• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias Sumatera UtaraTahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias Sumatera UtaraTahun 2014."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SUMATERA UTARA TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH :

NETTY PASKA RIANG LAOLI 121021072

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SUMATERA UTARA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NETTY PASKA RIANG LAOLI 121021072

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

nama Community Lead Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Target program yang ada dalam STBM sendiri terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program STBM di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program STBM di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias tahun 2014 dan gambaran pengetahuan serta karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan perbulan),dengan desain penelitian cross sectional melalui pengamatan dengan menggunakan lembar observasi STBM dan wawancara dengan menggunakan lembar kuesioner STBM terhadap 91 responden.

GambaranPengetahuan responden tentang STBM di Desa Lolowua di ketahui cukup baik sebanyak 56% dan gambaran karakteristik responden antara lain yaitu responden yang di wawancarai mayoritas dewasa yaitu 52,7 %, berjenis kelamin perempuan 50,5 %, berpendidikan rendah 73,6 %, bekerja sebagai petani 90,1 % dan berpenghasilan di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 96,7%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program STBM yang telah dilaksanakan yaitu program pilar pertama Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) belum mencapai indikator keberhasilan seperti yang di harapkan dalam Pedoman Pelaksanaan STBM tahun 2011, dan di ketahui bahwa Empat pilar lainnya belum dilaksanakan di desa Lolowua.

Di harapkan kepada masyarakat desa Lolowua Hiliserangkai agar ikut serta dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, sehingga dapat terjadi perubahan dan kesinambungan perilaku yang bersih dan sehat di lingkungan masyarakat desa Lolowua.

(5)

order to strengthen the efforts of acculturation to clean and healthy living, to prevent the spread of environmentally-based disease, to increase the capability of the community, as well as to implement the government's commitment to increase access to drinking water and continuous basic sanitation in the achievement of the Millennium Development Goals (MDGs) by 2015. The target of existing programs within CLTS itself consists of five pillars, namely,Open Defecation Free, Handwashing With Soap, Household Food and Beverage Management, Household Waste Management, and the Household Liquid Waste Management.

This study aims to know the description of CLTS program implementation in Lolowua village, subdistrict of Hiliserangkai, Nias Regency. This research is a descriptive survey which aims to know the description of CLTS program implementation in Lolowua village, subdistrict of Hiliserangkai, Nias Regency in 2014, andthe description of knowledge as well as characteristics (age, sex, education, occupation and monthly income), with the cross-sectional research design through observations using CLTS observation sheets and interviews using CLTS questionnaire sheets to 91 respondents.

The description of respondents' knowledge about CLTS in Lolowua Village is pretty well as much as 56%, and the description of respondents’ characteristic, inter alia, the respondents who were interviewed was the majority of adults as much as 52,7%, 50,5% female, 73,6% of the low-educated, working as farmers 90,1% and having income below the Minimum Wages City / County 96,7%.

The results showed that the CLTS program that had been implemented was the first pillar program Stop Open Defecation had not reached indicators of success as expected in the Guidelines of CLTS implementation in 2011, while the other four pillars had not been implemented in Lolowua village.

Expected to villagers of Lolowua village subdistrict of Hiliserangkai in order to participate in the Community Lead Total Sanitation program, so that the change and continuity of clean and healthy behavior in Lolowua village community can occur.

(6)

Nama : Netty Paska Riang Laoli

Tempat/Tanggal Lahir : Gunungsitoli / 02 April 1983

Agama : Kristen Protestan

Nama Orang Tua

Ayah : Yason Laoli

Ibu : Katarina Dakhi

Anak ke : 5 dari 7 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Karet No. 43 Gunungsitoli Nias Provinsi

Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan

Tahun 1989 - 1995 : SDS RK Mutiara Bersubsidi Gunungsitoli

Tahun 1995 - 1998 : SMP Negeri 1 Gunungsitoli

Tahun 1998 - 2001 : Sekolah Perawat Kesehatan Gunungsitoli

Tahun 2008 -2011 : D-III Keperawatan Poltekes Depkes Medan

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Gambaran Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) di Desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias Sumatera UtaraTahun 2014”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, Ayahanda

Yason Laoli dan Ibunda Katarina Dakhi yang telah memberikan dukungan baik

moril dan materil dalam membesarkan, mendidik, memotivasi dan selalu

mendoakan penulis. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara beserta seluruh

dosen dan staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah banyak

memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di

(8)

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir.Indra Chahaya S, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ir. Evi Naria, M.kes yang telah bersedia menjadi dosen penguji I pada

sidang skripsi dan memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan

skripsi ini.

