• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Gerakan Petani Menghadapi Ancaman Dari Luar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Gerakan Petani Menghadapi Ancaman Dari Luar"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

di Gunung Ciremai)

AZIZAH TRISNA JAYANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Gerakan Petani Menghadapi Ancaman dari Luaradalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

AZIZAH TRISNA JAYANTI. Dinamika Gerakan Petani Menghadapi Ancaman dari Luar. Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses konflik antara perusahaan geothermal dan masyarakat, bagaimana langkah perusahaan menginduksi dirinya ke dalam masyarakat, dan seberapa jauh langkah tersebut sesuai dengan norma FPIC. Selain itu, penelitian ini juga mempunyai tujuan untuk menganalisis bagaimana respon masyarakat menanggapi hal tersebut hingga berubah menjadi bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan. Dalam proses melawan, karakteristik petani yang aktif dan keterlibatan pihak luar merupakan hal yang penting. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Metode penarikan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah acak sederhana dengan jumlah responden sebanyak 35 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara mendalam pada informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses masuknya perusahaan tidak sesuai dengan norma internasional (FPIC). Bentuk-bentuk perlawanan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu perlawanan terbuka dan perlawanan tertutup. Perlawanan petani ini didorong dengan adanya keterlibatan pihak luar yang mendukung perlawanan.

Kata kunci: gerakan petani, perlawanan petani, peran pihak luar

ABSTRACT

AZIZAH TRISNA JAYANTI. Dynamic of Farmer Resistance Faces the Outside Threat. Supervised by SATYAWAN SUNITO.

The purpose of this research is to analyze conflict process of geothermal company with the local people, how the company induce itself to people, and how it is suit with the norm from international agencies (FPIC). Besides that, this research has aims to analyze people response to face that condition until become a resistance farmer forms. In the resistance process, characteristic of farmer who is active in the resistanceand the involvement of outside parties are important. The study is done by using the survey research method. The sample used in this research is simple random with the number of respondents 35 people. This research adopt both quantitative and a qualitative approach by deep interviewing the informant. The result showed that the company‟s entry process is not based on the international norms (FPIC). Farmer resistance is divided into two, they are opened and closed resistances. The resistance of farmers is driven by the involvement of outside parties that support resistance.

(6)
(7)

DINAMIKA GERAKAN PETANI MENGHADAPI

ANCAMAN DARI LUAR

(Gerakan Petani Menolak Masuknya Perusahaan Geothermal

di Gunung Ciremai)

AZIZAH TRISNA JAYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Dinamika Gerakan Petani Menghadapi Ancaman dari Luar” dengan baik. Tulisan ini memaparkan langkah-langkah perusahaan dalam mempersiapkan eksplorasi dan eksploitasi, respon masyarakat, perlawanan petani, karakteristik petani, dan peran pihak luar.Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat pengambilan data lapangan dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Satyawan Sunito selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penyelesaian penulisan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasihkepada Mas Eko Cahyono, Kang Oki Satrio, Kang Marna Ibrahim, Irma, teman-teman di Sofi Institute, Fika Fatia, Siti Chaakimah, dan Kak Risma Junita yang telah memberikan kritik serta saran dalam penulisan skripsi. Selanjutnya, penulis juga berterima kasihkepada Ayahanda Jarot Priyono dan Ibunda Titin Suharti, serta adik tercinta Andika Ursha Ramadhani yang selalu berdoa dan memberi semangat kepada penulis. Tidak lupa juga terima kasih penulis sampaikan kepada Dwi Tasya Liandra, Candra Heri,Fifa Rohma, Rahmawati, Ratna Purbaningrum, Arini Eka, seluruh teman-teman seperjuangan SKPM Angkatan 48 dan sahabat sholehah di Pondok Delima serta Pondok Khadijah yang telah memberikan semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan skripsi.

Besar harapan penulis bahwa penelitian ini dapat memberi tambahan informasi guna studi lanjutan terkait perlawanan petani. Penulis menyadari bahwa penulisan penelitianini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki tulisan ini.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustakan 5

Alur Pemikiran 15

Hipotesis Penelitian 16

Definisi Konseptual 17

Definisi Operasional 17

PENDEKATAN LAPANGAN 19

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pengambilan Data 19

Pengumpulan Data 20

Pengolahan dan Analisis Data 21

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 23

Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Desa Cisantana 23

Potensi Sumber Daya Alam 24

Kondisi Sosial, Agama, dan Masyarakat Adat 25

Kondisi Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk Desa 26

Ikhtisar 27

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KONFLIK MASYARAKAT

DENGAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI (TNGC) 29

Pemanfaatan Lahan Masyarakat Desa 29

Isu Chevron Pemicu Konflik Masyrakat dengan Pihak TNGC 37

Ikhtisar 38

PROSES MASUKNYA PERUSAHAAN GEOTHERMAL DAN

PENOLAKAN DARI MASYARAKAT 41

Kronologi Masuknya Perusahaan Geothermal 41

Proses Sosialisasi Setengah Hati 42

Kondisi Ketidakpastian Di Kalangan Penduduk 45

Analisis Kesesuaian Proses Rencana Masuknya Perusahaan dengan FPIC 47

(14)

PENGORGANISASIAN PETANI DALAM GEMPUR (GERAKAN

MASSA PEJUANG UNTUK RAKYAT) 51

Kronologi Terbentuknya Gempur 51

Karakteristik Petani dalam Perlawanan 54

Ikhtisar 60

PERLAWANAN PETANI GEMPUR DENGAN CHEVRON 63

Strategi yang Dilakukan Gempur 63

Analisis Bentuk-bentuk Perlawanan Petani Gempur Berdasarkan Konsep

Perlawanan Petani dari Scott (1993) 67

Tantangan dan Hambatan yang dialami GEMPUR dalam Perlawanan 79

Keterlibatan Pihak Luar dalam Perlawanan 87

Analisis Kesesuaian Karakteristik Gempur dengan Konsep Gerakan

Agraria dari Fauzi dan Peluso (2012) 89

Ikhtisar 91

PENUTUP 93

Simpulan 93

Saran 95

DAFTAR PUSTAKA 97

LAMPIRAN 99

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015 19

2 Jumlah penduduk Desa Cisantana berdasarkan jenis kelamin

tahun 2013 23

3 Penduduk Desa Cisantana berdasarkan tingkat pendidikan tahun

2013 24

4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cisantana berdasarkan

agama tahun 2013 25

5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cisantana menurut

jenispekerjaan dan jenis kelamin tahun 2013 27 6 Persentase responden berdasarkan luas lahan yang pernah

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Perbedaan dinamika gerakan sosial sebelum dan sesudah era reformasi 13

2 Kerangka pemikiran 16

3 Matriks pengumpulan data 20

4 Foto saluran air di Desa Cisantana yang masih menggunakan selang 25

5 Zonasi pengelolaan hutan menurut masyarakat adat 29

6 Bagan sejarah ditetapkannya Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) 32 7 Peta kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) 33 8 Peta kawasan TNGC dan desa-desa yang berbatasan dengan TNGC 33 9 Berita pemerintah akan keluarkan ijin eksplorasi 28 titik geothermal 38 10 Matriks kronologi rencana masuknya perusahaan geothermal 42 11 Pemanfaatan panas bumi untuk pembangkitan listrik 43 12 Matriks perbandingan kondisi ideal (FPIC) dan kondisi nyata 48 13 Grafik persentase responden berdasarkan keikutsertaan aksi demonstrasi 56 14 Grafik persentase responden berdasarkan jenis kelamin 56 15 Grafik persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan 57

16 Grafik persentase responden berdasarkan umur 58

17 Grafik persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan 58 18 Grafik persentase responden berdasarkan pengalaman organisasi 59 19 Grafik persentase responden berdasarkan pengalaman menggarap di

lahan Perhutani 59

20 Grafik persentase responden berdasarkan luas lahan yang dimanfaatkan

untuk pertanian 60

21 Berita mundurnya Chevron dari prospek geothermal Gunung Ciremai 70 22 Berita pesta rakyat lereng Gunung Ciremai atas mundurnya Chevron 70

23 Sticker merk kecap buatan Gempur 72

24 Saos sambal cap lahar cabe buatan Gempur 73

25 Sticker merk kerupuk kerak bumi 73

26 Sticker merk merica cap menanam 74

27 Foto kedai mie ayam anti Chevron tampak dari depan 74

28 Design spanduk perlawanan buatan Gempur 75

29 Foto spanduk anti Chevron yang dipasang di pinggir jalan Desa

Pajambon 75

30 Designspanduk „Chevwrong‟ buatan Gempur 75

31 Spanduk kemarahan nenek-nenek 76

32 Foto baju Gempur tampak dari depan dan belakang 77

33 Matriks analisis karakteristik organisasi yang terjadi pada Gempur

(18)
(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 101

2 Kuesioner penelitian 103

3 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 105

4 Kronologi aksi demonstrasi yang dilakukan Gempur 109

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 mendefinisikan agraria sebagai seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Agraria mencakup seluruh sumber daya alam yang terdapat di bumi baik itu yang di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Prinsip dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam tercantum dalam UUD 1945 khususnya pasal 33 yang berisi “Bumi dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dalam hal ini yang perlu digarisbawahi adalah penggunaan sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dalam arti untuk mencapai keadilan sosial. Peran negara dalam hubungan antara manusia dan sumber daya adalah mengatur keseimbangan antara berbagai kepentingan dalam perolehan dan pemanfaatan sumber daya.

