EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI
PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK
TESIS
ZULKARNAIN 047103016/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ZULKARNAIN 047103016
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Efektivitas siproheptadin sebagai terapi profilaktik
migren pada anak
Nama : Zulkarnain
Nomor Induk Mahasiswa : 047103016
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K)
Anggota
Dr. Supriatmo, SpA(K)
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS SIPROHEPTADIN SEBAGAI TERAPI PROFILAKTIK MIGREN PADA ANAK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 9 September 2008
Telah diuji pada
Tanggal: 18 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K) ...
Anggota : 1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ...
2. Prof. Dr. Darul Kutni, SpS(K) ...
3. Dr. Ridwan M Daulay, SpA(K) ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr. Supriatmo
SpA(K), dan pembimbing lainnya Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis,
SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran
yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
2. Dr. Yazid Dimyati, SpA dan Dr. Johannes H Saing, SpA yang telah
sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian serta tesis ini
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA
Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode
2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2006-2009, yang telah memberikan bantuan dalam
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) dan Dr. Muhammad Ali, SpA(K)
yang sudah membimbing saya dalam banyak hal dan saran serta kritik
yang sangat membangun dalam menjalani pendidikan ini
6. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU
8. Para kepala sekolah dan guru-guru Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Kejuruan
setingkat SMP dan SMA, meliputi SMP Negeri 34, SMP Swasta
Bhayangkari, SMP dan SMK Taman Siswa, serta SMU, STM, SMEA,
Tsanawiyah UMN Al-Washliyah, SMU I UNIVA, SMU Muallimin UNIVA
dan SMU PGA UNIVA yang telah memberikan izin dan fasilitas pada
penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
9. Dina Lyfia, Rina Saragih, Natasha Manurung, Beby Sofiani Hsb, Nora
Sovira, Leon Agustian dan Mirda Zulaicha yang selama empat tahun
bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS DIKA
terutama Ade Rahmat, Pranoto Trilaksono, Elvina Yulianti, Astri
Nurhayati, Athaillah dan semua pihak yang telah memberikan bantuan
dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk isteri tercinta Lily Asri Nasution dan kedua ananda
tersayang Aditya Achmad Fawwaz dan Rafa Nabila Haifa, terima kasih atas
doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada yang tercinta orangtua, H.M. Thamrin S Pane, dan Hj.
Rosmala Manurung (Almh) serta mertua Amrin Nasution (Alm) dan Naimah
Lubis serta semua abang, kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan,
pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari
Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, September 2008
DAFTAR ISI
3.2. Tempat dan Waktu penelitian 22 3.3. Populasi penelitian 22
3.4. Perkiraan Besar Sampel 22
3.5. Kriteria Penelitian 24
3.6. Persetujuan/Informed consent 24 3.7. Etika Penelitian 25
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 26
3.9. Identifikasi Variabel 26
3.10. Definisi Operasional 27
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 28 BAB 4. HASIL PENELITIAN 29
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 38
6.2 Saran 39
Ringkasan 40
Daftar Pustaka 42 Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan 46
2. Lembar Penjelasan 47
3. Lembar Kuesioner 49
4. Pediatric Migraine Disability Assessment 50
5. Lembar Persetujuan Komite Etik 51
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian 30
Tabel 2. Frekuensi dan beratnya migren 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.3. Patofisiologi dan target terapi migren 8
Gambar 2.4. Serangan migren 11
Gambar 2.8. Rumus kimia siproheptadin 19
Gambar 2.10 Kerangka konsep penelitan 21
Gambar 3.8. Alur Penelitian 26
DAFTAR SINGKATAN
PedMIDAS : Pediatric Migraine Disability Assessment
DAFTAR LAMBANG
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
n : Jumlah subjek / sampel
P : Proporsi
P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I
P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II
Q : 1 – P
Q1 : 1 – P1
Q2 : 1 – P2
zα : Deviat baku normal untuk α
zβ : Deviat baku normal untuk β
p : Tingkat kemaknaan
X2 : Kai kuadrat
> : Lebih besar dari
< : Lebih kecil dari
≥ : Lebih besar dari
ABSTRAK
Latar Belakang. Migren menyebabkan nyeri kepala berulang pada anak. Manfaat siproheptadin diketahui baik sebagai antihistamin, tetapi hanya sedikit penelitian tentang efek obat sebagai terapi profilaksis migren pada anak.
Tujuan. Untuk mengetahui efektivitas siproheptadin sebagai terapi profilaktik migren pada anak
Metode. Penelitian secara uji klinis randomisasi dengan kontrol plasebo dilaksanakan di kota Medan, propinsi Sumatera Utara. Sebanyak 100 anak penderita migren yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel penelitian. Pasien dibagi kedalam dua kelompok: masing-masing diberi siproheptadin atau plasebo selama 12 minggu. Frekuensi nyeri kepala dinilai dengan hari per bulan, durasi dalam jam dan disabilitas menggunakan Pediatric Migraine Disability Assessment
(PedMIDAS). Manfaat obat dinilai dan dibandingkan sebelum intervensi dan bulan 1,2 dan ke 3 setelah intervensi
Hasil. Terdapat 100 anak menderita migren usia 11 sampai 18 tahun (rata-rata 15,5 tahun), yang mendapat siproheptadin atau plasebo. Frekuensi dan durasi migren per bulan dinilai dengan catatan harian nyeri kepala setiap bulan. Terdapat perbedaan signifikan derajat PedMIDAS pada kedua kelompok (p < 0,05). Frekuensi dan durasi nyeri kepala per bulan berbeda signifikan setelah terapi (siproheptadin p=0,009, 95% CI: 0,001 sampai 0,030 dan p= 0,029, 95% CI: 0,690 sampai 27,510), dibanding kelompok plasebo (p > 0,05), namun terdapat efek samping siproheptadin sebanyak 73%
Kesimpulan. Siproheptadin efektif sebagai alternatif terapi profilaksis migren pada anak, namun tetap harus mempertimbangkan efek samping obat.
ABSTRACT
Background. Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of cyproheptadine is well known as antihistamine, but there are few studies involving the drug’s effect in pediatric migraine.
Objective. To determine the effectiveness of cyproheptadine in the prophylactic treatment of childhood migraine.
Methods. A randomized placebo-controlled clinical trial study was performed at Medan, province of Sumatera Utara. 100 children with migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. The patients were divided into two groups; each group was given 4 mg of cyproheptadine or placebo for 12 weeks. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and Functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment (PedMIDAS). The efficacy was measured before intervention and 1,2 and 3 months after intervention.
