DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., H., & Sulaiman, M., S. (2006). The Causes and Consequences of the
Informal Settlements in Zanzibar. Informal Settlements: Policy, Land
Use and Tenure. Shaping the Change XXIII FIG Congress Munich,
Germany, October 8 – 13, 2006
Babaei, H., Ahmad, N., & Gill, S., S. (2012). Bonding, Bridging and Linking Social
Capital and Empowerment Among Squatter Settlements in Tehran,
Iran. World Applied Sciences Journal, 17(1): 119-126.
Bessusi, L., Chin, N., Betty, M., & Longley, P. (2010). The Structure and Form of
Urban Settlements. Remote Sensing of Urban and Suburban Area, Remote Sensing and Digital Image Processing 10. DOI
10.1007/978-1-4020-4385-7_2.
Eldefrawi, S. (2013). Impact Of Physical Structure Of Informal Settlements On
The Social Integration Of Residents. Paper presented at the International RC21 Conference 2013
Fernandez, R., F. (2011). Physical And Spatial Characteristic of Slum Territories
Vulnerable to Natural Disaster
Hurskainen, P. (2004). The informal settlements of Voi. Taita Hills and Kenya
reports of the Department of Geography, University of Helsinki 40,
64-78. Helsinki 2004, ISBN 952-10-2077-6, 148 pp. Spatial Science,
1(1)
Joko, T. (2006). Arah Perkembangan, Bentuk, dan Struktur Fisik Keruangan Kota
Pangkalan Bun. Master Thesis. Universitas Diponegoro
Mohamed, A., A. & Mohareb, N. (2015). Social networks in space of unplanned
settlements in Cairo metropolitan area. SSS10 Proceedings of the 10th
International Space Syntax Symposium, London, UK
Onyekachi, A., F. (2014). Prospects and Challenges of Informal Settlements and
Urban Upgrading in Abuja. International Journal of Innovation and Scientific Research, ISSN 2351-8014, 11(2), pp. 420-426.
Radulovic, S., S., Mitrovic, B., Ralevic, M., & Durovic, M. (2013). Informal growth
of housing in Belgrade under the impact of transition to global
economy. Planum. The Journal or Urbanism , n. 25, 1.
Rapoport, A. (2006a). Vernacular Design as a Model System, in L. Asquith and M.
Vellinga (ed.s), Vernacular Architecture in the Twenty-First Century
(Theory, Education, and Practice), Taylor and Francis, London, UK,
pp. 179 – 198.
Sarkar, A. (2010). Analysis of Human Settlement Patterns Using RS and GIS in the
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metoda Penentuan Lokasi Penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian, peneliti mencari terlebih dahulu area
yang berpotensi sebagai area pertumbuhan suatu permukiman yang tidak terencana.
Di kota Medan, khususnya daerah pinggiran sungai sangat banyak ditemukan
permukiman yang tumbuh secara tidak terencana. Sehingga, peneliti memilih
perkampungan di kota Medan yang terletak di pinggir sungai Deli. Lokasi penelitian
ini dikenal dengan Kampung Badur yang terletak di Kelurahan Hamdan, Kecamatan
Medan Maimun. Pemilihan lokasi tersebut sangat tepat karena mewakili penelitian
yang berkaitan dengan permukiman yang tumbuh secara tidak terencana.
Pada umumnya, suatu permukiman tidak terencana dapat dipengaruhi oleh
keadaan sosial dan juga faktor lain yang terbentuk di daerah tersebut. Suatu bentuk
permukiman juga dapat disatukan dengan adanya interaksi sosial dari penghuni
setempat, pembangunan infrastruktur dan adanya aktifitas ekonomi. Interaksi ini
secara sistematis terjadi karena adanya kepentingan dari penghuni setempat untuk
terus mengembangkan daerahnya (Bessusi dkk, 2010). Dalam hal ini, Kampung
Badur merupakan lokasi yang tepat karena secara garis besar permukiman yang
terbentuk di daerah tersebut juga dipengaruhi keadaan sosial. Keadaan sosial seperti
penghasilan ekonomi yang rendah dan persamaan etnik yang mempengaruhi perilaku
terencana di bantaran sungai Deli tersebut. Adanya keadaan sosial tersebut juga
mempengaruhi pola-pola yang terbentuk pada permukimannya. Sehingga, Kampung
Badur sangat tepat dijadikan lokasi penelitian karena dapat mendukung kajian
mengenai struktur suatu permukiman yang terbentuk secara tidak terencana.
3.2 Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, kasus penelitian dilakukan di Kampung Badur,
Kelurahan Hamdan. Kampung Badur terbagi menjadi 2 blok yaitu Badur Atas dan
Badur Bawah. Pada Kampung Badur Atas permukiman berorientasi pada jalan,
sedangkan pada Kampung Badur Bawah sebagian besar bangunan berorientasi pada
sungai. Dalam 2 blok permukiman di Kampung Badur terdapat ± 105 Kepala
keluarga dengan seluruh penduduk yang berjumlah ± 420 orang.
Penelitian pada Kampung Badur menggunakan sampel pada beberapa
penghuni setempat yang dinilai mempunyai peran penting di daerahnya. Adapun
metoda yang digunakan dalam mendapatkan data dengan melakukan wawancara.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai keadaan sosial yang
mempengaruhi terbentuknya permukiman di Kampung Badur. Teknik pengambilan
sampling menggunakan “Purposive Sampling” yang penentuannya dilakukan dengan
pertimbangan khusus terhadap responden di permukiman tersebut. Dalam
menentukan responden pada penelitian, peneliti membagi area menjadi 5 sub area
Gambar 3.1 Lokasi Penentuan Sampel
Masing-masing sub area tersebut akan diwakilkan 5 responden untuk
melakukan wawancara. Adapun kriteria responden yang akan diwawancarai adalah
sebagai berikut :
1. Responden mengetahui alasan memilih tinggal di Kampung Badur
2. Responden mengetahui keberadaan tempat tinggalnya
3. Responden mengetahui proses terbentuknya Kampung Badur
4. Responden mengetahui alasan meletakkan massa bangunan terhadap posisi
tanah
1
2
3
4
5. Responden mampu menjelaskan pemikirannya tentang tempat tingal dan area
huniannya.
3.3 Metoda Penentuan Variabel
Dalam menentukan variabel, peneliti menentukan terlebih dahulu lokasi
penelitian dan responden yang akan diteliti adalah masyarakat setempat dan juga
melakukan pengamatan pada permukiman. Teori yang dipilih merupakan landasan
yang digunakan untuk mengkaji permasalahan pada permukiman tidak terencana di
Kampung Badur. Landasan teori dilakukan berdasarkan indentifikasi permasalahan
dan melakukan interpretasi atas kajian teori yang digunakan. Indikator yang
diinterpretasi berbasis isu permasalahan penelitian ditentukan oleh peneliti sebagai
variabel (Tabel 3.1). Variabel yang ditentukan akan menjadi dasar dalam membuat
Tabel 3.1 Penentuan Variabel
Landasan Teori Indikator Variabel
2.1 Struktur Permukiman Tidak Terencana
Struktur permukiman yang memberikan pengaruh dalam terbentuknya suatu ruang hunian terdiri dari beberapa aspek. Aspek tersebut dapat berupa fisik dan juga nonfisik. Aspek fisik antara lain, pola jalan, morfologi permukiman dan bentuk bangunan. Sedangkan dari struktur non fisik dapat terdiri dari keadaan sosial, aspek ekonomi dan juga aspek lain yang mempengaruhi.
Faktor yang mempengaruhi dapat terbentuk dari struktur fisik yaitu berupa pola jalan, bentuk bangunan maupun morfologi permukiman. Faktor lain yaitu non fisik terdiri dari sosial, ekonomi dan aspek lainnya.
Terbentuknya permukiman tidak terencana terdiri dari faktor fisik yang ditinjau dari pola jalan, bentuk bangunan maupun morfologi permukiman
Terbentuknya permukiman tidak terencana terdiri dari faktor non fisik yang ditinjau dari keadaan sosial, aspek ekonomi dan aspek lainnya.
