• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA DISPEPSIA RAWAT INAP DI RS MARTHA FRISKA MEDAN

TAHUN 2007

Oleh :

YANTI HARAHAP NIM. 051000147

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan. Dialami sekitar 13%-40% populasi di dunia setiap tahun. Data Depkes tahun 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2007. Penelitian ini bersifat Deskritif dengan desain Case Series. Populasi sebanyak 412 data dan sampel sebanyak 203 data yang diambil secara Systematic Random Sampling. Tekhnik analisa data menggunakan analisa statistik Chi-Square dan T-test.

Proporsi tertinggi penderita Dispepsia adalah kelompok umur >50 tahun (33,0%), jenis kelamin Perempuan (61,6%), agama Islam (75,3%), tamat SLTA (17,7%), pekerjaan Ibu Rumah Tangga (30,0%), status Kawin (70,4%), asal Kota Medan (86,7%), Dispepsia Fungsional (78,8%), Manifestasi Klinis Campuran (52,7%), Lama Sakit Akut (74,9%), Pulang Berobat Jalan (90,1%), Bukan Dengan Biaya Sendiri (79,8%), dan Lama Rawatan Rata-Rata 5,24 hari.

Berdasarkan hasil analisa statistik Chi-Square diperoleh hubungan yang bermakna antara umur dengan dengan lama sakit (p<0,05) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan jenis dispepsia (p>0,05). Berdasarkan hasil analisa T-Test terdapat perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan umur dan sumber biaya (p< 0,05), tidak terdapat perbedaan perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis dispepsia dan lama sakit (p>0,05).

Kepada petugas medis Rumah Sakit Martha Friska Medan diharapkan memberikan saran-saran kepada penderita yang dapat mencegah kambuhnya Dispepsia. Kepada bagian rekam medik diharapkan meningkatkan kelengkapan data suku, tingkat pendidikan dan status perkawinan.

(3)

ABSTRACT

Dyspepsia found as one of the most common digestive problems. Dispepsia happened about 13%-40% of the world’s population each year. Department oh Health’s data puts dyspepsia on the fifth rank among fifty diseases as the greatest of hospitalized patients proportion in Indonesia, 13%.

The purpose of this Descriptive study with Case Series design is to know the characteristic of the dyspepsia’s patients who hospitalized in Martha Friska Hospital Medan in 2007. The population of this study is 412 data and the sample is 203 data taken by Systemaric Random Sampling. Data analyse using Chi-Square and T-test

The highest proportion dyspepsia patients is >50 years old (33,0%), women (61,6%), moslem (75,3%), senior high school graduates (17,7%), house wife(30,0%), married (70,4%), came from Medan (86,7%), functional dyspepsia (78,8%), mixed clinis ill (54,7%), acute patient (74,9%), clinical recovery out-paient (90,6%), No self paid fee (79,8%), the length average of treatment was 5,24 days.

According to the result of Chi-square test, there was founded a significant relation between age with the length of ill (p<0,05) and there wasn’t a significant relation between age with the kind of dyspepsia (p>0,05). Based on the result of t-test, there were significantly difference between the average length of stay by age and source of fee. There weren’t significantly diffrerence between the average length of treatment by dyspepsia’s kind and the length of ill.

The medical stuff of Martha Friska Hospital are expected to give some information or advice to the dyspepsia patients for preventing dyspepsia flares up again. Medical record stuff are expected to raise the data’s completeness of ethnic, educational degree and marital status

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak Indonesia ... ii

Abstrak Inggris ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel... xi

Daftar Gambar ... xiii

(5)

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.5. Pengolahan dan Analisis Data……….32

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

(6)

6.2. Analisa Statistik ... 58

6.2.1. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia ... 58

6.2.2. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama Sakit ... 59

6.2.3. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 60

6.2.4. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Umur ... 61

6.2.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Jenis Dispepsia ... 62

6.2.6. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Lama Sakit ... 63

6.2.7. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 64

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

7.1. Kesimpulan ... 65

7.2. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Sosiodemografi di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007... 34 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Dispepsia di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007... 36 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Manifestasi Klinis di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 36 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Lama Sakit di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007... 37 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 37 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Sumber Biaya di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007... 38 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 39 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia Pada

Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 40 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama Sakit Pada

Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 41 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

(8)

Tabel 5.11. Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Umur Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 42 Tabel 5.12. Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Jenis

Dispepsia Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

Martha Friska Medan Tahun 2007... 42

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Lama Sakit Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

Martha Friska Medan Tahun 2007... 43

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

Martha Friska Medan Tahun 2007... 44

(9)

Gambar 2.1.1. Esophagus, Lambung & Duodenum ... 8 Gambar 2.2.1. Tukak di Esophagus, Lambung, & Duodenum ... ... 9

Gambar 2.2.2. Helicobacter pylori ... 12 Gambar 6.1. Diagram Bar Proporsi Penderita Dispesia Rawat Inap

Berdasarkan Umur di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 45 Gambar 6.2. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispesia Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Kelamin di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007... 46 Gambar 6.3. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Agama di RS Martha Friska Medan Tahun

2007... 47 Gambar 6.4. Diagram Bae Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Pendidikan di RS Martha Friska Medan Tahun

2007... 48 Gambar 6.5. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Pekerjaan di RS Martha Friska Medan Tahun

2007... 49 Gambar 6.6. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Status Perkawinan di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007 ... 50 Gambar 6.7. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Daerah Asal di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007 ... 51 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Dispepsia di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007 ... 52 Gambar 6.9. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Manifestasi Klinis di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007 ... 53 Gambar 6.10. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Lama Sakit di RS Martha Friska Medan Tahun

(10)

Gambar 6.11. Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007 ... 56 Gambar 6.12 Diagram Pie Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Martha Friska

Medan Tahun 2007 ... 57 Gambar 6.13. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis

Dispepsia Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

Martha Friska Medan Tahun 2007... 58 Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama

Sakit Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha

Friska Medan Tahun 2007 ... 59 Gambar 6.15. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang Pada Penderita Dispepsia Rawat

Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007... 60 Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Umur

Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska

Tahun 2007 ... 61 Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Jenis

Dispepsia Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS

Martha Frsika Medan Tahun 2007... 62 Gambar 6.18. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Lama

Sakit Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha

Friska Medan Tahun 2007 ... 63 Gambar 6.19. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber