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati. Kekayaan sumber daya alam non-hayati Indonesia terletak pada barang tambang, minyak bumi, dan gas alam yang produksinya terus meningkat. Menurut data WALHI dalam Setiyawan(2014), Indonesia memiliki 60 ladang minyak, 38 di antaranya telah dieksplorasi dengan cadangan sekitar 77 miliar (barel) minyak dan 332 triliun (MMscf) gas. Data BPS tahun 2008-2012 menunjukkan peningkatan produksi tambang mineral di Indonesia. Produksi batu bara mengalami peningkatan sebesar 44,5%, nikel 69,3%, emas 3,66%, pasir besi 44,3%, dan tembaga 56,9%. Data BPS (2012) menunjukkan produksi gas alam Indonesia mencapai 2.982.753,50 MMscf pada tahun 2012.

Kegiatan pertambangan memanfaatkan kawasan hutan sebagai wilayah pertambangan barang tambang, minyak bumi, mineral, dan gas yang jumlahnya mengalami peningkatan. Data WALHI dalam Julikawati (2014) menunjukkan pemanfaatan kawasan hutan menjadi pertambangan pada 2007 adalah 248 ha, pada 2008 meningkat menjadi 38 ribu ha dan pada 2009 mencapai 63 ribu ha.

(22)

yang berkaitan dengan kasus pertambangan disebabkan oleh terancamnya hak-hak masyarakat seperti hak untuk memperoleh penghidupan layak dan hak atas pangan. Eksplorasi dan eksploitasi tambang biasanya dilakukan di atas tanah yang sudah dikelola masyarakat secara adat ataupun individu dalam kurun waktu yang lama (Wiradi 2009). Lahan tersebut merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat.

Sebelum perusahaan tambang beroperasi di suatu daerah harus mendapatkan izin terlebih dulu dari masyarakat setempat. Namun, proyek-proyek pertambangan masuk ke wilayah masyarakat tanpa konsultasi, partisipasi atau perundingan terlebih dahulu dengan masyarakat. Pertambangan masuk le wilayah masyarakat tanpa penghormatan terhadap hak-hak mereka (AMAN 2009). Akibatnya adalah terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan tambang bahkan dengan pemerintah.

Menurut Purwadi (2014), proyek eksplorasi panas bumi Gunung Slamet belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat. Masyarakat melakukan penolakan karena kekhawatiran mereka akan berkurangnya debit air yang biasa mereka gunakan untuk mengairi sawah dan pasokan sumber air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Kekhawatiran masyarakat muncul karena ketidakpastian informasi yang mereka terima. Masyarakat khawatir akan dampak yang terjadi akibat eksplorasi dan eksploitasi perusahaan tambang. Kekhawatiran ini disebabkan dokumen AMDAL yang bersifat tidak transparan (AMAN 2009). Ketidakpastian informasi juga meyebabkan keresahan bagi masyarakat yang kemudian menimbulkan demonstrasi dan kerusuhan. Masyarakat belum mendapatkan informasi proyek pertambangan panas bumi secara lengkap, baik manfaat dan risiko dari masuknya proyek pertambangan. Kesempatan masyarakat untuk mendapatkan informasi keberadaan proyek pertambangan panas bumi sangat minim. Sebagian besar peserta sosialisasi yang dilakukan perusahaan berasal dari perwakilan pemerintah, akademisi, dan perusahaan-perusahaan yang terkait. Kelompok-kelompok masyarakat yang dianggap kritis cenderung dihindari oleh perusahaan.

Kasus lain, Victia(2014) mengungkapkan bahwa rencana Kementerian ESDM melakukan pemanfaatan panas bumi (geothermal) di Gunung Ciremai, Jawa Barat mendapat penolakan dari warga. Salah satu desa yang terkena dampak masuknya perusahaan geothermal adalah Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan yang juga melakukan penolakan.

(23)

negatif mengenai pihak lawan. Oleh karena itu, menarik bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana perlawanan petani dalam rangka menolak masuknya perusahaan geothermal. Penelitian ini mengkhususkan pembahasan pada kasus perlawanan petani di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.

Masalah Penelitian

Perusahaan akan melakukan proses persiapan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di target wilayah pertambangan sebelum melakukan proyek pertambangan. Rangkaian proses persiapan yang dilakukan oleh perusahaan antara lain proses sosialisasi kepada masyarakat, proses transfer tanah, dan proses pencarian informasi mengenai lokasi barang tambang. Proses masuknya perusahaan harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan tuntutan-tuntutan dari lembaga internasional. AMAN (2009) menjelaskan bahwaPBB mempunyai standar internasional sebagai metode komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat yaitu FPIC (Free, Prior, Informed,and Consent). Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menganalisisapakah langkah perusahaan dalam proses eksplorasi dilakukan sesuai dengan tuntutan dari lembaga internasional(FPIC)?

Perusahaan yang masuk ke wilayah masyarakat tanpa ada perundingan dengan pihak setempatakan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat (AMAN 2009).Masyarakat khawatir akan dampak negatifyang terjadi akibat kegiatan eksplorasi dan rencana eksploitasi yang dilakukan perusahaan. Hal tersebut memicu timbulnya perlawanan sebagai respon penolakan masyarakat atas masuknya perusahaan.Scott (1993) memaparkan mengenai bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan petani. Perlawanan tersebut dapat dilakukan secara terbuka dengan aksi-aksi yang bersifat lebih terorganisir seperti demonstrasi dan pengaduan, atau dapat dilakukan secara tertutup yang cenderung diam-diam seperti menanam illegal, berbohong kepada pihak lawan, dan lain sebagainya. Di sisi lain, Fauzi dan Peluso (2012) memaparkan mengenai perlawanan petani di Indonesia pada awal abad ke-21 yang cenderung untuk membentuk gerakan sosial, baik itu gerakan lingkungan maupun gerakan agraria. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana bentuk-bentuk perlawanan petani di lereng Gunung Ciremai terhadap masuknya perusahaangeothermaldan apakah perlawanan tersebut sesuai dengan konsep perlawanan petani yang dipaparkan Scott (1993) serta Fauzi dan Peluso (2012)?

Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan petani dapat berbeda-beda berdasarkan dimensi waktu. Bentuk-bentuk perlawanan petani dari awal isu masuknya perusahaan hingga saat ini dapat berubah. Keaktifan petani dalam mengikuti kegiatan perlawanan pun dapat mengalami perubahan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana karakteristik petani di Desa Cisantanayang aktif dalam kegiatan perlawanan?

(24)

Dengan kata lain, perlawanan petani dapat pula dipengaruhi dengan adanya dukungan pihak luar yang pro terhadap petani. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana keterlibatan pihak luar dalam perlawanan petani?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian umum pada penelitian ini adalah menganalisis perlawanan petani dalam Gempur menolak masuknya perusahaan geothermal di Gunung Ciremai. Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kesesuaian langkah perusahaan dalam proses kegiatan eksplorasi dengan tuntutan dari lembaga internasional (FPIC).