6. dr. Taufik Ashar, MKM yang telah bersedia menjadi dosen penguji II pada

sidang skripsi dan memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan

skripsi ini.

7. Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

8. Untuk seluruh keluargaku, Dr. (cd) Imanuel Daeli, A.P, M.Si , Yanti Laoli ,

Rosmeini Laoli, SIP , Parlinus Gulo, M.Pd , Gloriantina Laoli, M.Pd ,

Ryanto Eka Putra Laoli, Clara C. Fau, Marthin Aries F. Laoli, SE , Syukur

Kurniawan Laoli, ST dan Julian Selamat Gea, SE terima kasih untuk

kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis.

9. Untuk putraku yang terkasih Alehandro Mozesta Lase terimakasih untuk

kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis.

10. Untuk yang tercinta Saifoeddin, SKM terimakasih untuk kebersamaan,

(9)

Pebruanti, Marta, Eka Novi, Devi, Yuni Messi, Faisal, Artian Harefa,

Chatarina S, Juspen Simarmata, SKM , Megawati Lase, SKM, Febewati,

SKM , Yulisa, SKM dll yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, terima

kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada

penulis.

12. Untuk Bapak dan Ibu di Dinas Kesehatan Kabupaten Nias dan Puskesmas

Botombawo Hiliserangkai yang selalu memberikan informasi dan data yang

dibutuhkan penulis.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajianya. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, Januari 2015

Penulis

(10)

ABSTRAK ... ii

1.4.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nias ... 8

1.4.3. Bagi Warga Desa Kecamatan Hiliserangkai dan Botomuzoi 8 BAB II. TINJAUAU PUSTAKA... 9

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan ... 9

2.2. Sanitasi Dasar ... 9

2.2.1. Penyediaan Air Bersih ... 10

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia ... 13

2.2.3. Pembuangan Air Limbah ... 16

2.2.4. Pengelolaan Sampah ... 17

2.3. Karakteristik Responden ... 20

2.4. Pengetahuan ... 23

2.5. Ruang Lingkup STBM ... 24

2.6. Lima Pilar STBM ... 25

2.6.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) ... 25

2.6.2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) ... 28

2.6.3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga ... 30

2.6.4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga ... 36

2.6.5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga ... 38

(11)

3.3. Populasi dan Sampel... ... 41

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lolowua ... 47

4.2. Data Demografis... ... 47

4.3. Deskripsi Karakteristik Responden ... 47

4.4. Deskripsi Pengetahuan Responden Tentang STBM ... 49

4.5. Deskripsi Pilar STBM ... 51

4.5.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan ... 51

4.5.2. Cuci Tangan Pakai Sabun ... 55

4.5.3. Pengelolaan Air Minum Dan Makanan Rumah Tangga ... 58

4.5.4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga ... 60

4.5.5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga ... 62

BAB V. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 65

5.2. Deskripsi Pengetahuan Responden Tentang STBM ... 67

5.3. Pilar STBM ... 68

5.3.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan ... 68

5.3.2. Cuci Tangan Pakai Sabun ... 72

5.3.3. Pengelolaan Air Minum Dan Makanan Rumah Tangga ... 74

5.3.4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga ... 76

5.3.5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga ... 78

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1. Kesimpulan ... 80

6.2. Saran ... 81

(12)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun

2014 ... 47 Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,

Jenis

Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Penghasilan ... 48 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Program STBM di Desa Lolowua ... 49 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan

Tentang Program STBM ... 50 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Stop

Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di Desa Lolowua ... 51 Tabel 4.6. Gambaran Tempat Buang Air Besar (BAB) Responden di

