• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar: Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar: Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WISATA AIR SITU TERHADAP PERUBAHAN

SOSIAL EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

SEKITAR

(Kasus Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi

Jawa Barat)

YANTI JULIANA NAIBAHO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar: Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Yanti Juliana Naibaho

(4)

ABSTRAK

YANTI JULIANA NAIBAHO. Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar : Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA.

Sektor pariwisata menunjukkan perkembangan dan kontribusi ekonomi yang meningkat sebagai sumber pendapatan negara. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia (WTO 2000), yang melibatkan 657 juta kunjungan wisata di tahun 1999 dengan penerimaan $455 miliar di seluruh dunia. Adanya kawasan wisata memberikan pengaruh kepada kondisi sosial ekologi dan sosial ekonomi masyarakat dan tidak menutup kemungkinan menimbulkan krisis ekologi yang berpengaruh terhadap keberlanjutannya. Oleh sebab itu dilakukan kajian mengenai pengaruh wisata situ terhadap perubahan sosial ekologi dan sosial ekonomi masyarakat sekitar di kawasan wisata air Situ Gede dengan menggunakan metode kuesioner dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kawasan wisata Situ Gede dengan kesesuaian wisata bebek-bebekan yang sangat sesuai dan daya dukung kawasan sebesar 64 orang per hari tidak berpengaruh terhadap sosial ekonomi dan sosial ekologi masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap adanya krisis ekologi.

Kata kunci: kesesuaian wisata, daya dukung kawasan, sosial ekologi, sosial ekonomi, krisis ekologi.

ABSTRACT

YANTI JULIANA NAIBAHO. Influence of Tourism There against change social ecological and social economy community : Situ Gede Water Tourism Area, Bogor, West Java. Supervised by IVANOVICH AGUSTA.

Tourism sector shows the development and the increasing economic contribution as a source of State revenue. Tourism is the fastest growing industry in the world (WTO, 2000), involving 657 million tourist visits in 1999 with the receipt of $ 455 billion in the world. The existence of the tourism gives influence to the social conditions of the ecological and social economic community and does not cover the possibility of causing ecological crisis on sustainability. Therefore this research carried out study on the influence of tourism there against ecological and social change social economy community around in tourist areas Situ Gede by using the questionnaire and in-depth interviews methods. The results of this study showed that the presence of the ecotourism suitability of tourism Situ Gede with motor boat that is very appropriate and support the power of 64 people every day had no effect on the social economic and social ecological community, and not effect to the ecological crisis.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH WISATA SITU TERHADAP PERUBAHAN

SOSIAL EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

SEKITAR

(Kasus Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi

Jawa Barat)

YANTI JULIANA NAIBAHO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar: Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

Nama : Yanti Juliana Naibaho NIM : I34090007

Disetujui oleh

Dr. Ivanovich Agusta, SP, MSi. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah kajian wisata, dengan judul Pengaruh Wisata Situ terhadap Perubahan Sosial Ekologi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar: Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Adanya wisata tidak berpengaruh terhadap tingkat pendapatan rumahtangga, tidak berpengaruh terhadap terciptanya peluang usaha dan kerja masyarakat, dan tidak berpengaruh terhadap perubahan mata pencaharian masyarakat selama setahun terakhir. Hal ini karena umumnya masyarakat bekerja di luar kawasan Situ Gede. Adanya kawasan wisata Situ Gede tidak terlalu berpengaruh terhadap keadaan transportasi, kebisingan, dan kemacetan.

Adanya Situ Gede sebagai kawasan wisata tidak berpengaruh terhadap berkurangnya debit air. Adanya wisata situ berpengaruh terhadap perubahan warna air Situ Gede. Perubahan warna air situ dari yang tidak berwarna menjadi berwarna karena banyaknya sampah dan limbah rumahtangga yang dialirkan ke Situ Gede. Kesesuaian wisata bebek-bebekan dengan daya dukung sebanyak 64 orang per hari cukup berpengaruh terhadap perubahan warna air ini. Adanya wisata situ berpengaruh terhadap kualitas air minum masyarakat. Masyarakat tidak mau menggunakan air dari Situ Gede karena sudah berwarna dan kotor.

Adanya wisata Situ Gede berpengaruh terhadap kesuburan tanah, karena pengunjung dan masyarakat membuang sampah ke dalam maupun pinggiran Situ Gede. Adanya wisata Situ Gede berpengaruh terhadap kondisi air. Kelangsungan pembangunan di kawasan Situ Gede tidak berlangsung setiap bulan, tetapi beberapa kali dalam satu tahun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ivanovich Agusta, SP, Msi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran, masukan, dan perbaikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak dan Ibu masyarakat Situ Gede, khususnya yang menjadi responden, Bapak Lurah Situ Gede, Bapak Mulyana, Bu Wisda, dan seluruh staf kelurahan, Bapak Uci Sanusi beserta anggota LPM lainnya yang membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Maniur Naibaho, ibu Minar Simbolon, abang Marolop, kakak Yeni Rahel, adik-adikku Anita, Molisna, Marojahan, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada

chibi Dian, Fascah, Evi, Putri, dan Ratna dengan canda tawa dan kebersamaannya, semua suka duka terlewati. Kepada Bonita, Lorenza, Melisa, Mona, Sondang, Vici, teman satu bimbingan Novia, dan seluruh KPM 46 atas kebersamaan di departemen tercinta, dan juga buat KOMPERS dan penghuni Perwira 10.

Penulis menyadari bahwa karya ilmah ini belumlah sempurna. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(9)
(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 3

PENDEKATAN TEORETIS 4

Tinjauan Pusataka 4

Konsep Wisata 4

Kesesuaian Wisata 4

Daya Dukung Kawasan 5

Konsep Situ 6

Krisis Ekologi 6

Degradasi Lingkungan 7

Debit Air 7

Konsep Sosial Ekoloogis 8

Tingkat Gangguan terhadap Sumber Air 8

Tingkat Pencemaran Air dan Lingkungan 8

Konsep Sosial Ekonomi 9

Tingkat Pendapatan 9

Peluang Usaha dan Kerja 9

Perubahan Mata Pencaharian 10

Pembangunan Berkelanjutan 11

Kerangka Pemikiran 11

Defenisi Operasional 13

METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Teknik Penentuan Responden 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 20

Kondisi Geografis 22

Kondisi Demografi 22

Kondisi Ekonomi 23

Kondisi Pendidikan dan Kesehatan Penduduk 24

Kondisi Sarana dan Prasarana 24

WISATA SITU GEDE 25

Analisis Wisata Situ terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat 27

Tingkat Pendapatan 27

Peluang Usaha dan Kerja 28

Perubahan Mata Pencaharian 29

(11)

Analisis Wisata Situ terhadap Krisis Ekologi 31

Degradasi Lingkungan 31

Debit Air Berkurang 33

Ikhtisar 34

Analisis Wisata Situ terhadap Sosial Ekologi Masyarakat 36

Tingkat Gangguan terhadap Sumber Air 36

Kondisi Sumber Air 36

Kualitas Air Minum 37

Tingkat Pencemaran Air dan Lingkungan 38

Kesuburan Tanah 38

Kondisi Air 39

Pemukiman Penduduk 40

Ikhtisar 41

Analisis Krisis Ekologi terhadap Sosial Ekologi Masyarakat 42

Ikhtisar 52

Analisis Krisis Ekologi terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat 54

Ikhtisar 62

Pembangunan Berkelanjutan 63

SIMPULAN DAN SARAN 64

Simpulan 64

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

RIWAYAT HIDUP 68

(12)

DAFTAR TABEL

1 Defenisi Operasional 13

2 Kondisi dan Nilai Bobot Situ Gede menurut Parameter Penilaian 20

3 Penilaian Kualitas Situ di Kota Bogor 20

4 Hasil Penilaian Potensi Situ Gede sebagai Obyek Wisata 21 5 Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede menurut Usia 23 6 Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede menurut Mata

Pencaharian

23 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Situ Gede menurut

Tingkat Pendidikan

24

8 Persentase Kualitas Air Minum Situ Gede 37

9 Persentase Jenis Sumber Air Minum Penduduk 37

10 Persentase Kondisi Air Situ Gede 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 12

2 Uji histogram tingkat pendapatan masyarakat di kawasan wisata air Situ Gede

27

3 Kategori Tingkat Pendapatan Masyarakat 28

4 Peluang Usaha Dan Kerja di Kawasan Wisata Air Situ Gede 29 5 Keadaan Transportasi yang Melintas Sebulan Terakhir di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