2. Menganalisis bentuk-bentuk perlawanan petani di lereng Gunung Ciremai terhadap masuknya perusahaan geothermaldan menganalisis kesesuaian perlawanan tersebut dengan konsep perlawanan petani yang dipaparkan Scott (1993) serta Fauzi dan Peluso (2012).

3. Menganalisis karakteristik petani yang aktif di Desa Cisantana dalam kegiatan perlawanan.

4. Menganalisis keterlibatan pihak luar dalam perlawanan petani.

Kegunaan Penelitian

(25)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab pendekatan teoritis ini berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian, dan definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka

Masuknya Perusahaan dan Ketentuan yang Harus Dilakukan

Pihak (baik perusahaan atau orang luar) yang hendak masuk ke dalam wilayah-wilayah masyarakat, harus berurusan dengan mereka sebagai pemilik yang sah, karena masyarakat mempunyai hak, dengan kewenangan yang jelas atas seluruh wilayah mereka (Colchester 2006 dalam AMAN 2009). Hal tersebut berarti pihak luar yang masuk harus menghargai sistem pengambilan keputusan masyarakat dan menghormati tata aturan masyarakat dalam menentukan perwakilannya. Pihak luar yang akan masuk ke dalam wilayah-wilayah masyarakat harus menjelaskan apa yang hendak mereka lakukan dan berunding dengan masyarakat yang bersangkutan, sebab masyarakat dapat setuju ataupun tidak setuju terhadap apa yang diusulkan.Maksud dan tujuan perusahaan harus disosialisasikan dan dikomunikasikan kepada masyarakat.

Dalam hal sosialisasi perusahaan, PBB mempunyai standar metode komunikasi yang wajib digunakan pada setiap proyek-proyek perusahaan maupun pembangunan yang berdampak langsung maupun tidak langsung pada masyarakat, yaitu FPIC (Free, Prior,Informed,and Consent).FPIC berbasiskan pada prinsip demokrasi, kesetaraan, menginformasi, dan negosiasi. Sebagai sebuah strategi komunikasi, FPIC tidak hanya berhenti pada sosialisasi rencana proyek dan hasil AMDAL pada masyarakat, namun FPIC diwajibkan membangun komunikasi yang antara perusahaan dengan masyarakat.

Colchester (2006) dalam AMAN (2009) menjelaskan, prinsip Free, Prior, Informed, andConsent (FPIC) adalah prinsip yang menegaskan adanya hak masyarakat untuk menentukan bentuk-bentuk kegiatan apa yang mereka inginkan pada wilayah mereka. Secara lebih rinci dapat dirumuskan sebagai hak masyarakat untuk mendapatkan informasi (Informed) sebelum (Prior) sebuah program atau proyek pembangunan dilaksanakan dalam wilayah mereka, dan berdasarkan informasi tersebut, mereka secara bebas tanpa tekanan (Free) menyatakan setuju (consent) atau menolak atau dengan kata lain, sebuah hak masyarakat (adat) untuk memutuskan jenis kegiatan pembangunan macam apa yang mereka perbolehkan untuk berlangsung dalam wilayah mereka. Penjelasan maksud dari kata free, prior, informed,dan consent adalah sebagai berikut:

1. Free (Bebas), mengandung makna bahwa keputusan-keputusan mengenai jenis kegiatan perusahaan yang diperbolehkan masyarakat untuk masuk ke wilayah mereka hendaknya dicapai melalui proses-proses yang saling menghargai tanpa kekerasan, tekanan, gertakan, ancaman dan penyuapan. 2. Prior (Mendahului),mengandung makna bahwa perundingan antara

(26)

memutuskan rencana yang hendak dikerjakan. Perundingan harus terlebih dahulu dilakukan dengan masyarakat sebelumpihak perusahaan datang untuk mengukur dan melihat sekitar tanah-tanah masyarakat.

3. Informed (Diinformasikan),mengandung makna bahwa perusahaan harus memberikan semua informasi yang mereka miliki kepada masyarakat, terkait dengan kegiatan yang direncanakan, dalam bentuk-bentuk dan bahasa yang dapat dipahami masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada masyarakat untuk membaca, menilai, dan membicarakan informasi tersebut, sehingga masyarakatdapat mengetahuiapa implikasi dari usulan rencana kegiatan perusahaan. Informasi yang harus disampaikan perusahaan dan perlu diketahui oleh masyarakat adalah:

a. Informasi profil dan kinerja perusahaan yang akan mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah mereka. Informasi profil ini memuat tujuan perusahaan, usaha dan kapasitas perusahaan, asset produksi dan sumberdaya lainnya yang dimiliki perusahaan, manajemen perusahaan dan pemilikan modal. Sedangkan, informasi kinerja biasanya memuat informasi pengelolaan usaha, manfaat dan dampaknya.

b. Informasi kebijakan dan peraturan pelaksanaan yang berhubungan dengan ijin dan hak-hak pengelolaan yang dikeluarkan misalnya oleh Pemda, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertambangan dan sebagainya. Informasi ini memuat kebijakan pengelolaan, hak dan kewajiban, standard legalitas, ijin lokasi, peta lokasi, surat persetujuan AMDAL, pedoman dan sangsi-sangsi.

c. Informasi AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan), yang memuat kajian dampak positif dan negatif proyek sesudah dan sebelum beroperasi, meliputi aspek sosial, ekologi, ekonomi dan sebagainya. 4. Consent (Persetujuan), mengandung makna bahwa apapun keputusan

atau kesepakatan yang dicapai harus dibuat melalui sebuah proses terbuka dan bertahap yang menghargai nilai-nilai lokal masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat dapat memutuskan untuk setuju atau tidak setuju terhadap masuknya perusahaan.

FPIC penting untuk dilakukan karena FPIC bermaksud untuk menghargai hak-hak masyarakat atas wilayah-wilayah mereka dan untuk menentukan apa yang ingin mereka lakukan di atasnya. Ini berarti bahwa pembangunan hanya dapat dilanjutkan ketika dan jika masyarakat telah menerima bahwa kegiatan-kegiatan yang ditawarkan akan bermanfaat bagi mereka dan semua bentuk pembangunan yang hanya membahayakan mereka boleh ditolak oleh masyarakat dan harus dihentikan.

Dampak yang Diakibatkan Masuknya Perusahaan

(27)

ekologi yang menutup akses petani terhadap sumber daya alam yang dibutuhkan bagi kehidupan mereka.

Dengan masuknya perusahaan, dimungkinkan adanya peluang untuk bekerja di perusahaan maupun di lapangan-lapangan usaha yang muncul seiring dengan pembangunan perusahaan. Hal ini dapat berpengaruh pada penghasilan masyarakat. Peningkatan penghasilan yang langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar adalah dengan bekerja di perusahaan. Pendapatan tidak langsung diperoleh masyarakat dari penghasilannya memanfaatkan peluang usaha dengan memanfaatkan berkembangnya wilayah tersebut sebagai wilayah perekonomian baru. Namun, hal tersebut dapat terjadi sebaliknya. Saefulhakim dan Nasution (1995) dalam Lestari (2011) menyatakan bahwa masyarakat lokal (pemilik tanah semula dan buruh tani) banyaksekali yang tidak dapat menikmati kesempatan kerja dan pendapatan dari aktivitasekonomi yang baru. Penerima manfaat dari ekspansi perusahaan yang mengakibatkan alih fungsi lahan umumnya adalah pendatang. Hal inidisebabkan adanya senjang permintaan dan penawaran tenaga kerja maupunkarena kalah bersaing dengan pendatang.

Wiradi (2009) menyatakan bahwa dalam menghadapi tekanan akibat adanya masuknya perusahaan, pada keluarga petani miskin yang menyerah akan cenderung bersedia menjual lahanyang diminta kepada pihak perusahaan, atau petani mendapat ganti rugi atas lahannya. Dalam jangka pendek, uang tersebut dapatmemberikan keuntungan. Namun, untuk jangka panjang hanya menimbulkanpermasalahan baru, seperti hilangnya pendapatan dan kesempatan petani di bidang pertanian, hilangnya manfaat investasi dari lahan yang beralih fungsi, perekonomianwilayah di bidang pertanian menurun, semakin bertambahnya pengangguranakibat sulitnya petani mendapat pekerjaan di luar sektor pertanian karena tidak diiringidengan keterampilan dan pendidikan yang memadai, serta terjadinya penurunanluas lahan usahatani rumah tangga petani(Wiradi 2009).Akibatnya, luas lahan pertanian milik petani semakin menurun. Penurunanluas lahan milik ini berbanding lurusdengan penurunan tingkatkesejahteraan petani. Selain itu, hilangnya produksi pertanian akibat lahan pertanian yang dikonversi menyebabkan terancamnya ketahanan pangan nasional.

