• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Serat Pakan Pada Domba Garut Betina Yang Mendapat Ransum Dengan Nilai Nisbah Kation Anion Dan Kromium Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kecernaan Serat Pakan Pada Domba Garut Betina Yang Mendapat Ransum Dengan Nilai Nisbah Kation Anion Dan Kromium Berbeda"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

SKRIPSI

BENY KURNIA UMBARA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Asep Sudarman M.Rur.Sc.

Kecernaan nutrien didefinisikan sebagai jumlah nutrien yang tidak dieskresikan melalui feses dengan asumsi bahwa nutrien tersebut dicerna oleh hewan. Kecernaan nutrien dapat dipengaruhi oleh umur ternak, tingkat pemberian, dan kadar nutrien pakan. Ternak ruminansia dapat menggunakan sebagian karbohidrat struktural yang berupa selulosa dan hemiselulosa dengan bantuan mikroba rumen. Kation dan anion ransum telah digunakan untuk dimanipulasi metabolisme Ca, sedangkan kromium (Cr) dapat digunakan untuk meningkatkan metabolisme glukosa. Pengaruh pengaturan kadar kation anion ransum dan suplementasi Cr terhadap kecernaan terhadap aktifitas mikroba dan kecernaan nutrien belum banyak diketahui khususnya pada ternak domba di wilayah tropis. Penelitian ini dirancang untuk menganalisis kecernaan serat pakan pada domba Garut betina dengan pemberian suplementasi Cr organik yang dihasilkan dari Ganoderma lucidum dan dengan nilai nisbah kation-anion ransum yang berbeda

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan Januari 2009, yang bertempat di laboratorium lapang milik Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 ekor domba Garut betina dengan rata-rata bobot badan 27,7 ± 2,24 kg. Domba dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan dan diberi enam perlakuan yaitu: RA= Ransum Basal (RB), RB= RB + 3 ppm anorganik, RC= RB + 3 ppm Cr-organik jerami padi, RD= RB + 3 ppm Cr-Cr-organik sawit, RE= R PKAR -10 + 3 ppm organik jerami padi, RF= R PKAR -10 + 3 ppm organik sawit. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00 dan pukul 14.00 WIB. Penimbangan ternak dilakukan setiap satu minggu sekali dan pengambilan sampel feses dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah masa preliminary. Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu: konsumsi pakan, palatabilitas, pertambahan bobot badan, dan kecernaan serat pakan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola searah dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Data diolah dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berbeda nyata maka selanjutnya diuji menggunakan uji jarak Duncan.

(3)

iii mempengaruhi pertumbuhan bakteri pemecah serat pakan pada domba garut yang mendapat ransum berkonsentrat 65%.

(4)

ABSTRACT

Dietary Fiber Digestibility in Garut Sheep Breed Offered Rations with Different Cation Anion Balance and Chromium Level

B. K. Umbara , T. Toharmat , A. Sudarman

The experiment was aimed at evaluating dry matter intake and nutrient digestibility in Garut breed ewes offered ration differing in dietary cation anion ratio and supplemented with organic chromium (Cr) from Ganoderma lucidum. Twenty four female Garut breed sheep aged two years with initial weight of 27.70 ± 2.24 kg were alocated into a Randomized Block Design. The sheep were grouped into 4 weight groups based on their initial weight and allocated into six experimental rations. The experimental rations were: 1) RA = basal diet, 2) RB = basal diet + 3 ppm inorganic cromium, 3) RC = basal diet + 3 ppm organic Cr from rice straw, 4) RD = basal diet + 3 ppm organic Cr from oil palm by fiber, 5) RE = basal diet with DCAB –10 +3 ppm organic Cr from rice straw and 6) RF = basal diet with DCAB – 10 + 3 ppm organic Cr from oil palm fiber. There were no effect of dietary cation anion ratio and organic Cr supplementation on dry matter intake, palatability, daily gain and nutrient digestibility. The result indicated that manipulation of dietary anion cation balance and supplementation of Cr at those levels were had no effect on palatability of feed, dry matter intakes, weight gain and nutrient digestibility.

(5)

v

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

BENY KURNIA UMBARA D24052284

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

Oleh

BENY KURNIA UMBARA D24052284

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc. NIP. 195909021983031003 NIP. 196404241989031001

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1985 di Conggeang Sumedang,

Jawa Barat. Penulis adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Abudin

dan Ibu Mimin Rohayati. Alamat orang tua Kp. Kutamara, 07/02 Desa Pasiripis,

Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Pendidikan dasar diselesaikan tahun 1999 di SDN Sukamaju 1 Cibingbin

Kuningan, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di

SLTPN 1 Cikajang Garut, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada

tahun 2005 di SMAN 1 Garut Jawa Barat.

Tahun 2005, Penulis masuk Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun berada di asrama TPB-IPB,

kemudian penulis diterima di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan.

Selama mengikuti pendidikan formal penulis aktif di Dewan Penggalang di

SLTPN 1 Cikajang, dan anggota OSIS di SMAN 1 Garut. Selama belajar di IPB

penulis aktif di lembaga kemahasiswaan yaitu menjadi anggota HIMASITER selama

dua tahun yaitu periode 2006-2007 dan 2007-2008 divisi Biro Khusus Magang

(BKM). Penulis juga menjadi ketua Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan

IPB (KEPAL-D) periode 2007-2008. Selain aktif di lembaga kemahasiswaan penulis

juga pernah menjadi anggota paduan suara Graziono Simphonia pada tahun 2006, kemudian penulis juga aktif di Himpunan Organisasi Mahasiswa Daerah Garut

(HIMAGA). Selain itu penulis pernah menjadi panitia kegiatan Domba Cup pada

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi berjudul ”Kecernaan Serat Pakan pada Domba Garut Betina yang Mendapat Ransum dengan Nilai Nisbah Kation Anion dan Kromium Berbeda” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2008 hingga

Januari 2009 di laboratorium lapang Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun dengan harapan pemberian suplementasi kromium organik

dan pengaturan nilai nisbah kation anion ransum dapat dimanfaatkan oleh ternak

ruminansia untuk meningkatkan metabolis dan dapat meningkatkan daya kerja

mikroba rumen sehingga dapat mencerna pakan berserat lebih baik lagi. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat

terutama di dunia peternakan Amin.

.

Bogor, Agustus 2009

(9)

ix

Perbandingan Kation Anion ... 4

Konsumsi Ransum ... 5

Palatabilitas ... 5

Kebutuhan Nutrisi Domba... 6

Kecernaan Nutrien ... 6

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Besar ... 9

(10)

Palatabilitas ... 20

Pertambahan Bobot Badan ... 22

Kecernaan Nutrien ... 25

Kecernaan Bahan Kering ... 25

Kecernaan Serat Kasar ... 26

Kecernaan NDF ... 27

Kecernaan ADF ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

SKRIPSI

BENY KURNIA UMBARA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Asep Sudarman M.Rur.Sc.

Kecernaan nutrien didefinisikan sebagai jumlah nutrien yang tidak dieskresikan melalui feses dengan asumsi bahwa nutrien tersebut dicerna oleh hewan. Kecernaan nutrien dapat dipengaruhi oleh umur ternak, tingkat pemberian, dan kadar nutrien pakan. Ternak ruminansia dapat menggunakan sebagian karbohidrat struktural yang berupa selulosa dan hemiselulosa dengan bantuan mikroba rumen. Kation dan anion ransum telah digunakan untuk dimanipulasi metabolisme Ca, sedangkan kromium (Cr) dapat digunakan untuk meningkatkan metabolisme glukosa. Pengaruh pengaturan kadar kation anion ransum dan suplementasi Cr terhadap kecernaan terhadap aktifitas mikroba dan kecernaan nutrien belum banyak diketahui khususnya pada ternak domba di wilayah tropis. Penelitian ini dirancang untuk menganalisis kecernaan serat pakan pada domba Garut betina dengan pemberian suplementasi Cr organik yang dihasilkan dari Ganoderma lucidum dan dengan nilai nisbah kation-anion ransum yang berbeda

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan Januari 2009, yang bertempat di laboratorium lapang milik Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 ekor domba Garut betina dengan rata-rata bobot badan 27,7 ± 2,24 kg. Domba dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan dan diberi enam perlakuan yaitu: RA= Ransum Basal (RB), RB= RB + 3 ppm anorganik, RC= RB + 3 ppm Cr-organik jerami padi, RD= RB + 3 ppm Cr-Cr-organik sawit, RE= R PKAR -10 + 3 ppm organik jerami padi, RF= R PKAR -10 + 3 ppm organik sawit. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00 dan pukul 14.00 WIB. Penimbangan ternak dilakukan setiap satu minggu sekali dan pengambilan sampel feses dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah masa preliminary. Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu: konsumsi pakan, palatabilitas, pertambahan bobot badan, dan kecernaan serat pakan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola searah dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Data diolah dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berbeda nyata maka selanjutnya diuji menggunakan uji jarak Duncan.