31 6 Tingkat Kebisingan yang dirasakan Sebulan Terakhir di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

32 7 Kondisi Kemacetan Sebulan Terakhir di Kawasan Wisata Air Situ

Gede

32 8 Kondisi Jalan di Lintasan Kawasan Wisata Air Situ Gede 33

9 Kondisi Debit Air Situ Gede 34

10 Kondisi Sumber Air di Kawasan Wisata Air Situ Gede 36 11 Tingkat Kesuburan Tanah di Kawasan Wisata Air Situ Gede 39 12 Sumber Sampah Yang Ada di Kawasan Wisata Air Situ Gede 39 13 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Kualitas Air Minum di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

42 14 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Kualitas Air Minum di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

43 15 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Kondisi Sumber Air di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

43 16 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Kualitas Air Minum di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

44 17 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Kondisi Air di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

45 18 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Kualitas Air Minum di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

45 19 Hubungan Antara Kondisi Jalan dan Kondisi Sumber Air di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

46 20 Hubungan Antara Kondisi Jalan dan Kualitas Air Minum di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

(13)

21 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Kesuburan Tanah di Kawasan Wisata Air Situ Gede

47 22 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Kondisi Air di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

48 23 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Kesuburan Tanah di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

49 24 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Kondisi Air di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

49 25 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Kesuburan Tanah di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

50 26 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Kondisi Air di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

51 27 Hubungan antara kondisi jalan dan kesuburan tanah di kawasan

wisata

51 28 Hubungan Antara Kondisi Jalan dan Kualitas Air Minum di Kawasan

Wisata Air Situ Gede

52 29 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Tingkat Pendapatan di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

54 30 Hubungan Antara Kondisi Keadaan Transportasi Dan Peluang Usaha

dan Kerja di Kawasan Wisata Air Situ Gede

55 31 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Perubahan Mata

Pencaharian di Kawasan Wisata Air Situ Gede

56 32 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Tingkat Pendapatan di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

56 33 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Peluang Usaha Dan Kerja

di Kawasan Wisata Air Situ Gede

57 34 Hubungan Antara Tingkat Kebisingan dan Perubahan Mata

Pencaharian di Kawasan Wisata Air Situ Gede

58 35 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Tingkat Pendapatan di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

58 36 Hubungan Antara Kondisi Kemacetan dan Peluang Usaha Dan Kerja

di Kawasan Wisata Air Situ Gede

59 37 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Perubahan Mata

Pencaharian di Kawasan Wisata Air Situ Gede

60 38 Hubungan Antara Kondisi Jalan dan Tingkat Pendapatan di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

61 39 Hubungan Antara Keadaan Transportasi dan Perubahan Mata

Pencaharian di Kawasan Wisata Air Situ Gede

61 40 Hubungan Antara Kondisi Jalan dan Perubahan Mata Pencaharian di

Kawasan Wisata Air Situ Gede

62

41 Keberlanjutan Wisata Situ Gede 63

DAFTAR LAMPIRAN

1 Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) di Situ Gede 70

2 Daya Dukung Kawasan Wisata Air Situ Gede 71

3 Matriks Kesesuaian untuk Setiap Kegiatan Wisata yang Akan Dikembangkan di Situ Gede

(14)

4 Data Pekerjaan Responden 74 5 Peta Lokasi Kawasan Wisata Air Situ Gede, Kelurahan Situ Gede,

Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor

75

6 Dokumentasi 76

7 Kerangka Sampling Penelitian 78

8 Jadwal Penelitian di Kawasan Wisata Air Situ Gede 91

(15)

PENDAHULUAN

Lembaga Ketahanan Nasional (1995) dalam Ayuningtyas (2011) menyatakan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam dengan daya tarik yang mengagumkan. Sektor pariwisata menunjukkan perkembangan dan kontribusi ekonomi yang meningkat sebagai sumber pendapatan negara. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia (WTO 2000 dalam Yuzni 2008), yang melibatkan 657 juta kunjungan wisata di tahun 1999 dengan penerimaan $455 miliar di seluruh dunia. Pada tahun 2010 jumlah kunjungan antar negara ini diperkirakan meningkat mencapai 937 juta orang (Yuzni 2008). Akan tetapi, kurangnya perencanaan dalam mengelola kawasan wisata menyebabkan berbagai dampak yang sangat merugikan. Umumnya dampak tersebut mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan yang selanjutnya diikuti dengan berubahnya budaya masyarakat setempat (Inskeep 1991 dalam Yuzni 2008). Penurunan kualitas lingkungan dan budaya memacu berkurangnya permintaan pasar terhadap wisata di kawasan tersebut, selanjutnya memberikan kerugian ekonomi bagi kawasan tersebut.

Latar Belakang

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusa dengan tujuan keluar dari rutinitas pekerjaan dan keluar dari tempat kediamannya (Marpaung 2002). Berkembangnya kawasan pariwisata di suatu daerah akan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat, diantaranya manfaat ekonomis, sosial, dan budaya. Namun, jika pengembangannya tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan permasalahan yang merugikan masyarakat (Wardiyanta 2006). Adanya kawasan wisata juga memberikan manfaat baik untuk alam dan memberikan manfaat baik juga kepada masyarakat di kawasan wisata.

Situ Gede merupakan salah satu obyek wisata di Kota Bogor. Letaknya strategis. Pengunjung tidak dikenakan retribusi, hanya secara sadar perlu turut menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitarnya. Akan tetapi dalam sebuah berita di harian Radar Bogor dinyatakan bahwa, sejak awal 2011 jumlah pengunjung kawasan wisata Situ Gede menurun signifikan.1Kawasan wisata yang menawarkan keindahan panorama danau dan hutan jati ini, biasanya dikunjungi ribuan orang saat akhir pekan. Kurangnya jumlah pengunjung ini disebabkan oleh debit air Situ Gede yang sering surut.2 Selain sebagai tempat wisata, Situ Gede juga dimanfaatkan sebagai saluran irigasi bagi areal persawahan di sekitar lokasi, sehingga air yang masuk tidak seimbang dengan air yang keluar, sehingga terdapat ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata Situ Gede yang diperkirakan berpengaruh terhadap kondisi sosial-ekologi dan sosial ekonomi masyarakat situ. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat sejauhmana pengaruh wisata situ terhadap kondisi sosial-ekologis dan sosio-ekonomis sebagaimana terjadi pada rumahtangga masyarakat sekitar kawasan Situ Gede.

1

Dalam harian Radar Bogor, Jumat 8 April 2011. Bisa diunduh dalam http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=72100

2

(16)

Perumusan Masalah Penelitian

Keberhasilan pembangunan suatu daerah wisata berkaitan dengan struktur sosial-ekologisnya. Pengelolaan kawasan pariwisata pedesaan, khususnya daerah wisata dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat desa sekitarnya, berupa pengaruh ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk itu perlu dikaji:

1. Sejauh mana wisata situ berpengaruh terhadap perubahan sosial ekologi? 2. Sejauh mana wisata situ berpengaruh terhadap adanya krisis ekologi?

3. Sejauh mana wisata situ berpengaruh terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat?

4. Sejauh mana krisis ekologi mempengaruhi sosial ekologi masyarakat? 5. Sejauh mana krisis ekologi mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat? 6. Sejauh mana adanya kondisi sosial ekologi, krisis ekologi, dan kondisi sosial

ekonomi berpengaruh terhadap keberlanjutan wisata Situ Gede?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh wisata situ terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat

2. Menganalisis pengaruh wisata Situ Gede terhadap adanya krisis ekologi

3. Menganalisis pengaruh wisata Situ Gede terhadap perubahan sosial-ekologi masyarakat sekitar.

4. Menganalisis pengaruh krisis ekologi di kawasan wisata Situ Gede terhadap aspek sosial ekologi masyarakat.

5. Menganalisis pengaruh krisis ekologi di kawasan wisata Situ Gede terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat.

6. Menganalisis pengaruh adanya kondisi sosial ekologi, krisis ekologi, dan kondisi sosial ekonomi terhadap keberlanjutan wisata Situ Gede.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai kondisi wisata situ dan pemanfaatannya, serta pengaruhnya terhadap ekologis dan ekonomi masyarakat sekitar situ. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan kepada berbagai pihak, yaitu:

1. Akademisi, dimana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai kajian wisata, khususnya wisata situ yang seringkali tidak diperhatikan keberlanjutannya.

