• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak (Studi Pada PT. Adi Sarana Armada)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak (Studi Pada PT. Adi Sarana Armada)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

SERI ULINA S. KEMBAREN

087011121/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERI ULINA S. KEMBAREN

087011121/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 087011121 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T, Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : SERI ULINA S. KEMBAREN

Nim : 087011121

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS ASAS HUKUM PERJANJIAN

DALAM PERJANJIAN LEASING DAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK (STUDI PADA PT. ADI SARANA ARMADA)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :SERI ULINA S. KEMBAREN

(6)

i

pembiayaan perusahaan pada dasar dilatarbelakangi oleh tuntutan ekonomi,

Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha, maka leasing menjadialternative untuk memenuhi kebutuhan usaha dari pihaklessee.

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing adalah lessor,lessee,suppUer dan kreditur, namun yang menjadi pihak utama dalam perjanjianleasingadalah lessordanlessee. Obyek dalam perjanjian sewa guna usaha / leasing adalah setiap aktiva tetap berwujud , dalam hal ini adalah kendaraan bermotor yaitu mobil.

Dalam praktek perjanjian sewa guna usaha/leasing d\PT Adi Sarana Armada (ASSA) Medan terdapat resiko dan hambatan dalam perjanjian leasing pada umumnya disebabkan oleh wanprestasi, Upaya atau cara yang dapat dilakukan oleh PT Adi Sarana Armada (ASSA) sebagai pihak lessee untuk mengatasi resiko atau hambatan tersebut diatas adalh tindakan- tindakan seperti pengenaan sanksi berupa denda dalam perjanjianleasing, penetapan jaminan yang harus diberikan oleh lessee dalam perjanjianleasing, penarikan kembali atau penguasaan kembali barang leasing oleh lessor, serta pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai upaya terakhir apabila tindakan-tindakaii tersebut belum berhasil.

(7)

ii economic demand.

The facility provided by a leasing company in its capacity as a payment institution is very helpful for the consumers who do not have enough money to buy the stuff to support their businesses. Therefore, leasing has become an alternative way to meet the needs of the lessee's business.

The parties involved in a leasing agreement are lessor, lessee, supplier and creditor, but the most important parties in a leasing agreement are lessor and lessee. The object in a leasing agreement is any tangible asset available, in this context, car is preferred.

In practice, the risks and constraints generally occurred related to the leasing agreement implemented by PT. Adi Sarana Armada (ASSA) and CV. Yoga Solafide Finance Medan are commonly caused bywanprestasi(one of the parties involved did not keep his/her promise as stated in the agreement they made).

The attempts that can be taken by PT. Adi Sarana Armada (ASSA) and CV. Yoga Solafide Finance Medan as lessors to overcome the risk or constraint mentioned above are to give a sanction in the form of fine in the leasing agreement, to set the amount of money/guarantee must be paid by the lessee in the leasing agreement, the lessors confiscate the leased stuff, and if these do not work, the lessors file their claim to the court of law.

(8)

iii

dengan berkat dan karuniaNya penulis dapat meyelesaikan tesis ini dengan judul

"ANALISIS YURIDIS ASAS HUKUM PERJANJIAN DALAM PERJANJIAN

LEASING DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK (STUDI: PT ADI SARANA ARMADA)".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan (M.Kn.) Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa saran dan masukan, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terimakasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH., MKn., Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., C.N., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S,H., C.N., M.Hum,selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini.

Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah berkenan memberi masukan

dan araha yang konstruktif dalam penulisan ini sejak tahap kolokium, senunar hasil

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna

dan terarah.

Ucapan terimakasih yang sebesar- besarnya juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumater Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Univesitas

(9)

iv

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberi dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan

penulisan tests ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberi dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan

tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumater Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan

dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama

mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staff dan Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan

kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi di Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun

2008 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

8. Kepada Staff dan Pegawai PT Adi Sarana Armada (ASSA) Medan yang telah

banyak membantu Penulis untuk memberikan informasi dalam hal

pengambilan data yang berkenaan dengan penulisan tesis ini. Sungguh

rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut

mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda T. Sembiring,

(10)

v

kepada Penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar

selalu diimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah

kepada kita semua.

Penyusunan tesis ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun

kenyataannya masih ditemukan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan

ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini.

Medan, Februari 2011 Penulis,

(11)

vi

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : SERI ULINA S. KEMBAREN

Tempat /Tanggal Lahir : Medan/10 AGUSTUS 1986

Agama : Kristen Protestan

Jems Kelamin : Perempuan

II. KELUARGA

Nama Orang Tua : 1. TAMBAH SEMBIRING,SH,MA

2. ROSITA SITEPU, BA

Nama Saudara Kandung : 1.JUNE KALVIN SEMBIRING KEMBAREN, SH

2.KURNIA YOYKE SEMBIRING KEMBAREN, ST

III.PENDIDIKAN

1. SD ST. ANTONIUSS II MEDAN

2. SMP ST. THOMAS 1 MEDAN

3. SMU ST. THOMAS 2 MEDAN

4. SI UNIVERSITAS PANCABUDI

(12)

vii

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATAPENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 8

A. Kerangka Teori ... 8

B. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 24

A. Sifat dan Jenis Penelitian ... 24

B. Sumber Data Penelitian ... 24

C. Alat Pengumpulan Data ... 26

D. Analisis Data ... 26

BAB II ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN TERIMPLEMENTASI DALAM PERJANJIAN LEASING INDONESIA ... 27

A. Implementasi Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian Leasing ... 27

(13)

viii

Pelaksanaan Perjanjian leasing di PT Adi Sarana

Armada (ASSA) ... 52

B. Cara Mengatasi Hambatan Yang Timbul pada Sistem dan Pelaksanaan Perjanjian Leasing di PT Adi Sarana Armada 57 BAB IV PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PARA PIHAK APABILA TERJADI SENGKETA DALAM PRAKTEK PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) DI PT ADI SARANA ARMADA (ASSA) ... 61

A. Pengertian Umum Perlindungan Konsumen ... 61

B. Tanggung Jawab Lesse dan Lessor terhadap Obyek Perjanjian di PT Adi Sarana Armada ... 65

C. Upaya Leasing yang dapat ditempuh oleh PT Adi Sarana Armada selaku Pihak Lessor Dalam Menyelesaikan Sengketa Berupa Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Konsumen Selaku Lessee di PT Adi Sarana Armada ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran-Saran ... 88

(14)

ix

Lessordisebut jugainvestor, equity holder, owner participants,atautruster owners.