Permukiman tidak terencana sering kali membentuk suatu ruang hunian yang dibangun pada area terencana maupun tidak terencana yang tidak mempunyai persetujuan pada perencanaan secara formal. Ciri khas yang paling menonjol pada permukiman tidak terencana yaitu terlihat pada bangunan-bangunan hunian yang berkualitas rendah yang tidak mempunyai infrastruktur dan fasilitas sosial yang memadai (Ali & Sulaiman, 2006. Hal 2).
Ciri khas pada permukiman tidak
terencana yaitu mempunyai
bangunan rumah yang tidak sesuai standard dan fasilitas sosial serta infrastruktur yang tidak memadai
Karakteristik bangunan yang tidak sesuai standar pada permukiman tidak terencana
Kurangnya pengadaan infrastruktur dan fasislitas sosial
Karakteristik pada suatu permukiman tidak terencara dapat ditinjau dengan mengamati beberapa faktor, antara lain (1). kepemilikan tanah, (2). Kondisi lingkungan, (3). Struktur dan fasilitas sosial, (4) Infrastruktur, (5) ekonomi dan finansial, serta (6) sosial-budaya ( Onyekachi, 2014).
Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya permukiman tidak terencana, yaitu kepemilikan tanah, kondisi lingkungan, struktur dan fasilitas sosial, infrastruktur, ekonomi dan finansial serta sosial-budaya
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari faktor kepemilikan tanah
Terbentuknya permukiman tidak terencana tinjau dari faktor kondisi lingkungan
Landasan Teori Indikator Variabel
dari faktor struktur dan fasilitas sosial,
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari faktor infrastruktur
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari ekonomi dan finansial
Pengaruh terbentuknya permukiman terencana ditinjau dari faktor sosial-budaya
Pada permukiman tidak terencana, umumnya tidak ada bentuk yang pasti dalam mengatur arah pembangunan di area tersebut. Bentuk dari blok-blok perumahan terjadi secara tidak teratur, ukuran lahan yang berbeda-beda, orientasi bangunan yang tidak tepat, dan posisi antar rumah yang tidak jelas. Sehingga, privasi terhadap antar ruang hunian sangat ada yang membatasi (Radulovic dkk, 2013).
Permukiman tidak terencana yang mempengaruhi bentuk, ukuran lahan, orientasi dan posisi antar ruang hunian.
Bentuk pada permukiman yang terjadi secara tidak terencana
Orientasi bangunan pada suatu permukiman tidak terencana
Perletakan ruang hunian pada permukiman tidak terencana
2.2 Keadaan Sosial di Permukiman Tidak Terencana
Perbedaan kriteria pada suatu permukiman tidak terencana terlihat pada aspek fisik, hubungan spasial, sosial dan perilaku penghuni. Kenyataannya, pertumbuhan penghuni liar terjadi sangat pesat dengan menempati area tertentu maupun membangun bangunan permanen. Populasi yang berkembang umumnya didukung dengan keadaan sosial dan latar belakang ekonomi yang sama. Sehingga, setiap permukiman tentu
Kriteria pada permukiman tidak terencana dipengaruhi oleh aspek fisik, hubungan spasial, sosial dan perilaku.
Kriteria permukiman tidak terencana yang ditinjau dari aspek fisik
Kriteria permukiman tidak terencana yang ditinjau dari hubungan spasial
Landasan Teori Indikator Variabel
mempunyai karakteristik yang berbeda dalam membentuk area huniannya (Hurskainen, 2004)
Perkembangan populasi pada suatu permukiman didorong oleh keadaan sosial dan latar belakang ekonomi yang sama
Perkembangan populasi didorong keadaan sosial dan persamaan latar belakang ekonomi.
Pada permukiman tentu akan ditemukan pola-pola yang berkaitan dengan ruang hunian, ruang berkumpul, pola jalan dan bentuk permukiman. Selain itu, setiap daerah juga akan akan mempunyai pola yang berbeda karena dapat dipengaruhi lingkungan, topografi lahan maupun fungsi yang berbeda. Adanya perkembangan suatu permukiman yang tidak terencana pasti terjadi secara spontan dan tidak mempunyai perencanaan maupun pengaturan terlebih dahulu. Walaupun, pada dasarnya suatu permukiman tidak terencana terjadi atas persamaan keadaan sosial, tetapi tidak akan pernah ditemukan karakteristik yang benar-benar identik pada kawasan-kawasan tersebut. (Fernandez, 2011).
Setiap permukiman tidak terencana tentu akan terbentuk dengan pola yang berbeda yang dipengaruhi lingkungan, topografi lahan maupun fungsi.
Pengaruh lingkungan dalam terbentuknya suatu permukiman
Pengaruh topografi lahan dalam terbentuknya permukiman
Pengaruh perbedaan fungsi penggunaan lahan yang terbentuk di suatu permukiman
Tidak semua permukiman kumuh mengakomodasi wujud kemiskinan pada perkotaan dan atau dengan kata lain semua penduduk setempat selalu miskin. Dalam menghadapi tantangan dari daerah kumuh, peraturan yang berhubungan dengan keberlanjutan kondisi permukiman harus memiliki sistem yang jelas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengamati aktifitas sosial yang berjalan di daerah tersebut, melakukan pendekatan dengan penghuni
Cara yang dilakukan dalam
melakukan pengaturan
berkelanjutan pada permukiman kumuh yaitu, mengamati aktifitas sosial, melakukan pendekatan pada penghuni lokal dan melakukan perencanaan terkait pada ruang hunian, infrastruktur dan kondisi
Pengaturan permukiman kumuh yang ditinjau dari pengamatan aktifiitas sosial
Landasan Teori Indikator Variabel
lokal dan merencanakan peningkatan dari ruang hunian, infrastruktur dan kondisi lingkungan. (Onyekachi, 2014. Hal 424)
lingkungan.
Para penduduk suatu permukiman tentu tidak dapat terus menggantungkan setiap kebutuhan pada pemerintah maupun otoritas lokal. Penduduk juga diharuskan memiliki pengetahuan akan permasalahan, penyebab dan solusi yang memungkinkan untuk daerah huniannya. Penduduk
tentu mempunyai kesempatan dalam
memanfaatkan dan mengolah ruang hunian mereka. Penduduk juga tetap memerlukan pengawasan, pelatihan maupun bimbingan dari pihak berwenang. Hal tersebut dilakukan, agar penduduk suatu permukiman dapat mengambil langkah dan cara sendiri untuk memperbaiki daerahnya, tetapi masih tetap berada pada peraturan yang telah disepakati (Hurskainen, 2004)
Penduduk suatu permukiman dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di daerahnya dan menggunakan cara dan solusi mereka sendiri dengan tetap berada pada peraturan pemerintah yang telah disepakati.
Pemahaman penduduk akan suatu masalah dan solusi yang digunakan sesuai dengan peraturan pemerintah
2.3 Pengaruh Aspek Ekonomi Terhadap Terbentuknya Permukiman Tidak Terencana
Perubahan yang menyebabkan peningkatan migrasi terjadi akibat adanya peluang pekerjaan baru berdasarkan dua sudut pandang. Pertama, adanya lapangan pekerjaan baru memberikan kesempatan bagi para pendatang untuk mendapatkan kesempatan yang lebih baik dari segi ekonomi. Kedua, adanya para pendatang menjadikan populasi manusia di kawasan tersebut semakin meningkat. Peningkatan tersebut yang dapat
Terjadinya migrasi dipengaruhi adanya peluang pekerjaan pada kawasan yang sedang berkembang dan memberikan pengaruh pada pertumbuhan permukiman.
Landasan Teori Indikator Variabel
memberikan pengaruh pada terciptanya ruang-ruang yang digunakan sebagai tempat tinggal para pendatang. Sehingga, dalam memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal diwujudkan dengan cara mencari area hunian yang dirasa tepat sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka (Rani & Shylendra, 2002)
Dalam pengembangan permukiman terdapat pengaruh dalam membentuk ruang yang terkait dengan sistem budaya, politik, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda di dunia. Dengan demikian, tentu setiap permukiman mempunyai pola yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain, tempat ke tempat lain maupun waktu ke waktu. Oleh karena itu, sangat penting penghuni suatu permukiman dalam mengatur hubungan spasial antar area hunian dengan area hunian lainnya berdasarkan aspek jarak, perbedaan fungsi, aspek sosial, ekonomi dan pengaturan lainnya (Sarkar, 2010. Hal 1)
Pengaruh pada suatu permukiman yang terkait hubungan spasial antar area hunian
Adanya pola permukiman yang dipengaruhi oleh hubungan spasial antar area hunian
Pengaruh hubungan spasial yang membentuk area hunian
Pola hunian yang terbentuk dari hubungan spasial
Suatu bentuk perkotaan ataupun permukiman disatukan dengan adanya interaksi simbiosis dari pembangunan infrastruktur dan aktifitas ekonomi dengan penghuni setempat. Interaksi ini secara sistematis terjadi karena adanya kepentingan dari penghuni setempat untuk terus mengembangkan daerahnya (Bessusi dkk, 2010).