2. Masyarakat, dimana penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan tentang kondisi situ di sekitar masyarakat, yang seringkali diremehkan cara pengelolaannya.

(17)

Hipotesis Penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: .

1. Wisata situ berpengaruh terhadap aspek sosial ekologi masyarakat. Adanya kawasan wisata Situ Gede menyebabkan tingginya tingkat gangguan terhadap sumber air serta tingginya tingkat pencemaran lingkungan.

2. Wisata situ berpengaruh terhadap aspek krisis ekologi. Adanya wisata situ meningkatkan terjadinya krisis ekologi di kawasan Situ Gede.

3. Wisata situ berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat. Adanya wisata situ menciptakan peluang usaha dan kerja serta merubah mata pencaharian masyarakat.

4. Krisis ekologi di kawasan wisata Situ Gede mempengaruhi aspek sosial ekologi masyarakat.

5. Krisis ekologi di kawasan wisata Situ Gede mempengaruhi aspek sosial ekonomi masyarakat.

6. Kondisi sosial ekologi, krisis ekologi, dan kondisi sosial ekonomi mempengaruhi keberlanjutan wisata Situ Gede.

(18)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Wisata

Wisata atau pariwisata merupakan “an agent of cultural changes” yang dapat mempengaruhi perjalanan orang-orang, acra berpikir masyarakat yang dikunjungi, tata cara dan adat istiadat penduduk yang dikunjungi serta upacara-upacara keagamaan. Dengan berkembangnya kepariwisataan, orang-orang bebas bergerak dari suatu tempat ke tempat, dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain yang sama sekali berbeda adat dan kebiasaannya (Windiyarti, Gusman, Da Costa 1993).

Windiyarti, Gusman, Da Costa (1993) menyatakan bahwa dalam dunia pariwisata, tidak hanya menjaring wisatawan mancanegara saja, tetapi juga wisatawan nusantara. Hal ini tentunya akan memberikan dampak/pengaruh yang positif maupun negatif. Adapun manfaat dan keuntungan dari pengembangan kepariwisataan, diantaranya adalah :

1. Makin luasnya kesempatan usaha 2. Makin luasnya lapangan kerja

3. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah 4. Mendorong pelestarian budaya dan peninggalan sejarah 5. Mendorong terpeliharanya lingkungan hidup

6. Terpeliharanya keamanan dan ketertiban

7. Mendorong peningkatan dan pertumbuhan di bidang pembangunan sektor lain

8. Memperluas wawasan nusantara, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam mengembangkan kepariwisataan selain hal yang menguntungkan, , yaitu :

1. Harga di daerah tujuan pariwisata menjadi semakin tinggi 2. Terjadi pencemaran lingkungan alam dan lingkungan hidup 3. Terjadi sifat ikut-ikutan oleh masyarakat setempat

4. Tumbuhnya sikap mental materialistis 5. Tumbuhnya pedagang asongan

6. Tumbuhnya sikap meniru wisatawan 7. Meningkatnya tindak pidana.

Kesesuaian Wisata

Analisis kesesuaian wisata adalah analisis kegiatan wisata yang telah diadakan atau akan dikembangkan di suatu kawasan dengan menyesuaikan antara peruntukannya dengan potensi sumberdaya yang dimiliki. Kesesuaian wisata di Situ Gede dianalisis pada setiap kegiatan yang dikembangkan di kawasan wisata air Situ Gede. Analisis kesesuaian wisata ditentukan berdasarkan perhitungan indeks kesesuaian wisata (IKW) yang memiliki persamaan sebagai berikut (Yulianda 2007 dalam Sari 2009):

IKW = ∑

(19)

Keterangan :

IKW : indeks kesesuaian wisata Ni : nilai parameter ke-i

Nmaks : nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Nilai parameter ke-i (Ni) merupakan hasil perkalian antara bobot dan skor lokasi penelitian dari suatu parameter. Nilai maksimum dari suatu kategori wisata (Nmaks)

merupakan hasil perkalian antara bobot dan skor maksimum dari suatu parameter. Parameter, bobot dan skor yang dimaksud dapat dilihat pada matriks kesesuaian. Matriks kesesuaian wisata yang digunakan berdasarkan matriks kesesuaian menurut Yulianda (2007) dalam Sari (2009) yang telah dimodifikasi. Matriks ini dibuat berdasarkan hasil studi pustaka dan subjektivitas dari ahli dalam bidangnya. Matriks kesesuaian untuk setiap kegiatan wisata yang akan dikembangkan di Situ Gede dapat dilihat pada lampiran 1.

Daya Dukung Kawasan

Analisis daya dukung kawasan di kawasan wisata air Situ Gede dilakukan agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Metode yang digunakan untuk analisis daya dukung yaitu dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). Daya dukung kawasan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan wisata dapat dihitung dengan persamaan (Yulianda 2007 dalam Sari 2009):

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp Keterangan :

DDK : daya dukung kawasan (orang/hari)

K : potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang) Lp : luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (m2/m) Lt : unit area untuk kategori tertentu (m2/m)

Wt : waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari)

(20)

oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (Wt) merupakan lamanya waktu kawasan wisata air Situ Gede dibuka dalam satu hari yaitu sekitar 8 jam (jam 08.00-16.00). Waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk melakukan satu jenis kegiatan (Wp) berbeda-beda tergantung kepada jenis tujuan wisata.

Suprianto et al. (2005) dalam Damanik dan Weber (2006) menyebutkan potensi wisata ada dua, yaitu: pertama, potensi sumberdaya alam, yang memberikan peluang yang sangat besar dalam memasyarakatkan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat lokal serta mempromosikannya di tingkat internasional dan regional.

Kedua, potensi pasar yang seiring bergesernya trend pasar wisatawan dunia “back to nature” berkembang pesat, yang berpeluang meningkatkan perekonomian ataupun

tingkat pendapatan masyarakat.

Konsep Situ

Suryadiputra (1999) dalam Rosnila (2004), sebagaimana dikutip oleh Wardhani (2010) mendefinisikan situ sebagai, karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air ataupun buatan manusia (artificial) yang merupakan sumber baku bagi berbagai kepentingan kehidupan manusia. Sumber air yang ditampung pada umumnya berasal dari air hujan, sungai atau saluran pembuang dan mata air.

Krisis Ekologi

Sistem alam dan sistem manusia saling memberikan energi, materi, dan informasi dalam jumlah dan bentuk yang berbeda satu sama lain. Dharmawan (2007) menyebutkan bahwa manusia meminta materi, energi, dan informasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup (pangan, sandang, dan papan). Sementara alam lebih banyak mendapatkan energi, materi, dan informasi dari manusia dalam bentuk waste and pollutant yang lebih banyak mendatangkan kerugian bagi penghuni bumi. Oleh karena itu, pertukaran tersebut mengalami ketidakseimbangan akibat ketidaksesuaian hubungan timbal balik antara manusia dengan alam. Manusia memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara alam memperoleh kerugian dari pemanfaatan tersebut karena mengalami eksplooitasi, sehingga akhirnya akan menimbulkan krisis ekologi.

(21)

Akar penyebab adanya krisis ekologi secara garis besarnya adalah: populasi penduduk yang terus meningkat, teknologi produksi dan teknologi jasa yang menjadi pemicu kerusakan dan pencemaran lingkungan, kemiskinan, gaya hidup makmur, pudarnya kearifan lokal, kegagalan pasar, tidak ada mekanisme pasar, dan kegagalan kebijkan pembangunan. Jenis krisis ekologi secara garis besar diantaranya adalah kerusakan sumberdaya alam (banjir, longsor, degradasi hutan, deforestasi), pencemaran lingkungan (pencemaran air, udara, kebisingan), degradasi keanekaragaman hayati (kepunahan spesies, perubahan menjadi monokultur, kelangkaan plasma nutfah, dan meluasnya tanaman transgenik), dan perubahan lingkungan global (pemanasan bumi dan perubahan iklim; perluasan gurun; keanekaragaman hayati)3.