Results. A total of 100 patients, ranging in age from 11 – 18 years (mean age, 15,5 years), were treated with cyproheptadine or placebo for headache. Mean headache attacks per month with daily diaries were calculated at monthly intervals. Compared to baseline, there was significant difference on PedMIDAS grading of migraines in both groups (p < 0,05). Headache frequency and duration per month were significantly difference after treatment (cyproheptadine p=0.009, 95% CI: 0.001 to 0.030 and p= 0.029, 95% CI: 0.690 to 27.510), compared to placebo group (p > 0.05), but there are side effect of cyproheptadine until 73%
Conclusion. Cyproheptadine appears to be effective as alternative prophylactic treatment of childhood migraine. The pediatricians should consider the significant side effects of this drug
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia
(greatest shared human affliction). Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah
mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang mengganggu pelajaran
ataupun produktivitas pekerjaannya dalam satu tahun.1,2 Nyeri kepala
merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan anak sering dirujuk ke
ahli neurologi anak.3 Insiden nyeri kepala pada anak dan remaja berkisar antara 20% sampai 55%. Ditemukan adanya peningkatan pada usia
menjelang remaja, yaitu dari sekitar 37% sampai 51% pada umur 7 tahun
menjadi 57% sampai 82% pada umur 15 tahun. Anak laki-laki lebih sering
mengalami nyeri kepala dibandingkan anak perempuan, kemungkinan karena
anak laki-laki lebih sering mengalami trauma kapitis.1,3,4
Menurut The World Federation of Neurology, migren adalah suatu
kelainan yang bersifat familial dengan adanya serangan nyeri kepala yang
berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi.1 Sampai umur 10 tahun migren lebih banyak mengenai anak laki-laki, namun setelah
umur tersebut migren lebih sering ditemukan pada anak perempuan.
Menjelang menstruasi terjadi kenaikan jumlah migren pada perempuan
kadar estrogen dan pelepasan prostaglandin. Faktor pencetus lain adalah
ketegangan fisik-mental dan trauma kapitis.1,3
Pada umumnya serangan migren bersifat unilateral, berdenyut,
disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik setelah tidur.
Pada beberapa kasus dapat disertai gangguan emosi, neurologi atau
gangguan penglihatan. Migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling
penting dan paling sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran
anak di sekolah.2-4 Migren merupakan fenomena umum pada anak namun
masih sedikit diteliti, dan sering dijumpai kesalahan diagnosa ataupun tak
terdiagnosa, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup anak.5 Menurut
World Health Organization (WHO) suatu migren yang berat dapat
menyebabkan ketidakmampuan seperti kuadriplegia, psikosis dan
dementia.6,7 Suatu penelitian melaporkan peningkatan insiden migren pada anak yang luar biasa selama lebih dari 30 tahun yang disebabkan terjadinya
perubahan pola hidup anak. 8
Penatalaksanaan migren dapat dengan metode nonfarmakologik
maupun farmakologik. Terapi nonfarmakologik seperti menghindarkan faktor
pencetus serta pengaturan pola hidup dan kebiasaan. Pengobatan dengan
farmakologik meliputi pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaktik).4 Pengobatan akut bertujuan untuk menghentikan serangan migren dengan
segera, atau mengurangi nyeri kepala yang telah mulai, sehingga penderita
diberikan sewaktu tidak ada nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi
frekuensi, durasi dan beratnya serangan migren sehingga meningkatkan
kualitas hidup penderita dan dapat meningkatkan respon pengobatan
serangan akut migren.4,10-12 Pada pasien dengan serangan migren yang
sering dan berat, maka kedua jenis pengobatan ini diberikan secara
bersamaan.12 Pengobatan profilaktik serangan migren pada anak sulit
dimengerti dan masih sedikit diteliti. Beberapa sumber merekomendasikan
obat-obatan yang sering dipakai pada dewasa dengan dosis yang
disesuaikan untuk anak sebagai pengobatan profilaktik serangan migren.5,12 Pada hampir dua pertiga penderita terjadi pengurangan frekuensi migren
dengan obat preventif sampai 50%.5,6
Beberapa konsorsium neurologi menilai siproheptadin bermanfaat
untuk pencegahan migren pada anak dan dewasa seperti rekomendasi
American Academy of Neurology (AAN), namun beberapa kolegium lain
belum merekomendasikan disebabkan belum mempunyai high-quality
evidence.12,13 Siproheptadin sebagai antihistamin yang bermanfaat untuk profilaktik migren sudah sangat berkembang penggunaannya pada anak,
namun belum mempunyai data yang memadai, seperti halnya penggunaan
sodium valproat, topiramat dan amitriptilin yang telah banyak
direkomendasikan.14-17
Penelitian terapi pencegahan migren pada anak belum banyak
Siproheptadin obat yang relatif terjangkau masyarakat dan sering digunakan
oleh dokter. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian uji klinik untuk melihat
manfaat siproheptadin yang diberikan pada anak penderita migren dengan
menilai frekuensi, durasi dan beratnya serangan migren sebelum dan
sesudah terapi
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: Apakah siproheptadin bermanfaat sebagai
terapi profilaktik serangan migren pada anak
1.3.Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah siproheptadin bermanfaat sebagai
pencegahan serangan migren pada anak
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk melihat apakah siproheptadin bermanfaat
sebagai terapi untuk mencegah serangan migren pada anak
1.5.Manfaat penelitian
- Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat siproheptadin
pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat mengurangi
jumlah ketidakhadiran anak di sekolah karena menderita migren.
- Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan alternatif obat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Migren sebagai nyeri kepala primer
Secara klinik the International Headache Society (IHS-2) 2004 membagi nyeri
kepala pada dua klasifikasi yaitu nyeri kepala primer seperti migren, nyeri
kepala kluster dan nyeri kepala tipe tension serta nyeri kepala sekunder yang
timbul berdasarkan sebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala,
penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan
metabolik.2-4,14
Migren adalah gangguan sakit kepala neurobiologik sangat lazim yang
mungkin berkaitan dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi
dari sistem trigeminal vaskular.2,11 Akhir-akhir ini ada bukti bahwa migren adalah suatu gangguan yang diturunkan, dengan gejala yang khas berupa
nyeri kepala vaskuler dengan berbagai derajat nyeri dan berulang, disertai
fotofobia, gangguan tidur dan juga depresi.1,4
Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi,
mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu
bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi
difus, dan biasanya lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan
intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita
dan muntah pada sekitar 50% penderita yang biasanya terjadi sewaktu
serangan, disertai anoreksia dan intoleransi makanan, dan pada beberapa
anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia, yang biasa menyertai
nyeri kepalanya. 2,4,15,16
2.2. Jenis migren
Migren tanpa aura (common migraine) yaitu nyeri kepala di daerah
frontal bilateral atau unilateral yang berdenyut, intensitas sedang atau berat
dengan lama serangan selama 1 sampai 72 jam. Biasanya anak sukar
melukiskan bentuk nyeri kepala ini secara tepat. Klinis seperti aura tidak
spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan mudah
tersinggung selama 30 menit sampai beberapa jam. Keadaan ini lebih sering
disertai oleh mual dan nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang
sering merupakan manifestasi satu-satunya pada anak pra-sekolah.1,2,4,17 Nyeri kepala migren tanpa aura seringkali sukar dibedakan dengan nyeri
kepala oleh sebab lain. Pedoman jelas pada migren adalah anak tampak
sakit, ingin tidur dan tidak tahan cahaya terang atau suara keras.1,18
Migren dengan aura (classic migraine) yaitu suatu serangan nyeri
kepala menyerupai migren tanpa aura, berulang sekurang-kurangnya dua
kali, bersamaan atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara
Bila dibandingkan dengan migren umum, migren klasik lebih jarang
ditemukan pada anak dan remaja.4
Muntah siklik termasuk jenis migren yang tampak pada anak terutama
usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus
menerus, bisa 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan
diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis muntah siklik
ditegakkan bila pada eksplorasi tidak ada kelainan gastrointestinal yang
berarti dan ada riwayat keluarga migren.1,2,21 Migren abdominal juga terjadi pada anak, gejala yang timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah
abdomen secara episodik berulang yang berlangsung selama 1 sampai 72
jam diikuti gejala mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak
dalam keadaan normal. 1,21,23
2.3. Etiologi dan patogenesis
Penyebab migren belum diketahui secara pasti, namun faktor genetik
memegang peranan pada kepekaan seseorang untuk migren. Teori lain juga
menjelaskan tentang peranan neurovaskular serta faktor-faktor lain seperti
agregasi trombosit dan depresi penyebaran kortikal.2,4
2.3.1 Faktor genetik
Walaupun migren suatu istilah yang dipakai untuk suatu nyeri kepala
menunjukkan bahwa migren suatu penyakit yang diturunkan secara dominan.
Terdapat suatu transmisi genetik, dengan suatu pola yang autosomal
dominan, atau suatu komponen genetik untuk mencetuskan suatu serangan
migren, yaitu suatu faktor intrinsik dari otak.1,3,4,21 Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren yaitu FHM1 (kode gen pada
lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen pada lengan panjang kromosom)
21,24
Faktor keturunan berperan dalam patofisiologi migren juga tampak dari
banyaknya pasien yang mempunyai keluarga yang juga migren. Tetapi faktor
keturunan ini tidak selalu menentukan, ada juga anak yang mempunyai
predisposisi demikian, tetapi baru mendapat serangan migren bila ada
faktor-faktor lain yang memicunya, misalnya faktor-faktor lingkungan.24,25
2.3.2 Faktor neurovaskular
Teori neurovaskular melibatkan dua sistem yaitu sistem saraf dan
pembuluh darah perifer. Pada penderita migren terdapat nyeri intrakranial
disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga
bukan hanya adanya iritasi serat nyeri perifer yang terdapat di pembuluh
darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi sel saraf
sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang
Gambar 2.3. Patofisiologi dan target terapi migren 20
Nervus trigeminus berperan sebagai mediator pada batang otak dalam
proses migren (gambar 2.3).20 Terdapat dua komponen yang penting pada
nervus trigeminus, yaitu bagian perifer dan sentral. Bagian perifer mengirim
signal dari area di kepala kedalam batang otak, dimana terjadi sinaps
pertama dalam nukleus trigeminus kaudalis. Bagian dari nervus trigeminus
yang terletak distal dari nukleus trigeminus kaudalis merupakan bagian
perifer dari sirkuit, sedangkan bagian sentral termasuk neuron yang
menghubungkan nukleus trigeminus kaudalis dengan talamus ke korteks
serebri. 20,26,27
Terdapat disfungsi atau sensitisasi nervus trigeminus pada pembuluh
darah meningeal yang terletak intrakranial serta juga pembuluh darah
calcitonin gene related peptide (CGRP) yang merupakan vasodilator kuat.7 Sensitisasi menyebabkan suatu neuron telah berubah dari keadaan normal
menjadi abnormal atau berada dalam suatu tingkat sensitisasi. Sensitisasi
dapat perifer atau sentral. Suatu keadaan yang dianggap sebagai marker dari
sensitisasi sentral adalah alodinia kutaneus. Alodinia menggambarkan suatu
kejadian nyeri oleh suatu stimulus yang biasanya tidak menyebabkan nyeri,
sekitar 80% penderita migren menderita alodinia selama serangan. Disfungsi
nervus trigeminus yang menyebabkan migren juga terjadi pada ketiga
cabangnya, yaitu oftalmikus, maksilaris dan mandibularis, yang membuat
sinaps di nukleus trigeminus kaudalis. 21,27,28
Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti
ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia
pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial
dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah
kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di
batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat
pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung
pada faktor emosi dan psikososial. 21,27,28
Pada proses agregasi trombosit, serotonin dalam darah yang diangkut
trombosit dilepas ke dalam darah, yang membuat trombosit lain lebih peka
terhadap induktor seperti adrenalin. Serotonin menimbulkan vasodilatasi atau
Migren tanpa aura mungkin sekali disebabkan depresi penyebaran kortikal,
yaitu suatu gelombang depolarisasi dari neuron dan sel-sel glia yang meluas
keseluruh korteks serebri. 2,21,26
2.4. Faktor Pencetus Migren
Beberapa faktor yang mempengaruhi atau menjadi predisposisi
terjadinya migren adalah riwayat keluarga menderita migren (genetik), usia
(lebih sering pada pubertas), menstruasi, terlambat makan, adanya
rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat), perubahan
cuaca, terlalu banyak atau kurang tidur dan stres.3,4
Gambar 2.4. Serangan migren 28
Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri
sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen
yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan
serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap
vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk
konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta
gangguan emosional dan fisik. 10,25,28
Migren terjadi bila ambang migren telah dilewati (gambar 2.4), dengan
stimulus yang ringan saja, seperti perubahan hormonal, cuaca atau hal-hal
yang tidak jelas terdefinisikan. Terdapatnya suatu ambang migren yang dapat
mencetuskan serangan migren seperti makanan, merupakan faktor-faktor
yang mendorong suatu penderita melewati ambang migren. 1,10,26,28
2.5. Gejala klinik migren
Gejala prodromal seperti mual, hilangnya penglihatan dalam sebagian