Debitur,yaitu pihak yang memerlukan barang modal, barang modal dimana dibiayai

olehlesseedan diperuntukkan kepadalessor.

Kreditur atau Lender, yaitu pihak yang disebut juga dengan debt holders atau loan

participantsdalam suatu transaksileasing.Umumnyakrediturataulenderterdiri dari

bank,insurance company trustdan yayasan.

(15)

i

pembiayaan perusahaan pada dasar dilatarbelakangi oleh tuntutan ekonomi,

Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha, maka leasing menjadialternative untuk memenuhi kebutuhan usaha dari pihaklessee.

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing adalah lessor,lessee,suppUer dan kreditur, namun yang menjadi pihak utama dalam perjanjianleasingadalah lessordanlessee. Obyek dalam perjanjian sewa guna usaha / leasing adalah setiap aktiva tetap berwujud , dalam hal ini adalah kendaraan bermotor yaitu mobil.

Dalam praktek perjanjian sewa guna usaha/leasing d\PT Adi Sarana Armada (ASSA) Medan terdapat resiko dan hambatan dalam perjanjian leasing pada umumnya disebabkan oleh wanprestasi, Upaya atau cara yang dapat dilakukan oleh PT Adi Sarana Armada (ASSA) sebagai pihak lessee untuk mengatasi resiko atau hambatan tersebut diatas adalh tindakan- tindakan seperti pengenaan sanksi berupa denda dalam perjanjianleasing, penetapan jaminan yang harus diberikan oleh lessee dalam perjanjianleasing, penarikan kembali atau penguasaan kembali barang leasing oleh lessor, serta pengajuan gugatan ke pengadilan sebagai upaya terakhir apabila tindakan-tindakaii tersebut belum berhasil.

(16)

ii economic demand.

The facility provided by a leasing company in its capacity as a payment institution is very helpful for the consumers who do not have enough money to buy the stuff to support their businesses. Therefore, leasing has become an alternative way to meet the needs of the lessee's business.

The parties involved in a leasing agreement are lessor, lessee, supplier and creditor, but the most important parties in a leasing agreement are lessor and lessee. The object in a leasing agreement is any tangible asset available, in this context, car is preferred.

In practice, the risks and constraints generally occurred related to the leasing agreement implemented by PT. Adi Sarana Armada (ASSA) and CV. Yoga Solafide Finance Medan are commonly caused bywanprestasi(one of the parties involved did not keep his/her promise as stated in the agreement they made).

The attempts that can be taken by PT. Adi Sarana Armada (ASSA) and CV. Yoga Solafide Finance Medan as lessors to overcome the risk or constraint mentioned above are to give a sanction in the form of fine in the leasing agreement, to set the amount of money/guarantee must be paid by the lessee in the leasing agreement, the lessors confiscate the leased stuff, and if these do not work, the lessors file their claim to the court of law.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat mi sangatlah penting, untuk

memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan.

Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi

kebutuhan dana atau modal yang dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut diakibatkan

keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana, dan

keterbatasan lain yang mengaklbatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsmya1,

dan dalam hal tertentu tingkal resikonya lebih tinggi yang dikenal dengan lembaga

pembiayaan, yang menawarkan bentuk-bentuk baru terhadap pembenan dana atau

pembiayaan, yang salah satunya dalam bentuk sewa guna usaha atau lesing.

Pengertianleasingmenurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

No 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan pembiayaan adalah suatu kegiatan

pembiayaan dalam benyuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha

dengan Hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha

(Lessee)selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Sebagai suatu perjanjian, leasing mempunyai alas hukum yang pokok yaitu

asas hukum kebebasan berkontrak.2 Seperti yang terdapat pada pasal 1338 KUH

Perdata, yang disebutkan:

"Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang

bagi mereka yang membuatnya".3

1Munir Fuady,Hukum tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Prafctek),

CitraAditya Bakti, Bandung 2002. hal 2.

(18)

Setiap orang bebas melakukan perjanjian, asal perjanjian tersebut memenuhi

persyaratan-persyaratan mengenai sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti

yang diatur pada perundang-undangan, makaleasingberlaku sesuai dengan ketentuan

tentang perikatan seperti terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata, demikian

disamping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak terdapat beberapa alas

hukum lainnya yang lebih bersifat administratif dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep 38/MK/IV/1/1972, tentang Lembaga Keuangan yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK/011/1982.

2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustiran dan Menteri Perdagangan Repubiik Indonesia, Nomor Kep- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 30/Kbp/l/3974, tentang Perizinan Usaha Leasing.

3. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1988 tertanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan,

4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Repubiik Indonesia Nomor

1251/KMK.013/1988, tertanggal 20 Desember 1988, tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Repubiik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan,

5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/1990, tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas melalui perasahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing)

6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK/.01/1991, tertanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha.

7. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK. 017/2000, tertanggal 27 Oktober 2000, tentang Perusahaan Pembiayaan.4

Leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam sistem kerjanya

akan menghubungkan kepentingan beberapa pihak atau subjek perjanjian, yaitu:5

3R Subekti,KitabUndang-undang Hukum PerdataPT PradnyaParamita, Jakarta 1999. Hal 3.

4 Amin Widjaya Tunggal dan Arif Djohan, Aspek Yuridis dalam Leasing, Jakarta, Rineka 1994, hal. 7

(19)

1. Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, terdiri dari beberapa perasahaan.

Lessor disebut juga investor, equity holder, owner participants, atau truster

owners.

2. Debitur, yaitu pihak yang memerlukan barang modal, barang modal dimana

dibiayai olehlesseedan diperuntukkan kepadalessor.6

3. Kreditur atau Lender, yaitu pihak yang disebut juga dengan debt holders atau

loan participants dalam suatu transaksi leasing. Umumnya kreditur atau lender

terdiri dari bank,insurance company trustdan yayasan.