Selain dampak ekonomi, masuknya perusahaan yang mengakibatkan alih fungsi lahan berakibat pula pada aspek ekologi.Krisis ekologi dapat terjadi salah satunya karena eksploitasi sumber daya alam.Permasalahan tersebut berdampak pada terjadinya kelangkaan sumberdayakhususnya pangan, terjadinya berbagai bencana, danmunculnya konflik wilayah hidup (Kartodihardjodan Jhamtani 2006). Lahan pertanian merupakan sektor terpenting dalam penyedia kebutuhanpangan manusia. Namun, kelangkaan pangantidak dapat dihindari jika lahan pertanian terus menerus dialihkan penggunaannya.Sementara, konflik wilayah muncul akibat semakinmeningkatnya persaingan antar berbagai aktor-aktor yang berkepentingan.Dilihat dari sudut pandang ekologi, adanya alih fungsi lahan dapatberdampak pada terganggunya ketahanan daya dukung lingkungan dimana jikadilakukan secara terus menerus tanpa adanya pengendalian, dapat menyebabkanterjadinya fenomena degradasi lingkungan, seperti longsor dan erosi.

(28)

geothermaldapat menyebabkan keseimbangan ekosistem terancam. Selain itu, jumlah pohon untuk resapan air kemungkinan besar akan berkurang yang mengancam kekayaan flora dan fauna yang ada. Pembangunan pembangkit tenaga geothermaljuga berdampak pada kestabilan tanah. Sebab, dalam prosesnya air akan diinjeksikan ke dalam lapisan batuan tanah kering dimana tidak ada air sebelumnya. Beberapa lokasi geothermal juga merupakan daerah resapan air yang berfungsi mengairi daerah sekitarnya. Hal tersebut mengakibatkan pengurangan debit air maupun kualitas sumber mata air tanah dan sungai-sungai di sekitar area pembangunan yang akan menyebabkan gangguan pada kehidupan biota perairan dan menurunkan kemampuan tanah untuk menahan air.

Selain dampak ekonomi dan ekologi, masuknya perusahaan juga berdampak pada kehidupan sosial petani. Aspek sosial yang dimaksud adalah pola-pola hubungan sosial yang terjalin antar petani maupun dengan aktor lain. Ancaman-ancaman yang timbul akibat masuknya perusahaan antara lain adalah ketegangan sosial akibat penolakan perusahaan, aksi-aksi demonstrasi, marginalisasi paksa masyarakat lokal, hilangnya pengetahuan lokal atau kearifan lokal, dan memudarnya nilai-nilai lokal yang ada.

Karakteristik Petani

Petani secara individual mempunyai karakteristik yang berbeda dengan individu lain. Menurut Masjud (2000) yang termasuk dalam karakteristik petani antara lain adalah umur, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga, etnis asal, tipe penggunaan lahan, luas lahan, komoditas yang ditanam, pupuk dan pembasmi hama yang digunakan, pendapatan, dan keikutsertaan dalam organisasi di desa.

Basrowi dan Juariyah (2010) mengkategorikan karakteristik petani berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi petani. Kondisi sosial ekonomi dapat diartikan sebagai posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang berlalu umum tentang pendidikan, pemilikan barang, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya (Basrowi dan Juariyah 2010). Lebih lanjut, penelitian (Basrowi dan Juariyah 2010) menggunakan luas lahan garapan dan pekerjaan yang sedang dijalanai sebagai indikator untuk mengukur status sosial ekonomi masyarakat.

Perlawanan Petani

(29)

Setiap petani mempunyai tindakan dan sikap yang berbeda-beda dalam menanggapi masalah agraria tersebut. Scott (1981) menyatakan bahwa moral ekonomi petani di dasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas. Ketika seorang petani mengalami suatu keadaan yang menurut mereka dapat merugikan kelangsungan hidupnya, maka mereka akancenderung bertahan dengan cara menjual dan menggadai harta benda mereka. Hal ini disebabkan oleh norma subsistensi. Pada konsep moral ekonomi petani ini, Scott (1981) menekankan bahwa petani cenderung menghindari resiko dan rasionalitas.

Studi lain juga dilakukan oleh Scott (1989) dalam Marzali (2002) di pedesaan Asia (Indonesia, Filipina, Vietnam, Cina dan Burma) mengenai gerakan petani di masa kolonial. Scott mengemukakan bahwa faktor utama yang menimbulkan kemarahan atau keterancaman kaum petani pedesaan, yaitu meningkatnya eksploitasi dan kemerosotan status sosial. Kedua faktor tersebut menjadi dasar perlawanan kaum tani.

Perlawanan petani muncul karena adanya faktor-faktor yang mendorong para petani. Faktor-faktor tersebut dapat muncul dari diri petani maupun lingkungan sekitarnya. Pada umumnya, faktor yang mendorong perlawanan petani muncul dari luar diri petani, contohnya adalah adanya intervensi dari pihak luar baik pemerintah maupun swasta. Keterdesakan yang dialami oleh para petani serta isu-isu dalam kasus konflik agraria akhirnya mendorong petani untuk melakukan perlawanan (White 1990 dan Wiradi 2009).

Dalam teori gerakan sosial, Saleh (2003) mengemukakan bahwa gerakan sosial merupakan salah satu bentuk perlawanan kondisi tertekan yang dialami buruh dan petani. Gerakan sosial muncul dengan aktor penggerak utamanya adalah kelompok-kelompok di luar buruh dan petani dengan mengusung isu yang beragam.Gerakan sosial terjadi karena adanya tekanan atau keluhan yang tidak mampu lagi dipikul oleh buruh dan petani. Hasil analisa Karl Marx atas kondisi sosial ekonomi pada awal revolusi industri di Eropa mengungkapkan bahwa apabila buruh ditindas terus menerus maka struktur penindasan di tempat kerja akan mendorong buruh untuk berpikir bahwa penghisapan tenaga mereka hanya menguntungkan kelompok pemilik modal dan kemudian ini menjadi dasar bagi mereka untuk melakukan revolusi sosial.

Begitu halnya dengan petani, petani akan melihat bahwa kerja mereka hanya memperkaya para tuan tanah dan sudah seharusnya mereka merebut tanah dari tuan tanah agar penderitaan yang mereka alami menghilang. Gerakan sosial semakin membersar dengan terbukanya struktur kesempatan politik kelembagaan pemerintah yang memberikan ruang bagi kelompok gerakan. Elit-elit politik mengalami perpecahan. Beberapa elit ingin mempertahankan kewenangannya, sebagian yang lain melakukan menolakan terhadap pemerintahan yang merugikan rakyat.

(30)

Petani melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk dan sesuaidengan karakternya sebagai petani. Scott (1993) menyatakan bahwa petani dapatmelakukan perlawanan sehari-hari karena kekuasaan di atas petani lebih besar sehingga sulit bagi petani untuk melawan atau meruntuhkan sistem yang telah ada.Definisi Scott tentang perlawanan oleh penduduk desa dari kelas yang lebih rendah adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas itu dengan maksuduntuk melunakkan atau menolak tuntutan-tuntutan (misalnya sewa, pajak,penghormatan) yang dikenakan pada kelas itu oleh kelas-kelas yang lebih atas(misalnya tuan tanah, negara, pemilik mesin, pemberi pinjaman uang) atau untuk mengajukan tuntutan-tuntutannya sendiri (misalnya pekerjaan, lahan, kemurahanhati, penghargaan) terhadap kelas-kelas. Dari definisi Scott tersebut, Purwandari (2006) mengemukakan bahwa perlawanan menurut Scott tidak harus bentuk aksi bersama melainkan dapat pula berbentukperlawanan simbolis atau ideologis, misalnya gosip, fitnah, penolakan terhadappaksaan, tidak hormat kepada atasan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan teori Scott mengenai bentuk perlawanan yang dilancarkan petani, Purwandari (2006) mengemukakan perbedaan antara perlawanan yang bersifat politis atau cenderung terorganisir dengan perlawanan sehari-hari.Perlawanan yang yang politis atau cenderung terorganisir bersifat:(a) terorganisasi, sistematis, dan kooperatif; (b) berprinsip atau tanpa pamrih; (c) mempunyai akibat-akibat revolusioner; dan/atau (d)mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi itusendiri. Dengan penjelasan di atas, ada kecenderungan untuk menegaskan bahwaperlawanan yang bersifat politis harus diwujudkan dalam bentuk yang lebihsistematis.

