• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN DAN TOLERANSI JENIS TANAMAN JALUR

HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PENCEMAR NO

2

AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI

SULISTIJORINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul „Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi‟ adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi di manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dalam disertasi ini.

(3)

ABSTRACT

SULISTIJORINI. Effectiveness and Tolerance of Greenbelt Plants to Reduce NO2 Pollutant from Transportation Activities, supervised by ZAINAL ALIM

MAS‟UD, NIZAR NASRULLAH, AHMAD BEY, SOEKISMAN TJITROSEMITO

Transportation is an important source of anthropogenic air pollutants including carbon monoxide (CO), nitrogen dioxide (NO2), and sulfur dioxide (SO2). Vegetation has long been known to have the ability to absorb these pollutants through gas exchange processes. A number of works to investigate plant capability in absorbing NO2 have been reported in several literatures; however, information on plants tolerance to NO2 is very limited.

The objectives of this study attempt to infer the effectiveness and tolerance of specified local plants in reducing NO2 through a sequence of laboratory and field experiments, which is primarily to investigate NO2 based nitrogen, and explore distributional patterns of NO2 in specified plants.

Plant species are chosen from a variety of greenbelt trees and through the analysis of total ascorbate which suggest the selection of eight greenbelt trees species. They are Pterocarpus indicus, Lagerstroemia speciosa, Casuarina sumatrana, Delonix regia, Gmelina arborea, Cinnamomum burmanii, Swietenia macrophylla, and Mimusops elengi. The capability of plants to absorb and the translocation NO2 are analyzed from experiment using labeled nitrogen (15NO2). Fields experimental data are collected from a highly polluted location around midway of Jagorawi highway and a relatively unpolluted area of Sindangbarang field station. Relative growth rate and physiological parameters recorded include height, leaf area, total ascorbate, total chlorophyll, leaf-extract pH, and relative water content. Relative growth rate is calculated from measurements of plant heights and leaf areas, while plant physiological data are presented as APTI (Air Pollutant Tolerance Index). Tolerance of plant species is calculated based on the relative growth rate obtained previously. Distributional patterns of NO2 and plants capability in absorbing NO2 are derived from measurements of NO2 concentrations in both the uncovered and covered locations.

This study reveals that the capability of plants to absorb NO2 is not affected by density of stomata. The nitrogen distribution derived from NO2 depends on the nitrogen status of the plants at the time of exposures. Based on the relative growth rate, L. speciosa was categorized as tolerant, P. indicus, D. regia, and S. macrophylla as intermediate tolerant, while G. arborea, C. burmanii, and M. elengi

as not tolerant. Daily distributional pattern of NO2 are different and highly affected by the distance from source of emission and height above ground level. The reduction of NO2 concentration in the ambient air is shown to be significantly affected by the distance of its source and the density of vegetation.

(4)

RINGKASAN

SULISTIJORINI. Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi, dibimbing

oleh ZAINAL ALIM MAS‟UD, NIZAR NASRULLAH, AHMAD BEY, SOEKISMAN TJITROSEMITO.

Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota-kota besar disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (60-70%), industri (10-15%), dan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. Aktivitas transportasi menghasilkan beberapa bahan pencemar, di antaranya adalah karbonmonoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan debu. Beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi pencemaran udara adalah menerapkan peraturan baku mutu emisi kendaraan bermotor; mengurangi emisi gas-gas pencemar langsung pada sumbernya melalui perbaikan secara teknis ataupun penggunaan bahan yang lebih ramah terhadap lingkungan; serta pengadaan ruang terbuka hijau berupa taman, jalur hijau, kebun, pekarangan, atau hutan kota. Vegetasi dapat menyerap pencemar udara melalui stomata. Penelitian mengenai kemampuan tanaman menyerap NO2 sudah banyak dilakukan tetapi data penelitian toleransi tanaman terhadap pencemar udara masih terbatas.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 udara ambien di daerah dengan aktivitas transportasi tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Konsentrasi NO2 yang tinggi dapat menyebar ke wilayah sekitarnya melalui proses difusi ataupun perantaraan angin. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa dampak negatif dari konsentrasi NO2 yang tinggi tidak hanya terjadi pada daerah yang berdekatan dengan sumber emisi tetapi dapat juga terjadi pada jarak yang lebih jauh. Di Indonesia, belum pernah dilaporkan adanya kasus yang disebabkan oleh pencemar NO2, namun penelitian di Eropa maupun Amerika mengenai dampak gas NO2 terhadap kesehatan manusia sudah banyak dipublikasikan.

Penelitian ini bertujuan: pertama, mengkaji kemampuan tanaman menyerap NO2 dan mengetahui distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 ke bagian tanaman; ke dua, mengkaji keefektifan tanaman dalam mengurangi pencemar NO2; ke tiga, mengkaji toleransi tanaman terhadap pencemar udara akibat aktivitas transportasi.

Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian diseleksi berdasarkan survey tanaman tepi jalan dan analisis kandungan asam askorbat. Jenis terpilih adalah Pterocarpus indicus, Lagerstroemia speciosa, Casuarina sumatrana, Delonix regia, Gmelina arborea, Cinnamomum burmanii, Swietenia macrophylla,

(5)

dihitung berdasarkan air tolerancepollution index (APTI; Singh, et al. 1991), dan dibandingkan dengan tabel kriteria sensitivitas dan toleransi. Toleransi jenis tanaman terhadap pencemar udara akibat aktivitas transportasi diukur berdasarkan RGR dan dibandingkan dengan criteria toleransi berdasarkan formulasi APTI. Pola sebaran NO2 dan kemampuan vegetasi mengurangi konsentrasi pencemar NO2 dilakukan dengan membandingkan konsentrasi gas NO2 udara ambien di tempat terbuka dan bervegetasi.

Tanaman yang mampu menyerap NO2 tertinggi adalah D. regia (6.03 μg 15N dm-2 daun), dikuti oleh M. elengi(4.11 μg 15N dm-2), P. indicus ( 2.92 μg 15N dm-2), tidak menunjukkan adanya korelasi yang nyata. Uji korelasi antara kerapatan stomata dan serapan 15N per gram dan 15N per dm2 daun menghasilkan nilai r masing-masing menghasilkan sebesar -0.31 dan -0.53. Hasil ini menunjukkan bahwa kerapatan stomata tidak mempengaruhi kemampuan tanaman menyerap gas NO2.

Beberapa literatur menyatakan bahwa pencemar NO2 dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman jika terdapat dalam konsentrasi yang tinggi (sementara dalam konsentrasi rendah sering tidak menimbulkan gejala kerusakan. Selanjutnya dikatakan bahwa NO2 yang diserap tanaman diasimilasi dan dimanfaatkan tanaman. Pada penelitian ini, penelusuran dengan menggunakan N berlabel (15N) menunjukkan sebagian besar 15N tetap berada di daun (85.76-96.90%, p = 0.0009). Distribusi 15N ke bagian batang tidak berbeda nyata antar jenis tanaman, berkisar antara (1.23-2.21%) (p = 0.67) dan ke bagian akar sebesar (1.79-12.09%) (p = 0.0001). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar 15NO2 yang diserap daun tetap berada dalam jaringan daun, hanya sebagian kecil yang ditranlokasikan ke batang dan akar. Distribusi 15N tercepat dihasilkan pada C. burmanii dengan rasio 15

N pada daun dan akar sebesar 18.1: 1, dan terendah dihasilkan pada C. sumatrana

sebesar 50.9: 1. Distribusi 15N yang lebih cepat diduga karena ketersediaan nitrogen di akar yang relatif rendah.

Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas udara menunjukkan konsentrasi bahan-bahan pencemar udara di Jagorawi lebih tinggi dibandingkan dengan di Sindangbarang. Rata-rata kepadatan kendaraan adalah 2940 kendaraan/jam. Konsentrasi gas NO2 di Jagorawi (16.21 μg m-3) empat kali lebih besar daripada di Sindangbarang (4.29 μg m-3

). Gas SO2 di Jagorawi (10.07 μg m -3) 167 kali lebih besar daripada di Sindangbarang (0.06 μg m-3). Konsentrasi debu di Jagorawi (96.05 μg m-3

) tiga kali lebih besar daripada di Sindangbarang (33.31 μg m-3

). Konsentrasi gas CO di Jagorawi (5271.29 μg m-3), sementara di Sindangbarang tidak terdeteksi. Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dan menjadi ciri aktivitas kendaraan bermotor. Konsentrasi ozon di Jagorawi (0.06 μg m-3

(6)

Pertumbuhan tanaman dapat menjadi indikator toleransi tanaman terhadap bahan pencemar. Pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun (RGR) yang berbeda antar jenis tanaman menunjukkan terdapat perbedaan respon tiap jenis tanaman terhadap pencemar udara. Secara umum kurva RGR dari 7 jenis tanaman tepi jalan dalam kondisi terpolusi berada di bawah RGR kontrol kecuali L. speciosa dan S. macrophylla. Semua kurva RGR dari 7 jenis tanaman menunjukkan penurunan mulai minggu ke-12 hingga ke-14.