Biaya Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit tidak menular akhir-akhir ini merupakan suatu penyebab morbiditas dan mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.1 Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47%, dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60%. Untuk negara SEARO (South East Asian Regional Office), pada tahun 2020 diperkirakan proporsi kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 50% dan 42%. Di Indonesia, menurut hasil studi morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi penyakit tidak menular meningkat dari 15% pada tahun 1995 menjadi 18% pada tahun 2001.2

Perkembangan teknologi dan industri serta perbaikan sosio ekonomi telah membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan seperti pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh terhadap terjadinya peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular.3

(12)

Meskipun demikian, dispepsia bertanggung jawab atas besarnya biaya perawatan kesehatan (pengobatan dan diagnosa) dan hilangnya waktu kerja.4

Gejala dispepsia sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Gejala yang bisa dirasakan penderita seperti nyeri di ulu hati, perut kembung, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa, dan rasa cepat kenyang.5,6

Di wilayah Asia Pasifik tahun 1994, secara umum prevalensi dispepsia bervariasi dari 10%-20%.Di wilayah Cape Town, Afrika Selatan pada tahun 1993, proporsi dispepsia yang terdapat pada klinik gastroenterologi sebesar 71%.7 Heyse (1994) memperkirakan di Inggris, proporsi dispepsia yang ditemui di praktik dokter umum sebesar 25% dan di praktik gastroenterohepatologist sebesar 70%.8 Dalam waktu tiga bulan ditemukan bahwa 54% masyarakat Swedia mengalami dispepsia (Agreus et al.,1994). Dalam setahun, sebanyak 50% masyarakat Denmark mangalami dispepsia (Kay and Jorgensen, 1994). Beberapa studi juga menemukan bahwa dispepsia terjadi terus menerus dan berulang. Janes and Lydeard (1992) menyebutkan bahwa selama dua tahun hanya 26% dari pasien dispepsia tidak mengalami kekambuhan. Sebagai tambahan, 86% dari penderita dispepsia dilaporkan mengalami gejala yang sama selama 12-20 bulan kedepan (Talley et al.,1992). Kay and Jergensen (1997) mengungkapkan bahwa hanya 25% dari penderita bebas dari gejala setelah lima tahun.9 Dispepsia diperkirakan diderita sekitar 15-40% warga Indonesia.10

(13)

jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke 35 dari daftar 50 penyakit penyebab kematian dengan PMR 0,6%.11

Survei yang dilakukan Ari F. Syam dari FKUI (2001) menemukan bahwa dari 93 pasien yang diteliti, hampir 50% diantaranya mengalami dispepsia.12 Penelitian yang dilakukan oleh Chaidir Aulia dengan menggunakan endoskopi terhadap 475 pasien di RSU Pondok Indah Jakarta pada bulan April 2002 sampai dengan Juli 2003 ditemukan proporsi penderita dispepsia sebesar 61,5%.13 Survei yang dilakukan pada masyarakat Jakarta pada tahun 2006 oleh Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI yang melibatkan 1645 responden mendapatkan pasien dengan sindrom dispepsia mencapai angka 60%.14

Di RSUD Kabupaten Paniai Propinsi Papua tahun 2007, pasien dispepsia berada di urutan ke 4 terbanyak untuk pasien rawat jalan dengan proporsi 5,04% (217 kasus) dan di urutan ke 9 untuk pasien rawat inap dengan proporsi 1,02% (10 kasus).15 Di RSUD Sungailiat Kabupaten Bangka tahun 2008, pasien dispepsia berada di urutan ke 2 terbanyak untuk pasien rawat inap dengan proporsi 6,3% (441 kasus) dan di urutan ke 3 untuk pasien rawat jalan dengan proporsi 9,9% (595 kasus).16

(14)

menemukan bahwa proporsi penderita dispepsia di RS Advent sebesar 9,43% (215 dari 2279 pasien).18

Sindrom dispepsia termasuk kedalam sepuluh penyakit terbesar berdasarkan kunjungan di RS Martha Friska. Berdasarkan data kasus yang diperoleh dari studi pendahuluan di rumah sakit ini, pada tahun 2004 proporsi dispepsia 2,63% (135 kasus). Tahun 2005 sebesar 2,75% (195 kasus). Tahun 2006 sebesar 2,69% (216 kasus), dan pada tahun 2007 sebesar 3,59% (412 kasus).

Dari data ini terlihat bahwa sindrom dispepsia mengalami peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita dispepsia rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2007.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(15)

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan sosiodemografi yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah asal.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan jenis dispepsia.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan manifestasi klinis.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan lama sakit..

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita dispepsia berdasarkan sumber biaya.

g. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita dispepsia.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan jenis dispepsia. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan lama sakit.

j. Untuk mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang berdasarkan lama sakit.

k. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan umur. l. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis

(16)

m. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan lama sakit. n. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber

biaya. o.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi pihak RS Martha Friska Medan dalam upaya peningkatan kelengkapan data penderita dispepsia.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Dispepsia

Berdasarkan Konsensus terakhir di Roma tahun 1999, dispepsia diartikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.4 Menurut Arif Mansjoer dkk (2001), dispepsia diartikan sebagai kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.19

Sindrom dispepsia sebetulnya adalah kumpulan gejala nyeri atau rasa tidak nyaman pada epigastrium, yang disertai dengan rasa panas di dada dan perut, nyeri epigastrium, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa, rasa cepat kenyang, atau perut kembung.20 Dalam perkembangannya, gejala rasa panas di dada dan perut serta sendawa tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dispepsia, karena korelasinya erat dengan penyakit Gastro Oeshophageal Reflux Disease (GORD).6

(18)

Gambar 2.1. 1. Eshopagus, Lambung & Duodenum 21

2.2. Klasifikasi Dispepsia 2.2.1. Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya misalnya adanya tukak di lambung, dan usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.22 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi:

a. Tukak Pada Saluran Cerna Bagian Atas

(19)

sesudah makan, dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri terasa berkurang atau sembuh sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah, kembung, bersendawa, dan berkurangnya nafsu makan sehinggaberat badan bisa menurun. 22

Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, menemukan penderita tukak lambung sebanyak 23 orang (proporsi 2,84%) dan tukak duodenum 24 orang (proporsi 2,96%).23

Tukak Esophagus

Tukak Lambung

Tukak Duodenum

Gambar 2.2.1. Tukak di Esophagus, Lambung, & Duodenum 21

b. Batu Empedu

(20)

saluran empedu, batu menyebabkan penyumbatan sehingga terjadi penyakit hepatitis, atau dapat menyebabkan serangan pankreatitis akut.24

c. Gastritis

Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung. Keadaan ini antara lain diakibatkan oleh makanan/obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang berlebihan oleh lambung itu sendiri. Gejalanya seperti mual dan muntah, nyeri pada epigastrium, nafsu makan menurun dan kadang-kadang terjadi perdarahan.25 Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, ditemukan penderita gastritis sebanyak 314 orang (proporsi 38,8%).23

d. Karsinoma

(21)

e. Pankreatitis

Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri di epigastrium yang hebat. Sifat nyeri timbulnya mendadak dan terus menerus, seperti di tusuk-tusuk dan rasa terbakar. Perasaan nyeri tersebut mulai dari epigastrium kemudian menjalar ke punggung. Beberapa jam kemudian perasaan nyeri tersebut menjalar ke seluruh perut dan perut menjadi tegang. Timbul rasa mual, kadang-kadang muntah.