Desa Lolowua ... 54 Tabel 4.7. Distribusi Responden Tentang Stop Buang Air Besar

Sembarangan (SBS) ... 54 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Desa Lolowua ... 55 Tabel 4.9. Distribusi Responden BerdasarkanCuci Tangan Pakai Sabun

(CTPS) ... 57 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga

(PAMMRT) di Desa Lolowua ... 58 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengelolaan Air Minum

dan

Makanan Rumah Tangga (PAMMRT) ... 60 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang

Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT) di Desa

Lolowua ... 61 Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pengamanan Sampah

Rumah

Tangga (PSRT) ... 62 Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang

Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT) di Desa

Lolowua... 63 Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengamanan Limbah Cair

(13)

Nomor Judul Halaman

2.1. Contoh Perubahan Perilaku SBS ... 26

2.2. Bangunan Atas Jamban (Dinding dan /atau Atap) ... 26

2.3. Contoh Bangunan Tengah Jamban ... 27

2.4. Contoh Bangunan Bawah Jamban ... 28

2.5. Cara Cuci Tangan Pakai Sabun ... 29

2.6. Pengelolaan Air Baku ... 30

2.7. Pengelolaan Air Untuk Minum ... 31

2.8. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga ... 32

2.9. Konsepsi Integrasi 3R ... 38

(14)

Lampiran 1 : Observasi Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian Lampiran 3 : Out Put Penelitian Lampiran 4 : Foto Penelitian

Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU Lampiran 6 : Surat Izin Melakukan Penelitian dari Kepala Dinas

(15)

nama Community Lead Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Target program yang ada dalam STBM sendiri terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program STBM di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program STBM di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias tahun 2014 dan gambaran pengetahuan serta karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan perbulan),dengan desain penelitian cross sectional melalui pengamatan dengan menggunakan lembar observasi STBM dan wawancara dengan menggunakan lembar kuesioner STBM terhadap 91 responden.

GambaranPengetahuan responden tentang STBM di Desa Lolowua di ketahui cukup baik sebanyak 56% dan gambaran karakteristik responden antara lain yaitu responden yang di wawancarai mayoritas dewasa yaitu 52,7 %, berjenis kelamin perempuan 50,5 %, berpendidikan rendah 73,6 %, bekerja sebagai petani 90,1 % dan berpenghasilan di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 96,7%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program STBM yang telah dilaksanakan yaitu program pilar pertama Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) belum mencapai indikator keberhasilan seperti yang di harapkan dalam Pedoman Pelaksanaan STBM tahun 2011, dan di ketahui bahwa Empat pilar lainnya belum dilaksanakan di desa Lolowua.

Di harapkan kepada masyarakat desa Lolowua Hiliserangkai agar ikut serta dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, sehingga dapat terjadi perubahan dan kesinambungan perilaku yang bersih dan sehat di lingkungan masyarakat desa Lolowua.

(16)

order to strengthen the efforts of acculturation to clean and healthy living, to prevent the spread of environmentally-based disease, to increase the capability of the community, as well as to implement the government's commitment to increase access to drinking water and continuous basic sanitation in the achievement of the Millennium Development Goals (MDGs) by 2015. The target of existing programs within CLTS itself consists of five pillars, namely,Open Defecation Free, Handwashing With Soap, Household Food and Beverage Management, Household Waste Management, and the Household Liquid Waste Management.

This study aims to know the description of CLTS program implementation in Lolowua village, subdistrict of Hiliserangkai, Nias Regency. This research is a descriptive survey which aims to know the description of CLTS program implementation in Lolowua village, subdistrict of Hiliserangkai, Nias Regency in 2014, andthe description of knowledge as well as characteristics (age, sex, education, occupation and monthly income), with the cross-sectional research design through observations using CLTS observation sheets and interviews using CLTS questionnaire sheets to 91 respondents.

The description of respondents' knowledge about CLTS in Lolowua Village is pretty well as much as 56%, and the description of respondents’ characteristic, inter alia, the respondents who were interviewed was the majority of adults as much as 52,7%, 50,5% female, 73,6% of the low-educated, working as farmers 90,1% and having income below the Minimum Wages City / County 96,7%.