Menurut Singh, et al. (1991) nilai APTI dapat menggambarkan toleransi tanaman terhadap pencemar udara. Kelemahan nilai APTI adalah tidak menggambarkan kondisi pertumbuhan tanaman, sehingga perlu ditambahkan kriteria toleransi berdasarkan RGR. Berdasarkan nilai RGR dan APTI, L. speciosa

termasuk jenis toleran; P. indicus, D. regia, dan S. macrophylla, termasuk jenis toleransi sedang; G. arborea, C. burmanii, dan M elengi termasuk jenis tidak toleran terhadap pencemar udara.

Untuk menggambarkan keefektifan tanaman mengurangi pencemar NO2, dibutuhkan data pola pernyebaran gas NO2 pada berbagai waktu dan jarak dari sumber emisi, serta kemampuan vegetasi mengurangi pencemar NO2 akibat aktivitas transportasi. Konsentrasi gas NO2 tertinggi dihasilkan di tempat terbuka pada jarak 5 m dari sumber emisi (40.27 µg m-3) dan untuk jarak yang sama konsentrasi gas NO2 tempat bervegetasi lebih rendah (32.06 µg m-3). Pada jarak 15 m dari sumber emisi, konsentrasi gas NO2 pada tempat terbuka (26.69 µg m-3) dan di tempat bervegetasi (28.43 µg m-3). Pada jarak 25 m dari sumber emisi, konsentrasi gas NO2 pada tempat terbuka (23.07µg m-3) tidak berbeda nyata dengan tempat bervegetasi (23.46 µg m-3).

Hasil interaksi antara lokasi dan waktu memperlihatkan bahwa konsentrasi gas NO2 tertinggi dihasilkan pada siang hari baik di tempat terbuka (34.05 µg m-3) maupun bervegetasi (29.15 µg m-3). Konsentrasi gas NO2 pada pagi hari (26.24 dan 26.08 µg m-3) lebih rendah dari sore hari (29.49 dan 28.95 µg m-3). Puncak konsentrasi gas NO2 dipengaruhi oleh jarak dari sumber emisi dan waktu pengukuran. Kecepatan angin di tempat terbuka (0.9-1.6 m s-1) lebih besar dibandingkan dengan tempat bervegetasi (0.1-0.5 m s-1), diduga mempengaruhi penyebaran gas NO2.

Vegetasi dengan kerapatan tajuk sebesar 10 m mampu mengurangi konsentrasi NO2 sebesar 10.62%, dan pada kerapatan 20 m sebesar 26.42 %. Peranan vegetasi dalam mereduksi gas NO2 terjadi melalui dua mekanisme yaitu mengabsorbsi dan menghambat dispersi NO2 secara horizontal.

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

KEEFEKTIFAN DAN TOLERANSI JENIS TANAMAN

JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PENCEMAR NO

2

AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI

SULISTIJORINI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Endes N. Dahlan, M.S.

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Imam Santosa.

Departemen Geofisika dan Meteorologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Ning Purnomohadi, M.S.

Pusat Pendidikan dan Latihan, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup

2. Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. Departemen Arsitektur Lansekap,

(10)

Judul Disertasi : Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi

Nama : Sulistijorini NIM : P 062030011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Zainal Alim Mas‟ud, DEA. Dr. Ir. Nizar Nasrullah M.Agr.

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ahmad Bey, M.Sc. Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(11)

PRAKATA

Pencemaran udara merupakan permasalahan yang semakin hari semakin meningkat, terutama di perkotaan. Aktivitas transportasi merupakan salah satu sumber bahan pencemar udara, disamping kegiatan industri, pembakaran bahan bakar fosil, dan aktivitas biologi di bumi. Pemanfaatan vegetasi untuk mengurangi pencemaran udara merupakan cara yang perlu ditingkatkan, mengingat fungsi biologi vegetasi cukup banyak diantaranya sebagai sebagai habitat berbagai jenis satwa, sebagai penyerap karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada seluruh komisi pembimbing, yaitu Ketua Komisi Dr. Zainal Alim Mas‟ud, DEA, para anggota komisi Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr, Prof. Dr. Ahmad Bey, M.Sc, dan Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan motivasi; mulai dari penyusunan proposal, selama penelitian dan penulisan berlangsung sehingga disertasi ini dapat terwujud.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan di Departemen Biologi IPB, teman-teman angkatan 2003 di PSL, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan hingga saat ini. Kepada Ibu Elsye L. Sisworo beserta staf di BATAN, penulis ucapkan banyak terima kasih atas bantuan analisis dan kesempatan bertukar pikiran untuk dapat melengkapi penulisan disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak PT Jasa Marga yang memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di jalan tol Jagorawi, serta kepada Yayasan Toyota dan Astra yang memberikan bantuan untuk penyelesaian disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada suami Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi, yang selalu mendampingi dan memberikan doa yang tulus; juga kepada putri-putra penulis Andrini Aditya Wardhani, Muhammad Aji Wibisono, dan Muhammad Abi Wicaksono yang memberikan pengertian atas waktu dan perhatian yang sedikit berkurang saat penulis harus menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua penulis Alm. Bapak M. Soetrisno dan Ibu Soemining, Bapak dan ibu mertua serta keluarga penulis, yang senantiasa memberikan doanya.

Sebagian dari penelitian ini telah ditulis dalam artikel yang berjudul “Tolerance Levels of Roadside Trees to Air Pollutants Based on Relative Growth Rate and Air Pollution Tolerance Index” untuk Hayati-Journal of Biosciences (in press).

Dalam kesempatan ini pula penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah memberikan masukan untuk disertasi ini. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk melaksanakan program peningkatan kualitas udara untuk mendukung kehidupan yang sehat.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 20 September 1963 sebagai anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan M. Soetrisno dan Soemining. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SDN Belakang Loji I pada tahun 1975, pendidikan menengah di SMPN I Malang diselesaikan pada tahun 1979, dan SMAN 3 Malang diselesaikan pada tahun 1982. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1990 penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB, lulus pada tahun 1994. Kesempatan menempuh program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan diperoleh pada tahun 2003 dengan mendapatkan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BPPS), Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(13)
(14)
(15)

4.4.1. Pola Sebaran NO2 ... 84

Pola Sebaran NO2 di Tempat Terbuka ... 84

Pola Sebaran NO2 di Tempat Bervegetasi ... 86

4.4.2. Kemampuan Tanaman Mereduksi Pencemar NO2 ... 87

Pengaruh Waktu dan Lokasi terhadap Konsentrasi NO2... 88

Pengaruh Jarak dan Lokasi terhadap Konsentrasi NO2... 90

Pengaruh Jarak ,Waktu, dan Lokasi terhadap Pengurangan Konsentrasi NO2 ... 91

4.4.3. Potensi Penggunaan Tanaman untuk Mereduksi Pencemar NO2 akibat Aktivitas Transportasi... 94

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... ... 96

5.1. Kesimpulan………. 96

5.2. Saran………... 97

DAFTAR PUSTAKA………... ... 98

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Baku mutu udara ambien nasionalberdasarkan

PPRI No 41 Tahun 1999... 14

2. Komposisi gas buang (% v-1)... 17

3. Rata-rata emisi gas dalam g km-1... 17

4. Metode pengukuran kondisi fisiologi tanaman dan data lingkungan 37 5. Kriteria sensitivitas dan toleransi tanaman... 43

6. Kerapatan dan ukuran stomata 8 jenis tanaman jalur hijau jalan…………... 50

7. Korelasi stomata dan serapan 15N pada percobaan... 51

8. Korelasi bobot relatif daun dan serapan 15N... 53

14. Kandungan nitrogen total (%) daun, batang, dan akar ... 58

15. Beberapa parameter kualitas udara di Jagorawi (kontrol) dan Sindangbarang (terpolusi)... 61

16. Beberapa parameter iklim mikro di Jagorawi dan Sindangbarang (Agustus-Nopember 2006)... 63

17. Luas total daun minggu ke-14 pada tanaman kontrol dan terpolusi ... 72

18. Luas daun spesifik 8 jenis tanaman pada kondisi kontrol (K) dan terpolusi (P)... 72

19. Hasil interaksi jenis tanaman dan lokasi pencemaran terhadap RGR berdasarkan luas daun 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 75

