• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak subsidi suku bunga pinjaman terhadap ekspor udang Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak subsidi suku bunga pinjaman terhadap ekspor udang Indonesia"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPOR UDANG INDONESIA

MIRANTI PUSPADEWI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi Dampak Subsidi Suku Bunga Pinjaman terhadap Ekspor Udang Indonesia adalah karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Miranti Puspadewi

(4)
(5)

ABSTRAK

MIRANTI PUSPADEWI. Dampak Subsidi Suku Bunga Pinjaman terhadap Ekspor Udang Indonesia. Dibimbing oleh NOVINDRA.

Udang menjadi salah satu produk unggulan hasil perikanan terutama dalam kegiatan ekspor. Pengembangan perdagangan udang Indonesia mengalami hambatan baik pada pasar domestik maupun pasar internasional (ekspor). Hambatan pada pasar domestik yaitu kontinuitas pasokan terutama untuk bahan baku pada industri udang beku dan olahan, serta kesulitan nelayan dan pengusaha perikanan skala kecil dan menengah dalam mendapatkan pinjaman. Pada pasar internasional hambatan terjadi dikarenakan produk udang Indonesia belum mampu memenuhi syarat mutu produk. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan di pasar domestik dan ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang yang berkaitan mutu, serta mengevalusi dampak kebijakan subsidi suku bunga pinjaman terhadap penawaran, permintaan, dan jumlah ekspor udang Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series tahun 1989-2011. Model perdagangan udang Indonesia dibangun sebagai sistem persamaan simultan dan diestimasi menggunakan metode Two Stage Least Square (2SLS). Spesifikasi model Perdagangan Udang Indonesia terdiri dari 32 persamaan (21 persamaan struktural dan 11 persamaan identitas). Kebijakan subsidi suku bunga pinjaman akan meningkatkan produksi udang (segar, beku, olahan), sehingga akan meningkatkan ekspor udang (segar, beku, olahan) Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang.

(6)

ABSTRACT

MIRANTI PUSPADEWI. The Impact of Loan Interest Rate Subsidy of Indonesia Shrimp Export. Supervised by NOVINDRA.

Nowadays, shrimp becoming primary fisheries product of export activity. Growth of Indonesia shrimp trading had several issues both in domestic and international (export). Domestic market obstacles shrimp were supply continuity in frozen and prepared shrimp industry and also fisherman and fishery sellers at small and medium range typically difficult to got loan. International market obstacle happened because Indonesia shrimp product still not legalized related standard. The aims of this research were to analyzed factors that influenced in supply and demand of domestic market and export to United States of America and Japan related to the subsidy law affect toward supply demand and Indonesia shrimp export quantity.This research used time series data from 1989-2011. Indonesia shrimp tranding model built as simultan equation system and estimated by two stage least square (2SLS) method. Indonesia shrimp tranding spesification model divided into 32 equations (21 structural equations and 11 identity equations). Loan rate subsidy law will increasing shrimp production (fresh, frozen, prepared) that encourage shrimp export capacity from Indonesia to United States of America and Japan.

(7)

DAMPAK SUBSIDI SUKU BUNGA PINJAMAN TERHADAP

EKSPOR UDANG INDONESIA

MIRANTI PUSPADEWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Moehamad Alimin (Alm) dan ibunda Dra.Rapiah atas segala do’a, semangat, dukungan moril dan materil serta curahan kasih sayangnya kepada penulis.

2. Novindra, S.P, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan semangat, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.

3. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji utama ujian akhir skripsi dan Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan. 4. Bapak Ono Juarno sebagai sumber inspirasi penulis dalam menulis karya

ilmiah ini. Terima kasih atas bantuan dalam pencarian data serta saran yang sangat membangun dalam penulisan karya ilmiah ini.

5. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani kuliah.

6. Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.

7. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

8. Tante Yani (Alm), Tante Rina, Om Zulkifli (Alm), Abang Razi, Kang Dian serta keluarga besar penulis yang telah sabar memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

9. Teman-teman sebimbingan: Anggi, Astari, Dewi, Debora, Debbie, Neneng, dan Satria, serta Lina yang telah membantu penulis mengolah data. Teman-teman ESL 47 dan Teman-teman seperjuangan Minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan atas kebersamaannya selama ini.

10.Sahabat-sahabat penulis: Avie, Wina, Erwan, Dini, Syiva, Retno, Naya, Intan, Donna, Syafira, Melin, Katy, Rama, teman-teman di kosan PCH dan lainnya yang telah menemani dan mendukung dalam suka dan duka.

11. Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Bogor, Januari 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Profil Udang ... 9

2.2. Perkembangan Produksi Udang ... 10

2.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Udang di Indonesia ... 13

2.4. Kebijakan Pemerintah Terkait Produktivitas Tambak ... 14

2.5. Kebijakan Pemerintah Terkait Peningkatan Mutu Udang ... 16

2.6. Penelitian Terdahulu ... 17

III. KERANGKA PENELITIAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Udang ... 23

3.1.2. Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku ... 24

3.1.3. Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan ... 25

3.1.4. Fungsi Ekspor Udang ... 26

3.1.5. Harga Udang ... 27

3.1.6. Model Persamaan Simultan ... 29

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

IV. METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 32

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 32

4.3. Spesifikasi Model ... 32

4.3.1. Blok Produksi... 34

4.3.1.1. Permintaan Faktor Produksi ... 34

4.3.1.2. Produksi Udang Tambak ... 34

4.3.1.3. Produksi Udang Penangkapan ... 35

(14)

4.3.1.5. Produksi Udang Beku Indonesia ... 36

4.3.1.6. Produksi Udang Olahan Indonesia ... 36

4.3.2. Blok Permintaan dan Penawaran Udang Indonesia ... 37

4.3.2.1. Permintaan Udang Segar Domestik ... 37

4.3.2.2. Permintaan Udang Beku Domestik ... 38

4.3.2.3. Permintaan Udang Olahan Domestik ... 38

4.3.2.4. Permintaaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku ... 38

4.3.2.5. Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan .. 39

4.3.2.6. Penawaran Udang Segar Domestik ... 40

4.3.2.7. Penawaran Udang Beku Domestik ... 40

4.3.2.8. Penawaran Udang Olahan Domestik ... 40

4.3.2.9. Harga Riil Udang Segar Domestik ... 41

4.3.2.10. Harga Riil Udang Beku Domestik ... 41

4.3.3. Blok Ekspor Udang Segar Indonesia ... 42

4.3.3.1. Penawaran Ekspor Udang Segar Indonesia ... 42

4.3.3.2. Total Ekspor Udang Segar Indonesia ... 43

4.3.3.3. Harga Riil Ekspor Udang Segar Indonesia ... 44

4.3.4. Blok Ekspor Udang Beku Indonesia ... 44

4.3.4.1. Penawaran Ekspor Udang Beku Indonesia ... 44

4.3.4.2. Total Ekspor Udang Beku Indonesia ... 45

4.3.4.3. Harga Riil Ekspor Udang Beku Indonesia ... 45

4.3.5. Blok Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 46

4.3.5.1. Penawaran Ekspor Udang Olahan Indonesia... 46

4.3.5.2. Total Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 47

4.3.5.3. Harga Riil Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 47

4.4. Definisi Operasional... 48

4.5. Identifikasi Model ... 48

4.6. Metode Pendugaan Model... 49

4.7. Pengujian Model ... 50

4.8. Validasi Model ... 53

4.9. Simulasi Historis ... 54

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN UDANG INDONESIA ... 55

5.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model ... 55

5.2. Blok Produksi ... 56

(15)