(13)

iii mempengaruhi pertumbuhan bakteri pemecah serat pakan pada domba garut yang mendapat ransum berkonsentrat 65%.

(14)

ABSTRACT

Dietary Fiber Digestibility in Garut Sheep Breed Offered Rations with Different Cation Anion Balance and Chromium Level

B. K. Umbara , T. Toharmat , A. Sudarman

The experiment was aimed at evaluating dry matter intake and nutrient digestibility in Garut breed ewes offered ration differing in dietary cation anion ratio and supplemented with organic chromium (Cr) from Ganoderma lucidum. Twenty four female Garut breed sheep aged two years with initial weight of 27.70 ± 2.24 kg were alocated into a Randomized Block Design. The sheep were grouped into 4 weight groups based on their initial weight and allocated into six experimental rations. The experimental rations were: 1) RA = basal diet, 2) RB = basal diet + 3 ppm inorganic cromium, 3) RC = basal diet + 3 ppm organic Cr from rice straw, 4) RD = basal diet + 3 ppm organic Cr from oil palm by fiber, 5) RE = basal diet with DCAB –10 +3 ppm organic Cr from rice straw and 6) RF = basal diet with DCAB – 10 + 3 ppm organic Cr from oil palm fiber. There were no effect of dietary cation anion ratio and organic Cr supplementation on dry matter intake, palatability, daily gain and nutrient digestibility. The result indicated that manipulation of dietary anion cation balance and supplementation of Cr at those levels were had no effect on palatability of feed, dry matter intakes, weight gain and nutrient digestibility.

(15)

v

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

BENY KURNIA UMBARA D24052284

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(16)

KECERNAAN SERAT PAKAN PADA DOMBA GARUT BETINA

YANG MENDAPAT RANSUM DENGAN NILAI NISBAH

KATION ANION DAN KROMIUM BERBEDA

Oleh

BENY KURNIA UMBARA D24052284

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc. NIP. 195909021983031003 NIP. 196404241989031001

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1985 di Conggeang Sumedang,

Jawa Barat. Penulis adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Abudin

dan Ibu Mimin Rohayati. Alamat orang tua Kp. Kutamara, 07/02 Desa Pasiripis,

Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Pendidikan dasar diselesaikan tahun 1999 di SDN Sukamaju 1 Cibingbin

Kuningan, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di

SLTPN 1 Cikajang Garut, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada

tahun 2005 di SMAN 1 Garut Jawa Barat.

Tahun 2005, Penulis masuk Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun berada di asrama TPB-IPB,

kemudian penulis diterima di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan.

Selama mengikuti pendidikan formal penulis aktif di Dewan Penggalang di

SLTPN 1 Cikajang, dan anggota OSIS di SMAN 1 Garut. Selama belajar di IPB

penulis aktif di lembaga kemahasiswaan yaitu menjadi anggota HIMASITER selama

dua tahun yaitu periode 2006-2007 dan 2007-2008 divisi Biro Khusus Magang

(BKM). Penulis juga menjadi ketua Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan

IPB (KEPAL-D) periode 2007-2008. Selain aktif di lembaga kemahasiswaan penulis

juga pernah menjadi anggota paduan suara Graziono Simphonia pada tahun 2006, kemudian penulis juga aktif di Himpunan Organisasi Mahasiswa Daerah Garut

(HIMAGA). Selain itu penulis pernah menjadi panitia kegiatan Domba Cup pada

(18)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi berjudul ”Kecernaan Serat Pakan pada Domba Garut Betina yang Mendapat Ransum dengan Nilai Nisbah Kation Anion dan Kromium Berbeda” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2008 hingga

Januari 2009 di laboratorium lapang Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun dengan harapan pemberian suplementasi kromium organik

dan pengaturan nilai nisbah kation anion ransum dapat dimanfaatkan oleh ternak

ruminansia untuk meningkatkan metabolis dan dapat meningkatkan daya kerja

mikroba rumen sehingga dapat mencerna pakan berserat lebih baik lagi. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat

terutama di dunia peternakan Amin.

.

Bogor, Agustus 2009

(19)

ix

Perbandingan Kation Anion ... 4

Konsumsi Ransum ... 5

Palatabilitas ... 5

Kebutuhan Nutrisi Domba... 6

Kecernaan Nutrien ... 6

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Besar ... 9

(20)

Palatabilitas ... 20

Pertambahan Bobot Badan ... 22

Kecernaan Nutrien ... 25

Kecernaan Bahan Kering ... 25

Kecernaan Serat Kasar ... 26

Kecernaan NDF ... 27

Kecernaan ADF ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(21)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien Ransum ... 14

2 Kandungan Kromium pada Ransum Percobaan ... 14

3. Kandungan Garam-Garam dalam Ransum Percobaan ... 15

4. Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Betina terhadap Ransum yang Mengandung Kromium Organik dan

Anorganik dengan Neraca Kation Anion yang Berbeda ... 18

5. Palatabilitas Domba Garut Betina terhadap Ransum Berkromium yang mempunyai Nilai Kation Anion berbeda pada Pagi dan Siang

Hari ... 21

6. Keadaan Lingkungan Selama Penelitian ... 21

7. Kecernaan Nutrien pada Domba Garut Betina yang mendapat

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Pembagian Hijauan Menurut Van Soest ... 9

2. Konsumsi Ransum Percobaan yang Disuplementasi Kromium dengan Nilai Nisbah Kation Anion Berbeda ... 19

3. Palatabilitas Domba Garut Betina terhadap Ransum Berkromium dengan Nilai Nisbah Kation Anion Berbeda pada Pagi dan Siang hari ... 22

4. Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Betina yang Disuplementasi Kromium dan Nilai Nisbah Kation Anion Berbeda . 23

5. Hubungan Pertambahan Bobot Badan dan Konsumsi ... 24

(23)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Konsumsi Bahan Kering ... 35

2. Data Palatabilitas Pagi Hari... 35

3 Data Palatabilitas Siang Hari ... 35

4 Data Pertambahan Bobot Badan ... 35

5 Data Kecernaan Bahan Kering ... 36

6 Data Kecernaan Serat Kasar ... 36

7 Data Kecernaan NDF ... 36

8 Data Kecernaan ADF ... 36

9 Hasil Analisis Ragam Konsumsi Bahan kering ... 37

10 Hasil Analisis Ragam Palatabilitas Pagi ... 37

11 Hasil Analisis Ragam Palatabilitas Siang ... 37

12 Hasil Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan ... 37

13 Hasil Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering ... 38

14 Hasil Analisis Ragam Kecernaan Serat Kasar ... 38

15 Hasil Analisis Ragam Kecernaan NDF... 38

(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ternak domba banyak dijumpai di daerah tropis karena mempunyai daya

tahan terhadap kekeringan dan mempunyai daya adaptasi tinggi (Ensminger et al.,

1990). Domba Garut memiliki sifat prolifik, kualitas daging dan performans yang

baik. Domba Garut sangat disukai oleh peternak di Jawa Barat sebagai domba

pedaging dan aduan. Performans domba yang baik dapat dicapai dengan pemberian

pakan yang berkualitas baik dengan jumlahnya yang mencukupi. Performans domba

Garut pada tingkat peternak saat ini sangat bervariasi. Hal tersebut diperkirakan

terkait dengan takaran pemberian pakan yang tidak sama antar peternak.