Penderita pankreatitis kronik juga mengeluh rasa nyeri di perut bagian atas. Rasa nyeri juga seperti di tusuk-tusuk, menjalar ke punggung, disertai mual dan muntah, sifatnya hilang timbul, sehingga tidak jarang dibuat diagnosa sakit lambung. Pada pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe.22

f. Dispepsia Pada Sindrom Malabsorbsi

Malabsorbsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.25 Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.26

g. Gangguan Metabolisme

(22)

vomitus. Hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.22

h. Penyakit Lain

Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan perut kembung dan rasa cepat kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering menimbulkan gejala mual dan perut kembung.22

i. Dispepsia Akibat Infeksi Bakteri Helicobacter pylori.

Gambar 2.2.2. Helicobacter pylori 21

(23)

menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut dengan gastritis. Proses ini bisa berlanjut hingga terjadi ulkus/tukak bahkan kanker lambung.

Helicobacter pylori panjangnya 2-3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagela. Bakteri ini hidup dibawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung. Fungsi selaput lendir di lambung adalah untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam yang diproduksi lambung. Infeksi oleh Helicobacter pylori merupakan infeksi yang cukup umum pada manusia. Lebih sering terjadi pada usia muda. Kemungkinan ini berkaitan dengan keadaan sosio-ekonomi yang rendah dan faktor kebersihan.

Dalam pertemuan di Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta, Georgia pada 1991, semua ahli mengakui hubungan langsung antara Helicobacter pylori dengan penyakit gastritis. Sekitar 75% jenis penyakit tukak lambung telah terbukti disebabkan oleh Helicobacter pylori yang dapat diobati secara permanen menggunakan larutan antibiotik.27

2.2.2. Dispepsia Fungsional

(24)

Penyebab Dispepsia Fungsional :

1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.20

2. Menelan terlalu banyak udara, untuk mereka yang mempunyai kebiasaan makan secara salah (mengunyah dengan mulut terbuka atau sambil berbicara).28

3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu. Efeknya bisa membuat lambung terasa penuh atau bersendawa terus.28

4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia. Seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi karena bisa mengiritasi dan mengikis permukaan lambung. Makanan yang perlu dihindari seperti makanan berlemak, gorengan, makanan yang terasa asam, dan sayuran dan buah yang mengandung gas seperti kol, sawi, nangka dan kedondong. Jenis makanan diatas tidak mutlak sama reaksinya untuk setiap individu. Karena itu setiap penderita diharapkan untuk membuat daftar makanan pemicu dispepsia untuk diri sendiri, lalu sedapat mungkin menghindari makanan/minuman tersebut.27

5. Obat penghilang nyeri. Terlalu sering menggunakan obat penghilang nyeri seperti Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs) misalnya Aspirin, Ibuprofen (Advil, Motrin, dan lain-lain) juga Naproxen (Aleve).27

(25)

persaingan yang tinggi, sering menjadi alasan para profesional untuk menunda makan.28

7. Stres & Berbagai Reaksi Tubuh

Orang sering tidak menyadari kalau faktor stres erat sekali kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Ada beberapa mekanisme yang kini sudah dibuktikan, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan sistem hormonal, dimana stres secara otomatis akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu sekresinya. stres paling banyak memicu sekresi hormon kortisol, dimana hormon ini selanjutnya akan bekerja mengkoordinasi seluruh sistem di dalam tubuh termasuk jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme dan sistem imunitas tubuh dalam reaksi yang ditimbulkannya.

(26)

yang sama pada peristiwa selanjutnya serta menekan bagian otak yang berperan dalam ingatan jangka pendek. penekanan ingatan jangka pendek ini dinilai para ahli sebagai faktor utama yang menyebabkan orang tidak lagi dapat dengan mudah berpikir secara rasional ketika mereka dilanda stres. Proses ini juga memicu terjadinya penyakit psychosomatik dengan gejala dispepsia seperti mual dan muntah, diare, pusing, sakit otot jugasendi.30

2.3. Manifestasi klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispesia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia) dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

(27)

d. Muntah

e. Bengkak abdomen bagian atas(Upper abdominal bloating)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia Mixed/Gabungan, yang gejalanya gabungan antara nyeri di ulu hati dan rasa mual, kembung dan muntah, tapi tidak ada yang spesifik atau dominan.19

Dispepsia dapat bersifat akut dan kronis, pembagiannya berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Bila lama sakit terjadi selama tiga bulan atau kurang disebut akut. Lebih dari tiga bulan disebut kronis.19

2.4. Epidemiologi Dispepsia 2.4.1. Distribusi Frekuensi

a. Berdasarkan Orang

1. Umur

Dispepsia bisa terjadi pada semua golongan usia, terutama usia diatas 20 tahun.30 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eddy Bagus di Unit Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001, dari 39 sampel yang diperiksa 79,4% umur penderita dispepsia berada pada usia 30 sampai 50 tahun.31

2. Jenis Kelamin

(28)

3. Etnis

Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dan Hispanik, dibanding kelompok kulit putih. Dikalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi higiene dan sanitasi jelek.32

b. Berdasarkan Tempat

Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya, sosio ekonomi yang rendah, dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10 % anak berusia 2-8 tahun terinfeksi setiap tahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.33

c. Berdasarkan Waktu

(29)

2.4.2. Faktor Risiko 1. Faktor Psikososial

Dispepsia fungsional sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Berbagai penelitian memang telah membuktikan hubungan antara faktor fungsional dengan faktor stres yang dialami seseorang terutama faktor kecemasan (ansietas). Besarnya peranan stres dalam memicu berbagai penyakit sering tidak disadari oleh penderita bahkan oleh tenaga medis sendiri. Karena itu penting sekali untuk menelusuri kejadian stres yang menimpa pasien dalam suatu sistem terapi secara terpadu. Hal ini sekaligus menjelaskan mengapa sebagian penyakit bisa menemukan progresifitas penyembuhan yang baik setelah faktor stres ini ikut ditangani.29