4. Supplies, yaitu penjual atau pemilik barang yang disewakan dapat terdiri dari

perasahaan yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di

luar negeri.7

Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan leasing sebagai perusahaan

pembiayaan sangat meringankan konsumen/ pasar yang kekurangan modal untuk

membeli alat pendukung usaha maka leasing menjadi alternatif. Demikian pula

kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh PT Adi Sarana Armada yang memberikan

kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan sarana transportasi di Kota Medan

dengan pembiayaan secara leasing. Sehingga Adi Sarana Armada dengan pihaklessor

hal ini PT ASSA dengan pihak lessee dalam hal ini konsumen dari PT Adi Sarana

Armada.

Hubungan lessor dan lessee merupakan hubungan timbal balik, menyangkut

pelaksanaan kewajiban dan peralihan suatu hak atau tuntutan kewajiban dan

menggunakan fasilitas pembiayaan, untuk itu para lessor atau lessee dibuat

(20)

perjanjian financial lesse atau kontrak leasing , dimana perjanjian dibuat dan

disepakati harus berbentuk perjanjian tertulis ,tidak ada ketentuan khusus apakah

harus dalam bentuk otentik atau akta dibawah tangan .Apabila ditinjau dari sudut

hokum yang berlaku di Indonesia, maka bukti yang paling kuat adalah bukti dalam

bentuk otentik, seperti diatur pada pasal 1870 KUH Perdata yaitu: "Suatu akta otentik

memberikan diantara para pihak serta ahli waris-ahli warisnya atau orang yang

mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat

didalamnya.

Berdasarkan pasal ini, maka beban pembuktian ada pada pihak yang

menyangkal kebenaran adanya akta otentik tersebut. Sedangkaa akta dibawah tangan

baru mempunyai kekuatan pembuktian jika pihak yang menandatangani akta

mengakui tangannya dalam akta tersebut, maka banyak perusahaanleasing membuat

perjanjian sewa guna usaha/leasing secara notaril.8

Dalam perjanjian dimana bentuk, syarat atau isi dituangkan dalam

klausul-telah dibuat secara baku (standart contract-contract) maka posisi hukum (recht

positie)pembeli tidak leluasa atau bebas dalam mengutarakan kehendak. Hal ini bisa

terjadi karena pembeli tidak mempunyai kekuatan menawar (bargaining power).

Dalam standart form contract pembeli disodori perjanjian dengan syarat-yang

ditetapkan oleh penjual, sedangkan pembeli hanya dapat mengajukan pada hak-hak

tertentu, umpamanya tentang harga, tempat penyerahan barang dan tata cara

pembayaran, dimana hal ini dimungkinkan oleh penjual .

(21)

Tentang hal-hal esensial Dalam perjanjian, umpamanya tentang pembatalan

perjanjian, cara menyelesaikan perselisihan, resiko perjanjian, tidak dapat ditawar

Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah tentang syarat-syarat dalam

perjanjian baku. Pada umumnya Dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih

menonjol dibandingkan dengan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat

atau klausal bagi pembeli merupakan kewaiiban-kewajiban saja. Sehingga dengan

antara hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang.

Kebebasan berkontrak akhirnya menjurus kepada penekanan oleh pihak

kepada pihak pembeli. Oleh karena itu, untuk memberi perlindungan hukum kepada

pembeli, maka perlu adanya pembatasan pada kebebasan berkontrak. Untuk itu

canpur tangan pemerintah guna melindungi pihak yang lemah dalam hal ini melalui

peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut penting karena mengingat menyangkut

kepentingan rakyat banyak dan pembangunan ekonomi.

Leasing termasuk bisnis yang loosely regulated dimana perlindungan para

pihaknya hanya sebatas itikad dari masing-masing pihak tersebut yang dituangkan

dalam bentuk perjanjian leasing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu

pihak dalam perjanjian tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai perjanjian,

sebagai contoh kelalaian pihak lessee dalam menjaga barang modal di tengah

berlangsungnya proses pelaksanaan leasing tersebut. Menyangkut terhindarnya dari

RESIKO adalah tidak terikatnya seorang lessee pada kemungkinan hilang atau

(22)

dalam pembayaran uang sewa atau pembayaran lain yang menjadi kewajiban lessee

dalam perjanjian.

Pelanggaran perjanjian dari pihak lessee tersebut dapat merugikan pihak

lessor terutama apabila kelalaiannya berpengaruh secara langsung kepada obyek

leased.

Maka dari uraian diatas dapat diangkat hal yang menarik untuk dibahas lebih

adalah bagaimana Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian dan

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak.

B. Permasalahan

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi

permasalahan dalam penulisan mi yang perlu mendapat kajian lebih lanjut adalah:

1. Apakah Asas-asas Hukum perjanjian (KUH Perdata) terimplementas! dalam

perjanjianleasingdi PT ASSA ?

2. Hambatan-hambatan hukum apa saja yang timbul pada pelaksanaan perjanjian

sewa guna usaha/leasingtersebut serta bagaimana cara mengatasinya?

3. Bagaimana perlindungan hukum para pihak apabila terjadi sengketa dalam

praktek perjanjian Sewa Guna Usaha di PT ASSA?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan mi adalah:

1. Untuk mengetahui apakah asas-asas Hukum perjanjian (KUH Perdata)

(23)

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan hukum yang timbul pada pelaksanaan

perjanjian sewa guna usaha/leasingserta bagaimana cara mengatasinya.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak apabila terjadi

sengketa dalam praktek perjanjian Sewa Guna Usaha di PT Adi Sarana

Armada (PT ASSA)

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan mamfaat, baik secara

teoritis maupun praktis yaitu:

1. Secara teoritis, kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

berupa sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian yang pada gilirannya

dapat memberikan andil bagi perkembangan ihnu hukum, khususnya

mengenai Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing

dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak.

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembangunan

hukum, terutama dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah dibidang

perjanjian sewa guna usaha/leasing.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap

hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada

sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang

menyangkut masalah "Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian

(24)

Akan tetapi penelitian tesis yang dilakukan oleh Elfi Yulianty yang berjudul

“Pengikatan Benda Bergerak Sebagai Jaminan Hutang dalam praktek Bank”. Dengan

permasalahannya adalah:

1. Bagaimana prinsip pengikatan benda bergerak sebagai jaminan hutang dalam

praktek perbankan danleasing?

2. Bagaimana pengaturan klausal kontrak pada perjanjianleasingdan perbankan

sebagai jaminan ?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap hukum penerima jaminan benda bergerak

yang tidak didaftarkan?