Kekurangan pakan selain menyebabkan pertumbuhan dan reproduksi ternak yang

tidak optimum, kekebalan tubuh domba akan menurun dan rentan terhadap gangguan

penyakit, sehingga dibutuhkan suplementasi pakan yang berkualitas untuk

meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh.

Pemanfaatan glukosa darah yang kurang maksimal sebagai sumber energi

metabolisme menyebabkan fungsi sejumlah asam amino dan asam lemak berubah

menjadi sumber energi. Rendahnya kemempuan ternak dalam meningkatkan laju

aliran glukosa darah kedalam sel untuk energi metabolisme erat kaitannya dengan

aktivitas kinerja hormon insulin yang kurang optimal, hormon insulin akan bekerja

dengan efektif jika ada kromium (Cr) dan Cr berperan sebagai kofaktor insulin,

dengan demikian aktivitas kromium di dalam organisme paralel dengan fungsi

insulin.

Unsur Cr merupakan mikronutrien yang esensial bagi ternak dan juga

manusia. Unsur Cr berperan dalam proses metabolisme dan penting dalam fungsi

kekebalan tubuh dan mencegah stres, selain itu Cr berperan dalam proses

metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. Cr-organik dapat

dihasilkan dengan memanfaatkan fungi Ganoderma lucidum yang diketahui mempunyai kemampuan untuk menginkorporasikan Cr kedalam selnya (Yang dan

Su, 2006), dan mengubahnya ke dalam bentuk Cr-organik baik di dalam miselium

maupun di dalam tubuh buahnya.

Domba Garut telah teradaptasi dengan lingkungan daerah pegunungan yang

(25)

2 lainnya, domba Garut banyak dikembangkan di daerah dataran rendah yang

mempunyai lingkungan panas. Kondisi lingkungan panas menyebabkan ternak yang

teradaptasi di lingkungan sejuk mengalami cekaman yang lebih tinggi. Kondisi

cekaman menyebabkan cairan tubuh yang lebih basa dan penggunaan glukosa oleh

sel tubuh lebih lamban. Unsur Cr dalam bentuk organik dapat mengurangi cekaman

panas dan ransum dengan nisbah kation anion yang rendah dapat menurunkan pH

cairan tubuh. Pada penelitian ini pemberian pakan yang mengandung mineral

Cr-organik yang dihasilkan dari Ganoderma lucidum pada domba Garut diharapkan meningkatkan kualitas metabolisme dalam tubuh dan pemberian ransum dengan nilai

nisbah kation anion yang rendah dengan nilai -10 diharapkan dapat menurunkan pH

cairan tubuh yang sekaligus mengahasilkan air liur yang mampu memelihara bahkan

meningkatkan efisiensi kecernaan fermentatif sehingga dapat meningkatkan

kecernaan serat pakan.

Tujuan

Penelitian ini dirancang untuk mengkaji kecernaan serat pakan pada domba

Garut betina dengan ransum yang disuplementasi kromium organik yang dihasilkan

dari Ganoderma lucidum dan mempunyai nilai nisbah kation-anion ransum yang berbeda.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar tentang kemampuan

domba Garut dalam mencerna serat pakan dengan atau tanpa suplementasi Cr dan

pada kondisi ransum dengan nilai nisbah kation anion yang berbeda. Informasi

tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan

(26)

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Garut

Domba diklasifikasikan dalam: kingdom: Animal; philum: Chordata

(bertulang belakng); kelas: Mamalia (menyusui); ordo: Artiodactyla (berkuku genap); sub ordo: Ruminansia; famili: Bividae; genus: Ovis ; spesies : Ovis aries

(Devendra dan McLeroy, 1992). Domba Garut telah dibudidayakan masyarakat

Garut sejak lama. Domba yang memiliki fisik yang besar dan kuat ini, melahirkan

seni atraksi laga domba di daerah Bayongbong Garut. Domba Garut merupakan hasil

persilangan antara domba asli Indonesia, domba Merino dari Asia Kecil dan domba

ekor gemuk dari Afrika. Domba ini dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Domba

Garut, atau domba priangan dan nama domba Priangan lebih popular (Natasasmita

et al.,1986).

Ciri-ciri fisik domba Garut antara lain: badan agak besar; domba jantan

dewasa mempunyai bobot 60-80 kg, sedangkan yang betina mempunyai bobot 30-40

kg; domba jantan memiliki tanduk yang besar, melengkung kearah belakang, dan

ujungnya mengarah ke depan sehingga berbentuk seperti spiral. Pangkal tanduk

kanan dan kiri hampir bersatu, domba betina tidak memiliki tanduk; ekornya pendek

dan pangkalnya agak besar (gemuk); lehernya kuat, bentuk telinganya ada yang

panjang, pendek dan sedang yang terletak di belakang pangkal tanduk; bulunya lebih

panjang dan halus jika dibandingkan dengan domba asli, berwarna putih, hitam,

cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut; domba ini baik untuk penghasil

daging (Balai Informasi Pertanian, 1990).

Ransum Komplit

Ransum komplit merupakan campuran dari berbagai bahan pakan sesuai

proporsinya untuk mendapatkan nutrien yang lengkap. Bahan pakan yang dicampur

antara lain hijauan, butiran, konsentrat, suplemen vitamin, dan bahan aditif lain yang

memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak (Owen, 1966). Selanjutnya Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk sehari semalam selama hidupnya untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung nutrien

(27)

4 Menurut Owen (1966), beberapa keuntungan pemberian pakan ransum

komplit pada ternak antara lain; disusun sesuai dengan kebutuhan nutrisi dari suatu

ternak tertentu sehingga benar-benar palatabel dan dapat menunjang fungsi

fisiologis. Pemakaian hijauan dan konsentrat dapat bervariasi dan dalam

penyusunannya dapat dicari bahan yang sesuai dengan nilai ekonomis. Sedangkan

menurut Esminger et al. (1990) penggunaan ransum lengkap atau komplit akan memberikan beberapa keuntungan antara lain; 1) meningkatkan efisiensi pemberian

pakan, 2) ketika hijauannya kurang palatabel maka jika dibuat campuran ransum

komplit akan meningkatkan konsumsi, begitu juga sebaliknya jika ketersediaan

konsentrat terbatas dapat dipakai hijauan sebagai campuran, 3) campuran ransum

komplit dapat mempermudah ternak untuk mendapatkan nutrien lengkap.

Perbandingan Kation-Anion

Keseimbangan asam basa menyangkut pertukaran ion H+ dan

komponen-komponen media internal yang mampu menyumbangkan atau menerima ion.

Substansi yang mampu menyumbangkan ion H+ adalah asam, sedangkan yang

mampu mengikat hidrogen adalah basa. Lingkungan internal salah satunya adalah

cairan dalam tubuh hewan yang merupakan tempat hidup bagi sel penyusun tubuh.

Kehidupan dapat dipertahankan jika hewan tersebut dapat mempertahankan stabilitas

lingkungannya seperti pH, suhu tubuh, kadar garam dan kandungan nutrien. Stewart

(1983) menyatakan bahwa keseimbangan ion-ion stabil seperti natrium, kalium, dan

klor berperan utama sebagai penentu keseimbangan asam basa dalam cairan biologis.

