• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan cadangan karbon (Carbon Stock) dan neraca karbon pada perkebunan karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan cadangan karbon (Carbon Stock) dan neraca karbon pada perkebunan karet"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SUTRISNI SUSILOWATI. Pendugaan Cadangan Karbon (Carbon Stock) dan Neraca Karbon Pada Perkebunan Karet (Studi Kasus: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat). Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO.

Masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasyarat penting dalam perdagagan global pada tahun 2010 ini, namun pada kenyataannya sampai saat ini pngembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet. Penelitian ini bertujuan menduga potensi carbon stock perkebunan karet pada beberapa kelas umur dan menentukan umur karet yang paling optimum dalam menyerap CO2. Pada penelitian ini digunakan dua pendekatan yaitu pendugaan cadangan karbon total dan pendugaan neraca karbon tanah. Biomassa tegakan karet diduga melalui pendekatan rumus allometrik karet yang ditemukan oleh Kettering (2001) yaitu BK = 0,11ρD2.62 , dimana D adalah diameter setinggi dada (dbh), BK adalah biomassa, C adalah karbon, dan ρ adalah berat jenis pohon karet. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa simpanan C stock pada lahan 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, 374.23 ton/ha, dan 412.32 ton/ha. Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar 0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10 tahun merupakan lahan pengemisi karbon. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16 g/m2/th. Oleh karena itu, lahan karet yang lebih tua akan menyerap karbon lebih banyak sehingga baik jika direkomendasikan untuk keselamatan lingkungan.

(2)

ABSTRACT

SUTRISNI SUSILOWATI. Estimation of Carbon Stock and Carbon Balance in Rubber Plantation. (Case Study: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat). Supervised by BAMBANG DWI DASANTO.

Environmental safety issues has become one of the important requirements in the global trade in 2010, but this issue has not been addresed adequately by rubber plantation whose focus was more on production of latex. This study aims to estimate the potential of carbon stock in rubber plantation at several age class systems and to calculate the carbon balance in the rubber plantation. This research, using two approaches to estimate total carbon stocks and soil carbon budget. Biomass stock of rubber is estimated by allometric formula (Kettering 2001) of BK= 0,11ρD2.62, where D is the diameter at breast height (dbh), BK is the biomass, and ρ is wood density. The results show that carbon stock in 20, 25, 31 years land are 331.5 ton/ha, 374.23 ton/ha, and 412.32 ton/ha, respectively.Rate of emission decreases as the tree getting older. Prevoious study before Yulyana (2005) at 5, 10, 15, 20, 25, 31 years old rubber land, the 10 years old rubber release the highest emission of 0.70 g/m2/th and only absorb the carbon 0.30 g/m2/th hence the rubber land age 10 years old is considered as carbon emitter. The carbon absorbtion rate of rubber land age 31 years old is 0.84 g/m2/th and emission rate is 0.16 g/m2/th. Therefore, the rubber plantation would be better active as carbon absorber, while is better or environtmental safety.

(3)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1800 penggunaan bahan bakar fosil, penebangan pohon, perusakan hutan yang masih alami menyebabkan perpindahan karbon ke atmosfer. Sebelum tahun 1860 kandungan CO2 di atmosfer kira-kira 260 µl liter-1 CO2. Pada tahun 1995 atmosfer mengandung 360 µl liter-1 CO2 atau 760 Pg C (Van Elsas dkk 2007). Diantara gas-gas rumah kaca, CO2 memberikan kontribusi emisi terbesar terhadap pemanasan global dengan laju kenaikan 1.5 ppmv per tahun, serta masa hidup 5-200 tahun. (Murdiyarso 2003 dalam Hariyadi 2005).

Menurut Wetland International (2006) dalam Hairiah dan Rahayu (2007), Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasnya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan (Hadi 2007).

Penelitian carbon stock dan neraca karbon tanah pada areal perkebunan di Indonesia belum banyak dilakukan. Sampai sejauh ini pengukuran carbon stock masih terkonsentrasi pada tanaman saja sebagai penyerap dan penyimpan karbon, tanpa melihat pada kemampuan tanah dalam menyimpan karbon. Padahal menurut Paul (1996), pernapasan organisme tanah dan akar tanaman yang menyerap O2 dan melepas CO2, mengakibatkan kandungan O2 lebih rendah dan CO2 lebih tinggi di dalam tanah jika dibandingkan di atmosfer.

Masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasarat penting dalam perdagangan global pada tahun 2010 ini. Pada kenyatannya sampai saat ini pengembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet, sedangkan masalah lingkungan kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Oleh karena itu pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfat bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Sukabumi dalam menentukan kebijakan alih guna lahan yang memperlihatkan aspek lingkungan, khususnya penyerapan karbon.

1.2. Tujuan

1. Menduga carbon stock perkebunan karet pada beberapa kelas umur

2. Menentukan umur karet yang paling optimum dalam menyerap CO2.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground).

Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana 1992).

(4)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1800 penggunaan bahan bakar fosil, penebangan pohon, perusakan hutan yang masih alami menyebabkan perpindahan karbon ke atmosfer. Sebelum tahun 1860 kandungan CO2 di atmosfer kira-kira 260 µl liter-1 CO2. Pada tahun 1995 atmosfer mengandung 360 µl liter-1 CO2 atau 760 Pg C (Van Elsas dkk 2007). Diantara gas-gas rumah kaca, CO2 memberikan kontribusi emisi terbesar terhadap pemanasan global dengan laju kenaikan 1.5 ppmv per tahun, serta masa hidup 5-200 tahun. (Murdiyarso 2003 dalam Hariyadi 2005).

Menurut Wetland International (2006) dalam Hairiah dan Rahayu (2007), Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasnya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan (Hadi 2007).

Penelitian carbon stock dan neraca karbon tanah pada areal perkebunan di Indonesia belum banyak dilakukan. Sampai sejauh ini pengukuran carbon stock masih terkonsentrasi pada tanaman saja sebagai penyerap dan penyimpan karbon, tanpa melihat pada kemampuan tanah dalam menyimpan karbon. Padahal menurut Paul (1996), pernapasan organisme tanah dan akar tanaman yang menyerap O2 dan melepas CO2, mengakibatkan kandungan O2 lebih rendah dan CO2 lebih tinggi di dalam tanah jika dibandingkan di atmosfer.

Masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasarat penting dalam perdagangan global pada tahun 2010 ini. Pada kenyatannya sampai saat ini pengembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet, sedangkan masalah lingkungan kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Oleh karena itu pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfat bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Sukabumi dalam menentukan kebijakan alih guna lahan yang memperlihatkan aspek lingkungan, khususnya penyerapan karbon.

1.2. Tujuan

1. Menduga carbon stock perkebunan karet pada beberapa kelas umur

2. Menentukan umur karet yang paling optimum dalam menyerap CO2.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground).

Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana 1992).

(5)

2

2.2. Cadangan karbon

Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer dan disimpan di dalam biomassa vegetasi melalui proses fotosintesis. Berbagai faktor seperti iklim, topografi, karakteristik lahan, komposisi dan jenis tanaman serta perbedaan siklus pertumbuhan hutan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan karbon di hutan dan perkebunan (Cesylia 2009).

Menurut Whitmore (1985) dalam Hadi (2007) umumnya karbon menyususn 45 – 50 % dari biomassa tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa. Karbon menyususn sebagian besar bahan kering tanaman. Karbon tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah, batang pohon yang jatuh ke tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore 1985 dalam Hariyadi 2005).