2. Penggunaan Obat-Obatan

Sejumlah obat dapat menyebabkan gangguan epigastrum, mual, muntah dan nyeri di ulu hati. Misalnya aspirin, senyawa-senyawa yang mengandung aspirin, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), teofilin, digitalis dan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (NSAIDs).34

3. Pola Makan Tidak Teratur

(30)

4. Kebiasaan Tidak Sehat

a). Mengisap rokok berlebihan. Tar dalam asap rokok dapat melemahkan katup Lower Esophageal Sphincter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga menyebabkan gas di lambung naik hingga kerongkongan.

b). Minum alkohol secara berlebihan. Alkohol bekerja melenturkan katup LES, sehingga menyebabkan refluks, atau berbaliknya asam lambung ke kerongkongan. Alkohol juga meningkatkan produksi asam lambung. c). Minum kopi, teh atau minuman lain yang mengandung kafein

Kafein dapat mengendurkan Lower Esophageal Sphincter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga menyebabkan gas di lambung naik hingga kerongkongan.

d). Terlalu sering mengkonsumsi makanan yang berminyak dan berlemak. Makanan tersebut cenderung lambat dicerna, membuat makanan tinggal lebih lama di lambung. Hal ini dapat membuahkan peningkatan tekanan di lambung, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan terjadinya pelemahan LES. Jika LES melemah, asam lambung akan naik ke kerongkongan.30

5. Lingkungan

(31)

of Sydney, Nepean Hospital, Penrith, Australia terhadap 15.000 orang dewasa Australia menyimpulkan bahwa sosio ekonomi yang rendah adalah salah satu faktor resiko terjadinya gejala gangguan saluran cerna bagian atas dan bawah.35

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hartono di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar tahun 2001-2002, diperoleh bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah penderita dispepsia pada tenaga kerja di PT tersebut. Hal ini karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stres pekerja.36

2.5. Diagnosis

Bila seseorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah, telah berlangsung lebih dari 4 minggu, adanya penurunan berat badan, dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan, yaitu:

a. Laboratorium

(32)

b. Radiologis

Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologis akan tampak massa yang ireguler, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.22, 38

c. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis, yang perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus, dan parsdesenden, tumor jinak atau ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung, maupun duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.22, 37

d. Ultrasonografi

(33)

2.6. Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut: a. Pencegahan Primordial

Merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko dispepsia, dengan memberikan penyuluhan tentang cara mengenali dan menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan dispepsia, Sebagai contoh adalah adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan membuat peraturan pada kotak rokok akan bahaya dari rokok tersebut terhadap kesehatan. Untuk menghindari infeksi Helicobacter pylori dilakukan dengan cara menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi dan penyediaan air bersih. 28 b. Primer (Primary Prevention)

Berperan dalam mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia pada orang yang sudah mempunyai faktor risiko dengan cara membatasi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti makan tidak teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak, pedas, asam dan menimbulkan gas di lambung.

(34)

b. Pencegahan Sekunder ( Secondary Prevention)

1. Diet mempunyai peran yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit berulang kali. Makanan harus mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan asam lambung dan bisa menetralisir asam HCL.27 2. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis reseptor

H2, Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI), sitoprotektif, prokinetik dan kadang dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas untuk penderita dengan keluhan yang berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.27

(35)

c. Pencegahan Tersier

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan studi kepustakaan diatas maka dapat disusun suatu kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007, sebagai berikut:

Karakteristik penderita Dispepsia 1.Sosio demografi, meliputi

Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama

Tingkat Pendidikan Pekerjaan

Status Perkawinan Daerah Asal 2. Jenis Dispepsia 3. Manifestasi Klinis 4. Lama Sakit

5. Lama Rawatan Rata-Rata 6. Sumber Biaya

(37)

3.2. Definisi Operasional Variabel

3.2.1. Penderita dispepsia adalah pasien yang di rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 yang berdasarkan diagnosa dokter dinyatakan menderita dispepsia.

3.2.2. Sosio Demografi, meliputi :

a) Umur adalah usia penderita dispepsia yang di rawat inap di rumah sakit, sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:39

1. ≤20 tahun 2. 21-30 tahun 3. 31-40 tahun 4. 41-50 tahun 5. >50 tahun

Dalam melakukan uji tabulasi silang, maka umur dikategorikan menjadi: 1. ≤40 tahun

2. >40 tahun

b) Jenis Kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh penderita dispepsia, sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:

1. Laki-laki

2. Perempuan

c) Suku adalah etnik penderita dispepsia sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas:

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Minang 5. Aceh

(38)

d) Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita dispepsia, sesuai dengan yang tecatat di kartu status. dikategorikan atas:

1. Islam

2. Kristen

3. Budha

4. Hindu

e). Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh penderita dispepsia, sesuai dengan tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:

1. Tidak Sekolah

2. SD

3. SLTP 4. SLTA

5. Akademi/Perguruan Tinggi 6. Tidak Tercatat

f) Pekerjaan adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh penderita dispepsia, sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas: 1. Ibu Rumah Tangga (IRT)

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 3. Pegawai Swasta

4.Wiraswasta

5. Pelajar

6. Dan Lain-lain

Dalam melakukan uji tabulasi silang, maka pekerjaan dikategorikan menjadi:

1. Bekerja (PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta) 2. Tidak Bekerja (IRT, Pelajar, Dan Lain-lain)

(39)

1. Belum Kawin

2. Kawin

3. Tidak Tercatat

h) Daerah asal adalah tempat tinggal penderita dispepsia, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, dikategorikan atas:

1. Dalam kota Medan 2. Luar kota Medan

3.2.3. Jenis dispepsia adalah jenis penyakit dispepsia yang diderita pasien berdasarkan diagnosa dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status. Dikategorikan atas:

1. Dispepsia Organik (Gastritis, Malabsorbsi, Kolestitis, Gangguan Metabolisme).

2. Dispepsia Fungsional

3.2.4. Manifestasi klinis adalah keluhan/gejala dominan yang dirasakan penderita dispepsia, sesui dengan yang yang tercatat dalam kartu status. Dikategorikan atas:

1. Ulcus-like dyspepsia 2. Dysmotility-like dyspepsia 3. Mixed/Gabungan

3.2.5. Lama sakit adalah lama terjadinya gejala yang dirasakan oleh penderita dispepsia yang menyebabkan datang berobat ke rumah sakit, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status. Dikategorikan atas:19

1. ≤ 3 bulan (Akut) 2. >3 bulan (Kronik)

(40)

3.2.7. Sumber biaya adalah sumber biaya perawatan penderita dispepsia, sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:

1. Biaya Sendiri

2. Bukan Biaya Sendiri (Askeskin, Askes, Jamsostek)

3.2.8. Keadaan sewaktu pulang adalah keadaan penderita dispepsia sewaktu meninggalkan rumah sakit, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status. Dikategorikan atas:

1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Martha Friska Medan dengan pertimbangan tersedianya data yang dibutuhkan dan belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita dispepsia rawat inap tahun 2007.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan Juli 2009.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah data seluruh penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 yaitu sebanyak 412 data.