5.2.2. Produksi Udang Tambak Indonesia ... 59

5.2.3. Produksi Udang Penangkapan Indonesia ... 60

5.2.4. Produksi Udang Segar Indonesia ... 61

5.2.5. Produksi Udang Beku Indonesia ... 61

5.2.6. Produksi Udang Olahan Indonesia ... 62

5.3. Blok Permintaan dan Penawaran Udang Indonesia ... 63

5.3.1. Permintaan Udang Segar Domestik ... 63

5.3.2. Permintaan Udang Beku Domestik ... 64

5.3.3. Permintaan Udang Olahan Domestik ... 64

5.3.4. Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku ... 64

5.3.5. Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan ... 65

5.3.6. Penawaran Udang Segar Domestik ... 66

5.3.7. Penawaran Udang Beku Domestik ... 67

5.3.8. Penawaran Udang Olahan Domestik ... 67

5.3.9. Harga Riil Udang Segar Domestik ... 67

5.3.10. Harga Riil Udang Beku Domestik ... 68

5.4. Blok Ekspor Udang Segar Indonesia ... 69

5.4.1. Penawaran Ekspor Udang Segar Indonesia ... 70

5.4.1.1. Penawaran Ekspor Udang Segar Indonesia ke Jepang ... 70

5.4.1.2. Penawaran Ekspor Udang Segar Indonesia ke Amerika Serikat ... 71

5.4.2. Total Ekspor Udang Segar Indonesia ... 73

5.4.3. Harga Riil Ekspor Udang Segar Indonesia ... 73

5.4.3.1. Harga Riil Ekspor Udang Segar Indonesia ke Jepang ... 74

5.4.3.2. Harga Riil Ekspor Udang Segar Indonesia ke Amerika Serikat ... 75

5.5. Blok Ekspor Udang Beku Indonesia... 76

5.5.1. Penawaran Ekspor Udang Beku Indonesia………...76

5.5.1.1. Penawaran Ekspor Udang Beku Indonesia ke Jepang .. 76

5.5.1.2. Penawaran Ekspor Udang Beku Indonesia ke Amerika Serikat ... 77

5.5.2. Total Ekspor Udang Beku Indonesia ... 79

5.5.3. Harga Riil Ekspor Udang Beku Indonesia ... 79

(16)

5.5.3.2. Harga Riil Ekspor Udang Beku Indonesia ke

Amerika Serikat ... 80

5.6. Blok Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 81

5.6.1. Penawaran Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 82

5.6.1.1. Penawaran Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Jepang ... 82

5.6.1.2. Penawaran Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Amerika Serikat ... 83

5.6.2. Total Ekspor Udang Olahan Indonesia ... 84

5.6.3. Harga Riil Ekspor Udang Olahan Indonesia………...84

5.6.3.1. Harga Riil Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Jepang ... 85

5.6.3.2. Harga Riil Ekspor Udang Olahan Indonesia ke Amerika Serikat ... 86

VI. DAMPAK KEBIJAKAN PENURUNAN SUKU BUNGA PINJAMAN TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA ... 88

6.1. Validasi Model ... 88

6.2. Dampak Kebijakan Penetapan Suku Bunga Pinjaman menjadi 12 % Terhadap Peningkatan Ekspor Udang Indonesia ... 89

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 92

7.1. Simpulan ... 92

7.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

LAMPIRAN ... 95

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Dasar Tahun 2000 dari

Subsektor Pertanian Tahun 2007-2011 (Triliun Rupiah) ... 1

2. Volume Produksi Udang Indonesia Tahun 2007-2011 ... 2

3. Konsumsi Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Tahun 2007-2011 ... 2

4. Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Udang Tahun 2007-2011 ... 3

5. Volume Ekspor Udang Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2007-2011 ... 3

6. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2007-2011 ... 4

7. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang Tahun 2007-2011 ... 5

8. Volume Impor Udang Dunia ke Indonesia Tahun 2007-2011 ... 5

9. Kapasitas Dan Utilitas UPI Udang Di Lokasi Percontohan Tahun 2012….6 10.Komposisi Kimia Daging Udang Per 100 Gram ... 9

11.Penelitian Terdahulu Perdagangan Udang ... 18

12.Penelitian Terdahulu Metode Pendugaan Two Stages Least Square ... 20

13.Range Statistik Durbin-Watson ... 52

14.Hasil Estimasi pada Persamaan Penggunaan Jumlah Pakan Pada Tambak Indonesia ... 57

15.Hasil Estimasi pada Persamaan Penggunaan Jumlah Benur Pada Tambak Indonesia ... 58

16.Hasil Estimasi pada Persamaan Produksi Udang Tambak Indonesia ... 59

17.Hasil Estimasi pada Persamaan Produksi Udang Penangkapan Indonesia ... 60

18.Hasil Estimasi pada Persaman Udang Olahan Indonesia ... 62

19.Hasil Estimasi pada Persamaan Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku ... 65

20.Hasil Estimasi pada Persamaan Permintaan Udang Beku Oleh Industri Udang Olahan... 66

21.Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Riil Udang Segar Domestik ... 68

22.Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Riil Udang Beku Domestik ... 69

(18)

24.Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor Udang Segar Indonesia ke Amerika Serikat ... 72 25.Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Riil Udang Segar Indonesia

ke Jepang ... 74 26.Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Riil Ekspor Udang

Segar Indonesia ke Amerika Serikat ... 75 27.Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor Udang Beku Indonesia

ke Jepang ... 77 28.Hasil Estimasi pada Parameter Jumlah Ekspor Udang Beku Indonesia

ke Amerika Serikat ... 78 29.Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Riil Ekspor Udang

Beku Indonesia ke Jepang ... 80

30.Hasil Estimasi pada Parameter Harga Riil Ekspor Udang Beku Indonesia ke Amerika Serikat ... 81

31.Hasil Estimasi pada Parameter Jumlah Eskpor Udang Olahan Indonesia ke Jepang ... 82 32.Hasil Estimasi pada Parameter Jumlah Ekspor Udang Olahan Indonesia

ke Amerika Serikat ... 84 33.Hasil Estimasi pada Parameter Harga Riil Ekspor Udang Olahan

Indonesia ke Jepang ... 85 34.Hasil Estimasi pada Parameter Harga Riil Ekspor Udang Olahan

Indonesia ke Amerika Serikat... 87 35.Hasil Validasi Model Perdagangan Udang Indonesia Tahun 2008-2011.. 88 36.Hasil Simulasi Penetapan Suku Bunga Pinjaman menjadi 12 % terhadap

Peningkatan Ekspor Udang Indonesia Tahun 2007-2011 ... 90

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produksi Udang Indonesia Tahun 1989-2011 ... 11 2. Produksi Udang Tambak Indonesia Menurut Varietas Udang ... 12 3. Produksi Udang Tangkap Menurut Varietas ... 12 4. Perkembangan Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk

Udang Tahun 1989-2011 ... 13 5. Perkembangan Impor Udang ke Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk

Tahun 1989-2011 ... 14 6. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional... 30 7. Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Ekonomi Perdagangan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data dan Sumber Data Model Perdagangan Udang Indonesia Tahun 1989-2011 ... 101 2. Rekapitulasi Persamaan dalam Model Perdagangan Udang Indonesia

Tahun 1989-2011 ... 106 3. Program Estimasi Persamaan dalam Model Perdagangan Udang

Indonesia Menggunakan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan

Software SAS/ETS Versi 9.2 Tahun 1989-2011 ... 107 4. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Udang Indonesia

Menggunakan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Software

SAS/ETS 9.2 Tahun 1989-2011 ... 111 5. Program Validasi Persamaan dalam Model Perdagangan Udang

Indonesia Tahun 2007-2011 ... 132 6. Hasil Validasi Model Perdagangan Udang Indonesia Tahun 2007-2011 137 7. Program Simulasi Penetapan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Sebesar

12% Tahun 2007-2011 ... 142 8. Hasil Simulasi Penetapan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Sebesar 12 %

(20)
(21)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sub sektor perikanan merupakan sub sektor kedua yang berkontribusi terhadap produk domestik bruto. Rata-rata laju kontribusi sub sektor perikanan terhadap produk domestik bruto dari tahun 2007 sampai 2011 sebesar 16,43 persen dengan rata-rata laju pertumbuhannya 5,56 persen yang ditunjukkan pada Tabel 1. Peningkatan Produk Domestik Bruto sub sektor perikanan ini dipengaruhi oleh kegiatan industrialisasi.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Dasar Tahun 2000 dari Subsektor Pertanian Tahun 2007-2011 (Triliun Rupiah)

(22)

(Juarno, 2012). Selama kurun waktu 2007 hingga 2011, rata-rata laju pertumbuhan produksi udang penangkapan sebesar 0,78% dan budidaya 3,52%. Tabel 2. Volume Produksi Udang Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun Produksi (Ribu Ton) Laju Pertumbuhan Produksi (%) Penangkapan Budidaya Penangkapan Budidaya

Rata-Rata Laju Pertumbuhan Produksi 0,78 3,52

Sumber : KKP (2012b), diolah

Konsumsi udang Indonesia dari tahun 2007 hingga 2011 mengalami peningkatan terutama udang segar, hal dapat dilihat pada laju pertumbuhan konsumsi udang segar sebesar 5,02%, sedangkan udang olahan 0,86% (Tabel 3). Konsumsi udang olahan pada Tabel 3 hanya mencakup konsumsi udang kering (ebi), sedangkan konsumsi udang segar disini mencakup konsumsi segar dan beku. Pemilihan udang kering (ebi) sebagai acuan data konsumsi udang olahan Indonesia dipengaruhi permintaan dari rumah tangga maupun industri pengolahan bumbu masakan.