Scott (1993) dalam bukunya Weapon of the Weaks menjelaskan bahwa perlawanan petani tidak hanya dalam bentuk perlawanan terorganisir saja. Dalam teorinya, Scott menyebutkan beberapa cara atau senjata kaum lemah, antara lain berbohong kepada mandor, bersikap acuh, melakukan kepatuhan palsu, mencuri barang sedikit demi sedikit, berpura-pura tidak tahu, mengumpat, sabotase, dan beberapa aksi lain. Kemudian, mengenai perlawanan sehari-hari, Purwandari (2006) berdasarkan Scott (1993) memaparkan tanda-tanda perlawanan yang bersifat insidental yaitu: (a) tidak terorganisasi, tidaksistematis, dan individual;(b) bersifat untung-untungan; (c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner; dan/atau (d)mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominasi yang ada.

(31)

melakukan kerjasama dan kampanye ke LSM dan akademisi, juga melakukan pawai lingkungan hidup untuk mempengaruhi opini masyarakat.

Cahyono (2012), Santoso (2004), dan Pandiangan (2006) juga mendefinisikan perlawanan tertutup berdasarkan teori Scott (1993) sebagaiperlawanan sehari-hari yang dilakukan oleh petani miskin yang lemah, dilakukan secara individual, nonformal, bersifat situasional melalui koordinasi asal sama tahu saja, tidak sistematis, dengan bentuk perlawanan kecil dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian. Aksi tertutup misalnya adalah mencuri, memperlambat kerja, berpura-pura sakit, bodoh, mengumpat, melakukan pengabaian pada peraturan yang ada, melakukan gosip miring atau pemberian julukan pada pihak lawan, mematikan atau mencabut tanaman perkebunan, mencabut tapal-tapal batas, berbohong, sabotase tanaman, serta menanam tanaman secara diam-diam di kawasan perkebunan terlantar.

Mengenai teori perlawanan petani, peneliti menginterpretasikan teori Scott (1993) bahwa para kaum yang menjadi korban ketidakadilan agraria dapat melawan dengan dua strategi yang disebutkan oleh Scott. Strategi perlawanan tersebut adalah perlawanan terbuka dan tertutup. Sebagai contoh startegi perlawanan terbuka misalnya sebuah organisasi perlawanan melakukan aksi demonstrasi, negosiasi, audiensi, dan aksi terbuka lainnya untuk memperjuangkan hak mereka. Di sisi lain, anggota-anggota organisasi perlawanan tersebut juga dapat melakukan strategi perlawanan tertutup, misalnya memberi julukan negatif terhadap pihak lawan, berpura-pura tidak tahu, tidak mentaati peraturan yang dibuat pihak lawan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, strategi perlawanan terbuka dan tertutup ini dapat dilakukan dalam kurun waktu yang sama oleh individu yang sama pula.

Sejarah dan Perkembangan Gerakan Sosial yang Menuntut Keadilan Agraria

(32)

Pada saat itu, gerakan agraria berlindung atas nama gerakan lingkungan dan gerakan konservasi. Gerakan-gerakan ini bersama-sama mengkritik mega proyek pembangunan di era Soeharto dengan dalih dapat mengancam kelestarian lingkungan. Pada era pemerintahan yang otoriter, sangat sulit bagi para aktivis untuk mendapat dukungan dari badan pemerintahan seperti Kementrian, DPR-D, dan aparat pemerintahan lain. Meskipun demikian, gerakan ini mendapat simpati dan dukungan dari beberapa pihak baik itu internasional maupun lembaga-lembaga NGO di Indonesia. Hal ini membuat Presiden Soeharto menciptakan Mentri Negara Lingkungan Hidup sebagai lembaga yang mewadahi kritikan para aktivis. Kantor Mentri Negara Lingkungan Hidup (KLH) memiliki anggaran yang kecil dengan kekuasaan yang kecil pula dalam pemerintahan. Namun, adanya KLH ini memberikan ruang aman bagi para aktivis untuk menyuarakan keadilan lingkungan dan keadilan agraria secara implisit.

Rumansara (1998) dalam Fauzi dan Peluso (2012) menjelaskan bahwa salah satu aksi yang dilakukan oleh para aktivis lingkungan dan agraria adalah maraknya mobilisasi aktivis menentang proyek yang dibiayai utang World Bank yaitu pembangunan bendungan Kedung Ombo di Jawa Tengah. Bagi kelompok pembela lingkungan, baik di dalam maupun di luar Indonesia, gerakan ini merupakan bagian dari kampanye global „anti-waduk besar‟ dan menegaskan bahwa masalah lingkungan itu bisa bersifat politik. Di sisi lain, bagi para aktivis agraria, hal ini menjadi kesempatan untuk membantu para petani di Jawa yang digusur dari tanah mereka untuk proyek bendungan tanpa kompensasi yang adil. Petani yang digusur dipaksa mengikuti proyek transmigrasi keluar Jawa. Gerakan ini pun mendapat perhatian nasional dari YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan LSM anggota International NGO Group on Indonesia (INGI) dengan mengirimkan surat kepada World Bank agar World Bank turut memprotes proyek yang melanggar hak-hak asasi manusia (HAM) penduduk desa.

Gerakan lingkungan semakin besar dengan adanya dukungan dari masyarakat adat. Masyarakat adat dipandang mempunyai cara-cara tersendiri dalam mengelola sumber daya alam yang ramah lingkungan. Proyek-proyek Seoherto yang melakukan penebangan pohon besar-besaran untuk mendapatkan devisa Negara, mengancam wilayah hidup masyarakat adat bahkan telah menutup akses masyarakat adat terhadap sumber penghidupan mereka. Gerakan agraria melihat momen ini sebagai bentuk untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dari kehilangan akses terhadap sumber-sumber agraria.

Setelah runtuhnya Orde Baru, gerakan agraria lebih leluasa untuk memunculkan dirinya yang sesungguhnya dan tidak lagi berlindung atas nama gerakan lingkungan. Aktivis agraria memanfaatkan kesempatan ini untuk membentuk organisasi-organisasi massa petani dan memperdebatkan permasalahan politik agraria secara terbuka. Selain itu, dimulai pula aksi-aksi terbuka yaitu demonstrasi, protes, dan menyuarakan tuntutan mereka. Organisasi massa petani menjadi lebih radikal dalam melawan penguasa tanah yang mereka

tentang yaitu para „tuan tanah negara‟. Gerakan-gerakan ini juga mendukung

(33)

pemerintahan seperti Bapan Pertanahan Nasional (BPN), DPR-D, dan badan pemerintahan lain yang turut bersimpati mendukung aspirasi mereka.

Setelah jatuhnya rezim Soeharto pada 1998, terjadi perubahan pada gerakan-gerakan sosial di kalangan aktivis. Perbedaan dinamika gerakan sosial sebelum dan sesudah era reformasi dipaparkan secara singkat pada matriks berikut ini:

Sebelum Reformasi Setelah Reformasi  Gerakan agraria berkedok gerakan

lingkungan dan konservasi.

 Gerakan agraria muncul dan lebih eksplisit mengatakan bahwa mereka adalah gerakan agraria, tanpa berlindung atas nama gerakan lingkungan.

 Sulit bahkan tidak dapat berkoalisi dengan badan pemerintahan karena mendapat diskriminalisasi dan ditekan.

 Dapat berkoalisi dengan badan pemerintahan, misalnya BPN, DPR-D, dan badan pemerintahan lain yang bersimpati kepada mereka.

 Mengajak masyarakat adat sebagai massa dari gerakan.

 Massa gerakan adalah petani dan juga masyarakat adat.

 Aksi diam-diam, ada maksud terselubung, misalkan mengkritik program pembagunan Soeharto tidak ramah lingkungan, dibalik itu tersimpan maksud karena menginginkan keadilan agraria untuk rakyat.