The results showed that the CLTS program that had been implemented was the first pillar program Stop Open Defecation had not reached indicators of success as expected in the Guidelines of CLTS implementation in 2011, while the other four pillars had not been implemented in Lolowua village.

Expected to villagers of Lolowua village subdistrict of Hiliserangkai in order to participate in the Community Lead Total Sanitation program, so that the change and continuity of clean and healthy behavior in Lolowua village community can occur.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga

diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009). Pelaksanaan pembangunan

kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan agar dapat meningkatkan

status kesehatan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya yang tersirat dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, pada awalnya hanya di titik beratkan pada upaya kuratif kemudian

secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk

seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang

mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat

terpadu dan berkesinambungan.

Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapat

perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai

kajian terungkap bahwa kondisi sanitasi di Indonesia masih relatif buruk dan jauh

tertinggal dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Buruknya kondisi sanitasi ini

berdampak negatif di aspek-aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas

lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat,

meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita,

turunnya daya saing maupun citra kota hingga menurunnya perekonomian

(18)

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,

higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector

Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih

berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku

masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii)

setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv)

sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%.

Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah

tangga menunjukkan 99,2% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi

47,5% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut

berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Kondisi

seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan

sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu

kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap

sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39%

perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan

mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun

sebesar 94%. (Depkes RI, 2008).

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) atau dikenal juga dengan nama

Community Lead Total Sanitation (CLTS) merupakan program pemerintah dalam

rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah

penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat,

(19)

minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium

Development Goals (MDGs) tahun 2015. Upaya sanitasi berdasarkan Peraturan

Mentri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 yang disebut Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) yaitu meliputi Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS),

Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga,

Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah Cair Rumah

Tangga (Kemenkes RI, 2014).

STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitasi yang sederhana yang

dapat merubah sikap lama, dimana kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab

masyarakat, dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat

adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM

diharapkan menimbulkan kesadaran bahwa sanitasi merupakan masalah bersama

karna dapat berdampak kepada semua masyarakat, sehingga pemecahan masalah

harus dilakukan secara bersama.. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, serta evaluasi yang terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat.

Sanitasi kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam

upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan

sosial budaya masyarakat. Untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya

pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan akan membawa hasil yang baik

bila prosesnya melalui pendekatan edukatif yaitu berusaha menimbulkan

kesadaran pada masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dengan

(20)

Menurut penelitian Arianti, (2013) pengetahuan yang baik mengenai program

STBM akan meningkatkan perilaku sanitasi masyarakat yang akan berdampak

pada menurunnya kejadian diare. Sejalan dengan penelitian Gunawan (2006)

yang menyatakan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sanitasi

berbasis masyarakat memiliki hubungan terhadap kejadian diare.

Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi

dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatkan perilaku hidup

bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–2009. Hal ini sejalan dengan

komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals

(MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar

secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum

mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melaksanakan

beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led

Total Sanitation (CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan

pencanangan gerakan sanitasi total oleh Mentri Kesehatan pada tahun 2006 di

Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci tangan secara nasional oleh

Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun

2007.

Sebagai tindak lanjut dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh

berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan

perubahan perilaku buang air besar disembarang tempat, sehingga pada tahun

2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa (Depkes

(21)

446 desa binaan program SHAW telah melakukan deklarasi STBM 5 pilar.

Seperti diketahui dalam menjalankan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) SHAW bekerja sama dengan lima mitra yaitu CD Bethesda, Plan

Indonesia, Yayasan Rumsram, Yayasan Dian Desa, dan Yayasan Masyarakat

Peduli. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai target ialah dengan

melakukan pendampingan intensif kepada desa-desa yang sudah mendapat

pemicuan diawal (Artikel STBM, 2014). Salah satu desa yang telah

mendeklarasikan diri sebagai desa yang telah berhasil melaksanakan lima pilar

STBM adalah desa Renduwawo Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa Tenggara

Timur (Pos Kupang, 2014).

