• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Interval QTc Memanjang Dengan Derajat Disfungsi Hati Pada Penderita Sirosis Hati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Interval QTc Memanjang Dengan Derajat Disfungsi Hati Pada Penderita Sirosis Hati."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INTERVAL QTc MEMANJANG

DENGAN DERAJAT DISFUNGSI HATI PADA

PENDERITA SIROSIS

HATI.

PENELITIAN POTONG LINTANG DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H ADAM

MALIK /

RSUD DR. PIRNGADI MEDAN Mei 2008 – Agustus 2008

TESIS

OLEH :

DELVI NAIBAHO

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

RSUP.H. ADAM MALIK/ RSUD. DR PIRNGADI

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, kami dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul : “Hubungan Pemanjangan Interval QTc

dengan Derajat Disfungsi Hati pada Penderita Sirosis Hati” penelitian ini

berlangsung sejak bulan Mei 2008 sampai Agustus 2008. Tulisan ini dibuat sebagai

salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di bidang

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini maka kami ingin menyampaikan terima kasih,

hormat dan penghargaan kepada :

1. Dr Salli Rossefi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, dan Prof. Dr.

Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode 1997-2007 dimana

penulis memulai pendidikan pada Juli 2003, dan Dr. Refli Hasan SpPD-

SPJP selaku seketaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H.

Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang

besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD

Selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dengan

sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli

penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk

mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Dr Refli Hasan SpPD, SpJP sebagai pembimbing I

sekaligus Kepala Divisi Kardiologi dan Prof. Dr. Lukman Hakim Zain,

SpPD-KGEH selaku pembimbing II sekaligus Kepala Divisi Gatro Enterologi dan

Hepatologi yang penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu dan

membimbing penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa

yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Allah SWT beserta

beliau dan keluarga.

4. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU RSUP H. Adam

(3)

Bachtiar Fanani Lubis, Prof. Dr. Habibah Hanum Nst, Prof. Dr. Sutomo

Kasiman, Prof. Dr. OK. Moehad Sjah, Prof. Dr. Azhar Tanjung, Prof. Dr.

Azmi S. Kar, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain , Dr.

Nuraisyah, Dr. A.A.St. Bagindo, Dr. Lufti Latief, Dr. Abiran Nababan, Dr. Sri

M. Soetadi, Dr. A. Rahim R. Lubis, Dr. B. Marpaung, Prof. Dr. Gontar

Siregar, Prof. Dr. Harris Hasan, Dr. Refli Hasan, Dr. Alwinsyah A, Dr. Mabel

Sihombing, Dr. Juwita Sembiring, Dr. Josia Ginting, Dr. Rustam Effendi YS,

Dr. Armon Rahimi, Dr. P. Siburian, Dr. Umar Zein, Dr. Leonardo B Dairi, Dr.

R.Tunggul CH, Dr. E. N. Keliat, Dr. Mardianto, Dr. Zuhrial, Dr Zainal, Dr

Rahmad Isnanta, Dr. Ilham, yang merupakan guru kami dan telah banyak

memberikan bimbingan kepada kami selama mengikuti pendidikan.

5. Para senior / dokter Kepala Ruangan, Dr, Haryani Adin, Dr Saut Marpaung,

Dr. Jerahim Tarigan , Dr. Savita Handayani, Dr. Santi Syafril, Dr. Syafrizal

Nasution, Dr. Deske Muhadi sebagai dokter senior / kepala ruangan yang

telah banyak membimbing penulis selama pendidikan.

6. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan / Direktur RSUP H. Adam Malik Medan

yang telah memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam

menggunakan fasilitas dan sarana rumah sakit dalam menunjang pendidikan

keahlian ini.

7. Direktur RSU. Langsa, Dr. T. Rajif dan Dr. Azwir Aboet, Dr. Gunardi sebagai

konsultan Penyakit Dalam yang telah memberikan bantuan dan kemudahan

serta keizinan dalam menggunakan fasilitas dan sarana rumah sakit

sewaktu penulis menjalani konsultan penyakit dalam di RSU Langsa dalam

rangka pendidikan ini.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima

saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

9. Para pasien yang telah dengan ikhlas menjadi “guru” sehingga

memungkinkan saya mencapai dokter spesialis dibidang penyakit dalam

10. Kepada teman-teman : dr. Alwi, dr. Rismauli, dr. Lili Syarif, dr. Erik Nelson,

dr. Janus, Leli, Denny, dan Rekan Sejawat sesama PPDS, perawat serta

paramedis lainnya dan karyawan RSUD. Dr. Pirngadi/ RSUP.H.Adam Malik

(4)

11. Teman seperjuangan dr. Bistok, dr. Harris Parhusip, dr. Irwin, dr. Zulfan, dr.

Lina, dr. Imelda Rey teman berbagi cerita dan pendorong buat penulis

hingga selesainya tulisan ini. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

12. Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah membimbing dalam analisa

data statistik penelitian sejak dari persiapan proposal hingga selesainya

penelitian ini.

13. Laboratorium Prodia Wilayah Sumatra Utara dan Laboratorium Prodia Pusat

Jakarta atas kerjasamanya dalam pengerjaan pemeriksaan terhadap sampel

dalam penelitian.

Pada kesempatan ini pula saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada Ibunda Hj. Beni dan Ayahanda H. Pohan Naibaho yang telah, mendidik dan

membesarkan saya, serta senantiasa mendoakan dan tidak henti – hentinya

memberikan dukungan moril dan materi selama saya mengikuti pendidikan dan

menyelesaikan tulisan ini. Kiranya Allah SWT senantiasa melindungi dan

memberikan kesehatan dan umur yang panjang.

Kepada abang, kakak dan adik- adikku yang senantiasa tidak henti –

hentinya memberi semangat dan pengertian selama penulis menjalani pendidikan

dan menyelesaikan tulisan ini .

Sebenarnya masih banyak lagi ucapan terima kasih yang selayaknya kami

sampaikan kepada berbagai pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu

namanya pada kesempatan ini, dalam hal ini izinkanlah kami mengucapkan terima

kasih setulusnya-tulusnya secara menyeluruh.

Medan, Agustus 2008

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... x

ABSTRAK ……….. xii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SINDROMA QT MEMANJANG…...5

2.2. PATOFISIOLOGI PEMANJANGAN INTERVAL QTc ...5

2.3. ETIOLOGI PEMANJANGAN INTERVAL QTc 2..3.1 KONGENITAL ( PRIMER )……… …………9

2.3.2 DIDAPAT ( SEKUNDER ) ………...9

2.4. MEKANISME PEMANJANGAN INTERVAL QTc PADA SIROSIS HATI 2.4.1. NEUROPATI OTONOM………....11

2.4.2. PERUBAHAN MEMBRAN MIOKARDIUM………..13

2.4.3 .DEFEK MOLEKULER……….13

2.4.3 .KARDIOTOKSIN………..15

2.5.PENATALAKSANAAN PEMANJANGAN INTERVAL QTc PADA SIROSIS HATI………..16

2.6 GAMBARAN EKG PEMANJANGAN INTERVAL QT 2.6.1. CARA PENGUKURAN………19

2.6.2 . INTERPRETASI PENGUKURAN……….19

(6)

BAB III. PENELITIAN SENDIRI

3.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN ……… 22

3.2. PERUMUSAN MASALAH ……….. 24

3.3. HIPOTESA ……… 24

3.4. TUJUAN PENELITIAN ……… 24

3.5. MANFAAT PENELITIAN ………. 24

3.6 .KERANGKA KONSEPSIONAL………. 25

3.7. BAHAN DAN CARA. 3.7.1. Desain penelitian………. ……… 25

3.7.2. Waktu dan tempat penelitian ………... 25

3.7.3. Populasi terjangkau ……… ……… 26

3.7.4. Kriteria yang diikutkan dalam penelitian……… 26

3.7.5. Kriteria yang dikeluarkan dari penelitian………....26

3.7.6. Besar sampel ……….. 26

3.7.7. Cara penelitian……….. 27

3.7.8. Analisa Data………. 28

3.7.9. Definisi operasional………..29

3.7.10.Kerangka operasional……….31

BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian………32

4.2.Gambaran EKG……… 34

4.3.Hubungan antara interval QTc memanjang dengan derajat disfungsi hati……… 36

(7)

BAB V. PEMBAHASAN ……… 41

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 44

6.1. KESIMPULAN ……….. 44

6.2. SARAN ……….. 44

DAFTAR PUSTAKA ……….. 45

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. . PERSETUJUAN KOMITE ETIK ………. 53

LAMPIRAN 2. MASTER TABEL PENELITIAN……… 54

LAMPIRAN 3. PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN ... 55

LAMPIRAN 4. SURAT PERSETUJUAN BERSEDIA IKUT PENELITIAN………. 56

LAMPIRAN 5. PROFIL PESERTA STUDI………... 57

(8)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

I. GAMBAR

GAMBAR 1

Hubungan antara Fase Potensial Aksi Jantung dengan EKG permukaan……..8

GAMBAR 2

Arus ion yang mencetuskan potensial aksi , EADs dan DADs ……… 9

GAMBAR 3

Mekanisme defek molekuler pemanjangan interval QTc pada sirosis hati……15

GAMBAR 4

EKG Normal... ……….18

GAMBAR 5

Gambaran EKG seorang pasien dengan Interval QT memanjang ……….20

GAMBAR 6

Gambaran EKG Torsade de Pointes……….. 21

GAMBAR 1.