Degradasi Lingkungan

Menurut Dharmawan (2007) sistem sosial suatu masyarakat akan menghadapi tiga aspek terpenting kerusakan lingkungan dari perspektif ekologi politik, yaitu: 1) marjinalitas atau peminggiran secara sosial-ekologi suatu kelompok masyarakat; 2) kerentanan secara sosial ekonomi-ekologi dan fisik akibat berlangsungnya kehancuran secara terus menerus; dan 3) kehidupan yang penuh dengan resiko kehancuran tahap lanjut.

Dalam skripsinya Lestari (2011) degradasi lingkungan adalah kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya berbagai bencana, seperti banjir, longsor, dan kebisingan. Degradasi lingkungan juga bisa dilihat dari adanya konversi yang mengubah alih fungsi lahan. Perubahan alih fungsi lahan mengakibatkan berkurangnya lahan terbuka hijau dan diperkirakan akan terus meningkat karena tingginya harga tanah dan pajak yang harus dibayar oleh pemilik tanah. Sebagai contoh, di Kelurahan Kuta pada tahun 2002 lahan terbuka seluas 195,87 Ha dan lahan terbangun seluas 586,13 Ha. Pada tahun 2004 lahan terbuka menyusut menjadi 164,58 Ha dan lahan terbangun menjadi 617,42 Ha. Alih fungsi lahan menyebabkan timbulnya degradasi lingkungan dan menimbulkan dampak negatif bagi bertambahnya bahan pencemaran di air laut Pantai Kuta melalui lolosnya air larian permukaan langsung ke Pantai Kuta.4

Debit Air

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchmanarea) yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah. Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sebuah ekosistem, maka terjadilah interaksi antara berbagai faktor penyusunnya seperti faktor abiotik, biotik dan manusia. Sebagai ekosistem dijumpai adanya input dan segala proses yang berkaitan dengan masukan tersebut yang dapat dievaluasi berdasarkan output yang dihasilkan.

Bila curah hujan dipandang sebagai unsur input dalam ekosistem DAS, maka

output yang dihasilkan adalah debit air sungai, penambahan air tanah dan limpasan sedimentasi. Sementara itu komponen lain seperti tanah, vegetasi, sungai dalam hal ini bertindak sebagai processor (Fahrizal 2009).

3

Handout mata kuliah Ekologi Manusia, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

4

(22)

Debit air sungai dalam hidrologi adalah tinggi permukaan air sungai yang diukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/det).

Konsep Sosial-Ekologis

Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, oekos berarti rumah dan logi atau

logos berarti ilmu. Sehingga dapat diartikan ekologi sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Adiwibowo 2007). Ekologi juga mempelajari bagaimana makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan hidupnya baik yang bersifat hidup (biotik) dan tidak hidup (abiotik) (Adiwbowo 2007).

Menurut Dharmawan (2007) dalam Adiwibowo (2007) perubahan ekologis merupakan dampak yang tidak dapat dielakkan dari interaksi manusia dan alam yang berlangsung dalam proses pertukaran (exchange). Proses pertukaran tersebut melibatkan energi, materi, dan informasi yang diberikan oleh kedua pihak yang saling berinteraksi. Kondisi sosial ekologi dilihat dari adanya tingkat gangguan terhadap sumber air serta tingkat perncemaran air dan lingkungan.

Tingkat Gangguan terhadap Sumber Air

Noor (2006) dalam Sulton (2011) menyatakan bahwa permasalahan yang sering muncul dari kegiatan pariwisata adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup seperti pencemaran pada tanah, udara, dan hidrologi air. Di Indonesia dapat dijumpai contoh daerah pariwisata yang mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup, seperti daerah pesisir Danau Toba. Pembuangan sampah sembarangan dan penangkapan ikan, dapat mengakibatkan daerah yang semula kandungan airnya tinggi menjadi rendah. Pembuangan sampah juga dapat mengakibatkan pengendapan sampah di dalam air dan di dalam tanah, sehingga dapat merusak komposisi air dan komposisi tanah. Diperlukan waktu yang sangat lama untuk kembali ke dalam kondisi semula. Polusi dan degradasi lingkungan juga akan terjadi pada semua kegiatan pariwisata.

Tingkat Pencemaran Air dan Lingkungan

(23)

terjadinya banjir, erosi, kekurangan sumber air, sumber penyakit, tanah longsor, merusak ekosistem sungai, merugikan nelayan.

Pencemaran lingkungan dapat terlihat dari adanya pencemaran tanah. Mulyanto (2007) mengungkapkan bahwa pencemaran tanah disebabkan menumpuknya senyawa kimia yang beracun, garam-garam, organisme patogen yang membawa penyakit atau bahan-bahan radioaktif yang dapat merugikan kehidupan tanaman dan satwa. Cara-cara pengelolaan tanah yang tidak sehat sangat mengurangi mutu tanah, menyebabkan polusi tanah dan menambah berat erosi.

Konsep Sosial-Ekonomis

Rachmawati (2005) dalam laporan akhirnya menyatakan bahwa dampak ekonomi dapat diartikan sebagai bentuk kontribusi dari suatu kegiatan wisata di suatu wilayah terhadap bidang perekonomian di wilayah tersebut. Studi mengenai dampak ekonomi cenderung memberikan tekanan pada keuntungan yang didapatkan dari adanya suatu kegiatan wisata. Kondisi sosial ekonomis dapat dilihat dari tingkat pendapatan, peluang usaha dan kerja, serta perubahan mata pencaharian masyarakat.

Tingkat Pendapatan

Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pariwisata pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif akibat aktivitas pariwisata diantaranya adalah terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pariwisata. Dampak negatif dari adanya aktivitas pariwisata adalah terjadinya penurunan pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena cenderung menurunnya kualitas lahan yang digunakan.

Peluang Usaha dan Kerja

Industri pariwisata merupakan industri yang sifatnya menyerap kebutuhan tenaga kerja, sehingga pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja lahir akibat adanya permintaan wisatawan. Kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat untuk menjadi pengusaha hotel, warung, dagang, dan lain-lain. Freyer (1993) dalam Damanik dan Weber (2006) membagi industri pariwisata dalam dua golongan utama yaitu:

a. Pelaku langsung : usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel atau penginapan, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dan lain-lain.

b. Pelaku tidak langsung : usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, pertanian, peternakan dan sebagainya.

Setiyanti (2011) mengungkapkan peluang usaha dan kerja menurut BPS dalam

(24)

yang tidak teratur. Usaha informal mencakup usaha sendiri dan usaha dengan bantuan keluarga. Usaha formal merupakan usaha yang lokasinya tetap, menggunakan bangunan dan jam kerja yang teratur serta mencakup usaha dengan buruh tetap atau karyawan. Kegiatan informal merupakan kegiatan yang padat karya, tingkat produktivitas rendah, pelanggan yang sedikit, tingkat pendidikan formal yang rendah, penggunaan teknologi menengah, sebagian pekerja keluarga, mudah keluar masuk usaha, serta kurang dukungan dan pengakuan dari pemerintah. Breman dalam Tando (1992) dalam

Setiyanti (2012) memberikan batasan usaha formal sebagai semua pekerja yang bergaji bulanan atau harian dalam suatu pekerjaan yang permanen, dan meliputi sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan serta terorganisir dan dilindungi badan hukum resmi.

Melihat hasil penelitian terdahulu, hasil penelitian Tando (1992) dalam Setiyanti (2011) menunjukkan bahwa kehadiran pariwisata telah memberikan peluang bagi masyarakat lokal dan sekitarnya untuk memanfaatkan peluang tersebut seperti dalam usaha penginapan, travel, rumah makan, perdagangan, transportasi, dan jasa. Kelompok masyarakat yang menggunakan peluang usaha jasa dan tenaga kerja di pariwisata umumnya berasal dari masyarakat lokal. Akan tetapi pada usaha formal, sebagian besar peluang kerja dimanfaatkan oleh karyawan dari luar daerah. Penggunaan peluang usaha di pariwisata juga telah menyebabkan adanya peralihan pemilikan sumberdaya alam antara penduduk lokal dengan penduduk desa lain yang terlihat pada usaha pendirian penginapan.

Hasil penelitian Sadono et al. (1992) dalam Setiyanti (2011) menunjukkan bahwa kunjungan wisata berdampak pada penciptaan kesempatan usaha dan kerja serta penciptaan pendapatan bagi masyarakat terutama masyarakat desa lapisan bawah di sekitar obyek wisata. Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan tambahan pendapatan yang berarti bagi masyarakat yang berusaha di sektor ini. Tingkat pendapatan usaha atau kerja adalah pendapatan total yang diperoleh masyarakat selama sebulan dari usaha atau kerja yang dilakukan.