Van Nodrwijk et al. (1997) dalam Yulyana (2005) hutan tropika merupakan lokasi utama cadangan karbon (above ground dan below ground). Hasil pengukuran cadangan karbon hutan alami di Jambi dapat melebihi 50 kg m-2 atau 500 Mg ha-1. Hasil penelitian Prayogo (2000) dalam Arifin (2001), kandungan cadangan karbon pada hutan sekunder hanya 116 Mg ha-1.

Menurut Kindermann dan Brown (1993) dalam Hariyadi (2005) tempat penyimpanan dan fluks C dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada perubahan dinamika stock carbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan hara dan kondisi iklim setempat. Sebagian carbon ynag terfiksasi dari fotosintesis akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagai bahan organik terlarut, dan jumlahnya untuk daerah tropis basah sekitar 0.1 x 10-6 Mt ha-1 th-1 (Hall et al. 1992 dalam Brown et al. 1993).

Menurut Lasco et al. (2004) dalam Alberto (2010), penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

• Mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut, dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah.

• Meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu.

• Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi.

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

• Meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami.

• Menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu.

• Mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh.

Lasco et al. (2004) dalam Alberto (2010)

2.3. Model pendugaan biomassa dan kandungan karbon

Model merupakan suatu rangkuman atau penyederhanaan suatu sistem. Permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dengan beberapa cara yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall and Day 1976 dalam Cesylia 2009).

Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon. Pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha). Pendekatan tersebut oleh Brown menggunakan persamaan di bawah ini.

Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF

Rumus di atas memiliki keterangan bahwa VOB merupakan volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha), WD adalah kerapatan kayu (kg/m3), dan BEF merupakan faktor ekspansi (perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven volume inventarisasi hutan).

Pendekatan kedua yaitu secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa yang didasarkan atas diameter batang pohon. Dasar persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter, dan menjumlahkan total seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter (Brown 1997).

(6)

3

Menurut Chapman (1976) dalam Ojo (2003) metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dikelompokan menjadi dua cara yaitu:

2. Metode pendugaan langsung

a. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan / pohon cukup rendah komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam unit area.

b. Metode pemanenan kuadrat

Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berta bahan organik yang dipanen dalam suatu unit area c. Metode pemanenan individu pohon

yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode ini diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran yang seragam. Nilai total biomassa diperoleh dari menggandakan nilai berat rata-rata pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu dalam suatu unit area. 3. Metode pendugaan tidak langsung

a. Metode hubungan alometrik

Persamaan ini dibuat berdasarkan destructive sampling yaitu dengan menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter kemudian ditimbang. Menurut Brown (1997) umumnya metode ini mengikuti rumus Y = a Db untuk model pangkat, dan Y = a + bD + cD2 untuk model polynomial. b. Metode crop meter

Metoe ini menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan yang terletak diantara dua lektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance dari alat tersebut.

2.4. Deskripsi karet (Hevea brasiliensis) 2.4.1. Taksonomi tanaman karet

Tanaman karet dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan dikelompokkan dalam klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiosparmae Kelas : Dicoyledonae

Ordo : Euphorbiales Famili : Ephorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brsiliensis (Nazaruddin & Paimin 1992) 2.4.2. Morfologi tanaman karet

Tanaman karet merupakan tanaman yang mempunyai batang yang dapat menghasilkan getah yang disebut lateks. Jika dilihat dari morfologinya karet tumbuh tinggi mencapai 15-25 meter, serta batang tanaman besar. Tanaman ini biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi ke atas. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama (3-20 cm) dan tangakai anak daun (3-10 cm) yang berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam.

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah berukuran 3-5 cm.

Buah akan pecah jika buah sudah masak. Pemecahan biji berkaitan dengan perkembangbiakan karet secara alami. Biji-biji karet kadang terlontar sampai jauh dan akan tumbuh jika lingkungannya mendukung.

Biji Karet mempunyai morfologi kulit keras, besar, berwarna cokelat kehitaman dengan bercak-bercak yang membentuk pola khas dan mengandung racun. Sesuai dengan sifat dikotilnya tanaman karet mempunyai akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman hingga tumbuh tinggi dan besar. (Nazaruddin & Paimin 1992)

2.4.3. Syarat tumbuh

(7)

4

Topografi juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Tanaman karet lebih cocok ditanam di daerah datar dan tidak berbukit-bukit. Tanah yang datar akan memudahkan dalam pemeliharaan, penyadapan, serta pengangkutan lateks. Selain itu diusahakan lahan dekat dengan sumber air, misalnya sungai atau aliran-aliran air (Nazaruddin & Paimin 1992).

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan perkebunan karet PTPN VIII Kecamatan Warung Kiara Cibungur Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Maret sampai Agustus 2010. Penelitian ini dilanjutkan dengan pengolahan data di Laboratorium Kimia, Kesuburan, Bioteknologi, Fisika tanah serta Laboratorium Klimatologi Institut Pertanian Bogor sampai bulan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.2.1. Karbon Tegakan

Bahan yang digunakan diantaranya yaitu tegakan karet umur 20, 25, 31 tahun, serasah, dan sampel tanah. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan pembuatan petak ukur di lapangan (pita ukur, tali rafia, patok, golok), peralatan pengukuran menduga biomassa dan karbon tegakan (alat timbang, plastik, amplop, ayakan, oven, cawan porselin, tanur, eksikator, alat tulis, dan seperangkat computer (Microsoft word dan microsoft excel).

3.2.2. Karbon tanah

Alat dan bahan yang digunakan dibedakan berdasarkan kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a. Identifikasi profil tanah

Bahan yang digunakan berupa penampang profil tanah, sedangkan alat yang digunakan berupa ring sampel, cangkul, golok, meteran, plastik.

b. Bulk Density (BD)

Bahan yang digunakan berupa sampel tanah, dan alat yang digunakan antara lain ring sampel, pisau, plastik, label, kayu balok.

c. Respirasi in situ

Bahan yang digunakan terdiri dari aquades, HCL 0.1 N, alkohol, Indikator Penopthalein (pp), 0.2 N KOH, metil orange. Alat yang digunakan adalah botol

film, toples, timbangan, gelas ukur, pipet, buret, stirrer (alat pengaduk).

d. C-organik

Bahan yang digunakan adalah aquades, K2Cr207 1 N, H2SO4 pekat, dan alat yang digunakan antara lain timbangan, pipet, labu ukur, buret, spektrofotometer.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengukuran karbon di atas permukaan tanah

Gambar 1 Desain plot pengamatan.

Keterangan :

Jarak tanam = 7 x 2.5 m

= lokasi plot tanaman bawah dan serasah ukuran 0.5 x 0.5 m

a. Tegakan karet

Data yang diambil berdasarkan umur tanaman dan profil tanah. Umur tegakan karet dibagi menjadi 3 kelompok umur yaitu umur 20, 25, dan 31 tahun. Profil tanah dibagi menjadi dua yaitu datar dan miring. Pengumpulan data dengan cara membuat plot ukur dengan ukuran 20 m x 100 m sebanyak 6 ulangan untuk tiap kelompok umur. Pengukuran diameter pada plot setinggi dada (1.3 meter) dengan cara melilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah. Sehingga data yang diperoleh lingkar/lilit batang (keliling = 2πr) bukan diameter.

b. Tanaman penutup tanah (understorey) Pengumpulan produksi serasah dan tanaman penutup tanah dilakukan pada lantai perkebunan karet. Pengambilan data dilakukan dengan membuat sub plot contoh ukuran 2 x (0.5 m x 0.5 m) dengan kedalaman 0-5 cm. Dalam plot besar dibuat 3 sub plot contoh.

