ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK
(Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)
SKRIPSI
YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA
A 14105626
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA. Analisis Kelayakan Usaha Rosela
Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).
Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan usahanya. Kemudian target yang ingin dicapai adalah ceruk-ceruk pasar yang selama ini tidak terjangkau, dan segmen pasar yang akan dibidik adalah golongan menengah ke bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial (2) menganalis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial dan (3) menganalis switching value terhadap perubahan harga biaya variabel dan harga jual rosela organik.
Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet. Analisa kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period.
Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa pengusahaan rosela organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi penurunan harga jual rosela organik sebesar dua persen, kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen dan kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK
(Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)
Yogaswara Prawirakusuma
A 14105626
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di
“Wahana Farm” Darmaga Bogor)
Nama : Yogaswara Prawirakusuma
NRP : A14105626
Disetujui, Pembimbing
Dra. Yusalina, M.Si.
NIP. 196501151990032001
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP 195712221982031002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis
Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga
Bogor) adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Yogaswara Prawirakusuma
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1984 di Bogor, Jawa Barat sebagai
anak tunggal dari pasangan Bapak Kurnia Susangka dan Ibu Yoyoh Rogayah.
Penulis mengawali pendidikan dengan memasuki Taman Kanak-kanak PGRI 1
Rangkasbitung pada tahun 1989-1990 dan melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri
Panaragan 2 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan
ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada
tahun yang sama, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 9
Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan
Industri Pakan, Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dan pernah mengikuti kegiatan
organisasi seperti Keluarga Besar Teknologi dan Industri Pakan pada tahun
periode 2002-2003. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis kemudian melanjutkan
studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Kelayakan Usaha
Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor), disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program
Sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya dukung aspek pasar,
teknis, manajemen dan sosial terhadap kelayakan usaha rosela organik serta
menganalisis kelayakan finansialnya. Rekomendasi yang dihasilkan setelah
dilakukan analisis pada penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan referensi
pihak pengelola dalam mengambil kebijakan dalam penyusunan biaya produksi,
sehingga tercapainya target penjualan yang signifikan dan menguntungkan.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.
Bogor, Januari 2011
Yogaswara Prawirakusuma
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada :
1. Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar, dan
bijaksana meluangkan waktu, dan pikiran dalam memberikan bimbingan,
motivasi, serta arahan sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian
hingga penulisan skripsi ini.
2. Dr.Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama atas evaluasi, saran,
dan motivasi yang sangat berharga selama penulis menyelesaikan studi
hingga skripsi ini diselesaikan.
3. Rahmat Yanuar, S.P, M.Si selaku dosen penguji komdik yang sudah
memberikan masukan serta evaluasi dalam penyempurnaan skripsi ini
sehingga penulis bisa menyelesaikannya.
4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas kerjasamanya
selama penulis menyelesaikan studi hingga skripsi ini diselesaikan.
5. Kedua orang tuaku yang telah banyak membantu dan membimbing baik
moril maupun materi serta kasih sayangnya yang telah diberikan tiada
henti. Khusus untuk ibu, inilah kado istimewa yang sempat tertunda
untukmu. Maafkan anakmu ini, karena belum bisa mewujudkannya di
waktu engkau masih ada. Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini akan
membuatmu lebih tenang di alam sana, Amin.
6. Tri Agung Junarto dan Hervina Wiranansyah atas waktu, kesempatan dan
kerjasamanya baik moril maupun materi dalam memberikan informasi serta
masukan selama penulis menyelesaikan skripsi.