Sebaran prevalensi pemanjangan interval QTc berdasarkan

Derajat Child- Pugh ……… 35

Gambar 2.

Korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan skor Child – Pugh……….38

Gambar 3a.

Korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan Kalsium………42

Gambar 3b.

Korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan Kalium……….42

Gambar 3c.

Korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan Albumin………43

II. TABEL

TABEL 1.

Klasifikasi modifikasi skor Child- Pugh ……… 30

TABEL 2.

Hubungan jumlah skor dengan klasifikasi derajat disfungsi hati menurut modifikasi

Child- Pugh...31

TABEL 1

(9)

TABEL 2

Karakteristik Demografik dan Klinik Keseluruhan Pasien...33

TABEL 3

Rerata Nilai Variabel Uji Laboratorium dan SB Keseluruhan Pasien...34

TABEL 4

Interval QTc pada keseluruhan pasien sirosis hati...35

TABEL 5

Rerata Nilai Interval QTc dan SB Berdasarkan Derajat Child-Pugh...35

TABEL 6

Perbedaan interval QTc berdasarkan derajat Child- Pugh...36

TABEL 7

Korelasi antara interval QTc dengan Derajat Child – Pugh

pada Keseluruhan Pasien ...37

TABEL 8

Rerata Interval QTc berdasarkan etiologi sirosis hati...39

TABEL 9

Rerata nilai Variabel Laboratorium menurut Interval QTc ...39

TABEL 10

(10)

Daftar Singkatan

SADS : Sudden arrhythmia death syndrome

TDP :Torsade de Pointes

CO : Cardiac Out put

EKG : Elektrokardiografi

QTc : Interval QT corrected

Mdet : Millidetik

EADs : Early afterdepolarizations

DADs : Delayed afterdepolarizations

K : Kalium

Na : Natrium

Ca : Kalsium

RYR2 : Reseptor ryanodine

SH : Sirosis hati

PJK : Penyakit Jantung Korener

(11)

Abstract

CORRELATION BETWEEN QTc INTERVAL PROLONGATION AND LIVER DYSFUNCTION SEVERITY IN LIVER CIRRHOSIS PATIENTS.

Delvi Naibaho*, Refli Hasan*, Lukman Hakim Zain**

Cardiology Division Department of Internal Medicine Faculty of Medicine University

of Sumatra Utara/ H. Adam Malik General Hospital.

Background:

Abnormalities in cardiac electrophysiology are well documented in patients with liver cirrhosis. The mechanisms underlying their occurrence are not fully understood. One of important electrophysiological abnormality of chirrhosis is interval QTc prolongation can be determined by electrocardiography recording. QTc interval prolongation often associated with increased occurence of malignant ventricular arrhytmia. Tachyarrhytmia episod can be spontaneous relieve but often give high risk to develop of ventricular fibrilation, syncope and sudden death.

Aim:

To investigate the correlation between QTc interval prolongation and liver dysfunction severity in liver cirrhosis patients.

Material and Method:

This cross sectional study, in periode of May 2008 until August 2008, included liver cirrhosis patients admitted to Division of Gastroenterohepatology Departement of Internal Medicine/ H. Adam Malik and Dr. Pirngadi General Hospital Medan. Diagnosis was made by history, physical examination, laboratory examination and USG. QTc interval was calculated by Bazett Formula.

Result

Among 30 liver cirrhosis patients we found 24 (80,0%) patients had QTc interval prolongation. The mean of QTc interval prolongation was significantly longer in Child – Pugh C (541±63,4; p 0,004 ). There is positive and significant correlation of QTc interval prolongation with Child – Pugh score (r = 0,447; p = 0,01) regardless of etiology of disease. Albumin, Potassium and Calsium level were negative significant correlation to QTc interval prolongation.

Conclusion:

QTc interval prolongation positive and significant correlation with liver disfunction. severity

Keyword: QTc interval, liver cirrhosis, Child- Pugh score.

* Cardiology Division – Department of Internal Medicine Medical College University Sumatra Utara / H. Adam Malik General Hospital Medan **Gastroenterohepatology Division – Department of Internal Medicine

(12)

Abstrak

HUBUNGAN PEMANJANGAN INTERVAL QTc DENGAN DERAJAT DISFUNGSI HATI PADA PENDERITA SIROSIS HATI

Delvi Naibaho, Refli Hasan*, Lukman Hakim Zain**

Divisi Kardiolologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H. Adam Malik.

Latar belakang

Abnormalitas elektrofisiologi jantung penderita sirosis hati telah lama diketahui, meskipun demikian mekanisme yang mendasari kelainan ini belum sepenuhnya dipahami. Salah satu gangguan elektrofisiologi jantung yang penting pada penderita sirosis hati adalah pemanjangan interval QTc yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Pemanjangan interval QTc ini sering sekali dihubungkan dengan peningkatan kejadian aritmia ventrikel maligna. Episode takiaritmia yang timbul dapat membaik secara spontan, tetapi sering sekali mempunyai resiko tinggi terjadinya serangan berulang yang berlanjut menjadi fibrilasi ventrikel, sinkop dan bahkan berakhir dengan kematian mendadak.

Tujuan:

Untuk mengetahui hubungan pemanjangan interval QTc dengan derajat disfungsi hati pada penderita sirosis hati.

Bahan dan Cara:

Penelitian ini dilakukan secara potong lintang mulai Mei 2008 – Agustus 2008 yang mengikutsertakan penderita sirosis hati rawat jalan poliklinik dan rawat inap di Divisi Gastroenterologihepatologi Departemen Penyakit Dalam RS.H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, USG dan pemeriksaan laboratorium. Interval QTc dihitung berdasarkan rumus formula Bazett.

Hasil:

Dari 30 penderita pasien sirosis hati didapati 24 orang ( 80,0 %) mengalami pemanjangan interval QTc. Rerata interval QTc terpanjang pada Child -Pugh C ( 541±63,4; p 0,004). Pemanjangan interval QTc berkorelasi positif bermakna dengan skor Child – Pugh ( r= 0,447; p=0,01) tanpa dipengaruhi etiologi sirosis hati tersebut. Kadar albumin, kalium dan Kalsium berkorelasi negatif bermakna dengan pemanjangan interval QTc.

Kesimpulan:

Pemanjangan interval QTc berkorelasi positif bermakna dengan derajat disfungsi hati.

Kata Kunci: Interval QTc, sirosis hati , skor Child- Pugh.

* Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

Di Amerika Serikat sekitar 300.000 orang setiap tahunnya meninggal

mendadak oleh karena henti jantung. Penyebab utamanya adalah penyakit

jantung koroner, meskipun demikian sebagian dari penyebab lainnya

dihubungkan dengan abnormalitas anatomi jantung.1,2 Kadang – kadang penyakit jantung yang mendasari belum terdiagnosis dan kematian

mendadak sudah terjadi dan tidak terduga sebelumnya tetapi setelah

dilkukan pemeriksaan post mortem penyebab dari kematian tersebut dapat

diketahui. Dari pemeriksaan post mortem yang dilakukan didapatkan sekitar 1

– 5% dari kasus kematian tersebut tidak ditemukan kelainan anatomi jantung

dan ini merupakan unsur yang disebut sebagai sudden arrhytmia death

sydrome (SADS)2

Salah satu jenis aritmia yang termasuk dalam SADS ini adalah

sindroma interval QT memanjang dimana keadaan ini umumnya

menyebabkan kematian mendadak pada usia 32 tahun keatas. Pemanjangan

interval QT ini dapat memicu terjadinya torsade de pointes (TDP) yaitu suatu

bentuk khas takikardi ventrikular polimorfik, dimana aksis elektrikal kompleks

QRS- nya berada didalam satu sadapan EKG tunggal yang mengitari garis

(14)

emosional dan bahkan kematian dapat terjadi sewaktu tidur. Oleh karena itu

sindroma interval QT memanjang ini perlu dicurigai pada individu dengan

riwayat sinkop berulang selama latihan dan adanya riwayat keluarga dengan

kematian mendadak.2

Abnormalitas elektrofisiologi jantung penderita sirosis hati telah diketahui

sejak lama. Meskipun demikian mekanisme yang mendasari kelainan ini

belum sepenuhnya dipahami, namun diduga beberapa faktor berperan dalam

perubahan ini antara lain perubahan hemodinamik, autonomik neuropati dan

bahkan sampai ke tingkat kelainan molekuler 3,4,5. Disamping itu juga keadaan sirkulasi hiperdinamik yang merupakan karakteristik pasien sirosis

hati stadium dekompensata akan menyebabkan peningkatan denyut jantung

dan cardiac out put (CO) serta penurunan resistensi perifer dan tekanan

arterial. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas saraf

simpatetik dan peningkatan volume darah 5 .