20. Kandungan asam askorbat total, klorofil total, dan kadar air daun 8jenis tanaman jalur hijau jalan... 77

(17)

Halaman

22. Interaksi antara jenis tanaman dan lokasi pencemaran

terhadap pH ekstrak daun... 78 23. Tingkat toleransi 8 jenis tanaman jalur hijau jalan

berdasarkan kriteria Singh et al. (1991)... 79 24. Perbandingan toleransi 8 jenis tanaman tepi jalan berdasarkan

RGR (hasil penelitian) dan APTI (Singh et al., 1991)... 80 25. Nilai kemampuan serapan total 15N berdasarkan luas daun

tanaman terpolusi dan serapan 15N tiap jenis tanaman... 83 26. Uji lanjut konsentrasi NO2 pada berbagai ketinggian dan jarak

dari sumber emisi di tempat terbuka... 85 27. Uji lanjut konsentrasi gas NO2 pada berbagai ketinggian dan jarak

dari sumber emisi di tempat bervegetasi... 87 28. Kisaran suhu dan kelembaban relatif pada lokasi, jarak, dan

waktu pengukuran berbeda... 88 29. Hasil uji lanjut interaksi lokasi dan waktu terhadap konsentrasi

gas NO2... 89 30. Hasil uji lanjut interaksi lokasi dan jarak terhadap konsentrasi

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alir kerangka penelitian………. 6

2. Sintesis dan degradasi L-asam askorbat dalam jaringan tanaman 22

3. Pterocarpus indicus Wild (Angsana) ... 23

4. Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur)... 24

5. Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut)... 25

6. Delonix regia Bojer (Flamboyan )... .. 25

7. Gmelina arborea Linn (Jati putih)... 26

8. Cinnamomumburmanii Nees (Kayu manis merah)... 27

9 . Swietenia macrophylla King (Mahoni)... 28

10. Mimusops elengi L. (Tanjung)... 28

11. Gas chamber untuk pajanan gas NO2 (kondisi terkontrol)... 32

12. Gas chamber untuk pajanangas NO2 (semilapang)... 34

13. Penempatan tanaman uji di median jalan tol Jagorawi (a) dan kebun percobaan Sindangbarang (b)... 36

14. Titik pengambilan sampel NO2 udara ambien di tempat terbuka dan bervegetasi ... 43

15. Kemampuan serapan NO2 per bobot kering daun pada kondisi terkontrol dan semilapang... 46

16. Kemampuan serapan NO2 per luas daun pada percobaan kondisi terkontroldan semilapang... 47

17. Persentase perubahan serapan 15N berdasarkan bobot kering daun pada percobaan semilapang terhadap kontrol... 48

18. Persentase perubahan serapan 15N berdasarkan luas daun pada percobaan semilapang terhadap kontrol... . 48

19. Pertambahan tinggi relatif tanaman kontrol dan terpolusi... 64

20. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun P. indicus kontrol dan terpolusi………... 65

21. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun L. speciosa kontrol dan terpolusi………... 66

22. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun D. regia kontrol dan terpolusi………... 66

(19)

Halaman

24. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun

C. burmanii kontrol dan terpolusi………... 68 25. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun

S. macrophylla kontrol dan terpolusi………... 69 26. Laju pertumbuhan relatif berdasarkan pertambahan luas daun

M. elengi kontrol dan terpolusi………... 69 27. Pola penyebaran gas NO2 di tempat terbuka pada berbagai

ketinggian dan jarak dari sumber emisi... 84 28. Pola penyebaran gas NO2 pada tempat bervegetasi (G. arborea)

pada berbagai ketinggian dan jarak dari sumber emisi... 86 29. Pola sebaran gas NO2 pada berbagai jarak dan waktu pengukuran

di tempat terbuka (a) dan bervegetasi (b)... 90 30. Persentase pengurangan konsentrasi NO2 berdasarkan

kerapatan tajuk ... 92 31. Persentase pengurangan konsentrasi NO2 pada berbagai waktu

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Profil vegetasi... 108

2. Hasil analisis ragam serapan 15N per bobot kering daun... 109

3. Hasil uji lanjut interaksi kondisi percobaan dan jenis tanaman terhadap total 15N per bobot kering daun... 109

4. Hasil analisis ragam serapan 15N per luas daun ... 109

5. Hasil uji lanjut interaksi kondisi percobaan dan jenis tanaman terhadap total serapan 15N per luas daun... 110

13. Analisis lanjut laju pertambahan tinggi tanaman... 112

14. Hasil analisis ragam luas daun minggu ke-14 tanaman kontrol dan terpolusi... 113

15. Hasil analisis ragam luas spesifik daun tanaman kontrol dan terpolusi... 113

16. Hasil analisis ragam RGR berdasarkan luas daun 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 113

17. Hasil analisis ragam asam askorbat total daun dari 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 114

18. Hasil analisis ragam klorofil total daun dari 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 114

19. Hasil analisis ragam kadar air daun dari 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 115

20. Hasil analisis ragam pH ekstrak daun dari 8 jenis tanaman jalur hijau jalan... 115

21. Hasil analisis ragam sebaran konsentrasi gas NO2 pada berbagai jarak dan ketinggian di tempat terbuka... 115

22. Suhu dan kelembaban relatif di tempat terbuka pada 3 jarak berbeda dari sumber emisi... 115

(21)

Halaman

23. Suhu dan kelembaban relatif di tempat bervegetasi (G. arborea)

pada 3 jarak dari sumber emisi ... 116 24. Hasil analisis ragam konsentrasi gas NO2 pada berbagai jarak dan

ketinggian di tempat bervegetasi... 116 25. Hasil analisis ragam konsentrasi gas NO2 pada lokasi, jarak, dan

waktu berbeda... 116 26. Hasil analisis ragam persentase pengurangan konsentrasi gas NO2

(22)

1.1. Latar Belakang

Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya satu atau lebih zat pencemar dalam jumlah dan waktu tertentu ke udara baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Peristiwa tersebut dapat mempengaruhi kelestarian organisme maupun benda (Pandia et al., 1995).

Aktivitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran udara antara lain adalah kegiatan industri, pertambangan, transportasi, pertanian, dan pembakaran baik biomassa maupun bahan fosil. Bahan pencemar udara yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut antara lain adalah berbagai macam hidrokarbon (HC), sulfur oksida (SOx), karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), partikulat, dan berbagai bahan lainnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia, diprediksikan terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas pencemaran udara. Berbagai penelitian memperlihatkan terdapat hubungan antara meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan gangguan kesehatan dan kematian (Naess et al., 2007).

Di Amerika, dari berbagai aktivitas yang menimbulkan pencemaran udara, pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas transportasi lebih besar dibandingkan dengan kegiatan manusia lainnya (Gorham, 2002). Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota-kota besar disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (60-70%), industri (10-15%), dan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (Kusnoputranto, 1996). Proses penyebaran pencemar dari aktivitas transportasi dipengaruhi oleh jumlah, jenis, dan kepadatan kendaraan bermotor serta beberapa faktor lingkungan.

(23)

Bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia lebih rentan terhadap pengaruh buruk pencemaran udara dibandingkan dengan orang dewasa (Brauer et al., 2002; Kim

et al., 2004; Oglesby et al., 2006). Pengaruh pencemaran udara akan lebih meningkat pada anak-anak yang sebelumnya sudah menderita penyakit asma (Timonen & Pekkanen, 1997). Naess et al., 2007 melaporkan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan kejadian penyakit yang menjadi indikator dampak dari paparan NO2. Konsentrasi NO2 lebih besar dari 40µg m-3 cenderung meningkatkan kasus kardiovaskuler, kanker paru, dan penyakit paru osbtruktif kronis (PPOK).

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas udara, di antaranya adalah menetapkan standar emisi gas buang kendaraan bermotor, umur kendaraan bermotor yang dapat beroperasi di jalan raya, serta standar kualitas udara ambien nasional. Di Amerika Serikat, sejak tahun 1992 ditetapkan National Ambient Air Quality Standards (NAAQS), yang kemudian direvisi pada tahun 1997. Di Indonesia peraturan yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Peraturan ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN LH) nomor 141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi (current production).