7. Ika Yulianti atas motivasi, kesabaran dan kasih sayangnya baik moril
maupun materi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku Alfan Hardiyansyah, Asep Hidayatullah, Aminudin,
Nuryafinanto, atas dukungannya selama ini sehingga penulis bisa
9. Teman-teman seperjuangan Ekstensi MAB, Wawan, Solihin, Ruslan, Siska,
Dizy, N’dhe, Nova, Rudy, Tovan, Uut, Zaky, serta teman-teman angkatan Pashing Out lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………...………. iii
DAFTAR GAMBAR ………. iv
DAFTAR LAMPIRAN ……… v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 3
1.3. Tujuan Penelitian ………... 4
1.4. Kegunaan Penelitian ………. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertanian Organik ………... 6
2.2. Botani Tanaman Rosela ………. 7
2.3. Budidaya Rosela ………... 8
2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit ……….. 9
2.5. Panen dan Pascapanen ………... 9
2.6. Penelitian Terdahulu ……….. 9
2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi ……….. 9
2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela ……….… 13
2.7. Ruang Lingkup Penelitian ... 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……… 17
3.1.1. Definisi Proyek ………... 17
3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi ……….... 17
3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan ………. 19
3.1.4. Analisis Switching Value………..……….. 22
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……… 23
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 25
4.2. Jenis dan Sumber Data ………..…. 25
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ………... 25
4.3.1. Analisis Aspek Pasar ………. 25
4.3.2. Analisis Aspek Teknis ………... 26
4.3.3. Analsis Aspek Manajemen ……….….. 26
4.3.4. Analisis Aspek Sosial ……….… 26
4.3.5. Analisis Aspek Finansial ……….….. 26
4.3.6. Analisis Switching Value……….... 29
V. GAMBARAN UMUM WAHANA FARM
5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm ……….. 30
5.2. Struktur Organisasi ……… 30
5.3. Kegiatan Usahatani Rosela ………..….. 31
5.3.1. Subsistem Pengadaan Input Rosela ……… 31
5.3.2. Subsistem Budidaya Rosela ……….…. 33
5.3.2.1. Perencanaan Produksi ……… 33
5.3.2.2. Proses Produksi ……….. 33
5.3.3. Subsistem Pemasaran Rosela ……… 36
VI. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA ROSELA 6.1. Aspek Pasar ……….……..…... 38
6.2. Aspek Teknis ………..……. 40
6.2.1. Ketersediaan Sarana Produksi ………... 40
6.2.2. Ketersediaan Tenaga Kerja ………..…. 41
6.2.3. Layout Lahan ………..……… 44
6.3. Aspek Manajemen ………..….………… 44
6.4. Aspek Sosial ……….… 45
VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial ……….... 46
7.1.1. Arus Penerimaan Proyek ……….…. 46
7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela ………. 46
7.1.2.1. Biaya Investasi ……….… 47
7.1.2.2. Biaya Operasional ……….….. 49
7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek ……….…… 50
7.2. Analisis Switching Value………...….. 52
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ……….……. 54
8.2. Saran ………..…… 54
DAFTAR PUSTAKA ……… 56
LAMPIRAN ………..… 58
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Gizi Rosela ……….………... 2
2. Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm
Bulan Juli - Oktober Tahun 2008……….. 3
4. Jumlah Penggunaan Input Usahatani Rosela di Wahana
Farm Tahun 2009 dengan Luas Lahan 7500 m2... 32
5. Penjualan Rosela Organik Produksi Wahana Farm
Tahun 2009………..………...….. 37
6. Permintaan Rosela Organik Langganan Wahana Farm
Tahun 2009………... 38
7. Biaya Penggunaan Input Rosela Organik di Wahana Farm
Tahun 2009 ...… 40
8. Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm
Tahun 2008 ... …….… 47
9. Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik
Wahana Farm ... 48
10. Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun
Proyek ……….…………. 48
11. Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun
2009 ……….………. 49
12. Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun
2009 ………..………. 49
13. Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm
Tahun 2009 ……… 50
14. Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tanaman Rosela ……….……… 7
2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Finansial
Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga
Bogor) ………...….……...…... 24
3. Struktur Organisasi Wahana Farm Tahun 2009 …………..……. 31
4. Metode Penanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ……. 34
5. Benih Rosela yang Digunakan Wahana Farm Tahun 2009 ……. 34
6. Bunga Tanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ………… 35
7. Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ……… 35
8. Saluran Pemasaran Rosela Organik Wahana Farm
Tahun 2009 ... 36
9. Proses Pencolokkan Biji Rosela di Wahana Farm Tahun
2009 ... 42
10. Proses Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ....…… 42
11. Proses Pengemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 .…….. 43
12. Pengepresan Plastik Kemasan Rosela di Wahana Farm Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia ... 59
2. Cashflow Kelayakan Usaha Rosela Organik di Wahana Farm
Tahun 2009 ………. 62
3. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya tetap Transportasi di
Wahana Farm ………. 63
4. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pestisida
Organik di Wahana Farm ………. 64
5. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Rosela di
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang subur terhadap perkembangan usaha
di bidang pertanian, karena mempunyai iklim tropis sehingga termasuk negara
agraris. Potensi yang ada telah menghasilkan berbagai komoditas tanaman dan
hasil bumi lainnya. Salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia adalah
rosela. Rosela termasuk salah satu tanaman perkebunan yang berada dibawah
binaan Direktorat Jenderal Perkebunan (Lampiran 1).
Penelitian tentang rosela penting untuk dikaji, karena selama dua tahun
terakhir tren rosela semakin meningkat di kalangan masyarakat. Hal ini
dipengaruhi oleh permintaan konsumsi yang berfluktuasi dan semakin
terkenalnya khasiat tanaman tersebut.
Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditi pertanian adalah
banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen.
Karena itu besar kecilnya komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga,
harga substitusi atau harga komplemennya, selera dan keinginan, jumlah
konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan.