4.3.2. Sampel

(42)

a. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus:40 N

1 + N (d2) Keterangan:

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan (0,05)

412 1 + 412 (0,05)2 = 202,95 ~ 203

Berdasarkan perhitungan diatas, maka besar sampel dalam penelitian adalah sebanyak 203 data.

b. Metode Pengambilan Sampel

Kartu status pasien pada tahun 2007 diberi nomor berurutan. Pengambilan sampel dilakukan secara Systematic Random Sampling, dimana hasil bagi antara jumlah populasi (N) dengan besar sampel yang akan diambil (n) dijadikan sebagai interval sampel (k).

(43)

Sampel ke-n = s + (n-1)k Keterangan:

s = sampel pertama k = interval

Sampel Pertama = s

Sampel Ke-2 = s + (2-1) 2 = s + 2

Sampel Ke-203 = s + (203-1) 2 = s + 404

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memakai data sekunder yang diperoleh dari pencatatan kartu status (rekam medik) penderita dispepsia yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007. Kartu status penderita dispepsia yang terpilih sebagai sampel dikumpulkan kemudian dilakukan pencatatan terhadap variabel yang diteliti.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981, beralamat di Jalan Komodor Yos Sudarso No 91 Medan, Sumatera Utara, dengan status kepemilikan di bawah Yayasan Rumah Sakit Martha Friska. Bangunan awal rumah sakit berupa bangunan permanen berlantai satu dengan luas bangunan 628,2 M2 dengan kapasitas 50 tempat tidur.

Oleh karena perkembangan rumah sakit, pada tanggal 17 Agustus 1996 diresmikan penggunaan gedung berlantai lima dengan luas bangunan 750 M2. Pada saat ini Rumah Sakit Martha Friska mempunyai luas lahan sebesar 3.640 M2 dan luas lahan cadangan 1.195 M2. Jumlah tempat tidur saat ini sebanyak 250 unit. Pada tahun 2002 status kepemilikan Rumah Sakit Friska beralih kepada PT. Karya Utama Sehat Sejahtera.

Pada Rumah Sakit Martha Friska terdapat beberapa unit pelayanan, yaitu Unit Gawat Darurat, Unit Bedah, Unit Laboratorium, Poli THT, Poli Gigi dan Mulut, Poli Mata, Poli Anak, Poli Umum, Poli Penyakit Dalam, Poli Kebidanan, Poli Paru, Poli Neurologi, Poli Penyakit Kulit dan Kelamin, dan lain-lain. Saat ini Rumah Sakit Martha Friska dipimpin oleh dr. R.P.H. Siahaan MHA.

(45)

5.2. Analisa Deskriptif 5.2.1. Sosio Demografi

Hasil penelitian penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 berdasarkan sosiodemografi yaitu menurut umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan

Sosio Demografi di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

No Sosio Demografi Jumlah

1 Umur (Tahun) f %

Perempuan 125 61,6

Total 203 100,0

4 Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah 13 6,4

SD 5 2,6

SLTP 8 3,9

SLTA 36 17,7

Akademi/Perguruan Tinggi 22 10,8

(46)

Kawin 143 70,4

Tidak Kawin 42 20,7

Tidak Tercatat 18 8,9

Total 203 100,0

7 Daerah Asal

Dalam Kota Medan 176 86,7

Luar Kota Medan 27 13,3

Total 203 100,0

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 berdasarkan umur adalah >50 tahun yaitu sebesar 33,0%, proporsi terendah dari kelompok umur 31-40 tahun sebesar 10,8%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 61,6%, sedangkan proporsi laki-laki sebesar 38,4%. Data penderita berdasarkan suku tidak dapat disajikan karena tidak tercatat.

Proporsi agama tertinggi adalah Islam sebesar 75,3% dan proporsi terendah adalah Hindu sebesar 0,5%. Berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat, proporsi tertinggi adalah tamat SLTA sebesar 17,7% dan terendah SD sebesar 2,6%. Proporsi tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah Ibu Rumah Tangga sebesar 30,0% dan terendah adalah pelajar sebesar 6,4%.

Berdasarkan status perkawinan yang tercatat, proporsi penderita yang sudah kawin lebih tinggi yaitu sebesar 70,4%, sedangkan yang tidak kawin sebesar 20,7%. Berdasarkan daerah asal, proporsi penderita asal kota Medan lebih tinggi yaitu sebesar 86,7 %, sedangkan asal dari luar kota Medan sebesar 13,3%.

(47)

Proporsi penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 berdasarkan jenis dispepsia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2.Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Jenis Dispepsia Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

No Jenis Dispepsia f %

1 Dispepsia Organik (Gastritis, Malabsorbsi, Kolestitis,

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia berdasarkan jenis dispepsia lebih tinggi pada penderita dispepsia fungsional sebesar 78,8%, sedangkan penderita dispepsia fungsional sebesar 21,2%.