Menurut Haris dan Beede (1983), kation diet berasal dari sodium (Na) dan

potasium (K) yang bersifat basa, sedangkan anion diet berasal dari khlor (Cl), sulfur

(S), dan fosfor (P) yang bersifat asam. Proses perhitungan keseimbangan

kation-anion tidak menghitung semua mineral dalam ransum, akan tetapi hanya beberapa

mineral-mineral yang sering digunakan untuk menghitung keseimbangan

kation-anion, yaitu Na dan K untuk kation dan Cl dan S untuk kation-anion, sehingga untuk

mendapatkan ransum dengan nilai asam perlu dilakukan penambahan Cl dan S lebih

banyak. Perbandingan kation-anion ialah perbedaan miliequivalen antara kation dan

(28)

dan miliequivalen anion dalam seluruh ransum. Perhitungan nilai PKA yang

digunakan oleh Haris dan Beede (1983), adalah sebagai berikut :

PKA = (Na + K)-(Cl + S)(meq/100 gr BK ransum)

Keterangan : PKA = Perbandingan Kation Anion

Konsumsi Ransum

Ternak dapat mencapai tingkat penampilan produksi tertinggi sesuai dengan

potensi genetiknya bila memperoleh nutrien yang dibutuhkannya. Nutrien tersebut

diperoleh ternak dengan jalan mengonsumsi sejumlah makanan (Sutardi, 1980).

Menurut Maynard dan Loosly (1962) tujuan ternak mengonsumsi ransum adalah

untuk dapat hidup, tumbuh ataupun bereproduksi. Sutardi (1980) menyatakan bahwa

faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah makanan

yang tersedia dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan. Selain itu aroma

dari pakan yang digunakan akan meningkatkan konsumsi ransum (Pond et al., 1995). Beberapa keuntungan dari ransum komplit, yaitu: 1) meningkatkan efisiensi

pemberian pakan, 2) ketika hijauannya kurang palatabel maka jika dibuat campuran

ransum komplit akan meningkatkan konsumsi, begitu juga sebaliknya jika

ketersediaan konsentrat terbatas dapat dipakai hijauan sebagai campuran, 3)

campuran ransum komplit dapat mempermudah ternak untuk mendapatkan nutrien

lengkap (Ensminger et al., 1990).

Palatabilitas

Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap

pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh ternak ruminansia tetapi

juga dilakukan oleh hewan mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang

diberikan (Church dan Pond, 1988).

Menurut Church (1974) palatabilitas sangat penting karena merupakan

gabungan dari beberapa faktor yang berbeda yang dirasakan oleh ternak, yang

mewakili rangsangan dari penglihatan, aroma, sentuhan dan rasa yang dipengaruhi

oleh faktor fisik dan kimia dari ternak yang berbeda. Ternak domba tidak memiliki

(29)

6 buta warna. Pond et al. (1995) mendefinisikan palatabilitas sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan dan langsung dimakan

oleh ternak. Palatabilitas biasanya diukur dengan cara memberikan dua atau lebih

pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan memakan pakan yang lebih

disukai.

Kebutuhan Nutrisi Domba

Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan akan nutrien yang digunakan

untuk mengganti jaringan yang rusak dan mati serta menyediakan energi untuk

kegiatan metabolisme (Lubis, 1963). Pemberian pakan yang kurang dari kebutuhan

ternak menyebabkan efek negatif dan pada batas tertentu akan menyebabkan tidak

adanya pertumbuhan dan produksi ternak. Hal ini disebabkan nutrien tersebut hanya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok saja.

Domba memerlukan lebih banyak makanan daripada sapi jika dibandingkan

dengan bobot badan, ini berhubungan dengan beberapa faktor yaitu bahwa hewan

kecil pada umumnya proses-proses pencernaannya berjalan lebih cepat dan rapi

daripada hewan yang jauh lebih besar (Lubis, 1963). Diggins dan Bundy (1952) dan

Lubis (1963), menyatakan bahwa makanan ternak ruminansia terutama domba

adalah rumput dan hijauan lain yang umumnya berkadar serat kasar tinggi. Menurut

NRC (1985), kebutuhan nutrien untuk hidup pokok pada domba dengan bobot badan

30 kg adalah TDN 65%, DE 2.9 Mcal/kg, ME 2.4 Mcal/kg, PK 13.5%, Ca 0.5

g/ekor/hari dan P 0.22 g/ekor/hari.

Kecernaan Nutrien

Kecernaan atau ketersediaan nutrien dalam bahan makanan untuk diserap

oleh saluran pencernaan banyak tergantung pada status dan produktivitas atau fungsi

fisiologis ternak (Parakkasi, 1999). Anggorodi (1994) mendefinisikan kecernaan

sebagai bagian yang tidak diekskresikan dalam feses dimana bagian lainnya di

asumsikan diserap oleh tubuh ternak yang dinyatakan dalam persen bahan kering.

Williamson dan payne (1993) menyatakan bahwa nutrien yang dicerna adalah bagian

(30)

Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan dipengaruhi antara lain oleh jenis

hewan, macam bahan pakan, jumlah ransum yang diberikan, cara penyediaan pakan,

dan kadar nutrien yang terkandung (Ranjhan dan Pathak, 1979). Faktor yang

berpengaruh lainnya, menurut Arora (1989) yaitu pengisian dan laju pengaliran

rumen yang merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat dan tempat pencernaan,

tingkat konsumsi mikroba, produksi akhir fermentasi dan penggunaan nitrogen.

Sedangkan menurut Anggorodi (1994) faktor yang mempengaruhi daya cerna

ransum yaitu suhu, laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan

pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan dari nutrien lainnya.

Untuk mengetahui jumlah nutrien yang dikonsumsi yaitu dengan cara mengalikan

jumlah bahan kering ransum dengan persentase kandungan nutrien dalam ransum,

begitu juga untuk menghitung banyaknya nutrien didalam feses, sedangkan

persentase nutrien dalam feses dan ransum diperoleh dari analisa proksimat.

Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro (Tilley dan Terry, 1963).

Kecernaan Bahan Kering

McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa kecernaan pakan didefinisikan sebagai proporsi yang tidak diekresikan lewat feses dan diasumsikan diserap oleh

ternak. Salah satu faktor yang penting yang harus dipenuhi bahan makanan adalah

tinggi rendahnya kecernaan bahan makanan itu yang berarti bahwa bahan makanan

itu harus cukup mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicerna

didalam saluran pencernaan. Sutardi (1980) menyatakan bahwa pencernaan adalah

proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan makanan dalam alat

pencernaan, proses ini meliputi pencernaan mekanik hidrolitik dan fermentative.

Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh konsumsi dan kadar NDF (Neutral

deterjen Fiber) ransum.

Menurut Syah (1984), menyatakan bahwa kandungan NDF yang rendah

dalam ransum akan menyebabkan laju pengosongan saluran pencernaan menjadi

lambat sehingga konsumsi bahan kering maupun bahan organik ransum menjadi

rendah. Bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan

koefisien cerna zat-zat makanan lainnya, karena untuk mencerna serat kasar

(31)

8 makanan dalam sekum makin tinggi, sehingga diperkirakan bahwa koefisien cerna

zat makanan akan makin rendah (Cheeke dan Patton, 1980).

Kecernaan Serat

Menurut Ranjhan dan Pathak (1979) menyatakan bahwa kecernaan zat

makanan dapat dipengaruhi oleh umur ternak, level pemberian, dan kadar zat

makanan yang dikandungnya. Ternak ruminansia dapat memecah dan menggunakan

sebagian karbohidrat structural (selulosa dan hemiselulosa) dengan bantuan mikroba

rumen. Parakkasi (1999) juga manambahkan bahwa dengan adanya bantuan mikroba

rumen akan meningkatkan kecernaan bahan makanan yang mengandung karbohidrat

structural (karbohidrat pembangun); kandungan lignin dan silica pada bahan

makanan dapat mempengaruhi produksi energi metabolis (ME), karena bahan

makanan yang memiliki kandungan lignin dan silica yang tinggi akan lebih sulit

dicerna, sehingga lebih banyak energi dari bahan makanan tersebut yang keluar

melalui feses.