lapangan penglihatan dan aura selalu muncul setengah sampai satu jam
sebelum migren. Emosi dan ketegangan yang lama menyebabkan
vasospasme refleks dari beberapa arteri kepala, termasuk arteri yang
mensuplai otak itu sendiri. Spasme pembuluh darah itu menyebabkan
iskemia bagian otak, sehingga timbul gejala prodromal. Terjadi iskemia berat
berakibat dinding vaskuler lemah dan tidak dapat mempertahankan tonus
vaskuler selama 24 sampai 48 jam. Tekanan darah di dalam pembuluh darah
tersebut menyebabkan berdilatasi dan berpulsasi dengan hebat, dan terjadi
peregangan berlebihan dari dinding arteri termasuk arteri temporalis sehingga
Nyeri kepala berdenyut disebabkan beberapa proses tertentu
mencetuskan reaksi pada sistim noradrenergik batang otak melalui lokus
koruleus, sistem serotonergik melalui nukleus rafe dorsalis dan sistem
trigeminovaskular. Reaksi-reaksi tersebut menginduksi dilatasi arteri dan
anastomosa arteriovenosa pada sirkulasi kranial, selanjutnya menstimulasi
impuls sensorik perivaskular aferen dari nervus trigeminus. Sensasi nyeri
akan semakin meningkat akibat inflamasi neurogenik melalui pelepasan
retrograd neuropeptida vasoaktif dan lokal iskemia karena adanya hubungan
arteriovenosa. 3,10,21
Mual dan muntah disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada
pusat muntah di batang otak serta formasio retikularis lateral dari medulla
oblongata. Adanya stimuli sensoris seperti nyeri, bau dan ketakutan akan
timbul input stimuli pada area pencetus kemoreseptor di area basis ventrikel
empat. Nukleus traktus solitarius dan nukleus motorik dorsal dari vagus
sebagai pusat muntah secara bersamaan berfungsi mengkoordinasi antara
integrasi signal emesis yang muncul dan perbagai respon sensoris, viseral,
somatik dan otonom yang berhubungan dengan nausea dan muntah.26,27 Aura timbul disebabkan reaksi neuronal terhadap rangsangan yang
berlebihan pada korteks serebri, terutama di korteks oksipital dan timbul
proses depresi penyebaran kortikal yang menyebabkan gangguan aliran
darah. Aura pada migren berupa suatu gelombang eksitasi neuron dengan
sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air.
Penyebaran ini diikuti oleh gelombang penekanan neuronal pada tempat
yang sama. Pembuluh darah pada area ini secara simultan berdilatasi dan
kemudian konstriksi. 4,25,27
Depresi penyebaran kortikal adalah suatu depolarisasi membran
neuroglial yang mempunyai kontribusi pada aktivitas trigeminal. Dasar
neurokimiawi depresi penyebaran kortikal adalah lepasnya kalium dan atau
glutamat dari jaringan neuronal yang menimbulkan depolarisasi dan
melepaskan neurotransmitter. Timbulnya aura dan nyeri kepala dimulai dari
pengurangan aliran darah otak maksimal yang dimulai dari daerah oksipital
dan meluas ke korteks, hal ini berlangsung beberapa jam dan diikuti proses
hiperemia. Terapi profilaktik pada anak migren bermanfaat dalam mengurangi
insiden dan keparahan depresi penyebaran kortikal.10,26
Migren tanpa aura menunjukkan adanya perubahan kompensasi dan
komposisi kadar magnesium dan fosfolipid membran. Depresi penyebaran
kortikal pada migren tanpa aura hanya menyebar ke dalam area yang tidak
muncul secara klinis yaitu jaringan subkortikal seperti hipokampus dan
serebelum. Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang
sama, tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan
2.6. Diagnosa
Diagnosis migren umumnya didasarkan pada observasi klinis dan tidak
memerlukan uji diagnostik. Namun bila nyeri kepala bersifat kronis dan
diagnosis meragukan sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pencitraan untuk
menyingkirkan adanya kelainan organik.1-4,16 Kriteria diagnostik migren pada anak dapat ditegakkan berdasarkan kriteria International Headache Society
(IHS).4,14,21,29 Diagnosa klinik IHS sebagai standard baku emas migren sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang baik. 17
Diagnosa migren menurut IHS : 29 Migren tanpa aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
Migren dengan aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
1. Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif (seperti
cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan
peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura
yang lainnnya ≥ 5 menit
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit
D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
2.7. Terapi profilaktik
Pengobatan migren adalah akut (abortif) dan preventif (profilaktik).
Pengobatan akut tergantung dari pemilihan anak terhadap beratnya serangan
dan timbulnya gejala komorbid serta respon anak terhadap migren. Tujuan
prevensi migren adalah untuk mengurangi frekwensi, berat dan lamanya
serangan migren dan memperbaiki respons terhadap pengobatan dari
Menurut AAN, tujuan utama pengobatan jangka panjang pada
penderita migren adalah :23
1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat
sakit kepala
2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang toleransinya
kurang dan tidak efektif
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus
meningkat
5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri
6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala
Indikasi terapi profilaksis migren adalah serangan berulang, yang
secara bermakna mempengaruhi kegiatan sehari-hari, seperti ketidakhadiran
di sekolah serta aktivitas anak lainnya walaupun telah diberi terapi akut.4 Terapi juga diberi pada serangan migren yang sering, efek samping pada
terapi akut, dan terdapatnya jenis migren yang tidak lazim seperti migren
hemiplegik, migren basiler atau migren dengan aura yang panjang. Terapi
adekuat untuk profilaktik migren secara umum tampak perbaikan sedikitnya
satu sampai dua bulan. 9
Terdapat beberapa obat untuk prevensi migren yang sering digunakan
yaitu antagonis reseptor serotonin seperti metisergid, penghambat reseptor
amitriptilin, serta antikonvulsan seperti natrium valproat dan topiramat.30,31 Antagonis serotonin seperti metisergid merupakan ergot alkaloid semisintetik,
namun akibat efek samping seperti nyeri otot sepintas, gangguan
pencernaan, mual, peningkatan berat badan, sehingga obat ini diindikasikan
hanya pada kasus hebat dimana terapi preventif migren yang lain tidak
efektif. Cara kerja obat antiepileptik seperti natrium valproat dan topiramat
dalam pencegah migren adalah dengan menginhibisi saluran ion natrium
serta memfasilitasi kerjanya reseptor asam gamma-aminobutirik.31
Obat-obat penghambat reseptor beta seperti propranolol, timolol dan
nadolol mencegah melebarnya arteri di dalam kepala dengan jalan
menghambat reseptor beta dan melancarkan aliran darah dengan jalan
mencegah menumpuknya trombosit dalam pembuluh darah.25 Namun
obat-obat penghambat saluran beta ini dapat menghambat irama jantung dan
menurunkan tekanan darah, cepat lelah, insomnia dan menambah berat
badan, tetapi semua gejala-gejal tersebut reversibel setelah obat
dihentikan.21,32
Antidepresan seperti amitriptilin bekerja dengan menghambat
noradrenalin dan re-uptake dari serotonin atau antagonis pada reseptor
5-HT2 (5-hydroxytryptamine). Efek samping disebabkan karena interaksi
dengan banyak neurotransmiter dan reseptornya. Efek samping
sedasi, retensi urin, berat badan meningkat, penurunan tekanan darah,
nausea, tetapi gejala-gejala ini akan hilang bila obat dihentikan.30,32-34
2.8. Siproheptadin sebagai antiserotonergik
Serotonin (5-HT2) adalah neurotransmitter yang tersebar luas dan
mempunyai peran yang kompleks dan penting dalam proses modulasi nyeri
yaitu sebagai antinociceptive pathway ascending maupun descending dari
brain stem ke medulla spinalis. Serotonin mempunyai efek bervariasi
terhadap tonus pembuluh darah, dapat menyebabkan vasodilatasi ataupun
vasokonstriksi. Kadar serotonin di plasma terganggu pada saat migren,
terjadi pengurangan serotonin di trombosit dan sintesa yang meningkat di
otak. Hal ini ditandai dengan ditemukannya metabolit serotonin di urin dan
cairan serebrospinal pada penderita migren. 35
Siproheptadin (5H-dibenzo cyclohepten-5-ylidine)-1methylpiperidin
hydrochloride (gambar 2.8) adalah suatu antihistamin dengan efek
antiserotonergik yang digunakan untuk pencegah migren pada anak.2,36-38 Siproheptadin seperti antihistamin yang lain diabsorbsi dengan baik setelah
pemberian per oral, dengan kadar maksimum dalam serum tercapai setelah 1
sampai 2 jam, waktu paruh rata-rata dalam plasma 4 sampai 6 jam.