5.2.3. Manifestasi Klinis

Proporsi penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 berdasarkan manifestasi klinis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi P Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Manifestasi Klinis Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

tasi Klinis f %

enderita No Manifes

1 ulcus-like dyspepsia 37 18,2

2 dysmotility-like dyspepsia 59 29,1

3 Mixed/Gabungan 107 52,7

Total 203 100,0

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia klinis adalah penderita dengan manifestasi klinis mixed/g

berdasarkan manifestasi

(48)

5.2.4. Lama Sakit

Proporsi penderita dispepsia rawat inap di R iska Medan tahun 2007 berdasarkan lama sakit dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Lama Sakit di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

lam

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia ma sakit lebih tinggi pada penderita akut besar 74,9%

berdasarkan la , sedan n

penderita kronik sebesar 25,1%. 5.2.5. Lama Rawatan Rata-Rata

Lama rawatan rata-rata penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.5. Lama Raw erita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Lama Rawatan Rata-Rata (Har

se gka

atan Rata-rata Pend

(49)

X

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita dispepsia

dispepsia sangat bervariasi, dimana lama rawatan awatan maksimum adalah 31 hari. Dari CI dapat

Proporsi penderit ha Friska Medan tahun

2007 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.6. Dist oporsi Penderita Dispepsia Ra Berdasarkan Sumber Biaya di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

No Sumber iaya f %

yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 adalah 5,24 hari, SD=3,822 hari, dan nilai Coefficient of Variation adalah 72,94% (>10%), artinya lama rawatan rata-rata penderita

minimum adalah 1 hari dan lama r

disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa lama rawatan rata-rata penderita dispepsia adalah 4,71-5,77 hari.

5.2.6. Sumber Biaya

a dispepsia rawat inap di RS Mart

ribusi Pr

(50)

5.2.7. K

a Medan tahun 007 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.5. Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di RS Martha Friska Medan tahun 2007

No Keadaan Sewaktu Pulang %

eadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Frisk 2

Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap f

1 Pulang Berobat Jalan 184 90,6

2 Pulang atas Permintaan Sendiri 17 8,4

3 Meninggal 2 1,0

Total 203 100,0

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan sebesar 90,6%,

meninggal sebesar 1,0%. (CFR=1,0%)

ama Kristen, satu orang (50%) berpendidikan SLTA dan satu orang lagi

Berdasarkan pekerjaan, satu orang (50%) adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) dan rang (50%) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan status perkawinan, l sudah menikah (100%). Berdasarkan sedangkan proporsi terendah adalah

Penderita yang meninggal ada 2 orang (100%) berada pada kelompok umur 41-50 tahun, satu orang (41-50%) berjenis kelamin perempuan dan satu orang lagi (41-50%) berjenis kelamin laki-laki, satu orang (50%) beragama Islam dan satu orang lagi (50%) berag

(50%) pendidikannya tidak tercatat.

satu o

(51)

daerah

dokter mengidap dispepsia fungsional. Satu orang penderita selain mengidap dispepsia, juga didiagnosa mengalami psycosometri, seorang lagi tidak diketahui apakah penderita i komplikasi. Tidak menutup n penderita yang seorang lagi juga mengalami komplikasi penyakit lain, namun belum sempat terdeteksi karena penderita sudah meninggal. Satu orang meninggal setelah dirawat selama empat hari dan seorang lagi meninggal setelah dirawat enam hari. Berdasarkan lama sakit, kedua penderita (100%) mengalami dispepsia kronis.

5.3. Analisa Statistik

.3.1. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia

60,5 81 50,6

43 100,0 160 100,0 X2

asal, satu orang (50%) adalah penduduk Medan dan satu orang lagi (50%) berasal dari luar kota Medan.

Berdasarkan jenis dispepsia, kedua penderita (100%) berdasarkan pemeriksaan

mengalam kemungkina

5

Distribusi proporsi umur berdasarkan jenis dispepsia pada penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(52)

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat bahwa dari 43 penderita dispepsia organik, proporsi lebih tinggi pada penderita kelompok umur >40 tahun yaitu sebesar

spepsia a Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah

Tabel

Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 ≤3 bulan (Akut) >3 bulan (Kronik)

Berdasarkan tabel 5.9. dapat dilihat bahwa dari 152 penderita dispepsia dengan lama sakit ≤3 bulan (Akut), proporsi lebih tinggi pada kelompok ≤40

deri dari k lompok umur >40 tahun sebesar 45,4%. Dari 51 penderita dispepsia dengan lama sakit >3 bulan (kronik), proporsi lebih tinggi pada kelompok umur >40 tahun yaitu sebesar 74,5%. Proporsi penderita 60,5%. Proporsi penderita kelompok umur ≤40 tahun sebesar 39,5%. Dari 160 penderita dispepsia fungsional, masing-masing kelompok umur memiliki besar proporsi yang hampir sama yaitu sebesar 49,4% dari kelompok umur ≤40 tahun dan 50,6% dari kelompok umur >40 tahun. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p>0,05. Artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara umur penderita dengan jenis dispepsia.

5.3.2. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama Sakit

Distribusi proporsi umur berdasarkan lama sakit pada penderita di rawat inap di RS Marth

ini:

(53)

dari ke

tribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska

Keadaan Sewaktu Pulang NO

f % f % f % 2 >3 bulan (Kronik) 47 25,5 2 11,8 2 100,0

Total 184 100,0 17 100,0 2 100,0

berobat jalan, proporsi penderita dengan lama sak kut) lebih tinggi yaitu sebesar 74,5%. Proporsi penderita dengan la

25,5%. Dari 17 penderita yang pulang atas taan sen proporsi penderita akit ≤ gi yaitu sebesar 88,2%. Proporsi penderita dengan lama sakit >3bulan (kronik) sebesar 11,8%. Proporsi penderita yang meninggal 100% berasal dari penderita dengan lama sakit >3 bulan (kronik) sebanyak 2 orang. Analisa dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat 3 sel (50,0%) yang expected count-nya kurang dari 5.

lompok umur ≤40 tahun sebesar 25,5%. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p<0,05. Artinya ada hubungan yang bermakna antara umur penderita dengan jenis dispepsia.

5.3.3. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Distribusi proporsi lama sakit berdasarkan keadaan sewaktu pulang pada penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada atbel dibawah ini:

Tabel 5.10. Dis

Medan Tahun 2007

PBJ PAPS Meninggal

Lama Sakit

1 ≤3 bulan (Akut) 137 74,5 15 88,2 0 0,0

Berdasarkan tabel 5.10. dapat dilihat bahwa dari 184 penderita yang pulang it ≤3 bulan (a

ma sakit >3 bulan (kronik) sebesar permin diri,

dengan lama s 3 bulan (akut) lebih ting

(54)

Distribusi lama rawatan rata-rata berdasarkan umur pada penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.11. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Umur Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan

Lama Rawatan Rata-Rata

1 ≤ 40 96 4,13 2,376

107 6,23 4,544

t = -4,202 df = 163,512 p =

Berdasarkan tabel 5.11. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita dispepsia lebih lama pa pok umur >40 tahun yaitu sebanyak 107

ora d atan rata har nga

p nderita disp engan u 40 , l awa alah 4,13

hari de

Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Lama Rawatan Rata-Rata

ngan SD = 2,376 hari. Berdasarkan hasil uji t-test diperoleh nilai p<0,05. Artinya ada perbedaan yang bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan umur. 5.3.5. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Jenis Dispepsia