Salah satu gangguan elektrofisiologi jantung yang penting pada

penderita sirosis hati yang telah banyak dilaporkan adalah pemanjangan

interval QTc yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi (

EKG).4 Pemanjangan Interval-QT sering sekali dihubungkan dengan peningkatan kejadian aritmia ventrikel maligna. Episode takiaritmia yang

timbul dapat membaik secara spontan, tetapi sering sekali mempunyai risiko

tinggi terjadinya serangan berulang yang berlanjut menjadi fibrilasi ventrikel,

(15)

Pada awalnya peningkatan prevalensi pemanjangan interval QT

dilaporkan hanya pada penderita sirosis alkoholik . Selanjutnya sejumlah

studi melaporkan bahwa pemanjangan interval QT juga dijumpai pada

penderita sirosis hati dengan etiologi lainnnya. Beberapa studi juga

melaporkan bahwa pemanjangan interval QT meningkat dengan semakin

beratnya penyakit hati tetapi dapat juga terjadi pada penderita sirosis hati

stadium kompensata. Pada faktanya dijumpai prevalensi pemanjangan

interval QT sebesar 25% pada Child Pugh A, 51% pada Child Pugh B dan

60% pada Child Pugh C 3. Stewart dkk (1998) mendapati interval QTc memanjang sebesar 83% pada pasien sirosis hati dan berkorelasi dengan

derajat disfungsi hati, hal ini terbukti setelah transplantasi hati interval QT

kembali normal.10 Sedangkan Day CP, dkk melaporkan , 14 dari 69 (20,3%) pasien sirosis alkoholik meninggal dalam waktu 30 – 48 bulan, dimana 6

diantaranya (43,9%) meninggal mendadak dengan rerata interval QTc >490

mdet : p < 0,02.7 Mohammad R dkk juga melaporkan 7 dari 44 pasien sirosis hati yang menjalani transplantasi hati meninggal dan 1 diantaranya

meninggal mendadak 3 jam setelah menjalani tranplantasi hati dengan

interval QTc 455 mdet. 11 Kemudian Lustik JS melaporkan terjadinya torsade de Pointes pada seorang pasien sirosis hati dengan Child – Pugh C yang

sedang menjalani transplantasi dengan interval QTc 600 mdet.10 Angka rata- rata harapan hidup pasien sirosis hati yang mengalami pemanjangan interval

(16)

QTc normal. Tetapi rerata angka harapan hidup tersebut tidak berhubungan

dengan derajat disfungsi hati.7,12

Data tentang hubungan pemanjangan interval QTc dengan derajat

disfungsi hati pada penderita sirosis hati belum pernah dilaporkan di

Indonesia khususnya di Medan , sedangkan dibeberapa kepustakaan

menunjukkan mortalitas pasien sirosis hati dengan interval QTc memanjang

cukup tinggi dan angka rata- rata harapan hidupnya yang rendah.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti hubungan

pemanjangan interval QTc dengan derajat disfungsi hati pada penderita

(17)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. SINDROMA QT MEMANJANG

Merupakan gangguan kanal ion jantung yang mempengaruhi

repolarisasi, ditandai adanya pemanjangan interval QTc pada EKG

permukaan dengan gelombang T abnormal, bradikardi relatif dan takiaritmia

ventrikel, termasuk takikardi ventrikel, ventrikel polimorfik serta Torsades de

Pointes (TdP).13,14

Pemanjangan interval QT disebabkan oleh peningkatan durasi salah

satu atau lebih komponen kompleks QRS, segmen ST dan gelombang T.

Interval QTc memanjang juga merupakan petanda non-invasif substrat

aritmogenik elektrofisiologis yang berkorelasi dengan risiko tinggi terhadap

kejadian aritmia ventrikel, sinkop dan kematian mendadak. Pemanjangan

interval QTc terjadi karena sel- sel miokard lebih bermuatan positif selama

masa repolarisasi15, 16,17

2.2. Patofisiologi Pemanjangan Interval QTc

Gelombang depolarisasi (fase 0) jaringan ventrikel disebabkan oleh

pergerakan cepat ion natrium dari ruang ekstrasel ke intrasel, suatu proses

yang dikenal sebagai arus natrium cepat. Aliran keluar ion K dan masuknya

(18)

diikuti fase plato (fase 2), yang merupakan penentu utama durasi potensial

aksi. Durasi fase plato ditentukan melalui keseimbangan aliran kation ke

dalam dan keluar secara kompetitif di kanal- kanal ion. Termasuk inaktivasi

lambat kanal natrium, kanal kalsium tipe–L, dan kanal kalium. Repolarisasi (

fase 3) dihasilkan dari inaktivasi arus kalsium bersamaan dengan

peningkatan arus keluar kalium. Aliran masuk dari kanal kalium selanjutnya

bertanggungjawab terhadap pemeliharaan potensial membran istrahat (fase

4, gambar 2.1)15,16,17

Kanal ion kalium tertutup, terjadi penundaan pembukaan atau

membuka dalam waktu singkat, menyebabkan penurunan arus kalium ke luar

sel. Akibatnya, repolarisasi menjadi memanjang. Menetapnya arus ion Na+ masuk ke dalam sel, juga berakibat repolarisasi memanjang.16,17 Hal inilah yang menyebabkan interval OT memanjang dan early afterdepolarizations

(EADs) Pemanjangan repolarisasi ini selanjutnya juga akan memperlambat

inaktivasi kanal Ca2+ dan selanjutnya akan menyebabkan early afterdepolarizations (EADs) yang akan memicu terjadinya aritmia

ventrikel)15,16,17

Aritmia pada sindrom QT memanjang ditandai potensial aksi yang

memanjang, sebab interval QT pada EKG merupakan manifestasi masa

potensial aksi. In vitro maupun in vivo menunjukkan terdapatnya hubungan

antara potensial aksi memanjang dengan terjadinya depolarisasi ikutan

(afterdepolarizations) pada sistem konduksi (jaras Purkinje). EADs (early

(19)

yang timbul pada fase akhir sering mencetuskan denyutan prematur bila

meliputi seluruh bagian jantung, selanjutnya akan menginisiasi Torsade de

Pointes. EADs terjadi bila ada penurunan arus keluar K+ dan atau peningkatan arus masuk Ca2+ atau Na+. DADs lebih merupakan refleksi abnormalitas kalsium intraselular yang dapat menginisiasi potensial aksi

sekunder, menyebabkan ekstrasistol ventrikel atau depolarisasi ikutan

sekunder,dan takikardia ventrikel polimorfik (gambar 2.1 dan 2.2 )15,16,17

Pendapat lain mengatakan, Ca2+ intrasel yang berlebihan dapat berakibat terjadinya EADs dan TdP. Hal ini dibuktikan pada percobaan

(20)

Gambar 2.1.Hubungan antara Fase Potensial Aksi Jantung dan EKG

(21)

Gambar 2.2. Arus ion yang mencetuskan potensial aksi, EADs dan DADs.dikutip 15

2.3. Etiologi interval QTc memanjang

Interval QTC memanjang secara etiologis diklasifikasikan ke dalam bentuk

primer dan sekunder, sebagai berikut :1,6,18,19 2.3.1. Kongenital (primer) :

- Sindrom Jervell – Lange-Nielsen

- Sindrom Romano –Ward

2.3.2. Didapat (sekunder) :

1. Induksi obat : antiaritmia,antibiotik, antidepresan, antijamur, dan

(22)

2. Abnormalitas metabolik/ elektrolit : hipokalsemia, hipokalemia.

3. Hipertensi sistemik

4. Sirosis hati

5. Gangguan sistem saraf pusat dan atau otonom

6. Lain – lain : iskemia dan infark miokard, prolaps katup mitral (MVP),

penyakit jantung koroner (PJK), kardiomiopati, dan sebagainya.

Berbagai obat- obatan telah diketahui dapat menyebabkan

pemanjangan interval QTc. Umumnya obat – obatan tersebut mempengaruhi

kanal ion kalium dengan menurunkan arus keluar kalium dan selanjutnya

akan menyebabkan pemanjangan potensial aksi ,early afterdepolarisasi dan

reentry .20 Obat – obat yang dapat menyebabkan pemanjangan interval QTc

dan atau menginduksi Torsade de Pointes (TDP), sebagai berikut: 1,6,18,19,20

• Antiaritmia : amiodaron, disopiramid, prokainamid, protriptilin, ibutilid,

flekainid, moricizin, kuinidin, sotalol,tokainid.

• Antidepresan dan obat-obat gangguan jiwa lain : amitriptilin,

amoksapin, desipramin, litium, maprotilin doksepin, imipramin,

nortriptilin, klorpromazin, klomipramin, flufenazin, haloperidol,

perfenazin, tiotiksen, trifluoperazin, tioridazin, ipekak, risperidon,

Zimeldine.

• Antibiotik/antijamur : klaritromisin, pentamidin, eritromisin, ampisilin,

kotrimoksazol, ketokonazol, itrakonazol.

(23)

• Antihipertensi/ antiangina : bepridil, lipoflazin, ketanserin.

• Lain – lain : sisaprid, fludrokortison, indapamid, pimozid,

proklorperazin, probukol, tamoksifen, vasopresin.