Selain menerapkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengurangan pencemaran udara, usaha yang dapat dilakukan adalah mengurangi emisi gas-gas pencemar langsung pada sumbernya melalui perbaikan secara teknis ataupun penggunaan bahan yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pengadaan ruang terbuka hijau berupa taman, jalur hijau, kebun, pekarangan, atau hutan kota juga merupakan alternatif untuk mengurangi pencemar udara. Manfaat dari ruang terbuka hijau tersebut, tidak hanya dari segi estetika saja tetapi juga dari manfaat ekologis lainnya yaitu mereduksi beberapa jenis pencemar, sebagai habitat berbagai jenis satwa, sebagai penyerap karbondioksida (CO2), dan menghasilkan oksigen (O2) yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup.

(24)

kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi, pencemar NO2 berpotensi menimbulkan gangguan terhadap manusia dan lingkungan. Di Indonesia, upaya mengurangi potensi pencemaran udara melalui pengadaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu alternatif yang perlu dikembangkan. Alasan yang mendukung alternatif ini adalah keragaman tumbuhan di Indonesia yang cukup tinggi, sehingga pemilihan jenis tanaman jalur hijau dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah yang ada.

Tanaman yang digunakan sebagai elemen ruang terbuka hijau harus efektif menyerap pencemar udara, mampu menyesuaikan diri, dan toleran dengan kondisi pencemaran udara di sekitarnya. Kemampuan tanaman menyerap pencemar udara bervariasi, dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi pencemar, sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan tanaman (Wilmer, 1986; Mc Kersie & Leshem, 1994; Larcher, 1995).

Di Indonesia, penelitian kemampuan tanaman menyerap pencemar NO2 dalam kondisi terkontrol cukup banyak dilakukan (Nasrullah et al., 1997; Patra, 2002; Nugrahani, 2005). Hasil penelitian ini akan memperkaya data tentang kemampuan tanaman menyerap bahan pencemar. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai tanaman jalur hijau jalan cukup beragam. Untuk menentukan jenis yang tepat sebagai tanaman jalur hijau, maka perlu diketahui keefektifan berbagai jenis tanaman dalam menyerap pencemar, diantaranya adalah NO2.

Selain memperhatikan jenis tanaman sebagai elemen jalur hijau, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam desain jalur hijau adalah jarak tanaman dari sumber emisi. Sampai saat ini, dalam merancang desain jalur hijau jarak penempatan tanaman sebagai tanaman tepi jalan sangat beragam bergantung pada kondisi jalan dan lahan tersedia. Informasi jarak penempatan tanaman yang efektif untuk menurunkan konsentrasi pencemar NO2 belum ditemukan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tersebut.

(25)

pereduksi pencemar udara dapat berjalan baik dengan tetap mempertahankan kondisi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimum.

Penelitian Singh et al. (2001) dan Udayana (2004) menunjukkan toleransi berbagai jenis tanaman terhadap pencemar udara yang diukur berdasarkan respon fisiologi. Kekurangan dari metode ini adalah tidak menyertakan parameter pertumbuhan vegetatif untuk menguji toleransi tanaman. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai toleransi tanaman terhadap pencemar udara berdasarkan respon pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya nilai toleransi berdasarkan pertumbuhan vegetatif dibandingkan dengan kondisi fisiologi untuk mendapatkan kesesuaian respon dari kedua kriteria tersebut.

1.2. Kerangka Pemikiran

Di atmosfer, gas NO2 terutama terbentuk dari NO yang berasal dari aktivitas antropogenik yaitu proses pembakaran pada suhu tinggi di antaranya adalah aktivitas transportasi dan industri. Di Indonesia, seiring dengan meningkatnya aktivitas transportasi diperkirakan juga akan meningkatkan pencemar NO2 yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia dan lingkungannya. Penggunaan tanaman sebagai alternatif mengurangi pencemar NO2 perlu dikembangkan karena keragaman tanaman di Indonesia yang tinggi. Dengan demikian penggunaan jenis tanaman dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah dan jenis yang dimiliki.

Penelitian mengenai kemampuan tanaman menyerap pencemar NO2 cukup banyak dilakukan walaupun sebagian besar penelitian masih dilakukan pada fase bibit tanaman semusim (Shimazaki et al., 1992; Gupta & Narayanan, 1992; Srivastava & Ormord, 1998). Penelitian yang dilakukan pada bibit tanaman tahunan masih terbatas. Selain itu, sebagian besar penelitian dilakukan pada kondisi terkontrol (ditempatkan dalam gas chamber).

(26)

besar nitrogen yang berasal dari NO2 tetap berada dalam daun dan hanya sebagian kecil yang didistribusikan ke batang dan akar. Untuk memperoleh informasi kemampuan tanaman dalam kondisi lapang menyerap NO2 dan mengetahui distribusi nitrogen yang berasal dari NO2, maka perlu dilakukan penelitian semi lapang.

Dalam kondisi terkontrol, kemampuan tanaman menyerap NO2 dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah intensitas cahaya, kerapatan stomata (Patra, 2002), daya hantar stomata, laju fotosintesis (Nugrahani, 2005), serta sensitivitas jenis tanaman terhadap NO2 (Saxe, 1986). Untuk beragam jenis tanaman tropis, belum ada informasi faktor yang mempengaruhi kemampuan tanaman menyerap NO2 pada kondisi semi lapang.

Selain mampu menyerap NO2, sifat lain yang harus dimiliki oleh tanaman jalur hijau jalan adalah toleran terhadap pencemar udara. Pengukuran toleransi tanaman terhadap pencmar udara dapat dilakukan melalui analisis parameter fisiologi atau pengukuran pertumbuhan vegetatif tanaman.

Pertumbuhan vegetatif tanaman dapat menggambarkan respon tanaman terhadap pencemar udara. Tanaman yang toleran terhadap pencemar diduga dapat mempertahankan laju pertumbuhan optimumnya walaupun dalam kondisi terpapar bahan pencemar. Pertumbuhan vegetatif tanaman dapat diukur berdasarkan pertambahan relatif relatif tinggi tanaman atau pertambahan relatif total luas daun. Dengan demikian luas total daun tanaman terpolusi dapat digunakan untuk menghitung kemampuan tanaman menyerap NO2. Selanjutnya kemampuan tanaman menyerap NO2 dan toleransi tanaman terhadap pencemar udara digunakan untuk memilih tanaman sebagai elemen jalur hijau jalan.

(27)
(28)

1.3. Perumusan Masalah

Dari berbagai pencemar yang menjadi penyebab pencemaran udara, SO2, ozon, dan NO2 merupakan pencemar yang banyak diteliti. Gas SO2 sebagian besar dihasilkan dari aktivitas industri, sedangkan NOx (NO dan NO2) sebagian besar berasal dari aktivitas transportasi. Data yang diperoleh dari Environmental Protection Agency (EPA, 2008) memperlihatkan bahwa di Amerika, NOx yang diemisikan pada tahun 2003; sebesar 55% berasal dari aktivitas kendaraan bermotor; 22% dari penggunaan alat-alat elektronik; 22% dari kegiatan industri, hunian, kegiatan komersial; dan 1% berasal dari sumber yang lain. Di Indonesia, Kusnoputranto (1996) menyatakan bahwa 60-70% pencemaran udara di kota-kota besar disebabkan oleh kendaraan bermotor.

Nitrogen oksida terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Nitrogen monoksida dihasilkan dalam proses pembakaran suhu tinggi. Di udara gas NO mudah bereaksi dengan oksigen membentuk NO2. Gas NO2 relatif mudah diamati karena berwarna coklat kemerahan dan berbau menyengat.

Di atmosfir, gas NO2 dengan cahaya matahari mampu melakukan reaksi disosiasi membentuk NO dan atom oksigen, dan selanjutnya bereaksi dengan O2 membentuk O3 (ozon). Ozon di atmosfir dapat dibedakan menjadi dua yaitu pada lapisan stratosfir dan troposfir. Ozon di stratosfir (90% dari total ozon) berfungsi mengurangi pengaruh buruk ultra violet yang berasal radiasi matahari. Ozon permukaan (troposfir, 10% dari total ozon) merupakan komponen gas rumah kaca yang berperan di dalam pemanasan global. Ozon Dengan potensi gas NO2 sebagai salah satu bahan pembentuk ozon di troposfir maka diperlukan suatu cara untuk mengurangi konsentrasi NO2 di troposfir sehingga mengurangi peluang terbentuknya pencemar ozon.

Konsentrasi NO2 di atmosfir selalu berubah setiap waktu karena terjadi proses penyebaran yang dipengaruhi oleh angin dan reaksi dengan unsur lain. Selain itu NO2 hilang dari atmosfir sebagai asam nitrat karena terbawa oleh air hujan yang turun ke bumi.

