• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Application of Information and Communication Technology (ICT) in Increasing Extension Staffs Competency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Application of Information and Communication Technology (ICT) in Increasing Extension Staffs Competency"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN

KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN

KOMPETENSI PENYULUH

VERONICE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

VERONICE. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan RETNO SRI HARTATI MULYANDARI

Penyuluh pertanian mempunyai peran strategis terhadap peningkatan produksi dan nilai tambah usaha tani, oleh sebab itu penyuluh dituntut kemampuannya dalam mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidangnya masing-masing dan mentransfer pengetahuannya guna memecahkan permasalahan yang dihadapi para petani dalam usaha taninya. Perkembangan yang pesat dan ketersediaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), membuat penyuluh pertanian sekarang ini dituntut untuk menguasai aplikasi TIK guna mengakses berbagai sumber informasi dalam membantu petani memecahkan masalah-masalah usaha tani yang dihadapinya.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh; 2) Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh; 3) Menganalisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh; 4) Menganalisis perbedaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam pemanfaatan TIK.

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, dengan populasi penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yang terdapat di 12 Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sehingga didapat responden sebanyak 117 orang.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2013. Data didukung dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan (observasi) guna mempertajam analisis data kuantitatif. Analisis data menggunakan: analisis statistik deskriptif, analisis korelasi, dan analisis uji beda dengan aplikasi SPSS versi 19.

Tingkat pemanfaatan TIK oleh THL-TBPP sangat tinggi terutama dalam

pemanfaatan komputer, internet dan handphone, sebaliknya pada penyuluh PNS

tergolong rendah terutama pada pemanfaatan komputer dan internet.

Faktor karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) memiliki hubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, khususnya umur, masa kerja dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK; dan faktor lingkungan memiliki hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek kebijakan Pemda dengan aspek jangkauan sumber informasi dan ragam informasi; serta faktor motivasi penyuluh berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK yaitu pada aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi, kualitas berbagi pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan TIK, serta aspek motivasi ekstrinsik berhubungan nyata dengan variasi materi penyuluhan.

(6)

pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem jaringan, sedangkan pada aspek variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua tingkat kompetensi penyuluh.

Penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP berbeda sangat nyata pada umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Dimana penyuluh PNS cenderung berumur dewasa lanjut, memiliki masa kerja lama, dan kepemilikan TIK kategori sedikit; sedangkan penyuluh THL-TBPP relatif berumur muda sampai dewasa, masa kerjanya singkat dan kepemilikan TIK kategori sedang (4-6 macam), dan banyak (7-9 macam).

Strategi pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh diperoleh dengan cara membangun kerja sama atau sinergi antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam memberikan pesan yang bersifat inovatif yang dikemas dalam materi penyuluhan dengan memperhatikan unsur pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Peningkatan kompetensi penyuluh juga dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal

(pelatihan, seminar, workshop) dengan memberikan kesempatan dan peluang yang

sama antara penyuluh PNS dan THL-TBPP sehingga tidak terjadi gap informasi

sesama penyuluh.

(7)

SUMMARY

VERONICE. The Application of Information and Communication Technology (ICT) in Increasing Extension Staffs Competency. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and RETNO SRI HARTATI MULYANDARI

Agricultural extension staffs have strategic roles towards production improvement and creating incentive for farmers, therefore extension staffs are required to be Information Communication Technology (ICT)-literate as well as to be able to become resourceful to farmers in solving the problems faced. The vast development and the availability of ICT have become the main reason to encourage agricultural extension staffs to master relevant ICT applications in order to access various information to help farmers finding solutions to the problems faced in their work.

Agricultural extension process by using ICT as a medium to access valuable information and communication either with the source of information it self or between extension staffs, is an important thing to do to be able to broaden the knowledge and upgrade the competency of extension staffs, especially in accessing the newest information to increase the competitiveness of farmers in agricultural sector.

This study is aimed to: 1) Investigate the utilization level of ICT in improving the competency of extension staffs. 2) Analyze the relationship between staffs’ characteristics, society factors, and motivation with the level of ICT utilization in improving their competency, 3) Analyze the relationship with the level of application ICT competency level extension staffs, 4) Analyze differences extension status (PNS and THL-TBPP) in the use of ICT.

This study is a descriptive-correlational survey-based study with the sample consisting of government employee as well as contract agriculture extension staffs in 12 extension organization, agriculture, fisheries and forestry (BP3K) in Bogor

regency. The sample collection method in this study is adopting Slovin’s formula

with overall 117 respondents participating in this study

Data collection process was conducted between March and April 2013. The primary data is also supported by qualitative data gained from interviews and observations to deepen the analysis of the quantitative data. Data is analyzed by using descriptive analysis, correlation analysis and differential test analysis. Data analysis is using SPSS version 19 application.

Level of application ICT by THL-TBPP is very high especially in the application of computer, internet and handphone and PNS extension belong to the category of low especially on the application of computers and internet.

(8)

Level of application ICT on the range of information source aspect real correlate with the competence especially on ability of understanding the potential of the region, the capacity of entrepreneurship, and the ability of network systems, also material variation of the extension aspect and varians of information very real at any level of competence of extension staffs..

PNS extension staffs and THL-TBPP real significant difference on age, work experience and level ownership TIK. PNS extension staffs relatively have the more mature age, having a long working period, and ownership of the ICT category a bit; while the THL-TBPP extension staffs are relatively young age to adult, having a short working period and medium category TIK ownership (4-6 kinds), and many (7-9 kinds).

The strategy of ICT utilization in improving extension staff competency is established by building cooperation between government employee staffs and freelance staffs in transmitting innovative messages which packaged in extension material that also considers human resource development aspects and social capital improvement. Extension staff competency can also be improved through formal and informal (e.g. training, seminar, workshop) education by emphasizing equality between government employee staffs and freelance staffs so that potential indifference between these two groups can be avoided.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN

KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN

KOMPETENSI PENYULUH

VERONICE

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul tesis : Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh

Nama : Veronice

NRP : I352110021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Amiruddin Saleh, MS Dr Ir Retno Sri H Mulyandari, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Ibu Dr Ir Retno Sri Hartati

Mulyandari, MSi sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan sarannya.

3. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh yang telah memberikan

izin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB.

4. Penyuluh Pertanian Kabupaten Bogor atas partisipasi dan kerjasamanya.

5. Segenap dosen dan staf administrasi Program Studi Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

6. Orang tua, suami tercinta dan anak-anak tersayang yang telah memberikan izin dan dorongan semangat beserta seluruh keluarga besar dengan dukungannya telah memberikan kekuatan tersendiri kepada penulis selama ini.

7. Rekan-rekan seperjuangan KMP 2011 (Mbak Tika, Teh Opi, Rani, Pak

Ikhsan, Pak Windi, Syatir, Des, Age) yang selalu kompak dan semangat pantang menyerah.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik

moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

Bogor, September 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pemanfaatan TIK di Bidang Pertanian Keterdedahan terhadap TIK Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh

Hubungan Karakteristik Penyuluh, Faktor Lingkungan dan

Motivasi Penyuluh dengan Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh Strategi Pemanfatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1. Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor 22

2.

Indikator dan parameter karakteristik individu responden Indikator dan parameter faktor lingkungan responden Indikator dan parameter motivasi responden

Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden Indikator dan parameter kompetensi penyuluh pertanian

Sebaran rataan skor dan uji t dalam intensitas pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP

Sebaran rataan skor dan uji t pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK penyuluh

Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh dan uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP

Sebaran rataan skor faktor lingkungan dan uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP

Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan uji t penyuluh PNS dan THL dalam pemanfaatan TIK

Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK

Sebaran rataan skor dan uji t tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP

(20)
(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyuluhan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam pengembangan kualitas pelaku utama (petani) dan pelaku usaha. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya. Sebagai kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi pelaku utama dan keluarganya, serta pelaku usaha.

Keberhasilan pembangunan pertanian tidak lepas dari peran penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Sebagai pejabat fungsional, penyuluh memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang digunakan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan penyuluhan. Jabaran tupoksi penyuluh tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 di antaranya meliputi: 1) Menyiapkan dan merencanakan pelaksanaan penyuluhan pertanian; 2) Melaksanakan penyuluhan pertanian; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan; 4) Mengembangkan penyuluhan pertanian, 5) Mengembangkan profesi penyuluhan; 6) Mengembangkan kegiatan penunjang tugas penyuluh pertanian (Menpan, 2008).

Sesuai dengan paradigma baru penyuluhan, yang bergeser dari pola top down menjadi bottom up dimana bentuk hubungan antara penyuluh dan petani tidak lagi sebagai atasan dan bawahan, tetapi sebagai mitra sejajar petani, maka tugas pokok dan fungsi penyuluh tersebut juga mengalami perubahan ke arah perannya sebagai mitra sejajar petani. Kondisi ini menuntut penyuluh untuk selalu mengembangkan diri agar dapat memberikan layanan yang memuaskan petani.

Heryawan (2012) menjelaskan demi terwujudnya target utama

pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh jumlah dan kompetensi penyuluh. Saat ini jumlah penyuluh pertanian sebanyak 51.428 orang, terdiri atas 27.961 (54.37%) orang penyuluh Pegawai Negeri Sosial; 1.251 (2.43%) orang penyuluh honorer; dan 22.216 (43.20%) Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP). Penyuluh yang langsung mendampingi petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani di tingkat desa/kelurahan sekitar 35.146 orang dengan rasio 75.22 desa/kelurahan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini seorang penyuluh pertanian rata-rata mengawal dan mendampingi petani pada 2 sampai 4 desa.

Kelemahan tenaga penyuluh tidak hanya dalam aspek kuantitas, tetapi juga secara kualitas cukup mengkhawatirkan. Hasil-hasil penelitian yang terkait dengan kompetensi penyuluh seperti yang dilakukan Marius et al. (2007), Nuryanto (2008), dan Mulyadi (2009) menunjukkan masih lemahnya kompetensi penyuluh pertanian. Rendahnya mutu tenaga penyuluh juga ditegaskan oleh

(22)

2

Slamet (2008) bahwa idealnya penyuluh lapangan itu juga harus profesional yang mampu berimprovisasi secara bertanggung jawab dengan situasi dan kondisi lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada saat ini belum cukup tersedia. Kondisi ini mengindikasikan perlunya berbagai pihak untuk mengkaji bagaimana meningkatkan kualitas penyuluh. Berkaitan dengan hal kompetensi penyuluh, untuk menjawab tantangan penyuluhan saat ini yaitu dengan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yakni menjadikan penyuluh yang profesional dalam memberikan layanan yang

memuaskan kepada petani, sehingga penyuluh perlu meningkatkan

kompetensinya.

Kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh adalah kemampuan dalam mengakses Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di bidang pertanian untuk mendukung perannya dalam memberikan layanan informasi sesuai kebutuhan petani dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi yang berlangsung dengan cepat. memiliki kompetensi yang memadai tersebut, penyuluh dapat mencari dan mengakses sumber-sumber informasi terkini yang berkaitan dengan bidang pertanian dan menyampaikan informasi tersebut kepada petani untuk meningkatkan daya saing usaha taninya. Upaya ini selaras dengan UU Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses informasi.

Penyuluh pertanian berperan membantu petani dalam menentukan pilihan teknologi yang akan digunakan dengan jalan memberikan pertimbangan-pertimbangan atas akibat penggunaan sesuatu teknologi, seperti pertimbangan-pertimbangan biaya dan pendapatan, risiko pasar dan saluran pemasaran serta kualitas dan kuantitas produk yang diperlukan konsumen. Penyuluh dalam melaksanakan fungsi dan perannya perlu terus-menerus mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh para petani kliennya. Perkembangan ilmu dan teknologi tersebut dapat diperoleh antara lain oleh berbagai macam media yang tersedia. Informasi yang dibutuhkan untuk masing-masing penyuluh bervariasi sesuai dengan masalah spesifik lokasi, kebutuhan informasi petani, maupun kondisi dan kebutuhan penyuluh tersebut dalam menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesinya.