Tabel 3. Konsumsi Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Tahun 2007-2011

(23)

bahwa laju pertumbuhan ekspor udang segar sebesar 13,21 persen, udang beku -0,54 persen, dan udang olahan 14,73 persen (lihat Tabel 4). Penetapan udang menjadi komoditas industrialisasi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.27/MEN/2012, diharapkan mampu menekan ekspor udang segar, sehingga udang segar dapat diolah terlebih dahulu sehingga memiliki nilai tambah.

Tabel 4. Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Udang Tahun 2007-2011

Selama periode 2007 hingga 2011, Amerika Serikat menjadi pasar utama udang Indonesia dengan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor sebesar 8,43%, sedangkan Jepang -3,58%, dan negara lainnya -2,97% (lihat Tabel 5). Kebijakan dari negara pengekspor pun mempengaruhi laju pertumbuhan volume ekspor udang Indonesia.

(24)

sedangkan Jepang menerapakan sistem the Food Safety Basic Law sejak tahun 2003. Pengaruh penetapan kebijakan mutu terhadap ekspor udang Indonesia sangat mempengaruhi volume ekspor. Penerapan HACCP merupakan syarat utama bagi seluruh produk perikanan di dunia sehingga .

Ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat didominasi oleh udang olahan. Pada Tabel 6, rata-rata laju pertumbuhan ekspor udang olahan sebesar 28,65% dengan rata-rata volume ekspor sebesar 13,80 ribu ton. Pada udang segar, rata-rata laju pertumbuhan ekspor sebesar 10,66% dengan rata-rata volume ekspor sebesar 0,43 ribu ton. dengan rata-rata laju pertumbuhan ekspor sebesar 67,97%, dengan rata-rata volume ekspor sebesar 0,23 ribu ton (lihat Tabel 7). Pangsa pasar udang segar Indonesia di Jepang relatif lebih besar dibandingkan pangsa pasar udang Thailand, pangsa pasar udang Thailand (Juarno, 2012).

(25)

Tabel 7. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang Tahun 2007-2011

Kegiatan perdagangan suatu komoditas di pasar internasional tidak hanya mengenai ekspor tetapi juga impor. Produk udang impor yang mendominasi pasar Indonesia yaitu produk udang beku dengan rata-rata volume impor sebesar 2,50 ribu ton, selama kurun waktu 2007 hingga 2011 (lihat Tabel 8).

Tabel 8. Volume Impor Udang Dunia ke Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun

Impor udang beku dilakukan oleh para Unit Pengolahan Ikan (UPI) ketika mengalami kekurangan bahan baku pada musim tertentu. Permasalahan penawaran udang yang tergantung musim masih jadi kendala dalam industri udang olahan. Selain itu masalah dalam penawaran udang disebabkan oleh kesulitan para petambak untuk mendapatkan bantuan dana pinjaman, serta harga pakan yang tinggi dikarenakan bahan baku pakan udang masih diimpor.

1.2. Perumusan Masalah

(26)

dalam kontinuitas pasokan, terutama pasokan udang beku ke industri udang olahan. Penawaran udang yang masih dipengaruhi oleh musim-musim tertentu serta kesulitan mendapatkan bantuan dana pinjaman menjadi kendala dalam memajukan industrialisasi perikanan terutama udang. Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa rata-rata kapasitas terpakai (utilitas) UPI udang Indonesia hanya 6,42%, hal ini mengindikasikan bahwa kekurangan bahan baku menjadi salah satu kendala dalam memaksimalkan produksi. Sehingga UPI melakukan tindakan impor untuk memenuhi bahan baku.

Tabel 9. Kapasitas Dan Utilitas UPI Udang Di Lokasi Percontohan Tahun 2012

Lokasi Jumlah UPI

Kapasitas Terpasang (ton/tahun)

Produksi (ton/tahun)

Utilitas (%)

Banten 1 9000 4500 50,00

Jawa Barat 3 2850 1050 36,84

DKI Jakarta 7 8400 7800 92,86

Jawa Tengah 7 12150 7500 61,73

Jawa Timur 30 143400 96300 67,15

Sumber: KKP (2013)

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata laju pertumbuhan ekspor udang Indonesia yang tertinggi yaitu udang olahan sebesar 14,73%, sedangan yang rendah yaitu rata-rata laju pertumbuhan ekspor udang beku sebesar -0,54%. Hal ini mengindikasikan bahwa mutu udang beku Indonesia belum bisa memenuhi syarat mutu yang diterapkan oleh negara pengimpor. Pemenuhan mutu yang sesuai dengan standar internasional akan meningkatkan biaya produksi bagi produsen. Pengelolaan tambak udang di Indonesia masih menggunakan teknologi ekstensif/ tradisional, menyebabkan tambak rentan terhadap serangan penyakit dan mempengaruhi mutu udang. Hal ini terjadi karena udang yang berada di tambak hidup bersama dengan kotoran atau limbah dan juga pakan dari tempat yang sama. Jenis virus yang menyerang antara lain: White Spot Syndrome Virus

(WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV), dan Infectious Myo Necrosis Virus

(IMNV). Berdasarkan uraian permasalahan, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu :

(27)

2. Bagaimana dampak penurunan suku bunga pinjaman terhadap penawaran, permintaan, dan jumlah ekspor udang Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum mempelajari dan menganalisis faktor yang mempengaruhi ekspor udang Indonesia. Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan udang Indonesia di pasar domestik dan ekspor yang berkaitan mutu.

2. Mengevaluasi dampak penurunan suku bunga pinjaman terhadap penawaran, permintaan, dan jumlah ekspor udang Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data tingkat nasional menggunakan analisis ekonometrika. Produk udang didisagregasi menjadi tiga jenis berdasarkan kode

Harmonizes System (HS-1992) 6-dijit yaitu: HS 030613 (beku), 030623 (segar), dan 160520 (olahan) dengan tujuan Amerika Serikat dan Jepang pada tahun 1989 hingga 2011. Beberapa keterbatasan dari studi ini yaitu :

1. Produksi udang berasal dari hasil budidaya dan hasil penangkapan. Data udang hasil penangkapan tidak memperhitungkan IUU (Illegal, Unreported, Unregulated).

2. Harga udang ekspor diproxy dari harga rata-rata (nilai ekspor dibagi kuantitas ekspor) karena kesulitan memperoleh data.

3. Data perdagangan yang lebih rinci yaitu menggunakan data HS-10 dijit, akan tetapi ketersedian data HS-10 dijit untuk pengamatan sejak tahun 1989-2008 tidak tersedia secara lengkap, maka penelitian ini menggunakan data HS-6 dijit.

4. Analisis mutu pada tingkat nasional diproxy dari dummy persyaratan mutu karena data jumlah penolakan produk oleh negara importir tidak tersedia secara lengkap (hanya tersedia sejak tahun 1999). Negara yang mempunyai diferensiasi/keragaman produk lebih tinggi diasumsikan mempunyai mutu udang lebih baik.