(29)

aktivitas transportasi tinggi. Di dalam laporan kualitas udara DKI Jakarta dalam triwulan ke empat tahun 2004 terdapat beberapa kali pengukuran konsentrasi NO2 udara yang melebihi baku mutu. Dalam bulan Oktober, November, dan Desember 2004 terdapat masing-masing 5, 7, dan 13 hari dalam sebulan konsentrasi NO2 udara ambien lebih besar dari 100 μg m-3 (BPLHD Jakarta, 2005). Penelitian Delaney & Dowding (1996); Santosa (2005) menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 udara ambien di daerah dengan aktivitas transportasi tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Di Indonesia, belum pernah dilaporkan adanya kasus yang disebabkan oleh pencemar NO2, namun penelitian mengenai dampak gas NO2 terhadap kesehatan manusia sudah banyak dipublikasikan (Choi

et al., 2007; Morgenten et al., 2007; Naess et al., 2007).

Konsentrasi NO2 yang tinggi dapat menyebar ke wilayah sekitarnya melalui proses difusi ataupun perantaraan angin. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa dampak negatif dari konsentrasi NO2 yang tinggi tidak hanya terjadi pada daerah yang berdekatan dengan sumber emisi tetapi dapat juga terjadi pada jarak yang lebih jauh.

Di masa mendatang emisi NO2 diperkirakan terus meningkat karena bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor. Dengan demikian perlu dilakukan upaya pengurangan emisi NO2, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap manusia dan lingkungannya.

Selain menerapkan baku mutu udara emisi, usaha mengurangi pencemar NO2 di troposfir dapat dilakukan dengan memanfaatkan vegetasi. Secara umum vegetasi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Menurut Marsh (1991) vegetasi dapat mereduksi kebisingan, memodifikasi iklim mikro, dan meningkatkan nilai estetika, serta menyerap berbagai pencemar.

(30)

Di Indonesia, penelitian mengenai kemampuan tanaman dalam menyerap NO2 sudah dilakukan, tetapi masih dalam jumlah yang sedikit. Penelitian untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap pencemar NO2 dilakukan dengan memberikan exposure (paparan) gas NO2 yang mengandung 15N, sehingga dapat dilakukan proses perunutan. Dengan demikian dapat diketahui jumlah N yang berasal dari proses paparan dan yang berasal dari penyerapan N alami (Nasrullah, 1997)

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dalam skala laboratorium, Patra (2002) menyatakan kemampuan tanaman menyerap NO2 dipengaruhi beberapa sifat tanaman yaitu kerapatan stomata, ketebalan daun, bobot jenis daun, dan faktor lingkungan berupa intensitas cahaya. Penggunaan gas NO2 dalam kondisi lapang sulit dilakukan karena sebagian besar gas yang dipaparkan akan segera terdispersi. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian dalam kondisi semilapang sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kemampuan tanaman dalam menyerap NO2 udara mendekati keadaan sebenarnya. Faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan serapan NO2 oleh daun dalam kondisi semilapang intensitas cahaya dan karakter anatomi berupa kerapatan stomata.

Tahapan penelitian selanjutnya adalah melihat distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 yang diserap oleh tanaman. Nitrogen dioksida yang masuk ke dalam tanaman akan bereaksi dengan H2O di dalam apoplast membentuk H2NO3, dan selanjutnya akan terionisasi menjadi H+ dan NO3-(nitrat). Tanaman menggunakan nitrat sebagai sumber nitrogen untuk sintesis asam amino.

Nitrogen dioksida dapat bersifat sebagai radikal bebas (NO2*) sehingga jika masuk ke dalam jaringan tanaman menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak beberapa komponen sel seperti membran, klorofil, dan protein (Langebartels et al., 2002). Reaksi ini dapat dicegah melalui aktivitas antioksidan atau enzim oksidatif yang terdapat di dalam ruang apoplastik dan simplastik dari sel (Noctor & Foyer, 1998). Böhm et al. (1998) menyatakan

bahwa β karoten bersama-sama dengan vitamin C dan vitamin E melindungi sel dari kerusakan akibat paparan NO2.

(31)

gejala kerusakan dan dapat diamati secara makroskopis ataupun mikroskopis. Gejala kerusakan daun timbul karena terdapat gangguan dalam proses fisiologi tanaman. Dengan demikian, toleransi tanaman terhadap pencemar udara dapat dinilai berdasarkan perubahan parameter fisiologi berupa kandungan asam askorbat total, klorofil total, pH ekstrak daun, serta kadar air daun yang dihitung menurut formulasi APTI (Singh et al., 1991). Selain itu, toleransi tanaman juga diukur berdasarkan laju pertumbuhan relatif (relative growth rate/ RGR). Nilai RGR dihitung berdasarkan pertambahan tinggi tanaman maupun luas daun tiap jenis tanaman.

Tanaman yang toleran terhadap pencemar udara juga diharapkan mampu menyerap NO2 yang dihasilkan dari aktivitas transportasi. Dengan demikian perlu dilakuan pengukuran kemampuan tanaman menyerap NO2 berdasarkan hasil kali total luas daun terpolusi pada akhir percobaan dan kemampuan serapan NO2 tiap jenis tanaman pada percobaan semilapang.

Selanjutnya untuk melihat kemampuan tanaman tepi jalan dalam menurunkan konsentrasi pencemar NO2 akibat aktivitas transportasi dilakukan percobaan lapang yang terdiri atas 2 tahap yaitu: (1) pola sebaran NO2 berdasarkan perbedaan ketinggian dari permukaan tanah dan jarak dari sumber emisi dan (2) pengukuran pengurangan konsentrasi NO2 dengan adanya vegetasi.

Untuk melihat keefektifan tanaman dalam menurunkan konsentrasi pencemar NO2 dan toleransi tanaman terhadap pencemar udara akibat transportasi, maka permasalahan yang perlu dikaji adalah:

1. Bagaimana kemampuan berbagai jenis tanaman dalam menyerap NO2 dalam kondisi semilapang dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya?

2. Bagaimanakah distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 yang diserap daun pada percobaan semilapang?

3. Seberapa besarkah keefektifan vegetasi dalam mengurangi konsentrasi pencemar NO2 akibat aktivitas transportasi?

(32)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: 1) mengkaji kemampuan tanaman menyerap NO2 pada kondisi semilapang; 2) mengkaji distribusi nitrogen yang berasal dari NO2; 3) mengkaji keefektifan tanaman dalam mengurangi konsentrasi pencemar NO2; serta 4) mengkaji toleransi tanaman terhadap bahan-bahan pencemar udara akibat aktivitas transportasi. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam menentukan jenis-jenis tanaman yang efektif mereduksi pencemar NO2 dan toleran terhadap pencemar udara yang berasal dari aktivitas transportasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Informasi kemampuan tanaman menyerap NO2 dan tingkat toleransi jenis tanaman terhadap pencemar udara pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis tanaman jalur hijau jalan. Selain itu informasi pengurangan konsentrasi NO2 pada jarak tertentu dari sumber emisi di lokasi bervegetasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk jarak efektif penempatan tanaman dalam pengaturan desain jalur hijau. Kriteria penentuan toleransi tanaman berdasarkan kesesuaian RGR dan perubahan kondisi fisiologi diharapkan dapat digunakan sebagai metode untuk memilih jenis tanaman jalur hijau jalan.

1.6. Hipotesis

(33)

2. Penelitian toleransi tanaman terhadap pencemar udara dengan menggunakan kriteria APTI mempunyai kelemahan tidak memperhitungkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada penelitian ini toleransi tanaman dinilai berdasarkan respon laju pertumbuhan relatif (RGR) dan dihubungkan dengan perubahan kondisi fisiologi tanaman (asam askorbat total, klorofil total, pH ekstrak daun, dan kadar air). Nilai RGR berdasarkan pertambahan luas daun relatif diduga dapat digunakan sebagai parameter menentukan toleransi tanaman terhadap pencemar udara.

3. Berdasarkan Noctor & Foyer (1998) dan Böhm et al. (1998) diketahui bahwa asam askorbat merupakan salah satu antioksidan terhadap pencemar udara. Berdasarkan percobaan pendahuluan diketahui bahwa kandungan asam askorbat dari delapan jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi. Tanaman dengan kandungan asam askorbat tinggi diduga lebih toleran terhadap pencemar udara.