Pentingnya peran penyuluh di era globalisasi ini, menuntut diperlukannya penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap pemanfaatan dan penggunaan TIK oleh penyuluh pertanian dalam peningkatan kompetensinya. Selain pemanfaatan TIK, dilakukan juga penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan TIK seperti faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor eksternal lainnya sehingga dapat diketahui rumusan strategi yang tepat dalam pemanfaatan TIK guna meningkatkan kompetensi penyuluh.

(23)

3

Perumusan Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat seiring tuntutan perubahan zaman. Perkembangan TIK terutama sejak munculnya teknologi internet telah menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat. Produk teknologi informasi yang relatif murah dan terjangkau memudahkan akses informasi melampaui batas negara dan batas budaya. Kondisi ini telah merambah kepada semua lapisan kehidupan manusia termasuk para petani di pedesaan. Kini sebagian petani sudah terbiasa mengakses informasi melalui koran, majalah, radio, televisi, internet, handphone atau media lainnya. Oleh karena itu, peran penyuluh menjadi penting sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi petani. Sebagai konsekuensinya penyuluh dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang.

Ketersediaan berbagai macam atau jenis TIK dan beragam jenis informasi yang ada belum menjamin dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian untuk dapat diteruskan kepada para petani melalui penyuluhan pertanian, dengan kata lain pemanfaatan berbagai jenis TIK ini mempunyai hambatan atau kendala baik yang berasal dari dalam diri penyuluh pertanian itu sendiri maupun faktor eksternal lainnya yang menentukan.

Penelitian Anwas et al. (2009) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh di

Kabupaten Karawang dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat tergolong rendah, terutama dalam pengelolaan kewirausahaan, pengelolaan pembaharuan, dan pemandu sistem jaringan. Kompetensi penyuluh terhadap pemahaman potensi wilayah, pengelolaan pelatihan, pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan komunikasi inovasi termasuk dalam kategori sedang.

Nuryanto (2008) mengungkapkan bahwa kompetensi penyuluh di Provinsi Jawa Barat tergolong rendah terutama dalam kemampuan penyuluh memanfaatkan media internet, membangun jejaring kerja, mengakses informasi, penguasaan inovasi dan menganalisis masalah. Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh secara umum relatif masih akan berdampak pada kurangnya kualitas layanan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan.

Pengembangan TIK sebagai salah satu alternatif untuk menjamin kecepatan dan ketepatan penyebaran informasi teknologi baru di bidang pertanian juga menjadi salah satu pilihan pertimbangan pada efektivitas dan efisiensi sistem layanan penyuluhan (Subejo, 2011), bahkan pemanfaatan TIK ini juga tidak lepas dari adanya peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku pembangunan pertanian, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi. Sharma (2006) menyebutkan salah satu solusi yang ditawarkan dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan yaitu dengan memberikan istilah

tentang pemanfaatan TIK untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan cyber

extension.

Berdasarkan state of the art dan beberapa latar belakang kegiatan penelitian ini, permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sejauhmana tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi

(24)

4

2. Sejauhmana hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan

motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK?

3. Sejauhmana hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi

penyuluh?

4. Faktor-faktor apa saja yang membedakan status penyuluh (PNS dan

THL-TBPP) dalam pemanfaatan TIK?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah melihat tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh yang berhubungan dengan karakteristik penyuluh, keterdedahan penyuluh terhadap media dan motivasi penyuluh, sedangkan tujuan spesifik penelitian yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu untuk:

1. Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi

penyuluh.

2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan

motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK.

3. Menganalisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat

kompetensi penyuluh.

4. Menganalisis perbedaaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam

pemanfaatan TIK.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang penyebarluasan hasil-hasil penelitian dan pengkajian dan bagi dinas lingkup pertanian dalam memperhatikan penyediaan TIK bagi penyuluh pertanian. Secara rinci manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk mengimbangi tuntutan dinamika kompetensi penyuluh yang terus

berkembang, pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan pemerintah daerah perlu mengambil kebijakan untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh melalui pemanfaatan TIK. Penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi tentang TIK yang dapat meningkatkan kompetensi penyuluh.

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang

diseminasi hasil penelitian untuk menyediakan media informasi teknologi pertanian yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan sasaran.

3. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan terutama Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) dalam melaksanakan proses diseminasi teknologi pertanian agar lebih efektif dan efisien dengan pemanfaatan TIK oleh penyuluh.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan penyuluh pertanian dalam rangka

menyusun program penelitian dan penyuluhan serta merancang media yang tepat dalam percepatan alih teknologi.

5. Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam ilmu komunikasi dengan

(25)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian

Menurut Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya. Hal ini sebagai upaya

untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan

kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, dan penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.

Penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama (petani) dan atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah (Deptan RI, 2006).

Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yaitu tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh pemerintah pusat yakni Kementerian Pertanian Republik Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dan menjalankan tupoksi serta mendapatkan kewenangan dalam menjalankan tugas yang sama dengan penyuluh pertanian PNS. (Menpan, 2008)

Penyuluhan pada hakekatnya adalah suatu cara proses penyebaran informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang ilmu dan teknologi yang bermanfaat, analisis ekonomi dan upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani serta peraturan dan kebijakan pendukung.

Lebih lanjut dikatakan bahwa penyuluhan juga berorientasi pada perubahan perilaku melalui suatu proses pendidikan. Dalam penyuluhan terkandung adanya perubahan sikap dan keterampilan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha taninya, demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat (Mardikanto, 2010)

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/Menpan/2/2008, bahwa tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu: 1) Menyiapkan dan merencanakan

(26)

6

pelaksanaan penyuluhan yang meliputi, kemampuan dalam mengidentifikasi potensi wilayah, kemampuan mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian, kebutuhan menyusun program penyuluhan, dan kemampuan menyusun rencana kerja penyuluhan; 2) Melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan, baik metode penyuluhan perorangan maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan massal, juga memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan; 4) Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian; 5) Pengembangan profesi penyuluh pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku penyuluhan; dan 6) Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian.

Penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk masa yang akan datang haruslah dipola secara terpadu dan integratif. Baik secara perencanaan kegiatannya, peningkatan kualitas SDM dan fasilitas fisik lainnya, kelembagaan dan mekanisme kerjanya, serta kontrol dan sistem evaluasi yang ketat. Hal ini sangat perlu dilakukan karena tanpa didukung dengan fungsi manajemen yang baik, maka kegiatan penyuluhan akan mengalami kebuntuan, mandeg, tidak visioner, dan kurang memperhitungkan perubahan keadaan lingkungan yang dinamis.

Tantangan yang dihadapi oleh para penyuluh pertanian saat ini cukup berat dan kompleks, minimal ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dan sekaligus untuk diatasi oleh para penyuluh di antaranya: 1) Perkembangan teknologi pertanian dan teknologi informasi, 2) Perkembangan politik pembangunan pertanian, 3) Perkembangan tata perekonomian dunia yang mengarah kepada perdagangan bebas. Ketiga tantangan tersebut, secara langsung dan tidak langsung membawa konsekuensi logis yang berbeda dan beragam. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju pesat, membawa implikasi kepada kegiatan penyuluhan dalam memanfaatkan perkembangan tersebut. Di lain sisi, para penyuluh belum sepenuhnya dapat mengambil manfaat dari perkembangan teknologi ini.

Pengaruh perkembangan politik pembangunan pertanian saat ini lebih banyak diwarnai oleh kebijakan pembangunan yang otonom sesuai dengan semangat otonomi daerah. Sebagai akibat turunan dari aspek ini, setiap daerah mempunyai kebijakan yang berbeda menyangkut kebijakan penyuluhan pertaniannya.

Hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah daerah

menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk leaflet,

(27)

7

pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan tergolong dalam kasus informasi primer. Mengenai isu yang berkaitan dengan jenis atau ragam informasi, perlunya portal bagi penyuluh dalam mengakses informasi dan akses ke katalog online database bagi pusat-pusat informasi sehingga interoperabilitas lintas kelembagaan dan database repositori menjadi isu penting dalam memberikan portal informasi di bidang pertanian.

Konsekuensi dari tantangan yang ketiga adalah ekonomi yang dapat bersaing adalah yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi tercapai jika teknologi menjadi input utama dalam proses produksi. Peran penyuluh semakin penting untuk memasukan teknologi tersebut.

Penyuluhan pertanian tengah mengalami kegamangan dalam menghadapi tantangan perubahan ini. Penyuluhan dan penyuluh belum sepenuhnya mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Oleh karena itu perubahan dan peningkatan peran penyuluh sangat perlu dilakukan, karena perubahan sosial ekonomi petani ke arah yang lebih baik memerlukan transfer teknologi lewat tangan-tangan penyuluh. Peran penyuluh lainnya antara lain:

1. Peran Penyuluh sebagai tenaga teknis edukatif. Dalam peranan ini penyuluh dapat bertindak sebagai penyedia jasa konsultan (pendidikan), termasuk di dalamnya penyuluh dapat melakukan tindakan membimbing, melatih, mengarahkan, dan memberikan transfer informasi dan teknologi usaha tani. Perubahan perilaku pada tiga domain utama (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) menjadi bagian tugas yang tidak terpisahkan dalam peranan penyuluh sebagai konsultan/tenaga pendidikan pertanian. Sebagai tenaga

teknis edukatif, seorang penyuluh pertanian mampu melakukan

penyelenggaraan proses belajar mengajar sesuai prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa.

2. Peran penyuluh sebagai pemberdaya petani. Sebagai pemberdaya petani, penyuluh diharapkan mampu memberikan semangat dan energi yang penuh bagi kemandirian hidup petani, sehingga petani mau dan mampu untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya secara independen dan swadaya. Tentunya dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan penyuluh sebagai pemberdaya petani di antaranya:

a. Penyuluh sebagai insiator: senantiasa memberikan gagasan/ide baru yang inovatif, adaptif, dan fleksibel.

b. Penyuluh sebagai fasilitator: selalu memberikan alternatif solusi dari setiap problema yang dihadapi petani, dan mampu memberikan akses kepada tujuan pasar dan perbaikan modal usaha.

c. Penyuluh sebagai motivator: senantiasa penyuluh memberikan dorongan semangat agar petani mau dan mampu bertindak untuk kemajuan.

d. Penyuluh sebagai evaluator: senantiasa penyuluh mampu melakukan tindakan korektif, mampu melakukan analisis masalah.

3. Peran penyuluh sebagai petugas profesional mandiri yang berkeahlian

spesifik. Penyuluh yang profesional adalah penyuluh yang mampu memposisikan diri dalam tugasnya sebagai milik petani dan lembaganya serta bertanggung jawab penuh terhadap profesinya.

(28)

8

4. Penyuluh berperan sebagai entrepreneurship (kewirausahaan)

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan

Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor

961/KEP/M/XI/1995).

Karakteristik Individu Penyuluh

Karakteristik individu merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakter tersebut terbentuk oleh faktor biologis yang mencakup genetik, sistem syaraf serta sistem hormonal, dan faktor sosio-psikologis berupa komponen-komponen konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (Rakhmat, 2001).

Menurut Padmowihardjo (2004), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun.

Kemampuan belajar diperoleh salah satunya melalui jalur pendidikan. Hakekat dalam pendidikan adalah adanya proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu dalam berpikir dan berperilaku. Oleh karena itu pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan (Slamet, 2003). Bahkan menurut Mardikanto (2010), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Senada yang diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Radio dan program televisi yang terkenal di kalangan perempuan berupa siaran berita, program sosial budaya, musik dan drama. Masalah yang menghambat penggunaan radio dan televisi oleh perempuan yaitu kendala waktu, dan kondisi ekonomi. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksudkan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh. berdasarkan uraian di atas tingkat pendidikan penyuluh akan berpengaruh terhadap pemanfaatan media.