Perubahan Mata Pencaharian

Perubahan mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang atau masyarakat berkaitan erat dengan perubahan kelembagaan, perubahan sosial ekonomi dan budaya. Perubahan mata pencaharian terjadi karena adanya faktor-faktor penyebab yang dapat berasal dari masyarakat sendiri maupun luar masyarakat. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor pariwisata. Sektor pertanian menyediakan bahan baku untuk usaha rumah makan, jongko, maupun pedagang buah-buahan dan opak, dan di sisi lain sektor pariwisata menyerap cukup banyak tenaga kerja dari penduduk di sekitar obyek wisata yang berlatarbelakang pertanian. Keadaan ini dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.

(25)

pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara itu Rachmad (1992)

dalam Purnamasarie (2011) menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses transformasi.

Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan dalam UU No.32 tahun 2009 didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Sugandhy dan Hakim (2009) dalam Sulton (2011), pola pembangunan berkelanjutan mengharuskan pengelolaan sumberdaya alam dilakukan secara rasional dan bijaksana. Hal ini berarti bahwa pengelolaan sumberdaya alam, seperti sumberdaya alam pertambangan, hutan pelestarian alam, hutan lindung dan hutan produksi, dapat diolah secara rasional dan bijaksana dengan memperhatikan keberlanjutannya. Untuk itu, diperlukan keterpaduan antara pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung sumberdaya alam yang ada dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang dalam batas daya dukung lingkupannya. Pembangunan akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Sugandhy dan Hakim 2009

dalam Sulton 2011). Pertimbangan lingkungan yang menyangkut ekonomi lingkungan, tata ruang, AMDAL dan social cost harus diinternalisasi dalam setiap pembuatan keputusan pembangunan untuk dapat mewujudkan hal ini, keterpaduan antar sektor, antar wilayah dan daerah dengan melibatkan semua stakeholders, menjadi suatu keharusan sehingga diperlukan koordinasi yang mantap.

Kerangka Pemikiran

(26)

Kondisi ini kemudian dapat mempengaruhi keberlanjutan wisata dalam suatu wilayah. Keberlanjutan wisata dilihat dalam potensi sumberdaya alam, yang memberikan peluang dalam memasyarakatkan pelestarian keanekaragaman hayati serta mempromosikannya. Keberlanjutan wisata ini juga dapat dilihat dari potensi trend pasar wisatawan “back to nature” yang berkembang pesat, sehingga berpeluang meningkatkan perekonomian ataupun tingkat pendapatan masyarakat. Kerangka pemikiran mengenai pemanfaatan situ untuk kawasan wisata ini disajikan pada Gambar 1.

Keterangan :

: diuji kualitatif : diuji kuantitatif

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Aspek Sosial-Ekonomis - Tingkat

Pendapatan - Peluang

Usaha dan Kerja - Perubahan

Mata

Pencaharian Krisis Ekologi

- Degradasi Lingkungan - Debit Air

Berkurang

Keberlanjutan Wisata Situ Aspek Sosial

-Ekologis - Tingkat

Gangguan terhadap Sumber Air - Tingkat

Pencemaran Air dan Lingkungan

(27)

Definisi Operasional

Tabel 1 Definisi operasional

VARIABEL/

INDIKATOR DEFENISI

DEFINISI OPERASIONAL SKALA PENGUKURAN KATEGORI

WISATA SITU

a. Daya dukung kawasan

Daya dukung kawasan: jumlah maksimum

wisatawan yang secara fisik dapat ditampung di setiap lokasi sesuai peruntukannya dalam satu hari agar tidak menimbulkan kerusakan alam dan wisatawan dapat bergerak bebas serta tidak merasa terganggu oleh keberadaan wisatawan lain di lokasi tersebut

Catt : menggunakan rumus daya dukung kawasan Rasio

b. Kesesuaian wisata

Kesesuaian wisata di Situ Gede dianalisis pada setiap kegiatan yang akan

dikembangkan di kawasan wisata air Situ Gede

a. Sangat sesuai : apabila parameter kesesuaian wisata yang diamati di lokasi penelitian tergolong dalam kategori sangat sesuai, skor 3.

b. Sesuai : apabila parameter kesesuaian wisata yang diamati di lokasi penelitian tergolong dalam kategori sesuai, skor 2.

c. Sesuai bersyarat : apabila parameter kesesuaian wisata yang diamati di lokasi penelitian tergolong dalam kategori sesuai bersyarat, skor 1.

(28)

VARIABEL/

INDIKATOR DEFENISI

DEFINISI OPERASIONAL SKALA PENGUKURAN KATEGORI

d. Tidak sesuai : apabila parameter kesesuaian wisata yang diamati di lokasi penelitian tergolong dalam kategori tidak sesuai, skor 0

Catt : dilihat berdasarkan matriks kesesuaian wisata

SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT

a. Tingkat Pendapatan

Jumlah pemasukan yang diperoleh oleh responden sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan dalam kurun waktu satu tahun.

Pengukuran didasarkan pada rata-rata pendapatan

rumahtangga dengan skor terendah pada pendapatan paling kecil.

a. Rendah : mean-standar deviasi, skor 0; <Rp 562650,765

b. Sedang : skor 1; Rp 562650,765- Rp 6026350,235 c. Tinggi : mean+standar deviasi, skor 2; >Rp

6026350,235

Catt : Grafik Histogram Standar Deviasi

Ordinal

b. Peluang usaha dan kerja

Kesempatan bagi

masyarakat untuk menjadi pelaku usaha di bidang formal dan informal sebagai akibat kedatangan

wisatawan ke suatu daerah.

a. Sulit : peluang usaha dan kerja baik sektor formal maupun informal tidak terbuka luas

b. Mudah : peluang usaha dan kerja sektor formal maupun informal terbuka luas

Ordinal

a. Perubahan mata pencaharian

Adanya pergantian pekrjaan dari bidang pertanian menjadi non-pertanian

a. Berubah: bidang pekerjaan yang ditekuni berubah dari bidang pertanian menjadi bidang non pertanian.

b. Tidak berubah: bidang pekerjaan yang ditekuni hanya di bidang pertanian

(29)

VARIABEL/

INDIKATOR DEFENISI

DEFINISI OPERASIONAL SKALA PENGUKURAN KATEGORI SOSIAL-EKOLOGI MASYARAKAT a. Tingkat gangguan terhadap sumber air

Tingkat gangguan terhadap sumber air adalah tingkat gangguan pada kondisi sumberdaya air meliputi kuantitas maupun kualitas air yang tersedia, yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Pengukuran ditentukan berdasarkan pada kondisi sumber air dan kualitas air minum responden.

(i) Kondisi sumber air adalah kondisi air Situ Gede. Pengukuran dimulai dari skor terendah dengan kondisi sumber air yang paling buruk.

a. Buruk : air berwarna, skor 1 b. Baik : air tidak berwarna, skor 2

(ii) Kualitas air minum adalah kondisi air minum secara fisik dilihat dari bersih atau kotornya air minum

tersebut. Pengukuran dilakukan mulai dari skor terendah dari keadaan air yang buruk.

a. Baik : air bisa digunakan untuk air minum, mencuci, memasak, dan aktivitas yang membutuhkan air, skor 2 b. Buruk : air tidak bisa digunakan untuk air minum, mencuci, memasak, dan aktivitas yang membutuhkan air, skor 1

Kategori : Tinggi : 2; Rendah : 1

Jadi, tingkat ganguan terhadap sumber air : 1. Tinggi : skor total 3-4

2. Rendah : skor total 1-2

Ordinal

b. Tingkat

pencemaran air dan lingkungan

Kondisi tanah dan air Situ Gede, serta kondisi lahan yang dimanfaatkan untuk lahan

pemukiman/perumahan

(i) Kesuburan tanah

a. Subur : dapat tumbuh tanaman apa saja, skor 1 b. Tidak subur : tidak dapat tumbuh tanaman apa pun, skor 2

(ii) Kondisi air

a.Tercemar : ada sampah di dalam air dan mengendap di

(30)