Dilihat dari titik permasalahannya masing-masing penelitian diatas, terdapat

perbedaan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian

penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi

permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan,yang untuk

menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat dengan lebih jauh

sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dan berkenaan

dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan apa yang diartikan dengan

unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada hukum. Teori juga merupakan sebuah

(25)

kebijakan maupun narasumber penting lainnya. Sebuah teori harus diuji dengan

menghadapkannya kepada fakta-fakta yang kemudian harus menunjukkan

kebenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai suatu permasalahan yang menjadi bahan perbandingan,

pegangan teoritis. Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka

teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny. H. Soemitro bahwa untuk

memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian selalu disertai

dengan pemikiran teoritis.9

Menurut Kaelan M.S landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan

dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah

bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.10

Oleh sebab itu kerangka teoritis sebagai suatu penelitian mempunyai kegunaan

sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi; 3. Teori biasanya merupakan suatu iktisar daripada hal-hal yang diteliti;

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.11

9Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm.37.

10

Kaelan M. S, Metode Penelitian KualUatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Indispliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukumdan

Seni),Paradigma, Yogyakarta,2005,hlmn. 239.

(26)

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan

sebagai pisau analitis dalam analisis. Secara konseptual, teori yang dapat dijadikan

acuan dalam Analisis Yuridis Asas Hukum Peijanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak adalah menggunakan teori keadilan dari

Aristoteles. Pandangan- pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan

dalam karyanyanichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam

buku nichomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang

berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat

hukumnya, "karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan"

yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan mesti

dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan

penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik

mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita

pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa

semua warga negara adalah sama di depan hukum. Kesamaanproporsionalmemberi

tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan

sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan

perdebatan seputar keadilan.12

Aristoteles dalam bukunya "Rethorica"mengatakan bahwa tujuan dari hukum

adalah menghendaki keadilan semata- mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh

(27)

kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.

Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur yaitu dengan memberikan

keadilan kepada setiap orang yang berhak ia terima serta memerlukan peraturan

tersendiri bagi setiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut maka menurut teori ini

hukum harus membuat apa yang dinamakan"Algemene Regel"(peraturan/ ketentuan

umum) yang mempunyai sifat sebagai berikut:

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya.

b. Sifat Undang- Undang yang berlaku bagi siapa saja. Asas kebebasan berkontrak dalam melakukan suatu perjanjian merupakan bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam melakukan perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom berhak melakukan perjanjian dengan individu lain atau masyarakat lainnya.

Namun demikian dalam praktek apabila kepastian hukum dikaitkan dengan

keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini

dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip

kepastian hukum, kemudian apabila pada prakteknya terjadi pertentangan antara

kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani

pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.13

Menurut Subekti, perianjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seseorang lain atau dimana itu saling berianji melaksanakan sesuatu hal.14

Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, mendefenisikan perianjian adalah suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak

13Ibid

(28)

berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.15

Asas kebebasan berkontrak dalam melakukan suatu perianjian merupakan

bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam

melakukan perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom

berhak melakukan perjanjian dengan individu lain atau masyarakat lainnya.

Hukum kontrak di Indonesia diatur dalam Buku III KUH Perdata Bab Kedua

yang mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau

persetujuan. Pengertian kontrak dengan persetujuan adalah sama seperti terlihat yang

didefenisikan pada Pasal 1313 KUH Perdata. Hukum kontrak hanya mengatur aspek

tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.16

Sekalipun demikian mungkin kontrak adalah bagian yang kurang menonjol

dari Hukum yang hidup (Living Law) dibandingkan bidang lain yang berkembang

berdasarkan hukum kontrak atau pemikiran tentang kontrak.17

Asas-asas Hukum Kontrak di Indonesia

Menurut Paul Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang

terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam

aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenaan

dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang

15

R. Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian,Sumur, Bandung, 1991 hal.9 16 Lawrence F. Friedman, American Law Introduction, Second Edition, Hukum Amerika sebuah pengantar (Penerjemah Wisnu Basuki), PT.TataNusa, Jakarta 200l,hal 195

(29)

penjabarannya18 Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang

konkrit, misalnya "asas konsensualitas" yang terdapat dalam pasal 1320 KUH

Perdata yaitu, "Sepakat mereka yang mengikatkan dirt". Untuk menemukan asas

hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.19

Dalam tulisannya Johannes Gunawan menyebutkan, ada asas-asas Hukum

Kontrak yang tersirat dalam Kitab KUH Perdata yaitu, Asas kebebasan Berkontrak,

Asas Mengikat Sebagai Undang-Undang, Asas Konsensualitas, dan Asas Itikad

Baik20

a. Asas Kebebasan Berkontrak(Freedom of Contract)

Latar Belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya

paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman

Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristem dan berkembang pesat

pada zaman renaisance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot,

Thomas Hobbes, John Locke dan Rpusseau.21 Asas kebebasan berkontrak

terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Kebebasan dalam membuat

perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban

dalam perjanjian yang disepakati. Menurut Subekti dalam bukunya Hukum

Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan

bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang

18

J J.H. Bruggink (alih bahasa Arief Sidharta),Refleksi Tentang Hukum,PT. Citra Adytia Bakti,

19

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum, Liberty,Yogyakatta, 1999, Hai.34-35

20

Johannes Gunawan,Op. cit. hal47 dan juga lihat Mariam Darns Badrulzaman,KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,Alumni Bandung, 1993 Hal. 108

(30)

berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan Undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum.22 Kebebasan berkontrak bukan berarti para

pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap

mengindahkan syarat-syarat sahnya perjanjian, maupun syarat khusus untuk

perjanjian-perjanjian tertentu.

Pendekatan terhadap asas kebebasan berkontrak berdasarkan hukum alam,

dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes. Grotius sebagai penganjur

terkemuka dari ajaran hukum alam berpendapat bahwa hak untuk mengadakan

perjanjian adalah hak asasi manusia. Ia beranggapan, suatu kontrak adalah suatu

tindakan sukarela dari seseorang yang berjanji satu sama lain dengan maksud orang

lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji karena suatu janji tidak dapat

memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan janji itu. Selanjutnya Hobbes

menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai kebebasan manusia yang

fundamental. Kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental manusia dapat

dialihkan.23

Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga

kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.24Asas ini tersirat dalam pasal

1338 KUH Perdata, pada intinya menyatakan bahwa terdapat kebebasan membuat

kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban dan kesusilaan.