Tillman et al. (1989) mengatakan bahwa hewan tidak menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa, tetapi mikroorganisme dalam suatu

saluran pencernaan menghasilkan selulase dengan hemiselulase yang dapat mencerna

selulosa dan hemiselulosa, juga dapat mencerna pati dan karbohidrat yang larut

dalam air menjadi asam-asam asetat, propionat dan butirat

Serat adalah lignin dan polisakarida yang merupakan dinding sel tumbuhan

dan tidak tercerna oleh cairan sekresi dalam saluran pencernaan. Kandungan serat

dalam dinding sel dapat diekresikan dengan metode Netral Detergen Fiber (Arora,

1989) sehingga kemampuan serat dapat dipisahkan. Jika kandungan lignin dalam

bahan pakan tinggi maka koefisien cerna pakan tersebut menjadi rendah (Sutardi,

1980).

NDF (Netral Detergent Fiber) dan ADF (Acid Detergent Fiber)

Secara garis besar bahan hijauan dibagi menjadi isi sel dan dinding sel

(NDF). Isi sel terdiri dari fraksi-fraksi protein, karbohidrat non struktural, mineral

dan lemak yang mudah larut dalam pelarut deterjen netral. Dinding sel yang tidak

(32)

berdasarkan kelarutannya dalam pelarut detergen asam. Fraksi yang larut terdiri dari

hemiselulosa dan protein dinding sel (N dinding sel), sedangkan yang tidak larut

adalah selulosa, lignin, lignoseulosa, dan silica atau dikenal dengan serat detergent

asam (Acid Detergent Fiber/ ADF). Selain bahan organik, dinding sel juga

mengandung silika. Dinding sel (NDF) biasanya erat hubungannya dengan konsumsi

sedangkan ADF erat hubungannya dengan kecernaan (Parakkasi, 1999).

Skema pembagian hijauan menurut Van Soest (1994), dapat dilihat pada Gambar 1. Skema Pembagian Hijauan Menurut Van Soest

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Pencernaan merupakan proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan

pakan dalam alat pencernaan. Proses pencernaan tersebut meliputi : pencernaan

mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik

terjadi di mulut oleh gigi melalui proses pengunyahan dengan tujuan memperkecil

ukuran, yang kemudian akan masuk kedalam perut dan usus untuk melalui

pencernaan hidrolitik, dimana nutrien akan diuraikan menjadi molekul yang lebih

sederhana oleh enzim pencernaan yang dihasilkan oleh hewan (Sutardi, 1980).

Pencernaan berlangsung dari suatu saluran yang terentang dari mulut ke anus

(Frandson,1996). Nutrien tersebut dalam saluran pencernaan mengalami perombakan

menjadi zat-zat yang siap untuk diserap tubuh hewan (Tilman et al, 1989). Sistem pencernaan ruminansia sangat tergantung pada perkembangan populasi mikroba

yang mengalami retikulorumen dalam mengolah setiap bahan pakan yang

dikonsumsi. Mikroba tersebut berperan sebagai serat dan sumber protein. Adanya

mikroba yang berperan dalam pencernaan pakan di dalam rumen menyebabkan

(33)

10 sehingga kebutuhan asam amino untuk ternak tidak sepenuhnya tergantung pada

protein pakan yang diberikan (Sutardi, 1980). Sumber energi utama ruminansia

adalah asam lemak terbang (VFA) yang merupakan produk akhir dari fermentasi

dalam rumen.

Suplementasi Mineral

Penambahan mineral pada ternak dalam ransum dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan mineralnya seperti dengan melakukan penambahan suplemen pada bahan

makanan ternak. Suplemen merupakan suatu bahan makanan atau campuran bahan

makanan yang dicampur pada bahan lain, untuk meningkatkan keserasian dalam

makanan akhir. Suplemen dapat diberikan tanpa dicampur dengan bahan lain,

diberikan secara bebas bersama makanan lain secara terpisah, atau dicampur dengan

bahan makanan lain untuk membentuk makanan yang lengkap (Hartadi et al., 1990). Ransum yang tersusun dari bahan makanan biasa dapat defisiensi terhadap

unsur mineral, kecuali bila ditambahkan dengan sumber mineral seperti tepung

tulang dan kalsium. Bila terjadi defisiensi maka fungsi tubuh akan menurun tetapi

bila diberikan dalam jumlah yang berlebihan dimana sistem regulasi tidak dapat

dipertahankan maka akan terjadi keracunan (Parakkasi, 1985).

Mineral Dalam Pakan Ternak

Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain karbon,

hidrogen, oksigen dan nitrogen jumlahnya mencapai 95% berat badan (Piliang,

2002). Elemen mineral secara umum dibagi menjadi dua yaitu mineral mikro dan

mineral makro. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan terdapat dalam

jumlah besar didalam jaringan tubuh hewan, yang termasuk dalam mineral makro

adalah kalsium, phospor, sodium, klorin, potasium, magnesium, dan belerang.

Mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil dan didalam jaringan tubuh

terdapat sedikit, yang termasuk dalam mineral mikro adalah kobalt, Cu, iodium, besi,

mangan, molibdenum, selenium, dan seng (NRC,1989). Untuk menjaga kelestarian

proses hidup, kebutuhan mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat

dan dalam jumlah yang cukup, selain itu menurut Sutardi (1980) beberapa peran dari

(34)

keseimbangan asam basa dalam tubuh khususnya keseimbangan antara anion dan

katio, (3). Memelihara tekanan osmotik dalam tubuh, (4). Menjaga kepekaan syaraf

dan otot, (5). Mengatur transport zat makanan dalam sel, (6). Mengatur permeabilitas

membran, (7). Kofaktor enzim dan metabolisme.

Kebutuhan Cr (Kromium)

Fungsi utama kromium adalah untuk meningkatkan aktifitas insulin dalam

metabolisme glukosa, dan untuk mempertahankan transpor glukosa dari darah

kedalam sel. Kromium membentuk suatu komplek dengan insulin dan reseptor

insulin memfasilitasi respon jaringan yang sensitif terhadap insulin (Committee on

Animal Nutrition (1977). Kromium selain esensial dalam metabolisme karbohidrat,

juga dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein, asam nukleat dan mencegah

cekaman.

Suplementasi Cr ke dalam pakan lebih menguntungkan apabila diberikan

dalam bentuk Cr organik. Kromium dalam bentuk trivalent (Cr+3) yang tidak beracun

sangat sulit diserap. Dalam beberapa kasus, Cr anorganik yang dikonsumsi manusia

lewat makanan 98% tidak diserap dan dikeluarkan lewat fases (Offenbachter et al., 1986). Sebaliknya ketersedian Cr organik cukup tinggi antara 25 sampai 30%. Astuti

(2006) menyatakan bahwa penggunaan Cr organik asal Rhizopus orizae dalam ransum sebesar 1 dan 3 mg/kg memberikan hasil tertinggi pada kecernaan bahan

kering dan bahan organik secara in vitro.

Mineral Cr merupakan unsur mikro yang bersifat paling kurang beracun

(Groff dan Gropper, 2000). Peranan Cr dalam metabolisme antara lain meningkatkan

potensi aktifitas insulin, yakni sebagai komponen dari GTF yang dapat meningkatkan

asupan glukosa ke dalam sel. Peran Cr terkait dengan kinerja hormon insulin, yaitu

memacu pembentukan glikogen sebagai energi cadangan yang berasal dari kelebihan

glukosa sebagai sumber energi metabolisme baik di organ hati maupun di otot.

Suplementasi Cr dapat meningkatkan pasokan glukosa oleh sel, produksi CO2 dari

oksidasi glukosa dan pembentukan glikogen dari glukosa. Glukosa yang berasal dari

hasil hidrolisa karbohidrat di saluran pencernaan akan masuk ke dalam darah yang

(35)

12 sebagai energi cadangan dalam bentuk glikogen baik dihati maupun didaging

(Underwood,1971).

Defisiensi Cr dapat menyebabkan rendahnya inkorporasi asam amino pada

protein hati dan menyebabkan gangguan untuk pengikatan asam amino, diantaranya

glisin, serin dan metionin. Pada sel kelenjar ambing hewan ruminansia, pengambilan

glukosa tidak ditentukan oleh insulin, namun insulin sangat dibutuhkan untuk

pengambilan asam amino khususnya asam aspartat, valin, isoleusin, leusin, metionin,

lisin, asam glutamat, treonin, aspargin dan tirosin (Underwood, 1971).