VARIABEL/

INDIKATOR DEFENISI

DEFINISI OPERASIONAL SKALA PENGUKURAN KATEGORI

dalam air, ada sampah di sekitar jalan wisata, skor 2 b.Tidak tercemar : sampah tidak ditemukan di dalam air dan di sekitar jalan tempat wisata, skor 1

(iii) Pemukiman penduduk

a. Meningkat : berbanding terbalik dengan kelestarian fungsi lahan-lahan produktif, dikarenakan kelangsungan pembangunan dan kehidupan. Pembangunan

berlangsung setiap bulan, skor 2

b. Sedang : pembangunan tidak berlangsung setiap bulan, skor 1

c. Menurun: pembangunan berlangsung setiap satu tahun, skor 0

Kategori : Tinggi : 2; Rendah : 1 Jadi, tingkat pencemaran lingkungan :

a. Tinggi : jika skor total 5-6 b. Rendah : jika skor total 2-4

KRISIS EKOLOGI

a. Degradasi lingkungan

a. Tinggi : adanya kebisingan dan kemacetan, skor 2 b. Sedang : tidak semua komponen degradasi

lingkungan ada (kebisingan, kemacetan), skor 1

c. Rendah : tidak ada kebisingan dan kemacetan, skor 0

Ordinal

Debit air berkurang Berkurangnya jumlah air dalam situ, dilihat dari ketinggian air semula

a. Berkurang : ketinggian air berkurang b. Tidak berkurang : ketinggian air tetap

(31)

VARIABEL/

INDIKATOR DEFENISI

DEFINISI OPERASIONAL SKALA PENGUKURAN KATEGORI

(dahulu) dan ketinggian air saat ini (ukuran

(32)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokoknya (Singarimbun dan Effendi 1989). Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif, yang dilakukan melalui observasi, studi literatur, dan wawancara mendalam.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh sosial-ekonomi dan sosial-ekologi masyarakat yang menjadi sampel penelitian. Metode kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif, yaitu wisata situ. Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, dilakukan pengambilan data melalui kuesioner kepada satu orang responden untuk melakukan uji coba kuesioner. Tahap kedua, setelah menggunakan uji coba kuesioner, kemudian dilakukan editing kuesioner, yang menghasilkan kuesioner penelitan yang sesungguhnya setelah disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan lokasi penelitian.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian pengaruh wisata situ terhadap perubahan ekologi dan sosial-ekonomi dilaksanakan di Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Terdapat unsur wisata yang terdapat di dalamnya, seperti kawasan Situ yang dikelilingi oleh hutan penelitian Dramaga yang akhirnya dijadikan sebagai obyek wisata. Terdapat pula berbagai daya tarik ekologis yang menjadikan Situ Gede sebagai salah satu obyek wisata di Kota Bogor. Daya tarik ekologis ini mempengaruhi pemanfaatan Situ Gede, seperti penciptaan usaha ekonomi skala kecil. Hal ini menjadikan lokasi tersebut penting untuk menjadi tempat penelitian. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2012.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara, dan pengamatan. Data sekunder sebagai data pendukung yang diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian seperti buku, internet, dokumen pemerintah desa, skripsi, dan tesis.

Teknik Penentuan Responden

Unit analisis penelitian ini adalah rumahtangga. Terdapat dua subjek penelitian yang terdiri dari informan dan responden. Informan dipilih dengan menggunakan teknik

(33)

masyarakat dalam hal pengambilan keputusan keluarga, seperti besarnya bantuan pendapatan yang diberikan anggota keluarga maupun aspek-aspek lain yang mempengaruhi keadaan sosial ekonomi.

Untuk memperoleh responden, maka ditentukan kerangka percontohan (sampling frame) yaitu rumahtangga masyarakat Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor (lampiran 2). Pengambilan sampel responden digunakan dengan cara acak sederhana (Simple Random Sampling). Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun. Informan dalam penelitian ini adalah aparat pemerintahan desa dan tokoh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Situ Gede sebagai pengelola kawasan wisata air Situ Gede.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel masing-masing variabel penelitian. Analisis ini menggunakan teknik-teknik statistik deskriptif yang meliputi tabel frekuensi dan grafik. Data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner diolah secara kuantitatif. Langkah dalam pengolahan data meliputi :

1. Editing kuesioner 2. Pengkodean data

3. Pemindahan data ke penyimpanan data (perangkat lunak yang digunakan adalah microsoft excel 2007)

4. Mengubah data dari microsoft excel 2007 ke SPSS 16 for Windows untuk memudahkan pengolahan data

5. Perapihan data

6. Pengolahan data sesuai rencana analisis

(34)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Situ Gede berada di belakang kantor Lurah Situ Gede. Di sebelah Utara situ adalah kawasan hutan kota CIFOR (Center for International Forestry Research) yang terjaga kelestariannya. Kondisi penyusutan luasan Situ Gede berada pada kondisi rendah, karena dalam 10 tahun terakhir tidak mengalami penyusutan luasan yang berarti, walaupun ada usaha-usaha dari penduduk untuk menggunakan lahan di kawasan situ untuk dirubah menjadi rumah. Data dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tahun 1993 menyebutkan terjadi penyusutan luasan sebesar 10 persen dari 6,9 Ha, dan data tahun 2005 menyebutkan terjadi penyusutan menjadi 6,2 Ha (Rahman, 2010). Gambaran kondisi Situ Gede yang diteliti oleh Rahman (2010) yang memperlihatkan kualitas Situ Gede terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kondisi dan nilai bobot Situ Gede menurut parameter penilaian

No Parameter Penilaian Kondisi Nilai Bobot

1 Penyusutan luas dalam 10 tahun terakhir

Rendah ( < 5 % ) 3

2 Kedalaman musim hujan Sedang ( 2-5 m ) 2

3 Penurunan muka air pada musim kemarau

Rendah ( < 25 % ) 3

4 Sempadan Ada 3

5 Cekdam & Pintu Air Ada, berfungsi baik 3

6 Prosentase tutupan vegetasi < 25 % 3

7 Baku Mutu air Kelas II 3

Jumlah 20

Sumber : Rahman, 2010

Kondisi kualitas air Situ Gede masuk pada kelas II yang dapat digunakan untuk tempat rekreasi air, budidaya perikanan air tawar, peternakan, air untuk pertanaman dan untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Rahman (2010) juga menganalisis kualitas situ di Kota Bogor. Kualitas situ di Kota Bogor terbagi menjadi tiga yang didapatkan dari penilaian kondisi situ dengan satu situ masuk kategori rusak yakni Situ Curug, empat situ masuk kategori terganggu yaitu Situ Panjang, Situ Leutik, Situ Anggalena dan Danau Bogor Raya serta dua situ masuk kategori baik yaitu Situ Gede dan Danau Kebun Raya, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 tentang Penilaian Kualitas Situ di Kota Bogor.

Tabel 3 Penilaian kualitas situ di Kota Bogor

No Nama Situ Skor Penilaian Kualitas Situ

1 Situ Panjang 14 Terganggu

2 Situ Gede 20 Baik

3 Situ Leutik 12 Terganggu

4 Situ Curug 9 Rusak

5 Situ Anggalena 13 Terganggu

6 Danau Bogor Raya 15 Terganggu

7 Danau Kebun Raya 19 Baik

(35)

Temuan potensi Situ Gede yang diteliti oleh Rahman (2010), yaitu situ yang menjadi salah satu ikon dari tempat wisata di Kota Bogor, menunjukkan kondisi lingkungannya pada saat ini masih terjaga. Walaupun ada ancaman penyusutan luas dan pendangkalan akibat sedimentasi, namun secara umum kondisi situ terpelihara. Keberadaan hutan kota CIFOR (The Center for International Forestry Research) di sebelah Utara situ yang tetap terjaga dan dijadikan tempat penelitian di bidang kehutanan, membuat ekologi dan keindahan alam di sekitar Situ Gede tetap terpelihara.

[image:35.595.84.509.247.769.2]

Lokasi Situ Gede yang tidak terlalu lama waktu tempuhnya dari jalan utama serta banyaknya petunjuk arah menuju situ membuat Situ Gede relatif mudah ditemukan. Akses ke Situ Gede juga merupakan jalan alternatif menuju kampus IPB Dramaga. Jalan aspal menuju Situ Gede yang terpelihara, walaupun di beberapa bagian cukup sempit juga dilalui angkutan kota.