4. Berdasarkan penelitian Nasrullah (1994) tanaman diketahui dapat menyerap dan menghambat distribusi pencemar NO2. Keefektifan vegetasi mengurangi konsentrasi pencemar NO2 dipengaruhi oleh waktu pengukuran dan jarak dari sumber emisi.

1.7. Novelty

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

Sebagian besar udara (95%) terletak pada 20 km pertama diatas permukaan bumi karena pengaruh gravitasi bumi. Udara alami terdiri dari udara kering (gas-gas tanpa uap air), udara lembab (udara yang mengandung uap air) dan campuran partikel padat dan cair yang halus (aerosol). Sumber gas-gas di atmosfer dapat berasal dari sumber alami misalnya letusan gunung berapi dan kebakaran hutan serta sumber yang berasal dari aktivitas manusia seperti transportasi, pertanian, dan pembakaran bahan bakar fosil.

Pelepasan gas-gas ke atmosfer baik yang berasal dari sumber alami maupun aktivitas manusia dapat menyebabkan pencemaran udara terutama di wilayah perkotaan (Schultz, 1992). Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan trofosfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan lainnya (Bapedal, 1999).

Secara global penambahan konsentrasi gas-gas di atmosfer dapat mempengaruhi iklim. Dalam skala yang lebih kecil pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kenyamanan dan estetika, kerusakan pada tumbuhan, hewan, dan benda serta gangguan kesehatan manusia seperti gangguan sistem pernafasan, iritasi, dan suplai oksigen dalam darah.

Vesilind et al. (1994) menyatakan bahwa faktor meteorologi yang mem-pengaruhi polusi udara adalah angin, turbulensi, stabilitas atmosfer, inversi, hujan kabut, dan radiasi surya. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan penyebaran bahan pencemar, sehingga pencemaran udara dapat terjadi pada daerah yang relatif jauh dari sumber pencemar.

(35)

(Kusnoputranto, 1996). Kendaraan bermotor merupakan penghasil pencemar CO, hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx, dan partikel. Emisi gas buang kendaraan bermotor mempengaruhi kualitas udara ambien terutama wilayah dengan aktivitas transportasi yang tinggi.

Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa pencemar sama sekali. Pencemaran udara dapat dipantau berdasarkan nilai mutu udara ambien. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 41 Tahun 1999, mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang ada di udara bebas. Beberapa parameter baku mutu udara ambien nasional ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Baku mutu udara ambien nasional berdasarkan PP No 41 tahun 1999

No Parameter Baku mutu Waktu pengukuran

1 Sulfur dioksida (SO2) 365 μg N-1m-3 24 jam 2 Karbonmomoksida (CO) 10000 μg N-1m-3 24 jam 3 Nitrogen dioksida (NO2) 150 μg N-1m-3 24 jam

4 Oksidan (O3) 235 μg N-1m-3 1 jam

5 Hidrokarbon (HC) 160 μg N-1m-3 3 jam 6 TSP (debu) 230 μg N-1m-3 24 jam 7 Timah hitam (Pb) 2 μg N-1m-3 24 jam

2.2. Senyawa Sulfur

Sulfur di atmosfer sebagian besar terdiri dari H2S, SO2, dan SO3. Secara alami sulfur di atmosfer berasal dari evaporasi air laut, letusan gunung berapi, dan uap letusan gunung berapi. Senyawa sulfur terbanyak yang masuk ke atmosfer adalah H2S yang berasal dari hancuran bahan organik dan dari reduksi sulfat secara biologis. Gas H2S di atmosfer secara cepat dirubah menjadi SO2 melalui reaksi :

2 H2S + 3 O2 2 SO2 + 2 H2O

(36)

Menurut Gorham (2002) transportasi bukan merupakan sumber utama pencemar SOx. Sumber utama pencemar SOx adalah bahan bakar dalam kegiatan industri dan pembangkit listrik. Menurut Benitez (1993) emisi SO2 bahan bakar solar mencapai 10 kali lebih besar daripada bensin.

2.3. Senyawa Nitrogen

Jenis senyawa nitrogen penting yang masuk ke atmosfer adalah N2O, NO, NO2, NH3, NH4+, dan NO3ˉ. Sumber alami emisi senyawa nitrogen berasal dari aktivitas biologi yang terjadi di permukaan, sedangkan sumber antropogenik adalah pembakaran bahan bakar fosil. Nitrogen oksida (NO dan NO2) tidak hanya berperan penting dalam kimia stratosfer dan trofosfer tetapi juga memberikan kontribusi pada deposisi senyawa N di ekosistem melalui mekanisme wet dan dry deposisition. Selanjutnya proses ini akan meningkatkan derajat keasaman tanah menuju titik jenuh nitrogen (Crutzen, 1995 diacu dalam Gasche & Papen, 2002).

Nitrogen monoksida dan nitrogen dioksida (NOx) bersifat mempengaruhi konsentrasi ozon di atmosfer. Nitrogen dioksida yang menyerap energi cahaya akan terdisosiasi membentuk NO dan atom oksigen dan selanjutnya akan diikuti dengan pembentukan ozon. Pembentukan dan penguraian NO2 dan ozon secara alami berada dalam keseimbangan. Adanya hidrokarbon mengganggu kesetim-bangan ini dengan meningkatkan pembentukan ozon yang bersifat reaktif. Selain itu NO dan NO2 juga berkontribusi terhadap pembentukan smog (McKersie & Leshem, 1994). Keberadaan NO dan NO2 secara tidak langsung berimplikasi terhadap pemanasan global karena terlibat dalam berbagai reaksi dengan gas-gas rumah kaca seperti O3, CO, dan CH4.

2. 3.1. Karakteristik NOx (NO dan NO2)

(37)

2 NO + O2 → 2 NO2

Nitrogen dioksida yang menyerap energi cahaya (ultra violet) akan terdekomposisi dan diikuti terbentuknya ozon:

NO2 + radiasi UV → NO + O O2 + O + M → O3 + M

Selanjutnya ozon akan bereaksi dengan NO membentuk NO2, dengan demikian reaksi menjadi lengkap dan dikenal sebagai ’siklus fotolitik NO2’.

NO + O3 → NO2 + O2

Siklus ini dapat terganggu dengan adanya hidrokarbon (Hc) yang berasal dari kendaraan bermotor. Atom oksigen yang bereaksi dengan hidrokarbon akan menghasilkan senyawa reaktif (hidrokarbon reaktif /HcO*) yang dikenal sebagai radikal alkilperoksil (RO2):

O + Hc → HcO*

Radikal bebas akan bereaksi secara cepat dengan NO membentuk NO2. Radikal RO2 juga dapat bereaksi dengan O2 dan NO2 menghasilkan peroxyacetyl nitrates

(PAN). Produk akhir dari berbagai reaksi ini adalah smog (kabut)fotokimia yang mengandung berbagai kontaminan seperti aldehid, keton, ozon, dan PAN (Oke, 1978):

HcO* + O2 → HcO3*

HcO3* + NO → HcO2* + NO2 HcO3* + Hc → Aldehid, keton HcO3* + O2 → O3 + H3O2 HcOx* + NO2 → PAN

Sebagian besar NO2 di atmosfir terbentuk karena proses oksidasi NO oleh O3. Di antara tahun 1960 dan tahun 1980 ozon di trofosfer meningkat dengan laju 1% dan 2% per tahun. Hal ini berarti ozon meningkat dari 22% menjadi 48% dalam periode 20 tahun tersebut. Kunci peningkatan terbentuknya ozon adalah senyawa NOx dan hidrokarbon reaktif yang di antaranya dihasilkan dari aktivitas transportasi.

(38)

berpotensi merusak bahan-bahan yang berasal dari karet. Ozon yang masuk ke dalam jaringan tanaman akan terdisosiasi dan menghasilkan superoksida radikal (O2-), dan selanjutnya menghasilkan senyawa radikal lain di antaranya OH- dan H2O2. Beberapa kerusakan yang ditimbulkan ozon pada tanaman adalah menghambat fotosintesis (Pell & Brenan, 1973), berkurangnya klorofil dan menyebabkan nekrosis (Knudson et al., 1977) dan menghambat respirasi (Barnes, 1972).

Bensin dan solar merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang banyak digunakan pada saat ini. Dua jenis bahan bakar ini menghasilkan komposisi emisi gas buang yang berbeda (Tabel 2 dan 3).