Ganoderma lucidum

Ganoderma lucidum (Lingzhi di China, Reishi, Manentake atau Shachitake di Jepang dan Youngzi di Korea) merupakan spesies dari kelas Basidiomisetes, yang

memiliki famili Polyperaceae (ganodermataceae) dari ordo Aphyllophoracles.

Umumnya dikenal sebagai sebagai jamur pelapuk kayu (wood decaying fungus),

yang menyebabkan busuk putih (white rot) pada tanaman dan karena itu disebut juga

sebagai phytophatogenic fungus (Chang dan Miles, 2004).

Kompleks Ganoderma lucidum terdiri dari tubuh buah yang tebal, bergabus dan berwarna kuning kemerahan pada awalnya dan kemudian berubah menjadi

berwarna kecoklatan pada saat masaknya. Pada batas tubuh buah biasanya tipis

berwarna putih pada awalnya dan menjadi coklat terang pada tahap akhirnya.

Bentuknya bervariasi, bundar semi bundar dan bentuk kipas atau seperti ginjal

(Chang dan Miles, 2004). G. lucidum mengandung zat aktif berupa β-D-glukan pada miselium dan tubuh buah yang berfungsi sebagai stimulator kekebalan, selain itu

juga mengandung protein ling zhi-8 pada miselium yang berfungsi sebagai

(36)

METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai Januari 2009.

Semua kegiatan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Hewan Percobaan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 ekor domba Garut

betina dengan rata-rata bobot badan domba 27,7 ± 2,24 Kg, berumur rata-rata 2 tahun

dan telah beranak satu kali.

Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang metabolis

individu, tempat pakan, tempat minum, wadah penampung feses, kain kasa,

stopwatch, termometer digital, timbangan 100 kg, timbangan pakan 5 kg, tambang dan timbangan analitik 500 g dengan ketelitian 0,0001 g.

Ransum Percobaan

Ransum yang digunakan berupa ransum basal dengan bahan-bahan terdiri

atas jagung kuning, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, minyak jagung,

urea, ZnSO4 dan jerami jagung. Jerami jagung yang digunakan sebelumnya dicacah,

dijemur dibawah terik matahari selama ± 5-6 hari. Jerami jagung yang telah kering

kemudian digiling sampai halus.

Pengaturan nilai Nisbah Kation Anion Ransum (NKAR) dilakukan

menggunakan CaSO4 dan CaCl2 sehingga nilai NKAR menjadi -10. Suplemen

Cr-organik yang digunakan dihasilkan melalui fermentasi jerami padi dan serat sawit

yang telah diberi Cr hingga 3000 ppm dengan Ganoderma lucidum.

Bahan baku dan komposisi ransum percobaan yang digunakan selama

(37)

14 Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien Ransum

Bahan Pakan Jumlah (%BK)

Tabel 2. Kandungan Kromium pada Ransum Penelitian*

Mineral Organik Jerami Padi, RD = RB + 3ppm Organik Sawit, RE = RPKAR + 3ppm Cr-Organik Jerami Padi, RF = RPKAR + 3ppm Cr-Cr-Organik Sawit.

Pengaturan nilai Neraca Kation Anion Ransum (NKAR) menggunakan

CaSO4 dan CaCl2 sehingga nilai NKAR menjadi -10. Kandungan garam dari ransum

(38)

Tabel 3. Kandungan Garam-Garam dalam Ransum Penelitian* Organik Jerami Padi, RD = RB + 3ppm Organik Sawit, RE = RPKAR + 3ppm Cr-Organik Jerami Padi, RF = RPKAR + 3ppm Cr-Cr-Organik Sawit.

RancanganPercobaan

Percobaan meggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam

perlakuan dan empat kelompok. Pengelompokan domba didasarkan pada bobot

badan ternak. Perlakuan yang diberikan adalah: RA = Ransum Basal (RB), RB =

RB + Kromium anorganik, RC = RB + Kromium organik jerami, RD = RB +

Kromium organik sawit, RE = Ransum PKAR + Cr Organik jerami padi, RF =

Ransum PKAR + Cr organik sawit. Ransum percobaan diberikan kepada setiap

kelompok domba secara acak. Model matematis yang digunakan sebagai berikut:

Yij = μ + pi + kj + єij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j,. μ = Nilai rataan umum

pi = Efek perlakuan ransum ke-i (1,2,3,4,5,6), kj = Efek kelompok ternak ke-j (1,2,3,4),.

(39)

16

Prosedur

Produksi Kromium Organik

Suplemen kromium organik didapatkan dari laboratorium nutrisi ternak

perah. Kromium organik dihasilkan melalui fermentasi jerami padi dan serat sawit

yang telah diberi kromium anorganik dengan Ganoderma lucidum.

Pemeliharaan Ternak

Ternak dipelihara dalam kandang metabolis selama delapan minggu. Tiga

minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary) dan lima minggu selanjutnya dilakukan pengambilan data. Pemberian pakan (BK) 3% dari bobot

badan, dilakukan pada pukul 07.00 – 07.30 WIB dan pukul 14.00 – 14.30 WIB, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum.

Koleksi Feses

Koleksi feses dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah ternak domba

melewati masa preliminary selama tiga minggu. Feses ditampung dengan menggunakan kain kasa yang dipasang di bawah lantai kandang metabolis dan setiap

24 jam feses ditimbang. Sampel feses dari setiap ekor domba diambil sebanyak 100

g. Sampel feses kemudian dikeringkan pada terik matahari sebelum dibawa ke

laboratorium. Selama periode pemberian pakan, sampel pakan diambil dan

disatukan pada akhir percobaan. Pada akhir percobaan sampel feses yang sudah

kering dari setiap domba digabungkan kemudian digiling menggunakan saringan 2

mm. Kadar air dan kadar serat pakan dan feces dianalisis di Laboratorium Ilmu dan

Teknologi Pakan.

Peubah yang Diamati Konsumsi

Ternak dapat mencapai tingkat penampilan produksi tertinggi sesuai dengan

potensi genetiknya bila memperoleh nutrien yang dibutuhkannya sehingga

(40)

selama penelitian. Konsumsi ransum harian dihitung dengan cara mengukur jumlah

pakan yang diberikan dikurangi dengan pakan sisa.

Palatabilitas

Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap

pakan yang diberikan. Palatabilitas pakan diukur dengan memberikan sejumlah besar

pakan secara serentak pada pagi hari selama 15 menit. Sisa pakan kemudian

ditimbang sehingga diketahui jumlah pakan yang dikonsumsi.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dinyatakan dalam gram/ekor. Pertambahan bobot

badan merupakan selisih antara bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan

awal selama penelitian.

Kecernaan Nutrien

Kecernaan atau ketersediaan nutrien dalam bahan makanan untuk diserap oleh saluran pencernaan banyak tergantung pada status dan produktivitas atau fungsi

fisiologis ternak. Pengukuran kecernaan nutrient meliputi kecernaan bahan kering,

kecernaan serat pakan, kecernaan ADF dan kecernaan NDF.

Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan The SAS System for Windows 9.1 dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berbeda nyata maka perbedaan rataan konsumsi, palatabilitas,

pertambahan bobot badan (PBB), dan kecernaan pada setiap perlakuan selanjutnya

(41)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

Konsumsi ransum merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk

mencukupi hidup pokok dan menentukan tingkat produksi. Pakan yang dikonsumsi

oleh ternak domba sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan zat makanan untuk

hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan

dikurangi dengan sisa pakan. Pakan yang baik dapat menunjang pertumbuhan yang

optimal. Konsumsi pakan setiap ekor ternak berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh

berbagai faktor kompleks yang terdiri dari hewan, pakan yang diberikan, dan

lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999).

Pengaruh pemberian suplementasi kromium dan ransum dengan neraca

kation anion berbeda selama penelitian disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Betina

terhadap Ransum yang mengandung Kromium Organik dan Anorganik dengan Neraca Kation Anion yang Berbeda.