(28)
(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Udang

Udang merupakan makhluk air yang tidak bertulang belakang (invertebrata). Udang mempunyai bentuk morfologi dan histologi yang khas, kepala dan tubuhnya dilindungi oleh kulit yang banyak mengandung kalsium dan kitin (Darmono, 1991). Pada dasarnya tubuh udang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Cephalotorax (gabungan antara kepala, dada dan perut) pada bagian ekor terdapat bagian usus dan gonad. Bagian kepala beratnya sekitar 36-49% dari keseluruhan berat badan, daging 24-41%, dan kulit 17-23% (Purwaningsih, 2000). Daging udang mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia, seperti lisin, hastidin, arginin, tirosin, triptofan, dan sistein (Ilyas, 1993). Udang menjadi salah satu produk perikanan yang mempunyai rasa yang khas dan lebih enak dibandingkan daging hasil perikanan lainnya. Adapun komposisi kimia udang per 100 gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Komposisi Kimia Daging Udang Per 100 Gram

Komponen kimia Jumlah

Air 78,2%

Protein 18,1%

Lemak 0,8%

Garam dan Mineral 1,4%

Kalsium 145-320 mg/100 g

Magnesium 40-105 mg/100 g

Fosfor 270-350 mg/100 g

Zat Besi 1,6 mg/100 g

Natrium 140 mg/100 g

Kalsium 220 mg/ 100 g

Senyawa nitrogen non protein 0,81 % Sumber: Hadiwiyoto (1993) dalam Saulina (2000)

Komoditas udang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan istilah

(30)

udang putih (indian white prawn). Jenis udang yang berasal dari perairan tropika ini menempati sebagian besar pasar udang di Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Menurut Nababan (2012), bentuk produk udang yang dipasarkan pada pasar internasional cukup beragam. Keragaman bentuk produk ini mennandakan bahwa setiap konsumen memiliki preferensi yang berbeda dalam mengkonsumsi udang. Variasi produk udang yang diperdagangkan di pasar dunia terdiri dari udang hidup, udang segar, udang beku, dan udang kering. Udang hidup banyak dikonsumsi dan diproduksi secara domestik di Jepang, diperlukan penanganan khusus agar udang tetap segar dan cita rasa terjaga sehingga harganya cenderung lebih mahal. Udang segar diperdagangkan pada daerah-daerah yang dekat dengan pelabuhan perikanan, serta sudah mengalami perlakuan pendinginan di kapal untuk menjaga kesegaran dan mutu. Udang beku menjadi primadona dalam perdagangan internasional. Udang beku dibedakan menjadi tiga jenis, yakni udang mentah beku (raw frozen), udang matang beku (cooked frozen), dan udang setengah matang yang dibekukan (semi-cooked frozen). Udang kering merupakan produk udang yang mengalami proses pengeringan secara tradisional dahulu sebelum dipasarkan, hal umumnya dilakukan oleh para nelayan di negara-negara berkembang.

2.2. Perkembangan Produksi Udang

(31)

Sumber : KKP (2012b)

Gambar 1. Produksi Udang Indonesia Tahun 1989-2011

Perikanan budidaya terbagi menjadi dua yaitu budidaya tambak dan budidaya laut. Publikasi BPS mengenai statistik sumberdaya laut dan pesisir tahun 2011, pada tahun 2009, potensi luas lahan budidaya secara keseluruhan sebesar 15,51 juta ha, yang terdiri dari perikanan budidaya tambak sebesar 2,96 juta ha dan budidaya laut sebesar 12,55 juta ha. Luas tambak yang dimanfaatkan baru seluas 682.726 ha atau sekitar 23,04 %, sedangkan luas budidaya laut yang dimanfaatkan hanya seluas 42.676 haa atau 0,34 % dari total potensi budidaya laut.

Komoditas udang yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis udang windu, udang vanamei, dan udang putih (BPS, 2011b). Berdasarkan Gambar 2, udang vanamei memiliki tren meningkat dari tahun mulai pembudidayaan yaitu tahun 2004 hingga 2008. Terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 18,05%. Udang putih jarang diminati untuk dibudidayakan karena pasar hanya tertuju pada udang windu dan udang vanamei.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00

1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

V

ol

ume

P

roduk

si

(

R

ibu

T

on)

Tahun

(32)

Sumber: DJPB DKP (berbagai edisi)

Gambar 2. Produksi Udang Tambak Indonesia Menurut Varietas Udang

Varietas udang yang ditangkap di laut adalah udang dogol, udang putih, udang krosok, udang ratu/raja, udang windu, dan udang barong/udang karang. Udang putih menjadi varietas yang sering ditangkap oleh para nelayan. Perairan Selat Malaka, Utara Jawa, dan Timur Sumatera merupakan tempat penangkapan udang putih (BPS, 2011b).

Sumber: Statistik Perikanan Tangkap (berbagai edisi)

Gambar 3. Produksi Udang Tangkap Menurut Varietas

(33)

sebesar 81,19 ribu ton. Gambar 3, data udang krosok dan udang ratu/raja dimasukkan dalam udang lainnya dikarenakan data kedua variates tersebut hanya tersedia dari tahun 2004, sehingga dimasukkan dalam data udang lainnya. Dibandingkan dengan udang hasil budidaya, size/ukuran udang hasil tangkapan memiliki keragaman cukup besar. Dengan demikian, tidak semua jenis udang hasil tangkapan menjadi layak ekspor.

2.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Udang di Indonesia

Sebagian besar ekspor udang oleh Indonesia dalam bentuk udang beku. Negara-negara tujuan utama ekspor udang Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa-27, Thailand, dan China. Pada tahun 2011, volume ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat, Jepang, Uni-Eropa-27, Thailand dan China masing-masing sebesar 70,06 ribu ton, 37,90 ribu ton, 15,54 ribu ton, 10,47 ribu ton, dan 5,92 ribu ton (KKP, 2012c). Kenaikan permintaan dari negara-negara tersebut akan mendorong peningkatan ekspor udang Indonesia.

Sumber: Uncomtrade, 2014

Gambar 4. Perkembangan Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Udang Tahun 1989-2011

(34)

terhadap dollar sebesar 15000 dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 20 persen, maka produsen melakukan tindakan ekspor untuk mendapatkan keuntungan.

Volume impor udang Indonesia tahun 1989 hingga tahun 2011 disajikan dalam Gambar 5. Selain mengekspor udang, Indonesia juga melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan unit pengolahan ikan pada saat produksi udang menurun yang diakibatkan pengaruh musim.

Sumber: Uncomtrade, 2014

Gambar 5. Perkembangan Impor Udang ke Indonesia Berdasarkan Bentuk Produk Tahun 1989-2011

2.4. Kebijakan Pemerintah Terkait Produktivitas Tambak

Menurut Raharjo (2001), kebijakan pemerintah dalam bidang produksi yang memberikan pengaruh langsung pada produksi udang adalah penghapusan alat tangkap trawl (pukat harimau), Program Udang Nasional, Intensifikasi Tambak (INTAM), dan Intensifikasi Pembudidayaan Ikan (Inbudkan). Kebijakan penghapusan penggunaan alat tangkap trawl adalah dalam rangka pembinaan kelestarian lingkungan, sumberdaya perikanan dan mendorong peningkatan produksi nelayan tradisional serta untuk menghindari ketegangan sosial dan mulai berlaku sejak diterbitkannya Keppres No. 39/1980. Penghapusan alat tangkap

trawl diberlakukan secara bertahap di beberapa wilayah perairan Indonesia. Kebijakan ini selain berdampak langsung terhadap produksi udang dari usaha penangkapan juga menyebabkan turunnya kemampuan Indonesia untuk

(35)

mengekspor udang ke pasar internasional sehingga penerimaan devisa menurun. Menghindari akibat yang ditimbulkan dari Keppres No. 39/1980 mengenai pelarangan penggunaan trawl, pemerintah menggalakan Program Udang Nasional. Program ini mengembangkan usaha budidaya tambak dengan melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi tambak. Pengembangan budidaya tambak dilaksanakan dengan pola UPP (Unit Pelaksanaan Proyek), PIR (Perusahaan Inti Rakyat), dan pola Bimas. Pembinaan petambak melalui UPP telah dirintis sejak tahun 1982/1983 di Kabupaten Sidoharjo, sedangkan pola PIR dan Bimas dimulai tahun 1984/1985 di Kabupaten Karawang.

Menurut Juarno (2012), program Intensifikasi Tambak (Intam) diluncurkan tahun 1984/1985 berisi paket teknologi untuk meningkatkan produktivitas tambak. Paket teknologi yang dianjurkan adalah U1 (teknologi sederhana), U2 (teknologi madya), dan U3 (teknologi maju). Peserta program Intam dibentuk menjadi berkelompok, terdapat tambak percontohan, fasilitas pinjaman pembangunan dan pemeliharaan saluran irigasi, serta dibentuknya kelembagaan pendukung seperti Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

Intensifikasi Pembudidayaan Ikan (Inbudkan) pada tahun 2002 merupakan program lanjutan dari Intam. Program Inbudkan menitikberatkan pada teknologi anjuran. Pada tahun 2005 berubah menjadi Program Peningkatan Perikanan Budidaya untuk Ekspor (Propekan). Kegiatan pengembangan kawasan, pembangunan Broadstock Center (calon induk udang vanamei di Situbondo dan udang windu di Jepara), bantuan langsung penguatan modal, dan Bantuan Selisih Harga Bersih Ikan (BSHBI) termasuk dalam Propekan. Benur menjadi penting dalam meningkatkan produktivitas tambak. Benur unggul hanya dapat diproduksi dari induk yang secara genetik unggul, disamping pengaruh kualitas air dan pakan, pemeliharaan mempengaruhinya. Kebijakan terkait penggunaan benur unggul antara lain Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.41/Men/2001 mengenai pelepasan varietas udang vaname sebagai varietas unggul. Kebijakan tersebut ditindaklanjuti dengan Rekayasa Breeding Program

(36)

rumput laut, dan kerapu). Tujuan kegiatan Rekayasa Breeding Program yaitu memperoleh induk unggul, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas induk, mengurangi ketergantungan dari negara lain, dan untuk menekan biaya operasional dalam budidaya udang.