Adanya interaksi penghuni setempat dalam mengembangkan daerahnya
didorong akan kepentingan
pembangunan infrastruktur dan aktifitas ekonomi.
Pengembangan ruang hunian yang ditinjau dari interaksi penghuni lokal dengan pembangunan infrastruktur
Landasan Teori Indikator Variabel
Terdapat hubungan positif yang secara signifikan antara pola pergerakan pada pejalan kaki dan akses spasial yang dipengaruhi interaksi sosial pada suatu grup maupun penghuni pada permukiman. Adanya pengaruh keadaan sosial juga dapat terlihat pada pola jalan yang terbentuk. Sebagai contoh, terdapat perbandingan pada permukiman tidak terencana dan permukiman terencana di Cairo. Ezbet bezkhit adalah permukiman tumbuh pada area yang tidak direncanakan pada area gurun. Pada permukiman tidak terencana tersebut, interaksi yang terjadi terdapat pada ruang hunian di sekitarnya menuju ke area kota yang lebih besar. Sedangkan pada Abu Qatada yang merupakan permukiman resmi yang dibangun pada lahan pertanian, pergerakan pejalan kaki hanya terlihat lebih banyak menju ke kota. Selain itu, pada pergerakan yang terjadi turut dipengaruhi oleh perbedaan gender, sosial dan budaya (Mohamed & Mohareb, 2012).
Adanya hubungan antara pola pergerakan penghuni pada akses sirkulasi yang dipegaruhi oleh interaksi sosial antar penghuni
Terbentuknya pola jalan di suatu permukiman
Adanya interaksi dalam membentuk ruang berkumpul di permukiman
2.4 Aspek Lainnya Dalam Membentuk
Permukiman Tidak Terencana
Pengelompokkan ruang hunian terjadi oleh pengaruh aspek-aspek kehidupan. Aspek tersebut adalah aktivitas ekonomi, sistem sirkulasi, komunikasi, sistem politik, administrasi, budaya dan aktivitas social (Sarkar, 2010. Hal 1)
engelompokkan suatu area hunian terbentuk oleh aspek yang terdiri dari
aktivitas ekonomi, sistem
transportasi, komunikasi, sistem politik, adminitrasi, budaya dan aktivitas rekreasi
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas ekonomi
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek sistem sirkulasi
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek komunikasi
Landasan Teori Indikator Variabel
politik
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek administrasi
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek budaya
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas sosial
Suatu perumahan atau permukiman pada umumnya memerlukan sistem pengaturan secara luas seperti, pengaturan pada zona hunian, lingkungan atau ruang terbuka serta pengaturan jaringan jalan atau jangkauan atau akses ke daerah lain (Rapoport, 2006)
Sistem pengaturan yang diperlukan pada suatu permukiman yaitu adanya pengaturan pada zona hunian, pengaturan pada ruang terbuka dan pengaturan jaringan jalan.
Pengaturan terkait ruang hunian pada permukiman
Pengaturan terkait ruang terbuka pada permukiman
Pengaturan terkait jaringan jalan pada permukiman
Adanya pengembangan perumahan maupun permukiman secara besar-besaran di area perkotaan, memerlukan konsep yang tepat untuk mencapai tujuan. Konsep tersebut dilakukan untuk mendukung pengembangan berkelanjutan, integrasi antar lingkungan sekitar dengan kota, kawasan maupun desa. Sehingga, apabila direncanakan dengan tepat maka akan tercipta suatu konsep yang dapat menghubungkan pengaturan pada modal sosial dan pemberdayaan penghuni ilegal di suatu kawasan (Babei, Ahmad & Gill, 2012. Hal )
Terciptanya suatu ruang hunian sangat dipengaruhi pengaturan yang menhubungkan keadaan sosial dengan pemberdayaan penghuni lokal.
Pengaruh keadaan sosial terhadap terciptanya ruang hunian
3.4 Metoda Pengumpula Data
Dalam mengumpulkan data, peniliti mengacu pada variabel yang telah
ditentukan. Variabel-variabel tersebut tentu sudah diolah melalui indikator suatu
kajian teori (tabel 3.1). Kemudian, variabel yang dihasilkan tersebut dijadikan dasar
dalam menentukan data penelitian yang diperlukan. Dalam mendapatkan data yang
diperlukan, tentu harus menentukan metoda yang akan dilakukan agar mendapatkan
hasil yang dapat menjawab permasalahan. Adapun, proses penentuan data dapat
Tabel 3.2 Pengumpulan Data
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Karakteristik bangunan yang tidak sesuai standar pada permukiman tidak terencana
Peta area hunian
Bentuk bangunan rumah di permukiman
Memplot peta Kampung Badur melalui Google Earth
Menggambar ulang dengan CAD
Menyesuaikan gambar CAD terhadap keadaan hunian di lapangan
Melakukan pengamatan pada bentuk bangunan di kampung Badur
Kurangnya pengadaan
infrastruktur dan fasislitas sosial
Fasilitas sosial yang tersedia di permukiman tersebut
Infrastruktur yang tersedia di permukiman tersebut
Melakukan pengamatan pada fasilitas sosial di Kampung Badur
Melakukan wawancara dalam rangka mengenai fasilitas sosial yang terdapat di kampung badur
Melakukan pengamatan pada infrastruktur yang tersedia di Kampung badur
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui infrastruktur yang terdapat di kampung badur
Metoda kualitatif
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari faktor kepemilikan tanah
Pengaruh faktor kepemilikan tanah yang membentuk permukiman tidak
terencana
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Melakukan wawancara pada penghuni setempat dalam rangka mengetahui kondisi lingkungan di Kampung Badur
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari
infastruktur dan fasilitas sosial.
Pengaruh faktor struktur dan fasilitas sosial yang membentuk permukiman tidak terencana
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui struktur dan fasilitas sosial yang ada di Kampung Badur
Terbentuknya permukiman tidak terencana ditinjau dari ekonomi dan finansial
Pengaruh faktor ekonomi dan finansial yang membentuk permukiman tidak terencana
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aktifitas ekonomi dan mata pencaharian masyarakat Kampung Badur
Pengaruh terbentuknya
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui sosial-budaya yang berpengaruh di Kampung Badur
Adanya bentuk pada permukiman yang terjadi
Bentuk permukiman Melakukan pengamatan pada bentuk permukiman di Kampung
Badur
Adanya orientasi bangunan pada suatu permukiman tidak
terencana
Orientasi bangunan di permukiman Melakukan pengamatan pada orientasi bangunan di kampung Badur
Adanya perletakan ruang hunian pada permukiman tidak terencana
Perletakan ruang hunian di permukiman
Pengaruh aspek fisik pada permukiman tidak terencana
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Kriteria permukiman tidak terencana yang ditinjau dari hubungan spasial
Pengaruh hubungan spasial pada permukiman tidak terencana
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui hubungan spasial yang terjadi di Kampung badur
Kriteria permukiman tidak terencana yang ditinjau dari sosial dan perilaku penghuni
Pengaruh sosial dan perilaku penghuni pada permukiman tidak terencana
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui pengaruh sosial dan perilaku masyarakat Kampung Badur
Perkembangan populasi didorong keadaan sosial dan persamaan latar belakang ekonomi.