2.4. MEKANISME PEMANJANGAN INTERVAL QTc PADA SIROSIS HATI

Mekanisme yang mendasari pemanjangan interval QT pada sirosis

hati belum sepenuhnya dipahami. Namun berdasarkan studi analisa

multivariat menyimpulkan beberapa faktor mungkin berperan dalam

pemanjangan interval QT pada penderita sirosis hati antara lain:3

2.4.1. NEUROPATI OTONOM

Neuropati otonom didefenisikan sebagai gangguan fungsi dan atau

struktur susunan saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) karena berbagai

sebab.21 Reseptor adrenergik dan post reseptor jantung merupakan signal transduser yang penting dalam memodulasi kontraksi miokard. Pada pasien

sirosis hati terjadi peningkatan kadar plasma norepinefrin sebagai marker

peningkatan aktivitas sistim saraf simpatis akan menyebabkan perlukaan

pada miokard jantung dan desensitisasi reseptor dan post reseptor

adrenergik jantung yang akan mengganggu kontraksi jantung selanjutnya

akan menyebabkan pemanjangan interval QT3,4.

Meskipun demikian korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan

(24)

merupakan spekulasi.22 Pada model percobaan denervasi simpatetik kardiak menyebabkan pemanjangan interval QTc. Hal ini didukung oleh studi pada

pasien diabetes dan alkoholik bahwa pemanjangan interval QT berhubungan

dengan autonomik kardiak. Namun Bernardi dkk (1998) melaporkan,

pemanjangan interval QTc mempunyai korelasi dengan derajat Child-Pugh

dan kadar nor-epinefrin plasma. Dalam hal ini hipereaktivitas

simpatoadrenergik dianggap paling bertanggungjawab terhadap patogenesis

pemanjangan interval QTc tersebut.12 Kosar F dkk juga menyimpulkan bahwa pemanjangan interval QTc pada penyakit hati kronis merupakan prediktor

yang paling baik dalam menentukan prognosis perjalanan penyakit hati

tersebut .23 Sedangkan Katalin dkk (2004) melaporkan pemanjangan interval QT pada penyakit hati stadium lanjut dengan neuropati otonom akan

memperburuk prognosis dan meningkatkan mortalitas sebesar 5 kalil lipat.24 Puthumana dkk (2001) mendapati peningkatan mortalitas dan penurunan rata

– rata angka harapan hidup pasien sirosis hati yang mengalami neuropati

(25)

2.4.2. PERUBAHAN MEMBRAN MIOKARDIUM

Cairan membran sel miokardium mengalami perubahan pada

penderita sirosis hati khususnya kanal K+ dan kalsium ( Ca 2+ ) pada miokardium dan dinding sel pembuluh darah. Hal inilah yang selanjutnya

menyebabkan perubahan tonus pembuluh darah sistemik. Dan selanjutnya

perubahan kanal ion pada membran jantung ini akan menyebabkan

perubahan elektrofisiologi sejumlah sel yang berkontribusi dalam peningkatan

rangsangan miokardium.4

2.4.3. DEFEK MOLEKULAR

Perangsangan simpatis akan mempengaruhi denyut dan rangkaian

elektromekanikal jantung. Jalur yang berperan dalam peningkatan denyut

jantung dan kontraksi serta depolarisasi miosit ini terjadi melalui beberapa

step ( Gambar 2.3 ). Ikatan norepineprin dengan reseptor beta – bloker akan

mensitumulasi protein G, adenilsiklase, aktivasi cAMP- dependent

phosphokinase A dan kanal phosphorylase Na+ akan meningkatkan pemasukan arus Na+ kedalam sel yang selanjutnya akan meningkatkan depolararisasi potensial aksi ( fase 4 ) dan selanjutnya akan meningkatkan

denyut jantung. Phosphorilasi dari kanal Ca2+ dan reseptor ryanodine (RyR2) akan memudahkan arus masuk kalsium dari ektrasel ke intrasel dan

(26)

cross- bridge cycling antara aktin dan miosin yang melatarbelakangi kontraksi

molekuler.3

Beberapa defek reseptor dan post reseptor ini dijumpai pada penderita

sirosis hati antara lain menurunnya densitas dan sensitivitas adrenoreseptor

, perubahan fungsi protein G dan adenilsiklase, dan perubahan sifat fisik

dari miosit membran plasma yang mungkin berperan dalam abnormalitas

reseptor dan aliran ion, serta menurunnya densitas dan menurunnya fungsi

kanal Ca2+ tipe-L. Pada akhirnya semua defek ini dilaporkan dapat mempengaruhi respon kronotropik dan rangkaian elektromekanikal

jantung.3,4,5,28

Disamping itu perangsangan simpatis juga mempengaruhi durasi

potensial aksi miosit dan serabut Purkinje. Mekanisme molekuler yang

mendasari efek sistem adrenergik terhadap durasi potensial aksi bersifat

kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Aktivasi adrenoreseptor 1 pada

miosit ventrikel merupakan peranan dari phosphokinase A dependent

phosphorilasi dari kanal Ca2+ tipe – L dan kanal K+ . Peningkatan ini akan memperlambat pemasukan arus Ca2+ ke dalam sel dan mengakibatkan pemanjangan fase plato potensial aksi (fase 2) selanjutnya peningkatan arus

keluar kalium dan inaktivasi arus kalsium menyebabkan terjadinya fase

repolarisasi (fase 3) yang akan memperpendek durasi potensial aksi.

Sepertinya abnormalitas kanal ion inilah yang mendasari pemanjangan

(27)

Gambar 2.3. Mekanisme defek molekuler pemanjangan interval QTc pada

sirosis hati.dikutip 3

2.4.4. KARDIOTOKSIN

Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa perangsangan menahun

reseptor adrenergik dapat menurunkan densitas dan sensitivitas reseptor

tersebut. Defek ini sepertinya terjadi oleh karena miosit terekspos zat- zat

kardioaktif yang beberapa diantaranya berasal dari sirkulasi hiperdinamik

splanik yang berkontribusi terhadap terjadinya hipertensi portal . Zat – zat

tersebut adalah endotoksin, sitokin (interleukin 1, interleukin 6 dan tumor

(28)

melalui kanal Ca2+ tipe- L yang akan menyebabkan pelebaran kompleks QRS pada pemeriksaan EKG. Sitokin ini juga mempengaruhi elektrofisiologi

elektromekanikal jantung yang berperan dalam depresi miokardium dan

desensitisasi reseptor adrenergik. Disamping itu plasma darah penderita

sirosis hepatis kaya akan garam – garam empedu yang mungkin

berkontribusi dalam perubahan cairan membran miosit. Perubahan cairan

membran plasma ini akan mempengaruhi fungsi reseptor adrenergik,

protein G dan kanal – kanal ion, dan khususnya kanal kalsium dan pada

akhirnya semua defek ini akan menyebabkan pemanjangan interval QT.3

Hal ini didukung laporan dari Jacob dkk, bahwa kelinci yang

diinjeksikan garam empedu, tiga hari kemudian kontraktilitas jantung kelinci

tersebut berkurang dibanding sebelumnya. Begitu juga laporan dari

Lumlergot dkk, bahwa pasien – pasien jaundice kontraktilitas jantungnya

mengalami perubahan. Studi in vitro juga menunjukkan bahwa kontraksi otot

papilari jantung memberikan respon yang tumpul ketika ditambahkan garam

– garam empedu kedalam jaringan tersebut. 28

2.5. Penatalaksanaan pemanjangan interval QTc pada sirosis hati

Meskipun patogenesis pemanjangan interval QTc pada sirosis hati

masih belum jelas namun oleh karena pemanjangan interval QTc merupakan

hal yang sangat serius dan dapat berakhir dengan kematian mendadak maka

diperlukan penanganan yang tepat, guna menurunkan angka mortalitas

(29)

Dalam penanganan pemanjangan interval QTc pada pasien SH hal

yang harus diperhatikan adalah menghindari pemakaian obat – obatan dan

dengan segera mengoreksi gangguan elektrolit yang dapat mencetuskan

pemanjangan interval QTc dan mengiduksi TdP.22

Penggunaan penyekat dalam jangka panjang dapat memperbaiki

angka harapan hidup pasien SH dengan pemanjangan interval QTc. Hal ini

didukung laporan dari Trevesani dkk (2007) yang memberikan nadolol

sebagai terapi profilaksis selama 1-3 bulan dapat menurunkan pemanjangan

interval QTc dari nilai awal 458,4± 6,5- 473,3 ± 5,5 mdet menjadi 429,8 ± 3,1

– 439,3 ± 2,9 mdet ; p = 0,01. Efek menguntungkan dari penyekat tersebut

adalah kemampuannya menurunkan tekanan vena porta.7,29 Walaupun penyekat dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien SH dengan

pemanjangan interval QTc tetapi pilihan terapi satu- satunya masih

merupakan transplantasi hati. Hal ini telah terbukti dari laporan – laporan

sebelumnya bahwa pasien SH dengan pemanjangan interval QTc normal

kembali setelah tranplantasi hati. Seperti yang dilaporkan oleh Mohammed R

dkk 32 orang dari 44 pasien sirosis hati dengan interval QTc memanjang

yang menjalani transplantasi hati mengalami perbaikan 11

2.6. Gambaran EKG Interval QT Memanjang

Interval QT memanjang sering berhubungan dengan perubahan

morfologi gelombang T, menjadi cekung, bifasik dan terdapat komponen lain

(30)

merupakan ukuran tidak langsung durasi potensial aksi ventrikel

(depolarisasi) dan repolarisasi. Pada EKG, interval QT terdiri dari 2

komponen: kompleks QRS yang menggambarkan depolarisasi dalam sistem

His Purkinje dan ventrikel, dan interval - JT, yakni suatu pengukuran durasi

repolarisasi ventrikel (gambar 2.1 dan 2.4). Gelombang T terbentuk oleh

repolarisasi pada lapisan selain miokard (epikard, endokard, miokard).