2.5. Kebijakan Pemerintah Terkait Peningkatan Mutu Udang

Kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam Permen dan Kepmen KP serta Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya terkait upaya pengendalian sistem jaminan mutu terpadu hasil perikanan budidaya yaitu:

1. Permen KP No.PER.01/MEN/2007 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.

2. Permen KP No.PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan.

3. Keputusan Menteri KP No.Kep.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi.

4. Keputusan Menteri KP No.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

5. Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor

06/DPB/HK.150.154/S4/V11/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitor Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan pada Pembudidayaan Ikan.

6. Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 44/DJ-PB/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). CBIB merupakan salah satu persyaratan kelayakan dasar pada sistem jaminan mutu proses pembudidayaan ikan.

(37)

Analysis Critical Control Point (HACCP)/Pengendalian Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) dimulai dari tingkat pembenihan. Udang yang terkontaminasi antibiotika chloramphenicol diancam akan dimusnahkan. Pelabelan organik mulai dilakukan sehingga produk perikanan menjadi ramah lingkungan.

Kegiatan lain untuk meningkatkan mutu berupa penerapan sertifikasi untuk pengolah, penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI), penerapan Program HACCP/PMMT, pengembangan sentra pengolahan, peningkatan utilitas unit pengolahan ikan. Peningkatan jaminan mutu dan keamanan produk meliputi: (i) pemantapan sistem sertifikasi unit pengolahan, (ii) penguatan lembaga sertifikasi mutu produk (kapasitas laboratorium dan SDM), dan (iii) pengembangan manajemen certificate of origin dan sistem traceability (ketertelusuran). Telah dilakukan juga saling pengakuan MRA (Mutual Recognition Agreement) dengan mitra dagang untuk melancarkan ekspor dan mendapatkan akses pasar. Diharapkan SNI bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dapat menjamin mutu keamanan produk hasil perikanan di pasar domestik dan internasional (KKP, 2009).

2.6. Penelitian Terdahulu

(38)

Tabel 11. Penelitian Terdahulu Perdagangan Udang

1. Menganalisis daya saing ekspor udang tambak Indonesia di pasar

1. Udang Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam ketiga bentuk produk udang (segar, beku, olahan) ke tiga pasar (AS, Jepang, UE-27), hal ini dapat terlihat dari RCA lebih besar dari satu. Perubahan varietas udang windu menjadi udang vaname, akan menurunkan keunggulan komparatif. Penggunaan model CMSA memperlihatkan bahwa daya saing ekspor udang Indonesia ke dunia disebabkan efek daya saing spesifik produk (udang beku) ke pasar spesifik (Jepang&AS).

2. Kebijakan alternatif yang efektif untuk meningkatkan ekspor yaitu menurunkan biaya produksi melalui subsidi harga pakan 11%.

1. Pasar Jepang, berdasarkan kriteria statistik model linier dan model semi log dapat diterima, hal ini berdasarkan uji F dimana uji F rasio lebih besar dari F tabel. Koefisien yang penting secara statistik pada selang kepercayaan 90% adalah harga tuna dan konsumsi ikan per kapita, sedangkan pada selang kepercayaan 65% adalah volume impor udang dari India. Peubah harga udang yang mempunyai nilai elastisitas unitary sedangakan nilai elastisitas peubah yang lain adalah inelastis.

(39)

No Penulis dan Judul Tujuan Metode Hasil

menguntungkan bagi produk udang Indonesia. Kecilnya porsi udang Indonesia di pasar Amerika Serikat disebabkan Indonesia belum bisa memenuhi standar mutu udang serta besaing dengan produk udang dari negara-negara Amerika

1. Berdasarkan hasil analisis RCA komoditi udang memiliki keunggulan komporatif, sedangakan hasil Porter’s Diamond Theory komoditi udang memiliki keunggulan kompotetitif.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia adalah harga ekspor udang Indonesia, harga domestik udang windu di tingkat produsen dan nilai ekspor komoditi subsitusi udang yaitu ikan tuna.

3. Strategi-strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan standarisasi ekspor udang, meningkatkan teknologi intensif pada budidaya udang, dan mendiversifikasi pasar-pasar Indonesia, harga riil udang domestik Indonesia, tingkat suku bunga rill rupiah, dan upah rill tenaga kerja Indonesia. Jangka panjang produksi udang tambak dan laut responsif terhadap harga ekspor udang Indonesia.

(40)

No Penulis dan Judul Tujuan Metode Hasil responsif terhadap perubahan total produksi udang.

3. Depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan upah tenaga kerja Indonesia, kombinasi penurunan tingkat suku bunga rupiah dan depresiasi nilai tukar rupiah, kombinasi depresiasi nilai tukar rupiah dan peningkatan upah tenaga kerja Indonesia, kombinasi penurunan tingkat suku bunga rupiah, depresiasi nilai tukar rupiah dan peningkatan upah tenaga kerja berdampak positif terhadap kesejahteraan produsen, eksportir dan penerimaan devisa ekspor Indonesia.

Tabel 12. Penelitian Terdahulu Metode Pendugaan Two Stages Least Square

No Penulis dan Judul Tujuan Hasil

1. Heri Nugraha dan Eka Setiajatnika (2009) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga

2. Mengetahui pengaruh harga eceran gula pasir, jumlah penduduk, harga eceran gula pasir internasional, kurs nilai tukar, dan penawaran gula pasir tahun sebelumnya

1. Permintaan gula nasional dipengaruhi oleh harga eceran gula pasir, pendapatan masyarakat, permintaan gula pasir tahun sebelumnya dan harga eceran gula siklamat.

(41)

No Penulis dan Judul Tujuan Hasil terhadap penawaran.

2. Agus Tri Surya Nainggolan (2006) Analisis Dampak Impor Gula Terhadap Gula Domestik dan Industri Gula Indonesia

1. Mengetahui kebijakan impor yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.

2. Menganalisis dampak impor gula terhadap harga domestik.

3. Menganalisis dampak impor gula terhadap industri gula Indonesia.

4. Mengetahui dampak kebijakan impor gula yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.

1. Impor yang tinggi serta harga internasional mempengaruhi perkembangan pabrik gula. Kebijakan tarif impor sebesar 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen untuk white, diharapkan mampu untuk mengangkat harga gula di pasar domestik serta mengontrol volume impor. Peneliti melakukan beberapa simulasi kebijakan dalam mengatasi masalah permasalahan gula di Indonesia. Simulasi kebijakan terdiri dari menaikkan impor gula sebesar 86 dalam negeri, penurunan konsumsi gula oleh masyarakat Indonesia. Kenaikan impor tersebut juga berdampak pada peningkatan stok gula dalam negeri, meningkatkan harga

provenue gula dan mendorong peningkatan luas areal perkebunan tebu serta penurunan produktivitas tebu.

3. Menganalisis dampak kebijakan HDPP terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia

1. Penawaran beras Indonesial dipengaruhi oleh produksi beras, jumlah beras untuk benih/susut, stok beras akhir tahun, dan jumlah impor serta ekspor beras, sedangkan permintaan dipengaruhi harga beras eceran, harga jagung (barang subsitusi), jumlah penduduk, pendapatan, dan permintaan beras tahun sebelumnya.

2. Kebijakan HDPP lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan harga dasar gabah jika dilihat dari peningkatan produksi.

3. Kebijakan HDPP ditingkatkan 15% lebih tinggi dari rata-rata kebijakan yang telah diterapkan pemerintah akan meningkatkan produksi padi serta meningkatkan penerimaan pemerintah dari impor. Kombinasi kebijakan

(42)

No Penulis dan Judul Tujuan Hasil

menaikkan HDPP dengn kebijakan lain seperti harga pupuk urea, luas areal irigasi, tarif impor akan meningkatkan produksi padi, tetapi jumlah permintaan beras akan menurunkan disebabkan oleh peningkatan harga beras eceran.