Mempunyai bioavailabilitas tinggi, didistribusi pada semua jaringan, termasuk
susunan saraf pusat. Tempat biotransformasi utama adalah dalam hati.
sebagian besar dalam bentuk metabolit.36,38 Efek samping obat terutama peningkatan nafsu makan dan mengantuk, terkadang juga ditemukan mulut
kering, anoreksia dan mual.36-39 Dosis 2 sampai 4 mg oral saat mau tidur sangat rasional dengan dosis maksimal 12 sampai 16 mg/ hari di bagi tiga
dosis. 17,37
Gambar 2.8. Rumus kimia siproheptadin 37
Migren menyebabkan pelepasan serotonin yang diangkut oleh
trombosit dibawah pengaruh adrenalin dan tiramin, sehingga pada awal
serangan kadar serotonin dalam darah akan naik. Siproheptadin diduga
mengurangi aktifitas serotonin dengan jalan persaingan reseptornya,
sehingga dapat menghambat transmisi sinyal-sinyal nyeri di otak, sehingga
ambang nyeri dinaikkan.38 Siproheptadin juga sebagai antagonis saluran kalsium akan menghambat kontraksi arteri basilaris, sehingga mengurangi
pelepasan serotonin dan norepinefrin.40 Trombosit mempunyai kemiripan
fungsi, bentuk, biokimiawi maupun farmakologikal dengan ujung saraf
tempat menumpuknya serotonin yang berasal dari sirkulasi di plasma dan
terutama yang berasal dari jaringan enterokromafin daripada saluran cerna.
38,39
2.9. Parameter terapi profilaktik
Penilaian keberhasilan terapi profilaktik migren pada anak dengan
mengukur penurunan frekuensi serta lama serangan, dan catatan harian
nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut. Untuk pemeriksaan
disabilitas yang sensitif, dapat dipercaya dan sahih pada anak digunakan
PedMIDAS, sebagai modifikasi MIDAS yang dipakai pada dewasa.41 Waktu
yang digunakan untuk menilai PedMIDAS adalah 3 bulan. Kategori penilaian
PedMIDAS yang dipakai adalah skor PedMIDAS dengan menghitung seluruh
jumlah hari disabilitas dan sistim derajat PedMIDAS yang mengklasifikasi
PedMIDAS dengan ringan, sedang dan beratnya serangan migren. 41-43
Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan
dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan
sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari
ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah
hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa
pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di
sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya
karena sakit kepala. Pertanyaan keempat berfokus pada kegiatan-kegiatan di
pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan
dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain dan olah raga. Pertanyaan
kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan
2.10. Kerangka Konseptual
• rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat) • perubahan cuaca
• terlalu banyak atau kurang tidur
• stres
• Ketidak hadiran di sekolah Migren:
• Membaik setelah tidur
Terapi preventif/profilaktik
siproheptadin plasebo
• Keparahan, lama seringnya migren berkurang
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah uji klinis tersamar tunggal untuk mengetahui respons
pemberian terapi siproheptadin sebagai terapi profilaktik pada anak penderita
migren dibandingkan dengan plasebo
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Bhayangkari, SMP dan
SMK Swasta Taman Siswa, SMP Negeri 34, serta SMU, STM, SMEA,
Tsanawiyah UMN Al-Washliyah, SMU I UNIVA, SMU Muallimin UNIVA dan
SMU PGA UNIVA di Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 12
minggu yaitu pada bulan Pebruari hingga Mei 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak sekolah yang berusia 11 sampai 18
tahun yang dikunjungi ke sekolah untuk di lakukan skrining. Bila ditemukan
penderita migren sesuai dengan kriteria inklusi di masukkan sampel
3.4 Perkiraan Besar Sampel
Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus uji dua proporsi
yaitu sebagai berikut: 44
n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II
p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol)
p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji)
P = Proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :
α = kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Z α = 1,96
= kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%) Z = 1,84
Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,35 maka :
P1 = 0,55.5,6 dan P2 = 0,90
P = ½ (0.55+0,90) = 0,725
Q = 1- 0,725 = 0,275
Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel adalah 43
Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) 48
n = besar sampel yang dihitung = 43
f = perkiraan proporsi drop out = 10% (0,1)
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 48 anak pada
setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan
sampel yaitu secara randomisasi sederhana.
3.5. Kriteria Penelitian
Kriteria Inklusi:
a. Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak
mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari atau lebih
dalam satu bulan
b. Kontraindikasi atau kegagalan terapi akut
c. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu
d. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren
hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang
Kriteria Eksklusi:
a. Nyeri kepala kronik setiap hari
b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches
c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri
d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih profilaksis migren sebelumnya
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua
setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang
dialami, pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir
surat pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada
tesis ini.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Cara kerja
Pasien disurvei dulu dengan kuisoner, anak yang memenuhi kriteria
diagnostik untuk migren oleh dokter anak yang telah mendapat pendidikan
tambahan neurologi anak di masukkan ke dalam penelitian. Pemeriksaan
penderita migren dilakukan pada saat penelitian dimulai, pemeriksaan
meliputi anamnese terutama frekuensi, berat dan lamanya migren yang
dialami anak, dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi
badan. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok perlakuan yaitu
diberi siproheptadin atau plasebo. Obat diberikan setiap hari dalam bentuk
Indonesia). Plasebo diberikan setiap hari sebagai kapsul yang mengandung
sakarum laktis. Kapsul yang mengandung siproheptadin dan plasebo
mempunyai bentuk yang sama dengan formulasi oleh apotik Kimia Farma.