Lama Rawatan rata-rata berdasarkan jenis dispepsia pada penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.12. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Jenis Dispepsia Pada Tahun 2007

X SD

No Jenis Dispepsia f

1 Organik 43 5,07 2,971

(55)

t = -0

asarkan jenis dispepsia lebih lama pada jenis fungsional yaitu 5,28 hari dengan

5,07 hari dengan SD = 2,971 hari. Berdasarkan hasil uji t-test diperoleh nilai p>0,05. H i da perbe an lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis d epsi

5.3.6. Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Lama Sakit Di

Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Lama Rawatan Rata-Rata

,321 df = 201 p = 0,748 Berdasarkan tabel 5.12. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata berd

SD = 4,0271 hari, sedangkan pada jenis organik lama rawatan rata-ratanya adalah

al in berarti tidak a da isp a.

stribusi lama rawatan rata-rata berdasarkan lama sakit pada penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Lama Sakit Pada Tahun 2007

No Lama Sakit f X SD

1 ≤3 bulan (Akut) 152 5,06 3,830

2 >3 bulan (Kronik) 51 5,76 3,787

t = -1,142 df = 201 p = 0,255 Berdasarkan tabel 5.13. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata berdasarkan lama sakit lebih lama pada penderita kronik yaitu 5,76 hari dengan SD = 3,830 hari sedangkan pada penderita akut lama rawatan rata-ratanya adalah 5,06 hari dengan SD =

berarti tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis dispepsia. 5.3.7. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya

(56)

Distribu lama rawatan rata-rata berdasar biaya pada penderita

dibawa

si kan sumber

dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel h ini:

Tabel 5.14. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan sumber Biaya Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Lama Rawatan Rata-rata

No Sumber Biaya f X SD

1 Biaya Sendiri 41 3,15 2,116

2 Bukan Biaya Sendiri 162 5,77 3,977

t = -5,758 df = 119,748 p = 0,000 ta penderita dispeps

penderita dispepsia dengan biaya sendiri lebih singkat yaitu 3,15 hari

nilai p<0,05. Hal ini berart sumber pembiayaan.

Berdasarkan tabel 5.14. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-ra

ia yang paling lama adalah penderita yang sumber pembiayaannya bukan biaya sendiri sebanyak 162 orang yaitu 5,77 hari dengan SD = 3,977 hari, sedangkan lama rawatan

(57)

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Penderita Dispepsia Berdasarkan Sosiodemografi 6.1.1. Umur

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan umur di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Umur Penderita Dispepsia

>50 tahun 41-50 tahun ≤20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun

Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Berdasarkan gambar 6.1. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan umur terdapat pada kelompok umur >50 tahun yaitu sebesar 33,0% sedangkan proporsi terendah terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun sebesar 10,8%. Pada usia 50 tahun keatas telah terjadi proses degenerasi di dalam

(58)

organ tubuh. Artinya organ-organ tubuh mengalami penurunan daya kerja yang berdam ak pada ketahanan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit.27

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sinaga B (2008) di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case series yang menemukan proporsi kejadian dispepsia tertinggi pada umur >50 tahun sebesar 33,5%.18

6.1.2. Jenis Kelamin

Proporsi penderita Dispepsia berdasarkan Jenis Kelamin di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

p

Jenis Kelamin Penderita Dispepsia

38.4%

61.6%

Perempuan Laki-laki

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

(59)

2001-2004 yang menemukan proporsi kejadian dispepsia lebih tinggi pada perempuan sebesar 63%.17

6.1.3. Agama

Proporsi penderita Dispepsia berdasarkan agama di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Agama Penderita Dispepsia

21.2% 3.0%

0.5%

Islam

Kristen

Bud

75.3%

ha

Hindu

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Agama Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.3. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita

dispepsia berdasarkan agama adalah Islam sebesar 75,3% dan proposi terendah

eragam

o t ke S

as beragama Islam.

b a Hindu yaitu sebesar 0,5 %. Penyakit dispepsia tidak dipengaruhi oleh

agama tertentu. Dalam penelitian ini jumlah penderita yang beragama Islam lebih

besar daripada agama-agama lainnya, karena pengunjung yang datang ber ba R

(60)

6.1.4. Tingkat Pendidikan

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan tingkat pendidikan di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Tingkat Pendidikan Penderita Dispepsia

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan Gambar 6.4. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat adalah SLTA sebesar 17,7% dan proporsi terendah adalah SD sebesar 2,6%. Tingkat pendidikan penderita dispepsia mempengaruhi tingkat pengetahuannya untuk mengatur pola hidupnya, makan. Apabila individu tidak dengan tepat mengatur pola hidupnya dengan

ga B (2008) dengan desain case khususnya pola

(61)

series di RS Advent Medan tahun 2005 yang menemukan proporsi tertinggi penderita dispepsia berpendidikan SLTA sebesar 34,2%.18

6.1.5. Pekerjaan

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan pekerjaan di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Pekerjaan Penderita Dispepsia

Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 Berdasarkan gambar 6.5. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan pekerjaan adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebesar 30,0% dan yang terendah adalah pelajar sebesar 6,4%.

Aktivitas monoton merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat ingga dapat menimbulkan stress yang memicu

sama dan secara psikologis membutuhkan komunitas yang bisa berbagi tentang kejenuhan meningkat seh

(62)

masalah yang dihadapi dalam rumah tangga.41 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nazrul & Julius (1992) di RSU dr. M. Jamil, Padang dengan desain Case Series yang menemukan bahwa proporsi tertinggi penderita adalah Pegawai Negeri Sipil (31,6%). Pekerjaan Ibu Rumah Tangga berada di posisi kedua sebesar 19,26%.21

6.1.6. Status Perkawinan

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan status perkawinan di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Status Perkawinan Penderita Dispepsia

70.4% 20.7%

8.9%

Kawin Tidak Kawin Tidak Tercatat

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Status Perkawinan Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia

berdasarkan status perkawinan yang tercatat le ih tinggb i pada penderita yang sudah

ar 70,4%, sedangkan yang tidak kawin sebesar 8,9%. Hasil ini kawin yaitu sebes

bukan berarti individu yang menikah lebih beresiko untuk menderita dispepsia

(63)

Kejadian dispepsia berkaitan dengan jumlah pengunjung yang datang berobat ke RS Martha Friska Medan lebih banyak yang telah kawin. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga B (2008) dengan desain case series di RS Advent Medan tahun 2005 yang menemukan proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan status kawin yang lebih besar adalah kawin yaitu sebanyak 63,7%.18

6.1.7. Daerah Asal

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan daerah asal di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Daerah Asal penderita Dispepsia

13.3%

Medan

86.7%

Luar Medan

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Daerah Asal Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia

berdasarkan daerah asal lebih tinggi pada penderita yang berasal dari kota Medan

(64)

13,3%. Hal ini disebabkan karena rumah sakit tersebut berada di kota Medan

kota Medan, ketika sehingga pengunjung yang datang berobat sebagian besar berasal dari kota Medan.