Pengambilan contoh dilakukan dengan membabat habis semua tumbuhan bawah yang ada dalam sub plot tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam kantong bersama serasah untuk ditimbang berat basahnya. Selanjutnya

(8)

4

Topografi juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Tanaman karet lebih cocok ditanam di daerah datar dan tidak berbukit-bukit. Tanah yang datar akan memudahkan dalam pemeliharaan, penyadapan, serta pengangkutan lateks. Selain itu diusahakan lahan dekat dengan sumber air, misalnya sungai atau aliran-aliran air (Nazaruddin & Paimin 1992).

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan perkebunan karet PTPN VIII Kecamatan Warung Kiara Cibungur Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Maret sampai Agustus 2010. Penelitian ini dilanjutkan dengan pengolahan data di Laboratorium Kimia, Kesuburan, Bioteknologi, Fisika tanah serta Laboratorium Klimatologi Institut Pertanian Bogor sampai bulan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.2.1. Karbon Tegakan

Bahan yang digunakan diantaranya yaitu tegakan karet umur 20, 25, 31 tahun, serasah, dan sampel tanah. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan pembuatan petak ukur di lapangan (pita ukur, tali rafia, patok, golok), peralatan pengukuran menduga biomassa dan karbon tegakan (alat timbang, plastik, amplop, ayakan, oven, cawan porselin, tanur, eksikator, alat tulis, dan seperangkat computer (Microsoft word dan microsoft excel).

3.2.2. Karbon tanah

Alat dan bahan yang digunakan dibedakan berdasarkan kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a. Identifikasi profil tanah

Bahan yang digunakan berupa penampang profil tanah, sedangkan alat yang digunakan berupa ring sampel, cangkul, golok, meteran, plastik.

b. Bulk Density (BD)

Bahan yang digunakan berupa sampel tanah, dan alat yang digunakan antara lain ring sampel, pisau, plastik, label, kayu balok.

c. Respirasi in situ

Bahan yang digunakan terdiri dari aquades, HCL 0.1 N, alkohol, Indikator Penopthalein (pp), 0.2 N KOH, metil orange. Alat yang digunakan adalah botol

film, toples, timbangan, gelas ukur, pipet, buret, stirrer (alat pengaduk).

d. C-organik

Bahan yang digunakan adalah aquades, K2Cr207 1 N, H2SO4 pekat, dan alat yang digunakan antara lain timbangan, pipet, labu ukur, buret, spektrofotometer.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengukuran karbon di atas permukaan tanah

Gambar 1 Desain plot pengamatan.

Keterangan :

Jarak tanam = 7 x 2.5 m

= lokasi plot tanaman bawah dan serasah ukuran 0.5 x 0.5 m

a. Tegakan karet

Data yang diambil berdasarkan umur tanaman dan profil tanah. Umur tegakan karet dibagi menjadi 3 kelompok umur yaitu umur 20, 25, dan 31 tahun. Profil tanah dibagi menjadi dua yaitu datar dan miring. Pengumpulan data dengan cara membuat plot ukur dengan ukuran 20 m x 100 m sebanyak 6 ulangan untuk tiap kelompok umur. Pengukuran diameter pada plot setinggi dada (1.3 meter) dengan cara melilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah. Sehingga data yang diperoleh lingkar/lilit batang (keliling = 2πr) bukan diameter.

b. Tanaman penutup tanah (understorey) Pengumpulan produksi serasah dan tanaman penutup tanah dilakukan pada lantai perkebunan karet. Pengambilan data dilakukan dengan membuat sub plot contoh ukuran 2 x (0.5 m x 0.5 m) dengan kedalaman 0-5 cm. Dalam plot besar dibuat 3 sub plot contoh.

Pengambilan contoh dilakukan dengan membabat habis semua tumbuhan bawah yang ada dalam sub plot tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam kantong bersama serasah untuk ditimbang berat basahnya. Selanjutnya

(9)

5

diambil contoh sebanyak 300 gram ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh untuk dikeringkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 100o C sehingga diperoleh berat kering contoh. Kemudian dihitung persen kadar air menggunakan persamaan:

%KA = ((BBc-BKc) / BKc) x 100% Persen KA yang diperoleh digunakan untuk menghitung BK total plot per kelas umur dengan persamaan sebagai berikut:

Berat kering total plot dikonversi ke dalam satuan biomassa tumbuhan bawah (ton/ha). Hasil karbon merupakan 46% dari biomassa (Hairiah 1997).

3.3.2. Pengukuran karbon di bawah permukaan tanah

Pengukuran sampel tanah diambil pada kedalaman 0 – 10 cm berdasarkan kelompok umur dan kemiringan pada sub plot contoh pengambilan tanaman bawah dan serasah. Masing-masing kelompok umur diambil 3 kali ulangan setiap plot contoh berdasarkan profil tanah. Sampel tanah kemudian dibawa ke laboratorium tanah untuk dianalisis.

a. Bulk density

Sampel tanah tidak terganggu yang diambil di lapangan ditimbang berat basahnya. Kemudian dioven selama 48 jam dengan suhu 105o C kemudian ditimbang berat keringnya. Selanjutnya dihitung KA (Kadar Air) tanah dengan menghitung selisih berat basah dan berat kering. Bulk density tanah dihitung menggunakan rumus:

BD (gram/cm3) = Berat Kering /

Volume Ring

b. Karbon Organik tanah

Sampel tanah dengan ukuran < 0.5 mm seberat 0.5 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, dengan pipet ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N, dikocok. Selanjutnya ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dikocok kemudian didiamkan selama 30 menit dibiarkan

dingin. Setelah itu larutan diencerkan dengan air destilata 100 ml. Kemudian ditambahkan 4 tetes indikator Ferroin 0.025 M. Larutan tersebut segera dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga warna merah anggur. Kemudian persen C-organik dihitung menggunakan rumus:

C-Organik (%) = contoh tanah yang digunakan. % Bahan Organik = % C organik x 1.724

c. Respirasi tanah

(10)

6

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah

Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah (2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik :

BK=0.11ρD2.62 keterangan :

BK = Biomassa pohon (kg/pohon) D = Diameter setinggi dada (cm) ρ = Berat jenis kayu (g/cm3)

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46 %. Sehingga total cadangan karbon di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa total dikali 0.46.

3.4.2. Analisis karbon di bawah permukaan tanah

a. Karbon pada akar

Persamaan yang digunakan untuk menduga karbon akar yaitu:

RBD = exp (-1.0587 + 0.8836 x In

b. Karbon tanah

Menurut Murdiyarso dkk. (2004) Persamaan yang digunakan untuk menduga cadangan karbon tanah adalah:

KC = B x A x D x C Keterangan ;

KC= Kandungan karbon (ton) B = bobot isi (g/cc atau ton/m3) A = luas tanah (m2)

D = kedalam tanah (m) C = C-organik (%)

c. Carbon Balance

Menurut Sundaravalli dan Paliwal (1998) dalam Yulyana (2005), perhitungan neraca karbon dilakukan dengan menggunakan pendekatan serasah dan respirasi tanah, yaitu menggunakan rumus hubungan dalam satuan g/m2/tahun sebagai berikut:

Cbalance = (CO2output)/L serasah (g/m2/tahun)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum lokasi penelitian

PT. Perkebunan Nusantara VIII terletak di Desa Cibungur Kecamatan Warung Kiara Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Perkebunan ini terletak pada ketinggian antara 100 m - 600 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3361.64 mm/tahun. Jenis tanah terdiri dari tiga macam yaitu Podzolik, Regosol, dan Latosol dengan topografi dari landai sampai berbukit.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat.

