengukuran kurang baik; di tempat LTO 300/37 lokasi R-071 dari 8
titik pengukuran terdapat 1 titik pengukuran kurang baik dan untuk tempat kantor,
Sementara dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada tanggal 9
Januari tahun 2014, di tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengetesan
terdapat 4 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug; di tempat CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16 dari 9 titik pengetesan terdapat 4 titik yang
direkomendasikan harus menggunakan ear plug ; di tempat IH30FD/23 lokasi PT-10 dari 6 titik pengetesan terdapat 1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan
ear plug; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengetesan terdapat 1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug dan di tempat LTO 300/37 lokasi R-071 dari 8 titik pengetesan terdapat 3 titik yang direkomendasikan
harus menggunakan ear plug.
Penerapan manajemen K3 oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat
mencapai zero accident. Hal ini dapat dilihat dari laporan investigasi yang dibuat
oleh manajemen K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang pada tahun 2009 ditemukan 2
kasus kecelakaan pada pekerja, yaitu 1 orang meninggal karena perdarahan akibat
terbentur patahan Skid saat hendak memindahkan Mud Tank I ke Trailer
menggunakan Crane. 1 orang lagi cidera pada jari kelingking dan jari manis sebelah
kanan saat memindahkan air winch dari Matting ke hoist dengan menggunakan
Mobile Crane Cmeh. Data kecelakaan tahun 2010, kecelakaan kerja terjadi pada 5
orang pekerja, 1 orang cidera pada jari telunjuk kanan akibat terjepit dan 4 orang
cidera karena terjatuh dari Mobile Crane Cmeh (betis kaki kiri mengalami memar,
luka ibu jari sebelah kanan, luka pada pelipis mata kiri dan luka robek 1 cm pada jari
Data kecelakaan tahun 2011, terjadi 5 kecelakaan pada pekerja, yaitu 2 orang
cidera karena jatuh dari atas Genset saat memperbaiki Sling Crane dan tertimpa
Boom Crane saat menurunkan Mud Pump Pz-9 dari kenderaan OFT-24 dilokasi
RNT-IA6, kebakaran 1 orang dan cidera 2 orang. Sementara pada tahun 2012, terjadi
kecelakaan tambang pada 2 orang pekerja, dan pada tahun 2013, jumlah kecelakaan 3
orang, 2 orang pada bulan Pebruari dan 1 orang pada bulan Desember.
Wawancara yang dilakukan peneliti dengan pihak manajemen pada waktu
melakukan survei awal ke PT PDSI Rantau Aceh Tamiang menyatakan bahwa masih
ada karyawan yang bekerja tidak berdasarkan SOP yang telah ditetapkan. Perilaku
keselamatan dalam keselamatan kerja berhubungan langsung dengan perilaku
karyawan dalam bekerja demi keselamatan individu dan sangat berhubungan erat
dengan iklim keselamatan kerja dan sikap pengetahuan keselamatan kerja, karena
dengan keadaan iklim keselamatan kerja ada dalam perusahaan mempengaruhi
tingkat kesehatan karyawan dan dengan adanya pengetahuan keselamatan kerja, maka
karyawan mampu mengerti dan memahami arti keselamatan kerja. Dari hasil survei
awal di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana
pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi
lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan kerja di PT PDSI Rantau Aceh
1.2. Masalah Penelitian
Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilakukan
oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat mencapai zero accident, sehingga menjadi pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah pengaruh penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku
keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap perilaku
keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.
2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku
keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(komitmen dan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan K3, pemeriksaan
dan tindakan perbaikan K3 dan kaji ulang manajemen K3) terhadap perilaku
keselamatan karyawan (Pengetahuan, sikap dan tindakan) PT PDSI Rantau
2. Terdapat pengaruh kondisi lingkungan kerja (lingkungan fisik dan lingkungan
non fisik/sosial) terhadap perilaku keselamatan karyawan (pengetahuan, sikap
dan tindakan) PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen PT PDSI Rantau Aceh Tamiang dalam
membuat program untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja.