(29)

9

Hasil penelitian Alfred dan Odefadehan (2007) mengungkapkan bahwa hanya pengalaman kerja penyuluh yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kebutuhan informasi mereka. Selain itu juga menemukan bahwa penyuluh menerima beberapa sumber informasi yaitu pelatihan, penelitian, buku, buletin teknis, seminar dan supervisor, sementara sumber informasi yang lain yaitu klien dan rekan dianggap tidak efektif.

Menurut Saleh (2009), karakteristik personal dan sosial ekonomi keluarga santri pesantren tradisional dan modern seperti usia, lama menetap, status ekonomi, keluarga dan mobilitas sosial berhubungan nyata dengan perubahan sosiokultural serta terdapat hubungan yang sangat nyata antara keterdedahan media massa dengan perubahan sosiokultural yang terjadi di pesantren tradisional maupun modern.

Lebih lanjut Anwas et al. (2009) menyebutkan bahwa intensitas

pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan media terprogram dalam kategori sedang. Pemanfaatan media ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan klien.

Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi, secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian informasi. Teknologi ini merupakan hasil perpaduan dari dua teknologi yang sebelumnya dikembangkan secara terpisah, yaitu komputer untuk data digital, dan komunikasi untuk suara. Didorong oleh perkembangan teknologi mikroelektronika, perbedaan antara keduanya menjadi tidak terlalu berarti (Kemeneg Ristek RI, 2006).

Teknologi informasi dan komunikasi perkembangannya paling pesat dibanding dengan teknologi-teknologi lain dan dipercaya belum kelihatan titik jenuhnya dalam beberapa dekade terakhir, bahkan semakin mengagumkan. Dalam perkembangannya, teknologi informasi sudah mengarah pada teknologi dengan ciri-ciri konvergensi, miniaturisasi, embedded, on demand, grid, intellegent, wireless inter networking, open source, seamles integration, dan umbiquitous (Kemeneg Ristek RI, 2006).

(30)

10

Personal Computer Board (PCB), komponen plastik, komponen casing sudah diproduksi di Indonesia; 5) Tersedianya infrastruktur walaupun belum merata di seluruh nusantara.

Selain faktor kekuatan terdapat beberapa kelemahan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, antara lain: 1) Lingkungan usaha belum sepenuhnya kondusif, terutama belum adanya kepastian hukum; 2) Dukungan riset dan pengembangan transfer teknologi masih lemah, karena terbatasnya pembiayaan; 3) Belum tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk teknologi informasi dan komunikasi; 4) Pasar ekspor masih terbatas; 5) Terbatasnya SDM yang profesional; 6) Ketergantungan barang modal, komponen dan bahan baku impor masih tinggi; 7) Potensi usaha berbasis teknologi informasi dan komunikasi belum dikembangkan secara optimal; 8) Tingginya tingkat pembajakan piranti perangkat lunak (Kemeneg Ristek RI, 2006). Sementara itu dikemukakan oleh Kemenneg Ristek RI beberapa peluang pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, seperti: 1) Membaiknya

perekonomian nasional; 2) Semangat reformasi dan demokrasi; 3)

Berkembangnya ekonomi baru; 4) Meningkatnya akses informasi; dan 5) Adanya globalisasi yang dapat memperluas jaringan kerjasama.

Fokus pembangunan nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yaitu mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengurangi kesenjangan informasi, mengurangi pembajakan Hak Kekayaan Intelektual, dan mengurangi belanja teknologi impor, yang meliputi: telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP), penyiaran multimedia berbasis digital, aplikasi perangkat lunak berbasis open source, telekomunikasi murah untuk desa terpencil, teknologi digital untuk industri kreatif, dan infrastruktur informasi (Kemeneg Ristek RI, 2006).

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Bidang Pertanian

Informasi teknologi pertanian memegang peranan penting dalam proses pembangunan pertanian. Tersedianya berbagai sumber informasi yang akan mendesiminasikan (menyebarkan) atau menyampaikan informasi teknologi pertanian dapat mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan. Pada era globalisasi dan informasi dewasa ini, perkembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas, baik peneliti, dosen, mahasiswa maupun pengguna jasa informasi lainnya.

Terbukanya pasar global dan peningkatan selera konsumen ke arah mutu produk pertanian yang lebih tinggi merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara sistematis, antara lain dengan mengoptimalkan kegiatan diseminasi (penyebarluasan informasi) hasil penelitian dan teknologi pertanian melalui berbagai media, baik media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, leaflet atau folder dan poster), media elektronik (televisi, radio, CD, surat elektronik, dan internet) maupun melalui tatap muka, berupa seminar, lokakarya, workshop atau apresiasi dan advokasi (Setiabudi, 2004).

(31)

11

pembangunan dapat bermanfaat dan menimbulkan efek serta dampak pesan kepada masyarakat. Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat merupakan unsur yang paling utama dalam komunikasi pembangunan. Tujuannya untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang.

Pesan pembangunan dapat disampaikan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, film teatrikal dan media cetak lainnya seperti poster, pamflet, spanduk dan lain sebagainya. Chury et al. (2012) menyatakan bahwa radio merupakan saluran yang paling efektif untuk mendapatkan informasi mengenai iklim.

Surat kabar juga memiliki banyak substansi informasi yang mana salah satunya berisi informasi di bidang pertanian. Informasi pertanian merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam produksi dan tidak ada yang menyangkal bahwa informasi pertanian dapat mendorong ke arah pembangunan yang diharapkan. Informasi pertanian merupakan aplikasi pengetahuan yang terbaik yang akan mendorong dan menciptakan peluang untuk pembangunan dan pengurangan kemiskinan.

Hasil penelitian Usman et al. (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur yang penting dan lebih banyak diminta yaitu dalam bentuk TIK guna pengembangan inovasi dan penggunaan sumber daya secara efektif, memanfaatkan metodologi baru dan pasar untuk peningkatan taraf hidup petani.

Lebih lanjut Usman et al. (2012) mengungkapkan, bahwa TIK harus dimasukkan

ke dalam semua usaha yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Kesadaran harus dihasilkan dari kalangan petani muda dan setengah baya tentang ketersediaan layanan TIK untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif.