Salah satu faktor penyebab adanya fluktuasi jumlah konsumsi tanaman
perkebunan yaitu dengan adanya sistem pertanian konvensional, yang ternyata
membawa dampak cukup serius bagi kesehatan manusia seperti pemberian
pupuk yang mengandung bahan kimia secara berlebihan. Untuk itu, sangatlah
penting melakukan kegiatan usahatani dengan cara organik dan dalam rangka
pencapaian target program pemerintah Go Organic 2010, yang akan memberi
peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara pengekspor terbesar tanaman
pangan organik.
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat
besar, dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru
sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000).
Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum
luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum
tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan
demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara
intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan
lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar dua
tahun.1
Salah satu komoditi pertanian yang dapat ditanam secara organik dan
mulai populer selama dua tahun terakhir ini adalah tanaman rosela. Harga rosela
pada tahun 2007 mencapai Rp 300.000/kg. Kondisi ini akan mendorong semakin
banyak petani maupun pengusaha melirik budidaya rosela.
Budidaya rosela pada awalnya ditujukan untuk memperoleh serat
batangnya dalam pembuatan tali dan karung goni. Karena sudah banyak produk
yang terbuat dari plastik (kresek), saat ini tanaman rosela sudah populer sebagai
penghasil bahan makanan dan minuman. Secara garis besar, rosela mempunyai
kandungan yang kaya akan gizi. Tabel 2 menunjukkan kandungan gizi rosela.
Tabel 2. Kandungan Gizi Rosela.
Kandungan 100 g
buah segar 100 g daun segar 100 g kelopak segar 100 g biji
Kalori 49 kal 43 kal 44 kal -
Air 84,5 % 85,6 % 86,2 % 7,6 %
Protein 1,9 g 3,3 g 1,6 g 24,0 %
Lemak 0,1 g 0,3 g 0,1 g 22,3 %
Karbohidrat 12,3 g 9,2 g 11,1 g -
Serat 2,3 g 1,6 g 2,5 g 15,3 %
Abu 1,2 g 1,6 g 1,0 g 7,0 %
Kalsium 1,72 mg 213 mg 160 mg 0,3 %
Fosfor 57 mg 93 mg 60 mg 0,6 %
Besi 2,9 mg 4,8 mg 3,8 mg -
Betakaroten 300 ìg 4135 ìg 285 ìg -
Vitamin C 14 mg 54 mg 14 mg -
Tiamin - 0,17 mg 0,004 mg -
Riboflavin - 0,45 mg 0,6 mg -
Niasin - 1,2 mg 0,5 mg -
Sulfida - - - 0,4 %
Nitrogen - - - 23,8 %
Sumber : Maryani & Kristiana, 2008. Mengacu pada Syamsuhidayat, Sri Sugiarti dan Johny Ria Hutapea, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1991.
1 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang cocok untuk kegiatan
budidaya tanaman perkebunan, termasuk budidaya rosela. Salah satu unit usaha
yang membudidayakan rosela adalah Wahana Farm. Usaha budidaya rosela
tersebut mendapat perhatian banyak konsumen, sehingga timbul motivasi untuk
merencanakan produksi rosela secara berkesinambungan.
1.2. Perumusan Masalah
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil,
hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang
dihadapi antara lain belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen
produk pertanian organik, perlu investasi mahal pada awal pengembangan
karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, belum
ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.2
Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha alternatif milik Agroteko
(kebun bibit University Farm IPB). Pemilik Agroteko menyewa lahan seluas 7500
m2 sebagai lahan alternatif jika masa kontrak Agroteko di lahan IPB tidak
diperpanjang. Lahan seluas 7500 m2 tersebut dikontrak selama lima tahun sejak
tahun 2007, sehingga lahan alternatif yang terlanjur disewa harus diberdayakan.
Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan
kondisi kas yang telah kosong. Operasional didanai dari keuangan pribadi secara
bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana
secara efisien. Pada tahun pertama, perkembangan produksi rosela organik di
Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm dengan Luas Lahan 7500 m2 Bulan Juli – Oktober Tahun 2008.
Bulan Berat Kering
(Kg)
Juli 20,87
Agustus 13,51
September 11,5
Oktober 7,9
Total 53,78
Sumber : Wahana Farm, 2008.
2 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30
Hasil yang diperoleh dari Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi rosela
organik di Wahana Farm pada tahun pertama, yakni sebesar 53,78 kg. Tetapi,
berdasarkan pengalaman percobaan budidaya rosela organik selama satu tahun,
diketahui bahwa persediaan (hasil panen) selalu habis terjual dan belum
ditemukan pesaing produk rosela organik khususnya di Bogor. Kasus ini
mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan
melakukan kerjasama bagi hasil, sehingga target pasar yang ingin dicapai adalah
ceruk-ceruk pasar yang selama ini belum terjangkau oleh produsen/pelaku
bisnis rosela.