Selain itu juga ada juga penderita yang berasal dari luar

berobat menggunakan alamat keluarga yang tinggal dikota Medan. Diperkirakan faktor stres yang umumnya dialami masyarakat di kota-kota besar sebagai akibat rutinitas dan kesibukan sehari-hari turut juga menjadi penyebab banyaknya penderita dispepsia yang berasal dari kota Medan.

6.1.8. Jenis Dispepsia

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan jenis dispepsia di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Jenis Dispepsia

21.2%

Fungsional Organik

78.8%

Berdasarkan Jenis Dispesia Di RS Martha Friska Medan Tahun

Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis dispepsia,

proporsi penderita dispepsia fungsional lebih tinggi yaitu sebesar 78,8%. Proporsi Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

(65)

dispepsia organik sebesar 21,2%. Menurut data terakhir yang diperoleh di RSCM tahun 1998 disebutkan dari 100 pasien dengan keluhan dispepsia, 80 persen

engalami dispepsia fungsional.42 Sebuah penelitian dengan jumlah pasien yang besar dan melibatkan pusat endoskopi di beberapa kota di Indonesia, memperlihatkan dispepsia fungsional ditemukan pada 86,41 % dari 7.092 kasus dispepsia yang dilakukan endoskopi.

m

32

Hai ini berlawanan dengan pemeriksaan endoskopi 223 pasien pada penderita dispepsia di RSUD Tugurejo Semarang 2003 yang menemukan sekitar 80% adanya lesi organik di saluran cerna bagian atas.43

6.1.9. Manifestasi Klinis

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan manifestasi klinis di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Manifestasi Klinis penderita Dispepsia

8.2%

52.7%

29.1% 1

Mixed Dyspepsia

Dysmotility-like Dyspepsia Ulcus-like Dyspepsia

Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

Tahun 2007

(66)

Berdasarkan gambar 6.9. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan manifestasi klinis adalah manifestasi klinis mixed/gabungan sebesar 52,7%. Proporsi terendah ulcus–like dyspepsia sebesar 18,2%. Gejala

ariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas

mixed/gabungan, karena dispepsia sangat berv

gejala tersebut, dari waktu ke waktu.5 Hal inilah yang menjadi penyebab lebih tingginya proporsi penderita dengan manifestasi klinis

seorang penderita dispepsia bisa mengalami gejala yang berbeda-beda setiap kali mengalami dispepsia.

6.1.10. Lama Sakit

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan Lama Sakit di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Lama Sakit Penderita Dispepsia

25.1%

≤ 3 bulan (Akut)

74.9%

> 3 bulan (Kronik)

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap

2007

(67)

Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa berdasarkan lama sakit, proporsi penderita akut lebih tinggi yaitu sebesar 74,9%, sedangkan penderita kronik sebesar

t dinyatakan kronik. Hasil penelitian ini esuai dengan hasil penelitian Sinaga B (2008) di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case series yang menemukan bahwa proporsi penderita dispepsia dengan lama sakit akut lebih tinggi dengan proporsi 53,5%.

6.1.11. Lama Rawatan Rata-Rata

25,1%. Lama sakit ditentukan dari lama waktu penderita mengalami dispepsia. Penderita yang lama sakit kurang dari 12 minggu atau 3 bulan dinyatakan akut sebaliknya jika lebih dari waktu tersebu

s

18

(68)

6.1.12. Sumber Biaya

erita dispepsia berdasarkan sumber biaya di RS Martha Friska Proporsi pend

Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Sumber Biaya Penderita Dispepsia

79.8% 20.2%

Bukan Biaya Sendiri Biaya Sendiri

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya Di RS Martha Friska Medan Tahun

Berdasarkan gambar 6.11. dapat dilhat bahwa berdasarkan sumber biaya,

proporsi penderita dispepsia yang berobat bukan dengan biaya sendiri lebih tinggi

yaitu sebesar 79,8%. Penderita dengan biaya sendiri proporsinya sebesar 20,2%. Hal

ini terjadi karena sebagian besar penderita dispepsia yang berobat ke RS Martha

(69)

6.1.13. Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita dispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RS Martha Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Dispepsia

8.4% 1.0%

90.6%

Pulang Berobat Jalan (PBJ)

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

Meninggal

ambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan Lama Sakit Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.12. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita

ispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan(PBJ)

aitu sebesar 90,6% dan proporsi terendah adalah penderita meninggal sebesar 1,0%.

anyaknya proporsi pulang berobat jalan berkaitan dengan proses penyembuhan yang

emerlukan waktu yang lama dan dianjurkan kepada setiap pasien untuk melakukan

e bagian gastroenterogi. Hasil penelitian ini sesuai dengan

hasil penelitian Sinaga B (2008) di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case G

d

y

B

m

(70)

series yang menemukan bahwa keadaan sewaktu pulang penderita dispepsia terbesar adalah PBJ dengan proporsi 72,1%.18

6.2. Analisa Statistik

6.2.1. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispesia

Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia

Gambar 6.13. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Friska Medan Tahun 2007

Berdasarkan gambar 6.13. dapat dilihat bahwa pada proporsi penderita dispepsia organik, lebih tinggi pada kelompok umur

Dispepsia Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha

Gambar

tabel distribusi proporsi, diagram batang dan diagram pie.
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan
Tabel 5.2.Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap Berdasarkan
Tabel 5.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.18 Diagram Bar Proporsi Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sirosis Hati Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun

Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap di RS Haji Medan Tahun 2009.. Berdasarkan Gambar

Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-rata Penderita Sepsis Neonatorum Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di RSU

Distribusi Proporsi Penderita Kanker Payudara yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 2005-2011 .... Distribusi Proporsi Umur

Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-rata Penderita Hepatitis B Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu

Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Diagram Bar Proporsi Keadaan

Diagram Pie Proporsi Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS Haji Medan. Tahun

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013