PTPN VIII mempunyai luas areal konsesi 3429 Ha yang terbagi dalam empat afdeling. Pada penelitian ini hanya dilakukan pada afdeling satu yang terdiri dari tiga blok yaitu, blok 10 (KU 20 tahun), blok 8 (KU 25 tahun), dan blok 16 (KU 31 tahun).

4.2. Sebaran tanaman contoh berdasarkan diameter

Pendugaan biomassa pohon karet dilakukan di PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini pengukuran cadangan karbon perkebunan karet hanya dilakukan pada 3 Kelas Umur (KU) saja yaitu umur 20, 25, dan 31 tahun. Pemilihan lokasi didasarkan pada data inventarisasi perkebunan berupa data jenis tanah dan klon (varietas) karet. Lokasi yang dipilih yaitu lokasi berjenis tanah podzolik dengan varietas karet PR 300. Pemilihan lokasi dan klon yang sama pada area penelitian dilakukan dengan tujuan meminimalisir terjadinya perbedaan hasil pengukuran karena perbedaan faktor lokasi dan varietas.

(11)

6

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah

Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah (2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik :

BK=0.11ρD2.62 keterangan :

BK = Biomassa pohon (kg/pohon) D = Diameter setinggi dada (cm) ρ = Berat jenis kayu (g/cm3)

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46 %. Sehingga total cadangan karbon di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa total dikali 0.46.

3.4.2. Analisis karbon di bawah permukaan tanah

a. Karbon pada akar

Persamaan yang digunakan untuk menduga karbon akar yaitu:

RBD = exp (-1.0587 + 0.8836 x In

b. Karbon tanah

Menurut Murdiyarso dkk. (2004) Persamaan yang digunakan untuk menduga cadangan karbon tanah adalah:

KC = B x A x D x C Keterangan ;

KC= Kandungan karbon (ton) B = bobot isi (g/cc atau ton/m3) A = luas tanah (m2)

D = kedalam tanah (m) C = C-organik (%)

c. Carbon Balance

Menurut Sundaravalli dan Paliwal (1998) dalam Yulyana (2005), perhitungan neraca karbon dilakukan dengan menggunakan pendekatan serasah dan respirasi tanah, yaitu menggunakan rumus hubungan dalam satuan g/m2/tahun sebagai berikut:

Cbalance = (CO2output)/L serasah (g/m2/tahun)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum lokasi penelitian

PT. Perkebunan Nusantara VIII terletak di Desa Cibungur Kecamatan Warung Kiara Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Perkebunan ini terletak pada ketinggian antara 100 m - 600 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3361.64 mm/tahun. Jenis tanah terdiri dari tiga macam yaitu Podzolik, Regosol, dan Latosol dengan topografi dari landai sampai berbukit.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat.

PTPN VIII mempunyai luas areal konsesi 3429 Ha yang terbagi dalam empat afdeling. Pada penelitian ini hanya dilakukan pada afdeling satu yang terdiri dari tiga blok yaitu, blok 10 (KU 20 tahun), blok 8 (KU 25 tahun), dan blok 16 (KU 31 tahun).

4.2. Sebaran tanaman contoh berdasarkan diameter

Pendugaan biomassa pohon karet dilakukan di PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini pengukuran cadangan karbon perkebunan karet hanya dilakukan pada 3 Kelas Umur (KU) saja yaitu umur 20, 25, dan 31 tahun. Pemilihan lokasi didasarkan pada data inventarisasi perkebunan berupa data jenis tanah dan klon (varietas) karet. Lokasi yang dipilih yaitu lokasi berjenis tanah podzolik dengan varietas karet PR 300. Pemilihan lokasi dan klon yang sama pada area penelitian dilakukan dengan tujuan meminimalisir terjadinya perbedaan hasil pengukuran karena perbedaan faktor lokasi dan varietas.

(12)

7

Box polot berguna memberikan informasi lebih detail mengenai distribusi nilai-nilai data pengamatan (keragaman data pengamatan). Berdasarkan (Gambar 3) penyebaran data diameter pada tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun dinyatakan tidak simetris (condong). Data diameter KU 20 tahun terdapat outlier di bagian atas box plot yang disertai dengan garis bagian atas yang lebih panjang, hal ini menunjukkan bahwa distribusi data cenderung menjulur ke arah atas. Berbeda dengan penyebaran data pada diameter KU 25 dan 31 tahun. Pada KU 25 tahun hanya terdapat satu outlier di bagian bawah box plot, sedangkan sebaran data pada KU 31 tahun terdapat outlier di bawah dan di atas box plot. Pada dua KU ini distribusi data sedikit cenderung ke arah bawah. Hal ini dibuktikan letak median kurang tepat berada di tengah box dan garis ke bawah sedikit lebih panjang. Panjang box menentukan besar atau kecilnya penyebaran data. Semakin pendek box berarti penyebaran data semakin kecil. Berdasarkan gambar box plot di bawah, dapat dikatakan bahwa pada ketiga KU mempunyai keragaman data yang kecil. Semakin kecil keragaman data berarti data tersebut semakin mewakili keadaan lokasi sebenarnya.

Gambar 3 Box plot diameter pohon pada masing - masing umur.

Rata-rata diameter tegakan karet 31 tahun lebih besar dibandingkan tegakan karet umur 25 dan 20 tahun.Tegakan karet umur 20, 25, 31 tahun yaitu beturut – turut 20.91, 24.84, 26.93 cm. Berdasarkan gambar box plot di atas, kelompok umur 20 tahun memiliki keragaman diameter paling kecil dibandingkan kelompok umur 25 dan 31 tahun.

Menurut Arief (2001) dalam Latifah (2004), riap merupakan pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu, tetapi ada kalanya juga dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun. Riap tumbuh karet pada penelitian ini diperoleh dari selisih diameter tanaman yang lebih tua dengan yang lebih muda terhadap selisih umur tanaman. Nilai riap antara KU 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/tahun dan 0.23 cm/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh semakin tinggi umur makan riap tumbuhnya semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kemampuan tanaman untuk berfotosintesis semakin lambat sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman.

4.3. Cadangan karbon pada perkebunan karet

4.3.1. Cadangan karbon pada tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun

Potensi karbon pada tanaman karet dapat digambarkan oleh kandungan biomassanya. Biomassa dan kandungan karbon mempunyai hubungan yang linier positif, yaitu kandungan karbon akan meningkat linier positif dengan meningkatnya kandungan biomassa tanaman.

Gambar 4 Perbandingan C akar, C Above Ground Biomass tegakan karet pada 3 kelompok umur.

Berdasarkan (Gambar 4) karbon di atas permukaan tanah tanaman karet meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Kandungan karbon tegakan karet di atas permukaan tanah (Above Ground Biomass) umur 31 tahun lebih tinggi dibandingkan tegakan 25 tahun. Tegakan umur 25 tahun

(13)

8

juga mempunyai kandungan karbon lebih tinggi dibandingkan tegakan 20 tahun.