Keadaan sosial dan latar belakang ekonomi yang membentuk perkembangan populasi
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui keadaan sosial dan latar belakang ekonomi dari masyarakat kampung Badur
Pola ruang hunian, infrastuktur dan kondisi lingkungan yang terdapat di permukiman tersebut
Melakukan pengamatan pada ruang hunian, infrastruktur dan kondisi lingkungan di ampung Badur
Pengaturan permukiman kumuh yang ditinjau dari pengamatan aktifiitas sosial
Aktifitas sosial yang dilakukan masyarakat di permukimannya
Melakukan pengamatan pada aktivitas sosial masyarakat di Kampung Badur
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aktivitas sosial yang dilakukan di Kampung Badur
Pemahaman penduduk akan suatu masalah dan solusi yang digunakan sesuai dengan peraturan pemerintah
Pemahaman masyarakat terkait permasalahan di daerahnya
Pemahaman masyarakat terkait solusi dalam menyelesaikan masalah
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui pemahaman masyarakat terkait masalah di Kampung Badur
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Pemahaman masyarakat terkait peraturan pemerintah yang berkaitan dengan permukimannya.
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui pemahaman masyarakat setempat pada peraturan pemerintah di Kampung Badur
Metoda Kualitatif
Pengaruh lingkungan dalam terbentuknya suatu permukiman
Bentuk permukiman yang
dipengaruhi lingkungan
Bentuk perletakan ruang hunian yang dipengaruhi lingkungan
Melakukan pengamatan untuk menemukan bentuk permukiman yang dipengaruhi kondisi lingkungan
Pengaruh topografi lahan dalam terbentuknya permukiman
Bentuk permukiman yang
dipengaruhi topografi lahan
Bentuk perletakan ruang hunian yang dipengaruhi topografi lahan
Melakukan pengamatan untuk menemukan bentuk permukiman yang dipengaruhi topografi lahan
Melakukan pengamatan untuk menemukan pola perletakan ruang hunian yang dipengaruhi topografi lahan
Pengaruh perbedaan fungsi penggunaan lahan yang terbentuk di suatu permukiman
Bentuk pola jalan yang dipengaruhi fungsi penggunaan lahan
Bentuk perletakan ruang hunian
yang dipengaruhi fungsi
penggunaan lahan
Melakuakn pengamatan untuk emnemukan pola perletakan ruang hunian yang dipengaruhi fungsi
Melakukan pengamatan untuk menemukan bentuk permukiman yang dipengaruhi fungsi
Melakukan pengamatan untuk menemukan pola jalan yang dipengaruhi topografi lahan
Pertumbuhan permukiman tidak terencana dipengaruhi oleh peningkatan migrasi oleh para pendatang
Asal mula penduduk setempat
Alasan penghuni setempat memilih
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui asal mula penduduk setempat
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
tinggal di permukiman tersebut tempat tinggal
Metoda Kualitatif
Pengaruh hubungan spasial yang membentuk area hunian
Bentuk permukiman Pola area hunian
Melakukan observasi atau pengamatan yang menyebabkan terjadi hubungan spasial antara area hunian
Pola hunian yang terbentuk dari hubungan spasial
Hubungan spasial antara area hunian Menggambarkan secara detail area hunian dengan memperlihatkan area luar
Menggambarkan setiap pola-pola area hunian yang terdapat di Kampung Badur dan mengidentifikasi bentuk permukiman yang terjadi.
Metoda Kualitatif
Pengembangan ruang hunian yang ditinjau dari interaksi penghuni
lokal dengan pembangunan
infrastruktur
Interaksi penghuni lokal yang membangun infrastruktur daerahnya dalam membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada masyarakat lokal dalam rangka mengetahui adanya interaksi dalam membangun infrastruktur yang membentuk ruang hunian.
Pengembangan ruang hunian yang ditinjau dari interaksi penghuni lokal dengan aktifitas ekonomi.
Interaksi penghuni lokal dengan aktifitas ekonomi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada penghuni lokal dalam rangka mengetahui adanya interaksi dalam aktifitas ekonomi yang membentuk ruang hunian
Metoda kualitatif
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas ekonomi
Pengaruh aspek aktivitas yang membentuk ruang hunian
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek sistem sirkulasi
Pengaruh aspek sistem sirkulasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui sistem sirkulasi di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek komunikasi
Pengaruh aspek komunikasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aspek komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek politik
Pengaruh aspek politik yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada masyarakat lokal dalam rangka mengetahui aspek politik yang berpengaruh di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek administrasi
Pengaruh aspek administrasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada masyarakat lokal dalam rangka mengetahui pengaruh aspek administrasi di kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek budaya
Pengaruh aspek budaya yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui budaya yang ada pada masyarakat kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas sosial
Pengaruh aktivitas sosial yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aktivitas sosial masyarakat lokal Kampung Badur
Metoda Kualitatif
Terbentuknya pola jalan di suatu permukiman
Pola jalan yang terbentuk Melakukan pengamatan pada pola jalan yang terbentuk di kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas ekonomi
Pengaruh aspek aktivitas yang membentuk ruang hunian
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Adanya interaksi dalam
membentuk ruang berkumpul di permukiman
Interaksi yang terjadi membentuk suatu ruang berkumpul
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui interaksi sosial yang terdapat di kampung Badur
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui ruang berkumpul di kampung badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek sistem sirkulasi
Pengaruh aspek sistem sirkulasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui sistem sirkulasi di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek komunikasi
Pengaruh aspek komunikasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aspek komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek politik
Pengaruh aspek politik yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada masyarakat lokal dalam rangka mengetahui aspek politik yang berpengaruh di Kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek administrasi
Pengaruh aspek administrasi yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara pada masyarakat lokal dalam rangka mengetahui pengaruh aspek administrasi di kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau drai aspek budaya
Pengaruh aspek budaya yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui budaya yang ada pada masyarakat kampung Badur
Terbentuknya ruang hunian yang ditinjau dari aspek aktivitas sosial
Pengaruh aktivitas sosial yang membentuk ruang hunian
Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aktivitas sosial masyarakat lokal Kampung Badur
Metoda Kualitatif
Pengaturan terkait ruang hunian pada permukiman
Variabel Data yang diperlukan Metoda penelitian
Pengaturan terkait ruang terbuka pada permukiman
Pengaturan dam pola ruang terbuka Menggambar secara detail pola dan pengaturan ruang hunian yang ada di Kampung Badur
Pengaturan terkait jaringan jalan pada permukiman
Pengaturan dan pola jaringan jalan Menggambar secara detail pola dan pengaturan ruang terbuka di Kampung Badur
Menggambar secara detail pola dan pengaturan jaringan jalan di Kampung Badur.
Pengaruh keadaan sosial terhadap terciptanya ruang hunian
Keadaan sosial penghuni lokal Melakukan wawancara dalam rangka mengetahui aktivitas, kegiatan ekonomi / mata pencaharian, cara menggunakan ruang, perilaku, dan sebagainya
Pengaruh pemberdayaan penghuni terhadap terbentuknya ruang hunian
Peran serta penghuni dalam membentuk permukiman
Data yang dikumpulkan dari landasan teori berdasarkan keperluan analisa keadaan sosial di permukiman tidak terencana dibuat melalui tabel 3.2. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut : 1. Apa mata pencaharian anda?
2. Apakah anda pendatang di kampung ini? 3. Jika iya, darimana Anda berasal sebelumnya?
4. Sejak tahun berapa anda tinggal di Kampung Badur? 5. Apa alasan Anda memilih tinggal di kampung ini?
6. Apakah anda mempunyai surat kepemilikan tanah di Kampung ini? 7. Bagaimana kondisi kampung ini ketika Anda datang dan tinggal disini? 8. Apakah tempat Anda bekerja dekat dari kampung ini?
9. Apakah saat mendirikan tempat tinggal tinggal Anda memperoleh ijin? 10. Bagaimana kondisi tanah tempat tinggal saat Anda ditempati ?
11. Bagaimana pemikiran Anda ketika menentukan posisi untuk bangunan rumah tinggal?
12. Apakah jalan sudah ada ketika Anda mendirikan bangunan / tinggal disini? 13. Menurut Anda, siapa yang berperan dalam membangun jalan yang ada di
Kampung Badur ini?
14. Menurut Anda, apakah jalan yang terdapat di Kampung ini sudah nyaman digunakan untuk berjalan ke tempat lain?
15. Dimana biasanya Anda berkumpul dengan masyarakat di Kampung ini? 16. Dimana tempat/ posisi yang digunakan, apabila akan diadakan acara atau
hajatan?