Tabel 4 Hasil penilaian potensi Situ Gede sebagai obyek wisata

No Rincian Unsur

Penilaian Penjelasan Nilai

1 Kondisi lingkungan wisata

Kondisi situ baik dan ada lahan untuk pengembangan obyek

3 2 Keragaman atraksi

wisata

Atraksi wisata berupa menikmati keindahan alam, perahu air, hutan kota, memancing, berkemah

3

3 Keunikan obyek wisata

Keberadaan hutan kota CIFOR yang hanya ada di Bogor

2 4 Jumlah pengunjung Pengunjung rata-rata 200 orang/bulan 1 5 Luas jangkauan Pengunjung ada yang dari Jakarta dan

kotalainnya

3 6 Ketersediaan moda

transportasi

Ada angkutan kota tapi jarang 2

7 Kemudahan pencapaian

Situ mudah ditemukan, kondisi jalan baik 3 8 Ketersediaan

infrastruktur

Infratuktur berfungsi baik 3

9 Kesediaan tempat penginapan

Ada penginapan dengan kapasitas yang terbatas

2 10 Kelengkapan sarana

fasilitas penunjang

Ada toilet, parkir, rumah makan 2 11 Keberadaan SDM atau

lembaga pengelola

Pengelola oleh pemerintah dan penduduk 3 12 Promosi terhadap

obyek wisata

Ada promosi 3

Jumlah 30

(36)

Kondisi Geografis

Secara administratif, situ Gede terletak di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Secara geografis Situ Gede terletak pada 06033’99’’ LS dan

106044’48’’BT dengan luas 62.000 m2 dan keliling 1.468,89 m.

Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : Utara : Kali Cisadane

Timur : Kali Sindang Barang Selatan : Desa Cikarawang Barat : Kelurahan Bubulak

Situ Gede merupakan situ alami yang terletak ±8 km dari kota Bogor ke arah Barat, dengan ketinggian 250 m dari permukaan laut. Pengelolaannya di bawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) ranting Ciampea yang diwakilkan kepada Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Kelurahan Situ Gede. Curah hujan kawasan Situ Gede berkisar 3219-4671 mm/tahun dan suhu udara rata-rata berkisar 24.900C-25.800C. Lahan di sekitar kawasan wisata air Situ Gede dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk, kawasan hutan penelitian, lokasi perkebunan, lokasi persawahan dan kolam ikan.

Sumber air Situ Gede berasal dari air hujan, satu buah mata air yang terdapat di tengah situ dan satu buah inlet yang berasal dari aliran Bendung Cibanten di Kelurahan Loji dan Bendung Cibenda di Kelurahan Bubulak serta dua buah inlet yang berasal dari aliran kolam-kolam masyarakat sekitar. Air di Bendung Cibanten digunakan untuk mengairi sawah di Kelurahan Sindang Barang, Bubulak dan Situ Gede.

Menurut Badan Pengelola Sumber Air-Bogor, Departemen Pekerjaan Umum (2008), Situ Gede memiliki nilai dan manfaat yang sangat luas, diantaranya adalah untuk :

a. Mengairi lahan pertanian dan kolam-kolam ikan seluas ± 175 ha pada dua desa yaitu Desa Situ Gede dan Desa Cikarawang serta mengairi dua situ lainnya yang terletak di bagian hilir, yaitu Situ Panjang dan Situ Burung dengan panjang saluran air 2.500 m.

b. Pengendali banjir

c. Habitat berbagai jenis biota perairan

d. Resapan air untuk sumur masyarakat radius 1 km e. Menyediakan kebutuhan air untuk masyarakat f. Lokasi penelitian sumberdaya air

g. Lokasi wisata air

Kondisi Demografi

(37)

kawasan wisata air Situ Gede. Rasio jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan lebih dari satu, hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Lihat tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Situ Gede menurut usia

Usia Jumlah Penduduk Persentase (%)

00-04 tahun 425 6.78

05-09 tahun 808 12.90

10-14 tahun 895 14.29

15-19 tahun 757 12.08

20-29 tahun 1716 27.39

30-34 tahun 545 8.70

35-39 tahun 324 5.17

40-44 tahun 155 2.47

45-49 tahun 414 6.61

50-54 tahun 191 3.04

>60 tahun 33 0.52

Total 6263 100.00

Sumber : Data Monografi Kelurahan Situ Gede

Kondisi Ekonomi

[image:37.595.79.506.127.830.2]

Sumber penghasilan utama yang terbesar penduduk di Kelurahan Situ Gede bergerak di bidang jasa, yaitu sebanyak 686 orang atau sekitar 35 persen. Hanya sedikit yang bekerja sebagai karyawan, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 93 orang, TNI sebanyak 15 orang, Polri sebanyak 10 orang, dan Swasta/BUMN/BUMD sebanyak 195 orang. Untuk bidang wirasawasta sebanyak 378 orang, tani sebanyak 455 orang, buruh tani sebanyak 22 orang, dan pensiunan sebanyak 71 orang . Lihat tabel 6 dan gambar 3.

Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Situ Gede menurut mata pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Persentase (%)

a. Karyawan

1. Polri 10 0.50

2. TN 15 0.75

3. Pertukangan 22 1.11

4. Buruh tani 53 2.67

b. Pensiunan 71 3.58

c. Pegawai negeri sipil 93 4.70

d. Swasta/BUMN/BUMD 195 9.85

e. Wiraswasta/pedagang 378 19.11

f. Tani 455 23.00

g. Jasa/lain-lain 686 34.68

Total 1978 100.00

[image:37.595.97.495.146.342.2]
(38)

Kondisi Pendidikan dan Kesehatan Penduduk

Tingkat pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Kelurahan Situ Gede. Tabel 7 menunjukkan bahwa penduduk desa yang tamat Taman Kanak-Kanak sebanyak 66 orang atau sebesar 9.92 persen. Penduduk yang tamat sekolah dasar (SD)/MI sebanyak 119 orang atau sebesar 17.89 persen. Penduduk yang tamat SMP/SLTP/MTs sebanyak 244 orang atau sebesar 36.69 persen. Penduduk yang tamat SMA/SLTA/Aliyah sebanyak 153 orang atau sebesar 23.45 persen. Penduduk yang tamat akademi/D1-D3 sebanyak 44 orang atau sebesar 6.61 persen. Penduduk yang tamat sarjana (S1-S3) sebanyak 39 orang atau sebesar 5.86 persen. Tidak ada penduduk yang lulusan pendidikan khusus, seperti sekolah luar biasa, home schooling, dan lain-lain.

Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk menurut Kelurahan Situ Gede menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1. Taman Kanak-kanak 66 9.92

2. Sekolah Dasar/MI 119 17.89

3. SMP/SLTP/MTs 244 36.69

4. SMA/SLTA/Aliyah 153 23.45

5. Akademi/D1-D3 44 6.61

6. Sarjana (S1-S3) 39 5.86

Total 665 100.00

Sumber : Data Monografi Kelurahan Situ Gede

Untuk pendidikan luar sekolah, terdapat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan murid mencapai 80 orang. Pelayanan di bidang kesehatan, Kelurahan Situ Gede memiliki satu buah gedung Poliklinik/Balai Pelayanan Masyarakat, dua buah praktek bidan, satu buah Balai Pengobatan, dan dua buah Rumah Bersalin. Berdasarkan data tersebut dapat ditark kesimpulan bahwa tingkat pendidikan penduduk kelurahan Situ Gede berada pada tingkatan menengah. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah penduduk pada tingkatan SMP/SLTP/MTs sebanyak 244 orang atau sebesar 36.69 persen.

Kondisi Sarana dan Prasarana

Sarana penerangan listrik saat ini telah menjangkau hampir seluruh wilayah Kelurahan Situ Gede yang dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jaringan telepon rumah dan telepon selular (telepon genggam) telah tersedia, terlihat dari banyaknya penjual pulsa telepon. Prasarana transportasi darat seperti jalan semen atau beton dan jalan aspal telah menghubungkan antar wilayah Kelurahan Situ Gede dengan wilayah di sekitarnya. Angkutan kota yang melintasi wilayah ini tidak beroperasi selama 24 jam, tetapi daerah Kelurahan Situ Gede telah dijadikan sebagai jalan alternatif dari arah Bubulak/Laladon ke arah Situ Gede dan sekitarnya.