Biomassa tegakan di bawah permukaan tanah berasal dari biomassa akar. Biomassa akar dapat diperoleh menggunakan rasio akar dengan batang (root to shoot ratio). Rasio akar batang merupakan rasio / perbandingan antara biomassa akar dengan biomassa atas permukaan. Nilai biomassa akar (Root biomass density) diperoleh dari persamaan yang disusun oleh Cairns et al. (1997). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada akar yang lebih tua mempunyai cadangan karbon lebih besar dibandingkan dengan akar yang lebih muda. Begitu pula dengan hasil total cadangan karbon pada tegakan 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 67.18 ton/ha, 103.14 ton/ha, dan 127.91 ton/ha. Berdasarkan hasil di atas dapat diperoleh nilai riap C stock tegakan berturut-turut sebesar 7.19 ton/ha, 4.13 ton/ha.

4.3.2. Cadangan karbon tanaman penutup tanah

Tanaman penutup (understorey) tanah terdiri dari herba, rumput-rumputan, dan serasah yang diambil pada kedalaman 0-5 cm. Semua tanaman yang mempunyai DBH kurang dari 2 cm dalam plot pengukuran termasuk dalam kategori. Tutupan lahan yang diberikan oleh tanaman penutup tanah dapat mempengaruhi kelembapan tanah serta mengakibatkan berkembangnya biomassa mikroorganisme yang dapat memberikan sumbangan karbon bagi lahan tersebut (Yulyana 2005).

Tabel 1 Kadar Karbon Terikat, Biomassa, dan karbon tanaman penutup tanah pada lahan 20, 25, 31 tahun

Sesuai hasil perhitungan (Tabel 1) lahan umur 31 tahun mempunyai kandungan karbon tanaman penutup tanah paling tinggi yaitu 0.55 ton/ha. Besar kecilnya jumlah karbon tanaman penutup tanah yang tersimpan salah satunya disebabkan karena kandungan serasah dan tanaman bawah yang berbeda.

Serasah terbentuk dari daun maupun cabang yang mengering, mati ataupun jatuh di permukaan tanah. Melalui proses dekomposisi serasah memberikan masukan bahan organik

ke dalam tanah. Jumlah masukan tergantung jenis tanaman dan musim. Pada saat pengukuran dilakukan, merupakan musim gugur bagi tanaman karet (September). Tanaman karet mulai menggugurkan daunnya pada bulan Agustus, September, Oktober.

4.3.3. Cadangan karbon tanah

Hasil analisis laboratorium potensi cadangan karbon di perkebunan karet PT Perkebunan Nusantara VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat pada lahan umur 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut yaitu 263.94 ton/ha, 270.58 ton/ha, dan 283.86 ton/ha.

Hasil cadangan karbon tanah diperoleh dari pengambilan sampel tanah hanya pada satu kedalaman yaitu 0-10 cm. Kedalaman ini termasuk kedalam lapisan teratas. Pada lapisan ini diduga kandungan karbon terbesar tersimpan karena masukan bahan organik akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dari bahan organik tanah (BOT), mineral tanah, dan dari pemupukan memasuki pool hara tersedia dalam tanah (Cesylia 2009).

Tabel 2 Cadangan karbon tanah pada lahan 20, 25, 31 tahun

4.4.Cadangan karbon total

Cadangan karbon total merupakan cadangan karbon yang berada di atas permukaan tanah (aboveground) dan cadangan karbon di bawah permukaan tanah (belowground).

(14)

9

Berdasarkan hasil perhitungan, potensi cadangan karbon terbesar terdapat pada lahan karet 31 tahun yaitu sebesar 412.32 ton/ha, dilanjutkan lahan 25 dan 20 tahun berturut-turut sebesar 374.23 ton/ha dan 331.58 ton/ha. Lahan karet 31 tahun mempunyai nilai stock karbon tertinggi dibandingkan lahan karet yang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kandungan C-organik dan bulk density (berat volume tanah) yang tertinggi.

4.5. Neraca karbon tanah pada perkebunan karet

4.5.1. Respirasi in situ

Tingkat respirasi tanah pada KU 20, 25, dan 31 tahun menunjukkan hasil semakin tinggi umur, respirasi semakin tinggi. Nilai ini berkebalikan dengan hasil penelitian Yulyana (2005) menyebutkan bahwa semakin tinggi umur maka respirasi akan semakin berkurang.

Gambar 7 Box plot pengukuran respirasi in situ di lapangan.

Seperti yang diuraikan pada sebaran pengukuruan diameter, sebaran pengukuran respirasi in situ juga digambarkan dengan box plot. Besar kecilnya penyebaran (keragaman) data dapat dilihat dari panjang atau pendeknya

box pada gambar. Semakin panjang box berarti data yang diukur semakin beragam, begitu pula sebaliknya. Sekitar 50 % data observasi terdapat di dalam box ini. Gambar box plot di atas dapat diartikan bahwa KU 20 tahun mempunyai keragaman data respirasi in situ yang paling kecil yaitu antara 76.8 – 88.8 cm. Pada KU 25 dan 31 tahun mempunyai keragaman data yang cukup besar berturut-turut terletak antara 76.8 – 104.4 cm dan 81.4 – 122.4 cm. Besarnya keragaman data pada KU 25 dan 31 tahun diduga karena faktor topografi pada lokasi pengambilan data berfariasi yang menyebabkan keragaman data lebih menyebar.

Semakin rimbun vegetasi pada kelompok umur yang lebih tua menyebabkan kandungan serasah semakin banyak. Semakin banyak serasah yang dihasilkan maka tingkat pengembalian karbon pada tanah semakin besar pula. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perbedaan lokasi areal penelitian tidak berpengaruh terhadap tingkat pelepasan karbon ke atmosfer (respirasi), namun pelepasan karbon lebih dipengaruhi oleh umur tegakan karet.

4.5.2. Carbon balance (Neraca karbon) Pada penelitian ini neraca karbon dihitung berdasarkan pendekatan neraca karbon tanah yang hanya menggunakan pendekatan rasio Cbalance (Tabel 3). Kandungan karbon pada tanah berasal dari karbon organik total dan mikroorganisme tanah. Tingkat pelepasan karbon tanah berasal dari aktivitas respirasi akar, mikroorganisme, dan tanah. Tabel di bawah ini merupakan hasil penggabungan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Yulyana (2005).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat respirasi in situ (Lampiran 3).

Tabel 3 Neraca karbon perkebunan karet pada beberapa kelompok umur

Umur

Lahan Serasah

Respirasi in situ

Laju Emisi C

Laju

(15)

10

Gambar 8 Laju emisi dan laju penyerapan karbon perkebunan karet pada beberapa kelompok umur.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diungkapkan bahwa laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Namun tingginya laju emisi pada lahan karet 10 tahun diduga karena meningkatnya respirasi in situ pada awal-awal pertumbuhan. Tingginya pelepasan CO2 pada lahan karet 10 tahun tidak didukung oleh produksi serasah (Yulyana 2005). Secara keseimbangan lingkungan lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar dan penyerapan karbon terkecil yang dapat merugikan keselamatan lingkungan. Menurut Arsyad (2000) dalam Yulyana (2005), hal ini dapat disiasati dengan menanam tanaman penutup tanah yang dapat memberikan sumbangan karbon bagi lahan tersebut. Tanaman penutup tanah mempunyai peran sebagai masukan bahan organik yang berasal dari batang, ranting, dan daun-daun jatuh yang dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam meningkatkan unsur hara.