Pendekatan STBM telah di laksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Nias yaitu di Kecamatan Hiliserangkai di desa Lolowua sebagai desa

contoh STBM sejak tahun 2013. Mayoritas masyarakat di kecamatan tersebut

bekerja sebagai petani dan masih berpenghasilan dibawah rata-rata, tingkat

kesejahteraan masyarakat disana masih belum masuk kategori sejahtera. Indikasi

tersebut disebabkan karena total pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk

konsumsi dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga lebih

besar dari pendapatan. Hal ini juga dapat memicu lemahnya kesanggupan

masyarakat untuk memenuhi kondisi sanitasi.

Kondisi sanitasi dasar masyarakat di Kecamatan Hiliserangkai masih

memprihatinkan. Masih ada masyarakat yang buang air besar secara terbuka

seperti di kebun, selokan, sungai, dan disembarang tempat lainnya. Hal ini tentu

merupakan sumber penularan penyakit bagi masyarakat dan sangat mengganggu

(22)

dan lingkungan sekitarnya yang tidak memenuhi syarat kesehatan, tidak ada

saluran pembuangan air limbah dan perilaku kebiasaan membuang sampah

sembarangan.

Pemicuan STBM yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di desa Lolowua

masih diutamakan pada pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan

(SBS), tetapi pada penelitian skripsi ini peneliti juga membahas empat pilar

lainnya yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan

Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga serta Pengamanan Limbah

Cair Rumah Tangga. Pemantauan lima pilar ini diharapkan dapat mengetahui

pencapaian keberhasilan Program STBM di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu bagaimana hasil Pencapaian Pelaksanaan Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM) di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai

Kabupaten Nias yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Nias tahun

2014.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui karakteristik responden (pendidikan, pekejaan, dan

penghasilan) di desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten

Nias.

2. Diketahui pengetahuan responden tentang pelaksanaan STBM di desa

Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias

3. Diketahui penerapan pelaksanaan STBM pilar pertama yaitu Stop

Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di desa Lolowua Kecamatan

Hiliserangkai Kabupaten Nias.

4. Diketahuinya penerapan pelaksanaan STBM pilar kedua yaitu Cuci

Tangan Pakai Sabun (CTPS) di desa Lolowua Kecamatan

Hiliserangkai Kabupaten Nias.

5. Diketahuinya penerapan pelaksanaan STBM pilar ketiga yaitu

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT) di

desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias.

6. Diketahuinya penerapan pelaksanaan STBM pilar keempat yaitu

Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS RT) di desa Lolowua

Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias.

7. Diketahuinya penerapan pelaksanaan STBM pilar kelima yaitu

Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT) di desa Lolowua

(24)

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan wawasan dan pengetahuan lebih mengenai

Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan mendapatkan

pengalaman pribadi dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat semasa

perkuliahan khususnya dalam hal metodologi penelitian.

1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nias

Dapat dijadikan masukan dalam rangka meningkatkan cakupan

program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) serta meningkatkan

kualitas petugas pelaksana di lapangan.

1.4.3 Bagi Warga Desa Lolowua Kecamatan Hiliserangkai

Menambah wawasan dan pengetahuan warga desa Lolowua

kecamatan Hiliserangkai tentang program Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) sehingga diharapkan warga dapat meningkatkan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang

menitik beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor

lingkungan agar manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan.

Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan

salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat.

Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah sanitasi

lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan

pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk

mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia,

terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik,

kesehatan dan daya tahan hidup manusia

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu

kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat

untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya

bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia

2.2. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan

lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada

(26)

manusia (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih,

pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah.

2.2.1. Penyediaan Air Bersih

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia

akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan

sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang

memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per

hari (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak

diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu

kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar

tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar

oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari

kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan

lainnya (Wardhana, 2004).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air

bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih

yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume

rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40

galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,

(27)

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber

yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut,

antara lain:

- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.

- Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.

- Tidak berasa dan tidak berbau.

- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen

Kesehatan RI (Mubarak dan Chayatin, 2009)

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan

No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu

kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan

maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia

diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian

yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter,

kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan

radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri

kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan

(28)

1. Parameter Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990,

menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain

harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak

keruh (jernih) dan tidak bewarna.

2. Parameter Kimia

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat

kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al),

Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman

(pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang

digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang

diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990.

Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang

melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi

kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya

netral. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Soemirat, 2000).

3. Parameter Mikrobiologis

Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh

mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli

(escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan

(29)

4. Parameter Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan

fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan

pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti disekitar reaktor nuklir.

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui

anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu

kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih

dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan

ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab

timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan

Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang

sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari

lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran

penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai

macam cara.

Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat

langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga

(lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-nagian tubuh kita dapat terkontaminasi

oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan

penyebab penyakit bagi orang lain.

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

(30)

ditularkan lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia

antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing

kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya

(Kusnoputranto, 2000).

Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan,

maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus,

disentri, kolera, bermacam-macam cacing, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran

tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman

(Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi

syarat kesehatan, yaitu :

- Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan,

- Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter,

- Konstruksi kuat,

- Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008),

- Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),

- Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan,

- Ventilasi 20% dari luas lantai,

(31)

- Murah

- Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup

juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang

baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman,

3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara

pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering,

2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air,

3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat,

6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan :

1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak

(32)

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak

membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban,

5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.

2.2.3. Pembuangan Air Limbah

Menurut Azwar (1995), yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau

air bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat

membahayakan kehidupan manusia atau hewan, dan lazimnya muncul karena

hasil perbuatan manusia termasuk

Industrialisasi.

Beberapa sumber air buangan :

a. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)

Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri

dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi,

dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.

b. Air buangan kotapraja (minicipal waste water)

Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, selokan,

tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.

c. Air buangan industri (industrial waste water)

Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih

sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang

terkandung didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan

(33)

Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara

menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah

sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media

perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga

yyang dapat menjadi media transmisi penyakit seperti Cholera, Thypus

Abdominalis, Dysentri Basiler, dan sebagainya.

2.2.4. Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai

lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu

kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat

batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi , atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan

tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.4.1 Jenis-jenis sampah

a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya (Notoatmodjo,

2003):

- Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,

misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

- Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,

misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.

b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

- Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.

- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas,

(34)

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya

- Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang

umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran,

hotel, dan sebagainya.

- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar

maupun yang tidak mudah terbakar.

- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar,

termasuk abu rokok.

- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari

pembersihan jalan.

- Sampah industri.

- Bangkai binatang (dead animal).

- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)

- Sampah pembangunan (construction waste)

2.2.4.2 Cara Pengelolaan Sampah

Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo,

2003):

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut

dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut

sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya

suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah dipindahkan dari alat

angkut yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari

(35)

Adapun Syarat tempat sampah yg di anjurkan :

- Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah bocor.

- Mempunyai tutup yg mudah di buka, dikosongkan isinya, mudah dibersihkan.

- Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang.

Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara

(Mubarak dan Chayatin, 2009) :

- Terdapat dua pintu : untuk masuk dan untuk keluar

- Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari

- Tidak terletak pada daerah rawan banjir

- Volume tempat penampungan sampah sementara mampu menampung sampah

untuk tiga hari.

- Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat.

- Harus ada kran air untuk membersihkan.

- Tidak menjadi perindukan vektor.

- Mudah di jangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan pengangkut.

b. Pemusnahan dan Pengolahan Sampah

- Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah

kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

- Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di

dalam tungku pembakaran (incenerator).

- Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk

(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan

(36)

2.3 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan responden. Umur responden adalah

usia responden yang menjadi indikator dalam setiap pengambilan keputusan untuk

melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya. Umur seseorang

sedemikian besarnya akan mempengaruhi perilaku, karena semakin lanjut

umurnya, maka semakin lebih bertanggungjawab, lebih tertib, lebih bermoral,

lebih berbakti dari usia muda (Notoatmodjo, 2003). Karakteristik umur responden

berkaitan dengan perubahan perilaku, dimana semakin tua umur responden di

harapkan semakin memiliki pengalaman dalam berperilaku hidup bersih dan

sehat. Belajar membedakan benar-salah dan mengembangkan hati nurani

merupakan perkembangan manusia sejak masa bayi dan anak-anak. Sehingga

dengan bertambahnya umur maka akan mencapai tingkat kematangan yang tinggi

sesuai dengan perkembangannya.

Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir. Istilah gender berasal dari bahasa inggris yang

berarti jenis kelamin. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa

gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional

antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender

adalah pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan

yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang

dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau

(37)

perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti

keras, kuat, rasional, dan gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki

sifat feminim seperti halus, lemah, peras, sopan, dan penakut. Perbedaan dengan

pengertian seks yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan

komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness).

Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan

aktivitas seksual (love making activities) (Mubarak, 2009).

Pendidikan diartikan sebagai segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi usia baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik (Notoatmodjo, 2005).

Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk

menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu

masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku

hidup sehat (Atmarita, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dasar pendidikan adalah suatu proses

belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,

perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa lebih baik, dan lebih

matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Dalam kegiatan belajar

mempunyai ciri-ciri yaitu : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan

pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual

maupun potensial. Ciri yang kedua dari hasil belajar adalah bahwa perubahan

tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang

relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan

(38)

nasional tahun 2003 jenjang pendidikan 2003, terdiri atas jenjang pendidikan

formal dan non formal.

Pekerjaan yaitu sebuah aktifitas antar manusia untuk saling memenuhi

kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau penghasilan.

Penghasilan tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai pemenuhan

kebutuhan, baik ekonomi, psikis maupun biologis

(http://www.seputarpendidikan.com/2014/08).

Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang

dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk

suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan dalam

bentuk uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan

dianggap sama dengan profesi (http://id.wikipedia.org).

Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima).

Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik.

Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara

hidup mereka yang terjaga akan semakin baik (Berg, 1986). Tingkatan pendapatan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua

yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan (Notoatmodjo,

2003). Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka,

khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air

bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan

(39)

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yaitu indera penglihatan pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau koqnitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat

bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal

saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan

seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan

aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

makin positif terhadap objek tertentu. Menurut WHO (World Health

Organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi M,

(40)

2.5 Ruang Lingkup STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam

rangka percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain

itu program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals

(MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah

dibentuk Sekretarat STBM (cq. Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga

beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM

dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat

strategis dalam implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai

pembelajaran dan pengalaman.

Target program yang ada dalam STBM sendiri terdiri dari 5 pilar yaitu

Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun,

Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga, yang mana cakupan

area pendekataan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif, untuk

menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3 komponen

pendekatan yakni Menciptakan Kebutuhan (Demand creation), Ketersediaan

pasokan (supply improvement), dan Lingkungan yang mendukung (Enabling

Environment). Informasi detail tentang pendekatan STBM tersebut dapat dilihat

pada buku petunjuk Pelaksanaan dan Teknis STBM (Manlaknis STBM)

(41)

2.6 Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar

akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih

baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih

dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka

kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan

dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

Pilar STBM terdiri atas perilaku:

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);

b. Cuci TanganPakai Sabun (CTPS);

c. PengelolaanAir Minum dan MakananRumah Tangga (PAMMRT);

d. PengamananSampahRumah Tangga (PSRT); dan

e. PengamananLimbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)

( Kemenkes RI, 2014)

2.6.1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang

saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang

memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:

a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang

berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan

b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan

(42)

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit.

Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan

penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh

penghuni rumah.

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari

gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

(43)

b) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

- Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang saniter dilengkapi

oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang

dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

- Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran

untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban

c) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja

yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja

melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

- Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan

limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia

akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari

(44)

memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan

tersebut.

- Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair

dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah

tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian

padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat

dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika

diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis

beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2014).

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban

2.6.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air

bersih yang mengalir.

a. Langkah-langkah CTPS yang benar :

- Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

- Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu gosok kedua

punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena

(45)

- Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

- Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa

sabun hilang.

- Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas

tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar

b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:

- sebelum makan

- sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

- sebelum menyusui

- sebelum memberi makan bayi/balita

- sesudah buang air besar/kecil

- sesudah memegang hewan/unggas

c. Kriteria Utama Sarana CTPS

- Air bersih yang dapat dialirkan

(46)

- Penampungan atau saluran air limbah yang aman.