17. Fasilitas sosial apa saja yang terdapat di kampung ini?
19. Adakah kebijakan yang dibuat untuk menjaga kondisi lingkungan ?
20. Apakah alasan membangun struktur bangunan yang permanen / tidak permanen?
21. Darimana Anda memperoleh material untuk membangun tempat tinggal ini? 22. Mohon maaf, Apakah material ini anda peroleh dengan membeli yang baru
atau yang bekas?
23. Adakah peran pemerintah dalam membangun permukiman di kampung ini? 24. Bagaimana penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan permukiman di
kampung ini, apakah melibatkan pemerintah?
25. Apa yang Anda pikirkan mengenai sungai yang mengitari kampung ini? 26. Mengapa Anda memilih tanah di dekat sungai untuk mendirikan bangunan
tempat tinggal? (permukiman dekat sungai)
27. Mengapa rumah tinggal yang mengarah terhadap sungai? 28. Mengapa rumah tinggal ini membelakangi sungai? 29. Pentingkah sungai itu bagi Anda?
30. Mengapa sungai penting bagi Anda?
31. Apa perubahan yang terjadi saat Anda tinggal disini? 32. Apakah anda nyaman selama tinggal disini?
33. Dengan fasilitas area hunian yang sangat terbatas, mengapa anda masih bertahan tinggal di tempat ini?
3.5 Metoda Analisa
Pada metoda analisa, peneliti menjelaskan kajian terhadap keadaan sosial
yang mempengaruhi terbentuknya suatu permukiman yang tumbuh secara tidak
terencana. Dalam metoda analisa ini, teori yang digunakan sebagai landasan
digunakan untuk mendapatkan data terkait keadaan sosial pada permukiman yang
tidak terencana.
3.5.1 Analisa Struktur Permukiman di Kampung Badur
Dalam mengkaji keadaan sosial terhadap ruang yang terbentuk pada
permukiman tidak terencana diperlukan analisa pada kawasan penelitian. Pada analisa
hubungan keadaan sosial dilakukan berdasarkan landasan teori yang telah ditelaah
kemudian digunakan untuk membuat data terkait keadaan sosial yang mempengaruhi
Tabel 3.3 Analisa hubungan sosial terhadap pola perletakan ruang hunian
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait struktur permukiman di Kampung Badur
Permukiman tidak terencana sering kali membentuk suatu ruang hunian yang dibangun pada area terencana maupun tidak terencana yang tidak mempunyai persetujuan pada perencanaan secara formal. Ciri khas yang paling menonjol pada permukiman tidak terencana yaitu terlihat pada bangunan-bangunan hunian yang berkualitas rendah yang tidak mempunyai infrastruktur dan fasilitas sosial yang memadai
Referensi : (Ali & Sulaiman, 2006. Hal 2).
Peta area hunian
Bentuk bangunan rumah di permukiman
Infrastruktur yang tersedia di permukiman tersebut
Fasilitas sosial yang tersedia di permukiman tersebut
Karakteristik pada suatu permukiman tidak terencara dapat ditinjau dengan mengamati beberapa faktor, antara lain (1). kepemilikan tanah, (2). Kondisi lingkungan, (3). Struktur dan fasilitas sosial, (4) Infrastruktur, (5) ekonomi dan finansial, serta (6) sosial-budaya.
Referensi : ( Onyekachi, 2014)
Pengaruh faktor kepemilikan tanah yang membentuk permukiman tidak terencana
Pengaruh faktor kondisi lingkungan yang membentuk permukiman tidak terencana
Pengaruh faktor struktur dan fasilitas sosial yang membentuk permukiman tidak terencana
Pengaruh faktor infrastruktur yang membentuk permukiman tidak terencana
Pengaruh faktor ekonomi
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait struktur permukiman di Kampung Badur
Tidak semua permukiman kumuh
mengakomodasi wujud kemiskinan pada perkotaan dan atau dengan kata lain semua penduduk setempat selalu miskin. Dalam menghadapi tantangan dari daerah kumuh, peraturan yang berhubungan dengan keberlanjutan kondisi permukiman harus memiliki sistem yang jelas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengamati aktifitas sosial yang berjalan di daerah tersebut, melakukan pendekatan dengan penghuni lokal dan merencanakan peningkatan dari ruang
hunian, infrastruktur dan kondisi lingkungan. Referensi : ( Onyekachi, 2014. Hal 424)
Pengaturan permukiman kumuh yang ditinjau dari pengamatan aktifiitas social
Pengaturan permukiman kumuh yang dilakukan dengan merencanakan peningkatan ruang hunian, infrastruktur, dan kondisi lingkungan
Perubahan yang menyebabkan peningkatan migrasi terjadi akibat adanya peluang pekerjaan baru berdasarkan dua sudut pandang. Pertama, adanya lapangan pekerjaan baru memberikan kesempatan bagi para pendatang untuk mendapatkan kesempatan lebih baik dari segi ekonomi. Kedua, adanya para pendatang menjadikan populasi manusia di kawasan tersebut semakin meningkat. Peningkatan tersebut yang dapat memberikan pengaruh pada terciptanya ruang-ruang yang digunakan sebagai tempat tinggal para pendatang. Sehingga, dalam memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal diwujudkan dengan cara mencari area hunian yang dirasa tepat sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
Referensi : (Rani & Shylendra, 2002)
Asal mula penduduk setempat
3.5.2 Analisa Hubungan Keadaan Sosial Terhadap Bentuk Permukiman
Dalam rangka mengkaji keadaan sosial di Kampung Badur yang berkaitan
dengan bentuk permukiman, maka diperlukan analisa yang berkaitan dengan aspek
tersebut. Pada analisa hubungan keadaan sosial, diperlukan analisa yang berkaitan
sesuai dengan teori yang telah ditelaah pada bab sebelumnya. Kemudian, dari hasil
telaah landasan teori mengenai keadaan sosial di suatu permukiman dihubungkan
dengan bentuk permukiman yang tercipta di Kampung Badur. Dalam mendapatkan
data terkait yang berhubungan dengan analisa tersebut maka dibuat tabel yang
Tabel 3.4 Analisa hubungan keadaan sosial terhadap bentuk permukiman
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
Terdapat hubungan positif yang secara signifikan antara pola pergerakan pada pejalan kaki dan akses spasial yang dipengaruhi interaksi sosial pada suatu grup maupun penghuni pada permukiman. Adanya pengaruh keadaan sosial juga dapat terlihat pada pola jalan yang terbentuk. Sebagai contoh, terdapat perbandingan pada permukiman tidak terencana dan permukiman terencana di Cairo. Ezbet bezkhit adalah permukiman tumbuh pada area yang tidak direncanakan pada area gurun. Pada permukiman tidak terencana tersebut, interaksi yang terjadi terdapat pada ruang hunian di sekitarnya menuju ke area kota yang lebih besar. Sedangkan pada Abu Qatada yang
merupakan permukiman resmi yang
dibangun pada lahan pertanian, pergerakan pejalan kaki hanya terlihat lebih banyak menju ke kota. Selain itu, pada pergerakan yang terjadi turut dipengaruhi oleh perbedaan gender, sosial dan budaya
(Mohamed & Mohareb, 2012)
Pola jalan yang terbentuk memberikan kesempatan bagi para penghuni dalam menciptakan ruang bersosialisasi
Interaksi yang terjadi membentuk suatu
tempat berkumpul yang kemudian
dijadikan ruang yang selalu digunakan untuk bersosialisasi.
Hasil interpretasi data dianalisaberdasarkan
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
Para penduduk suatu permukiman tentu tidak dapat terus menggantungkan setiap kebutuhan pada pemerintah maupun otoritas lokal. Penduduk juga diharuskan memiliki pengetahuan akan permasalahan, penyebab dan solusi yang memungkinkan untuk daerah huniannya. Penduduk tentu
mempunyai kesempatan dalam
memanfaatkan dan mengolah ruang hunian mereka. Penduduk juga tetap memerlukan pengawasan, pelatihan maupun bimbingan dari pihak berwenang. Hal tersebut
dilakukan, agar penduduk suatu
permukiman dapat mengambil langkah dan cara sendiri untuk memperbaiki daerahnya, tetapi masih tetap berada pada peraturan
• Pemahaman masyarakat terkait peraturan pemerintah yang berkaitan dengan permukimannya.