Lahan karet umur 5 tahun masih berada dalam kondisi seimbang dimana laju penyerapan karbon lebih tinggi daripada laju emisi karbon. Hal ini disebabkan belum terjadinya aktivitas penyadapan sehingga kulit batang belum terluka dan tingkat respirasi masih berasal dari aktivitas akar dan mikroorganisme tanah. Lahan karet umur 15 sampai 31 tahun mampu menyimpan lebih banyak karbon dengan tingkat emisi yang kecil (Gambar 8). Hal ini dikarenakan besarnya kandungan biomassa dan karbon pada tegakan karet 15 sampai 31 tahun dibandingkan tegakan 5 dan 10 tahun. Selain itu besarnya sumbangan tanaman penutup tanah pada lahan 15 sampai 31 tahun memberikan kontribusi yang besar dalam

menekan laju emisi CO2. Berdasarkan rasio Cbalance jika dikonversi ke dalam persen lahan karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun mampu menyerap 54%, 30%, 65 %, 80%, 83%, dan 84%.

Berdasarkan (Gambar 8) dijelaskan terjadi dua kelompok umur yang memiliki laju emisi sama dengan laju penyerapan karbon yaitu dengan laju 0.5 g/m2/th atau 50%. Hal ini terjadi pada lahan umur 5 sampai 7.5 tahun dan lahan umur 12.5 sampai 15 tahun. Lahan 5 sampai 7.5 tahun, kesamaan laju emisi dan penyerapan karbon terjadi disaat laju emisi menurun dan laju penyerapan karbon meningkat daripada umur 5 tahun. Kesamaan laju tersebut berkebalikan dengan lahan 12.5 sampai 15 tahun, persamaan laju emisi dan penyerapan karbon pada kelompok umur ini disebabkan saat terjadi penurunan laju emisi dan kenaikan laju penyerapan. Kedua titik ini dapat digunakan sebagai batasan untuk menentukan apakah lahan karet berfungsi sebagi source atau sink karbon.

Lahan karet 31 tahun memiliki kemampuan untuk menyerap karbon paling besar dan mengemisi karbon paling kecil jika dibandingkan lahan karet yang lain. Lahan ini hanya melepas emisi karbon 0.16 g/m2/th (Tabel 3). Hal ini diduga karena tingginya masukan bahan organik dari produksi serasah ke ekosistem (input) walaupun didukung respirasi yang besar (output). Pernyataan ini juga didukung oleh data C-organik yang menunjukkan bahwa lahan karet 31 tahun mempunyai C-organik tertinggi. Kandungan C-organik sangat menentukan tinggi rendahnya aktivitas mikroba yang menjadi sumber energi dan makanan bagi mikroba (Nair 1989).

(16)

11

Nilai Cbalance sangat dipengaruhi oleh kontribusi tanaman penutup dan tanah dalam memberikan karbon dalam menekan laju pelepasan CO2 (respirasi in situ). Jika ditinjau dari aspek lingkungan, lahan karet umur 15, 20, 25, 31 tahun merupakan lahan yang layak untuk dipertahankan kelestariannya demi keselamatan lingkungan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Tanaman karet pada KU karet 20, 25, dan 31 tahun nilai riap diameter dan riap C stock tegakan yang semakin turun. Hal ini dibuktikan dengan hasil riap tumbuh tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/th dan 0.23 cm/th dengan riap C stock sebesar 7.19 ton/ha/th, 4.13 ton/ha/th.

Produksi biomassa maupun karbon karet pada umur 20, 25, 31 tahun di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat meningkat dengan bertambahnya umur. Cadangan (stock) karbon pada lahan karet 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, ton/ha, 374.23 dan 412.32 ton/ha.

Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar 0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10 tahun dapat merugikan keselamatan lingkungan. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16 g/m2/th. Laju optimum penyerapan karet pada penelitian ini tidak diperoleh. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, jika dibandingkan umur yang lebih muda lahan karet 31 tahun merupakan lahan paling baik untuk direkomendasikan sebagai lahan yang dapat memberikan kontribusi bagi usaha penyelamatan lingkungan.

4.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan menghitung respirasi in situ lebih dari 24 jam agar hasil respirasi in situ lebih akurat. Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian pada kelompok umur yang lebih tua agar diperoleh umur optimum karet sebagai source maupun sink karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Ambagau Y. 1998. Pendugaan jumlah total biomassa tegakan hutan sekunder pada areal tebas bakar dan pengaruhnya terhadap pH dan kerapatan isi tanah di Sipunggur, Jambi [skripsi]. Bogor: Departemen Menejemen Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Cesylia L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Erlangga J. 2009. Pendugaan potensi karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Elsas V, Jansson, Trevors. 2007. Modern soil microbiology. USA : CRC Press Taylor and Francis Group.

Fauzi A. 2008. Kesesuaian lahan tanaman karet (Hevea brasiliensis) berdasarkan aspek agroklimat di Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Hadi M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

(17)

11

Nilai Cbalance sangat dipengaruhi oleh kontribusi tanaman penutup dan tanah dalam memberikan karbon dalam menekan laju pelepasan CO2 (respirasi in situ). Jika ditinjau dari aspek lingkungan, lahan karet umur 15, 20, 25, 31 tahun merupakan lahan yang layak untuk dipertahankan kelestariannya demi keselamatan lingkungan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Tanaman karet pada KU karet 20, 25, dan 31 tahun nilai riap diameter dan riap C stock tegakan yang semakin turun. Hal ini dibuktikan dengan hasil riap tumbuh tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/th dan 0.23 cm/th dengan riap C stock sebesar 7.19 ton/ha/th, 4.13 ton/ha/th.

Produksi biomassa maupun karbon karet pada umur 20, 25, 31 tahun di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat meningkat dengan bertambahnya umur. Cadangan (stock) karbon pada lahan karet 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, ton/ha, 374.23 dan 412.32 ton/ha.

Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar 0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10 tahun dapat merugikan keselamatan lingkungan. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16 g/m2/th. Laju optimum penyerapan karet pada penelitian ini tidak diperoleh. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, jika dibandingkan umur yang lebih muda lahan karet 31 tahun merupakan lahan paling baik untuk direkomendasikan sebagai lahan yang dapat memberikan kontribusi bagi usaha penyelamatan lingkungan.

4.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan menghitung respirasi in situ lebih dari 24 jam agar hasil respirasi in situ lebih akurat. Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian pada kelompok umur yang lebih tua agar diperoleh umur optimum karet sebagai source maupun sink karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Ambagau Y. 1998. Pendugaan jumlah total biomassa tegakan hutan sekunder pada areal tebas bakar dan pengaruhnya terhadap pH dan kerapatan isi tanah di Sipunggur, Jambi [skripsi]. Bogor: Departemen Menejemen Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Cesylia L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Erlangga J. 2009. Pendugaan potensi karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Elsas V, Jansson, Trevors. 2007. Modern soil microbiology. USA : CRC Press Taylor and Francis Group.