Penggunaan media massa dalam penyuluhan yang patut dipertimbangkan adalah peranannya dalam program penyuluhan dan penggunaan secara efektif. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku, karena pengirim dan penerima pesan cenderung menggunakan pesan selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan mengalami distorsi. Sangat disadari bahwa tidak seorangpun dapat membaca semua penerbitan, penelitian menunjukkan bahwa dasar pemilihan media terletak pada kegunaan yang diharapkan. Misalnya untuk keperluan memecahkan masalah, mengetahui yang sedang terjadi di sekeliling atau untuk sekedar santai, juga untuk keperluan agar dapat berpartisipasi dalam diskusi atau mengukuhkan pendapat mengenai suatu hal (Murfiani, 2006).

Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Molony (2008) yang mengungkapkan bahwa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan TIK, tidak serta merta mengubah hubungan kepercayaan diantara petani dan pembeli yang bertindak sekaligus sebagai kreditur. Dalam situasi tersebut, banyak petani tidak dapat memanfaatkan layanan handphone untuk mencari informasi tentang harga pasar, dan pembeli potensial di pasar lain.

(32)

12

informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal (sesama penyuluh dan kontak tani/petani maju) dan media cetak (surat kabar).

Lebih jauh hasil penelitian tentang TIK yaitu berupa media booklet dan leaflet yang dikaji oleh Adawiyah (2003), dan Nuh (2004) telah membuktikan bahwa media komunikasi berbentuk cetak tersebut sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap khalayak sasarannya, juga penelitian ini menjelaskan bahwa gambar foto dan tampilan berwarna menunjukkan hasil yang sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap responden.

Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan TIK mengungkapkan bahwa dalam memberdayakan petani sayuran disusun strategi konvergensi komunikasi

melalui pemanfaatan cyber extension dengan mengembangkan komunikasi

banyak tahap (multi step flow communication) dan kombinasi media komunikasi

lain sesuai dengan karakteristik petani (Mulyandari, 2011). Hal lain menunjukkan bahwa cyber extension menjembatani kesenjangan komunikasi antara peneliti, penyuluh pertanian, petani dan stakeholders terkait.

Ahuja (2011) mengungkapkan ketersediaan informasi melalui internet membantu proses penyuluhan pertanian lebih cepat dan efektif. Hal ini dikuatkan oleh Chury et al. (2012) bahwa internet diidentifikasi sebagai saluran yang penting untuk berbagi pengetahuan pertanian di saat kegiatan pelatihan teknis diberikan.

Keterdedahan terhadap TIK

Media memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan kepada banyak orang, yang tinggal ditempat yang terpisah dan tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan tinggi. Meskipun tingkat literasi fungsional pada banyak bangsa di Dunia Ketiga itu masih rendah, cepatnya penyebaran informasi diharapkan dapat mengatasi rendahnya pendidikan formal sebagai suatu penghambat keterdedahan pada media massa lebih tinggi.

Keterdedahan adalah melihat, mendengarkan, membaca atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Keterdedahan pada media massa mempunyai korelasi yang tinggi, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa. Indikator keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan ke dalam hal berikut:

1. Sedikitnya pernah terdedah (misalnya kebiasaan membaca surat kabar sekali

dalam seminggu).

2. Tidak terdedah.

(33)

13

keterdedahan, yaitu lamanya waktu khalayak terdedah terhadap media massa (Asmirah, 2006).

Hasil penelitian Awaliyah (2011), menjelaskan bahwa keterdedahan petani terhadap televisi berhubungan nyata dengan pengetahuan dan tindakan petani. Interaksi petani terhadap PPL berhubungan nyata dengan pengetahuan dan tindakan petani. Begitu pula dengan Setiabudi (2004) bahwa karakteristik penyuluh pertanian (kecuali penghasilan), keterdedahan terhadap media, motivasi penyuluh, ketersediaan media mempunyai hubungan nyata terhadap penggunaan dan pemanfaatan media informasi teknologi pertanian.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang mempengaruhi dalam kehidupannya. Menurut Sumaryanto dan Siregar (2003), faktor eksternal (pengaruh lingkungan luar) tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, karena berada di luar kendalinya maka perilaku faktor eksternal

tersebut dianggap “given.” Lebih jauh dikemukakan bahwa, ada dua faktor

eksternal yaitu: 1) berada di luar kendali seseorang (strictly external), dan 2) seseorang bisa mengendalikan dengan bantuan orang lain (quasi external).

Pengaruh faktor lingkungan tersebut jika mendukung atau sesuai dengan kebutuhan seseorang maka akan membantu dalam kelancaran pelaksanaan tugas-tugas. Sebaliknya apabila tidak sesuai bisa menjadi penghambat. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap seseorang di antaranya, kebijakan pemerintah daerah, dukungan keluarga, dukungan kelembagaan, serta iklim belajar. Dalam penelitian ini faktor lingkungan yang diduga dapat dikendalikan pihak lain (quasi external) meliputi: iklim belajar dan dukungan kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda).

Iklim belajar merupakan satu bentuk dukungan lembaga penyuluhan dalam meningkatkan kualitas SDM penyuluh. Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 mengamanatkan peningkatan SDM penyuluh dalam bentuk pendidikan dan latihan merupakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini lembaga penyuluhan.

Hakekat dari pendidikan dan pelatihan ini tidak hanya terbatas pada pendidikan di dalam ruangan khusus akan tetapi adalah bagaimana menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh. Dengan kata lain, lembaga penyuluhan perlu mendukung penyuluh untuk terus belajar meningkatkan kemampuannya melalui suatu kondisi lembaga yang kondusif untuk belajar. Adapun lingkungan yang dimaksudkan adalah: 1) dorongan atau kemudahan untuk melanjutkan pendidikan formal, 2) dukungan mengikuti pelatihan, 3) ketersediaan TIK, 4) kemudahan akses informasi, dan 5) dukungan melakukan ujicoba inovasi.

(34)

14

provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, 3) Pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan, dan 4) Pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan.

Kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap penyuluhan yang paling mudah dilihat adalah dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan sesuai dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006. Di samping itu realisasi dukungan anggaran dan dukungan pengembangan SDM penyuluh menjadi indikator penting dalam mengkaji kebijakan pemda terhadap penyuluhan. Oleh karena itu, indikator yang digunakan terhadap peubah dukungan Pemda adalah dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan, komitmen dukungan realisasi anggaran dalam penyelenggaraan penyuluhan.

Kondisi ini juga dapat dilihat pada kelembagaan petani yang masih dipengaruhi oleh tuntutan dan strategi kebijakan pembangunan pertanian. Pemahaman sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor tertentu kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani yang melakukan kegiatan usahatani masing-masing. Pemahaman sosial budaya meliputi penguasaan pranata sosial dan tatanan sosial setempat, termasuk dalam pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra, 2009).

Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik.

Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan sosial capital lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti, 2007).

Kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti, 2007).

(35)

15

lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau pengembangan lembaga petani di suatu wilayah, tetapi saat ini kelembagaan petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti, 2007)

Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain:

1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah,

kebutuhan, dan minat calon anggota.

2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta

berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan.

3. Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan

bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri.

4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan

keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya.

5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila

terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok.

6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang

kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain

mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat

mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok.

7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih

menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektifan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.

Motivasi Penyuluh

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti

(36)

16

suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

Motivasi merupakan seluruh dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak atau dorongan lainnya yang berasal dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi memberi tujuan dan arah kepada perilaku individu (Ahmadi, 2007). Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati. Adapun aspek yang diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).

Tindakan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada yang didorong oleh motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa motivasi kognitif berhubungan secara nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Semakin banyak petani yang menyatakan motivasi kognitifnya untuk memanfaatkan sumber informasi, semakin banyak pula petani yang memanfaatkan sumber informasi tersebut. Selanjutnya penelitian Hubeis (2008) mengungkapkan bahwa motivasi penyuluh (internal dan eksternal) yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya juga menjadi rendah.

Kompetensi Penyuluh

Kompetensi (competency) terkait dengan kemampuan seseorang dalam

melakukan suatu pekerjaan. Kompetensi seringkali diterapkan dalam berbagai aspek terutama dalam manajemen sumber daya manusia. Banyak perusahaan besar di dunia menggunakan konsep kompetensi dengan alasan: 1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai; 2) Alat seleksi karyawan; 3) Memaksimalkan produktivitas; 4) Sebagai dasar untuk pengembangan sistem; 5) Memudahkan adaptasi terhadap perubahan; dan 6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi (Ruky, 2003).

Banyak pakar mendefinisikan kompetensi secara beragam yang bergantung pada sudut pandang dan penekanan berbeda. Yamin (2004) menekankan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan seseorang pada tahap kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan dasar ini akan dijadikan landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian seseorang.

(37)

17

agribisnis; 6) Manajemen kelembagaan kelompok/komunitas; 7) Manajemen pelatihan; 8) Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa; 9) Metode pengembangan prestasi (PRA); 10) Metode dan teknik berkomunikasi efektif; 11) Pengolahan dan analisis data agroekosistem; 12) Rapid Rural Appraisal (RRA); 13) Metode dan teknik penyuluhan; 14) Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; 15) Perencanaan dan evaluasi penyuluhan; 16) Teknologi informasi; 17) Perancangan pesan multimedia; 18) Penyusunan karya tulis ilmiah; 19) Identifikasi kebutuhan,

pengembangan motivasi dan kepemimpinan, dan 20) Konsep-konsep

pembangunan agropolitan.

Berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian Sumardjo (2006) mengemukakan bahwa ada delapan kompetensi yang diperlukan penyuluh sarjana untuk dapat mendukung pelaksanaan tupoksinya yaitu: 1) Kemampuan berkomunikasi secara konvergen dan efektif; 2) Kemampuan bersinergi kerjasama dalam tim; 3) Kemampuan akses informasi dan penguasaan inovasi; 4) Sikap kritis terhadap kebutuhan atau keterampilan analisis masalah; 5) Keinovatifan atau penguasaan teknologi informasi dan desain komunikasi multi media; 6) Berwawasan luas dan membangun jejaring kerja; 7) Pemahaman potensi wilayah dan kebutuhan petani, dan 8) Keterampilan berpikir logis (berpikir sistem).

Hasil penelitian mengenai kompetensi penyuluh yang diungkapkan Marius et al. (2007) menyatakan bahwa penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.

Tuntutan perubahan masyarakat memerlukan rumusan dimensi-dimensi kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. Berdasarkan kajian teori, hasil-hasil penelitian terdahulu, fungsi sistem penyuluhan (UU No.16 tahun 2006), dan tuntutan kebutuhan masyarakat, maka dalam penelitian ini dirumuskan tujuh dimensi kompetensi, yaitu: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2) Kompetensi komunikasi inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4) Kompetensi pengelolaan pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6) Kompetensi pengembangan kewirausahaan; dan 7) Kompetensi pemandu sistem jaringan.

Kerangka Berpikir

(38)

18

Proses pemanfaatan TIK oleh penyuluh pertanian tidak terlepas dari faktor keterdedahan penyuluh itu sendiri terhadap media. Di satu sisi seorang penyuluh pertanian akan lebih banyak memanfaatkan media cetak ketimbang media lainnya, karena pada awalnya memang mereka sudah banyak menggunakan media tersebut untuk mencari informasi teknologi ketimbang media lainnya.

Perkembangan dunia informasi saat ini berjalan dengan sangat cepat, sehingga memungkinkan tersedianya berbagai jenis media informasi yang sesuai dengan kebutuhan penyuluh pertanian itu sendiri, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mendukung peranannya sebagai penyuluh, atau dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan pribadi penyuluh itu sendiri. Demikian pula dengan penyuluh, adanya kebutuhan akan informasi yang diperlukan dalam mendukung tugasnya dapat menimbulkan motivasi pada diri sendiri untuk menggunakan berbagai jenis TIK. Motivasi yang berbeda akan menentukan pengambilan keputusan yang bervariasi dalam menggunakan dan memanfaatkan TIK.