Semua anak diberi terapi dengan siproheptadin dan plasebo dengan
pengawasan guru dan orang tua setiap hari. Selanjutnya diberikan catatan
harian nyeri kepala dan suatu lembaran skala penilaian yang disebut
PedMIDAS untuk menilai beratnya serangan migren pada anak dan
dijelaskan kepada anak dan orang tua. Masing-masing kelompok mencatat
catatan harian nyeri kepala yang telah diberikan untuk mencatat frekuensi
dan lamanya serangan migren per bulan selama 3 bulan. Pemeriksaan
dilakukan tiap bulan untuk melihat frekuensi dan lamanya serangan migren,
evaluasi beratnya nyeri kepala serta efek samping yang timbul. Pasien
Alur penelitian
Gambar 3.8. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi
3.9. Definisi Operasional
Migren menurut kriteria IHS.33 Migren tanpa aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari
aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Nausea dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
Migren dengan aura pada anak:
A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:
1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif
(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)
2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau
aura yang lainnya ≥ 5 menit
3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit
D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
3.10. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago).
Analisa data untuk mengetahui manfaat siproheptadin pada kedua kelompok
dengan uji chi-square, t test, Mann Whitney U test, Wilcoxon Rank test.
Tingkat kemaknaan bila p<0,05 dan tingkat kepercayaan dengan Confident
Interval (CI) 95%, serta keseluruhan analisa dengan menggunakan intention
BAB 4. HASIL
4.1 Hasil Penelitian
Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 11 sekolah, yaitu 3
SMA serta 8 SMP sederajat di Medan, Sumatera Utara
3.025 Siswa sekolah
1.770 Nyeri kepala berulang
320 Migren kriteria IHS
271
100
48
Sesuai kriteria inklusi
Sampel penelitian
2 DO
52
Siproheptadin Plasebo
Gambar 4.1. Profil Penelitian
Dari 3025 anak sekolah yang diskrining, terdapat 1770 anak dengan
nyeri kepala berulang; 320 anak sekolah yang menderita migren sesuai
kriteria IHS. Terdapat 271 anak yang memenuhi kriteria sebagai sampel
penelitian, namun hanya 100 orang yang bersedia mengikuti penelitian.
orang dalam kelompok siproheptadin dan 48 orang dimasukkan dalam
kelompok plasebo. Pada saat pemantauan bulan ke dua, terdapat 2 orang
drop out dari kelompok siproheptadin, oleh karena analisa dengan
menggunakan intention to treat dimasukkan ke dalam kelompok
siproheptadin, sehingga pada saat akhir penelitian bulan ke tiga, terdapat 50
anak pada masing–masing kelompok.
Berat badan, mean (SD), kg
Riwayat keluarga, n (%)
Tampak perbedaan karakteristik sampel masing-masing kelompok
sebelum intervensi, namun tidak terlalu signifikan (tabel 1). Terdapat 62%
anak menderita migren tanpa aura dan 38% migren dengan aura. Sebanyak
18% laki-laki dan 82% perempuan. Faktor makanan juga berpengaruh
terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat,
daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat
sebanyak 38 anak (78%) pada kelompok siproheptadin dan 31 anak (62%)
kelompok plasebo.
Tabel 2. Frekuensi dan beratnya serangan migren sebelum dan setelah intervensi
Siproheptadin Plasebo
Pada tabel 2 tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan dari
dari 4,9 (SD 2,96) menjadi 4,7 (SD 2,67). Walaupun pada kedua kelompok
secara statistik bermakna untuk menilai disabilitas tetapi tampak pada
kelompok siproheptadin dari skor PedMIDAS kelompok siproheptadin tampak
perbaikan dari 12,8 (SD 8,92) dibanding 19,5 (SD 11,50), sedang kelompok
plasebo hanya tampak perbaikan dari 16,1 (SD 9,39) dibanding 16,9 (SD
9,19) saat awal penelitian, hampir tidak bermanfaat.
Tabel 3. Perbandingan hasil penggunaan siproheptadin dan plasebo setelah 3 bulan
Parameter Siproheptadin Plasebo P 95% CI
> 2 jam 1 (2) 7 (14,6) 0,028 (0,690-27,510)
Pada tabel 3 menunjukkan perbandingan siproheptadin dan plasebo
sangat signifikan, frekuensi p=0.009 (95% CI: 0,001-0,030), durasi p=0,028
(95% CI: 0,690-27,510) and skor PedMIDAS p=0,001 (95% CI: 0,001-0,030).
Frekuensi setelah 3 bulan berkurang sebanyak 3,5 (SD 2,58) pada anak yang
mendapat siproheptadin dibanding dengan 4,6 (SD 2,67) pada pasien yang
mendapat plasebo. Ketika dibandingkan hasil beratnya serangan migren
dengan plasebo dengan derajat PedMIDAS tidak terdapat perbedaan
signifikan dengan PedMIDAS derajat I, sebelum dan setelah intervensi tetap
45 (93,8%). Persentase terbesar dari kelompok siproheptadin dengan 45
(86.5%) menjadi 48 (96%), tetapi tidak bermakna dengan p=0,674 (95% CI:
0,433–3,843). Efek samping siproheptadin terutama mengantuk dan
peningkatan nafsu makan sebanyak 38 (73,1%), sedangkan plasebo juga
BAB. 5. PEMBAHASAN
Anak yang menderita migren adalah suatu masalah yang sering menarik
perhatian, namun hanya sedikit informasi tentang pengobatan profilaktik yang
efektif pada anak. Terapi yang baik untuk dewasa belum tentu baik untuk
anak.5 Skrining merupakan langkah pertama untuk mencari penderita migren, sebab hanya sekitar 50% penderita migren yang mendatangi dokter.43 Hasil skrining dari 2165 anak sekolah usia 5 sampai 15 tahun terdapat prevalensi
penderita migren 11% dengan 53% perempuan.45 Suatu penelitian sekat
lintang pada empat sekolah setingkat SMP di Bangkok, Thailand menemukan
prevalensi migren sebanyak 13,8%.46 Penelitian ini menunjukkan bahwa
prevalensi migren pada anak sekolah masih sangat tinggi, sedikitnya 10,6%
pada anak usia 11 sampai 18 tahun.