2. Bagi dunia ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah informasi yang ada
tentang pengaruh penerapan manajemen K3 dan kondisi lingkungan kerja
terhadap perilaku keselamatan kerja, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi peneliti lanjutan sebagai informasi atau masukan mengenai
pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif (Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012). Pelaksanaan
SMK3 dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tersebut dilakukan dengan
tujuan :
1. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara : terencana,
terukur, terstruktur, terintegrasi.
2. Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja, dengan
melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja.
SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 orang dan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan
menyusun rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha melibatkan
Ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), Wakil Pekerja
dan Pihak Lain yang terkait. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012
yaitu Penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3,
Penerapan SMK3 berdasarkan prinsip standar OHSAS 18001:2008 yang
terdiri dari lima prinsip.
a. Komitmen dan Kebijakan K3
Manajemen perusahaan memiliki komitmen untuk patuh terhadap peraturan
perundangan K3, mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran.
Wewenang yang dimiliki manajemen puncak adalah memberi sanksi kepada
karyawan yang bekerja dan investor di area pabrik tidak menggunakan alat
keselamatan kerja.
b. Perencanaan K3
Perencanaan yang dilakukan perusahaan adalah membuat jadwal rencana
kegiatan yang terdiri dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh divisi yang terkait
untuk menerapkan SMK3 di perusahaan. Perusahaan melakukan identifikasi bahaya,
penilaian risiko, dan pengendalian risiko K3 serta menanggulangi limbah terhadap
pengendalian dampak lingkungan.
c. Pelaksanaan K3
Struktur dan tanggung jawab pelaksanaan SMK3 di perusahaan dengan
dibentuknya tim P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang
merupakan bagian dari divisi keselamatan lingkungan dan damkar. Tim P2K3 adalah
tim yang memiliki kewenangan, tanggung jawab, menyediakan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana yang berkaitan tentang pelaksanaan SMK3 dengan manajemen
perusahaan. Program-program yang dilakukan perusahaan sebagai pelaksanaan
keselamatan, dan program lingkungan. Program keselamatan yang dilakukan
diantaranya memasang rambu-rambu penggunaan alat pelindung diri di setiap area
kerja, rambu-rambu peringatan akan bahaya kerja yang akan terjadi, menerapkan
toolbox meeting, memberikan dan menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kerja
secara gratis, sosialisasi dan rapat panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja
(P2K3), mengadakan pelatihan K3 tentang P3K dan pelatihan tanggap darurat,
melakukan patroli control setiap pagi selama jam kerja, dan penyedian alat pemadam kebakaran di setiap area kerja serta pemberian jalur evakuasi atau jalur hijau.
Program peduli lingkungan yang diterapkan meliputi pengolahan limbah cair dan
penggunaan kembali hasil limbah cair, penyediaan tempat sampah dan area
penghijauan.
d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan K3
Pemeriksaan SMK3 yang dilakukan adalah dengan memantau dan mengukur
faktor lingkungan kerja termasuk peralatan yang digunakan dan dampak terhadap
lingkungan. Pemantauan dan pengukuran meliputi pencatatan informasi dan kejadian
yang terjadi di lapangan secara kualitatif dan kuantitatif, melaksanakan audit K3
secara periodik. Tindakan perbaikan yang dilakukan meliputi patroli kontrol,
mengevaluasi peraturan SMK3 yang diterapkan, melaporkan insiden yang terjadi
dilapangan, mengidentifikasi pelaksanaan perbaikan seperti mendatangkan tim dari
luar untuk pengujian emisi dan sertifikasi peralatan pabrik, melaporkan, perawatan
alat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran, dan mengevaluasi tentang
e. Kaji ulang manajemen K3
Pengkajian ulang manajemen yang diterapkan dilakukan untuk menjamin
kesinambungan antara perencananan, pelaksanaan dan perbaikan berjalan sesuai yang
diharapkan. Pengkajian ulang manajemen dilakukan dengan menyelengarakan rapat
dan tinjauan antara tim P2K3 dengan manajemen puncak seperti direksi dan kepala
divisi lainnya.