Proses repolarisasi ini meluas dari apeks hingga basis ventrikel terutama

diatur oleh pergerakan arus keluar kalium.30,31

Gambar 2.4. EKG Normal dikutip dari 31

2.6.1. Cara Pengukuran

Rekaman EKG dibuat pada posisi berbaring terlentang menggunakan

elektroda lekat dengan mesin EKG 12 hantaran, berkecepatan standar 25

(31)

Interval QT ialah jarak yang diukur pada rekaman EKG permukaan, mulai dari

defleksi pertama kompleks QRS sampai dengan bagian terminal gelombang

T (mm), yakni titik potong gelombang T dengan garis isoelektrik. Bila akhir

gelombang T sulit ditentukan, pengukuran dilakukan pada titik potong antara

garis tangensial dengan isoelektrik yang membentuk sudut paling besar.

Adanya gelombang U semakin mempersulit pengukuran. 32,33 Dalam hal ini letak akhir gelombang T ditentukan pada titik nadir antara gelombang T dan

gelombang U (mm). Untuk itu disarankan pengukuran interval QT sebaiknya

dilakukan pada sadapan II, karena gelombang U pada sadapan II tidak

dominan. Dapat juga dilakukan pada sadapan aVL atau V2-V3, karena pada

sadapan aVL gelombang U cenderung isoelektrik, sedang pada sadapan

V2-V3 interval QT mempunyai ukuran terpanjang.32,33

2.6.2. Interpretasi Pengukuran

Interpretasi pengukuran interval QT mempunyai keterbatasan

disebabkan nilainya yang tidak konstan. Karena variasinya berbanding

terbalik dengan frekuensi denyut jantung maka untuk keperluan klinik dipakai

ukuran interval QT yang dikoreksi terhadap frekuensi rata- rata denyut

jantung (= QTc). Yang populer ialah dengan menggunakan formula Bazett,

sebagai berikut: 1,7

(32)

2.6.3. Gambaran EKG Interval QT memanjang dan Torsade de Pointes

Gambar 2.5. Gambaran EKG seorang pasien dengan Interval QT memanjang

pada semua lead yang diukur dari permulaan gelombang QRS sampai

akhir gelombang T, Interval QT 560 mdet.disadur dari 2

(33)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI 3. 1. Latar Belakang

Pemanjangan interval QT secara etiologis dikategorikan dalam bentuk

primer dan sekunder karena berbagai penyebab antara lain penggunaan

obat- obat tertentu, penyakit jantung korener (PJK), miokard infark (MCI) ,

hipertensi, gagal jantung kongestif dan diabetes melitus maupun penyakit

non kardiovaskuler termasuk sirosis hati (SH)1,34. Disamping itu bentuk sekunder juga dapat disebabkan gangguan metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit serta penyakit – penyakit tertentu lainnya juga dapat

mengakibatkan pemanjangan interval QT dan atau menginduksi timbulnya

Torsade de pointes (TdP), yaitu suatu bentuk khas takikardi ventrikular

polimorfik, dimana aksis elektrikal kompleks QRS- nya berada didalam satu

sadapan EKG tunggal yang mengitari garis isoelektris.1,34,35

Studi LIFE (The Losartan Intervention for Endpoint Reduction in

Hipertension) melaporkan kasus kematian 214 dari 5429 pasien hipertensi

dengan hipertropi ventrikel kiri yang mengalami pemanjangan interval QT 7. Studi Roterdam juga melaporkan bahwa pasien- pasien post MCI yang

disertai dengan interval QT memanjang memiliki resiko kematian mendadak

sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien post MCI tanpa

(34)

Bernardi dkk menemukan pemanjangan interval QT bermakna pada

pasien sirosis hati karena berbagai penyebab, yang dihubungkan dengan

hiperreaktivitas simpato-adrenergik, prevalensinya berbanding lurus dengan

derajat disfungsi hati. Pada pemantauan antara 2 – 33 bulan, Bernardi dkk

mendapati kematian 21 orang diantara 44 orang ( 47,7% ) pasien sirosis

hepatis dengan interval QTc memanjang (rerata interval QTc : 463,9 ± 7

mdet; p < 0,001).11 Mohamed R dkk juga melaporkan pemanjangan interval QTc pada 44 (83%) dari 53 orang pasien sirosis hati dan disfungsi otonom

yang kemudian menjadi normal kembali setelah menjalani transplantasi hati12 Perbaikan interval QTc paska transplantasi hati juga dilaporkan oleh

Trevisani dkk, yang menemukan pemanjangan interval QTc pada 22 (68,8%)

dari 32 pasien sirosis hati yang kemudian menjadi normal setelah menjalani

transplantasi hati.36

Mekanisme pemanjangan interval QTc pada sirosis hati masih belum

dapat dijelaskan, hubungannya dengan neuropati otonom masih dalam

spekulasi tetapi perbaikan interval QTc dengan resolusi disfungsi hati

mendukung penjelasan bahwa interval QTc memanjang berkorelasi dengan

derajat disfungsi hati. Dan dikatakan pula bahwa etiologi penyakit hati tidak

berpengaruh terhadap prevalensi interval QT memanjang.22

Data tentang hubungan interval QTc memanjang dengan derajat

disfungsi hati pada sirosis hati belum pernah dilaporkan di Indonesia dan

(35)

mortalitas pasien sirosis hati dengan interval QTc memanjang cukup tinggi

dan angka rata- rata harapan hidupnya yang rendah.

3.2. PERMASALAHAN

Apakah ada hubungan antara pemanjangan interval QTc dengan

derajat disfungsi hati pada penderita sirosis hati ?

3.3. HIPOTESIS

Ada hubungan antara pemanjangan interval QTc dengan derajat

disfungsi hati pada penderita sirosis hati.

3.4. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui hubungan interval QTc memanjang dengan derajat

disfungsi hati pada penderita sirosis hati.

3.5. MANFAAT PENELITIAN

Dengan melakukan pemeriksaan EKG pada pasien sirosis hati, dapat

diketahui adanya interval QTc memanjang, guna menghindari

penggunaan obat – obatan yang dapat menyebabkan interval QTc

memanjang atau menginduksi timbulnya Torsade de Pointes (TdP),

serta dengan segera mengoreksi gangguan elektrolit sehingga

(36)

interval QTc memanjang dan juga meningkatkan rerata angka harapan

hidupnya.

3.6.KERANGKA KONSEPSIONAL

??

Derajat Disfungsi hati (Skor Child-Pugh : A B C Pemeriksaan

EKG SIROSIS

HATI INTERVAL QTc

MEMANJANG

Pemeriksaan: Bilirubin, SPE,MasaProtrombin

,Asites, Ensepalopati

3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1 Desain penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang.

3.7.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2008 s/d Agustus 2008 di RS

(37)

3.7.3 Populasi terjangkau

Penderita SH yang rawat jalan poliklinik ataupun rawat inap di

Departemen Penyakit Dalam RS H.Adam malik/RS Dr. Pirngadi

Medan .

3.7.4 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian

o Bersedia ikut dalam penelitian

o Pasien sirosis hati yang ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG hati

o Usia 18 tahun keatas

3.7.5 Kriteria yang dikeluarkan dari penelitian

• Terdapat penyakit penyerta: riwayat sakit jantung

sebelumnya, hipertensi, diabetes melitus, kelainan

neurologis, hipokalemia , hipokalsemia.

• Mengkonsumsi alkohol atau obat yang dapat mempengaruhi

interval QT tujuh hari sebelum penelitian.

• Pada rekaman EKG terdapat blok cabang berkas, fibrilasi

(38)

3.7.6 Besar Sampel 37

Untuk memperkirakan besar sampel dipergunakan rumus:

Dimana : Z = deviat baku alpha ditetapkan oleh peneliti

S = simpang baku variabel yang diteliti berasal dari

kepustakaan sebelumnya

D = presisi yang ditetapkan oleh peneliti

Berdasarkan penelitian sebelumnya, rerata interval QTc

memanjang pada sirosis = 463,9 ± 7 mdet 12 sehingga nilai S= 7

Peneliti menetapkan tingkat kepercayaan yang dikehendaki

sebesar 95% sehingga nilai Z = 1,96, dengan nilai presisi (d) =

2,5, maka besar sampel yang diperlukan adalah:

Jadi jumlah pasien yang ikut dalam penelitian minimal sebanyak

(39)

3.7.7 Cara penelitian

Setiap pasien sirosis hati yang datang berobat jalan di

poliklinik gastroenterohepatologi Penyakit Dalam, maupun yang

dirawat inap, dianamnesis serta dilakukan pemeriksaan fisis,

pemeriksaan laboratorium (SPE, Bilirubin, masa protrombin,

Natrium, Kalium dan Kalsium) dan ultrasonografi abdomen atas.