Migren yang lebih banyak diderita remaja wanita sering berkaitan
dengan siklus haid ovulasi. Keadaan ini menunjukkan adanya peranan
hormon seks. Perubahan hormon ini akan mempengaruhi awitan, frekuensi
dan beratnya migren.47 Terdapat sekitar 79% anak dengan riwayat keluarga menderita migren.18 Suatu hasil penelitian melaporkan 88% usia kurang dari 12 tahun.48 Pada penelitian ini menunjukkan sebanyak 82% anak perempuan menderita migren, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga menderita
Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit
diketahui faktor-faktor resiko yang timbulnya migren pada anak, namun faktor
genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati
ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat
menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan
lain-lain.15 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75,6% anak menderita
migren dengan faktor pencetus.18 Pada penelitian ini faktor pencetus
termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan
yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap
timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 69%.
Pada anak penderita migren dengan pemeriksaan fisik normal,
pemeriksaan laboratorium dan EEG tidak direkomendasikan.15 Dari 18 anak usia 3 sampai 15 tahun yang menderita migren, terdapat 9 orang dengan
EEG abnormal, tapi tidak spesifik untuk migren.48 Gambaran EEG juga tidak khas pada 35 anak penderita migren dengan 95% jenis migren tanpa aura.49 Hasil CT Scan 6 orang dari 12 anak penderita migren menunjukkan tidak ada
hubungannya dengan gejala klinis migren. 68
Migren dapat mulai timbul pada usia anak atau dewasa, namun
insiden tertinggi adalah pertengahan remaja. Jika migren timbul satu sampai
dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi preventif, tiga sampai
terapi harus diberikan. 7 Penelitian ini dengan anak rata-rata dengan frekuensi 5 kali perbulan
Terapi preventif pada anak migren, hanya topiramat dan sodium
valproat yang memiliki data dan bukti keefektifannya, namun diduga
siproheptadin juga mempunyai efek menurunkan frekuensi dan durasi migren
pada anak.21,43 Beberapa konsorsium neurologi hanya merekomendasi
beberapa obat sebagai profilaktik pada anak yang menderita migren yaitu
topiramat, asam valproat, amitriptilin, dan siproheptadin.35 Pada penelitian ini kami menggunakan siproheptadin sebab terjangkau dan masih sedikit diteliti
Siproheptadin mempunyai sifat antiserotonergik dan penghambat
saluran kalsium yang dapat bermanfaat sebagai terapi preventif pada anak
migren. Dosis efektif untuk profilaktik biasanya lebih rendah dari indikasi
utama obat tersebut. Sebagai contoh dosis antidepresan amititriptilin adalah
50 mg hingga 200 mg per hari, namun untuk dosis profilaktik migren biasanya
10 sampai 100 mg/hari. Dosis dapat ditingkat secara bertahap, dari sehari
sekali saat malam mau tidur sampai tiga kali sehari. Dosis siproheptadin 2
sampai 4 mg saat mau tidur adalah pilihan yang rasional dan aman.9,12,22 Dosis 4 mg perhari efektif dan ditoleransi baik sebagai pencegah migren.
Pada penelitian ini digunakan dosis 4 mg saat mau tidur malam hari dengan
efek sebagai profilaktik migren, serta mengurangi resiko drop out anak yang
Suatu penelitian memperoleh kesimpulan bahwa migren berat yang
dinilai disabilitasnya dengan PedMIDAS, menurunkan kualitas hidup anak
yang menyerupai seperti anak penderita penyakit kronik. 50 Penelitian lain menemukan penderita migren tiga kali lebih banyak menderita depresi
disebabkan gangguan memori, sehingga fungsi kognitif juga menurun.51
Penggunaan PedMIDAS pada akhir penelitian ditemukan hanya 4%
menderita migren sedang hingga berat dari sebelumnya 13,5% pada
kelompok siproheptadin.
Penelitian lain dengan menggunakan topiramat dan sodium valproat
pada anak yang menderita migren terdapat penurunan frekuensi, lama
serangan serta beratnya migren.52,53 Sodium valproat diberikan selama 4 bulan pada anak usia 7 sampai 16 tahun, dari 42 anak terdapat 9,5% bebas
gejala migren serta hanya 48,3% dengan efek samping obat.52 Terapi
siproheptadin tidak ada sama sekali yang bebas dari gejala migren selama 12
minggu penelitian
Topiramat dosis 100 mg mengurangi frekuensi migren dari 5,4 (SD
2,2) menjadi 3,3 (SD 2,9) dan kelompok plasebo dari 5,6 (SD 2,3) menjadi
4,6 (SD 3,0) selama 26 minggu.53 Frekuensi migren pada penelitian ini
menurun dari 5,6 (SD 3,64) menjadi 3,4 (SD 2,57) sedangkan kelompok
plasebo 4,9 (SD 2,96) menjadi 4,7 (SD 2,69) selama 12 minggu
Suatu penelitian melaporkan bahwa siproheptadin bermanfaat untuk
samping obat yang mengganggu akan berkurang jika siproheptadin
dikombinasikan dengan propranolol. Siproheptadin pada penelitian ini
digunakan 4 mg dibagi 2 dosis, ternyata terdapat tingginya angka drop out,
yaitu 23,6% selama 6 bulan.54 Penelitian ini ditemukan efek samping
siproheptadin yang sangat signifikan seperti mengantuk dan penambahan
nafsu makan sebanyak 74% vs 32% dibanding plasebo. Dosis 4 mg per hari
juga menurunkan angka drop out, sebanyak 2% selama 3 bulan, sebab lebih
efektif dan praktis
Farmakoterapi migren pada anak harus tetap memperhatikan manfaat
dan keamanan obat, sehingga diperlukan penelitian dengan populasi yang
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian secara uji klinis tersamar tunggal dengan kontrol
plasebo yang bertujuan untuk melihat manfaat siproheptadin sebagai terapi
profilaktik migren pada anak dengan membandingkan frekuensi, lama serta
beratnya serangan migren sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian
dilakukan di 11 sekolah setingkat SMP dan SMA di kota Medan, provinsi
Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 90 hari pada bulan
Pebruari sampai bulan Mei 2008. Anak yang menderita dua atau lebih
serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak mampuan
melaksanakan aktivitas harian selama tiga hari atau lebih dalam satu bulan,
kontraindikasi atau kegagalan terapi akut, menggunakan terapi akut lebih dari
dua kali per minggu atau mengalami keadaan migren yang tidak lazim,
termasuk migren hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang,
serta berusia 11 hingga 18 tahun dimasukkan dalam penelitian ini. Sampel
dipilih secara randomisasi. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua
kelompok perlakuan yaitu mendapat siproheptadin dan plasebo.