Tabel 2. Komposisi gas buang (% v-1)

Jenis gas buang Bensin Solar

CO2 9.0 9.0

CO 4.0 9.1

NO2 4.0 9.0

N2 2.0 0.03

Hidrokarbon 0.5 0.02

Nitrogen Oksida 0.06 0.04

SO2 0.006 0.02

Sumber: Hartogensis (1977)

Tabel 3. Rata-rata emisi gas dalam g km-1

Jenis gas buang Bensin Solar

CO 60.00 0.69 - 2.57

Hidrokarbon 5.90 0.14 - 2.07

NO2 2.20 0.68 - 1.02

SO2 0.17 0.47

Debu 0.22 1.28

Timbal 0.49 -

Sumber: Strauss dan Mainwaring (1984)

2.3.2. Pengaruh NOx terhadap Ekosistem

(39)

kesehatan manusia. Pengaruh NO2 terhadap kesehatan tergantung dari konsen-trasi dan waktu pemaparan. Keberadaan gas NO2 untuk beberapa menit sampai 1 jam dengan konsentrasi 50-100 ppm menyebabkan inflamasi jaringan paru-paru untuk periode 6-8 jam (Saeni, 1989). Penelitian mengenai dampak paparan NO2 terhadap kesehatan manusia cukup banyak dilakukan. Shannon et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya NO2 udara ambien dan resiko gangguan pernafasan dan kambuhnya asma. Paparan NO2 konsentrasi rendah akan menyebabkan hipereaktifitas bronchial sehingga membuat anak-anak lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan (Magnus et al., 1998; Barnett et al., 2005). Paparan NO2 dalam waktu yang lama atau paparan dalam konsentrasi tinggi akan memicu terjadinya bronchitis akut (Zee et al., 2000)

Keberadaan NO2 juga berkontribusi terhadap terbentuknya hujan asam. Hujan asam adalah bentuk presipitasi yang mengandung pencemar SO2, SO3, NO2, dan HNO3. Pencemar tersebut larut dalam butiran awan dan air hujan sehingga membentuk asam sulfat dan asam nitrat dalam air hujan sehingga mengakibatkan pH air hujan kurang dari 5.6 yang dikenal sebagai hujan asam.

Hujan asam dapat dibedakan atas deposit kering dan deposit basah. Deposit kering adalah transfer secara langsung dari gas-gas dan partikel-partikel asam yang ada di atmosfer. Deposit tipe ini biasanya terjadi di daerah dekat sumber pencemaran. Jenis gas sulfur yang diendapkan adalah SO2, sedangkan dari nitrogen adalah NO2, HNO3, dan PAN. Karena NOx lebih cepat dioksidasi menjadi nitrat daripada SO2 menjadi sulfat, maka SO2 lebih penting sebagai komponen deposit kering.

Deposit basah adalah peristiwa turunnya asam dalam bentuk hujan dan mengenai benda atau makhluk hidup di sekitarnya atau masuk ke permukaan tanah maupun perairan. Jenis senyawa yang diendapkan adalah asam sulfat dan asam nitrat.

(40)

K+ akan menyebabkan tanaman kekurangan unsur tersebut sehingga mem-pengaruhi produktivitasnya.

Pada ekosistem hutan, deposisi nitrogen melalui hujan asam mengubah status nitrogen yang secara alamiah terbatas menjadi kondisi jenuh nitrogen (Aber

et al., 1998). Kondisi jenuh nitrogen ini akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan di antaranya adalah perubahan kimia tanah, komposisi, dan produktivitas hutan.

Pada ekosistem akuatik, hujan asam akan menetralisasi basa dari aliran sungai dan danau sehingga timbul kondisi yang menghambat pertumbuhan dan produktivitas organisme perairan. Hujan asam juga dapat menyebabkan perubahan secara kimia pada organ organisme perairan, misalnya insang menjadi hancur dan terganggunya mekanisme kontraksi otot.

Dampak positif hujan asam adalah meningkatnya kesuburan tanah pada wilayah yang kekurangan unsur nitrogen dan belerang. Namun dampak negatif dari hujan asam seringkali lebih besar daripada dampak positifnya, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi peluang terjadinya hujan asam, antara lain dengan mengurangi konsentrasi pencemar yang menjadi penyebab terjadinya hujan asam, salah satu diantaranya adalah pengurangan konsentrasi NO2 di atmosfir.

2.4. Kemampuan Tanaman Menyerap Pencemar NOx

Tanaman dapat mengurangi konsentrasi pencemar udara melalui mekanisme penyerapan pencemar gas dan penyerapan partikel pada permukaan daun. Selain itu adanya vegetasi pada daerah yang berdekatan dengan sumber pencemaran udara dapat mengencerkan konsentrasi pencemar dengan bantuan tiupan angin. Angin yang bertiup dapat memindahkan pencemar ke tempat yang lebih tinggi karena tertahan oleh kanopi tanaman, sehingga pencemar akan terencerkan pada lapisan atmosfer yang lebih tinggi.

(41)

pencemar dapat terjadi pada bagian akar, daun, ataupun batang. Pada tumbuhan tingkat tinggi akumulasi terbanyak biasanya terjadi pada bagian daun. Hal ini berkaitan dengan mekanisme penyerapan pencemar yang sebagian besar terjadi melalui stomata. Dengan demikian perubahan karakter morfologi dan anatomi daun dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya pencemaran udara.

Tiap jenis tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemaran udara, dipengaruhi oleh jenis pencemar, sifat anatomi dan morfologi tumbuhan, serta faktor lingkungan di sekitarnya. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi pada tanaman. Faktor lingkungan tersebut adalah kualitas cahaya, panjang hari, intensitas cahaya, suhu, kelembaban, adanya CO2, dan interaksi pencemar. Faktor edafik yang juga mempengaruhi tingkat kerusakan pada tanaman yaitu kelembaban tanah, nutrisi, suhu tanah, serta hubungan antara air dan tanah (Heggestad & Heck, 1971).

Taylor et al. (1975) secara umum membedakan kerusakan tanaman akibat pencemaran udara atas kerusakan akut, kronis atau tersembunyi. Kerusakan akut ditandai dengan terjadinya kerusakan pada bagian tepi daun berupa tepi daun yang mengering atau berwarna gading, coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan kronis menyebabkan daun menjadi kuning dan akhirnya memutih dan sebagian klorofil rusak.

Fitter dan Hay (1994) menyatakan ada stomata dan kloroplas menjadi tempat masuk utama dari berbagai jenis pencemar yaitu SO2, NOx, dan O3. Di dalam kloroplas masuknya SO2, NOx, dan O3 dapat menyebabkan perobekan sistem thylakoid. Gas NO dan NO2 yang masuk ke dalam jaringan tanaman melalui stomata selanjutnya akan berubah menjadi nitrit atau nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.

(42)

Selanjutnya dikemukakan oleh Misawa et al. (1993) diacu dalam Patra (2002) bahwa laju penyerapan NO2 pada setiap tanaman berbeda menurut spesiesnya. Pada tanaman evergreen dan deciduous (gugur daun) terdapat perbedaan kecepatan distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 yang diserap daun. Distribusi nitrogen dari daun ke batang dan akar pada tanaman evergreen lebih cepat dibanding tanaman deciduous.

Untuk mengetahui penyerapan gas NO2 dari udara digunakan gas NO2 berlabel 15N (isotop 15N). Penggunaan isotop 15 N membantu dalam penelitian penyerapan/fiksasi nitrogen melalui akar atau daun, sehingga dapat dibedakan apakah nitrogen berasal dari tanah ataupun udara. Serapan gas NO2 dapat diketahui dengan menganalisis kandungan 15N dalam jaringan tanaman. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk menguji serapan gas NO2 pada berbagai tanaman digunakan kondisi yang optimum untuk penyerapan, yaitu suhu 30º C, intensitas cahaya 1000 lux dan kelembaban relatif 60%. Konsentrasi gas NO2 yang digunakan sebesar sebesar 3 ppm (ml per 1000 l) (Nasrullah, 1997).

2.5. Reaksi NO2 dalam Tanaman

Gas NO2 masuk ke dalam tanaman terutama melalui stomata (Marchner, 1986). Nitrogen dioksida bersifat mudah larut dan dalam fase cair pada ruang apoplastik segera mengalami konversi (Yoneyama et al., 1979; Rennernberg & Geßler, 1999) dan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak beberapa komponen sel seperti membran, klorofil, dan protein (Langebartels et al., 2002). Reaksi ini dapat dicegah melalui aktivitas antioksidan atau enzim oksidatif yang terdapat di dalam ruang apoplastik dan simplastik dari sel (Noctor & Foyer, 1998). Böhm et al. (1998) menyatakan bahwa β karoten bersama-sama dengan vitamin C dan vitamin E melindungi sel dari kerusakan akibat paparan NO2.