Setelah memenuhi kriteria penelitian dan diberikan penjelasan

kepada pasien ataupun keluarga dekat yang mewakilinya mengisi

formulir (informed consent) kemudian dilakukan pemeriksaan

EKG.

Perekaman EKG dilakukan pada subjek dalam posisi

berbaring terlentang menggunakan elektroda lekat dengan mesin

standar EKG 12 hantaran, berkecepatan 25 mm/detik, tegangan

1 0mV ,dan frekuensi 50 Hz (MAC 500). Interval RR : Jarak yang

diukur antara dua puncak gelombang R berurutan (mm) . Interval

– QT : Jarak yang diukur mulai dari defleksi pertama kompleks

QRS sampai dengan bagian terminal gelombang T (mm). Bila

ada gelombang U, maka akhir gelombang T adalah titik nadir

antara gelombang T dan gelombang U (mm). Untuk menentukan

titik pengukuran secara akurat digunakan bantuan kaca

pembesar. Seluruh hasil pengukuran interval QT dan RR (mm)

dikalikan dengan 0,04 detik. Selanjutnya untuk menentukan

(40)

dikoreksi terhadap hasil perkalian interval RR menggunakan

formula Bazett dengan bantuan mesin hitung dalam satuan

milidetik (mdet)

3.7.8 Analisa Data

Pengukuran rekaman EKG dilakukan secara manual oleh

peneliti dan penilai lain menggunakan mistar yang diukur pada

normogram untuk koreksi nilai interval QT( lampiran 1) . Untuk

menentukan titik pengukuran secara akurat digunakan bantuan

kaca pembesar. Seluruh hasil pengukuran interval QT dan RR

(mm) dikalikan dengan 0,04 detik. Selanjutnya untuk menentukan

besarnya interval QTc, semua hasil perkalian interval QT

dikoreksi terhadap hasil perkalian interval RR menggunakan

formula Bazett dengan bantuan mesin hitung dalam satuan

milidetik (mdet). Kemudian dihitung semua rerata interval QTc

untuk masing – masing subyek penelitian. Sebelum dipergunakan

untuk keperluan analisis statistik, rerata interval QTc sudah

disimpulkan memanjang atau normal.

Data dari kuesioner dan simpulan hasil perhitungan rerata

interval QTc dimasukkan kedalam tabel induk dengan

menggunakan bantuan program komputer. Kemudian data diolah

dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 11,5. Data

(41)

dianalisis. Hasil penelitian dituangkan berupa rerata, simpang

baku.

Untuk mengetahui korelasi antara pemanjangan interval

QTc dengan derajat disfungsi hati dan variabel lainnya kami

pakai uji korelasi Pearson jika data terdistribusi normal dan uji

korelasi Spearman jika data tidak terdistribusi normal. Untuk

mengetahui perbedaan rata- rata interval QTc berdasarkan

derajat Child- Pugh dilakukan uji Anova. Hasil analisis dianggap

bermakna apabila p < 0,05

3.7.9 Definisi Operasional

1. Sirosis hati : diagnosis penyakit hati yang ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta

pemeriksaan ultrasonografi abdomen atas.

2. Derajat disfungsi hati menggambarkan kerusakan hati pasien

sirosis hati dinilai berdasarkan modifikasi skor Child- Pugh (

tabel 3.1).

3. Interval QTc adalah interval QT yang dikoreksi terhadap

frekuensi denyut jantung, menggunakan formula Bazett yang

dilakukan pada pasien yang menjalani rekaman EKG: minimal

2 sadapan dapat diukur interval-QT-nya, salah satu

(42)

Tabel 3.1 . Klasifikasi modifikasi skor Child- Pugh disadur dari 38 VARIABEL SKOR

1 2 3

Albumin (g%) >3,5 3,0-3,5 <3

Bilirubin (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3

Asites tidak ada + ++

Ensefalopati 0 1/ 2 3 / 4

#- Masa Protrombin <4 4-6 >6

Keterangan: #- Masa Protrombin = perbedaan dengan kontrol (detik)

Tabel 3.2. Hubungan jumlah skor dengan klasifikasi derajat disfungsi hati

menurut modifikasi Child- Pugh 38

Jumlah Skor Klasifikasi Child-Pugh 5 – 6 Derajat A

7 – 9 Derajat B

(43)

3.7.10 KERANGKA OPERASIONAL

CHILD- A

Skor = 5-6 CHILD- C Skor =10-15 CHILD- B

Skor = 7-9 Subjek penelitian (Pasien Sirosis Hati)

EKG

(Interval QTc memanjang = > 440 mdet

NORMAL MEMANJANG

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik dasar subyek penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 orang subyek di Unit Rawat Jalan

dan Rawat Inap di RS H. Adam Malik dan Rawat Inap RS. Dr. Pirngadi

Medan, Departemen Penyakit Dalam FK USU. Subyek penelitian adalah

pasien sirosis hati yang diambil datanya pada Mei 2008 – Agustus 2008.

Kisaran usia subyek penelitian berada diantara 28 – 71 tahun. Dari

seluruh subyek penelitian yang berusia kurang dari 50 tahun berjumlah 12

orang ( 40,0%), dan merupakan sebaran kelompok usia terbanyak, dan

yang berusia 50 – 59 tahun berjumlah 8 orang ( 26,6%), sedang yang berusia

≥ 60 tahun berjumlah 10 orang ( 33,3%) ( tabel 1).

Etiologi sirosis hati terbanyak pasien dengan petanda virus HbsAg ( +)

( 73,3% ). Sedangkan gangguan fungsi hati yang paling banyak ditemukan

(45)

Tabel 1. Karakteristik Demografik dan Klinik Keseluruhan Pasien

Variabel Jumlah Persentase (%)

Jenis Kelamin

Sebaran rerata nilai variabel uji laboratorium dan simpang baku

(46)

Tabel 2. Rerata Nilai Variabel Uji Laboratorium dan SB Keseluruhan Pasien

Variabel Uji Laboratorium Rerata ± SB Albumin (g/dL)

Bilirubin (mg/dL) Masa Protrombin (detik) Na (mmol/L) K (mmol/L) Ca (mg/dL)

3,2 ± 0,9 3,5 ± 4,5 5,0 ± 6,6 137,5 ± 1,8

4,1 ± 0,5 8,8 ± 0,4

4.2. Gambaran EKG

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus Bazzet, dihitung

reratanya dan diambil simpulan, maka didapatkan interval QTc memanjang

pada penelitian ini sebesar 24 orang (80,0%) sedangkan 6 orang (20,0%)

sisanya dalam batas normal (tabel 3). Rerata interval QTc berdasarkan

derajat Child – Pugh seperti yang terlihat pada tabel 4. Sebaran prevalensi

interval QTc memanjang menurut klasifikasi modifikasi Child- Pugh adalah (

(47)

10 orang (100 %), Child – Pugh C: 13 dari 13 orang (100%) subyek yang

mengalami interval QTc memanjang.

Tabel 3. Interval QTc pada keseluruhan pasien sirosis hati

Interval QTc( mdet) Jumlah Persentase (%)

Memanjang 24 80,0

Normal 6 20,0

Gambar 1. Sebaran prevalensi pemanjangan interval QTc berdasarkan derajat

Child- Pugh.

Dari gambar ini terlihat bahwa semua pasien sirosis hati Child

(48)

Tabel 4. Rerata Nilai Interval QTc dan SB Berdasarkan Derajat Child-Pugh

Variabel n Rerata Interval QTc±SB p

Child – Pugh A 7 442,3 ± 34,4

Child – Pugh B 10 520,9 ± 63,9 0,004

Child – Pugh C 13 541,5 ± 63,4

Total 30 511,5 ± 69,1

Ket: SB= simpang baku, p = nilai kemaknaan, n = jumlah.

Dari tabel 4 dapat dilihat rerata interval QTc 511,5 mdet ± 69,1

,dimana rerata interval QTc paling panjang pada child – Pugh C ( 541,5

±63,4) dan perbedaan rerata interval QTc diantara derajat Child- Pugh

bermakna secara statistik (p = 0,004), artinya ada rerata interval QTc yang

berbeda. Rerata interval QTc yang berbeda tersebut adalah: Interval QTc CP

A dengan interval QTc CP B (p = 0,011), interval QTc CP A dengan interval

QTc CP C (p= 0,001) yang bermakna secara statistik.

Tabe 5. Rerata Interval QTc berdasarkan etiologi sirosis hati

Variabel n interval Qtc Rerata ±SB

p

HbsAg (+) 22 505,1±62,1

Anti HCV (+) 2 476,0±84,8 0,333

Alkohol 6 511,5±5,0

(49)

Pada tabel 5 ini terlihat rerata interval QTc lebih panjang pada pasien

sirosis hati dengan etiologi alkohol ( 511,5 ±5,0 ) tetapi setelah dilakukan uji

Anova tidak ada perbedaan bermakna secara statistik terhadap pemanjangan

intreval QTc berdasarkan etiologi siorosis hati (p=0,333). Artinya bahwa

pemanjangan interval QTc tidak dipengaruhi oleh etiologi sirosis hati tersebut.