Siproheptadin diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul dengan dosis 4 mg
(Heptasan, Sanbe). Selama periode penelitian terdapat 100 anak yang dibagi
menjadi dua kelompok yaitu 52 anak untuk kelompok siproheptadin dan 48
menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 3 bulan. Laki-laki berjumlah
18 anak (%) dan perempuan 82 anak (%), Jenis migren yang terbanyak
adalah migren tanpa aura yaitu 62 anak (%) dan dengan aura 38 anak (%).
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari usia, frekuensi, durasi dan
skor PedMIDAS sebelum pemberian siproheptadin atau plasebo pada kedua
kelompok. Frekuensi, durasi dan disabilitas migren menurun bermakna pada
kelompok siproheptadin setelah 12 minggu intervensi. Dari 3025 anak
sekolah yang diskrining terdapat 320 yang menderita migren sesuai kriteria
IHS (10,6%). Terdapat 271 anak yang memenuhi kriteria sebagai sampel
penelitian, 100 anak yang bersedia mengikuti penelitian, namun hanya 98
orang yang menyelesaikan penelitian, 50 anak untuk kelompok siproheptadin
dan 48 anak untuk kelompok plasebo. Di antara kedua kelompok hanya
kelompok siproheptadin yang mengalami penurunan frekuensi, durasi dan
disabilitas yang signifikan dan bermakna setelah 12 minggu intervensi. Efek
samping obat siproheptadin sangat tinggi (73%) terutama mengantuk dan
peningkatan nafsu makan. Dapat disimpulkan bahwa siproheptadin
menunjukkan manfaat sebagai terapi profilaktik alternatif migren pada anak,
namun harus tetap mempertimbangkan efek samping obat.
5.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan antar terapi
membandingkan terapi non farmakologi, serta skrining yang berkelanjutan
untuk tatalaksana mengurangi dampak ketidakhadiran anak di sekolah
RINGKASAN
Migren merupakan suatu nyeri kepala primer yang sering sebagai penyebab anak tidak hadir di sekolah. Pengobatan migren adalah akut dan preventif. Terapi akut bertujuan untuk menghentikan serangan migren, sedangkan terapi preventif bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan beratnya serangan migren. Siproheptadin sebagai salah satu pilihan terapi profilaktik migren pada anak, sering di gunakan oleh tenaga kesehatan, namun sangat sedikit penelitiannya pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah siproheptadin bermanfaat sebagai terapi untuk mencegah serangan migren pada anak. Uji klinis tersamar tunggal ini dilakukan pada 11 sekolah SMP dan SMA di Kotamadya Medan, provinsi Sumatera Utara yang dilakukan pada bulan Pebruari sampai Mei 2008.
Populasi penelitian adalah anak sekolah usia 11 sampai 18 tahun yang menderita migren menurut kriteria IHS sesuai kriteria inklusi. Sampel penelitan ditentukan secara randomisasi. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok siproheptadin dan plasebo. Masing-masing kelompok diberikan satu kali perhari dalam bentuk kapsul yang sama selama tiga bulan. Plasebo yang diberikan mengandung sakarum laktis
Selama periode penelitian terdapat 100 anak, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 52 anak kelompok siproheptadin dan 48 anak kelompok plasebo. Pada akhir penelitian terdapat perbedaan yang bermakna, kelompok siproheptadin mengurangi frekuensi, durasi dan disabilitas migren dibanding kelompok plasebo.
SUMMARY
Migraine is a type of primary headache which is always the cause of children being absent from school. Migraine treatment is both acute and preventive. Acute therapy of migraine is meant to stop migraine attacks, and preventive therapy is to reduce frequency and degree of pain of the attacks. Cyproheptadine is one of the drug of choices prophylactic therapy of migraine in pediatrics and even though it is widely used by medical care providers, there is very little research involving children.
This research is to see whether cyproheptadine is beneficial as a preventive therapy for migraine attacks in children. Single blind clinical trial was carried out in two SMP and SMA schools in Kotamadya Medan, Sumatera Utara province, from February until May 2008. The population of the research includes school children ranking from ages 11 to 18 years old who are suffering from migraine according to inclusión criteria of IHS. Simple was taken randomly. Children were put in one of two groups, one is the cyproheptadine group, and the other is placebo. Both group was administered once daily, in the form of the same capsul for three months. Placebo was administered in the form a capsul which contains saccarum lactis.
During the period research, 100 children were divided into two groups where by 52 children were administered cyproheptadine, and 48 were given placebo. After three months, there is a significant difference the children who were administed cyproheptadine were found to have less frequency, less duration and less disability due to migraine attacks, compared to the placebo group.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 2000.h.78-86
2. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric Neurology Principles & Practice. Edisi ke-4. Philadelphia : Mosby Inc, 2006.h.1183-99
3. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2004. h. 2012-4.
4. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006.h.943-64
5. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. J of the Pharm Society of Wisconsin. 2002;2:41-4
6. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006;332:25-9
7. Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. Migraine – current understanding and treatment. N Engl J Med. 2002;346:257-61
8. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006;117:1197-201
9. Lewis D. Headaches in children and adolescents. Am Fam Physician. 2002;65:625-32
10. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic
treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press,2004.h.21-45
11. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001;18:101-6
12. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic
management of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002;137:840-9
13. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000;1:1-9
14. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under the International Classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006;3:85-90
16. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc, 2005.h.39-41
17. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006;48:31-7 18. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M.
Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001;43:45-51 19. Murdoch L. Migraine. NZFP. 2004;31:90-3
20. Villlalon C, Centurion D, Valdivia LF, de Vries P, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Cur Vas Pharm. 2003;1:71-84
21. Donald W, Lewis MD. Pediatric Migraine. Pediatr Rev 2007;28:43-53 22. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and
management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008;22(1):52-9
23. Worawattanakul, Mingmuang, Marc J. Abdominal migraine:
Prophylactic treatment and follow-up. JPGN 1999;28:37-40
24. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006;46:19-24
25. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.h.253-63.
26. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008.h.73-123
27. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic
Neurology. Edisi ke 3. Michigan: McGraw-Hill Companies, 2000.h.943-64
28. Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache.
2007;47:26-43
29. Olesen J. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. The International Classification of Headache Disorders. Cephalal.2004;24(Suppl 1):24-36
30. Sinha KK. Clinical approach to headache in children and preventive therapy of migraine. JIACM. 2005;6(1):23-32
31. Mueller LL. Diagnosing and managing migraine headache. JAOA.
2007;107:10-6
32. Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine.
Neurosciences. 2000;5:7-12
33. Jadwiga L, Solomon G. Migraine prophylaxis: who, why and how. Clev Clin J of Med. 2006;73:793-816