Hasil interpretasi data dianalisaberdasarkan
3.5.3 Analisa Hubungan Aspek Ekonomi Terhadap Bentuk Permukiman
Dalam suatu permukiman tidak terencana, tentu terdapat pengaruh aspek
ekonomi yang membentuknya. Dengan adanya hasil telaah dari landasan teori yang
digunakan, maka diperlukan analisa aspek ekonomi terkait dengan terbentuknya
permukiman tidak terencana. Analisa tersebut kemudian dikaitkan dengan data yang
akan di dapatkan di kawasan penelitian. Sehingga, diperlukan hubungan analisa
terkait aspek ekonomi untuk memperoleh data yang mendukung observasi langsung
di lapangan. Adapun, hubungan antara aspek ekonomi dengan bentuk permukiman
Tabel 3.5 Analisa hubungan aspek ekonomi terhadap bentuk permukiman
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
Suatu perumahan atau permukiman pada umumnya memerlukan sistem pengaturan secara luas seperti, pengaturan pada zona hunian, lingkungan atau ruang terbuka serta pengaturan jaringan jalan atau jangkauan atau akses ke daerah lain.
Referensi : (Rapoport, 2006)
Pemahaman masyarakat terkait potensi lingkungannya menjadi permukiman
Pemahaman masyarakat terkait
pemanfaatan lingkungannya dalam
kehidupan sehari-hari
Pemahaman masyarakat terkait peraturan pemerintah yang berkaitan dengan permukimannya.
Para penduduk suatu permukiman tentu tidak dapat terus menggantungkan setiap kebutuhan pada pemerintah maupun otoritas lokal. Penduduk juga diharuskan memiliki pengetahuan akan permasalahan, penyebab dan solusi yang memungkinkan untuk daerah huniannya. Penduduk tentu
mempunyai kesempatan dalam
memanfaatkan dan mengolah ruang hunian mereka. Penduduk juga tetap memerlukan pengawasan, pelatihan maupun bimbingan
Referensi : (Hurskainen, 2004)
Pemahaman masyarakat terkait
permasalahan di daerahnya
Pemahaman masyarakat terkait solusi dalam menyelesaikan masalah
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
dari pihak berwenang. Hal tersebut
dilakukan, agar penduduk suatu
permukiman dapat mengambil langkah dan cara sendiri untuk memperbaiki daerahnya, tetapi masih tetap berada pada peraturan yang telah disepakati
Suatu bentuk perkotaan ataupun
permukiman disatukan dengan adanya interaksi simbiosis dari pembangunan infrastruktur dan aktifitas ekonomi dengan penghuni setempat. Interaksi ini secara sistematis terjadi karena adanya kepentingan dari penghuni setempat untuk
terus mengembangkan daerahnya. Referensi: (Bessusi dkk, 2010)
Interaksi penghuni lokal yang membangun infrastruktur daerahnya dalam membentuk ruang hunian
Interaksi penghuni lokal dengan aktifitas ekonomi yang membentuk ruang hunian
Hasil interpretasi data dianalisaberdasarkan
3.5.4 Analisa Hubungan Aspek Komunikasi Terhadap Bentuk Permukiman
Dalam rangka mengkaji komunikasi yang terjadi di kawasan penelitian
yang berkaitan dengan bentuk permukiman, maka diperlukan analisa yang berkaitan
dengan aspek tersebut. Pada analisa aspek komunikasi, diperlukan data yang
berkaitan sesuai dengan teori yang telah ditelaah pada bab sebelumnya. Kemudian,
dari hasil telaah landasan teori mengenai aspek komunikasi di suatu permukiman
dihubungkan dengan bentuk permukiman. Dalam mendapatkan data terkait yang
berhubungan dengan analisa tersebut, maka dibuat tabel yang dijadikan acuan dalam
menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan aspek tersebut di kawasan penelitian.
Tabel 3.6 Analisa hubungan aspek komunikasi terhadap bentuk permukiman
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
Tidak ada bentuk yang pasti dalam mengatur arah pembangunan permukiman di area tersebut. Bentuk dari blok-blok perumahan terjadi secara tidak teratur, ukuran lahan yang berbeda-beda, orientasi bangunan yang tidak tepat, dan posisi antar rumah yang tidak jelas. Sehingga, privasi terhadap antar ruang hunian sangat ada yang membatasi
(Radulovic dkk, 2013.
• Pengaruh lingkungan dalam terbentuknya suatu permukiman
• Pengaruh topografi lahan dalam
terbentuknya permukiman
• Pengaruh perbedaan fungsi penggunaan lahan yang terbentuk di suatu permukiman
Perbedaan kriteria pada suatu permukiman tidak terencana terlihat pada aspek fisik, hubungan spasial, sosial dan perilaku penghuni. Kenyataannya, pertumbuhan penghuni liar terjadi sangat pesat dengan menempati area tertentu maupun membangun
bangunan permanen. Populasi yang
berkembang umumnya didukung dengan keadaan sosial dan latar belakang ekonomi yang sama. Sehingga, setiap permukiman tentu mempunyai karakteristik yang berbeda dalam membentuk area huniannya.
Referensi ( Hurskainen, 2004) • Pengaruh aspek fisik pada permukiman tidak terencana ekonomi yang membentuk perkembangan populasi
Dalam pengembangan permukiman terdapat • Hubungan spasial antara area hunian yang
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
ekonomi yang berbeda-beda di dunia. Dengan demikian, tentu setiap permukiman mempunyai pola yang berbeda dari satu daerah ke daerah lain, tempat ke tempat lain maupun waktu ke waktu. Oleh karena itu, sangat penting penghuni suatu permukiman dalam mengatur hubungan spasial antar area hunian dengan area hunian lainnya berdasarkan aspek jarak, perbedaan fungsi, aspek sosial, ekonomi dan pengaturan lainnya
Referensi : (Sarkar, 2010. Hal 1)
• Pola area hunian yang terbentuk dengan adanya interaksi yang terjadi antara penghuni
• Bentuk permukiman yang dipengaruhi dengan terciptanya ruang-ruang interaksi para penghuni setempat
Pada permukiman tersebut tentu akan ditemukan pola-pola yang berkaitan dengan ruang hunian, ruang berkumpul, pola jalan dan bentuk permukiman. Selain itu, setiap daerah juga akan akan mempunyai pola yang berbeda karena dapat dipengaruhi lingkungan, topografi lahan maupun fungsi yang berbeda. Adanya perkembangan suatu permukiman yang tidak terencana pasti terjasi secara spontan dan tidak mempunyai perencanaan maupun pengaturan terlebih dahulu. Walaupun, pada dasarnya suatu permukiman tidak terencana terjadi atas persamaan keadaan sosial, tetapi tidak akan pernah ditemukan karakteristik yang benar-benar identik pada kawasan-kawasan tersebut
(Referensi: Fernandez, 2002).
• Bentuk poal jalan yang dipengaruhi fungsi
Hasil interpretasi data dianalisaberdasarkan
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dengan metoda kualitatif
Kajian Teori Data terkait keadaan sosial yang
mempengaruhi pola perletakan ruang hunian
• Bentuk perletakan ruang hunian yang dipengaruhi fungsi penggunaan lahan
• Bentuk perletakan ruang hunian yang dipengaruhi topografi lahan
• Bentuk permukiman yang dipengaruhi fungsi penggunaan lahan
• Bentuk poal jalan yang dipengaruhi fungsi penggunaan lahan
• Bentuk perletakan ruang hunian yang dipengaruhi
BAB IV
KAMPUNG BADUR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
4.1. Lokasi Kampung Badur di Kota Medan
Kecamatan Medan Maimun adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota
Medan, Sumatera Utara, Indonesia (Gambar 4.1). Secara geografis, 3o32’17.96’’-
3o56’49” Lintang Utara, 98o40’54.19” – 98o41’30.98” Bujur Timur. Luas dari
Kecamatan Medan Maimun adalah 3,34 km² dengan ketinggian wilayah 27 meter di
atas permukiman laut. Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 6 kelurahan. Kelurahan
tersebut antara lain adalah Kelurahan Aur, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Jati,
Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Sei Mati dan Kelurahan Sukaraja.