4.3. Hubungan antara variabel laboratorium dengan Interval QTc memanjang

Variabel laboratorium yang berpengaruh terhadap pemanjangan interval QTc

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rerata nilai Variabel Laboratorium menurut Interval QTc Variabel QTc memanjang

( n=24)

Rerata ± SB

QTc – N

(n= 6)

Rerata ± SB p

Bilirubin (mg/dL) 4,1±4,8 1,1±0,3 0,006

Albumin (g/dL) 2,9±0,7 4,5±0,4 0,01

Masa Protrombin

(detik)

5,6±7,2 2,5±2,1 0,08

K (mmol/L) 3,9±0,4 4,6±0,4 0,003

Na ( mmol/L) 137,0±1,5 139,7±1,4 0,003

Ca (mg/dL) 8,7±0,3 9,1±0,6 0,011

(50)

Dari tabel 6 ini dapat dilihat bahwa variabel laboratorium yang

berpengaruh terhadap interval QTc adalah bilirubin, albumin, K, dan Na ,

Kalsium yang bermakna secara statistik. Untuk melihat seberapa kuat

korelasi antara variabel laboratorium tersebut dengan interval QTc dilakukan

uji korelasi ( tabel 7).

Tabel 7. Korelasi antara variabel Laboratorium dengan Interval QTc

Variabel Interval QTc Signifikan

r p

Bilirubina ( mg/dL) -0,033 0,9 N S

Albumina (g/dL) -0,417 0,02 S

Masa Protrombinb (detik) 0, 26 0,16 NS

Naa (mmol/L) -0,32 0,089 NS

Ka (mmol/L) -0,57 0,002 S

Caa (mg/dL) -0,46 0,01 S

r= koefisien korelasi, p = tingkat kemaknaan, NS= Non signifikan, S= signifikan

a = uji korelasi Pearson, b = uji korelasi Spearman

Setelah dilakukan uji korelasi terhadap variabel laboratorium di

dapatkan bahwa hanya albumin, kalsium dan kalium yang berkorelasi negatif

bermakna secara statistik dengan interval QTc.( gambar 2a,b,c) sedangkan

(51)

Ca 2+

Gambar 2a. Korelasi antara Kalsium dengan Interval QTc.

K

(52)

Albumin

6 5

4 3

2 1

Q

T

c

700

600

500

400

Ga

mbar 2c.Korelasi antara Albumin dengan Interval QTc.

r = - 0,417 p= 0,02

Dari gambar 2a,b,c dapat disimpulkan semakin tinggi kadar kalsium,

kalium dan albumin maka semakin memendeklah interval QTc.

4.4.Hubungan antara pemanjangan interval QTc dengan derajat disfungsi hati.

Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa derajat Child- Pugh secara

(53)

Tabel 8. Korelasi antara pemanjangan interval QTc dengan derajat Child- Pugh

pada keseluruhan pasien.

Variabel Interval QTc ( r : p)

Derajat Child – Pugh 0,447 ; 0,01

* r = koefisien korelasi, p= tingkat kemaknaan.

Skor CP

14 12

10 8

6 4

Q

T

c

700

600

500

400 r = 0,447

Gambar 3. Korelasi antara interval QTc memanjang dengan skor Child – Pugh

Pada gambar 3 ini terlihat semakin tinggi skor Child- Pugh maka

semakin memanjanglah interval QTc pada penderita sirosis hati.

(54)

BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan pemanjangan interval QTc pada pasien

sirosis hati sebesar 80,0%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian

Mohammad R dkk (1996)11 yang mendapati pemanjangan interval QTc pada penderita sirosis hati sebesar 83,0% dengan rerata 478 mdet maka penelitian

ini tidak jauh berbeda yakni 80,0% dengan rerata interval QTc 511,5 mdet.

Sebaran etiologi pada penelitian ini kurang lebih sama dengan yang

didapatkan oleh Puthumana dkk,22 Bernardi dkk,12 Mohammad R dkk11 Trevasani dkk,36 dimana jumlah sirosis non- alkoholik jauh lebih besar daripada sirosis alkoholik, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan

untuk membandingkan prevalensi interval QTc memanjang antara pasien

sirosis alkoholik dengan sirosis non alkoholik. Meskipun demikian hasil

penelitian ini mendukung hasil- hasil penelitian sebelumnya bahwa etiologi

sirosis hati tidak berhubungan dengan interval QTc memanjang.

Penelitian ini juga mendukung simpulan hasil penelitian Puthumana

dkk22 dan Bernardi dkk12 yang menjelaskan bahwa derajat disfungsi hati mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemanjangan interval QTc.

Berbagai keadaan yang mungkin mendasari hal ini, selain kriteria dan

metoda yang hampir sama , rerata usia, sebaran etiologi sirosis hati , serta

(55)

dalam hal jumlah sampel, masing – masing: Puthumana22, Bernardi12 dan Peneliti: 130, 94 dan 30 orang.

Interval QTc > 440 mdet mengindikasikan sel – sel otot jantung yang

bekerja atas rangsang sinyal listrik tidak mampu lagi menimbulkan denyutan

normal39 . Tetapi interval QTc memanjang tidak harus selalu berhubungan dengan timbulnya gejala – gejala klinis10. Rerata interval QTc yang dilaporkan berkembang menjadi Torsade de Pointes adalah 470 – 510 mdet.

Kepustakaan lain menjelaskan , interval QTc memanjang ≥ 600 mdet sering

mencetuskan Torsade de Pointes, yang dapat berlanjut menjadi fibrilasi

ventrikel, bahkan berakhir dengan kematian mendadak14. Sehingga meskipun interval QTc terpanjang pada penelitian ini 689 mdet dengan rerata 511,5 ±

69,1 tidak dijumpai terjadinya Torsade de Pointes, tetapi tingginya prevalensi

pemanjangan interval QTc pada beberapa penelitian terhadap pasien sirosis

hati dan adanya bukti prognosis yang buruk pasien sirosis hati dengan

interval QTc memanjang diharapkan dapat menambah kewaspadaan untuk

melakukan tindakan preventif seperti menghindari penggunaan obat – obat

yang dapat menyebabkan pemanjangan interval QTc dan atau mencetuskan

timbulnya Torsade de Pointes. Pada kenyataannya kecenderungan

hubungan derajat beratnya disfungsi hati dengan pemanjangan interval QTc

pada penelitian ini menunjukkan kemaknaan. Semakin berat disfungsi hati

semakin besar kecenderungan timbulnya ancaman kegawatan kardiak akibat

(56)

Selain klasifikasi modikasi Child – Pugh, variabel lain seperti kadar

albumin, kalium dan kalsium menunjukkan hubungan yang bermakna dengan

pemanjangan interval QTc. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan

penelitian Bernardi dkk, dimana seluruh variabel diatas juga menunjukkan

adanya hubungan bermakna dengan pemanjangan interval QTc. Demikian

pula pada analisis bivariat hanya skor Child- Pugh yang menunjukkan

korelasi positif bermakna dengan pemanjangan interval QTc. Bedanya pada

penelitian Bernardi dkk diperiksa juga kadar nor – efinefrin plasma yang

menunjukkan adanya hubungan bermakna dengan pemanjangan interval

QTc.12

Interval QTc merupakan waktu yang diperlukan mulai awal aktivasi

miokard ventrikel sampai akhir repolarisasi. Sehingga interval QTc dapat

memanjang akibat aktivasi ventrikel yang melambat atau repolarisasi yang

memanjang. Salah satu penyebab proses elektrodinamik saat repolarisasi

dan potensial aksi menjadi panjang yang akan menghasilkan pembentukan

EADs dan memicu terjadinya aritmia ialah gangguan elektrolit khususnya

Kalium dan Kalsium dan penyakit jantung 15,22. Pada penelitian kami ini semua pasien mempunyai kadar Kalium dan Kalsium dalam batas normal

serta tidak ada pasien secara klinis maupun pada pemeriksaan EKG

menunjukkan tanda – tanda iskemik.

Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan pengukuran

variabel hanya dilakukan satu kali, sehingga hasilnya tidak dapat dipakai

(57)

melengkapi penelitian ini perlu dilakukan penelitian serupa yang

(58)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

5.1.1. Pemanjangan interval QTc berkorelasi positif bermakna dengan derajat disfungsi hati yang dinilai berdasarkan skor Child – Pugh.

5.2.2. Albumin, Kalsium, Kalium berkorelasi negatif bermakna dengan pemanjangan interval QTc

5.2.Saran

5.2.1. Hasil penelitian ini mendukung perlunya pemeriksaan EKG secara rutin pada pasien sirosis hati , khususnya derajat Child – Pugh B

dan C.

5.2.2 . Perlu dilakukan penelitian yang melibatkan subyek lebih banyak dan dengan rancangan serta cara yang lebih baik untuk memperoleh bukti

adanya hubungan pemanjangan interval QTc dengan derajat disfungsi

(59)

KEPUSTAKAAN

1. Dimarco JP. Sudden Cardiac Death . In Crawford MH,Eds. Current

Diagnostic and Treatment in Cardiology, 2nd edition.New York: The McGraw-

Hill Companies 2003;p.352-6.

2. Meyer J,Mehdirad A,Salem B,Kulikowska A, Kulikowska P. Sudden

Arrhytmia Death Syndrome : Importance of the Long QT Syndrome.

American Family Physician 2003;68:483-486.

3. Zambruni A, Trevisani F, Careceni P, Bernardi M. Cardiac

Electrophysiological Abnormalities in Patients with Cirrhosis. Journal of

Hepatology 2006;44:994-1002.