4. Novindra (2011)

Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan minyak sawit di pasar domestik dan dunia.

2. Mengevaluasi dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak Indonesia tahun 2003-2007.

3. Mengkaji ramalan dampak kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun 2012-2016.

1. Pengalaman industri hilir meningkatkan permintaan minyak sawit dan meningkatkan permintaan minyak sawit dan meningkatkan harga yang diterima produsen. Kebijakan pembatasan ekspor minyak sawit dengan penerapan pajak ekspor minyak sawit sebesar 20% meningkatkan kesejahteraan netto dan peningkatan kouta domestik memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan netto.

(43)

III. KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian. Kerangka teoritis dalam penelitian ini terdiri atas fungsi produksi dan penawaran udang, permintaan udang segar oleh industri udang beku, permintaan udang beku oleh industri udang olahan, fungsi ekspor udang, harga udang, dan model persamaan simultan.

3.1.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Udang

Fungsi Produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis dalam transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazen, 1984). Secara umum hubungan antara input-output untuk menghasilkan produksi komoditi perikanan tambak (QT) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

QT = f (B, P, Z) ... (01) Dimana :

QT = Produksi udang tambak (unit) B = Benur (unit)

P = Jumlah pakan (unit)

Z = Input produksi lainnya (unit)

Dirumuskan secara sederhana fungsi produksi udang tambak adalah : QTAMB = f(QBENR, QPAKN, PBBMR, PUSDOMR, INTRER) … (02) Dimana :

QTAMB = Produksi tambak Indonesia (ribu ton)

QBENR = Penggunaan benur tambak Indonesia (milliar ekor/tahun) QPAKN = Pengunaan pakan tambak Indonesia (ribu kg)

PBBMR = Harga riil bahan bakar minyak (Rp/liter) PUSDOMR = Harga riil udang segar domestik (Rp/kg) INTRER = Tingkat suku bunga pinjaman riil (%)

(44)

subsitusinya), biaya faktor produksi biaya perusahaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga, dan keadaan alam.

3.1.2. Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku

Dalam penurunan permintaan udang segar diperlukan analisis fungsi produksi oleh industri udang beku. Fungsi produksi oleh industri udang beku dirumuskan sebagai berikut:

QK = q(X1, X2) ... … (03) keterangan :

QK = jumlah produksi dari industri udang beku(unit) X1 = jumlah input udang segar (unit), dan

X2 = jumlah input lainnya (unit)

Bila harga udang beku adalah P, harga udang segar adalah PX1 dan harga input lainnya adalah PX2, maka fungsi keuntungan dari industri udang beku tersebut dapat dispesifikasi sebagai berikut:

Π = P*q(X1.X2) - (PX1*X1 + PX2*X2) ... … (04) Kondisi keuntungan maksimum dari industri udang beku diperoleh dari

turunan parsial pertama dari fungsi keuntungan (04), di mana

dan

sama

dengan nol, sebagai berikut:

= P*

-

PX1 =0 atau P*MPX1 = 0 ... … (05)

= P*

PX2 = 0 atau P*MPX2 = 0 ... … (06)

Keterangan MPX1 dan MPX2 merupakan produk marjinal kemudian P*MPX1 dan P*MPX2 adalah nilai produk marjinal dari input X1 dan X2 .

(45)

= f ( , Pbt, Pkt, it, )... (07) dimana adalah permintaan udang segar oleh industri udang beku, , adalah harga udang segar, Pbt adalah harga udang beku, it adalah tingkat suku bunga, Pkt adalah harga input alternatif, dan adalah permintaan udang segar oleh udang beku tahun sebelumnya.

3.1.3. Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan

Dalam penurunan permintaan udang beku diperlukan analisis fungsi produksi oleh industri udang olahan. Fungsi produksi oleh industri udang olahan dirumuskan sebagai berikut:

QK = q(X3, X4) ... … (08) keterangan :

QK = jumlah produksi dari industri udang olahan(unit) X3 = jumlah input udang beku (unit), dan

X4 = jumlah input lainnya (unit)

Bila harga udang olahan adalah P, harga udang beku adalah PX3 dan harga input lainnya adalah PX4, maka fungsi keuntungan dari industri udang olahan tersebut dapat dispesifikasi sebagai berikut:

Π = P*q(X3.X4) - (PX3*X3 + PX4*X4) ... … (09) Kondisi keuntungan maksimum dari industri udang olahan diperoleh dari

turunan parsial pertama dari fungsi keuntungan (04), di mana

dan

sama

dengan nol, sebagai berikut:

= P*

PX3 =0 atau P*MPX3 = 0 ... … (10)

= P*

PX4 = 0 atau P*MPX4 = 0 ... … (11)

Keterangan MPX1 dan MPX2 merupakan produk marjinal kemudian P*MPX1 dan P*MPX2 adalah nilai produk marjinal dari input X1 dan X2 .

(46)

harga input alternatif seperti sewa cold storage, harga es, dan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, permintaan udang beku tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : = f ( , Pbt, Pkt, it, ) ... (12) dimana adalah permintaan udang beku oleh industri udang olahan, adalah harga udang beku, Pbt adalah harga udang olahan, it adalah tingkat suku bunga, Pkt adalah harga input alternatif, dan adalah permintaan udang segar oleh udang beku tahun sebelumnya.

3.1.4. Fungsi Ekspor Udang

Penawaran ekspor dianalisis berdasarkan negara tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang dengan pertimbangan kedua wilayah tersebut merupakan negara tujuan utama ekspor udang Indonesia. Secara teoritis penurunan fungsi ekspor udang berasal dari kelebihan penawaran, karena harga domestik lebih rendah dibandingkan harga internasional. Kenaikan harga ekspor dihipotesakan akan meningkat jumlah ekspor. Kenaikan harga akan direspon oleh produsen atau eksportir untuk meningkatkan produksi atau pasokannya. Ekspor udang juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS maka menyebabkan peningkatan daya beli konsumen. Artinya, udang Indonesia dianggap relatif murah oleh konsumen luar negeri sehingga permintaan diduga akan meningkat. Kenaikan produksi udang juga akan memberikan peluang kenaikan ekspor.

Labys (1973) menyatakan bahwa komoditas yang diperdagangkan di pasar internasional maka perlu perbedaan antara penawaran domestik dan penawaran ekspor. Kedua peubah tersebut biasanya terkait melalui suatu persamaan identitas. Persamaan tersebut adalah bahwa ekspor pada periode tertentu merupakan selisih antara produksi (Qt) dengan konsumsi (Ct) selama periode tersebut ditambah perubahan stok (St). Secara matematis dituliskan sebagai berikut:

(47)

tukar riil, tingkat suku bunga riil (Salvatore, 1996). Selain itu, ekspor dipengaruhi oleh tekanan permintaaan di negara importir dan kebijakan perdagangan di negara eksportir dan importir (Labys,1973). Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah pajak ekspor atau tarif impor.

Jika e merupakan disagregasi dari bentuk udang dan j merupakan negara tujuan ekspor, maka fungsi penawaran ekspor Indonesia ke berbagai negara tujuan dituliskan sebagai berikut:

Jumlah ekspor udang bentuk e Indonesia ke negara tujuan j:

QXiejt = f (PXiej, EXRi, Zt, QXiejt-1) ... (14) dimana QXiejt adalah jumlah ekspor udang bentuk e Indonesia ke negara tujuan j (kg/tahun). PXiej merupakan harga ekspor bentuk e Indonesia ke negara tujuan j (US$/kg), EXRi merupakan nilai tukar (Rp/dollar), Zt faktor-faktor lain yang mempengaruhi ekspor udang bentuk e ke negara tujuan j, dan QXiejt-1 adalah lag jumlah ekspor udang. Selanjutnya, jumlah total ekspor udang bentuk e Indonesia ke pasar dunia merupakan penjumlahan secara horizontal dari jumlah ekspor Indonesia ke negara-negara Amerika Serikat dan Jepang (∑QXiej):

QXiew =∑QXiej + QXier ... (15) dimana QXiew merupakan jumlah ekspor udang bentuk e Indonesia ke pasar dunia (kg/tahun) dan QXier merupakan jumlah ekspor udang bentuk e Indonesia ke negara-negara selain Amerika Serikat dan Jepang (kg/tahun).