Lima prinsip penerapan SMK3 yang telah diterapkan untuk terus dilakukan
perbaikan berkelanjutan oleh manajemen perusahaan. Perbaikan berkelanjutan
dilakukan agar kesinambungan penerapan SMK3 dapat ditingkatkan sehingga
mengurangi angka kecelakan kerja atau mendapatkan zero accident. SMK3 yang diterapkan diberlakukan untuk semua karyawan secara terintegrasi antara mesin,
manusia, material dan lingkungan, sehingga menghasilkan penghargaan zero accident.
Potensi bahaya kerja yang teridentifikasi yaitu dengan kategori dominan low
risk atau L menunjukkan bahwa program SMK3 di lingkungan kerja yang sudah memliki SMK3 dan penghargaan zero accident lebih ditingkatkan dalam
penerapannya agar dapat diminimalisir dan mengantisipasi potensi bahaya yang
akan terjadi. Pengawasan lebih ketat terhadap penerapan SMK3 yaitu dengan
menerapkan juga reward terhadap karyawan yang patuh dan punishment terhadap
karyawan yang melanggar, sehingga karyawan peduli akan keselamatan dan
kesehatan kerja. Peraturan yang lebih ketat terhadap karyawan yang melanggar
dengan peduli keselamatan dan kesehatan bukan karena unsafe behaviour.
Untuk menerapkan Sistem Manajemen K3, setiap perusahaan diwajibkan
untuk membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). P2K3
adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. P2K3
mempunyai tugas memberikan saran dan petimbangan baik diminta maupun tidak,
kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Sastrohadiwiryo (2005) menyatakan sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen yang mencakup struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, tata kelola/prosedur, proses
dan sumber daya yang dibutuhkan dalam hal pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, serta pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan
kerja dengan tujuan mengendalikan risiko yang behubungan dengan kegiatan
produksi/kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif
bagi pekerja maupun orang lain yang berada di dalam lingkungan tersebut. Tujuan
dan sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk
mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang diakibatkan oleh
pekerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana
program ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Joint Committee ILO dan
WHO ialah: “The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental, and social well being of in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused bt their working conditions; the protection of
workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment
adapted to his physiological equipment; to summarize: the adaptation of work to man
and each man to his job” (Dauly, 2010).
Menurut Budiono (2003), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: “Suatu
ilmu multi disiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi
tenaga kerja terhadap risiko bahaya dalam melakukan pekerjaannya serta mencegah
terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran,
peledakan, dam pencemaran lingkungan.” Sedangkan menurut Depnaker RI (2005),
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: “Keselamatan dan kesehatan Kerja adalah
segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah,
mengurangi dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui
langkah-langkan identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya secara tepat dan
melaksanakan perundang - undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja”
(Rizky, 2009).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa keselamatan
menangani atau mengendalikan bahaya dan risiko yang ada di atau dari tempat kerja,
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan atau keselamatan pada pekerja
maupun masyarakat sekitar lingkungan kerja (Tjipto, 2009).
2.2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas
setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi emosional karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja
dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya,
melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Palin (2012) menyatakan bahwa: “Lingkungan kerja adalah faktor- faktor
di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini
mencakup peralatan kerja, suhu di tempat kerja, kesesakan dan kepadatan,
kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang
terbentuk di perusahaan antara atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan”.
Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama
karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik
tempat karyawan bekerja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
karyawan adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi
Lingkungan kerja menurut Nitisemito, dalam Rodhiah (2008) adalah segala
sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sementara itu, menurut Fieldman dalam
Rodhiah (Jurnal Manajemen, 2008) menjelaskan bahwa lingkungan kerja merupakan
faktor - faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi
yang pembentukannya terkait dengan kemampuan manusia. Berdasarkan definisi
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah sebuah hal yang
berada di sekitar pekerjaan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam
melaksanakan tugas, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan dan
kinerja karyawan tersebut.
2.2.1. Lingkungan Kerja Sosial
Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan yang terbina dalam perusahaan.
Seorang pegawai bekerja di dalam perusahaan tidak sendiri. Di dalam melakukan
aktivitas, pegawai pasti membutuhkan orang lain. Dengan demikian pegawai wajib
membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena
pegawai saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi
psikologis karyawan. Mello (2002) menyatakan bahwa “labor relations is key strategic issue for organizations because the nature of the relationship between the
employeer and can have a significant inpact on morale,motivation and
productivity”. (Hubungan kerja adalah isu strategis kunci bagi organisasi karena sifat
hubungan antara pemberi kerja dan dapat memiliki impact signifikan terhadap moral,
Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja.
Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman karena gagal
menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat
digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan
membangun tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik,
menurut Mangkunegara (2003) diperlukan: “(1) pengaturan waktu, (2) tahu
posisi diri, (3) adanya kecocokan, (4) menjaga keharmonisan, (5) pengendalian
desakan dalam diri, (6) memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada
diri orang lain, (7) jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri
sendiri, (8) tidak mengumbar kemarahan pada orang lain, (9) besikap bijak dan
bijaksana”. Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangun hubungan kerja yang
baik diperlukan pengendalian emosional dengan baik di tempat kerja.
Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa “untuk menciptakan hubungan
relasi kerja yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan
waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka
berhubungan dengan tim kerja serta (2) menciptakan suasana, memperhatikan dan
memotivasi kreativitas”. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan
hubungan kerja dan pengendalian emosional di tempat kerja itu sangat perlu untuk
diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal
ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin.
Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang
segalanya. Menusia bekerja untuk mendapatkan lebih dari sekedar uang, manusia
memerlukan penghargaan dari perusahaan, memiliki hubungan yang baik dengan
sesama karyawan dan manajer serta memiliki pekerjaan yang layak. Jadi uang bukan
merupakan alat motivasi yang utama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan
sebaliknya hubungan kerja yang baik di lingkungan perusahaan merupakan kunci
utama untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas karyawan yang pada akhirnya
memberikan dampak positif terhadap prestasi kerja karyawan.
2.2.2. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya.
Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja karyawan. Faktor -
faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan,
kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku
manusia. Robbins (2002) menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah:
a. Suhu
Suhu adalah satu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar.
Suhu yang nyaman bagi seseorang mungkin merupakan neraka bagi orang lain.
Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa
karyawan bekerja di suatu lingkungan dimana suhu diatur sedemikian rupa sehingga
berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.
b. Kebisingan
konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja
sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh
negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan.
c. Penerangan
Bekerja pada ruang yang gelap dan samara-samar akan menyebabkan
ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan
dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya
juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan
yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibanding
yang lebih muda.
d. Mutu Udara
Merupakan fakta yang tidak bisa disangkal bahwa jika menghirup udara
tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan pribadi. Udara yang
tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi keryawan. Udara yang tercemar di
lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah
dan depresi.
Faktor lainnya yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyaman bagi
karyawan di tempat kerjanya. Faktor - faktor dari rancangan ruang kerja tersebut
menurut Robbins (2002) terdiri atas :
a. Ukuran ruang Kerja
sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih
rendah jika dibanding dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas.
b. Pengaturan
Jika ukuran ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan,
pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu
penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin
berinteraksi dengan individu - individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi
kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.
c. Privasi
Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi dan sekatan-sekatan fisik lainnya.
Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan
mereka (khususnya dalam posisi manajerial, dimana privasi diasosiasikan dalam
status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi
dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan
privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama
sangat menyusahkan orang - orang yang melakukan tugas-tugas rumit.
Lingkungan Kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan
kinerja karyawan. Karena Lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap
karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kinerja oragnisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan
dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena
keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang
tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat
menurunkan kinerja karyawan.
Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung (Sedarmayanti, 2001). Menurut Nitisemito (2002)
Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan,
kebersihan, musik dan lain-lain. Berdasarkan definisi tersebut bahwa lingkungan
kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat kerja karyawan lebih
banyak berfokus pada benda-benda dan situasi sekitar tempat kerja sehingga
dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Faktor-faktor
lingkungan kerja fisik yaitu pewarnaan, penerangan, udara, suara bising, ruang
gerak, keamanan, kebersihan.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan
2001). Lingkungan kerja non fisik ini tidak kalah pentingnya dengan lingkungan
kerja fisik. Semangat kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
kerja non fisik, misalnya hubungan dengan sesama karyawan dan dengan
pemimpinnya. Apabila hubungan seorang karyawan dengan karyawan lain dan
dengan pimpinan berjalan dengan sangat baik maka akan dapat membuat karyawan
merasa lebih nyaman berada di lingkungan kerjanya.
Ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi
perilaku karyawan, yaitu:
1. Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikan
kepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.
2. Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan
mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan mereka.
3. Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan
bahwa pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta
menghargai mereka.
4. Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada
kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada.
5. Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya
komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun
2.3. Perilaku
Geller (2001) menyatakan bahwa perilaku itu mengacu pada tingkah laku atau
tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Dengan kata lain, perilaku
adalah apa yang seseorang katakan atau lakukan yang merupakan hasil dari
pikirannya, perasaannya, atau diyakininya. Perilaku manusia menurut Dolores dan
Johnson (dalam Anggraini, 2011) adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh
manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi,
dan atau genetika.
Faktor penentu perilaku terbagi atas 2 bagian yakni faktor internal, yaitu
karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan dan berfungsi untuk
mengolah rangsangan dari luar, misalnya tingkat pengetahuan, kecerdasan, persepsi,
emosi, motivasi, jenis kelamin, dan sebagainya dan faktor eksternal, meliputi
lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik, seperti iklim, manusia, sosial,
budaya, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang.
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang
dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan
tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk
pengetahuan, motivasi dan persepsi. Perilaku sebagai perefleksian faktor-faktor
kejiwaan seperti : keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, sikap, motivasi,
fisik, sosio, masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia
cenderung bersifat holistik (menyeluruh). Hal ini dapat diartikan bahwa sulit untuk
dibedakan yang mana faktor yang mempengaruhi dan berkontribusi dalam
pembentukan perilaku manusia.
Skinner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
proses atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus-Organisme-Respons. Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu:
1. Respondent response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
Respondent response ini juga mencakup perilaku emosional.
2. Operant response atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat atau
reinforce, karena memperkuat respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku Tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku Terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.3.1. Pembentukan Perilaku
Notoatmodjo (2003) menyebutkan faktor yang memegang peranan didalam
pembentukan perilaku, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa
kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk mengolah
pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi objek, orang, kelompok dan
hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk
perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras
dengan lingkungan apabila perilaku tersebut dapat diterima oleh lingkungannya dan
dapat diterima oleh individu yang bersangkut an.
Reason (1997) mengungkapkan bahwa adanya saling mempengaruhi antara
faktor psikologis dan faktor situasi dalam perilaku manusia dimana faktor
manusia dipengaruhi faktor internal yaitu: faktor yang berkaitan dengan diri perilaku,
seperti : kebutuhan, motivasi, kepribadian, harapan, pengetahuan, persepsi, dan faktor
eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri perilaku atau dari lingkungan
sekitarnya, seperti: kelompok, organisasi, atasan, teman, orang tua, dan lain-lain