Adapun kecamatan tersebut secara administratif berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Barat
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru
Fokus lokasi penelitian sendiri terletak pada Kampung Badur yang terletak di
Kelurahan Hamdan. Permukiman Kampung Badur terdapat di lingkungan X
Luas dari Kampung Badur adalah sekitar 1,56 Ha. Lokasi Kampung Badur
terdiri dari 2 kawasan yaitu Badur Atas dan Badur Bawah (Gambar 4.2). Adapun
batas-batas kampung badur, yaitu sebelah utara terdapat Sungai Deli, sebelah selatan
berhadapan JL. Letjend. Suprapto, sebelah bara berbatasan dengan Jalan Badur, dan
sebelah timur berbatasan dengan Sungai Deli dan Jalan Mangkubumi
4.2. Keadaan Sosial di Kampung Badur
Terbentuknya permukiman Kampung Badur turut dipengaruhi oleh keadaan
sosial dari penduduknya. Penduduk Kampung Badur mempunyai mata pencaharian
yang berbeda-beda seperti berdagang, tukang becak, pegawai atau wiraswasta, dan
buruh. Sebagian besar penduduk Kampung Badur berasal dari luar kota Medan.
Umumnya, para pendatang memilih tinggal di Kampung Badur untuk mencari
penghidupan yang lebih baik dan juga didorong beberapa faktor lainnya. Beberapa
alasan dari penduduk setempat antara lain yaitu mengikuti keluarga, mencari
pekerjaan di Kota Medan maupun mencari tempat tinggal yang tidak memerlukan
biaya terlalu banyak untuk ditinggali.
Keadaan sosial di Kampung Badur juga mempengaruhi penduduk setempat
dalam menentukan posisi rumah tinggal maupun membangun jalan. Seperti pada
gambar 4.3, terlihat posisi rumah yang dibangun pada Jalan Badur tidak direncanakan
sesuai dengan standar rumah. Adapun tempat tinggal di Kampung Badur tidak
menerapkan garis sempadan banguna (GSB) yang sesuai untuk rumah tinggal dan
juga tidak menerapkan koefisien dasar bangunan (KDB) sesuai dengan standar
bangunan tinggal. Sehingga, untuk beberapa rumah GSB yang diterapkan hanya
sebesar 1 meter dari badan jalan. Adapun aturan KDB untuk rumah mempunyai
standar 50-60 %, tetapi pada sebagian besar rumah tinggal di Kampung Badur tidak
menerapkan standar tersebut. Terlihat pada gambar 4.3, menjadi salah satu contoh
dibangun memenuhi seluruh lahan yang digunakan untuk tempat tinggal dan tidak
memberikan ruang luar untuk rumahnya.
Gambar 4.3. (a) Posisi rumah yang tidak mempunyai GSB, (b) Salah satu rumah tinggal yang
dibangun tidak sesuai standar KDB
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Selain itu, infrastruktur yang penting di Kampung Badur adalah akses atau
sirkulasi. Bagi sebagian besar masyarakat, jalan dianggap penting agar dapat
mengakses permukiman dengan lebih nyaman. Adapun dalam membangun jalan di
Kampung Badur terdapat peran pemerintah dan swasta. Pada saat ini jalan yang
(a)
terdapat di Badur Atas dan Badur Bawah telah mengalami perbaikan dengan adanya
bantuan dari pemerintah (Gambar 4.4)
Gambar 4.4 Jalan yang dibangun pemerintah dan swasta, (a) Badur Bawah dan
(b) Badur Atas
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Kemudian, keadaan sosial di Kampung Badur dapat dilihat dari ruang-ruang
yang dijadikan tempat berkumpul oleh penduduk setempat. Beberapa penduduk
memilih tempat seperti warung, teras, lapangan ataupun musholla sebagai tempat
(a)
bersosialisi. Beberapa contoh ruang berkumpul yaitu warung dan teras rumah dapat
dilihat pada gambar 4.5. Adapun acara atau hajatan yang ingin dilakukan di Kampung
Badur akan menggunakan tempat seperti ruang terbuka berupa lapangan maupun
badan jalan.
Gambar 4.5 Warung dan teras yang dijadikan salah satu tempat berkumpul
(sumber : Dokumentasi pribadi)
Selain itu, terdapat juga beberapa fasilitas maupun layanan sosial di Kampung
Badur yaitu adanya posyandu, musholla dan sanggar anak (gambar 4.6). Adapun
posyandu, umumnya menggunakan beberapa rumah warga yang mempunyai ruang
atau halaman untuk menambung pengunjung yang datang. Sanggar anak juga
Sanggar anak sendiri dibuat untuk dijadikan tempat beberapa mahasiswa untuk
mengajari anak-anak di Kampung Badur. Beberapa fasilitas tersebut dibangun dengan
bantuan pemerintah maupun swasta seperti dari lembaga swadaya masyarakat dan
juga mahasiswa yang peduli dengan sosial.
Gambar 4.6 Fasilitas sosial yang terdapat di Kampung Badur (Sumber: Dokumentasi pribadi)
LEGENDA
4.3. Kondisi Ekonomi di Kampung Badur
Pada suatu permukiman selalu ada faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya ruang hunian. Pada Kampung Badur, aspek ekonomi juga menjadi salah
satu faktor yang membentuk ruang huniannya. Dari wawancara yang dilakukan
dengan penduduk setempat, beberapa alasan yang mendorong pendatang untuk
tinggal di Kampung Badur yaitu dari segi ekonomi. Lokasi Kampung Badur yang
berada di pusat Kota Medan dinilai stategis dan memudahkan penduduk untuk
mengakses tempat bekerja maupun mencari pekerjaan di sekitarnya. Selain itu,
keterbatasan ekonomi dari penduduk tidak memungkinkan mereka mempunyai
tempat tinggal yang lebih layak huni. Penduduk setempat juga cenderung
memanfaatkan sungai untuk aktivitas sehari-hari. Kegiatan seperti mencuci, mandi
dan membuang sampah disekitar sungai dilakukan oleh penduduk karena merasa
dapat memanfaatkan lingkungan tanpa mengeluarkan biaya yang terlalu banyak
(gambar 4.7).
Selain itu, beberapa penduduk yang merasa mempunyai pendapatan lebih
mulai membangun ruang hunian mereka menjadi bangunan permanen. Sebagai
contoh dapat dilihat pada gambar pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Keadaan ruang hunian milik penghuni setempat yang pendapatan lebih memadai
Pada beberapa rumah tinggal bagian bawah sudah dibuat secara permanen
dengan material batu dan semen yang diperoleh dengan membelinya secara pribadi
(gambar 4.9)
Gambar 4.9 Keadaan rumah tinggal yang material bangunannya menggunakan bahan baru
4.4. Peranan Komunikasi dalam Menghadirkan Pendatang ke Kampung
Badur
Pada permukiman di Kampung Badur sebagian penduduk merupakan para
pendatang yang berasal dari luar kota Medan. Para pendatang tersebut mempunyai
berbagai alasan dalam memilih tempat tinggal di Kampung Badur. Salah satu faktor
yang mempengaruhi banyaknya pendatang yang tinggal di Kampung Badur adalah
faktor komunikasi. Adanya komunikasi yang terjadi memberikan informasi bagi para
pendatang untuk memilih Kampung Badur sebagai tempat tinggal. Komunikasi yang
terjadi umumnya berasal dari keluarga maupun kerabat yang juga berasal dari daerah
yang sama. Adanya komunikasi yang terjalin antara penduduk setempat juga
mendorong kerabat maupun saudara yang berasal dari daerah asal maupun suku yang
sama. Dari hal tersebut, para pendatang sebagian berasal dari beberapa daerah yang
sama dengan kerabat yang tinggal di tinggal di Kampung Badur.