Fauzi A. 2008. Kesesuaian lahan tanaman karet (Hevea brasiliensis) berdasarkan aspek agroklimat di Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Hadi M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

(18)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) DAN NERACA KARBON PADA PERKEBUNAN KARET (Studi kasus : PTPN VIII Cibungur

Sukabumi, Jawa Barat)

SUTRISNI SUSILOWATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

(19)

11

Nilai Cbalance sangat dipengaruhi oleh kontribusi tanaman penutup dan tanah dalam memberikan karbon dalam menekan laju pelepasan CO2 (respirasi in situ). Jika ditinjau dari aspek lingkungan, lahan karet umur 15, 20, 25, 31 tahun merupakan lahan yang layak untuk dipertahankan kelestariannya demi keselamatan lingkungan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Tanaman karet pada KU karet 20, 25, dan 31 tahun nilai riap diameter dan riap C stock tegakan yang semakin turun. Hal ini dibuktikan dengan hasil riap tumbuh tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/th dan 0.23 cm/th dengan riap C stock sebesar 7.19 ton/ha/th, 4.13 ton/ha/th.

Produksi biomassa maupun karbon karet pada umur 20, 25, 31 tahun di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat meningkat dengan bertambahnya umur. Cadangan (stock) karbon pada lahan karet 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, ton/ha, 374.23 dan 412.32 ton/ha.

Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar 0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10 tahun dapat merugikan keselamatan lingkungan. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16 g/m2/th. Laju optimum penyerapan karet pada penelitian ini tidak diperoleh. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, jika dibandingkan umur yang lebih muda lahan karet 31 tahun merupakan lahan paling baik untuk direkomendasikan sebagai lahan yang dapat memberikan kontribusi bagi usaha penyelamatan lingkungan.

4.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan menghitung respirasi in situ lebih dari 24 jam agar hasil respirasi in situ lebih akurat. Selain itu disarankan untuk melakukan penelitian pada kelompok umur yang lebih tua agar diperoleh umur optimum karet sebagai source maupun sink karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Ambagau Y. 1998. Pendugaan jumlah total biomassa tegakan hutan sekunder pada areal tebas bakar dan pengaruhnya terhadap pH dan kerapatan isi tanah di Sipunggur, Jambi [skripsi]. Bogor: Departemen Menejemen Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Cesylia L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Erlangga J. 2009. Pendugaan potensi karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Elsas V, Jansson, Trevors. 2007. Modern soil microbiology. USA : CRC Press Taylor and Francis Group.

Fauzi A. 2008. Kesesuaian lahan tanaman karet (Hevea brasiliensis) berdasarkan aspek agroklimat di Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Hadi M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.

(20)

12

Houghton R.A. 2004. Aboveground forest biomass and the global carbon balance. USA: Woods Hole Research Center. 2004. Aboveground forest biomass and the global carbon balance. USA: Woods Hole Research Center.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2006. IPCC guidelines for national greenhouse gas inventories. Switzerland: Co-Chairs of the Task Force Bureau on National Greenhouse Gas Inventories.

Ketterings Q.M, Coe, R, Van Noordwijk, M Ambagau, Y Palm, C.A. 2001. Reducing uncertaintly in the use of allometrics biomass equation for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forest. Forest ecology and management 120: 199-209.

Kusmana. 1992. An Estimation of above ground Tree Biomass of a mangrove forest in East Sumatra, Indonesia. Tropics 1 (4):243-257.

Kusmana C. 1993. A Study on mangrove forest management base on ecoloycal date in East Sumatera Indonesia [disertasi]. Kyoto: Kyoto University.

Murdiyarso D, Widodo M, dan Suyanto D. 2002. Fire risk in forest carbon project in Indonesia. Science in China Supl : 65 – 74.

Paul E.A. 1996. Soil microbiology and biochemistery. San Diego: Academic Press.

Nair P.K.R. 1989. An introduction to agroforestry. Dordrecht: Kluwer Academic.

Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sopian T. 2008. Produksi tanaman karet (Hevea Brasiliensis) di daerah bercurah hujan tinggi di Kabupaten Bogor. Purwakarta: United Graduate School of Agricultural Science, Tokyo University of Agriculture and Technology.

Van Noordwijk, 1999. Functional Branch Analysis to derive alometrik equations of trees. In: Murdyarso D, Van Noordwijk M and Suyamto D A (eds.) Modelling global change impactson the soil environment. IC-SEA Report 6: 77-79.

Yulyana R. 2005. Potensi kandungan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) yang disadap: kasus perkebunan inti rakyat Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Zhou Y, Li M.H, Cheng X.B, Wang C.G, Fan A.N. 2010. Soil respiration in relation to photosynthesis of Quercus mongolia trees at elevated CO2. Shenyang China: Department of Forest Ecology, Institute of Aplied Ecology, Chinese Academy of Sciences.

(21)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) DAN NERACA KARBON PADA PERKEBUNAN KARET (Studi kasus : PTPN VIII Cibungur

Sukabumi, Jawa Barat)

SUTRISNI SUSILOWATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(22)

ABSTRAK

SUTRISNI SUSILOWATI. Pendugaan Cadangan Karbon (Carbon Stock) dan Neraca Karbon Pada Perkebunan Karet (Studi Kasus: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat). Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO.

Masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasyarat penting dalam perdagagan global pada tahun 2010 ini, namun pada kenyataannya sampai saat ini pngembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet. Penelitian ini bertujuan menduga potensi carbon stock perkebunan karet pada beberapa kelas umur dan menentukan umur karet yang paling optimum dalam menyerap CO2. Pada penelitian ini digunakan dua pendekatan yaitu pendugaan cadangan karbon total dan pendugaan neraca karbon tanah. Biomassa tegakan karet diduga melalui pendekatan rumus allometrik karet yang ditemukan oleh Kettering (2001) yaitu BK = 0,11ρD2.62 , dimana D adalah diameter setinggi dada (dbh), BK adalah biomassa, C adalah karbon, dan ρ adalah berat jenis pohon karet. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa simpanan C stock pada lahan 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, 374.23 ton/ha, dan 412.32 ton/ha. Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar 0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10 tahun merupakan lahan pengemisi karbon. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16 g/m2/th. Oleh karena itu, lahan karet yang lebih tua akan menyerap karbon lebih banyak sehingga baik jika direkomendasikan untuk keselamatan lingkungan.

(23)

ABSTRACT

SUTRISNI SUSILOWATI. Estimation of Carbon Stock and Carbon Balance in Rubber Plantation. (Case Study: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat). Supervised by BAMBANG DWI DASANTO.

Environmental safety issues has become one of the important requirements in the global trade in 2010, but this issue has not been addresed adequately by rubber plantation whose focus was more on production of latex. This study aims to estimate the potential of carbon stock in rubber plantation at several age class systems and to calculate the carbon balance in the rubber plantation. This research, using two approaches to estimate total carbon stocks and soil carbon budget. Biomass stock of rubber is estimated by allometric formula (Kettering 2001) of BK= 0,11ρD2.62, where D is the diameter at breast height (dbh), BK is the biomass, and ρ is wood density. The results show that carbon stock in 20, 25, 31 years land are 331.5 ton/ha, 374.23 ton/ha, and 412.32 ton/ha, respectively.Rate of emission decreases as the tree getting older. Prevoious study before Yulyana (2005) at 5, 10, 15, 20, 25, 31 years old rubber land, the 10 years old rubber release the highest emission of 0.70 g/m2/th and only absorb the carbon 0.30 g/m2/th hence the rubber land age 10 years old is considered as carbon emitter. The carbon absorbtion rate of rubber land age 31 years old is 0.84 g/m2/th and emission rate is 0.16 g/m2/th. Therefore, the rubber plantation would be better active as carbon absorber, while is better or environtmental safety.