Perlakuan Konsumsi Bahan kering

Keterangan : RA= Ransum Basal, RB=RA+3ppm Cr-Anorganik, RC=RA+3ppm Cr Organik

Jerami Padi, RD=RA+3ppm Cr Organik Sawit, RE=RPKAR-10 + Cr Organik Jerami Padi, RF= RPKAR-10 + 3ppm Sawit

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rataan konsumsi bahan kering

pada penelitian ini tidak berbeda nyata, baik untuk perlakuan maupun kelompok

bobot badan. Hal ini dikarenakan suplementasi kromium dengan nilai kation anion

berbeda pada umumnya tidak berpengaruh besar terhadap konsumsi tetapi lebih

besar pengaruhnya terhadap metabolisme dalam tubuh sehingga dalam penelitian ini

perlakuan tidak mempengaruhi dari konsumsi ternak. Sutardi (1980) menyatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah

(42)

Ransum RF memiliki kecenderungan konsumsi bahan kering paling tinggi di

antara perlakuan RA, RB, RC, RD dan RE. Hal ini menggambarkan ransum RF

lebih disukai. Ransum RF memiliki kandungan suplementasi kromium organik serat

sawit dan nilai kation anion ransum -10. Hal ini dimungkinkan karena domba

mendapat pengaruh dari pemberian suplemen dari kromium organik dan pengaruh

kadar kation anion sehingga dapat meningkatkan konsumsi dari domba, karena

tujuan dari pemberian suplementasi kromium dan nilai kation anion ini untuk

meningkatkan konsumsi, sehingga pemberian suplementasi kromium organik ini

sebaiknya diberilan pada saat kondisi kation anion negatif yaitu -10, hal ini sesuai

dengan Chan et al. (2005) yang menyatakan bahwa bertambahnya nilai kation anion ransum (NKAR) menyebabkan semakin menurunnya konsumsi bahan kering,

sehingga penurunan nilai nisbah kation anion ransum dapat meningkatkan konsumsi

ransum dari ternak.

dengan neraca kation anion -10 ternyata tidak meningkatkan konsumsi bahkan

cenderung menurunkan konsumsi pakan bila dibandingkan dengan ransum kontrol,

hal ini dimungkinkan karena rendahnya level pemberian kromium sehingga diduga

(43)

20 Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa pemberian suplementasi kromium

dengan nilai nisbah kation anion berbeda menunjukkan hasil yang berbeda, walaupun

secara statistik tidak berpengaruh secara nyata, tetapi dari gambar dapat dilihat

ransum mana yang lebih banyak disukai oleh ternak. Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian dari Anggraeni pada domba Garut jantan, yang menunjukan bahwa

peningkatan PKAR bahan kering tidak mempengaruhi jumlah konsumsi ransum

bahan kering (BK) sehingga dalam penelitian ini pemberian suplementasi kromium

organik belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap ternak.

Palatabilitas

Palatabilitas didefinisikan sebagai respon yang diberikan oleh ternak terhadap

pakan yang diberikan dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh ternak ruminansia tetapi

juga dilakukan oleh hewan mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang

diberikan (Church dan Pond, 1988). Pond et al., (1995) mendefinisikan palatabilitas sebagai daya tarik suatu pakan atau bahan pakan untuk menimbulkan selera makan

dan langsung dimakan oleh ternak. Palatabilitas biasanya diukur dengan cara

memberikan dua atau lebih pakan kepada ternak sehingga ternak dapat memilih dan

memakan pakan yang lebih disukai.

Tabel 5 dibawah memperlihatkan nilai palatabilitas atau daya suka ternak

terhadap pakan pada pagi dan siang hari, hasil analisis menunjukkan bahwa

palatabilitas pagi hari dan siang hari tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05).

Hal ini menguatkan nilai konsumsi yang hampir sama antar perlakuan, dan

pemberian ransum dengan nilai kation anion -10 yang disuplementasi kromium tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai palatabilitas ternak pada pagi hari.

Pengukuran palatabilitas pada siang hari menunjukan hasil yang sama yaitu tidak

berbeda nyata (P>0,05), tetapi dari tabel dapat dilihat bahwa penambahan kromium

dengan nilai kation anion berbeda ternyata dapat menurunkan tingkat palatabilitas

hal ini dapat dilihat dari nilai palatabilitas siang hari perlakuan RE memiliki nilai

paling kecil, penambahan Cr pada ransum asam menyebabkan ransum kurang

palatabel sehingga menurunkan konsumsi bahan kering pada domba Garut, ini berarti

(44)

lingkungan lain, seperti suhu lingkungan yang cenderung berbeda antara pagi dan

sore hari.

Tabel 5. Palatabilitas Domba Garut Betina terhadap Ransum Berkromium yang mempunyai Nilai Kation Anion berbeda pada Pagi dan Siang

Keterangan : RA= Ransum Basal, RB=RA+3ppm Cr-Anorganik, RC=RA+3ppm Cr Organik

Jerami Padi, RD=RA+3ppm Cr Organik Sawit, RE=RPKAR-10 + Cr Organik Jerami Padi, RF= RPKAR-10 + 3ppm Sawit

Suhu siang hari pada umumnya lebih tinggi daripada pagi hari, dari tabel

dapat dilihat ransum RF memiliki nilai paling tinggi, hal ini kemungkinan

disebabkan kebutuhan ransum asam meningkat pada saat ternak mengalami cekaman

atau berada pada suhu yang lebih tinggi untuk mempertahankan kondisi tubuhnya.

Secara rata-rata nilai palatabilitas pagi dan siang hari memiliki nilai yang sama ini

berarti pemberian pakan dapat dilakukan pada pagi dan siang hari.

Tabel 6. Keadaan Lingkungan Selama Penelitian

Pada ternak ruminansia faktor yang mempengaruhi palatabilitas adalah

kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur, dan kandungan nutrisi (Ensminger, 1990).

Menurut Church et al. (1974), palatabilitas sangat penting karena merupakan gabungan dari beberapa factor yang berbeda yang dirasakan oleh ternak, yang

mewakili rangsangan dari penglihatan, aroma, sentuhan dan rasa yang dipengaruhi

oleh faktor fisik dan kimia dari ternak yang berbeda. Ternak domba tidak memiliki Mikro - Klimat Pagi (Pukul 07.00 WIB) Siang (Pukul 14.00 WIB)

Suhu (0C) 27,25 ± 0,32 27,33 ± 0,39

(45)

22 kemampuan membedakan warna merah dan biru, sehingga domba termasuk yang

buta warna.

Gambar 3 dibawah menunjukan palatabilitas antar perlakuan, hasil analisis

menunjukan bahwa perlakuan pagi hari tidak mempengaruhi secara nyata begitu juga

dengan siang hari perlakuan tidak mempengaruhi secara nyata, tetapi dapat dilihat

bahwa pada kedua kondisi perlakuan RF memiliki nilai palatabilitas lebih tinggi, hal

ini sesuai dengan banyaknya konsumsi ransum pada ransum RF yang lebih tinggi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ransum RF lebih disukai, hal ini

dimungkinkan ada pengaruh dari nilai kation anion dan suplementasi kromium

organik pada ransum sehingga konsumsi ransum RF meningkat dibandingkan

ransum kontrol.

Gambar 3. Palatabilitas Domba Garut Betina terhadap Ransum Berkromium

dengan Nilai Nisbah Kation Anion Berbeda pada Pagi dan Siang hari.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai ukuran kecepatan

pertumbuhan yang mana merupakan salah satu cermin dari kemampuan untuk

mencerna makanan. Anggorodi (1985) mendefinisikan pertumbuhan adalah

pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung, dan

semua jaringan tubuh lainnya. Titus dan Fritz (1971) menyatakan bahwa kecepatan

(46)

mempengaruhi adalah spesies, jenis kelamin, umur hewan, keseimbangan pakan, dan

jumlah pakan yang dikonsumsi.