3.1.5. Harga Udang

Harga udang di pasar domestik (PDet) ditentukan oleh kekuatan permintaan udang di Indonesia (QDet) , penawaran udang di Indonesia (QSet), dan harga udang di Indonesia pada tahun ke-t-1 (PDet-1). Harga akan tinggi jika laju permintaan atau impor lebih tinggi, sebaliknya harga akan turun jika terjadi kelebihan penawaran. Dengan demikian, persamaan harga udang domestik bentuk e :

(48)

lebih tinggi, sebaliknya harga akan turun jika terjadi kelebihan penawaran. Dengan demikian, persamaan harga dunia udang bentuk e:

PWet = f(QXew, QMwe, PWet-1) ... (17) Karena pasar internasional dan pasar domestik di negara-negara pengekspor saling terkait, perubahan harga ditingkat dunia akan diteruskan ke pasar domestik. Harga internasional akan dijadikan panduan dalam pembentukan harga domestik. Pembentukan harga domestik juga dipengaruhi oleh nilai tukar.

Pada komoditas udang, harga ditentukan oleh ukuran, perbedaan mutu, preferensi konsumen dan fluktuasi nilai tukar (Shang et al. 1998), serta menurut Ling et al (1996) dalam Juarno (2012) spesies, ukuran, dan asal negara menentukan harga komoditi. Perkembangan nilai tukar juga berpengaruh terhadap pembentukan harga impor. Harga komoditas pertanian pada umumnya lebih berflutuasi dibandingkan harga komoditas non pertanian dan jasa. Ketidakstabilan tersebut disebabkan oleh sifat biologis komoditas pertanian dan adanya pengaruh yang kuat dari faktor hama dan penyakit, cuaca, dan variasi musim sehingga jumlah yang dihasilkan sering berbeda dengan yang direncanakan. Faktor lain yang juga berpengaruh antara lain kesenjangan waktu yang cukup nyata antara keputusan untuk memproduksi dengan diperolehnya hasil produksi.

Dengan asumsi pasar cukup terintergrasi, maka informasi harga di Jepang akan tertangkap di pusat-pusat pasar lainnya. Kenaikan harga riil udang diperkirakan akan menurunkan jumlah permintaan atas udang tersebut. Stok udang di pasar domestik akan meningkat dan akan mempengaruhi permintaan. Berdasarkan hubungan di atas maka:

PXiejt = f(PWe, EXRi, PXiejt-1) ... (18) dimana PXiejt adalah harga ekspor udang bentuk e Indonesia ke negara tujuan j (US$/kg), PWe merupakan harga dunia udang bentuk e Indonesia (US$/kg), EXRi merupakan nilai tukar (Rp/dollar), dan PXiejt-1 adalah lag harga ekspor udang bentuk e Indonesia ke negara tujuan j.

Menurut Wooldridge (2002) dalam Juarno (2012), walaupun harga bukan merupakan ukuran pasti untuk mutu akan tetapi harga ekspor merupakan

(49)

dominan mempengaruhi harga dunia. Oleh karena itu, harga dunia yang berlaku di Jepang dapat digunakan mewakili harga udang dunia.

3.1.6. Model Persamaan Simultan

Menurut Gujarati (1978) sistem persamaan simultan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam persamaan satu dengan yang lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama lain. Persamaan simultan tidak hanya memiliki satu persamaan yang menghubungkan satu variabel endogen tunggal dengan sejumlah variabel penjelas non stokastik atau didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Satu ciri unik dari persamaan simultan adalah variabel endogen dari suatu persamaan mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan (explanatory variabel) dalam persamaan lain dari sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y1i = α10 + α12 Y2i+ β11 X1i + u1i ... (19) Y2i = α20+ α21 Y1i+ β21 X1i + u2i. ... (20) Keterangan Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat endogen, dan Xt merupakan variabel yang bersifat eksogen, keterangan u1 dan u2 adalah unsur gangguan stokastik, variabel Y1 dan Y2 kedua-duanya stokastik. Pemilihan model yang akan digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran pulp dan kertas di Indonesia.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

(50)

dalam memenuhi kontinuitas pasokan menjadi salah satu alasan para pelaku industri udang untuk melakukan impor bahan baku.

Gambar 6. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Pada perdagangan internasional, produk udang Indonesia mengalami hambatan non tarif yaitu pemenuhan mutu yang berstandar internasional. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata laju pertumbuhan ekspor udang Indonesia yang tertinggi yaitu udang olahan sebesar 14,73%, sedangan yang rendah yaitu rata-rata laju pertumbuhan ekspor udang beku sebesar -0,54%. Pemenuhan mutu yang sesuai dengan standar internasional akan meningkatkan biaya produksi bagi produsen. Pengaruh pengelolaan tambak udang di Indonesia yang masih menggunakan teknologi ekstensif/ tradisional akan menyebabkan udang rentan terhadap penyakit, sehingga mempengaruhi kualitas produk udang.

Indonesia negara maritim sehingga memiliki potensi pada hasil perikanan

Udang menjadi salah satu produk unggulan hasil perikanan

Hambatan pada pengembangan:

• Pasar domestik mengalami masalah kontinuitas pasokan • Kesulitan nelayan dan pelaku usaha perikanan skala

kecil dan menengah dalam mendapatkan pinjaman • Ekspor udang pemenuhan mutu berstandar internasional

Analisis faktor yang mempengaruhi permintaan, penawaran udang di pasar domestik, dan ekspor udang

Indonesia berkaitan mutu (2SLS)

Simulasi historis penurunan suku bunga pinjaman terhadap produksi

dan jumlah ekspor

Informasi perkembangan perdagangan udang Indonesia

(51)

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan analisis pengaruh kebijakan penetapan suku bunga pinjaman sebesar 12 persen pada komoditas udang dalam peningkatan ekspor ekspor udang Indonesia. Skenario ini dibangun dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan para nelayan dan pelaku usaha perikanan skala kecil dan menengah dalam mendapatkan pinjaman perbankan. Suku bunga pinjaman perikanan di Indonesia berkisar 12-16 persen, sehingga menghambat dalam pengembangan industri perikanan (KKP, 2012a).

(52)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk time series tahunan dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2011. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengambilan data dari publikasi Uncomtrade dan World Bank serta publikasi-publikasi lainnya. Data model Perdagangan Udang Indonesia Tahun 1989 sampai 2011 disajikan pada Lampiran 1.

4.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Model perdagangan udang di Indonesia dalam penelitian ini menggunakan persamaan simultan. Masing-masing persamaan dalam model persamaan simultan diduga dengan metode 2SLS (two stages least square) menggunakan software statistical analysis software/econometric time series (SAS/ETS) versi 9.2. Dalam mengevaluasi dampak kebijakan penurunan suku bunga pinjaman dalam peningkatan ekspor udang menggunakan simulasi historis metode Newton. Prosedur analisis ekonometrika dalam penelitian ini terdiri dari spesifikasi model, identifikasi model, metode pendugaan model, pengujian model, validasi model, dan simulasi model.

4.3. Spesifikasi Model

Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas terhadap variabel endogennya khususnya yang menyangkut tanda dan besaran dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis. Spesifikasi model yang dirumuskan dalam studi ini sangat terkait dengan tujuan yaitu merumuskan model perdagangan udang Indonesia.

(53)

Gambar 7.Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Ekonomi Perdagangan Udang Indonesia Keterangan :

Variabel Endogen Variabel Eksogen

(54)

4.3.1. Blok Produksi

Blok produksi terdiri dari persamaan permintaan faktor produksi, serta output yang menyangkut produksi udang berdasarkan asal yaitu udang tambak dan penangkapan dan produksi udang berdasarkan bentuk produk. Produksi udang di Indonesia terbagi menjadi 2 yaitu berasal dari udang dan penangkapan. Udang yang berasal dari penangkapan merupakan penjumlahan antara udang penangkapan laut dengan penangkapan perairan umum.