 Aksi terbuka dan menyuarakan keinginan untuk keadilan agraria, misalkan aksi protes, demonstrasi, kampanye pro-land reform.

Gambar 1 Matriks perbedaan dinamika gerakan sosial sebelum dan sesudah era reformasi

Fauzi dan Peluso (2012) menjelaskan mengenai strategi, kepemimpinan organisasi, dan keanggotaan dalam gerakan sosial khususnya gerakan agraria pada masa setelah reformasi. Pada masa ini, banyak bermunculan organisasi petani yang beranggotakan petani yang tidak memiliki tanah atau petani miskin.

Gerakan atau organisasi ini secara terbuka bergerak menentang penguasaan tanah Negara oleh Perhutani dan perusahaan-perusahaan perkebunan. Strategi yang mereka lakukan tidak hanya pendudukan tanah langsung, namun juga berupa tindakan kolektif lain seperti demonstrasi dan protes, juga tindakan negosiasi para pemimpin organisasi dengan para politisi dan pejabat di lembaga-lembaga pemerintahan yang mengurus pertanahan, anggota DPR-D Kabupaten, hingga elit politik dan pejabat di pemerintahan nasional. Gerakan setelah reformasi membawa misi land reform by leverage. Di sisi lain, Perhutani dan perusahaan-perusahaan perkebunan telah mempekerjakan ratusan preman untuk mengusir petani dari tanah yang mereka duduki, garap, dan ubah tata gunanya, tetapi mereka pada akhirnya gagal untuk mengusir para petani penggarap. Para aktivis pendukung land reform juga melakukan kampanye untuk memperkuat partisipasi organisasi petani dalam pengambilang keputusan di pemerintahan daerah. Di Jawa Barat misalkan, SPP mendekati pemerintah daerah dan DPR-D Kabupaten untuk membuat panitia penyelesaian konflik agraria.

(34)

petani lain. Setiap organisasi kecil di bawah FSPI juga mempunyai keanggotaan individual yang sistematis. Sistem yang demikian ternyata menjadi bumerang saat ada pergantian kepengurusan pada periode berikutnya. Pada saat itu terdapat keputusan dari pemimpin FSPI bahwa mereka tidak lagi menjadi organisasi federal dan mengubah nama mereka menjadi SPI, sehingga keanggotaan mereka yang awalnya adalah serikat (organisasi) menjadi individual. Keputusan tersebut mengecewakan beberapa organisasi anggota FSPI. Organisasi-organisasi anggota FSPI menolak untuk membubarkan organisasi mereka sendiri untuk menjadi bagian atau anggota perorangan dari FSPI. Di sisi lain, pemimpin baru FSPI adalah dari aktivis lagi, dimana hal ini memberikan kekecewaan kepada petani karena petani tidak diberi kesempatan dalam memimpin organisasi pada dasarnya yang mengatasnamakan petani.

Gerakan sosial setelah reformasi juga tidak lepas dari adanya dinamika organisasi. Bahkan, gerakan aktivis cinta lingkungan dan gerakan aktivis agraria yang saat Orde Baru menyatu, di era ini menjadi gerakan yang berjarak karena perbedaan-perbedaan ideologi, meskipun garis pembeda antara keduanya terlihat kabur. Gerakan lingkungan pun terpecah menjadi dua yaitu para pembela keadilan lingkungan dan aktivis pembela lingkungan preservationist. Para aktivis agraria berpendapat bahwa pembaruan agraria seharusnya tidak hanya merestrukturisasi akses dan kontrol atas tanah, mengubah tata guna lahan, sistem produksi dan konsumsi untuk menjamin hak-hak dasar dan kesejahteraan penduduk miskin, tetapi juga memastikan integritas ekosistem dalam memastikan keberlanjutan atau pemulihan pelestarian alam. Aktivis agraria yang mendukung land reform, menggunakan pendekatan berbasis komunitas untuk merebut kendali atas ketatnya kontrol sumber daya hutan oleh pemerintah dan untuk mengurangi besarnya campur tangan pemerintah. Berbeda dengan aktivis agraria, gerakan lingkungan memperjuangkan manfaat konservasi hutan, mendukung adanya taman nasional dan cagar alam, mendukung untuk diperluasnya wilayah hutan di Indonesia yang dialokasikan untuk kawasan konservasi agar bisa terus mengimbangi daya rusak produksi skala raksasa atau pembangunan. Bagi para preservationist, land reform baik melalui pendudukan tanah secara langsung maupun melalui kebijakan pemerintah dapat menjadi suatu ancaman.

Pembentukan taman nasional dan kawasan pelestarian alam yang menutup akses penduduk terhadap tanah untuk digarap mendapatkan penolakan dari para pejuang agraria dan pejuang keadilan lingkungan. Para pejuang keadilan lingkungan ini berpendapat bahwa hutan bukan harus ditutup dari masyarakat, karena masyarakat membutuhkan hutan sebagai ruang hidupnya dan tidak merusak hutan seperti perusahaan-perusahaan tambang dan perusahaan bear lain. Aktivis keadilan lingkungan turut memperjuangkan akses petani atas kawasan hutan Negara, dan perjuangan mereka berhasil dengan diadakannya program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Pulau Jawa.

(35)

aktivis lingkungan mengkhawatirkan dampak negatif dari pemberian kepemilikan pribadi kepada para petani atas tanah yang sebelumnya adalah tanah Negara, yaitu resiko diperjualbelikan.

Alur Pemikiran

Menghadapai krisis bahan bakar fosil, pemerintah sedang menggerakkan atau ingin mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya panas bumi sebagai energi pembangkit listrik. Untuk itu, pemerintah mempunyai agenda besar dan menyusun rencana pengembangan proyek geothermal dengan mengajak investor atau perusahaan asing untuk bergabung dalam proyek tersebut. Jika rencana proyek geothermal pemerintah tersebut benar-benar akan dilaksanakan, maka akan terjadi masukya perusahaan geothermal ke desa tempat Wilayah Kerja Pertambangan (WKP).

Masuknya perusahaan ke desa hendaknya meminta kesepakatan terlebih dahulu kepada masyarakat karena masyarakat mempunyai hak dan wewenang yang jelas atas wilayah mereka (Colchester 2006 dalam AMAN 2009). Perusahaan geothermal yang akan masuk ke desa harus menjelaskan apa yang hendak mereka lakukan dan berunding dengan masyarakat yang bersangkutan. Masuknya perusahaan pada umumnya terkait dengan beberapa proses yang dilakukan oleh perusahaan, seperti proses sosialisasi kepada masyarakat desa, proses transfer tanah agar perusahaan mendapat tanah masyarakat untu beroperasi, dan proses eksplorasi serta eksploitasi untuk mendapatkan data keberadaan barang tambang. Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut tidak lepas dari peran pemerintah desa.

Kegiatan yang dilakukan perusahaan mendapatkan respon dari masyarakat setempat. Mayarakat yang tidak setuju dengan proyek pertambangan cenderung akan melakukan perlawanan.Petani dapat melawan dengan cara membentuk organisasi perlawanan. Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan petani dapat berbeda sesuai dengan kegiatan apa yang dilakukan oleh perusahaan. Perlawanan petani jugad apat dipengaruhi oleh karakteristik petani yang aktif di dalam perlawanan tersebut. Kegiatan perlawanan juga dapat dipengaruhi peran pihak luar yang mendukung perlawanan petani.

(36)

Keterangan: : terkait : tidak diteliti

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka hipotesis pengarah yang diajukan peneliti adalah:

1. Diduga perusahaan tidak melakukan kewajiban sesuai dengan tuntutan dari lembaga internasional (FPIC) dalam rangka kegiatan eksplorasi potensi geothermal.

2. Diduga petani melakukan perlawanan terbuka dan tertutup sesuai dengan konsep Scott (1993) dan membentuk gerakan agraria dengan karakteristik gerakan sesuai dengan konsep Fauzi dan Peluso (2012).

3. Diduga karakteristik petani yang paling aktif dalam kegiatan perlawanan adalah petani yang berusia relatif muda, telah tamat SMP atau lebih, mempunyai pengalaman berorganisasi, dan lahan yang akan diambil paling luas.