4. Karasu Z, Mindikoglu AL, Van Thiel DH. Cardiovasculer Problems in

Cirrhotic Patients. Turk J Gastroenterol 2004;15:126-132.

5. Moller S, Hendriksen JH. Cardiopulmonary Complications in Chronic Liver

Disease. World J Gastroenterol 2006;12:526-538.

6. Camm AJ, Janse MJ, Roden DM et al. Congenital and Acquired long QT

syndrome.Eur Heart J 2000;21:1232-1237.

7. Day CP, James OFW, Butler TJ, Campbell RWF. QT prolongation and

sudden cardiac death in patients with alcoholic liver disease. The Lancet

1993;341:1423-1427.

8. Montanez A, Ruskin J, Herbert P, Lamas GA, Hennekens CH. Prolonged

QTc Interval and Risks of Total and Cardiovascular Mortality and Sudden

Death in the General Population. Arch Interen Med 2004;164:943-947.

9. Furushima H, Chinushi M, Washizuka T, Aizawa Y. Role of Beta-Blockade in

Congenital Long QT Syndrome Investigation by Exercise Stress Test. Jpn

Circ J 2001;65:654-8.

10. Lustik SJ, Eichelberger JP, Chhibber AK, Bronsther O. Torsade de Pointes

During Orthotopic Liver Transplantation. Anesth Analg 1998;87:300-303.

11. Mohamed R, Forsey PR, Davies MK, Neuberger JM. Effect of Liver

Transplantation on QT Interval Prolongation and Autonomic Dysfunction in

(60)

12. Bernardi M, Calandra S, Colantoni A, et al. Q-T Interval Prolongation in

Cirrhosis: Prevalence, Relationship with Severity, and Etiology of the

Disease and Possible Pathogenetic Factors. Hepatology 1998;27:28-34.

13. Sherif NE, Edward B, Yin H, Restivo M. The Electrophysiological Mechanism

of Ventricular Arrhytmias in The Long QT Syndrome.Circulation

1996;79:474-492.

14. Viskin S. Long QT Syndrome and Torsade de Pointes. Lancet

1999;354:1625-1633.

15. Ramaswamy K, Hamdan MA. Ischemia, Metabolic Disturbances, and

Arrhythmogenesis: Mechanisms and Management. Crit Care Med 2000;28

(Suppl):151-157.

16. Tan HL, Hou CJY, Lauer MR, Sung RJ. Electrophysiologic Mechanisms of

The Long QT Interval Syndromes and Torsade de Pointes. Ann Intern Med

1995;122:701-14

17. Rubart M, Zipes DP. Genesis of Cardiac Arrhytmias: Electrophysiological

Considerations. In:Braunwald E,Ed. Heart Disease: Textbook of

Cardiovascular Medicine, 6thedition. Philadelphia: W.B. Saunders Company

2001:p. 659-95

18. Victor WR, Wood MA. Tricyclic Antidepressants, QT Interval Prolongation,

and Torsade de Pointes. Psychosomatics 2004;45;371-7.

19. Stivia G, Schwart PJ, Napolitarto C, et al. Risk Stratification in Long – QT

Syndrome. N engl J Med 2003;348:866-74

20. Haverkamp W, Camm MJ, Rosen MR. The potential for QT Prolongation and

Proarrhythmia by Non- Antiarrhythmic Drugs: Clinical and regulatory

Implications.Report on a PolicyConference of The European Society of

Cardiology. European Heart Journal 2000;21:1216-1231.

21. Hendrickse MT, Thuluvath PJ, Triger DR. Natural History of Autonomic

Neuropathy in Chronic Liver Disease. Lancet 1992;339:1462-64

22. Puthumana L, Chaudhry V, Thuluvath PJ. Prolonged QTc Interval and Its

Relationship to Autonomic Cardiovascular Reflexes in Patients with Cirrosis.

Journal of Hepatology 2001;35:733-8.

23. Kosar F, Ates F, Sahin I. QT interval Analysis in Patients with Chronic Liver

(61)

24. Keresztes K, Istenes I, Hovarth A,et al. Autonomic and Sensory nerve

Dysfunction in Primary Biliary Cirrosis. Word J Gastroenterol

2004;10:3039-43.

25. Oliver MI, Miralles R, Rubies PJ, et al. Autonomic Dysfunction in Patients

with Non- Alcoholic Chronic Liver Disease.J Hepatol 1997;26:1242-8.

26. Thuluvath PJ, Triger DR. Autonomic Neuropathy and Chronic Liver Disease.

Q J Med 1989;72:737-47

27. Hendrickse MT, Thuluvath PJ, Triger DR. Natural History of Autonomic

Neuropathy in Chronic Liver Disease. Lancet 1992;339:1462-64

28. Meller S, Hendriksen JH. Cirrhotic Cardiomyopathy: a Pathophysiological

Review of Circulatory Dysfunction in Liver Disease. Heart 2002;87:9-15.

29. Zambruni A, Trevisani A, Bernardi M, et al. Effect of chronic beta- blockade

on QT Interval in patients with liver cirrhosis. J. Hepatol 2007: 181948821.

30. Crow RS, Hannan PJ, Folsom AR. Prognostic Significance of Corrected QT

and Corrected JT Interval for Incident Coronary Heart Disease in General

Population Sample Stratified by Presence or Absence of Wide QRS

Complex. The ARIC Study With 13 Years of Follw-Up. Circ

2003;108:1985-1989.

31. Mirvis DM, Goldberger AL. Electrocardiography. In:Braunwald E,Ed. Heart

Disease: Textbook of Cardiovascular Medicine, 6thedition. Philadelphia: W.B.

Saunders Company 2001:p. 82-122.

32. Puljevic D, Smalcelj A, Durakovic Z, Goldner V. QT Dispersion, Daily

Variations, QT Interval Adaptation and Late Potentials as Risk Markers for

Ventricular Tachycardia. Eur Heart J 1997;18:1343:1349

33. Okin PM, Devereux RB, Howard BV, Fabsitz RR, Lee ET, Welty TK.

Assessment of QT Interval and QT Dispersion for Prediction of All- Cause

and Cardiovascular Mortality in American Indians . The Strong Heart Study.

Circ 2000;101:61-66

34. Darrof RB, Carlson MD. Syncop, Faintness, Dizziness and Vertigo In: B.

Kasper, Fauci H, Kasfar DL et al, editors. Harrison,s Principles of Internal

Medicine vol I 16th edition, McGraw Hill Medical Publishing Division

(62)

35. Oikarinen L, Nieminen M, Viitasalo M, et al. QRS Duration and QT Interval

Predict Mortality in Hypertensive Patients with Left Ventricular Hypertrophy.

The Losartan Intervention for Endpoint Reduction in Hypertension Study.

Hyper 2004;43:1029-34

36. Trevisani F, Sica G, Mainqua P, Caraceni P et al. Normalization of

Prolonged QT Interval after Liver Transplantation in Cirrhosis. Hepatology

1996;24:179A.

37. Dahlan MS. Menghitung Besar Sampel. Dalam: Dahlan MS. Besar Sampel

Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Seri 2 Jakarta:PT. Arkanas

2006: hal.19-74.

38. Sherlock S, Dooley J. The Portal Venous System and Portal Hypertension.

In: Sherlock S, Dooley J. Diseases of the Liver and Biliary System, 7th

edition.London:Blackwell Science 2002:p.147,171.

39. Olgyn JE, Zippes DP. Spesific Arrhytmias: Diagnosis and Treatment .

In:Braunwald E,Ed. Heart Disease: Textbook of Cardiovascular Medicine,

6thedition. Philadelphia: W.B. Saunders Company 2001:p. 869.

(63)
(64)
(65)

Gambar

Gambar 2.1.Hubungan antara Fase Potensial Aksi Jantung dan EKG
Gambar 2.2. Arus ion yang mencetuskan potensial aksi, EADs dan DADs.dikutip 15
Gambar 2.3. Mekanisme defek molekuler  pemanjangan interval QTc pada
Gambar 2.4. EKG Normal dikutip dari 31
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini mencoba mencari apakah ada hubungan antara derajat kerusakan fungsi hati pada pasien sirosis hati yang tergambar melalui skor Child-Pugh dengan

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur atas kasih karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Hubungan antara phase angle pada

Terdapat hubungan proses inflamasi (CRP dan IL-6) dengan ascites pada pasien sirosis hati, dimana semakin berat derajat ascites kadar rerata mediator inflamasi

KORELASI KADAR PROFIL LIPID DENGAN DERAJAT KEPARAHAN BERDASARKAN SKOR CHILD-PUGH PADA PASIEN SIROSIS HATI..

Kepada Bapak/ Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mencari adanya hal-hal

Kepada Bapak/ Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mencari adanya hal-hal

kejadian 2,85 kali lebih tinggi dengan terjadinya disfungsi tuba Eustachius kanan, sedangkan pada sisi kiri juga didapatkan hubungan yang bermakna yaitu derajat obstruksi

kejadian 2,85 kali lebih tinggi dengan terjadinya disfungsi tuba Eustachius kanan, sedangkan pada sisi kiri juga didapatkan hubungan yang bermakna yaitu derajat obstruksi