Selain itu, informasi-informasi mengenai permukiman Kampung Badur yang
secara ekonomis lebih murah dan akses yang dekat dengan pusat kota menjadikan
motivasi untuk mendatangkan para imigran yang ingin mencari penghidupan maupun
pekerjaan di Kota Medan. Adapun beberapa penduduk yang memanfaatkan
permukiman di Kampung Badur untuk dijadikan pemasukan ekonominya. Beberapa
penduduk mendirikan bangunan di Kampung Badur yang kemudian hunian tersebut
79
BAB V
KAJIAN TERBENTUKNYA KAMPUNG BADUR DI MEDAN
5.1. Kajian Sejarah Terbentuknya Kampung Badur
Kampung Badur adalah suatu permukiman yang terdapat di Kota Medan.
Sebutan Kampung Badur sendiri diperoleh dari nama korban kekejaman G30S/PKI
yaitu Badur. Nama korban G30SPKI dan nama pahlawan memang cenderung
digunakan di kawasan tersebut seperti Jalan Ade Irma Suryani dan Jalan Letnan
Jendral Suprapto. Permukiman yang berada di sekitar kawasan Jalan Badur kemudian
sering disebut Kampung Badur. Kampung Badur sendiri terbagi menjadi 2 kawasan
yaitu, Badur Atas dan Badur Bawah. Permukiman pertama kali tumbuh disekitar
Badur Atas yaitu Jalan Badur dan Jalan Saidah. Pada tahun 1950an (gambar 5.1),
kawasan Jalan Letjend. Suprapto dikenal sebagai daerah Kantor Kepolisian Daerah
Sumatera Utara. Pada daerah sekitar seperti pinggiran sungai sendiri masih hutan.
Adapun beberapa bangunan terdapat dibelakang bangunan Kapolda merupakan
rumah tinggal yang sudah ada dari jaman penjajahan. Selain beberapa ruang hunian
yang sudah terdapat di sekitar daerah tersebut, masih terdapat banyak tanah kosong.
Menurut hasil wawancara dengan penghuni yang telah tinggal sejak lahir yaitu tahun
1960-an, kepemilikan kantor Kapolda berpindah tangan menjadi milik Perseroan
Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). PTPN IV adalah perusahaan perkebunan
kelapa sawit, tetapi kantor tersebut hanya dijadikan sebagai Kantor pusat yang
80
sendiri berada di daerah Lubuk Pakam atau lebih dikenal dengan Kantor Kelapa
Sawit Adolina.
Gambar 5.1 Ilustrasi kawasan Kampung Badur tahun 1950-an.
Pada tahun 1960an, tanah yang berada di sekitar kawasan juga dibeli oleh
perusahaan PTPN IV, sebagian tanah di pinggiran sungai masih berupa hutan. Tanah
yang ada disekitar kawasan kantor juga masih berupa tanah kosong. Adapun beberapa Legenda
Permukiman Instansi KAPOLDA Hutan
81
bangunan yang mulai tumbuh disekitar kawasan Kampung Badur belum terlalu
signifikan pertumbuhannya, dapat dilihat pada gambar 5.2.
Gambar 5.2 Kenyataan bentuk Kampung Badur pada tahun1950an dan 1960-an
Kemudian, pada tahun 1970-1980an terjadi migrasi para pendatang dari luar
kota Medan. Para imigran yang mulai bermigrasi tersebut mencoba mencara tempat
yang mudah diakses di tengah Kota Medan dan tidak memerlukan biaya yang terlalu Tahun 1960-an
Tahun 1950-an
Legenda
Permukiman Instansi KAPOLDA Instansi PTPN IV Hutan
82
banyak. Sehingga, beberapa pendatang pada saat itu memilih bantaran sungai sebagai
tempat tinggalnya. Pada saat ini, tidak ada ketetapan yang ditetapkan terkait
pembangunan pada tepi sungai. Para pendatang lainnya mulai datang pada tahun
1970an namun perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Hanya beberapa
pendatang yang membangun tempat tinggal di pinggiran Sungai Deli. Bangunan lain
disekitar kawasan tersebut juga sudah mulai berkembang (gambar 5.3).
Gambar 5.3 Perubahan yang terjadi di Kawasan Kampung Badur pada tahun 1970an. Legenda
Permukiman Instansi PTPN IV Hutan
83
Pada tahun 1980an-sekarang, pertumbuhan imigran semakin pesat di sekitar
kawasan tersebut (gambar 5.4). Para pendatang yang berasal dari daerah yang
berbeda mempunyai alasan yang berbeda dalam memilih tempat tinggal di Kampung
Badur. Sehingga, sampai saat ini para pendatang semakin memadati permukiman dan
juga masih terus tinggal di Kampung Badur.
Gambar 5.4 Pertumbuhan Kampung Badur tahun 1980-sekarang Legenda
Permukiman Instansi PTPN IV Hutan
Fasilitas sosial Komersil Sungai
84
5.2 Kajian Sosial Terhadap Terbentuknya Permukiman Kampung Badur
Pada suatu permukiman yang terbentuk tentu selalu dipengaruhi beberapa
faktor. Faktor tersebut kemudian akan menjadikan suatu acuan dalam proses
berkembanganya suatu permukiman. Faktor tersebut dapat diperoleh dari aspek-aspek
kehidupan. Aspek tersebut antara lain aktivitas ekonomi, sistem sirkulasi,
komunikasi, sistem politik, administrasi, budaya dan aktivitas sosial (Sarkar, 2010.
Hal 1). Pada Kampung Badur sendiri, salah satu aspek yang berperan dalam
membentuk permukimannya adalah keadaan sosial. Keadaan sosial dari penghuni
dapat terlihat dari latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda dari penghuni
Kampung Badur yang kini menetap di daerah tersebut. Umumnya, penduduk di
Kampung Badur mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda. Dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan 25 responden yang tinggal di Kampung Badur, pekerjaan
terbanyak adalah sebagai pedangang (48%). Beberapa responden juga mengatakan
bahwa mereka mempunyai pekerjaan sebagai pegawai (25%). Mereka biasanya
menjadi seorang pegawai kebersihan di perkantoran maupun rumah sakit yang dekat
dengan tempat tinggalnya. Selain itu, pekerjaan sebagai tukang becak juga menjadi
mata pencaharian dari beberapa penghuni Kampung Badur (21%). Adapun, yang
berprofesi sebagai buruh tidak terlalu signifikan (6%). Hal tersebut terjadi karena di
sekitar kawasan tempat tinggal mereka tidak terlalu banyak ditemukan pabrik atau
pun tempat yang memerlukan tenaga buruh. Sehingga, penduduk di Kampung Badur
85
Gambar 5.5. Beberapa penghuni yang membuka warung di tempat tinggalnya sebagai mata
pencariannya.
LEGENDA
Rumah warung
86
Diamati dari mata pencaharian yang dimiliki penghuni setempat, pekerjaan
paling besar yaitu sebagai pedagang. Beberapa penghuni Kampung Badur sendiri
juga membuka warung pada area huniannya sebagai mata pencaharian mereka seperti
yang terlihat pada gambar 5.5. Pola dari perletakan warung yang terdapat di
Kampung Badur tumbuh secara tidak teratur dan beberapa berada pada jarak yang
berdekatan. Adapun warung yang terdapat di Kampung Badur, umumnya
menggunakan bagian depan area tempat tinggal maupun pada badan jalan. Pekerjaan
yang dimiliki penghuni Kampung Badur juga memperlihatkan keadaan ekonomi
mereka dalam membangun bangunan. Pekerjaan yang berada pada tingkat yang
rendah memberikan kenyataan dalam membentuk rumah tinggal yang tidak sesuai
dengan standar. Umumnya, mereka membangun bangunan sesuai dengan kebutuhan
tanpa menggunakan standar dalam membangun rumah tinggal.
Selain itu, suatu permukiman akan tumbuh dan mengalami perubahan di
daerahnya. Perubahan tidak hanya terjadi pada area huniannya saja. Umunya,
karakteristik pada suatu permukiman tidak terencara dapat ditinjau dengan
mengamati beberapa faktor, antara lain (1) kepemilikan tanah, (2) Struktur dan
fasilitas sosial, (3) Infrastruktur, (4) ekonomi dan finansial, serta (5) sosial-budaya
(Onyekachi, 2014). Dengan tumbuhnya permukiman di Kampung Badur yang
umumnya ditinggali oleh para pendatang, tentu menjadikan daerah yang mereka
tempati tidak memiliki surat resmi atas kepemilikan tanah. Sebanyak 88% penduduk