Gambar 2 Alur pemikiran - Proses sosialisasi

- Proses transfer tanah - Proses eksplorasi

Rencana proyek pertambangan geothermal

- Peran pemerintah desa - Respon warga

- Tanggapan dari pihak luar Agenda pemerintah untuk mengoptimalkan

sumber daya panas bumi

Respon Petani

Menerima Pengaruh Pihak Menentang

Luar

Perlawanan Terorganisir Karakteristik Petani

Strategi Perlawanan Terbuka

(37)

4. Diduga perlawanan petani terjadi karena dipengaruhi oleh peran pihak luar yang mendukung mereka.

Definisi Konseptual

1. Proses sosialisasi: proses dan kegiatan sosialisasi yang dilakukan perusahaan kepada masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa perundingan dengan masyarakat, berdiskusi, musyawarah, dan lain sebagainya.

2. Proses transfer tanah: proses dan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka mendapatkan tanah dari masyarakat, dapat dengan cara membeli tanah penduduk, menggunakan jasa calo tanah, pemberian ganti rugi kepada masyarakat, dan lain sebagainya.

3. Proses eksplorasi: proses dan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka mendapatkan informasi dan lokasi bahan galian tambang di desa. 4. Peran pemerintah desa: keterlibatan aparat desa dalam proses-proses

masuknya perusahaan hingga saat ini.

5. Tanggapan pihak luar: tindakan yang dilakukan pihak luardalam menanggapi berita rencana masuknya perusahaangeothermal.

6. Respon warga dan petani: tindakan yang dilakukan warga setempat termasuk di dalamnya yang bekerja sebagai petanidalam menanggapi berita rencana masuknya perusahaangeothermal.

7. Menerima: sikap warga yang setuju dengan masuknya perusahaan geothermal. 8. Menentang: sikap warga yang tidak setuju (menolak) masuknya perusahaan

geothermal.

9. Pengaruh pihak luar: kegiatan atau tindakan yang dilakukan pihak luar yang dapat mempengaruhi pandangan atau sikap warga terhadap isu masuknya perusahaan geothermal di lereng Gunung Ciremai.

10.Karakteristik petani: ciri khas individu yang terdapat pada setiap petani, dilihat dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman berorganisasi, dan luas lahan yang digunakan untuk pertanian.

11.Perlawanan terorganisir:betuk formal kelompok perlawanan petani, yang di dalamnya terdapat struktur (hierarki) organisasi, memiliki tujuan yang jelas, dan adanyaunsur kepemimpinan.

12.Strategi perlawanan terbuka: bentuk bentuk perlawanan petani yang bersifat lebih terorganisir dan eksplisit, seperti demonstrasi, pengaduan, kamanye, negosiasi, okupasi, audiensi, dan lain sebagainya.

(38)
(39)

PENDEKATAN LAPANGAN

Bab pendekatan lapangan ini berisi informasi mengenai metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan, dan pengolahan serta analisis data. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan didukung data penelitian kuantitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Konsep yang diukur secara kuantitatif adalah karakteristik petani. Sedangkan, penjelasan mengenai kronologi masuknya perusahaan, proses sosialisasi, proses transfer tanah, proses ekplorasi yang dilakukan perusahaan, peran pemerintah desa, respon petani, pengorganisasian petani, keterlibatan pihak luar, dan kronologi perlawanan petani dianalisis secara kualitatif.Pendekatan kuantitatif diteliti menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan cara wawanacara mendalam dengan teknik snow ball, observasi, dan studi dokumentasi terkait.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena lokasi ini termasuk lokasi yang terkena proyek perusahaan geothermal. Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu terhitung sejak pertengahan awal Februari hingga akhir Juli 2015. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Tabel 1Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015

Teknik Pengambilan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah petanianggota Gempur.Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gempur.Responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Unit analisa atau unit yang diteliti oleh peneliti adalah

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli

Penyusunan proposal skripsi

Kolokium

Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi

Sidang skripsi

(40)

individu.Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 35petanianggota Gempur (Lampiran 2). Kerangka responden dalam penelitian terdiri dari 173 orang, kemudian dilakukan metode simple random sampling menggunakan Microsoft Office Excel 2007 sehingga diperoleh daftar 35 orang nama sebagai responden.

Warga yang dapat berperan sebagai informan adalah mereka yang mengetahui tentang latar belakang proyek perusahaan geothermal, aktor yang terlibat, sejarah konflik, ancaman dampak yang akan ditimbulkan apabila proyek dilakukan, gerakan petani, penyebab timbulnya perlawanan yang dilakukan oleh petani, pihak luar yang mendukung perlawanan petani, warga yang terlibat dalam perlawanan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat maupun tokoh yang dituakan baik di desa maupun di dalam organisasi petani (Gempur), LSM, aktivis, dan peneliti yang berada di Desa Cisantana. Pemilihan informan di wilayah ini menggunakan metodetriangulasi sumber informasi dan bola salju (snow ball). Metode triangulasi sumber informasi digunakan dengan cara memilih informan dari tiga kalangan sosial atau kepentingan yang berbeda, misalnya dari perusahaan, pihak pemerintah, dan masyarakat. Namun, penelitian ini hanya dapat mewawancarai dari pihak pemerintahan dan masyarakat saja. Validitas data didapatkan dengan metode bola salju (snow ball) yaitu dengan menanyakan pertanyaan yang sama kepada beberapa informan. Informan yang dipilih adalah orang-orang benar-benar terlibat, mengetahui, dan memahami proses masuknya perusahaan serta respon dan perlawanan yang dilakukan petani.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam peneilitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh daridokumen-dokumen tertulis antara lain artikel koran, data monografi desa, hasil penelitian akademis, dan data-data yang ada dari Gempur.

No Kebutuhan Data Jenis Data Sumber Data Metode

Pengumpulan Data Primer Sekunder

1. Gambaran umum lokasi penelitian, sejarah dan pemanfaatan lahan

2. Profil perusahaan, kronologi proses masuknya perusahaan, proses sosialisasi, proses transfer tanah, proses eksplorasi, serta aktor-aktor yang terlibat di dalamnya

(41)

Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi

Microsoft Excell 2010 untuk pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, dan

(42)
(43)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai kondisi keadaan Desa Cisantana yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Informasi yang terkandung dalam bab ini antara lain kondisi geografis, kondisi topografis, dan demografis Desa Cisantana. Selain itu, bab ini juga memaparkan mengenai potensi sumber daya alam desa, kondisi ekonomi dan mata pencaharian penduduk desa, kondisi sosial, agama, serta masyarakat adat Sunda Wiwitan.

Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Desa Cisantana

Desa Cisantana adalah desa di wilayah Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, yang merupakan salah satu desa di bawah kaki Gunung Ciremai. Luas daerah Desa Cisantana adalah 1.199.500 ha yang terdiri dari 16 rukun warga (RW) dan 52 rukum tetangga (RT). Di Desa Cisantana terdapat lima dusun, yaitu Dusun Santana atau Dusun Cisantana, Dusun Malar Aman, Dusun Palutungan, Dusun Sukamanah, dan Dusun Dano. Kepala desa di Desa Cisantana disebut dengan sebutan „kuwu‟, sedangkan kepala dusun disebut dengan sebutan „rurah‟. Bentangan wilayah Desa Cisantana terdiri dari dataran dan pegunungan. Desa Cisantana memiliki curah hujan yang relatif tinggi yaitu 3.500 mm per tahun dengan jumlah bulan hujan sekitar 3-6 bulan. Desa Cisantana berapa pada ketinggian 750-1.200 mdpl. Suhu rata-rata harian Desa Cisantana adalah 26-32 derajat Celsius. Wilayah Desa Cisantana berbatasan dengan desa lain dan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang secara rinci digambarkan sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Gunung Keling Sebelah timur : Kelurahan Cigugur Sebelah Selatan : Desa Babakan Mulya

Sebelah Barat : Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai

Jarak Desa Cisantana ke ibu kota kecamatan yaitu 2 km dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dengan waktu tempuh sekitar 5-10 menit. Jarak Desa Cisantana ke ibu kota kabupaten adalah 5 km yang jika ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh waktu sekitar 15-20 menit. Jarak Desa Cisantana dengan ibu kota kecamatan dan ibu kota kabupaten relatif dekat, namun jarak dengan ibu kota provinsi dapat dikatakan relatif jauh yaitu 191 km, dengan waktu tempuh sekitar 5-6 jam dengan kendaraan bermotor.