Pemanfaatan TIK oleh penyuluh berkaitan erat dengan karakteristik individu penyuluh yang memanfaatkannya. Karakteristik tersebut meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, tingkat kepemilikan TIK, dan status penyuluh. Perbedaan karakteristik individu penyuluh tersebut akan menentukan pilihan pemanfaatan TIK yang disajikan dalam rangka mendukung kegiatan penyuluhan.

Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan TIK oleh penyuluh adalah faktor yang berada di luar individu penyuluh itu sendiri atau disebut juga dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi iklim belajar, dan dukungan atau kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda).

Menjawab perubahan lingkungan yang strategis dan tuntutan kehidupan masyarakat, diperlukan adanya kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian yang sesuai dengan perkembangan yang ada. Berdasarkan kompetensi sesuai degan tugas-tugas pokok penyuluh, kompetensi sesuai dengan tuntutan kehidupan masyarakat dan didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu dan teori kompetensi, dalam penelitian ini dirumuskan tujuh kompetensi di antaranya adalah: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2) Kompetensi komunikasi inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4) Kompetensi pengelolaan

pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6) Kompetensi

(39)

19

Gambar 1 Kerangka berpikir pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi penyuluh

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang disandarkan pada tinjauan teori serta kerangka pemikiran Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat didapatkan hipotesis penelitian (H1) sebagai berikut.

X1.Karakteristik Penyuluh

X1.1 Umur

X1.2 Pendidikan formal

X1.3 Pendidikan non formal

X1.4 Masa Kerja

X1.5 Tingkat Kepemilikan TIK

X1.6 Status penyuluh

X2. Faktor Lingkungan

X2.1 Iklim belajar

X2.2 Kebijakan PEMDA

Y1. Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh

Y1.1 Intensitas pemanfaatan TIK

Y1.2 Jangkauan sumber Informasi

Y1.3 Variasi materi penyuluhan

Y1.4 Ragam informasi

Y1.5 Kualitas berbagi pengetahuan

X3. Motivasi Penyuluh

X3.1 Motivasi intrinsik

X3.2 Motivasi ekstrinsik

Y2. Tingkat kompetensi penyuluh

Y2.1 Pemahaman potensi wilayah

Y2.2 Pengelolaan komunikasi

inovasi

Y2.3 Pengelolaan pembelajaran

Y2.4 Pengelolaan pembaharuan

Y2.5 Pengelolaan pelatihan

Y2.6 Pengembangan kewirausahaan

Y2.7 Pemandu sistem jaringan

(40)

20

1. Terdapat perbedaan nyata antara karakteristik individu, persepsi penyuluh pada faktor lingkungan, motivasi penyuluh, tingkat pemanfaatan TIK dan tingkat kompetensi penyuluh PNS denganTHL-TBPP.

2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik penyuluh dengan tingkat

pemanfaatan TIK oleh penyuluh.

3. Terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan tingkat

pemanfaatan TIK oleh penyuluh.

4. Terdapat hubungan nyata antara motivasi penyuluh dengan tingkat

pemanfaatan TIK oleh penyuluh.

5. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh

(41)

3 METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. Dalam penelitian ini dilakukan upaya untuk menjelaskan dan menguraikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang diamati dengan pendekatan analisis kuantitatif yang didukung oleh analisis statistik deskriptif dan inferensial.

Gambaran dari pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi penyuluh dijelaskan melalui hubungan atau korelasi dalam variabel penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu: Karakteristik penyuluh (Xı); Faktor lingkungan (X2); Motivasi penyuluh (X3); Tingkat pemanfaatan TIK (Yı); dan Tingkat kompetensi penyuluh (Y2).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di wilayah Bogor terdapat berbagai unit kerja penelitian pertanian, perguruan tinggi dan pusat-pusat informasi. Dengan demikian terdapat berbagai pilihan bagi penyuluh pertanian dalam memanfaatkan TIK.

Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Maret sampai April 2013 dari mulai uji coba kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah penyuluh pertanian PNS dan THL-TBPP atau dikenal dengan istilah penyuluh pertanian kontrak di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dari hasil prasurvei diperoleh informasi bahwa di Kabupaten Bogor terdapat 78 orang penyuluh pertanian PNS dan 87 orang penyuluh kontrak yang tersebar di 12 (dua belas) Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor, sebagaimana disajikanTabel 1.

(42)

Tabel 1 Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor 9. BP3K Wilayah Cibungbulang 10. BP3K Wilayah Leuwiliang

Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor ( BKP5K), 2012

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin.

Gambar

Gambar 1  Kerangka berpikir pemanfaatan TIK dalam peningkatan  kompetensi
Tabel 1 Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor
Tabel 5.
Tabel 6  Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK  responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan : Menurut Anda, manakah yang lebih penting, dari 14 sub faktor bauran pemasaran: kualitas produk, ukuran/berat produk, desain kemasan, dan merek produk (Strategi

Individu penderita tuberkulosis kurang memiliki makna hidup yang berarti karena merasa kurang mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan disekitarnya akibat sikap yang diterimanya

Tesis berjudul “ Pengembangan dan Validasi Tes Virtual Berpikir Tingkat Tinggi(Level Analisis) pada Materi Asam Basa“ , disusun sebagai tugas akhir. Program Magister

- Distribusi: terdistribusi dengan baik dalam cairan- cairan tubuh dan cepat mencapai konsentrasi terapeutik di CSS, yang mendekati 60% dari konsentrasinya di

Berisi tentang peran efisiensi tiap sektor dalam pengembangan pembangunan wilayah dan ketahanan ekonomi daerah Propinsi Jawa Tengah serta teori-teori yang relevan dengan

Pedestrian pada taman atas yang ada di green roof serta yang ada di taman akan memudahkan pengunjung menuju tempat yang diinginkan.. + Rancangan pedestrian yang unik menarik

Efek komunikasi massa pada perilaku sosial yang diterima atau efek. prososial behavioral (dan pada perilaku

Persentase spermatozoa motil pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan hasil lebih dari 50% sehingga motilitas spermatozoa dikategorikan