(39)

WISATA SITU GEDE

Adanya wisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan wisata. Perkembangan wisata salah satunya dapat terlihat dari jumlah pengunjung/wisatawan. Wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam maupun kebudayaan akan memberikan dampak bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata tersebut. Dampak ini meliputi dampak ekonomi, sosial, dan ekologi. Bab ini akan membahas mengenai bagaimana kondisi wisata di kawasan wisata air Situ Gede yang meliputi indeks kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan.

Indeks Kesesuaian Wisata

Analisis kesesuaian wisata adalah analisis kegiatan wisata yang telah diadakan atau akan dikembangkan di suatu kawasan dengan menyesuaikan antara peruntukannya dengan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Situ Gede. Matriks kesesuaian wisata yang digunakan berdasarkan matriks kesesuaian menurut Yulianda (2007) yang telah dimodifikasi. Matriks ini dibuat berdasarkan hasil studi pustaka dan subjektivitas dari ahli dalam bidangnya. Matriks kesesuaian untuk setiap kegiatan wisata yang akan dikembangkan di Situ Gede dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kesesuaian wisata di Situ Gede dianalisis pada setiap kegiatan yang dikembangkan di kawasan wisata air Situ Gede. Dalam hal ini kegiatan wisata yang ada hanya berupa bebek-bebekan. Berdasarkan penelitan Sari 2009 menyebutkan bahwa sepeda air atau bebek-bebekan sangat sesuai di kawasan wisata air Situ Gede (Lampiran 3). Hal ini juga sesuai dengan hasil pengamatan di lapang. Bebek-bebekan yang telah dikelola sejak tahun 2004 berjumlah enam armada (enam buah). Bebek-bebekan hingga saat ini masih menjadi kegiatan wisata utama yang tetap bertahan dan sesuai dengan potensi sumberdaya air yang dimiliki Situ Gede. Kesesuaian ini terlihat dari beberapa kriteria seperti : kedalaman perairannya antara 2-6 m; air tidak berbau; ada tiga vegetasi yang hidup di tepi situ (aren, pinus, meranti); dan warna airnya adalah hijau jernih. Kriteria tersebut menurut penelitan Sari (2009) termasuk dalam kategori S1 atau sangat sesuai.

Kriteria sangat sesuai juga dituturkan oleh ketua salah satu pihak terkait di kawasan Situ Gede, yang menyebutkan bahwa vegetasi yang dapat tumbuh di sekitar Situ Gede diantaranya pohon duren, rambutan, dan tanaman keras lainnya; air Situ Gede jernih, tidak berwarna dan tidak berbau; kedalaman Situ Gede yang paling dalam sekitar 6m-7m, dan untuk yang paling dangkal sekitar 3m-4m. ada banyak kegiatan yang bisa dikembangkan di kawasan wisata air Situ Gede. Hal ini sebagaimana penelitan terdahulu yang telah dilakukan oleh Sari 2009 seperti yang terlampir dalam Lampiran 1.

Daya Dukung Kawasan

Daya dukung kawasan merupakan jumlah maksimum wisatawan yang secara fisik dapat ditampung di setiap lokasi sesuai peruntukannya dalam satu hari agar tidak menimbulkan kerusakan alam dan wisatawan dapat bergerak bebas serta tidak merasa terganggu oleh keberadaan wisatawan lain di lokasi tersebut.

(40)

dukung yaitu dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). Daya dukung setiap kawasan berbeda terkait dengan jenis kegiatan wisata yang dikembangkan.

Kegiatan wisata bebek-bebekan yang dikembangkan di Situ Gede dengan waktu yang disediakan dalam sehari sekitar delapan jam, waktu yang biasa dipakai setiap pengunjung maksimal tiga puluh menit, dengan luas kawasan yang bisa dimanfaatkan dua ha, luas kawasan yang biasa dipakai oleh setiap pengunjung satu ha, serta potensi ekologis pengunjung maksimal dua orang. Maka daya dukung kawasan Situ Gede sebagai berikut :

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp

DDK = 2 orang x 2ha/1ha x 8 jam/0,5 jam DDK = 64 orang/hari

(41)

ANALISIS WISATA SITU TERHADAP SOSIAL-EKONOMI

MASYARAKAT

Wisata melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan, dan dikelola secara berkelanjutan. Adanya wisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan. Perkembangan wisata salah satunya dapat terlihat dari jumlah pengunjung/wisatawan. Wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam maupun kebudayaan akan memberikan dampak bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata tersebut. Dampak ini meliputi dampak ekonomi, sosial, dan ekologi.

Bab ini akan membahas mengenai bagaimana dampak sosio-ekonomi yang dialami oleh masyarakat akibat adanya wisata, meliputi tingkat pendapatan, peluang kesempatan kerja, dan perubahan mata pencaharian.

Tingkat Pendapatan

Pengukuran tentang struktur pendapatan masyarakat pada penelitian ini hendak menduga sejauh mana dampak sosio-ekonomi akibat wisata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk mengukur hal tersebut dilakukan analisis terhadap struktur nafkah atau struktur pendapatan warga setempat. Pendapatan responden berasal dari non pertanian, seperti warung, dagang, karyawan, supir, bengkel, pensiunan, wiraswasta, dan lainnya. Umumnya pendapatan diperoleh dari suami atau istri saja. Pendapatan tambahan bisa dari usaha sampingan maupun pemberian anak.

[image:41.595.169.423.522.714.2]

Responden dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Perhitungan pendapatan diperoleh dari total pendapatan keluarga yang meliputi pendapatan per bulan. Total tersebut digolongkan melalui pengujian statisik dalam bentuk grafik histogram untuk mengkategorikan tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan dibedakan menjadi tiga, yaitu kategori tinggi jika pendapatan lebih besar dari (mean+standar deviasi), yaitu lebih besar dari Rp 6026350,235. Kategori rendah jika pendapatan lebih kecil dari (mean-standar deviasi), yaitu lebih kecil dari Rp 562650,765. Kategori sedang, yaitu antara Rp 562650,765- Rp 6026350,235, seperti terlihat dalam Gambar 2 dibawah ini.

(42)
[image:42.595.121.470.80.354.2]

Gambar 3 Kategori tingkat pendapatan masyarakat di kawasan wisata air Situ Gede Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa kategori tingkat pendapatan tinggi sebanyak 3.33 persen, kategori sedang sebesar 3.33 persen, dan kategori rendah sebesar 93.33 persen. Adanya wisata tidak berpengaruh terhadap tingkat pendapatan rumahtangga masyarakat di kawasan wisata Situ Gede. Hal ini karena responden bekerja di luar kawasan wisata situ, seperti wiraswasta, PNS, buruh, supir perusahaan, dan lainnya, sehingga masyarakat tidak terkena dampak wisata.

Peluang Usaha dan Kerja

Adanya penetapan kawasan wisata ini dapat mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek termasuk kesempatan kerja yang diperoleh masyarakat lokal. Pengelolaan wisatawan ini sangat diperlukan untuk mempermudah wisatawan menikmati obyek yang ada dan secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Pengelolaan ini dilakukan oleh LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) Situ Gede. Adanya kawasan wisata diharapkan akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, untuk kawasan wisata air Situ Gede hal itu tidak terlalu terlihat. Menurut mereka, hampir tidak ada peluang kerja yang ditemukan di kawasan wisata ini. Hal ini juga karena fasilitas wisata air yan

Gambar

Tabel 4 Hasil penilaian potensi Situ Gede sebagai obyek wisata
gambar 3.
Gambar 2        Uji histogram tingkat pendapatan masyarakat di kawasan wisata air Situ
Gambar 3  Kategori tingkat pendapatan masyarakat di kawasan wisata air Situ Gede
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun alternatif strategi yang dirumuskan untuk pengelolaan kawasan budidaya yang semula direncanakan sebagai kawasan lindung bukan hutan agar sesuai dengan kondisi

Adapun alternatif strategi yang dirumuskan untuk pengelolaan kawasan budidaya yang semula direncanakan sebagai kawasan lindung bukan hutan agar sesuai dengan kondisi

1) Analisis biologis dapat memberikan informasi yang relevan mengenai kondisi kualitas air secara sederhana dan cepat. 2) Pada keadaan lingkungan yang kurang baik atau tidak

Asymmetric information , fenomena ini mengarah pada kondisi di mana terjadi perbedaan sumber dan jumlah informasi antara pengelola kawasan dalam hal ini BBKSDA PB yang mendapat