(24)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) DAN NERACA KARBON PADA PERKEBUNAN KARET (Studi kasus : PTPN VIII Cibungur

Sukabumi, Jawa Barat)

SUTRISNI SUSILOWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(25)

Judul Skripsi : Pendugaan Cadangan Karbon (Carbon Stock) dan Neraca Karbon Pada Perkebunan Karet (Studi Kasus: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat) Nama : Sutrisni Susilowati

NIM : G24060110

Menyetujui Pembimbing,

Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si NIP. 19650919 199203 1 002

Mengetahui : Ketua Departemen

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002

(26)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 25 April 1988, anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bapak Samsuri dan Ibu Suradillah. Pendidian formal yang pernah ditempuh penulis dimulai dari SD Negeri 2 Bandongan Magelang yang diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Bandongan Magelang, lulus tahun 2003. Pada jenjang pendidikan menengah atas penulis diterima di SMA N 4 Magelang dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(27)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Penyayang atas segala karuniaNya sehingga karya tulis yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada program studi Meteorologi Terapan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Pendugaan Cadangan karbon (Carbon Stock) dan Neraca Karbon Pada Perkebunan Karet (Studi Kasus: PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat)” berhasil diselesaikan.

Bakti dan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung dalam kegiatan dan penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Kedua orang tua, serta kakakku tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayang, doa,dorongan, semangat dan pengorbanan baik moral maupun material.

2. Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M. Si selaku pembimbing yang telah sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ilmu, serta nasehat yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. DR. Ir. Rizaldi Boer, M.S. yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

4. Seluruf staf Perkebunan Karet PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat, khususnya kepada kepala perkebunan dan kepala bagian tanaman perkebunan atas kesempatannya untuk melakukan penelitian.

5. Seluruh staf Laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi Tanah yang telah memberikan ijin, bimbingan, dan saran kepada penulis selama melakukan pengujian di laboratorium. 6. Dosen dan seluruh staf Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah memberikan

ilmu dan pengalaman berharga selama masa perkuliahan.

7. Ibu Ipuk dan keluarga atas doa,dorongan, semangat dan pengorbanan baik moral maupun material selama penelitian.

8. Abdul Harris Khaddafy yang selalu memberikan cinta,kasih sayang, perhatian, dan semangat yang tulus.

9. Seluruh teman-teman atas pengalaman bersama saat senang maupun sedih. Sahabat-sahabatku (Desi, Deby, Hilda, Dindha, Rahmi, Diana, Christin, Debo, Suci tiara, Arum) atas keceriaan dan kasih sayang yang kalian berikan selama ini.

10. Teman-teman civitas GFM dan IPB lainnya yang telah memberikan masukan dan saran yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(28)

viii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Biomassa ... 1 2.2.Cadangan karbon ... 2 2.3.Model pendugaan biomassa dan kandungan karbon ... 2 2.4.Deskripsi karet (Hevea brasiliensis) ... 3 2.4.1. Taksonomi tanaman karet ... 3 2.4.2. Morfologi tanaman karet ... 3 2.4.3. Syarat tumbuh ... 3

III.METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan waktu ... 4 3.2.Bahan dan Alat ... 4 3.2.1. Karbon tegakan ... 4 3.2.2. Karbon tanah ... 4 3.3.Prosedur Penelitian ... 4 3.3.1. Pengukuran karbon di atas permukaan tanah ... 4 3.3.2. Pengukuran karboon di bawah permukaan tanah ... 5 3.4.Analisis Data ... 5 3.4.1. Karbon di atas permukaan tanah ... 5 3.4.2. Karbon di bawah permukaan tanah ... 6

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Keadaan umum lokasi penelitian ... 6 4.2.Sebaran tanaman contoh berdasarkan diameter ... 6 4.3.Cadangan karbon pada perkebunan karet ... 7 4.3.1. Cadangan karbon pada tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun ... 7 4.3.2. Cadangan karbon tanaman penutup tanah ... 8 4.3.3. Cadangan karbon tanah ... 8 4.4.Cadangan karbon total ... 8 4.5.Neraca karbon tanah pada perkebunan karet ... 9 4.5.1. Respirasi in situ ... 9 4.5.2. Carbon balance (Neraca karbon) ... 9

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan ... 11 5.2.Saran ... 11

(29)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(30)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(31)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(32)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1800 penggunaan bahan bakar fosil, penebangan pohon, perusakan hutan yang masih alami menyebabkan perpindahan karbon ke atmosfer. Sebelum tahun 1860 kandungan CO2 di atmosfer kira-kira 260 µl liter-1 CO2. Pada tahun 1995 atmosfer mengandung 360 µl liter-1 CO2 atau 760 Pg C (Van Elsas dkk 2007). Diantara gas-gas rumah kaca, CO2 memberikan kontribusi emisi terbesar terhadap pemanasan global dengan laju kenaikan 1.5 ppmv per tahun, serta masa hidup 5-200 tahun. (Murdiyarso 2003 dalam Hariyadi 2005).

Menurut Wetland International (2006) dalam Hairiah dan Rahayu (2007), Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasnya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan (Hadi 2007).

Penelitian carbon stock dan neraca karbon tanah pada areal perkebunan di Indonesia belum banyak dilakukan. Sampai sejauh ini pengukuran carbon stock masih terkonsentrasi pada tanaman saja sebagai penyerap dan penyimpan karbon, tanpa melihat pada kemampuan tanah dalam menyimpan karbon. Padahal menurut Paul (1996), pernapasan organisme tanah dan akar tanaman yang menyerap O2 dan melepas CO2, mengakibatkan kandungan O2 lebih rendah dan CO2 lebih tinggi di dalam tanah jika dibandingkan di atmosfer.

Masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasarat penting dalam perdagangan global pada tahun 2010 ini. Pada kenyatannya sampai saat ini pengembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet, sedangkan masalah lingkungan kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Oleh karena itu pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfat bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Sukabumi dalam menentukan kebijakan alih guna lahan yang memperlihatkan aspek lingkungan, khususnya penyerapan karbon.

1.2. Tujuan

1. Menduga carbon stock perkebunan karet pada beberapa kelas umur

2. Menentukan umur karet yang paling optimum dalam menyerap CO2.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground).

Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana 1992).

Gambar

Gambar 1  Desain plot pengamatan.
Gambar 1  Desain plot pengamatan.
Gambar 2  Peta lokasi penelitian di PTPN
Gambar 2  Peta lokasi penelitian di PTPN
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

gambar di bawah ini merupakan beberapa usaha bisnis yang dimiliki WNA asal Timur Tengah yang berada di kawasan Desa Tugu Selatan..

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil

Konsep multidimensional modal sosial ini didukung Nahapiet dan Ghoshal (1998) yang menjelaskan bahwa modal sosial adalah bentuk hubungan sumberdaya yang melekat

Semakin tinggi CAR, maka semakin besar kemampuan bank dalam meminimalisir risiko kredit yang membebani sehingga kredit bermasalah yang terjadi dalam bank akan semakin

Dahulu melaksanakan Upacara Adat Nujuh Bulanan adalah satu keharusan karena jika tidak dilaksanakan akan berakibat buruk pada anak yang ada di dalam kandungan.. Seiring

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah rumus korelasi Chi Square yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan harga diri