22

Subekti,Op.cit.Hal.13

23 Sutan Remy

Sjahdeini,Kebebasan Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian,Institut Bankir Indonesia (IBI) Jakarta1993, Hal. 18-20

24Munir Fuady,Pengantar Hukum Bisnis,

(31)

Subekti dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata, menyebutkan orang leiuasa

untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau

kesusilaan, pada umumnya juga boleh mengenyampingkan peraturan-peraturan yang

termuat dalam buku III karena Buku III merupakan "hukum pelengkap" (aanvulled

recht) bukan hukum keras atau hukum yang memaksa25 meliputi lima macam

kebebasan, yaitu:

a) Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.

b) Kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan tertutup kontrak.

c) Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak

d) Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak.

e) Kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak.

Menurut Felix.O.Soebagjio, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, bukan

berarti dapat dilakukan bebas-sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan yang

diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.26 Dengan demikian kita melihat

bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUH Perdata, akan tetapi bersifat

universal.27

Sehubungan dengan itu, teori-teori hukum Common Law tertentu

memperbolehkan untuk membatalkan kontrak-kontrak yang bersifat menindas atau

25

Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata,CetKe-XXXIII, PT. Intermasa, Jakarta 2005.Hal128.

26

Felix. O. Soebagjo,Perkembangan Asas-asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis Selama 25 Tahun terakhir,Disampaikan dalam pertemuan Ilmiah "Perkembangan Hukum kontrak dalam praktek bisnis di Indonesia", diselenggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Naslonal, Jakarta 18 dan 19 Februari 1993.

(32)

adanya unsur ketidakadilan sebagai bentuk adanya pembatasan kebebasan berkontrak,

Dorongan pembatasan kebebasan berkontrak tampil kepermukaan guna lebih

menyediakan ruang dan peluang lebih besar pada pengertian-pengertian keadilan,

kebenaran, kesusialaan serta ketertiban umum. Karenanya kontrak merupakan dasar

dari banyak kegiatan bisnis dan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya

kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun.

b. Asas Mengikat Sebagai Undang undang.

Pacta Sunt Servanda, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak

yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.28 Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya dan perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain oleh

Undang-Undang. Dan Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu hal yang

lebih penting yang patut diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau

Undang-Undang.29 Asas hukum ini, telah meletakkan posisi perjanjian yang dibuat oleh

masyarakat menjadi Undang-Undang baginya sehingga Negara tidak berwenang lagi

ikut campur tangan dalam perjanjian.

Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan yang tak terbatas, karena tetap ada

batasannya dan akan ada akibat hukum yang tirobul terhadap kebebasan yang terbatas

itu.

28

C.S.T. Kansil,Pengantar Hukum Dan TataHukumIndonesia,PN Balai PustakaJakarta 1983, Hal. 48

(33)

Sutan Remi Sjahdeini, menyebutkan adanya batas-batas kebebasan

berkontrak, yaitu bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau

suatu public policy, maka kontrak tersebut menjadi illegal. Public policy amat

tergantung kepada nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat30

Asas ini tercantum dalam pasal yang sama dengan pasal yang berisi asas

kebebasan berkontrak, yaitu pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa

"Semua kontrak yang dibuat secara sah akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi

para pihak dalam kontrak tersebut". Pemuatan dua asas hukum, yaitu asas kebebasan

berkontrak dan asas mengikat sebagai Undang-Undang di dalam satu pasal yang

sama, menurut logika hukum berarti:

1. Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang

lainnya.

2. Kontrak baru akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak dalam

kontrak tersebut, apabila di dalam pembuatanhya terpenuhi asas kebebasan

berkontrak yang terdiri atas lima macam kebebasan.31

Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai

kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi

pihak-pihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan

kekuatan undang-undang, sehingga istilah Pacta Sunt Servanda berarti "Janji itu

mengikat". Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada

30

Sutan Remi Sjahdeini,Op.citHal. 41.

31Johannes Gunawan,"Reorientasi Hukum Kontrak di Indonesia", (2003)Jurnal Hukum

(34)

apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang

dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.32

c. Asas Konsensualitas(Consensualitas)

Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUH Perdata, bahwa sebuah

kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi

kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak

sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan

tidak diperlukan formalitas tertentu.33Banyak pertanyaan, kapan saatnya kesepakatan

dalam perjanjian itu terjadi. Kesepakatan itu akan timbul apabila pihak para yang

membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada disatu tempat dan

disitulah terjadi kesepakatan itu. Akan tetapi dalam surat menyurat, sehingga juga

timbul persoalan kapan kesepakatan itu terjadi. Hal ini penting dikarenakan untuk

perjanjian-perjanjian yang tunduk pada asas konsensualitas, saat terjadinya

kesepakatan merupakan saat terjadinya perjanjian.34 Kekuatan mengikat dan suatu

kontrak adalah lahir ketika telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas

konsensualitas, dimana para pihak yang berjanji telah sepakat untuk meningkatkan

dirinya dalam suatu perjanjian menurut hukum.

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut

ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat

dimana pihak yang melakukan penawaran(efferter)menerima yang termaktub dalam

32

MariamDarusBadrulzaman,dkk, Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra AdytiaBakti, Bandung, 2001. Hal.88.

33

Johanes Gunawan,Op cit

34

(35)

surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan.

Bahwasanya mungkin ia tidak membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu

yang sesingkat-singkatnya.35

Menurut Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan

Syahrini,ontvangs theoriedanverneming theoriedapat dikawinkan sedemikian rupa,

yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pada saat surat

penerimaan sampai kepada alamat penawar (ontvangs theorie),tetapi dalam keadaan

luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu

mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai

dialamatnya, misalnya karena bepergian atau sakit keras.36

Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata, dalam istilah

"semua". Kata-kata "Semua" menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan

untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan

perjanjian37

d. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)

KUH Perdata, Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan

itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit apa

yang dimaksud dengan "itikad baik". Akibatnya orang akan menemui kesulitan dalam

menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik merupakan suatu

35

Subekti,HukumPerjanjian,Intermasa, Jakarta Get VI.1979,Hal.29-30

36Riduan Syahrini,Op.cit.Hal. 216

(36)

perjanjian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran

manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan

Khairandy, memang dalam kenyataanya sangat sulit untuk mendefenisikan itikad

baik.38 Dalam praktek pelaksanaan perjanjian sering ditafsirkan sebagai hal yang

berhubungan dengan kepatutan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.

Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam

situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak

melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap

perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat tertentu.39

Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan

terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negoisasi, karena itikad

baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau

setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian terhadap

pemberlakuan asas itikad baik ini, Suharmoko menyebutkan bahwa secara implisit

Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah

harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra kontrak dapat

diminta pertanggungjawabkan berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari.40

Subekti, dalam bukunya hukum perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik

itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam buku perjanjian.41

38

Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasaijana Fakultas Hukum Universitas Indonesiajakarta 2003,Hal 129-130

39Suharmoko,Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus,Prenada Media, Jakarta 2004, Hal. 5 40

Ibid, hal 8-9

41

(37)

Sehingganya Riduan Syahrani menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan

perjanjian peranan itikad baik(te goeder trouw)sungguh mempunyai arti yang sangat

penting sekali.42 Pemikiran ini berpijak dari pemahaman bahwa itikad baik

merupakan landasan dalam melaksanakan perjanjian dengan sebaik baiknya dan

semestinya.

Asas itikad baik menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi

kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam hukum kontrak

itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua kontrak harus

ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah yaitu

hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi

membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking vande goeder

trouw).43Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi perjanjian yang telah

dibuat oleh para pihak. Tidak semua ahli hukum dan pengadilan menyetujui fungsi

ini, karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan memaksa, sehingganya

masih dalam perdebatan dalam pelaksanaannya,

Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam

KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan

itikad baik, pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata hanyalah disebutkan bahwa

perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan "itikad baik".

42

Riduan Syahrani,Op.cit.Hal.259

(38)

Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik(te goeder trouw)yang sering

diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu;

1) itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian,

dan

2) itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang

timbul dari hubungan hukum tersebut.44

Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga

masih terjadi perdebatan mengenai bagaimana sebenarnya makna dari itikad baik itu.

Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang

ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat

Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap perbuatan

ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan perjanjian

adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum Indonesia

menganggap itikad baik bersifat subjektif. Akan tetapi sebagaimana dikutip Riduan

Syahrini dalam bukunya Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian,

menyebutkan para kalangan ahli hukum Belanda antara lain Hoftmann dan Volmar

menganggap bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada

itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah kepatutan

(billijkheid redelijkheid).45

2. Konsepsi

Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan

bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan

(39)

penulis, Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,46 yang disebut sebagai defenisi

operasional.

Dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi

operasional sebagai berikut:

1. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan

dan tercapainya kebijakan tersebut.

2. Asas kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap

orang boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun

dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam

perjanjian yang disepakati.

3. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada atau

dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

4. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk

penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan

untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara

berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli

barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu

tertentu , berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan

hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang

46

(40)

bersangkutan atau memperpanjang waktu leasingberdasarkan nilai sisa uang

yang telah disepakati bersama.

5. Perlindungan Hukum adalah adanya kepastian hukum, artinya pada suatu

perjanjian leasing setiap pihak dilindungi oleh hukum karena dibuat secara

otentik, yang memiliki sanksi-sanksi apabila para pihak tidak melaksanakan

hak dan kewajibannya.

6. Para pihak adalah orang perorangan yang sepakat melakukan perjanjian yang

harus memenuhi suatu hak dan kewajiban.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Dalam penulisan ini penulis menggunakan spesifikasi penelitian bersifat

deskriptis-analitis,yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu

hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.

Dalam penelitian ini akan digambarkan peraturan perundang-undangan

mengenai perjanjian sewa gunausaha/leasingkemudian dikaitkan dengan pernyataan

dalam pelaksanaan implementasi asas hukum perjanjian dalam perjanjianleasingdan

perlindungan hukum bagi para pihak di PT Adi Sarana Armada. Melalui

penggambaran tersebut kemudian dilakukan analisa.

Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan hukum yuridis

normatif yaitu metode yang melakukan penelitian dengan mengkaji peraturan

perundang-undagan atau efektifitas hukum yang berlaku dalam masyarakat.

2. Sumber Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

(41)

informan yakni 1 orang staff legal PT Adi Sarana Armada (ASSA). Sedangkan data

sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan

kepustakaan yang terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer, bahan hukum yang mengikat yang berasal dari peraturan

perundang-undangan yaitu:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Kep.Men.Keu Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna

Usaha

c. Kep.Men.Keu.RI Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan

Pembiayaan

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu:

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, yaitu buku-buku

dan sumber bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, karya ilmiah

dari kalangan hukum serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

3. Bahan Hukum tertier, yaitu:

Bahan pendukung diluar bidang hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum,

ensiklopedia, surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan

materi penelitian ini.47

47 Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo,

(42)

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Kepustakaan (Library research) yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti

b. Studi Lapangan (Field Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan

wawancara yang menggunakan pedoman wawancara yang akan dijadikan

sebagai data pendukung atau pelengkap.

4. Analisis Data

Setelah semua data sekunder diperoleh melalui penelitian Kepustakaan

(Library Research) serta data pendukung yang diperoleh dari penelitian Lapangan

(Field research), maka dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui

keabsahannya, kemudian data diseleksi, diolah, dan dikelompokkan atas data yang

sejenis, dianalisis sesuai dengan peraturan terhadap data yang sifatnya kualitatif

ditafsirkan secara yuridis,48 Logis yang dituangkan secara sitematis dalam bentuk

karya ilmiah.

48 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991,

(43)

BAB II

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN TERIMPLEMENTASI DALAM PERJANJIAN LEASING INDONESIA

A. Implementasi Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian Leasing. 1. Leasing sebagai suatu Perikatan

Perikatan berasal dari bahasa Belanda " verbintenis" atau bahasa Inggris

"binding", yang dalam Bahasa Indonesia selain diterjemahkan sebagai 'perikatan',

juga ada yang menterjemahkan sebagai 'perutangan49. Sedangkan menurut Subekti,

mendefenisikan bahwa suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua

pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang

lain, dan pihak yang lain itu berkgwajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut50.

Menurut pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tiap-tiap perikatan itu

dilahirkan dari:

a. Perjanjian,

b. Undang-Undang.