2.6.3 Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT)

PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan,dan

pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga.

Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:

a. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

1) Pengolahan air baku

Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal:

- Pengendapan dengan gravitasi alami

- Penyaringan dengan kain

- Pengendapan dengan bahan kimia/tawas

Sumber : Kemenkes RI, 2014 Gambar 2.6Pengelolaan Air Baku

2) Pengolahan air untuk minum

Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan untuk mendapatkan air

dengan kualitas air minum. Cara pengolahan yang disarankan, yaitu:

Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman

(47)

a) Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter, dan

sebagainya.

b) Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.

c) Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk koagulan

d) Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.7 Pengelolaan Air Untuk Minum

3) Wadah Penyimpanan Air Minum

Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan

aman untuk keperluan sehari-hari, dengan cara:

- Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi dengan kran.

- Air minum sebaiknya disimpan diwadah pengolahannya.

- Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan

selalu tertutup.

- Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan kering atau tidak

minum air langsung mengenai mulut/wadah kran.

- Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit

(48)

- Wadah air minum dicuci setelah tiga hari atau saat air habis, gunakan air

yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.8 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

4) Hal penting dalam PAMM-RT

- Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan

siap santap.

- Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga.

- Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap

serta untuk mengolah makan siap santap.

- Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air

minum.

- Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan

(49)

b. Pengelolaan Makanan Rumah Tangga

Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan

gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan yang

baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan.

Pengelolaan makanan di rumah tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala

rumah tangga juga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan.

Prinsip higiene sanitasi makanan:

1) Pemilihan bahan makanan

Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas serta

memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas harus

dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak rusak/berjamur, tidak

mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber

yang resmi atau jelas.

Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai

label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak kadaluwarsa.

2) Penyimpanan bahan makanan

Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas maupun

dalam kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara

penyimpanan, waktu/lama penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama

berada dalam penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya

kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikusdan hewan lainnya serta bahan

kimia berbahaya dan beracun.

Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih

(50)

3) Pengolahan makanan

Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses

pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu :

- Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan

teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap

makanan serta dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat,

vektordan hewan lainnya.

- Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan

tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaanperalatan tidak larut

dalam suasana asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan

beracun) serta peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel

dan mudah dibersihkan.

- Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas

Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene dan sanitasi

makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.

- Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita

penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat

4) Penyimpanan makanan matang

Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu,

pewadahan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan

pada suhu yang tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu

hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita

(51)

5) Pengangkutan makanan

Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus

memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara

pengangkutan, lama pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini

untuk menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun

bakteriologis.

6) Penyajian makanan

Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik

atau uji biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada

kecurigaan terhadap makanan tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan:

- Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan

menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat

(penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma),

mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa). Apabila secara

organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

- Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan

apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda-tanda kesakitan,

makanan tersebut dinyatakan aman.

- Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan

baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel

makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan

Gambar

Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)
Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar
Gambar 2.10 Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apakah penggunaan faktor produksi pada industri dodol nanas dan wajit nanas di Kabupaten Subang dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis(DEA) sudah mencapai

Globalisasi yang terjadi di segala bidang termasuk pendidikan dan teknologi semestinya dapat ditanggapi secara positif oleh lembaga-lembaga pendidikan seperti halnya perguruan

KPA Nasional melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana terangkum dalam Perpres No.75 Tahun 2006, yang terdiri atas: pengembangan kebijakan, langkah strategis,

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik

temuan tentang hikmah naskh &l-'uran dalam menafsirkan &l-'uran pekerjaan indi*idu maupun kelompok tentang wawanara tokoh tentang naskh &l-'uran dalam

Tugas (task) utama yang diperhatian adalah fungsi login dan searching. Tetapi, dalam situs ini tidak diberikan keterangan mengenai kategori pengguna yang

Siswa yang mendapat nilai ≥ 7,5 atau sudah tuntas dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan model Kooperatif Learning Tipe STAD sebanyak 29 siswa (93,5%), sedangkan siswa

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pemisahan suara voice dan unvoice menggunakan teknik overlaping block zero crossing rate, and short time energy dalam