Jumlah kepala keluarga di Desa Cisantana adalah 1.950 orang. Jumlah penduduk Desa Cisantana adalah 7.037 orang yang terdiri dari 53,34% laki-laki dan 46,66% perempuan. Sebanyak 5.859 orang penduduk Desa Cisantana beragama Islam, 1.122 orang beragam Khatolik, 52 orang menganut kepercayaan adat (Sunda Wiwitan), dan 4 orang beragama Kristen.

Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Cisantana berdasarkan jenis kelamin tahun 2013 Jenis Kelamin Total Penduduk (jiwa) Total Presentase (persen)

Laki-laki 3757 53.34

Perempuan 3280 46.66

Total 7037 100.00

(44)

Dalam hal pendidikan, sebanyak 4.282 orang penduduk hanya menyelesaikan pendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (SD), 34 orang tidak tamat SD, dan terdapat 40 orang tidak pernah sekolah. Penjelasan lebih rinci mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Cisantana terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Cisantana berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang) (persen)

Sumber: Profil Desa Cisantana 2013

Potensi Sumber Daya Alam

Desa Cisantana memiliki potensi pada bidang pertanian, peternakan, sumber mata air, dan ojek wisata. Dalam bidang pertanian, Desa Cisantana memiliki lahan untuk sawah dan ladang seluas 519,98 ha. Jumlah keluarga yang memiliki lahan kurang dari 1 ha adalah 1.502 keluarga (77%), yang memiliki lahan antara 1,0-5,0 ha sebanyak 1 keluarga (0.05%), dan jumlah petani yang tidak memiliki lahan pertanian adalah 447 keluarga (22.95%). Komoditas pertanian yang ditanam adalah padi sawah, palawija, dan sayuran. Hasil pertanian utama dari Cisantana adalah bawang daun, padi, tomat, wortel, dan sawi.

Dalam bidang peternakan, sapi perah merupakan komoditas unggulan di Desa Cisantana. Komoditas peternakan yang ada di Desa Cisantana adalah sapi, kambing, ayam petelur, ayam pedaging, dan babi. Warga di setiap dusun di Desa Cisantana pada umumnya beternak sapi, baik sapi perah maupun sapi potong, namun lebih banyak warga yang mengelola sapi perah untuk diambil susunya.

(45)

memperbaiki saluran dan mengontrol pipa utama. Berikut adalah gambar bak air dan selang air sebagai penyalur air bersih rumah tangga di Desa Cisantana:

Gambar 4 Foto saluran air di Desa Cisantana yang masih menggunakan selang

Desa Cisantana memiliki 2 objek pariwisata, yaitu curug Ciputri dengan bumi perkemahan dan Gua Maria. Kedua objek wisata tersebut merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh banyak orang terutama di hari libur. Objek paiwisata Curug Putri dan bumi perkemahan di kelola oleh CV Mustika Putri. Pengunjung yang ingin masuk ke objek wisata Curug Putri akan dikenakan biaya yang akan dikelola oleh CV Mustika Putri, dan Rp 1.000,- per tiket akan disumbangkan untuk dana desa. Objek wisata Gua Maria hanya dikelola oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gua, dan tidak dipungut biaya bagi pengunjung yang ingin menikmati objek wisata tersebut.

Kondisi Sosial, Agama, dan Masyarakat Adat

Warga Desa Cisantana dapat dikatakan sangat menjunjung tinggi nilai pluralisme. Dalam satu keluarga, bukan suatu hal yang asing jika terdapat seorang ayah yang beragama Islam, ibu menganut kepercayaan sunda wiwitan, dan anak menganut agama Khatolik. Adanya perbedaan agama dalam sebuah keluarga dan pernikahan beda agama merupakan hal yang sudah lazim. Keberagaman agama tersebut tidak mengakibatkan konflik antar warga, warga hidup dengan saling toleransi dan rukun dalam kehidupan sehari-harinya. Agama mayoritas di Desa Cisantana adalah Islam yaitu sekitar 83,26%, namun jumlah warga yang memeluk agama Khatolik juga cukup besar yaitu 15,94%. Berdasarkan data profil Desa Cisantana tahun 2013, sebanyak 5.859 orang penduduk Desa Cisantana beragama Islam, 1.122 orang beragam Khatolik, 52 orang menganut kepercayaan adat (sunda wiwitan), dan 4 orang beragama Kristen.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cisantana berdasarkan agama tahun 2013

No Agama yang dianut Jumlah (orang) Persentase (persen)

1. Islam 5859 83.26

2. Khatolik 1122 15.94

3. Kepercayaan Adat 52 0.74

4. Kristen 4 0.06

Jumlah 7037 100.00

(46)

Sebagai sarana peribadatan, di Desa Cisantana terdapat 6 unit masjid, 12 unit mushola, dan 1 unit gereja. Pusat peribadatan bagi penganut kepercayaan Sunda Wiwitan adalah di Paseban Tri Panca tunggal yang berada di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Gedung Paseban Tri Panca Tunggal (TPT), semacam keraton yang berfungsi sebagai sentra kegiatan keagamaan, budaya, dan berfungsi sebagai tempat belajar dalam menjalani kehidupan.

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Sunda Wiwitan mempercayai terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat adat Sunda Wiwitan mempunyai ritual adat yang diadakan setiap tahun yaitu Upacara Seren Taun.

Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda, seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dantaun yang berarti tahun. Dengan demikian, Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat petani Sunda, Seren Taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, serta berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang. Seren Taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Bulan Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, dalam Upacara Seren Taun juga digelar kesenian dan hiburan. Dengan kata lain, kegiatan ini merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan juga dengan sesama mahluk atau alam baik lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya.

Kondisi Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk Desa

Komoditas pertanian di Desa Cisantana adalah daun bawang, padi, tomat, wortel, kol, kentang, kucai dan sawi. Masyarakat Desa Cisantana mempunyai prudok unggulan yaitu kentang dan kol, namun sejak 1988 masyarakat mulai beralih untuk menanam daun bawang dan hingga saat ini menjadi komoditas unggulan menggantikan kentang dan kol. Penanaman komoditas bawang daun ini memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan. Keuntungan dari menanam bawang daun antara lain masa panen yang cepat yaitu 60-70 hari. Di sisi lain, hasil panen harus cepat terjual dalam 24 jam, karena jika sudah lebih dari 24 jam bawang daun menjadi layu dan rusak. Pola penanaman yang diterapkan petani di Desa Cisantana belum tertata dengan baik, misalnya antara tanaman sayur dengan tanaman lain, antara varietas tertentu belum dipisah dalam lahan tertentu dengan musim tanam yang sama. Sebagai contoh adalah antara tanaman kol, wortel, bawang daun, jagung dan singkong, ditanam pada media yang sama tanpa dipisah. Tanaman-tanaman tersebut juga ditanam dalam musim tanam yang sama.

Gambar

Gambar 2 Alur pemikiran
Tabel 1Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2015
Gambaran umum lokasi penelitian, sejarah
Gambar 4 Foto saluran air di Desa Cisantana yang masih menggunakan selang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci: Syzygium , daun jambu bol, salam dan jamblang, ekstrak metanol, penapisan fitokimia, aktivitas antioksidan, DPPH, IC

disampaikan sama, maka peneliti tidak lagi mencantumkan hasil wawancara dengan kedua informan lainnya. Evaluasi untuk saat ini belum pernah dilakukan karena tidak

pembuangan dan itu mengakibatkan dampak bagi lingkungan di sekitar tetapi sekarang banyak ditemukan cara atau solusi untuk menangani dampak-dampak yang dihasilkan oleh limbah,

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

dan pembacaan do’a serta rangkuman materi hari kemarin yang disampaikan oleh Ketua Kelas, pada hari kelima pemberian materi dimulai tepat pukul 08.00 dan berjalan lancar, semua

Sebagai salah satu program pembangunan berbasis/digerakkan oleh masyarakat yang ditujukan untuk mendukung terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh, program NUSP-2 akan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

KJPP yang kantor perwakilannya telah ditutup dan dinyatakan tidak berlaku tetap dapat mengajukan permohonan pembukaan kantor perwakilan dengan memenuhi ketentuan