TESIS
Oleh
A. MAHENDRA 067018042/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil
pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling
bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan
terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan
lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif
akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri.
Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke
pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian,
sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya
disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya
pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan
yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial
cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukan”.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai
kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan
mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat
pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari
tahun ke tahun.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah
pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang
dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.Apabila
jumlah uang beredar meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan naik. Sebaliknya,
apabila jumlah uang beredar berkurang, maka pertumbuhan ekonomi akan turun.
Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah
yaitu : operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate), giro wajib minimum (reserve requirement ratio), pengaturan kredit dan
pembiayaan Di luar empat instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter
bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Jika pemerintah ingin mengendalikan jumlah uang beredar dengan
menggunakan instrumen operasi pasar terbuka (OPT), maka pemerintah menjual dan
membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia, salah satu alat yang
sering digunakan Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dikeluarkan BI kepada setiap pemilik SBI Bank
Indonesia memberikan balas jasa berupa pendapatan bunga.
Jika Bank Indonesia ingin mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang
ketat atau tight money policy), maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari
masyarakat dengan jalan membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar
tingkat bunga SBI. Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka
Bank Indonesia melakukan hal yang sebaliknya, yaitu menarik SBI yang berada di
tangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual,
maka Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Untuk membantu Bank Umum yang mengalami kesulitan dana dalam rangka
ekspansi kredit, Bank Sentral dapat memberi pinjaman. Pinjaman oleh Bank Sentral
kepada Bank Umum tersebut disebut juga fasilitas diskonto atau tingkat diskonto.
Yang dimaksud dengan tingkat diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas Bank-Bank Umum yang meminjam ke Bank Sentral. Dalam kondisi
tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam
kepada Bank Sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan Bank-Bank Umum untuk meminjam
uang dari Bank Sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar
bertambah. Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
bank meminjam uang dari Bank Sentral sehingga pertambahan jumlah uang beredar
dapat ditekan.
c. Giro Wajib Minimum (reserve requirement ratio = RRR)
Penetapan cadangan wajib minimum (giro wajib minimum) juga dapat
mengubah jumlah uang beredar. Jika Bank Sentral menurunkan giro wajib minimum
maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang
beredar bertambah. Sebaliknya jika giro wajib minimum dinaikkan maka daya
ekspansi kredit Bank Umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang.
d. Kredit
Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam
bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah). Mekanisme jalur kredit
dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet
channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan
yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua,
jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003).
e. Imbauan Moral (moral persuasion)
Selain empat instrumen di atas (yang merupakan kebijakan yang bersifat
Instrumen ini sangat kualitatif sifatnya dan tidak menuntut Bank Umum untuk
menaatinya. Biasanya imbauan moral merupakan pernyataan Bank Sentral (misalnya
oleh Gubernur Bank Indonesia) yang bersifat mengarahkan atau memberi informasi
yang lebih bersifat makro untuk dijadikan masukan bagi Bank-Bank Umum dalam
pengelolaan aset dan kewajibannya.
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi
yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan
menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan
ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat
pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya
bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu
melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem
perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi
ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.
Kebijakan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilisasi ekonomi.
Berhasil tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor,
pertama : kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi
tersebut, kedua : jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan
ekonomi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisa sampai sejauh mana
ekonomi di Indonesia. Untuk itu penulis mengambil judul ”Analisis Kebijakan
Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil
sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk lebih
mempermudah dan mensistemasikan penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan masalah
ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan
tesis.
Penulis mencoba membuat perumusan masalah apakah kebijakan moneter yang
selama ini diterapkan pemerintah pusat yang tujuannya untuk stabilisasi ekonomi
juga berpengaruh terhadap peningkatan PDB Indonesia .
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Berapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia ?
2. Berapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga SBI terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh
kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam disiplin ilmu
yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.
3. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik membahas
2.1. Kebijakan Moneter
2.1.1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan
kebijakan moneter, terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Kalau kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).
Kebijakan moneter adalah bagian dari kebijakan ekonomi makro yang meliputi
pula kebijakan lain. Selain kebijakan moneter, pemerintah secara simultan
melaksanakan kebijakan fiskal (anggaran), kebijakan perdagangan luar negeri (trade
policy), dan kebijakan mengenai peraturan dan perizinan (licensing and regulation).
Selain itu pemerintah juga melaksanakan kebijakan khusus tentang investasi, pasar
modal serta sektor produksi.
Tujuan pembangunan yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan berupa
pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas, bukanlah sasaran yang didapat melalui
sasaran tujuan pembangunan juga bisa berbeda-beda sesuai dengan keadaan ekonomi
yang dihadapi serta kendala sumber (resource constraints) pada kurun waktu suatu
kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan.
Kebijakan moneter yang baik dan dilakukan dalam waktu yang tepat dapat
merupakan bantuan yang amat berharga untuk meredakan resesi. Kebijakan tersebut
dapat kita perinci sebagai berikut :
a. Pengaruh yang pertama atas pembelanjaan masyarakat dari kebijakan moneter
dapat melalui pengaturan atas syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi para
peminjam kredit.
b. Mempengaruhi pembelanjaan dapat pula melalui kebijakan kredit yang
ditujukan kepada jumlah uang total dan aktiva likuid lainnya.
c. Kebijakan moneter adalah faktor yang dapat mempengaruhi iklim finansial
dalam pengertian bahwa apabila iklim tersebut menyenangkan yaitu jika
kredit itu mudah pengaruhnya ialah mendorong pengusaha,
penyelenggaraan-penyelenggaraan investasi atau konsumen untuk membelanjakan uangnya,
dan sebaliknya jika suasana finansil itu tidak menyenangkan yaitu jika kredit
dan uang itu dibikin sesak maka para pengusaha akan berhati-hati dan
pengaruh ini akan meluas kepada pengusaha-pengusaha lainnya, sehingga
pengaruh kebijakan moneter itu akan mendorong menaikkan atau menekan
d. Pengaruh terhadap jumlah pembelanjaan dapat dikatakan dengan tekanan
terhadap volume pembelanjaan yang dibiayai melalui perluasan kredit.
Sebagian besar dari kebijakan yang ada biasanya tidak dapat dengan langsung
mempengaruhi pengeluaran kredit. Tekanan yang terlebih dekat adalah atas
biaya-biaya dan jumlah yang tersedia dari kredit jangka pendek. Dengan
perkataan lain, kebijakan itu dapat melalui tindakan untuk mempermudah dan
mempermurah atau sebaliknya mempersukar dan mempermahal pinjaman
kredit jangka pendek.
e. Pengaruh moneter dapat pula terasa melalui tekanan ke atas atau tekanan ke
bawah yang cukup atas nilai aktiva yang diperjualbelikan, sehingga ia dapat
menaikkan atau menurunkan jumlah aktiva yang dapat diterima oleh
perdagangan, perseorangan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya. Cara itu
dimaksudkan untuk mendorong perusahaan-perusahaan, perseorangan atau
lembaga keuangan supaya mereka mempunyai kecenderungan yang lebih
besar atau lebih kecil untuk menjual aktivanya guna memperoleh likuiditas.
2.1.2. Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kegiatan ekonomi. Banyak faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi namun faktor-faktor ini di luar kontrol pemerintah. Tetapi kebijakan
moneter merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga dengan
Apabila pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak
seperti yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi ataupun
defisit dalam neraca pembayaran, maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk
menghilangkan / mengurangi pengangguran, menekan inflasi dan defisit.
Ada empat instrumen utama kebijakan moneter yang digunakan pemerintah
yaitu: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount
rate),giro wajib minimum (reserve requirement ratio) dan kredit. Di luar empat
instrument tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatif),
pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).
2.2. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) 1). Pengertian SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek
dengan sistem diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pada dasarnya adalah merupakan
instrument investasi jangka pendek yang bebas resiko (risk free).
2). Tujuan Penerbitan SBI
Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu terakhir
membawa Sertifikat Bank Indonesia pada saat jatuh tempo maka dialah yang berhak
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan
nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang
giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah.
SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang
primer tersebut.
Pada dasarnya, dengan digunakannya SBI maka Bank Indonesia mempunyai
alat dalam Operasi Pasar Terbuka walaupun tidak ada surat berharga pemerintah. Hal
seperti ini juga dilakukan oleh beberapa Bank Sentral untuk menyedot kelebihan
likuiditas perbankan jika kondisi moneter terlalu ekspansif. Perbankan dapat
memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana
tersebut tidak dipinjamkan kemasyarakat.
Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan pengendalian jumlah
uang beredar yang terdapat dimasyarakat.
3). Dasar Hukum Penerbitan SBI
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli
1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta intervensi
rupiah.
Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu operasi pasar
terbuka, penjualan SBI diprioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun
demikian tidak tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun
dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia melainkan harus melalui Bank
Umum serta pialang pasar uang dan pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
4). Karakteristik SBI
1. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk
jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
2. Denominasi dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp.100
milyar.
Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini:
Nilai Tunai = Nilai Nominal x 360
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
3. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya
diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai.
4. Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dilakukan secara final sebesar 15 %.
5). Tata cara transaksi SBI
1. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.
2. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa.
3. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum,
pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari
4. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta melakukan penawaran
jumlah SBI yang ingin dibeli serta tingkat diskontonya. Pemenang lelang adalah
peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto terendah sampai dengan
jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI tidak ditentukan oleh Bank
Indonesia melainkan para peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat
diskonto yang ditawarkan oleh peserta maka semakin besar kemungkinan peserta
tersebut memenangkan lelang.
5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta untuk menghindari
terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan
(BDS) sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia
tanpa dipungut biaya penyimpanan.
6). Hubungan suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi
Jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menambah
jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia menarik SBI yang berada di tangan
masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banyak SBI yang dijual, maka
Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga SBI. Jika Bank Indonesia ingin
mengurangi jumlah uang beredar (kebijakan uang ketat atau tight money policy),
maka pemerintah menarik jumlah uang beredar dari masyarakat dengan jalan
membuat masyarakat semakin banyak membeli SBI. Agar masyarakat semakin
2.3. Investasi
2.3.1. Pengertian Investasi
Secara umum Investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam
masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru,
pembukaan tanah baru dan sebagainya.Menurut Sukirno (2000;366), Investasi
didefinisikan sebagai : pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal
dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama
menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain, dalam Teori
Ekonomi Investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas
memproduksi sesuatu dalam perekonomian.
Dalam kaitannya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi
untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya, dimana dana investasi tersebut salah
satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga
keuangan, maka Deliarnov (1995:80-81) mengemukakan : ”Investasi merupakan
pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk
membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua
modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan
bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya,
juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan
2.3.2. Hubungan antara Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Investasi merupakan suatu faktor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang (bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi
melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor
ekonomi. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik,
gedung-gedung perkantoran, infrastruktur seperti jalan raya, bandara, jembatan, alat-alat
transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan
dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi.
Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan
permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi,
kesempatan kerja dan pendapatan didalam negeri meningkat, maka terciptalah
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan tingkat produktivitas
penggunaan modal. Untuk melihat besarnya pembentukan modal tetap domestik
bruto dengan pertambahan PDB (Products National Bruto) adalah dengan melihat
Incremental Capital Output Ratio (ICOR).ICOR dapat digunakan untuk
menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal, dan
menunjukkan kecenderungan penggunaan metode produksi (padat karya atau padat
2.4. Kredit
Yang dimaksud dengan kredit adalah kredit yang disalurkan bank umum dalam
bentuk rupiah dan valas pertahun (satuan milyar rupiah).Mekanisme jalur kredit
dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, jalur neraca perusahaan (balance sheet
channel) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi perusahaan
yang kemudian mempengaruhi akses perusahaan untuk memperoleh kredit. Kedua,
jalur pinjaman bank (bank lending channel) yang menekankan pengaruh kebijakan
moneter pada kondisi keuangan bank,khususnya sisi aset (Warjiyo dan Solikin,2003).
a) Jalur Neraca Perusahaan (balance sheet channel)
Jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan
oleh bank sentral akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Pada sisi yang
lain, adanya informasi yang asimetris menyebabkan cenderung terjadinya
kelambanan dalam perkembangan kredit. Pada satu sisi sering terjadi praktik moral
hazard dikalangan peminjam, sehingga menyebabkan keengganan perbankan dalam
menyalurkan kredit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan beberapa
kebijakan moneter yang akan mempengaruhi posisi neraca perbankan dan neraca
perusahaan sebagai peminjam sehingga aktifitas kredit berjalan lancar dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
b) Jalur pinjaman bank (Bank lending channel)
Jalur pinjaman bank inti nya adalah digunakannya sejumlah dana (money) yang
lainnya) sebagai sumber pembiayaan (kredit) yang merupakan salah satu komponen
aset perbankan (Nualtaranee, 2005). Menurut jalur ini, sisi aset juga berpengaruh
terhadap aktivitas kredit.
2.4.1. Hubungan antara kredit dengan pertumbuhan ekonomi
Kredit dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan cara jumlah uang
beredar dinaikkan, sehingga deposito bank meningkat. Meningkatnya deposito bank
menyebabkan kredit perbankan mengalami peningkatan sehingga investasi akan
meningkat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Contoh lain
misalnya, jika bank sentral menurunkan rasio cadangan minimum, maka cadangan
yang ada di bank umum akan meningkat, sehingga dana yang akan disalurkan dalam
bentuk kredit akan mengalami kenaikan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
2.5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan
besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka pelipat uang)
serta bagaiman jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan jumlah uang
terhadap perekonomian. Ada beberapa jalur dalam mana perubahan jumlah uang
mempengaruhi kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur dengan
a. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)
Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama antara
sektor moneter dengan sektor riil. Perubahan jumlah uang misalnya, akan
mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi investasi
atau bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi ini merupakan bagian dari
pengeluaran total (aggregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada
gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional.
Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya modal dapat dipandang
sebagai indikator pengaruh kebijakan moneter / sektor moneter terhadap
keseimbangan pendapatan (sektor riil).
b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)
Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat juga
melalui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi :
1. Kekayaan yang berupa barang phisik (rumah, tanah, dan sebagainya).
2. Surat berharga
3. Uang tunai
Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini konsumsi)
telah dijelaskan oleh Pigou (yang sering disebut dengan Pigou effect atau real balance
effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut :
Perubahan nilai uang kas riil (real cash balance) baik disebabkan oleh karena
harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian dari
pengeluaran total. Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan
pendapatan akan berubah.
Dengan demikian kebijakan moneter akan mempengaruhi jumlah uang (dimana
uang merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu komponen kekayaan ini
(dalam hal ini uang kas riil) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance /
Pigou effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan
pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan pendapatan.
c. Jalur Harga Relatip (Teori Portfolio)
Teori portfolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang memegan
sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang. Beberapa
anggapan teori ini antara lain :
1. Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal
(marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portfolionya.
2. Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk
kekayaan tersebut relatip terhadap bentuk kekayaan yang lain.
3. Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun
tersebut dengan bentuk kekayaan lain yang harganya lebih tinggi.
4. Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses perubahan
susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus akan dilakukannya sampai
Perubahan harga relatip sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses
penyesuaian susunan portfolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang
sebagai akibat dari kebijakan moneter yaitu membeli surat berharga oleh Bank
Sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang kas dalam portfolionya.
Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk kekayaan
yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya turun). Produksi (dan
dengan demikian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik. Investasi naik akan
mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa kenaikan
jumlah uang akan dapat menaikkan pendapatan.
d. Jalur Langsung (Teori Monetarist)
Menurut teori ini pengaruh kebijakan moneter terhadap GNP secara langsung.
Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana. Menurut pendapatnya,
karena sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks sehingga sukar untuk
digambarkan, maka tidak bisa dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa
digambarkan secara terperinci.
Tenggang Waktu (Lag) Efek Dari Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter untuk tujuan stabilisasi ekonomi tergantung pada, pertama
kuat/tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter dengan kegiatan
ekonomi dan kedua jangka waktu antara perubahan kebijakan moneter dengan
dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag). Ada
beberapa komponen (unsur) dalam lag efek kebijakan moneter ini.
Recognition lag mencakup waktu dari to ke t1, yakni waktu yang diperlukan oleh
Bank Sentral untuk mengumpulkan data ekonomi serta menganalisa perubahan
kegiatan ekonomi yang diinginkan dengan melakukan kebijakan moneter. Pada waktu
t0 tingkat kegiatan ekonomi telah berubah, misalnya terdapatnya kenaikan
pengangguran yang cukup besar. Sebelum Bank Sentral mengambil kebijakan
moneter guna mengatasi masalah pengangguran ini diperlukan waktu terlebih dahulu
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengangguran.
Administrative lag menunjukkan waktu antara diketahuinya (oleh Bank Sentral)
akan diperkirakan untuk merubah kebijakan moneter (t1) dengan waktu dalam mana
Bank Sentral betul-betul merubah satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter
(t2). Keseluruhan recognition dan administrative lag sering disebut dengan inside lag,
yakni jangka waktu antara perubahan keadaan / kegiatan ekonomi yang memerlukan
perubahan kebijakan moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrument
kebijakan moneter.
Outside / impact lag adalah waktu antara perubahan dalam instrument kebijakan
moneter (t2) dengan efek dari kebijakan moneter tersebut dalam kegiatan ekonomi.
Lag ini mengukur lamanya waktu dalam mentransfer perubahan kebijakan moneter
dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi (t3).
Masalah lag ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan kebijakan
tenggang waktu (lag) inilah yang sering kebijakan moneter yang ditujukan untuk
stabilisasi kegiatan ekonomi malah berakhir dengan ketidakstabilan. Milton Friedman
adalah salah satu ahli ekonomi yang mempermasalahkan lag dalam kebijakan
moneter dan fiskal.
Gambar berikut menjelaskan permasalahan tersebut :
Kebijakan Moneter Counter Cyclical
GNP
KM Restriktip
C A Efek KM
Ekspansip B
Kebijakan Efek
Moneter (KM) KM D Ekspansip Restriktip
Waktu Gambar 2.1 Kebijakan Moneter Counter Cyclical
Adanya lag sering mengakibatkan bahwa kebijakan moneter yang ditujukan
untuk menstabilkan perekonomian justru berakhir dengan timbulnya ketidakstabilan.
Misalnya, kebijakan moneter yang ekspansip diambil pada saat perekonomian lesu
(titik A). Karena efek kebijakan ini ada tenggang waktu, maka baru terasa justru pada
(titik C) dibandingkan dengan apabila tidak diambil kebijakan moneter ekspansip
(perekonomian akan bergerak seperti pada pola garis tidak patah-patah).
Kegiatan ekonomi terus meningkat dan inflasi mungkin dapat timbul. Untuk
mencegahnya, maka diambil kebijakan moneter yang restriktip. Karena adanya lag,
maka efeknya terasa pada waktu kegiatan ekonomi menurun, dan bahkan
menurunnya lebih tajam (titik D). Dengan demikian tampak dengan jelas, bahwa
kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk menstabilkan perekonomian justru
berakhir dengan ketidakstabilan. Garis patah-patah menggambarkan gerak gelombang
kegiatan perekonomian sebagai akibat adanya kebijakan moneter, yang lebih tidak
stabil dibandingkan tanpa kebijakan moneter.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Milton Friedman menyarankan aturan
bahwa penambahan jumlah uang beredar dilakukan secara ekonomi. Tentukan tingkat
pertambahan jumlah uang tertentu dan biarkan tanpa dirubah. Sebab kalau
pertambahan jumlah uang ini dirubah-rubah sesuai dengan kegiatan ekonomi
(ditambah pada masa resesi) maka yang timbul adalah ketidakstabilan dalam
perekonomian, seperti pada gambar di atas. Dengan aturan seperti yang disarankan
Friedman ini maka dapat dihindarkan adanya masalah lag serta kesalahan dalam
2.6. Model IS-LM
Koordinasi antara kebijakan moneter, fiskal dan pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dari model keseimbangan IS-LM (Nopirin, 2000).
1. Model IS
Model IS adalah model ekonomi yang menggambarkan hubungan antara tingkat
bunga dan pendapatan yang sesuai dengan keseimbangan dipasar barang.
Berikut beberapa model ekonomi makro dalam keseimbangan pasar barang :
Fungsi konsumsi C = a + b (Y-T)... (1)
Fungsi pajak T = e + t (Y)... (2)
Fungsi investasi I = d-n (r)... (3)
Pengeluaran pemerintah G = G... (4)
Indentitas pendapatan nasional Y = C + I + G... (5)
Dimana :
Y : Pendapatan nasional tahun t
C : Konsumsi tahun t
I : Investasi tahun t
G : Pengeluaran pemerintah tahun t
T : Pajak tahun t
R : Tingkat bunga tahun t
a, e, d : Konstanta
Jika persamaan (2) disubstitusikan kedalam persamaan (1) maka didapatlah
nilai Ct. Lalu persamaan (1), (3) dan (4) disubstitusikan kedalam persamaan (5) maka
didapatlah persamaan IS, yaitu :
r
Model LM mencerminkan hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan
dipasar uang. Model LM diadopsi dari permintaan uang Keynes, dimana permintaan
uang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga (Nopirin, 2000) :
Md = f (Y,r)
MD = F-h (r) + k (Y)...(7)
Faktor pendapatan relevan dengan adanya motif permintaan uang Keynes yaitu
permintaan uang untuk bertransaksi dan berjaga-jaga. Sedangkan tingkat bunga
berkaitan dengan motif permintaan uang untuk berspekulasi.
Sedangkan Fungsi penawaran uang adalah :
Ms = M...(8)
Dimana kondisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang adalah :
Gabungan antara fungsi permintaan dan penawaran uang disebut model LM, yaitu :
3. Model Keseimbangan IS-LM
Untuk mencari keseimbangan IS dan LM, substitusikan persamaan (11) ke
dalam persamaan (6), lalu didapat :
(
)
( ( ))Dari persamaan tersebut dapat dilihat koordinasi antara kebijakan fiskal dan
moneter, dimana, pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari kebijakan fiskal (G) dan
kebijakan moneter (M). Secara singkat dapat ditulis :
2.7. Implimentasi Kebijakan Moneter a. Masalah Dalam Implimentasi
Penentuan tujuan kebijakan moneter seperti pertumbuhan ekonomi serta neraca
pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijakan
moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan, terutama dalam hal
implimentasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa penguasa moneter harus
menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijakan, seperti
misalnya output, employment serta harga. Kedua, mereka harus menentukan
bagaimana caranya mengatur / mengubah instrument kebijakan moneter (seperti
cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan
/ sasaran kebijakan moneter tercapai.
Bagi Bank Sentral akan mengalami kesulitan di dalam mengatur kebijakan
moneter dikarenakan kurangnya informasi atau kurangnya kepastian mengenai proses
implimentasi kebijakan moneter. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini
beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang indicator serta
target operasional dari implimentasi kebijakan moneter.
Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkaitan dengan
masalah implimentasi, yakni pertama bagaiman efek kebijakan terhadap tujuan yang
ingin dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaran atau belum. Suatu indikator
diperlukan untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka
harus mengubah / memanipulasi instrument kebijakan moneter supaya tujuan /
b. Indikator Dalam Implimentasi Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan
informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak ke
arah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan variabel moneter yang
secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijakan moneter terhadap
perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan)
antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijakan moneter. Perubahan sektor
riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator.
Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijakan moneter
itu sejalan / menuju kesasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa
moneter dapat mengubah instrument kebijakan moneter. Dengan demikian indikator
ini memberikan informasi apakah sasarannya akan tercapai atau tidak.
c. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap
hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijakan jual-beli
surat berharga (open market operation). Beberapa syarat harus dipenuhi agar supaya
sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional, antara lain :
1. Bank Sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang
2. Bank Sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara
merubah instrument kebijakan moneter.
3. Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.
2.8. Pertumbuhan Ekonomi 2.8.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi i.Teori Ekonomi Klasik
Orang yang pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis adalah
Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya An
Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Inti ajaran
Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan
kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan.
Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan
ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi
apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada
pengangguran, hal itu bersifat sementara.
Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas
pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong
pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun
keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat “aturan main”
yang memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana sehingga
aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu mendapat keuntungan yang
memadai (tidak hanya sekadar keuntungan minimum) agar dapat mengakumulasi
modal dan membuat investasi baru, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru.
Terhadap pemikiran Smith, perlu dicatat pendapat Schumpeter (1911) dalam bahasa
Jerman, 1934 dalam bahasa Inggris), yang mengatakan bahwa posisi stasioner tidak
akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi.
Sebagai akibat depresi ekonomi dunia tahun 1929-1932, pandangan Smith
kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin
pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan
dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah
uang beredar), dan pengawasan langsung. Ahli ekonomi setelah itu ada yang
mendukung dan memperluas pandangan Keynes. Kedua kelompok ini tetap
mengandalkan mekanisme pasar.
Perbedaannya adalah ada yang menginginkan peran pemerintah yang cukup
besar tetapi ada pula yang menginginkan peran pemerintah haruslah sekecil mungkin.
Walaupun berbeda, kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas
negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada
kaitan dengan tingkat saving dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa
Belakangan disadari bahwa pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan
jasa yang melayani kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat
menanganinya apabila tidak diberi hak khusus. Misalnya pembangkit tenaga listrik,
telepon dan air minum. Swasta mungkin berminat menyediakan fasilitas ini apabila
diberi hak monopoli dan karena hal itu mungkin tidak diterima oleh masyarakat dan
penanganannya diambil alih oleh pemerintah. Atau, kalaupun itu dikelola oleh swasta
harus diawasi oleh pemerintah.
Hal lain yang dianggap wajar pemerintah ketika turun tangan adalah mengatur
stok pangan agar tercipta harga yang stabil. Dalam kerangka ekonomi wilayah, ada
pandangan Smith yang tidak bisa diterapkan sepenuhnya, misalnya tentang lokasi
dari kegiatan ekonomi tersebut. Sesuai dengan tata ruang yang berlaku maka lokasi
dari berbagai kegiatan sudah diatur dan kegiatan yang akan dilaksanakan harus
memilih diantara lokasi yang diperkenankan.
Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih
banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi
kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang
diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang
dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain
sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan
ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan
prosedur penanaman modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif
sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, teori Smith akan tumbuh subur
pada kondisi pasar sempurna. Kondisi pasar sempurna untuk semua transaksi
memang sulit diwujudkan, namun pemda harus berusaha untuk membuat kondisi
pasar mengarah ke kondisi pasar sempurna. Pemda tidak memberi hak monopoli
(penjual tunggal) atau monopsoni (pembeli tunggal) kepada pihak swasta atas dasar
lisensi, serta informasi tentang pasar disebarluaskan kepada masyarakat.
ii. Teori Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu bersamaan oleh Harrod (1948) di
Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Di antara mereka menggunakan proses
perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya
dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini
melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi
statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).
Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :
1. Perekonomian bersifat tertutup
2. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan
3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta
4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan
produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat
keseimbangan sebagai berikut :
g = K = n,
Dimana :
g : Growth (tingkat pertumbuhan output)
K : Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan
tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal-output).
Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka :
V
Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. Hal ini
lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh. Misalnya, perekonomian
berada dalam kapasitas penuh dengan total pendapatan (Y) = 1.000 triliun rupiah.
1.000 triliun rupiah = 200 triliun rupiah. Misalnya rasio modal-output adalah 5 : 1
(diperlukan modal Rp.5,00 agar terdapat kenaikan produksi sebesar Rp.1,00 per tahun
atau produktivitas modal = 0,20. Besarnya kenaikan output adalah I/v = 200/5 = 40
triliun rupiah. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi adalah
% 4 000
. 1
40
= =
triliun triliun g
Akan tetapi, hal ini hanya tercapai apabila laju pertumbuhan tenaga kerja juga
4%. Contoh diatas dapat dilihat dari sisi lain. Misalnya, kita menginginkan
pertumbuhan ekonomi 5% atau ada kenaikan output sebesar 1.000 triliun rupiah x
0,05 = 50 triliun rupiah. Hal ini berarti investasi haruslah sebesar 50 triliun rupiah x
(v) = 50 triliun rupiah x 5 =250 triliun rupiah. Artinya, tingkat tabungan harus
dinaikkan dari 0,20 menjadi 0,25 atau kekurangannya harus dipinjam dari luar.
Karena s,v,dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup, sulit
tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya
berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi,
kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya
investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan
barang.
Untuk perekonomian daerah, Richardson (Robinson Tarigan, 2003)mengatakan
kekakuan diatas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat
diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah
kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah.
Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas
penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan
yang tidak terinvestasikan secara lokal dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang
tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa
yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat
menyeimbangkan n dan g. Jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya
menjadi sedikit longgar.
Syarat statistik bagi perekonomian terbuka :
S + M = I + X dapat dirumuskan menjadi :
Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah i dapat dirumuskan sebagai impor
daerah-daerah lain.
Ekspor daerah i = total impor daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal
propensity to impor) daerah-daerah j dari daerah I dikalikan dengan tingkat
Dengan demikian, Richardson dalam Tarigan merumuskan persamaan
pertumbuhan suatu wilayah adalah :
i
Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gi tinggi,
dikehendaki agar : sI (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi, ekspor = kecil,
vi (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang kecil dapat
meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor
kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau
arus masuk dari setiap faktor di atas.
Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja
interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan
tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang.
Dalam praktiknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan
menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah dan hal ini
membuat pertumbuhan antardaerah menjadi pincang. Artinya, daerah yang maju kian
maju dan yang terbelakang akan makin ketinggalan.Jadi, pertumbuhan antar daerah
akan mengarah kepada heterogenous (makin pincang).
Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi wilayah yang masih
terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Dalam kondisi seperti
ini, biasanya barang modal sangat langkah sehingga sulit melakukan konversi antara
barang modal dengan tenaga kerja. Untuk wilayah seperti itu, bagi sektor yang hasil
produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor (karena biaya
angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan produksi
mengakibatkan produk tidak terserap oleh pasar lokal dan tingkat harga turun drastis
sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu, lebih baik mengatur pertumbuhan
berbagai sektor secara seimbang. Dengan demikian, pertambahan produksi di satu
ii.Teori Pertumbuhan Neoklasik
Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M.Solow (1970) dari
Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan
menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi,
dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model
Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya.
Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan
adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian,
syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif
disebabkan kemungkinan subsitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti
adanya fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan
pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori
Neoklasik.
Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal,
bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini
terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita
meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu.
Yi = fi (K,L,t)
Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson(RobinsonTarigan,
2003)kemudian menderivasikan rumus di atas menjadi sebagai berikut :
Yi = ai ki + (1-ai) ni + T
Di mana :
Yi = besarnya output
ki = tingkat pertumbuhan output
ni = tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Ti = kemajuan teknologi
a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal
(1-a) = bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal
Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang
menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment). Dengan
demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa :
p K Y a MPK
i i i i = =
MPKI = Marginal productivity of capital
Jika p sudah tertentu dan a konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan tingkat
yang sama.
∑
∑
= = =1
1 i
i i
i S
I
(walaupun di suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi).
Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih
kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal
productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari
marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal
tenaga kerja (K/L).
Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi
produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah riil yang
tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah terdapat upah
riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal akan mengalir dari
daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan
balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi.
Sebaliknya, tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah
tinggi. Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor
produksi di semua daerah sama. Dengan demikian, perekonomian
regional/pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin
sama).
Teori neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi
selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,
kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan
termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus
barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebarluasan informasi pasar.
Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kestabilan politik. Demikian pula model
Neoklasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mutu SDM adalah
menyangkut keahlian dan moral, dan moral sangat dipengaruhi oleh aturan main yang
berlaku. Hal khusus yang perlu dicatat bahwa model Neoklasik mengasumsikan I = S.
Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka menyimpan uang kontan dalam
jumlah besar di rumah (bukan di bank) tanpa tujuan khusus, dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Paham neoklasik melihat
peran kemajuan teknologi/inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan
masyarakat, agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat. Analisis lanjutan
dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan
yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan
iii. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan
Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955).
Setiap negara/wilayah perlu melihat sector/komoditi apa yang memiliki potensi besar
dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena
sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan.
Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sector tersebut dapat memberikan
nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relative singkat
dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya
terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar
negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang
sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.
Mensinergikan sector-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan
saling mendukung. Misalnya usaha perkebunan yang dibuat bersinergi dengan usaha
peternakan. Rumput/limbah perkebunan dapat dijadikan makanan ternak, sedangkan
teletong/kotoran ternak bisa dijadikan pupuk untuk tanaman perkebunan. Contoh lain
adalah usaha pengangkutan dan usaha perbengkelan. Dengan demikian, pertumbuhan
sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya.
Menggabungkan kebijakan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan
sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
Selain itu, perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi (Schumpeter
dan lain-lain) yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sangat ditentukan oleh
mampu melihat peluang dan berani mengambil resiko membuka usaha baru maupun
memperluas usaha yang telah ada.
Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha tersedia lapangan kerja
tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Angkatan
kerja yang tidak tertampung dapat menciptakan instabilitas keamanan sehingga
investor tidak berminat melakukan investasi dan ekonomi menjadi mandek.
Perekonomian yang mandek membuat makin banyak pencari kerja tidak tertampung
sehingga instabilitas bertambah parah. Apabila jaminan keamanan berusaha sudah
tidak ada, investor yang sudah ada pun akan merelokasi usahanya. Apabila hal ini
terjadi akan terjadi depresi ekonomi dan kemakmuran menjadi menurun.
2.8.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dan hasil
pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana mengupayakan
terciptanya pemerataan kesempatan dan pembangunan hasil-hasil pembangunan
dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak
produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu
sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke
tahun tergambar melalui penyajian PDB atas harga konsumen secara berkala, yaitu
pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian,
sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya
disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya
pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktifitasnya kegiatan yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung
meningkatkan produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Kuznets dalam Sirojuzilam(2005:5) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis yang diperlukan”.
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai
kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan
pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari
tahun ke tahun atau dapat diformulasikan sebagai berikut :
GNP
2.8.3. Komponen Utama Pertumbuhan Ekonomi
Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. Akumulasi Modal
Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari
pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar ouput
dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaam pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan
bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu daerah (yakni,
nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas
Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan
berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur” ekonomi dan
sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan-jalan raya, penyediaan listrik,
persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi dan
sebagainya, yang kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan
mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif. Sebagai contoh, investasi
yang dilakukan oleh seorang petani sayuran berupa pembelian sebuah traktor baru
pasti dapat meningkatkan produksi sayurannya. Tetapi tanpa fasilitas transportasi
(jalan dan/atau kenderaan) yang memadai guna mengangkut tambahan produksi
tersebut ke pasaran, maka investasi sang petani tersebut tidak akan banyak menambah
produksi pangan.
Di samping investasi yang bersifat langsung seperti itu, banyak cara yang
bersifat tidak langsung untuk menginvestasikan dana dalam berbagai jenis sumber
daya. Pembangunan sistem irigasi akan dapat memperbaiki kualitas tanah pertanian
serta meningkatkan produktivitas lahan per hektar. Jika 100 hektar tanah irigasi dapat
memproduksi output yang sama jumlahnya dengan yang dihasilkan oleh 200 hektar
tanah tanpa irigasi, maka itu berarti pembangunan sistem irigasi tersebut
sesungguhnya telah melipatgandakan “kuantitas” tanah.
Demikian pula, penggunaan pupuk buatan dan pestisida juga akan
meningkatkan produktivitas lahan-lahan pertanian. Semua bentuk investasi tersebut
Dampak positif peningkatan seluruh stok tanah yang produktif, untuk berbagai
keperluan, sebenarnya identik dengan pembuka lahan-lahan pertanian baru.
Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan
kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang
sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus
bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan
dalam kerja atau magang, kursus-kursus, dan aneka pendidikan informal lainnya
perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya
manusia yang terampil melalui investasi langsung dalam pembangunan serta
pengadaan gedung-gedung, peralatan dan bahan baku (misalnya, buku-buku,
proyektor film, komputer, peraltan ilmiah, serta alat-alat dan mesin pendidikan
kejuruan seperti mesin bubut dan gerinda).
Pendidikan guru yang bermutu dengan kurikulum yang tepat dan relevan, sama
halnya dengan penyediaan buku-buku ekonomi yang baik, pasti akan dapat
meningkatkan kualitas, kepemimpinan dan produktivitas tenaga kerja.Segenap
kegiatan yang dijelaskan diatas merupakan bentuk-bentuk investasi yang menjurus ke
akumulasi modal. Akumulasi modal akan menambah sumber daya baru (contohnya,
pembukaan tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas
sumber daya yang sudah ada (misalnya, perbaikan sistem irigasi, pengadaan pupuk,
pestisida).
Satu hal penting yang harus dipahami di sini adalah, bahwasanya untuk
konsumsi sekarang dan konsumsi mendatang. Artinya, pihak-pihak pelaku investasi
harus bersedia mengorbankan atau mengurangi konsumsi pada saat sekarang ini demi
memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari.
b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa
tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai
salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja
yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih
besar.
Positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan
ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang
bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga
kerja tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat
dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor-faktor penunjang, seperti
kecakapan manajerial dan administrasi.
Pada tingkat penguasaan teknologi tertentu dan jumlah sumber daya manusia
dan modal fisik yang tertentu pula, kurva kemungkinan-produksi memperlihatkan
jumlah output maksimum yang berupa kombinasi dua jenis komoditi, misalnya saja,
sumber daya yang tersedia dalam perekonomian yang bersangkutan benar-benar
digunakan secara penuh dan efisien.
P1
Radio
P
0 P P1 Beras
Gambar 2.2 : Dampak kenaikan sumber daya manusia dan fisik
Gambar 2.2 terlihat bahwa peningkatan kuantitas sumber daya sampai dua kali
lipat itu akan menggeser kurva kemungkinan-produksi ke luar secara sejajar, dari P-P
ke P1-P1.
c. Kemajuan Teknologi
Dalam pengertiannya yang paling sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena
pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti kegiatan menanam jagung, membuat pakaian
atau membangun rumah.
Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :
a. kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral techonological progress)
b. kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving techonological
progress)
c. kemajuan teknologi yang hemat modal (capital-saving technological
progress).
Kemajuan teknologi yang netral (neutral techonogical progress) terjadi apabila
teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi
dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang
sederhana seperti pengelompokkan tenaga kerja (semacam spesialisasi) yang dapat
mendorong peningkatan output dan kenaikan konsumsi masyarakat, adalah
contohnya.
Ditinjau dari sudut analisis kemungkinan produksi, perubahan teknologi yang
netral, yang dapat melipatgandakan output secara konseptual, artinya teknologi yang
mampu melipatgandakan semua input produktif.Sementara itu, kemajuan teknologi
dapat berlangsung sedemikan rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau
tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh
Penggunaan komputer elektronik, mesin tekstil otomatis, bor listrik
berkecepatan tinggi, traktor dan mesin pembajak tanah, dan banyak lagi jenis mesin
serta peralatan modern lainnya, dapat diklasifikasikan sebagai kemajuan teknologi
yang hemat tenaga kerja (laborsaving technological progress).
Sedangkan kemajuan teknologi hemat modal (capital-saving technological
progress) merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir
semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di
negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja, dan bukan untuk menghemat
modal.
2.8.4 Metode Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengukur pendapatan total
setiap orang dalam perekonomian (Mankiw,2000, hal:72).
Untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi data PDB yang digunakan
adalah data PDB atas dasar harga konstan, sebab pengaruh perubahan harga terhadap
nilai PDB (atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan (Triyanto, 1990, hal : 36).
Adapun cara perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
menggunakan formula :