Tingkat konsumsi yang tinggi biasanya diikuti dengan pertambahan bobot

badan yang tinggi pula. Banyaknya bahan pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor

hewan berhubungan erat dengan bobot badannya, semakin tinggi bobot badannya

maka kemampuan dari seekor hewan akan tinggi pula dalam mengkonsumsi pakan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada perlakuan yang

memiliki konsumsi paling tinggi diikuti dengan pertambahan bobot badan yang

tinggi pula.

Pertambahan bobot badan paling tinggi terdapat pada perlakuan RF yaitu

sebesar 94,87 gram/hari, sedangkan pertambahan bobot badan paling kecil terdapat

pada perlakuan RB yaitu sebesar 45,76 gram/hari. Tabel 4. diatas menunjukkan

bahwa pemberian suplementasi kromium dapat meningkatkan pertambahan bobot

badan dibandingkan dengan ransum kontrol, tetapi pemberian suplementasi kromium

anorganik juga dapat menurunkan pertambahan bobot badan hal ini terlihat pada

perlakuan RB (45,76 gram/hari), kromium anorganik memiliki nilai pertambahan

(47)

24 Pertambahan bobot badan harian domba yang mendapat enam jenis ransum

perlakuan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini sesuai dengan

konsumsi bahan kering dari keenam perlakuan yang tidak berbeda nyata.

Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan sehingga

semakin tinggi konsumsi pakannya, maka makin tinggi pula pertambahan bobot

badan (Rianto et al., 2006).

Pertambahan bobot badan sangat berhubungan dengan konsumsi bahan

makanan, sehingga memiliki hubungan yang linear antara pertambahan bobot badan

dan konsumsi bahan kering, hal ini dapat dilihat dari Gambar 5 dibawah ini. Dalam

kajian ini terdapat hubungan yang linear antara konsumsi bahan kering dengan

pertambahan bobot badan, semakin tinggi konsumsi maka semakin tinggi pula

pertambahan bobot badannya.

Gambar 5. Hubungan Pertambahan Bobot Badan dan Konsumsi

Dari Gambar 5 diatas dapat disimpulkan bahwa setiap peningkatan satu

satuan konsumsi bahan kering akan meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar

0,13 gram/hari. Walaupun tidak nyata antar pelakuan, perlakuan ransum RF memiliki

konsumsi paling tinggi (932 ± 117 gram/hari) sehingga pertambahan bobot

badannya dari perlakuan ini paling tinggi pula (94,87 ± 35,60 gram/hari). Sedangkan

perlakuan RE memiliki konsumsi paling rendah (689 ± 79 gram/hari) sehingga

pertambahan bobot badannya dari perlakuan ini paling rendah (47,99 ± 61,69

(48)

Kecernaan Nutrien

Kecernaan atau ketersediaan nutrien dalam bahan makanan untuk diserap

oleh saluran pencernaan banyak tergantung pada status dan produktivitas atau fungsi

fisiologis ternak (Parakkasi, 1999). Faktor yang mempengaruhi daya cerna ransum

menurut Anggorodi (1994) yaitu suhu, laju perjalanan pakan melalui alat

pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap

perbandingan dari nutrien lainnya. Penambahan suplementasi kromium dan nilai

kation anion ransum dalam bahan pakan ini dimaksudkan untuk memperbaiki laju

dari proses pencernaan terhadap pakan berserat, terutama pada ternak ruminansia

sehingga dapat memanfaatkan pakan berserat menjadi energi yang lebih berguna

untuk tubuh. Pakan berserat hanya dapat dicerna oleh ternak ruminansia dengan

bantuan mikroba yang ada di rumen. Data hasil penelitian kecernaan serat pakan

disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Kecernaan Nutrien pada Domba Garut Betina yang mendapat Ransum dengan Nilai Nisbah Kation Anion dan Kromium Berbeda

Kecernaan

(%)

Ransum Perlakuan

RA RB RC RD RE RF Rataan

BK 72,08±5,35 66,09±1,59 62,44±8,19 68,98±7,07 65,61±5,95 67,85±5,77 67,18±5,65

SK 38,88±10,41 25,35±0,33 17,03±12,89 29,42±18,30 22,26±9,81 23,07±8,86 26,00±10,00

NDF 65,33±8,60 57,86±1,47 54,56±8,57 62,30±8,66 56,36±7,80 57,00±4,67 58,90±6,63

ADF 61,69±11,89 51,12±6,58 41,04±10,82 51,34±11,84 44,34±16,46 46,39±6,70 49,32±10,72

Keterangan : BK = Bahan Kering, SK= Serat Kasar, NDF= Neutral Detergen Fiber, ADF= Acid Detergen Fiber

RA= Ransum Basal, RB=RA+3ppm Cr-Anorganik, RC=RA+3ppm Cr Organik Jerami Padi, RD=RA+3ppm Cr Organik Sawit, RE=RPKAR-10 + Cr Organik Jerami Padi, RF= RPKAR-10 + 3ppm Sawit

Hasil analisa menunjukan bahwa setiap perlakuan tidak menunjukan hasil

yang nyata pada kecernaan bahan kering, serat kasar, ADF dan NDF.

Kecernaan Bahan Kering

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

kecernaan bahan kering secara nyata. Hal ini sejalan dengan konsumsi ransum yang

menunjukan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi konsumsi secara nyata.

(49)

26 kecernaan pakan, semakin tinggi pula konsumsinya. Tidak adanya perbedaan

kecernaan ini diduga menyebabkan laju pertumbuhan populasi mikroba rumen tidak

berbeda atau tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan ransum, dan pada akhirnya

kemampuan mikroba untuk mencerna pakan, terutama serat kasar juga tidak berbeda.

Gambar 6. Hubungan Kecernaan Bahan Kering dan Serat Kasar

Hasil analisa regresi kecernaan bahan kering dan serat kasar memiliki

hubungan yang erat seperti yang ditampilkan pada gambar diatas. Gambar 6

menunjukkan hubungan yang erat antara kecernaan bahan kering dan serat kasar, itu

artinya setiap peningkatanan kecernaan bahan kering satu satua akan meningkatkan

kecernaan sebesar 0,5 % serat kasar. Selain itu dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa

nilai kecernaan bahan kering ransum kontrol paling besar dibandingkan ransum

dengan perlakuan, hal ini memperkuat bahwa perlakuan tidak memepengaruhi

aktifitas mikroba rumen dalam memecah bahan kering ransum, selain itu pengaturan

nilai nisbah kation anion ransum tidak mengubah lingkungan dari mikroba rumen.

Kecernaan Serat Kasar

Serat kasar merupakan salah satu komponen karbohidrat yang terdiri atas

selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kandungan serat kasar yang tinggi pada suatu

Gambar

gambar dibawah ini :
Tabel 2. Kandungan Kromium pada Ransum   Penelitian*
Tabel 3. Kandungan Garam-Garam dalam Ransum Penelitian*
Tabel 4. Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Domba Garut Betina    terhadap Ransum yang mengandung Kromium Organik dan    Anorganik dengan   Neraca Kation Anion yang Berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyebutkan, bahwa “Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan model tematik terpadu dari kelas I sampai kelas VI.” Hal tersebut

Capaian Program Jumlah cakupan (jenis) layanan administrasi perkantoran yang dilaksanakan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.

Dapat dilihat dari hasil uji t yang menunjukan bahwa nilai t hitung (9,022) > t tabel (1,9873), maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berartiadapengaruh yang

Perkiraan Tanggal Terakhir perdagangan IDKM di Bursa 24 April 2013 Tanggal Efektif Penggabungan 01 Mei 2013 Perkiraan Tanggal Perdagangan saham di Bursa hasil Penggabungan 06

Merupakan prioritas utama yang perlu diperhati- kan dalam menilai pentingnya kualitas pelayanan suatu perusahaan, adalah sejauh mana pelayanan itu dapat menciptakan tingkat

“(2) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat

Pengawas Sekolah atau Kepala Sekolah , agar guru lain mau meniru dan mencoba pembaharuan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru

Rancang Bangun Sistem Informasi Sekolah Via SMS Gateway