4.3.1.1. Permintaan Faktor Produksi

Permintaan faktor produksi udang tambak diduga dipengaruhi oleh harga faktor produksi itu sendiri, harga input lainnya, dan harga output berupa harga udang segar domestik. Persamaan faktor produksi dirumuskan sebagai berikut:

QPAKNt = a0 + a1 PPAKNRt + a2 (PUSDOMRt-PUSDOMRt-1) + a3 TREND + U1 ... (21) QBENRt = b0 + b1 PBENRRt-1 + b2 (PUSDOMRt

-PUSDOMRt-1)+ b3 TREND + b4 QBENRt-1 + U2 ... (22) Tanda parameter dugaan yang diharapkan :

a1, b1 < 0; a2,a3,b2,b3> 0; 0< b4<1 dimana :

QPAKNt = Jumlah penggunaan pakan Indonesia ke-t (ribu Kg) QBENRt = Jumlah benur yang digunakan tambak Indonesia ke-t

(milliar ekor)

PPAKNRt = Harga riil pakan ke-t (ribu Rp/Kg) PBENRRt-1 = Harga riil benur ke-t-1 (Rp/ekor)

PUSDOMRt = Harga riil udang segar domestik ke-t (Rp/Kg) PUSDOMRt-1 = Harga riil udang segar domestik ke-t-1 (Rp/Kg)

QBENRt-1 = Jumlah benur yang digunakan tambak Indonesia ke- t-1 (milliar ekor)

TREND = Tren waktu

4.3.1.2. Produksi Udang Tambak

(55)

QTAMBt = c0 + c1 QPKANt-1 + c2 QBENRt-1 + c3 INTRERt-1 + c4 QTAMBt-1+U3 ... (23)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan : c1, c2> 0; c3< 0; 0 < c4 <1

dimana:

QTAMBt = Jumlah produksi udang tambak Indonesia ke-t (ribu ton)

QPAKNt-1 = Jumlah penggunaan pakan Indonesia ke- t-1 (ribu Kg) QBENRt-1 = Jumlah benur yang digunakan tambak Indonesia ke- t-1

(milliar ekor)

INTRERt-1 = Tingkat suku bunga pinjaman riil ke-t-1(%)

QTAMBt-1 = Jumlah produksi udang tambak Indonesia ke-t-1 (ribu ton)

4.3.1.3. Produksi Udang Penangkapan

Produksi udang penangkapan di Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga riil udang segar domestik, harga riil BBM, dan produksi udang penangkapan bedakala satu tahun. Persamaan produksi udang tambak dirumuskan sebagai berikut :

QTNKPt = d0 + d1 PBBMRt + d2 INTRERt + d3 TREND + d4 QTNKPt-1+ U4... (24) Tanda parameter dugaan yang diharapkan :

d3 > 0 ; d1, d2< 0 ; 0<d4<1 dimana :

QTNKPt = Jumlah produksi udang penangkapan Indonesia ke-t (ribu ton)

PBBMRt = Harga solar riil ke-t (Rp/liter)

INTRERt = Tingkat suku bunga pinjaman rill pada tahun t (%)

TREND = Tren waktu

(56)

4.3.1.4. Produksi Udang Segar Indonesia

Produksi udang segar Indonesia pada tahun ke-t didefinisikan sebagai penjumlahan dari produksi udang tambak Indonesia tahun ke-t dengan produksi udang penangkapan Indonesia tahun ke-t. Sehingga secara matematis produksi udang segar Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:

QUSIt = QTAMBt + QTNKPt. ... (25) dimana :

QUSIt = Produksi udang segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) QTAMBt = Produksi udang tambak Indonesia pada tahun t (ribu

ton)

QTNKPt = Produksi udang hasil tangkapan tahun t (ribu ton)

4.3.1.5. Produksi Udang Beku Indonesia

Konversi udang segar ke udang beku atau ke udang olahan bervariasi antara lain tergantung ukuran dan spesies udang. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT, 2005) konversi udang besar beku adalah 60% dari berat basah dan 40% untuk udang tidak beku, sedangkan untuk udang kecil dan biasa konversinya adalah 42% beku dan 40% tidak beku. Pada penelitian ini, konversi dari udang segar ke beku menggunakan pendekatan pada penelitian Soepanto (1999) yaitu udang beku adalah 0,6 dari udang segar. Sehingga secara matematis produksi udang beku Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:

QUBIt = 0,6 QUSIt + 0,6 QMUSIDt – 0,6 QDUSCt – 0,6

QXSIDt ... (26) dimana :

QUBIt = Produksi udang beku Indonesia ke-t (ribu ton) QUSIt = Produksi udang segar Indonesia ke-t (ribu ton)

QMUSIDt = Jumlah udang segar impor ke Indonesia ke-t (ribu ton) QDUSCt = Permintaan udang segar domestik ke-t (ribu ton)

QXSIDt = Total ekspor udang segar Indonesia ke dunia ke-t (ribu ton)

4.3.1.6. Produksi Udang Olahan Indonesia

(57)

Indonesia ke dunia. Data harga output (udang olahan domestik) tidak tersedia, maka digunakan harga udang olahan dunia. Persamaan produksi udang olahan Indonesia dirumuskan sebagai berikut:

QUOIt = e0 + e1 PUBDOMRt-1 + e2 PUODRt + e3 INTRERt

+ e4 QUOIt-1 +U5 ... (27) Tanda parameter dugaan yang diharapkan :

e1 , e3 < 0 ; e2 > 0 ; 0 < e4 < 1 dimana :

QUOIt = Produksi udang olahan Indonesia ke-t (ribu ton) PUBDOMRt-1= Harga riil udang beku domestik ke-t-1 (Rp/Kg) PUODRt = Harga udang olahan dunia riil ke t (US$/kg)

INTREt = Tingkat suku bunga pinjaman riil ke t (%)

QUOIt-1 = Produksi udang olahan Indonesia ke t-1 (ribu ton)

4.3.2. Blok Permintaan dan Penawaran Udang Indonesia

Blok permintaan dan penawaran udang Indonesia terdari permintaan udang (segar, beku, olahan), penawaran udang (segar, beku, olahan), dan harga riil udang (segar, beku) domestik. Selain itu, terdapat permintaan turunan dari suatu produk input yaitu permintaan udang segar oleh industri udang beku dan permintaan udang beku oleh industri udang olahan.

4.3.2.1. Permintaan Udang Segar Domestik

Data permintaan udang segar domestik tidak tersedia secara khusus. Dalam penelitian ini, permintaan udang segar domestik merupakan penjumlahan dari permintaan udang segar untuk industri udang beku dengan permintaan udang segar lainnya (dikonsumsi masyarakat domestik). Sehingga secara matematis permintaan udang segar domestik dapat dirumuskan sebagai berikut:

QDUSDOMt = QDUSBt + QDUSCt ... (28) dimana :

QDUSDOMt = Permintaan domestik udang segar domestik ke-t (ribu ton)

(58)

QDUSCt = Permintaan udang segar untuk konsumsi (masyarakat) domestik (ribu ton)

4.3.2.2. Permintaan Udang Beku Domestik

Permintaan udang beku domestik terbagi menjadi dua yaitu industri udang olahan dan konsumsi udang masyarakat domestik. Sehingga secara matematis permintaan udang beku dapat dirumuskan sebagai berikut:

QDUBDOMt = QDUBOt + QDUBCt ... (29) dimana :

QDUBDOMt = Permintaan domestik udang segar domestik ke-t (ribu ton)

QDUBOt = Permintaan udang beku oleh industri udang olahan ke-t (ribu ton)

QDUBCt = Permintaan udang beku untuk konsumsi (masyarakat) domestik ke-t (ribu ton)

4.3.2.3. Permintaan Udang Olahan Domestik

Konsumsi udang olahan domestik mengikuti penelitian Soepanto (1999), yaitu diperkirakan 5% dari produksi udang olahan Indonesia. Sehingga secara matematis permintaan udang beku dapat dirumuskan sebagai berikut:

QDUODOMt = 0,005 QUOIt ... (30) dimana :

QDUODOMt = Permintaan udang olahan untuk konsumsi (masyarakat) domestik ke-t (ribu ton)

QUOIt = Produksi udang olahan Indonesia ke-t (ribu ton)

4.3.2.4. Permintaaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku

Gambar

Tabel 2. Volume Produksi Udang Indonesia Tahun 2007-2011
Tabel 4.  Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan
Tabel 6. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2007-
Tabel 8. Volume Impor Udang Dunia ke Indonesia Tahun 2007-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Enam dari tujuh kelompok pengeluaran yang ada mengalami kenaikan indeks, yakni berturut-turut: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,90 persen;

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang tertera pada tabel 4.14, bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap tingkat

Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. Aset,

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya tentang isi pesan iklan Layanan Masyarakat Versi SME

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan : Memiliki Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) yang masih berlaku, Sertifikat Badan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pakan suplemen baik PS1 maupun PS2 yang mengandung daun

Kesesuaian Nama Mata Uji dan Program Studi yang tertera pada kanan atas  Naskah Soal dengan Lembar Jawaban “Bocoran” Ujian Nasional (LJBUN)c. LJBUN yang masih menyatu

&#34;Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan 'imbalan