Kata " Undang-undang" disini mempunyai arti baik secara formil maupun

secara materil meskipun sesungguhnya kata Undang-undang itu terjemahan dari

bahasa Belanda:wet namun dapat diartikan baik menurut peraturan (hukum) tertulis

maupun tidak tertulis.

Dari uraian tersebut jelas bahwa suatu perikatan adalah hubungan hukum

yang terjadi, baik karena perjanjian maupun karena hukum tertulis dan atau hukum

49Ny. Sri Soedewi masjhoen Sofran,"Pengantar Hukum Perdata Internasioanal Indonesia, BinaCipta, 1987, Hal 23

(44)

tidak tertulis. Disebut sebagai "perikatan" karena hubungan hukum ini sifatnya

mengikat segala kewajiban yang muncul dari adanya perikatan itu. Serta dapat

dipaksakan secara hukum. Jadi suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat

dipaksakan adalah bukan perikatan.

Dalam perikatan minimal ada dua pihak, pihak kesatu sebagai pihak yang

berkewajiban sebagai pihak yang berhak. Konsekwensinya, bila suatu prestasi Dalam

perikatan tidak dilaksanakan oleh yang berkewajiban atau sebaliknya, maka secara

hukum pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhan janji itu secara paksa atau

menuntut ganti rugi.51

Dengan perkataan lain, hubungan hukum telah menimbulkan akibat hukum

yaitu hak(right)dan kewajiban(duty/obligation)karena persetujuan atau kesepakatan

para pihak dan atau karena undang-undang atau hukum tidak tertulis (hukum adat)

yang menentukan demikian tanpa perlu ada persetujuan atau kesepakatan para pihak

terlebih dahulu. Perikatan lahir dari hukum tergolong Dalam dua klasiflkasi yaitu :

perikatan karena hukum saja dan perikatan karena hukum sehubungan dengan

perbuatan melawan hukum diatur Dalam pasal 1365 KUH Perdata, sedangkan

perikatan sehubungan dengan perbuatan orang yang tidak melawan hukum, misalnya

melakukan pembayaran yang tidak diwajibkan diatur Dalam pasal 1359 KUH

Perdata. Dari berbagai pembahasan diatas jelaslah bahwa leasing sebagai suatu

perikatan adalah perikatan yang lahir dari suatu perjanjian, bukan karena hukum.

Dengan demikian kesepakatan para pihak lessee dan lessor adalah syarat utama

(45)

sahnya perikatan Dalam perjanjian leasing. Leasing tidak termasuk perikatan yang

lahir atau berdasarkan hukum karena perbuatan orang yang tidak melawan hukum,

karena dalam perikatan jenis ini tidak disaratkan adanya suatu kesepakatan terlebih

dahulu. Hal ini tampak dari diktum pembukaan pada pasal 2 Perjanjian Sewa Guna

Usaha yang secara tegas menyatakan lease agreement adalah suatu "perjanjian" atas

dasar kesepakatan. Adapun isi kesepakatannya adalah pengadaan barang modal yang

pembiayaannya langsung disediakan oleh perusahaan sewa guna usaha (lessor) dan

sebagai kontra prestasi dari lessee adalah sejumlah uang yang harus dibayar kepada

lessorselama jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang dibuat

bersama-sama.52

Memahami isi perjanjian sewa guna usaha (lease agreement) tersebut dapat

disimpulkan bahwa prestasi (kontra prestasi) dalam perjanjian leasing adalah suatu

kewajiban dan syarat dalam(promissory condition).Dikatakan demikian karena salah

satu pihak, dalam hal ini lessor, terlebih dahulu wajib menyetujui memberikan

fasilitas kepadalessee(prestasi) Karena masing-masing pihak mempunyai kewajiban,

maka perjanjianleasing dapat juga disebut "perjanjian bilateral". Dalam Black's Law

Dictionary perjanjian bilateral diartikan sebagai: "Bilateral (or resiprocal) contracts

are those by which the parties expressly enter into mutual engangements, such as sale

of hire" (perjanjian bilateral, atau timbal balik adalah perjanjian yang para pihaknya

masing-masing berjanji, seperti misalnya dalam jual beli dan sewa). Hal ini

membedakan dari perjanjian yang unilateral dimana salah satu pihak saja yang

(46)

melakukan prestasi tanpa menerima balasan janji atau berjanji untuk melakukan

kontra prestasi dari lawannya.53

Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi perjanjian dalam

dua macam, yaitu: perjanjian cuma-cuma ialah perjanjian dengan mana pihak yang

satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lainnya tanpa menerima suatu

manfaat bagi dirinya sendiri, sedangkan perjanjian atas beban ialah suatu perjanjian

yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau

tidak berbuat sesuatu. Dari konstruksi pasal 1314 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata ini, jelasleasingtermasuk "perjanjian atas beban", karena inti dari perjanjian

atas beban ini tidak lain adalah beban untuk melakukan sesuatu prestasi yang haras

dibalas dengan suatu kontra prestasi. Dengan demikian sama dengan perjanjian

bilateral sebagaimana dikemukakan sebelumnya.

Sebaliknya, dari segi hubungan antara prestasi para pihak,Vollmar

mengkualifisir perjanjian sebagai perjanjian timbal balik dan perjanjian atas beban.

Pada perjanjian timbal balik prestasi dan kontra prestasi para pihak tidak terdapat

hubungan karena kedua prestasi para pihak tersebut adalah merupakan prestasi

pokok. Selanjutnya Vollmar mencontohkan perjanjian timbal balik ini misalnya jual

beli dan atau sewa menyewa.54 Sedangkan dalam syarat potestatif perjanjian atas

beban antara prestasi dengan kontra prestasinya ada hubungan, yang dalam hal ini

53

Pasal 5 perjanjian Sewa Guna Usaha ,menyiratkan kewajiban dan syarat bagi penguasaan obyek sewa guna usaha(lease agreement)

(47)

kontra prestasinya merupakan suatu syarat potestatif yaitu suatu syarat

pemenuhannya sama sekali tidak terletak dalam kekuasaan salah satu pihak yaitu

kreditur, karena bila syarat itu tergantung pada orang yang terikat debitur, maka

perikatan itu adalah batal (Pasal 1265 KUH Perdata) . Dari sudut pandang Volhnar

ini, leasing tergolong dalam "perjanjian timbal balik", karena merupakan perjanjian

atas beban bilateral. Dalam Black's Law Dictionary ini disebut dengan reciprocal

yaitu suatu perjanjian yang prestasi maupun kontra prestasinya merupakan kewajiban

atau prestasi pokok. Jadi antara keduanya tidak ada hubungan sebagaimana yang

terdapat Dalam perjaajian atas beban unilateral.

Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa "syarat

batalnya suatu perjanjian dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian, manakala

salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya". Dari konstruksi pasal ini, bila

salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya, maka perjanjian itu dapat dimintakan

pembatalan. Terdapatnya kewajiban para pihak secara timbal balik dalam perjanjian

leasing, dapat dimaknai sebagai berikut: "manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya", karena hanya pihak yang mempunyai kewajiban saja yang dapat

dikatakan tidak memenuhi kewajiban,

2. Asas kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Leasing

Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kepada

lessorselama jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang dibuat

(48)

Memahami isi perjanjian sewa guna usaha (lease agreement) tersebut dapat

disimpulkan bahwa prestasi (kontra prestasi) dalam perjanjian leasing adalah suatu

kewajiban dan syarat {promissory condition). Dikatakan demikian karena salah satu

pihak, dalam hal ini lessor, terlebih dahulu wajib menyetujui memberikan fasilitas

kepada lessee (prestasi), dengan sejumlah syarat tertentu yang pada akhirnya

merupakan suatu kewajiban maka perjanjian leasing dapat juga disebut perjanjian

bilateral". Dalam Black's Law Dicitonary perjanjian bilateral diartikan sebagai :

Bilateral (or resiprocal) contracts are those by -which the parties expressly enter into

mutual engangements, such as sale of hire (perjanjian bilateral, atau timbal balik

adalah perjanjian yang para pihaknya masing-masing berjanji, seperti misalnya dalam

jual beli dan sewa). Hal ini membedakan arti perjanjian yangunilateral dimana salah

satu pihak saja yang melakukan prestasi tanpa menerima balasan janji atau berjanji

untuk melakukan kontra prestasi dari lawannya.

Para pihak untuk melakukan perbuatan hukum, Pasal 1330 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata menegaskan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk

membuat perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c. Orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang telah

dilarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Sedangkan subyek hukum yang cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian,

(49)

a. Orang-orang pribadi

b. Badan Hukum(legal entity)55

Pasal 1654 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah dasar hukum yang

menyatakan badan apa saja yang dapat melakukan perbuatan hukum atau menjadi

pihak/subyek dalam suatu hubungan hukum. Ketentuan ini menegaskan bahwa

"semua perkumpulan yang sah, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata"

selanjutnya tidak ada penjelasan dalam kitab Undang-undang hukum perdata tentang

apa yang merupakan badan yang sah itu, tetapi mengkualifisir perkumpulan atau

badan yang sah itu dalam dua golongan yaitu:

a. Perseroan sejati (badan usaha);

b. Perhimpunan orang (badan/organisasi sosial) atau perkumpulan dalam arti

sempit.

Keberadaan perkumpulan-perkumpulan ini harus diakui oleh kekuasaan

umum dan dibolehkan atau didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak

bertentangan dengan undang-undang/kesusilaan (Pasal 1653 KUH Perdata).

Dihadapkan dengan leasing, maka Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I.

No. Kep-448/KMK.017/2000 tentang perizinan usaha leasing menetapkan bahwa

usaha leasing hanya dapat dilakukan oleh lembaga keuangan dan badan usaha baik

yang untuk perusahaan nasional maupun perusahaan campuran, yang sebelumnya

harus mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan didirikan berdasarkan hukum

(50)

Indonesia khusus untuk usaha sebagai agen tunggal harus mendapat Izin Departemen

Perdagangan dan atau Departemen Perindustrian (Pasal 2 ayat 1 dan 2; pasal 4 ayat

2). Sedangkan pihak lainnya (lessee) adalah orang-orang tertentu yang bertindak

untuk dan atas nama badan usaha yang dipimpinnya, yang tentu pula didirikan atas

hukum Indonesia. Oleh sebab itu pada pembukaan perjanjian sewa guna usaha pada

PT ASSA telah disebutkan siapa saja yang menjadi subyek perjanjian yaitu,

perusahaan sebagai pihaklesseedan orang- perorangan sebagai pihaklessor.

Kemudian tentang syarat-syarat "hal yang tertentu" atau "sebab yang halal"

disini diartikan bahwa dalam suatu perjanjian harus mempunyai pokok (obyek)

sesuatu barang, jumlahnya dapat ditentukan pada waktu dibuatnya perjanjian (Pasal

1333 KUH Perdata). Bila dilihat dari bahasa belanda, maka terjemahan kata "Barang"

dalam pasal 1333 tersebut berasal dari kata "zaak" , yang menurut kamus Umum

Indonesia:

1) Benda (barang);

2) Usaha (Perusahaan);

3) Sengketa (perkara);

4) Pokok persoalan;

5) Sesuatu yang diharuskan56;

Sedangkan perihal "sebab yang halal" dijelaskan sebagai sebab yang tidak

terlarang atau tidak bertentangan dengan undang-undang, sebab yang sesuai dengan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sebuah pipa lurus, air mengalir dari penampang kecil yang luasnya 10 cm2 dengan cepat aliran 10 cm/dt menuju penampang besar yang luasnya 30 cm2.. Dalam sebuah pipa lurus,

Saran-saran yang dianggap perlu dikemukakan disini guna perbaikkan dan pengembangan system lebih lanjut pada masa yang akan datang, serta dijadikan sebagai bahan rujukan oleh

!alam kondisi kedaruratan bencana diperlukan sebuah institusi yang menjadi pusat komando dan koordinasi kedaruratan bencana sesuai lokasi dan tingkatan bencana terjadi. +ntuk

Alur informasi tingkat kepuasan pelayanan kantor desa terhadap masyarakat desa yang akan diterapkan oleh perangkat desa dengan capaian tingkat kepuasan selanjutnya

Terdapat beberapa siswa di SMP Mutiara Persada yang memiliki persepsi negatif terhadap Guru Bimbingan dan Konseling. Beberapa siswa tersebut masih setuju dengan

Dengan demikian, instrumen baku penilaian kualitas LKS tematik subsains SD kelas tinggi yang telah dikembangkan ini dapat digunakan untuk memperoleh data apa adanya tentang

Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer , (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.. Meminjam uang pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau sumber-sumber yang lainnya

selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan