• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Siproheptadin Sebagai Terapi Profilaktik Migren Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Siproheptadin Sebagai Terapi Profilaktik Migren Pada Anak"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI

PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK

TESIS

ZULKARNAIN 047103016/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

(2)

EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ZULKARNAIN 047103016

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Efektivitas siproheptadin sebagai terapi profilaktik

migren pada anak

Nama : Zulkarnain

Nomor Induk Mahasiswa : 047103016

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K)

Anggota

Dr. Supriatmo, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 9 September 2008

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 18 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K) ...

Anggota : 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ...

2. Prof. Dr. Darul Kutni, SpS(K) ...

3. Dr. Ridwan M Daulay, SpA(K) ...

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr. Supriatmo

SpA(K), dan pembimbing lainnya Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis,

SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran

yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian

(7)

2. Dr. Yazid Dimyati, SpA dan Dr. Johannes H Saing, SpA yang telah

sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam

menyelesaikan penelitian serta tesis ini

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan

Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),

sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode

2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2006-2009, yang telah memberikan bantuan dalam

penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) dan Dr. Muhammad Ali, SpA(K)

yang sudah membimbing saya dalam banyak hal dan saran serta kritik

yang sangat membangun dalam menjalani pendidikan ini

6. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran

dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,

(8)

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis

Anak di FK- USU

8. Para kepala sekolah dan guru-guru Sekolah Menengah Pertama

(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan

setingkat SMP dan SMA, meliputi SMP Negeri 34, SMP Swasta

Bhayangkari, SMP dan SMK Taman Siswa, serta SMU, STM, SMEA,

Tsanawiyah UMN Al-Washliyah, SMU I UNIVA, SMU Muallimin UNIVA

dan SMU PGA UNIVA yang telah memberikan izin dan fasilitas pada

penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

9. Dina Lyfia, Rina Saragih, Natasha Manurung, Beby Sofiani Hsb, Nora

Sovira, Leon Agustian dan Mirda Zulaicha yang selama empat tahun

bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS DIKA

terutama Ade Rahmat, Pranoto Trilaksono, Elvina Yulianti, Astri

Nurhayati, Athaillah dan semua pihak yang telah memberikan bantuan

dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Teristimewa untuk isteri tercinta Lily Asri Nasution dan kedua ananda

tersayang Aditya Achmad Fawwaz dan Rafa Nabila Haifa, terima kasih atas

doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada yang tercinta orangtua, H.M. Thamrin S Pane, dan Hj.

Rosmala Manurung (Almh) serta mertua Amrin Nasution (Alm) dan Naimah

Lubis serta semua abang, kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan,

(9)

pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari

Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, September 2008

(10)

DAFTAR ISI

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 22 3.3. Populasi penelitian 22

3.4. Perkiraan Besar Sampel 22

3.5. Kriteria Penelitian 24

3.6. Persetujuan/Informed consent 24 3.7. Etika Penelitian 25

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 26

3.9. Identifikasi Variabel 26

3.10. Definisi Operasional 27

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 28 BAB 4. HASIL PENELITIAN 29

(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 38

6.2 Saran 39

Ringkasan 40

Daftar Pustaka 42 Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan 46

2. Lembar Penjelasan 47

3. Lembar Kuesioner 49

4. Pediatric Migraine Disability Assessment 50

5. Lembar Persetujuan Komite Etik 51

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian 30

Tabel 2. Frekuensi dan beratnya migren 31

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.3. Patofisiologi dan target terapi migren 8

Gambar 2.4. Serangan migren 11

Gambar 2.8. Rumus kimia siproheptadin 19

Gambar 2.10 Kerangka konsep penelitan 21

Gambar 3.8. Alur Penelitian 26

(14)

DAFTAR SINGKATAN

PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment

(15)

DAFTAR LAMBANG

α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

n : Jumlah subjek / sampel

P : Proporsi

P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I

P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II

Q : 1 – P

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

zα : Deviat baku normal untuk α

zβ : Deviat baku normal untuk β

p : Tingkat kemaknaan

X2 : Kai kuadrat

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

≥ : Lebih besar dari

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang. Migren menyebabkan nyeri kepala berulang pada anak. Manfaat siproheptadin diketahui baik sebagai antihistamin, tetapi hanya sedikit penelitian tentang efek obat sebagai terapi profilaksis migren pada anak.

Tujuan. Untuk mengetahui efektivitas siproheptadin sebagai terapi profilaktik migren pada anak

Metode. Penelitian secara uji klinis randomisasi dengan kontrol plasebo dilaksanakan di kota Medan, propinsi Sumatera Utara. Sebanyak 100 anak penderita migren yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel penelitian. Pasien dibagi kedalam dua kelompok: masing-masing diberi siproheptadin atau plasebo selama 12 minggu. Frekuensi nyeri kepala dinilai dengan hari per bulan, durasi dalam jam dan disabilitas menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment

(PedMIDAS). Manfaat obat dinilai dan dibandingkan sebelum intervensi dan bulan 1,2 dan ke 3 setelah intervensi

Hasil. Terdapat 100 anak menderita migren usia 11 sampai 18 tahun (rata-rata 15,5 tahun), yang mendapat siproheptadin atau plasebo. Frekuensi dan durasi migren per bulan dinilai dengan catatan harian nyeri kepala setiap bulan. Terdapat perbedaan signifikan derajat PedMIDAS pada kedua kelompok (p < 0,05). Frekuensi dan durasi nyeri kepala per bulan berbeda signifikan setelah terapi (siproheptadin p=0,009, 95% CI: 0,001 sampai 0,030 dan p= 0,029, 95% CI: 0,690 sampai 27,510), dibanding kelompok plasebo (p > 0,05), namun terdapat efek samping siproheptadin sebanyak 73%

Kesimpulan. Siproheptadin efektif sebagai alternatif terapi profilaksis migren pada anak, namun tetap harus mempertimbangkan efek samping obat.

(17)

ABSTRACT

Background. Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of cyproheptadine is well known as antihistamine, but there are few studies involving the drug’s effect in pediatric migraine.

Objective. To determine the effectiveness of cyproheptadine in the prophylactic treatment of childhood migraine.

Methods. A randomized placebo-controlled clinical trial study was performed at Medan, province of Sumatera Utara. 100 children with migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. The patients were divided into two groups; each group was given 4 mg of cyproheptadine or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and Functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment (PedMIDAS). The efficacy was measured before intervention and 1,2 and 3 months after intervention.

Results. A total of 100 patients, ranging in age from 11 – 18 years (mean age, 15,5 years), were treated with cyproheptadine or placebo for headache. Mean headache attacks per month with daily diaries were calculated at monthly intervals. Compared to baseline, there was significant difference on PedMIDAS grading of migraines in both groups (p < 0,05). Headache frequency and duration per month were significantly difference after treatment (cyproheptadine p=0.009, 95% CI: 0.001 to 0.030 and p= 0.029, 95% CI: 0.690 to 27.510), compared to placebo group (p > 0.05), but there are side effect of cyproheptadine until 73%

Conclusion. Cyproheptadine appears to be effective as alternative prophylactic treatment of childhood migraine. The pediatricians should consider the significant side effects of this drug

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia

(greatest shared human affliction). Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah

mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang mengganggu pelajaran

ataupun produktivitas pekerjaannya dalam satu tahun.1,2 Nyeri kepala

merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan anak sering dirujuk ke

ahli neurologi anak.3 Insiden nyeri kepala pada anak dan remaja berkisar antara 20% sampai 55%. Ditemukan adanya peningkatan pada usia

menjelang remaja, yaitu dari sekitar 37% sampai 51% pada umur 7 tahun

menjadi 57% sampai 82% pada umur 15 tahun. Anak laki-laki lebih sering

mengalami nyeri kepala dibandingkan anak perempuan, kemungkinan karena

anak laki-laki lebih sering mengalami trauma kapitis.1,3,4

Menurut The World Federation of Neurology, migren adalah suatu

kelainan yang bersifat familial dengan adanya serangan nyeri kepala yang

berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi.1 Sampai umur 10 tahun migren lebih banyak mengenai anak laki-laki, namun setelah

umur tersebut migren lebih sering ditemukan pada anak perempuan.

Menjelang menstruasi terjadi kenaikan jumlah migren pada perempuan

(19)

kadar estrogen dan pelepasan prostaglandin. Faktor pencetus lain adalah

ketegangan fisik-mental dan trauma kapitis.1,3

Pada umumnya serangan migren bersifat unilateral, berdenyut,

disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik setelah tidur.

Pada beberapa kasus dapat disertai gangguan emosi, neurologi atau

gangguan penglihatan. Migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling

penting dan paling sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran

anak di sekolah.2-4 Migren merupakan fenomena umum pada anak namun

masih sedikit diteliti, dan sering dijumpai kesalahan diagnosa ataupun tak

terdiagnosa, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup anak.5 Menurut

World Health Organization (WHO) suatu migren yang berat dapat

menyebabkan ketidakmampuan seperti kuadriplegia, psikosis dan

dementia.6,7 Suatu penelitian melaporkan peningkatan insiden migren pada anak yang luar biasa selama lebih dari 30 tahun yang disebabkan terjadinya

perubahan pola hidup anak. 8

Penatalaksanaan migren dapat dengan metode nonfarmakologik

maupun farmakologik. Terapi nonfarmakologik seperti menghindarkan faktor

pencetus serta pengaturan pola hidup dan kebiasaan. Pengobatan dengan

farmakologik meliputi pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaktik).4 Pengobatan akut bertujuan untuk menghentikan serangan migren dengan

segera, atau mengurangi nyeri kepala yang telah mulai, sehingga penderita

(20)

diberikan sewaktu tidak ada nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi

frekuensi, durasi dan beratnya serangan migren sehingga meningkatkan

kualitas hidup penderita dan dapat meningkatkan respon pengobatan

serangan akut migren.4,10-12 Pada pasien dengan serangan migren yang

sering dan berat, maka kedua jenis pengobatan ini diberikan secara

bersamaan.12 Pengobatan profilaktik serangan migren pada anak sulit

dimengerti dan masih sedikit diteliti. Beberapa sumber merekomendasikan

obat-obatan yang sering dipakai pada dewasa dengan dosis yang

disesuaikan untuk anak sebagai pengobatan profilaktik serangan migren.5,12 Pada hampir dua pertiga penderita terjadi pengurangan frekuensi migren

dengan obat preventif sampai 50%.5,6

Beberapa konsorsium neurologi menilai siproheptadin bermanfaat

untuk pencegahan migren pada anak dan dewasa seperti rekomendasi

American Academy of Neurology (AAN), namun beberapa kolegium lain

belum merekomendasikan disebabkan belum mempunyai high-quality

evidence.12,13 Siproheptadin sebagai antihistamin yang bermanfaat untuk profilaktik migren sudah sangat berkembang penggunaannya pada anak,

namun belum mempunyai data yang memadai, seperti halnya penggunaan

sodium valproat, topiramat dan amitriptilin yang telah banyak

direkomendasikan.14-17

Penelitian terapi pencegahan migren pada anak belum banyak

(21)

Siproheptadin obat yang relatif terjangkau masyarakat dan sering digunakan

oleh dokter. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian uji klinik untuk melihat

manfaat siproheptadin yang diberikan pada anak penderita migren dengan

menilai frekuensi, durasi dan beratnya serangan migren sebelum dan

sesudah terapi

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: Apakah siproheptadin bermanfaat sebagai

terapi profilaktik serangan migren pada anak

1.3.Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah siproheptadin bermanfaat sebagai

pencegahan serangan migren pada anak

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah siproheptadin bermanfaat

sebagai terapi untuk mencegah serangan migren pada anak

1.5.Manfaat penelitian

- Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat siproheptadin

(22)

pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat mengurangi

jumlah ketidakhadiran anak di sekolah karena menderita migren.

- Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan alternatif obat

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Migren sebagai nyeri kepala primer

Secara klinik the International Headache Society (IHS-2) 2004 membagi nyeri

kepala pada dua klasifikasi yaitu nyeri kepala primer seperti migren, nyeri

kepala kluster dan nyeri kepala tipe tension serta nyeri kepala sekunder yang

timbul berdasarkan sebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,

penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan

metabolik.2-4,14

Migren adalah gangguan sakit kepala neurobiologik sangat lazim yang

mungkin berkaitan dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi

dari sistem trigeminal vaskular.2,11 Akhir-akhir ini ada bukti bahwa migren adalah suatu gangguan yang diturunkan, dengan gejala yang khas berupa

nyeri kepala vaskuler dengan berbagai derajat nyeri dan berulang, disertai

fotofobia, gangguan tidur dan juga depresi.1,4

Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,

mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu

bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi

difus, dan biasanya lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan

intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita

(24)

dan muntah pada sekitar 50% penderita yang biasanya terjadi sewaktu

serangan, disertai anoreksia dan intoleransi makanan, dan pada beberapa

anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia, yang biasa menyertai

nyeri kepalanya. 2,4,15,16

2.2. Jenis migren

Migren tanpa aura (common migraine) yaitu nyeri kepala di daerah

frontal bilateral atau unilateral yang berdenyut, intensitas sedang atau berat

dengan lama serangan selama 1 sampai 72 jam. Biasanya anak sukar

melukiskan bentuk nyeri kepala ini secara tepat. Klinis seperti aura tidak

spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan mudah

tersinggung selama 30 menit sampai beberapa jam. Keadaan ini lebih sering

disertai oleh mual dan nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang

sering merupakan manifestasi satu-satunya pada anak pra-sekolah.1,2,4,17 Nyeri kepala migren tanpa aura seringkali sukar dibedakan dengan nyeri

kepala oleh sebab lain. Pedoman jelas pada migren adalah anak tampak

sakit, ingin tidur dan tidak tahan cahaya terang atau suara keras.1,18

Migren dengan aura (classic migraine) yaitu suatu serangan nyeri

kepala menyerupai migren tanpa aura, berulang sekurang-kurangnya dua

kali, bersamaan atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara

(25)

Bila dibandingkan dengan migren umum, migren klasik lebih jarang

ditemukan pada anak dan remaja.4

Muntah siklik termasuk jenis migren yang tampak pada anak terutama

usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus

menerus, bisa 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan

diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis muntah siklik

ditegakkan bila pada eksplorasi tidak ada kelainan gastrointestinal yang

berarti dan ada riwayat keluarga migren.1,2,21 Migren abdominal juga terjadi pada anak, gejala yang timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah

abdomen secara episodik berulang yang berlangsung selama 1 sampai 72

jam diikuti gejala mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak

dalam keadaan normal. 1,21,23

2.3. Etiologi dan patogenesis

Penyebab migren belum diketahui secara pasti, namun faktor genetik

memegang peranan pada kepekaan seseorang untuk migren. Teori lain juga

menjelaskan tentang peranan neurovaskular serta faktor-faktor lain seperti

agregasi trombosit dan depresi penyebaran kortikal.2,4

2.3.1 Faktor genetik

Walaupun migren suatu istilah yang dipakai untuk suatu nyeri kepala

(26)

menunjukkan bahwa migren suatu penyakit yang diturunkan secara dominan.

Terdapat suatu transmisi genetik, dengan suatu pola yang autosomal

dominan, atau suatu komponen genetik untuk mencetuskan suatu serangan

migren, yaitu suatu faktor intrinsik dari otak.1,3,4,21 Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren yaitu FHM1 (kode gen pada

lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen pada lengan panjang kromosom)

21,24

Faktor keturunan berperan dalam patofisiologi migren juga tampak dari

banyaknya pasien yang mempunyai keluarga yang juga migren. Tetapi faktor

keturunan ini tidak selalu menentukan, ada juga anak yang mempunyai

predisposisi demikian, tetapi baru mendapat serangan migren bila ada

faktor-faktor lain yang memicunya, misalnya faktor-faktor lingkungan.24,25

2.3.2 Faktor neurovaskular

Teori neurovaskular melibatkan dua sistem yaitu sistem saraf dan

pembuluh darah perifer. Pada penderita migren terdapat nyeri intrakranial

disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga

bukan hanya adanya iritasi serat nyeri perifer yang terdapat di pembuluh

darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi sel saraf

sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang

(27)

Gambar 2.3. Patofisiologi dan target terapi migren 20

Nervus trigeminus berperan sebagai mediator pada batang otak dalam

proses migren (gambar 2.3).20 Terdapat dua komponen yang penting pada

nervus trigeminus, yaitu bagian perifer dan sentral. Bagian perifer mengirim

signal dari area di kepala kedalam batang otak, dimana terjadi sinaps

pertama dalam nukleus trigeminus kaudalis. Bagian dari nervus trigeminus

yang terletak distal dari nukleus trigeminus kaudalis merupakan bagian

perifer dari sirkuit, sedangkan bagian sentral termasuk neuron yang

menghubungkan nukleus trigeminus kaudalis dengan talamus ke korteks

serebri. 20,26,27

Terdapat disfungsi atau sensitisasi nervus trigeminus pada pembuluh

darah meningeal yang terletak intrakranial serta juga pembuluh darah

(28)

calcitonin gene related peptide (CGRP) yang merupakan vasodilator kuat.7 Sensitisasi menyebabkan suatu neuron telah berubah dari keadaan normal

menjadi abnormal atau berada dalam suatu tingkat sensitisasi. Sensitisasi

dapat perifer atau sentral. Suatu keadaan yang dianggap sebagai marker dari

sensitisasi sentral adalah alodinia kutaneus. Alodinia menggambarkan suatu

kejadian nyeri oleh suatu stimulus yang biasanya tidak menyebabkan nyeri,

sekitar 80% penderita migren menderita alodinia selama serangan. Disfungsi

nervus trigeminus yang menyebabkan migren juga terjadi pada ketiga

cabangnya, yaitu oftalmikus, maksilaris dan mandibularis, yang membuat

sinaps di nukleus trigeminus kaudalis. 21,27,28

Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti

ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia

pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial

dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah

kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di

batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat

pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung

pada faktor emosi dan psikososial. 21,27,28

Pada proses agregasi trombosit, serotonin dalam darah yang diangkut

trombosit dilepas ke dalam darah, yang membuat trombosit lain lebih peka

terhadap induktor seperti adrenalin. Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau

(29)

Migren tanpa aura mungkin sekali disebabkan depresi penyebaran kortikal,

yaitu suatu gelombang depolarisasi dari neuron dan sel-sel glia yang meluas

keseluruh korteks serebri. 2,21,26

2.4. Faktor Pencetus Migren

Beberapa faktor yang mempengaruhi atau menjadi predisposisi

terjadinya migren adalah riwayat keluarga menderita migren (genetik), usia

(lebih sering pada pubertas), menstruasi, terlambat makan, adanya

rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat), perubahan

cuaca, terlalu banyak atau kurang tidur dan stres.3,4

Gambar 2.4. Serangan migren 28

Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri

sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen

yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan

(30)

serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap

vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk

konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta

gangguan emosional dan fisik. 10,25,28

Migren terjadi bila ambang migren telah dilewati (gambar 2.4), dengan

stimulus yang ringan saja, seperti perubahan hormonal, cuaca atau hal-hal

yang tidak jelas terdefinisikan. Terdapatnya suatu ambang migren yang dapat

mencetuskan serangan migren seperti makanan, merupakan faktor-faktor

yang mendorong suatu penderita melewati ambang migren. 1,10,26,28

2.5. Gejala klinik migren

Gejala prodromal seperti mual, hilangnya penglihatan dalam sebagian

lapangan penglihatan dan aura selalu muncul setengah sampai satu jam

sebelum migren. Emosi dan ketegangan yang lama menyebabkan

vasospasme refleks dari beberapa arteri kepala, termasuk arteri yang

mensuplai otak itu sendiri. Spasme pembuluh darah itu menyebabkan

iskemia bagian otak, sehingga timbul gejala prodromal. Terjadi iskemia berat

berakibat dinding vaskuler lemah dan tidak dapat mempertahankan tonus

vaskuler selama 24 sampai 48 jam. Tekanan darah di dalam pembuluh darah

tersebut menyebabkan berdilatasi dan berpulsasi dengan hebat, dan terjadi

peregangan berlebihan dari dinding arteri termasuk arteri temporalis sehingga

(31)

Nyeri kepala berdenyut disebabkan beberapa proses tertentu

mencetuskan reaksi pada sistim noradrenergik batang otak melalui lokus

koruleus, sistem serotonergik melalui nukleus rafe dorsalis dan sistem

trigeminovaskular. Reaksi-reaksi tersebut menginduksi dilatasi arteri dan

anastomosa arteriovenosa pada sirkulasi kranial, selanjutnya menstimulasi

impuls sensorik perivaskular aferen dari nervus trigeminus. Sensasi nyeri

akan semakin meningkat akibat inflamasi neurogenik melalui pelepasan

retrograd neuropeptida vasoaktif dan lokal iskemia karena adanya hubungan

arteriovenosa. 3,10,21

Mual dan muntah disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada

pusat muntah di batang otak serta formasio retikularis lateral dari medulla

oblongata. Adanya stimuli sensoris seperti nyeri, bau dan ketakutan akan

timbul input stimuli pada area pencetus kemoreseptor di area basis ventrikel

empat. Nukleus traktus solitarius dan nukleus motorik dorsal dari vagus

sebagai pusat muntah secara bersamaan berfungsi mengkoordinasi antara

integrasi signal emesis yang muncul dan perbagai respon sensoris, viseral,

somatik dan otonom yang berhubungan dengan nausea dan muntah.26,27 Aura timbul disebabkan reaksi neuronal terhadap rangsangan yang

berlebihan pada korteks serebri, terutama di korteks oksipital dan timbul

proses depresi penyebaran kortikal yang menyebabkan gangguan aliran

darah. Aura pada migren berupa suatu gelombang eksitasi neuron dengan

(32)

sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air.

Penyebaran ini diikuti oleh gelombang penekanan neuronal pada tempat

yang sama. Pembuluh darah pada area ini secara simultan berdilatasi dan

kemudian konstriksi. 4,25,27

Depresi penyebaran kortikal adalah suatu depolarisasi membran

neuroglial yang mempunyai kontribusi pada aktivitas trigeminal. Dasar

neurokimiawi depresi penyebaran kortikal adalah lepasnya kalium dan atau

glutamat dari jaringan neuronal yang menimbulkan depolarisasi dan

melepaskan neurotransmitter. Timbulnya aura dan nyeri kepala dimulai dari

pengurangan aliran darah otak maksimal yang dimulai dari daerah oksipital

dan meluas ke korteks, hal ini berlangsung beberapa jam dan diikuti proses

hiperemia. Terapi profilaktik pada anak migren bermanfaat dalam mengurangi

insiden dan keparahan depresi penyebaran kortikal.10,26

Migren tanpa aura menunjukkan adanya perubahan kompensasi dan

komposisi kadar magnesium dan fosfolipid membran. Depresi penyebaran

kortikal pada migren tanpa aura hanya menyebar ke dalam area yang tidak

muncul secara klinis yaitu jaringan subkortikal seperti hipokampus dan

serebelum. Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang

sama, tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan

(33)

2.6. Diagnosa

Diagnosis migren umumnya didasarkan pada observasi klinis dan tidak

memerlukan uji diagnostik. Namun bila nyeri kepala bersifat kronis dan

diagnosis meragukan sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pencitraan untuk

menyingkirkan adanya kelainan organik.1-4,16 Kriteria diagnostik migren pada anak dapat ditegakkan berdasarkan kriteria International Headache Society

(IHS).4,14,21,29 Diagnosa klinik IHS sebagai standard baku emas migren sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang baik. 17

Diagnosa migren menurut IHS : 29 Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari

aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

(34)

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif (seperti

cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan

peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura

yang lainnnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit

D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

2.7. Terapi profilaktik

Pengobatan migren adalah akut (abortif) dan preventif (profilaktik).

Pengobatan akut tergantung dari pemilihan anak terhadap beratnya serangan

dan timbulnya gejala komorbid serta respon anak terhadap migren. Tujuan

prevensi migren adalah untuk mengurangi frekwensi, berat dan lamanya

serangan migren dan memperbaiki respons terhadap pengobatan dari

(35)

Menurut AAN, tujuan utama pengobatan jangka panjang pada

penderita migren adalah :23

1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat

sakit kepala

2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang toleransinya

kurang dan tidak efektif

3. Meningkatkan kualitas hidup

4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus

meningkat

5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri

6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala

Indikasi terapi profilaksis migren adalah serangan berulang, yang

secara bermakna mempengaruhi kegiatan sehari-hari, seperti ketidakhadiran

di sekolah serta aktivitas anak lainnya walaupun telah diberi terapi akut.4 Terapi juga diberi pada serangan migren yang sering, efek samping pada

terapi akut, dan terdapatnya jenis migren yang tidak lazim seperti migren

hemiplegik, migren basiler atau migren dengan aura yang panjang. Terapi

adekuat untuk profilaktik migren secara umum tampak perbaikan sedikitnya

satu sampai dua bulan. 9

Terdapat beberapa obat untuk prevensi migren yang sering digunakan

yaitu antagonis reseptor serotonin seperti metisergid, penghambat reseptor

(36)

amitriptilin, serta antikonvulsan seperti natrium valproat dan topiramat.30,31 Antagonis serotonin seperti metisergid merupakan ergot alkaloid semisintetik,

namun akibat efek samping seperti nyeri otot sepintas, gangguan

pencernaan, mual, peningkatan berat badan, sehingga obat ini diindikasikan

hanya pada kasus hebat dimana terapi preventif migren yang lain tidak

efektif. Cara kerja obat antiepileptik seperti natrium valproat dan topiramat

dalam pencegah migren adalah dengan menginhibisi saluran ion natrium

serta memfasilitasi kerjanya reseptor asam gamma-aminobutirik.31

Obat-obat penghambat reseptor beta seperti propranolol, timolol dan

nadolol mencegah melebarnya arteri di dalam kepala dengan jalan

menghambat reseptor beta dan melancarkan aliran darah dengan jalan

mencegah menumpuknya trombosit dalam pembuluh darah.25 Namun

obat-obat penghambat saluran beta ini dapat menghambat irama jantung dan

menurunkan tekanan darah, cepat lelah, insomnia dan menambah berat

badan, tetapi semua gejala-gejal tersebut reversibel setelah obat

dihentikan.21,32

Antidepresan seperti amitriptilin bekerja dengan menghambat

noradrenalin dan re-uptake dari serotonin atau antagonis pada reseptor

5-HT2 (5-hydroxytryptamine). Efek samping disebabkan karena interaksi

dengan banyak neurotransmiter dan reseptornya. Efek samping

(37)

sedasi, retensi urin, berat badan meningkat, penurunan tekanan darah,

nausea, tetapi gejala-gejala ini akan hilang bila obat dihentikan.30,32-34

2.8. Siproheptadin sebagai antiserotonergik

Serotonin (5-HT2) adalah neurotransmitter yang tersebar luas dan

mempunyai peran yang kompleks dan penting dalam proses modulasi nyeri

yaitu sebagai antinociceptive pathway ascending maupun descending dari

brain stem ke medulla spinalis. Serotonin mempunyai efek bervariasi

terhadap tonus pembuluh darah, dapat menyebabkan vasodilatasi ataupun

vasokonstriksi. Kadar serotonin di plasma terganggu pada saat migren,

terjadi pengurangan serotonin di trombosit dan sintesa yang meningkat di

otak. Hal ini ditandai dengan ditemukannya metabolit serotonin di urin dan

cairan serebrospinal pada penderita migren. 35

Siproheptadin (5H-dibenzo cyclohepten-5-ylidine)-1methylpiperidin

hydrochloride (gambar 2.8) adalah suatu antihistamin dengan efek

antiserotonergik yang digunakan untuk pencegah migren pada anak.2,36-38 Siproheptadin seperti antihistamin yang lain diabsorbsi dengan baik setelah

pemberian per oral, dengan kadar maksimum dalam serum tercapai setelah 1

sampai 2 jam, waktu paruh rata-rata dalam plasma 4 sampai 6 jam.

Mempunyai bioavailabilitas tinggi, didistribusi pada semua jaringan, termasuk

susunan saraf pusat. Tempat biotransformasi utama adalah dalam hati.

(38)

sebagian besar dalam bentuk metabolit.36,38 Efek samping obat terutama peningkatan nafsu makan dan mengantuk, terkadang juga ditemukan mulut

kering, anoreksia dan mual.36-39 Dosis 2 sampai 4 mg oral saat mau tidur sangat rasional dengan dosis maksimal 12 sampai 16 mg/ hari di bagi tiga

dosis. 17,37

Gambar 2.8. Rumus kimia siproheptadin 37

Migren menyebabkan pelepasan serotonin yang diangkut oleh

trombosit dibawah pengaruh adrenalin dan tiramin, sehingga pada awal

serangan kadar serotonin dalam darah akan naik. Siproheptadin diduga

mengurangi aktifitas serotonin dengan jalan persaingan reseptornya,

sehingga dapat menghambat transmisi sinyal-sinyal nyeri di otak, sehingga

ambang nyeri dinaikkan.38 Siproheptadin juga sebagai antagonis saluran kalsium akan menghambat kontraksi arteri basilaris, sehingga mengurangi

pelepasan serotonin dan norepinefrin.40 Trombosit mempunyai kemiripan

fungsi, bentuk, biokimiawi maupun farmakologikal dengan ujung saraf

(39)

tempat menumpuknya serotonin yang berasal dari sirkulasi di plasma dan

terutama yang berasal dari jaringan enterokromafin daripada saluran cerna.

38,39

2.9. Parameter terapi profilaktik

Penilaian keberhasilan terapi profilaktik migren pada anak dengan

mengukur penurunan frekuensi serta lama serangan, dan catatan harian

nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut. Untuk pemeriksaan

disabilitas yang sensitif, dapat dipercaya dan sahih pada anak digunakan

PedMIDAS, sebagai modifikasi MIDAS yang dipakai pada dewasa.41 Waktu

yang digunakan untuk menilai PedMIDAS adalah 3 bulan. Kategori penilaian

PedMIDAS yang dipakai adalah skor PedMIDAS dengan menghitung seluruh

jumlah hari disabilitas dan sistim derajat PedMIDAS yang mengklasifikasi

PedMIDAS dengan ringan, sedang dan beratnya serangan migren. 41-43

Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan

dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan

sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari

ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah

hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa

pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di

sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya

karena sakit kepala. Pertanyaan keempat berfokus pada kegiatan-kegiatan di

(40)

pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan

dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain dan olah raga. Pertanyaan

kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan

(41)

2.10. Kerangka Konseptual

rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat)perubahan cuaca

terlalu banyak atau kurang tidur

• stres

• Ketidak hadiran di sekolah Migren:

• Membaik setelah tidur

Terapi preventif/profilaktik

siproheptadin plasebo

• Keparahan, lama seringnya migren berkurang

(42)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah uji klinis tersamar tunggal untuk mengetahui respons

pemberian terapi siproheptadin sebagai terapi profilaktik pada anak penderita

migren dibandingkan dengan plasebo

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Bhayangkari, SMP dan

SMK Swasta Taman Siswa, SMP Negeri 34, serta SMU, STM, SMEA,

Tsanawiyah UMN Al-Washliyah, SMU I UNIVA, SMU Muallimin UNIVA dan

SMU PGA UNIVA di Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 12

minggu yaitu pada bulan Pebruari hingga Mei 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 11 sampai 18

tahun yang dikunjungi ke sekolah untuk di lakukan skrining. Bila ditemukan

penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi di masukkan sampel

(43)

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus uji dua proporsi

yaitu sebagai berikut: 44

n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I

n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II

p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol)

p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji)

P = Proporsi = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :

α = kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Z α = 1,96

= kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%) Z = 1,84

Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,35 maka :

P1 = 0,55.5,6 dan P2 = 0,90

P = ½ (0.55+0,90) = 0,725

Q = 1- 0,725 = 0,275

Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel adalah 43

(44)

Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) 48

n = besar sampel yang dihitung = 43

f = perkiraan proporsi drop out = 10% (0,1)

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada

setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan

sampel yaitu secara randomisasi sederhana.

3.5. Kriteria Penelitian

Kriteria Inklusi:

a. Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak

mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari atau lebih

dalam satu bulan

b. Kontraindikasi atau kegagalan terapi akut

c. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu

d. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren

hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang

Kriteria Eksklusi:

a. Nyeri kepala kronik setiap hari

b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches

c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri

d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih profilaksis migren sebelumnya

(45)

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua

setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang

dialami, pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir

surat pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada

tesis ini.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Cara kerja

Pasien disurvei dulu dengan kuisoner, anak yang memenuhi kriteria

diagnostik untuk migren oleh dokter anak yang telah mendapat pendidikan

tambahan neurologi anak di masukkan ke dalam penelitian. Pemeriksaan

penderita migren dilakukan pada saat penelitian dimulai, pemeriksaan

meliputi anamnese terutama frekuensi, berat dan lamanya migren yang

dialami anak, dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi

badan. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok perlakuan yaitu

diberi siproheptadin atau plasebo. Obat diberikan setiap hari dalam bentuk

(46)

Indonesia). Plasebo diberikan setiap hari sebagai kapsul yang mengandung

sakarum laktis. Kapsul yang mengandung siproheptadin dan plasebo

mempunyai bentuk yang sama dengan formulasi oleh apotik Kimia Farma.

Semua anak diberi terapi dengan siproheptadin dan plasebo dengan

pengawasan guru dan orang tua setiap hari. Selanjutnya diberikan catatan

harian nyeri kepala dan suatu lembaran skala penilaian yang disebut

PedMIDAS untuk menilai beratnya serangan migren pada anak dan

dijelaskan kepada anak dan orang tua. Masing-masing kelompok mencatat

catatan harian nyeri kepala yang telah diberikan untuk mencatat frekuensi

dan lamanya serangan migren per bulan selama 3 bulan. Pemeriksaan

dilakukan tiap bulan untuk melihat frekuensi dan lamanya serangan migren,

evaluasi beratnya nyeri kepala serta efek samping yang timbul. Pasien

(47)

Alur penelitian

Gambar 3.8. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi

(48)

3.9. Definisi Operasional

Migren menurut kriteria IHS.33 Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:

1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari

aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif

(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji

(49)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau

aura yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit

D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago).

Analisa data untuk mengetahui manfaat siproheptadin pada kedua kelompok

dengan uji chi-square, t test, Mann Whitney U test, Wilcoxon Rank test.

Tingkat kemaknaan bila p<0,05 dan tingkat kepercayaan dengan Confident

Interval (CI) 95%, serta keseluruhan analisa dengan menggunakan intention

(50)

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil Penelitian

Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 11 sekolah, yaitu 3

SMA serta 8 SMP sederajat di Medan, Sumatera Utara

3.025 Siswa sekolah

1.770 Nyeri kepala berulang

320 Migren kriteria IHS

271

100

48

Sesuai kriteria inklusi

Sampel penelitian

2 DO

52

Siproheptadin Plasebo

Gambar 4.1. Profil Penelitian

Dari 3025 anak sekolah yang diskrining, terdapat 1770 anak dengan

nyeri kepala berulang; 320 anak sekolah yang menderita migren sesuai

kriteria IHS. Terdapat 271 anak yang memenuhi kriteria sebagai sampel

penelitian, namun hanya 100 orang yang bersedia mengikuti penelitian.

(51)

orang dalam kelompok siproheptadin dan 48 orang dimasukkan dalam

kelompok plasebo. Pada saat pemantauan bulan ke dua, terdapat 2 orang

drop out dari kelompok siproheptadin, oleh karena analisa dengan

menggunakan intention to treat dimasukkan ke dalam kelompok

siproheptadin, sehingga pada saat akhir penelitian bulan ke tiga, terdapat 50

anak pada masing–masing kelompok.

Berat badan, mean (SD), kg

Riwayat keluarga, n (%)

(52)

Tampak perbedaan karakteristik sampel masing-masing kelompok

sebelum intervensi, namun tidak terlalu signifikan (tabel 1). Terdapat 62%

anak menderita migren tanpa aura dan 38% migren dengan aura. Sebanyak

18% laki-laki dan 82% perempuan. Faktor makanan juga berpengaruh

terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat,

daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat

sebanyak 38 anak (78%) pada kelompok siproheptadin dan 31 anak (62%)

kelompok plasebo.

Tabel 2. Frekuensi dan beratnya serangan migren sebelum dan setelah intervensi

Siproheptadin Plasebo

Pada tabel 2 tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan dari

(53)

dari 4,9 (SD 2,96) menjadi 4,7 (SD 2,67). Walaupun pada kedua kelompok

secara statistik bermakna untuk menilai disabilitas tetapi tampak pada

kelompok siproheptadin dari skor PedMIDAS kelompok siproheptadin tampak

perbaikan dari 12,8 (SD 8,92) dibanding 19,5 (SD 11,50), sedang kelompok

plasebo hanya tampak perbaikan dari 16,1 (SD 9,39) dibanding 16,9 (SD

9,19) saat awal penelitian, hampir tidak bermanfaat.

Tabel 3. Perbandingan hasil penggunaan siproheptadin dan plasebo setelah 3 bulan

Parameter Siproheptadin Plasebo P 95% CI

(54)

> 2 jam 1 (2) 7 (14,6) 0,028 (0,690-27,510)

Pada tabel 3 menunjukkan perbandingan siproheptadin dan plasebo

sangat signifikan, frekuensi p=0.009 (95% CI: 0,001-0,030), durasi p=0,028

(95% CI: 0,690-27,510) and skor PedMIDAS p=0,001 (95% CI: 0,001-0,030).

Frekuensi setelah 3 bulan berkurang sebanyak 3,5 (SD 2,58) pada anak yang

mendapat siproheptadin dibanding dengan 4,6 (SD 2,67) pada pasien yang

mendapat plasebo. Ketika dibandingkan hasil beratnya serangan migren

dengan plasebo dengan derajat PedMIDAS tidak terdapat perbedaan

signifikan dengan PedMIDAS derajat I, sebelum dan setelah intervensi tetap

45 (93,8%). Persentase terbesar dari kelompok siproheptadin dengan 45

(86.5%) menjadi 48 (96%), tetapi tidak bermakna dengan p=0,674 (95% CI:

0,433–3,843). Efek samping siproheptadin terutama mengantuk dan

peningkatan nafsu makan sebanyak 38 (73,1%), sedangkan plasebo juga

(55)

BAB. 5. PEMBAHASAN

Anak yang menderita migren adalah suatu masalah yang sering menarik

perhatian, namun hanya sedikit informasi tentang pengobatan profilaktik yang

efektif pada anak. Terapi yang baik untuk dewasa belum tentu baik untuk

anak.5 Skrining merupakan langkah pertama untuk mencari penderita migren, sebab hanya sekitar 50% penderita migren yang mendatangi dokter.43 Hasil skrining dari 2165 anak sekolah usia 5 sampai 15 tahun terdapat prevalensi

penderita migren 11% dengan 53% perempuan.45 Suatu penelitian sekat

lintang pada empat sekolah setingkat SMP di Bangkok, Thailand menemukan

prevalensi migren sebanyak 13,8%.46 Penelitian ini menunjukkan bahwa

prevalensi migren pada anak sekolah masih sangat tinggi, sedikitnya 10,6%

pada anak usia 11 sampai 18 tahun.

Migren yang lebih banyak diderita remaja wanita sering berkaitan

dengan siklus haid ovulasi. Keadaan ini menunjukkan adanya peranan

hormon seks. Perubahan hormon ini akan mempengaruhi awitan, frekuensi

dan beratnya migren.47 Terdapat sekitar 79% anak dengan riwayat keluarga menderita migren.18 Suatu hasil penelitian melaporkan 88% usia kurang dari 12 tahun.48 Pada penelitian ini menunjukkan sebanyak 82% anak perempuan menderita migren, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga menderita

(56)

Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit

diketahui faktor-faktor resiko yang timbulnya migren pada anak, namun faktor

genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati

ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat

menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan

lain-lain.15 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75,6% anak menderita

migren dengan faktor pencetus.18 Pada penelitian ini faktor pencetus

termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan

yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap

timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 69%.

Pada anak penderita migren dengan pemeriksaan fisik normal,

pemeriksaan laboratorium dan EEG tidak direkomendasikan.15 Dari 18 anak usia 3 sampai 15 tahun yang menderita migren, terdapat 9 orang dengan

EEG abnormal, tapi tidak spesifik untuk migren.48 Gambaran EEG juga tidak khas pada 35 anak penderita migren dengan 95% jenis migren tanpa aura.49 Hasil CT Scan 6 orang dari 12 anak penderita migren menunjukkan tidak ada

hubungannya dengan gejala klinis migren. 68

Migren dapat mulai timbul pada usia anak atau dewasa, namun

insiden tertinggi adalah pertengahan remaja. Jika migren timbul satu sampai

dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi preventif, tiga sampai

(57)

terapi harus diberikan. 7 Penelitian ini dengan anak rata-rata dengan frekuensi 5 kali perbulan

Terapi preventif pada anak migren, hanya topiramat dan sodium

valproat yang memiliki data dan bukti keefektifannya, namun diduga

siproheptadin juga mempunyai efek menurunkan frekuensi dan durasi migren

pada anak.21,43 Beberapa konsorsium neurologi hanya merekomendasi

beberapa obat sebagai profilaktik pada anak yang menderita migren yaitu

topiramat, asam valproat, amitriptilin, dan siproheptadin.35 Pada penelitian ini kami menggunakan siproheptadin sebab terjangkau dan masih sedikit diteliti

Siproheptadin mempunyai sifat antiserotonergik dan penghambat

saluran kalsium yang dapat bermanfaat sebagai terapi preventif pada anak

migren. Dosis efektif untuk profilaktik biasanya lebih rendah dari indikasi

utama obat tersebut. Sebagai contoh dosis antidepresan amititriptilin adalah

50 mg hingga 200 mg per hari, namun untuk dosis profilaktik migren biasanya

10 sampai 100 mg/hari. Dosis dapat ditingkat secara bertahap, dari sehari

sekali saat malam mau tidur sampai tiga kali sehari. Dosis siproheptadin 2

sampai 4 mg saat mau tidur adalah pilihan yang rasional dan aman.9,12,22 Dosis 4 mg perhari efektif dan ditoleransi baik sebagai pencegah migren.

Pada penelitian ini digunakan dosis 4 mg saat mau tidur malam hari dengan

efek sebagai profilaktik migren, serta mengurangi resiko drop out anak yang

(58)

Suatu penelitian memperoleh kesimpulan bahwa migren berat yang

dinilai disabilitasnya dengan PedMIDAS, menurunkan kualitas hidup anak

yang menyerupai seperti anak penderita penyakit kronik. 50 Penelitian lain menemukan penderita migren tiga kali lebih banyak menderita depresi

disebabkan gangguan memori, sehingga fungsi kognitif juga menurun.51

Penggunaan PedMIDAS pada akhir penelitian ditemukan hanya 4%

menderita migren sedang hingga berat dari sebelumnya 13,5% pada

kelompok siproheptadin.

Penelitian lain dengan menggunakan topiramat dan sodium valproat

pada anak yang menderita migren terdapat penurunan frekuensi, lama

serangan serta beratnya migren.52,53 Sodium valproat diberikan selama 4 bulan pada anak usia 7 sampai 16 tahun, dari 42 anak terdapat 9,5% bebas

gejala migren serta hanya 48,3% dengan efek samping obat.52 Terapi

siproheptadin tidak ada sama sekali yang bebas dari gejala migren selama 12

minggu penelitian

Topiramat dosis 100 mg mengurangi frekuensi migren dari 5,4 (SD

2,2) menjadi 3,3 (SD 2,9) dan kelompok plasebo dari 5,6 (SD 2,3) menjadi

4,6 (SD 3,0) selama 26 minggu.53 Frekuensi migren pada penelitian ini

menurun dari 5,6 (SD 3,64) menjadi 3,4 (SD 2,57) sedangkan kelompok

plasebo 4,9 (SD 2,96) menjadi 4,7 (SD 2,69) selama 12 minggu

Suatu penelitian melaporkan bahwa siproheptadin bermanfaat untuk

(59)

samping obat yang mengganggu akan berkurang jika siproheptadin

dikombinasikan dengan propranolol. Siproheptadin pada penelitian ini

digunakan 4 mg dibagi 2 dosis, ternyata terdapat tingginya angka drop out,

yaitu 23,6% selama 6 bulan.54 Penelitian ini ditemukan efek samping

siproheptadin yang sangat signifikan seperti mengantuk dan penambahan

nafsu makan sebanyak 74% vs 32% dibanding plasebo. Dosis 4 mg per hari

juga menurunkan angka drop out, sebanyak 2% selama 3 bulan, sebab lebih

efektif dan praktis

Farmakoterapi migren pada anak harus tetap memperhatikan manfaat

dan keamanan obat, sehingga diperlukan penelitian dengan populasi yang

(60)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian secara uji klinis tersamar tunggal dengan kontrol

plasebo yang bertujuan untuk melihat manfaat siproheptadin sebagai terapi

profilaktik migren pada anak dengan membandingkan frekuensi, lama serta

beratnya serangan migren sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian

dilakukan di 11 sekolah setingkat SMP dan SMA di kota Medan, provinsi

Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 90 hari pada bulan

Pebruari sampai bulan Mei 2008. Anak yang menderita dua atau lebih

serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak mampuan

melaksanakan aktivitas harian selama tiga hari atau lebih dalam satu bulan,

kontraindikasi atau kegagalan terapi akut, menggunakan terapi akut lebih dari

dua kali per minggu atau mengalami keadaan migren yang tidak lazim,

termasuk migren hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang,

serta berusia 11 hingga 18 tahun dimasukkan dalam penelitian ini. Sampel

dipilih secara randomisasi. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua

kelompok perlakuan yaitu mendapat siproheptadin dan plasebo.

Siproheptadin diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul dengan dosis 4 mg

(Heptasan, Sanbe). Selama periode penelitian terdapat 100 anak yang dibagi

menjadi dua kelompok yaitu 52 anak untuk kelompok siproheptadin dan 48

(61)

menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 3 bulan. Laki-laki berjumlah

18 anak (%) dan perempuan 82 anak (%), Jenis migren yang terbanyak

adalah migren tanpa aura yaitu 62 anak (%) dan dengan aura 38 anak (%).

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari usia, frekuensi, durasi dan

skor PedMIDAS sebelum pemberian siproheptadin atau plasebo pada kedua

kelompok. Frekuensi, durasi dan disabilitas migren menurun bermakna pada

kelompok siproheptadin setelah 12 minggu intervensi. Dari 3025 anak

sekolah yang diskrining terdapat 320 yang menderita migren sesuai kriteria

IHS (10,6%). Terdapat 271 anak yang memenuhi kriteria sebagai sampel

penelitian, 100 anak yang bersedia mengikuti penelitian, namun hanya 98

orang yang menyelesaikan penelitian, 50 anak untuk kelompok siproheptadin

dan 48 anak untuk kelompok plasebo. Di antara kedua kelompok hanya

kelompok siproheptadin yang mengalami penurunan frekuensi, durasi dan

disabilitas yang signifikan dan bermakna setelah 12 minggu intervensi. Efek

samping obat siproheptadin sangat tinggi (73%) terutama mengantuk dan

peningkatan nafsu makan. Dapat disimpulkan bahwa siproheptadin

menunjukkan manfaat sebagai terapi profilaktik alternatif migren pada anak,

namun harus tetap mempertimbangkan efek samping obat.

5.2 Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan antar terapi

(62)

membandingkan terapi non farmakologi, serta skrining yang berkelanjutan

untuk tatalaksana mengurangi dampak ketidakhadiran anak di sekolah

(63)

RINGKASAN

Migren merupakan suatu nyeri kepala primer yang sering sebagai penyebab anak tidak hadir di sekolah. Pengobatan migren adalah akut dan preventif. Terapi akut bertujuan untuk menghentikan serangan migren, sedangkan terapi preventif bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan beratnya serangan migren. Siproheptadin sebagai salah satu pilihan terapi profilaktik migren pada anak, sering di gunakan oleh tenaga kesehatan, namun sangat sedikit penelitiannya pada anak.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah siproheptadin bermanfaat sebagai terapi untuk mencegah serangan migren pada anak. Uji klinis tersamar tunggal ini dilakukan pada 11 sekolah SMP dan SMA di Kotamadya Medan, provinsi Sumatera Utara yang dilakukan pada bulan Pebruari sampai Mei 2008.

Populasi penelitian adalah anak sekolah usia 11 sampai 18 tahun yang menderita migren menurut kriteria IHS sesuai kriteria inklusi. Sampel penelitan ditentukan secara randomisasi. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok siproheptadin dan plasebo. Masing-masing kelompok diberikan satu kali perhari dalam bentuk kapsul yang sama selama tiga bulan. Plasebo yang diberikan mengandung sakarum laktis

Selama periode penelitian terdapat 100 anak, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 52 anak kelompok siproheptadin dan 48 anak kelompok plasebo. Pada akhir penelitian terdapat perbedaan yang bermakna, kelompok siproheptadin mengurangi frekuensi, durasi dan disabilitas migren dibanding kelompok plasebo.

(64)

SUMMARY

Migraine is a type of primary headache which is always the cause of children being absent from school. Migraine treatment is both acute and preventive. Acute therapy of migraine is meant to stop migraine attacks, and preventive therapy is to reduce frequency and degree of pain of the attacks. Cyproheptadine is one of the drug of choices prophylactic therapy of migraine in pediatrics and even though it is widely used by medical care providers, there is very little research involving children.

This research is to see whether cyproheptadine is beneficial as a preventive therapy for migraine attacks in children. Single blind clinical trial was carried out in two SMP and SMA schools in Kotamadya Medan, Sumatera Utara province, from February until May 2008. The population of the research includes school children ranking from ages 11 to 18 years old who are suffering from migraine according to inclusión criteria of IHS. Simple was taken randomly. Children were put in one of two groups, one is the cyproheptadine group, and the other is placebo. Both group was administered once daily, in the form of the same capsul for three months. Placebo was administered in the form a capsul which contains saccarum lactis.

During the period research, 100 children were divided into two groups where by 52 children were administered cyproheptadine, and 48 were given placebo. After three months, there is a significant difference the children who were administed cyproheptadine were found to have less frequency, less duration and less disability due to migraine attacks, compared to the placebo group.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2000.h.78-86

2. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric Neurology Principles & Practice. Edisi ke-4. Philadelphia : Mosby Inc, 2006.h.1183-99

3. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2004. h. 2012-4.

4. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64

5. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. J of the Pharm Society of Wisconsin. 2002;2:41-4

6. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006;332:25-9

7. Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. Migraine – current understanding and treatment. N Engl J Med. 2002;346:257-61

8. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006;117:1197-201

9. Lewis D. Headaches in children and adolescents. Am Fam Physician. 2002;65:625-32

10. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic

treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press,2004.h.21-45

11. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001;18:101-6

12. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic

management of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002;137:840-9

13. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000;1:1-9

14. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the International Classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006;3:85-90

(66)

16. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc, 2005.h.39-41

17. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006;48:31-7 18. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M.

Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001;43:45-51 19. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004;31:90-3

20. Villlalon C, Centurion D, Valdivia LF, de Vries P, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Cur Vas Pharm. 2003;1:71-84

21. Donald W, Lewis MD. Pediatric Migraine. Pediatr Rev 2007;28:43-53 22. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and

management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008;22(1):52-9

23. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine:

Prophylactic treatment and follow-up. JPGN 1999;28:37-40

24. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006;46:19-24

25. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.h.253-63.

26. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008.h.73-123

27. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic

Neurology. Edisi ke 3. Michigan: McGraw-Hill Companies, 2000.h.943-64

28. Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache.

2007;47:26-43

29. Olesen J. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The International Classification of Headache Disorders. Cephalal.2004;24(Suppl 1):24-36

30. Sinha KK. Clinical approach to headache in children and preventive therapy of migraine. JIACM. 2005;6(1):23-32

31. Mueller LL. Diagnosing and managing migraine headache. JAOA.

2007;107:10-6

32. Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine.

Neurosciences. 2000;5:7-12

33. Jadwiga L, Solomon G. Migraine prophylaxis: who, why and how. Clev Clin J of Med. 2006;73:793-816

Gambar

Tabel 3. Perbandingan hasil siproheptadin dan plasebo              32
Gambar 2.3.    Patofisiologi  dan target terapi migren                                   8
Gambar 2.3. Patofisiologi dan target terapi migren 20
Gambar 2.4. Serangan migren 28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan adalah rancangbangun instalasi teknologi pulsa cahaya ultraviolet (UV) dan uji coba penggunaan sinar UV untuk mendapatkan pengaruh penghambatan atau

 Secara garis besar bagan arus digunakan untuk :  dokumentasi sistem yang sudah ada..  Mendesain

Material dalam 3d Max merupakan istilah yang digunakan untuk memberi informasi tentang bahan pada permukaan objek 3 dimensi sehingga model yang telah dibuat

Kita harus belajar untuk melihat lebih dekat, di bawah permukaan, dan untuk mengenali apa yang meninggalkan tanda baik dan lama dalam hati kita, karena itulah yang berasal dari

Melalui pengamatan lingkungan sekitar, peserta didik dapat mengembangkan sikap mengagumi keteraturan dan kompleksitas makhluk hidup dan benda tak hidup sebagai

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil disimpulkan bahwa pendekatan Inquiry adalah pendekatan yang

Dari kedua jenis perhitungan baik analitik maupun numerik dapat dilihat kecenderungan yang sama dalam distribusi tegangan terhadap posisi pada lengan panas aktuator.. Gambar

Pengaruh tekanan gas dalam tabung sput- tering terhadap struktur film ZnO yang. terbentuk ditunjukkan dalam Tabel 4. Perubahan jarak antar bidang ~OO2) yang terjadi