2.6. Asam Askorbat

(43)

Daun-daun hijau mengandung askorbat sama banyaknya dengan klorofil. Askorbat berperan penting dalam beberapa proses fisiologis tanaman diantaranya adalah pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. Selain itu askorbat juga berfungsi sebagai pereduktor untuk beberapa radikal bebas sehingga dapat meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh oxidative stress (Mc Kersie & Leshem, 1994).

Askorbat dapat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan ruang ekstra seluler sel. Sekitar 20-40 % askorbat di dalam mesofil berada dalam kloroplas. Kloroplas mengandung banyak enzim yang dapat mereduksi askorbat dari bentuk teroksidasi (Mc Kersie & Leshem, 1994).

Askorbat disintesis dari D-glukosa. Sebagai anti oksidan askorbat akan bereaksi dengan superoksida, hidrogen peroksida atau radikel tocoperoksil membentuk asam monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksi ini akan kembali membentuk askorbat dengan bantuan monodehidroaskorbat reduktase dan dehidroaskorbat reduktase. Dehidroaskorbat tidak stabil pada pH> 6 dan akan terurai menjadi tartrat dan oksalat. Untuk mencegah hal ini, dehidroaskorbat tereduksi secara cepat oleh dehidroaskorbat reduktase menggunakan ekuivalen pereduksi dari glutathione (GSH) (Gambar 2).

(44)

2.7. Jenis tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 8 jenis yang merupakan hasil seleksi dari 11 jenis tanaman. Seleksi dilakukan berdasarkan kandungan asam arkobat dan keragaman famili. Deskripsi masing-masing jenis tersebut masing-masing sebagai berikut :

1. Pterocarpus indicus Wild (Angsana)

Pterocarpus indicus tergolong ke dalam Famili Leguminoceae sub famili Papilionideae (Gambar 3). Tanaman ini berasal dari Malaysia dan digunakan sebagai tanaman penghijauan di banyak negara.

Tinggi pohon dapat mencapai 10-40 m dengan diameter batang  2 m. Kayu mempunyai warna dan kualitas yang cukup baik. Daun merupakan daun majemuk dengan anak daun berjumlah 5-13 yang letaknya berselang seling. Daun berbentuk bulat telur memanjang dengan panjang 4-10 cm dan lebar 2.5-5 cm. Bagian ujung daun meruncing, bagian pangkal tumpul dan permukaan daun mengkilat dan terdapat daun penumpu dengan panjang 1-2 cm. Tandan bunga terdapat di ujung ranting, muncul di ketiak daun, sedikit atau bercabang, berambut coklat dan berbunga banyak. Buah berbentuk polong.

(45)

2. Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur)

Lagerstroemia speciosa tergolong ke dalam Famili Lythraceae (Gambar 4).

Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang berwarna menarik yaitu ungu. Di India tanaman ini disebut sebagai queen of flowers. Tinggi pohon dapat mencapai 10-30 m. Daun berwarna hijau tua dengan panjang 9-28 cm dan lebar 4-12 cm, berbentuk oval, elips atau memanjang dengan ujung runcing, tepi daun rata, dan permukaan kasap. Buah berbentuk bulat memanjang dengan panjang 2-3.5 cm. Biji berukuran besar dengan ujung bersayap menyerupai pisau.

Gambar 4. Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur)

3. Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut)

Casuarina sumatrana tergolong ke dalam Famili Casuarinaceae (Gambar 5). Tanaman ini berasal dari Birma dan Malaysia Barat. Tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 10 m. Daun berupa sisik. Ranting berwarna hijau terang, agak kaku, tajuk berbentuk oval-membulat. Bunga jantan tidak diketahui, bunga betina tidak bertangkai. Buah terbentuk di ujung terminal, tidak bertangkai, berbentuk bulat atau bulat telur, berukuran 4-4.5 dan 3.5-4 cm. Di Jawa tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias.

(46)

Gambar 5. Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut)

4. Delonix regia Bojer (Flamboyan )

Delonix regia tergolong ke dalam Famili Caesalpiniaceae (Gambar 6). Tanaman ini berasal dari Madgaskar dan di Indonesia biasa digunakan sebagai tanaman hias. Daun merupakan daun majemuk dengan anak daun berjumlah 6-35 pasang pada tiap helaian. Bunga menarik dengan dominasi warna merah yang terbentuk dalam rangkaian yang berjumlah 6-12 bunga. Pada musim kemarau daun biasanya gugur.

Gambar 6. Delonix regia Bojer (Flamboyan) 5. Gmelina arborea Linn. (Jati putih)

(47)

Selatan (Gambar 7). Selain di Asia Tenggara, tanaman ini juga ditanam secara besar-besaran di Afrika Barat dan Amerika Selatan. Ketinggian pohon dapat mencapai 30 m dengan diameter 1m, dengan batang pohon bulat, lurus, dan tidak berbanir. Tajuk menyerupai kerucut atau tidak teratur dengan percabangan banyak. Daun tunggal bertangkai panjang, ujung daun meruncing panjang, tepi daun rata dan permukaan tidak berambut. Panjang helaian daun 15-30 cm dan lebar 15-20 cm.

Gmelina arborea termasuk jenis tanaman yang membutuhkan intensitas matahari yang tinggi. Jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian 50-1000 m di atas permukaan laut (dpl), di daerah beriklim basah atau kering dengan curah hujan tahunan sekitar 700-4800 mm. Pada daerah dengan musim panas yang panjang (6-7 bulan) tanaman akan menggugurkan daunnya, tetapi di daerah tropik basah selalu tumbuh hijau.

Gambar 7. Gmelina arborea Linn. (Jati putih) 6. Cinnamomumburmanii Nees (Kayu manis merah)

(48)

malai bercabang, duduk di ketiak dengan cabang berambut abu-abu. Tajuk tenda bunga panjang 3-5 mm. Buah merupakan buah buni bulat memanjang berwarna merah (Gambar 8).

Gambar 8. Cinnamomumburmanii Nees (Kayu manis merah) 7. Swietenia macrophylla King (Mahoni)

Swietenia macrophylla termasuk ke dalam Famili Meliaceae dan berasal dari Honduras (Gambar 9). Di Indonesia, mahoni merupakan tanaman yang dibudidayakan dan sering digunakan sebagai tanaman tepi jalan. Daun berwarna hijau tua dengan panjang 4.5-21 cm dan lebar 1.75-7 cm. Buah berukuran besar (15-17.5 cm) berwarna coklat, dengan biji yang bersayap. Pada musim kemarau tanaman sering menggugurkan daunnya.

8. Mimusops elengi L. (Tanjung)

(49)

panjang yang sama, berwarna putih kotor. Buah berbentuk, bulat telur, panjang 2-3 cm dan lebar 1-1.2 cm; berwana kuning, kuning jingga, atau merah. Di dalam buah terbentuk 1-2 biji yang berbentuk pipih, panjang 1-1.5 cm dan lebar 0.7-1cm, berwarna coklat atau coklat kehitaman.

Gambar 9. Swietenia macrophylla King (Mahoni)

Gambar

Gambar 2.  Sintesis dan degradasi L-asam askorbat dalam jaringan tanaman                              (McKersie & Leshem, 1994)
Gambar 3.  Pterocarpus indicus Wild (Angsana)
Gambar 4.  Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur)
Gambar 5.  Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena Negara harus mewujudkan, menjamin, dan memelihara keberadaan otonomi perguruan tinggi, maka Negara TIDAK BOLEH LEPAS TANGGUNGJAWAB atas penyelenggaraan

Isu strategis pembangunan bidang perekonomian menjadi bagian penting di dalam perencanaan pembangunan. Isu strategis dalam hal ini dibangun pada beberapa sektor

19) Bahwa oleh karena pemilukada Kabupaten Polewali Mandar sudah cacat persyaratan sejak awal, maka kiranya cukup alasan untuk dijadikan dasar bagi Pemohon untuk meminta

Di dunia yang terbagi ke dalam dua sistim, satu-satunya prinsip yang tepat dan masuk akal tentang hubungan-hubungan internasional adalah prinsip koeksistensi secara damai di

Bilangan asam/kadar asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau dengan kata lain kadar

Upacara sedeakah bumi di Kelurahan Ngampin Kecamatan Ambarawa biasanya didasarkan pada keyakinan atau dorongan naluri yang kuat atau adanya perasaan kuatir akan hal- hal yang

Penelitian tindakan kelas yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,

[r]