Kelayakan dari proyek ini cenderung mengalami perubahan. Perubahan
tersebut berupa kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan
biaya variabel pupuk organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela
sebesar dua persen. Metode analisis yang dihasilkan akan mengetahui
perubahan pada variabel yang bisa diterima agar usaha rosela tetap layak untuk
dilaksanakan. Variabel-variabel yang digunakan adalah kenaikan harga pada
beberapa komponen biaya tetap, biaya variabel, dan penurunan harga jual
rosela.
Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang akan diidentifikasi
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana daya dukung aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial terhadap
kelayakan usaha rosela organik?
2. Apakah investasi usaha rosela organik layak secara finansial?
3. Bagaimana perubahan harga pada beberapa komponen biaya tetap, biaya
variabel, dan penurunan harga jual rosela.
1.3. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan
sosial.
2. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial.
3. Analisis switching value terhadap perubahan harga pada beberapa komponen
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Wahana Farm, sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam melakukan
pengembangan usahatani rosela organik.
2. Masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk lebih mengenal rosela sebagai
jenis tanaman alternatif yang dapat dikomersilkan.
3. Pembaca, untuk memperluas wawasan dan sebagai referensi untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pertanian Organik
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan
utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian,
terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya
serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga
secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus
beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi
(nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).3
Sutanto (2002), mengemukakan bahwa pertanian organik ditakrifkan
sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berdasarkan daur ulang secara
hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta
limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama
dikenal sejalan dengan berkembang peradaban manusia. Filosofi yang melandasi
pertanian organik adalahmengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan
pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan langsung kepada
tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan member makanan
langsung kepada tanaman.
Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari
sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang
selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam
larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih
tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda
sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara
cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan
takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto,
2002).
3 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30
2.2. Botani Tanaman Rosela
Rosela merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5–3
meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal,
berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan
pangkal berlekuk. Panjang daun 6–15 cm dan lebarnya 5–8 cm. Tangkai daun
bulat berwarna hijau, dengan panjang 4–7 cm. Bunga rosela yang keluar dari
ketiak daun merupakan bunga tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya
terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8–11 helai kelopak yang berbulu,
panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berdekatan dan berwarna merah. Kelopak
bunga ini sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang
sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani &
Kristiana, 2008).
Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari lima helaian, panjangnya
3–5 cm. Tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari
berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5mm.
Putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk
kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi lima ruang, berwarna merah. Bentuk
biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat
masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu-abu.
Gambar 1 merupakan jenis tanaman rosela.
Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya, tanaman ini dikenal
dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel, jamaica sorrel, indian
sorrel, guinea sorrel, sour-sour, queensland jelly plant, jelly okra, lemon bush dan
florida cranberry. Di Perancis, rosela juga disebut dengan nama oseille rouge atau
oseille de guineé. Di Spanyol dikenal dengan nama quimbombó chino, sereni, rosa de
jamaica, flor de jamaica, jamaica, agria, agrio de guinea, quetmia ácida, viňa, dan
viňuela. Sementara itu, di Portugis dikenal sebagai vinagreira, azeda de guiné, cururú azédo dan quiabeiro azédo (Maryani & Kristiana, 2008).
Di Malaysia, rosela dikenal sebagai asam susur dan di Thailand disebut
kachieb priew. Zuring merupakan nama rosela di Belanda dan bisap merupakan
sebutan rosela di Senegal. Di Afrika Utara, dikenal sebagai karkadé atau carcadé.
Nama terakhir inilah yang dipakai sebagai nama dagang rosela, baik dalam
dunia pengobatan maupun sebagai bahan makanan di Benua Eropa. Sementara
itu, nama flor de jamaica (bunga jamaica) dan hibiscus flores (bunga hibiscus) yang
dipopulerkan oleh pedagang makanan kesehatan merupakan nama yang salah
kaprah. Hal itu karena yang dimanfaatkan adalah kelopaknya, bukan mahkota
bunganya (Maryani & Kristiana, 2008).
2.3. Budidaya Rosela
Menurut Maryani & Kristiana (2008), tanaman ini tidak ditanam sebagai
tanaman utama, tetapi hanya sebagai tanaman tambahan. Rosela bisa
ditumpangsarikan dengan tanaman apa saja, yang penting tetap mendapatkan
sinar matahari cukup.
Namun bila ditanam sebagai tanaman utama, sebaiknya ditanam sendiri,
karena tanaman ini membutuhkan sinar matahari langsung. Rosela juga mudah
tumbuh di tanah yang mendapat pengairan cukup. Meskipun kondisi tanah
kurang subur, asal airnya cukup rosela tetap bisa tumbuh.
Pada 4 - 5 bulan setelah tanam, tanaman ini memerlukan banyak sinar
matahari untuk mencegah munculnya bunga prematur. Biasanya bunga yang
muncul sebelum waktunya mempunyai kualitas yang rendah. Selain itu, pada
awal pertumbuhannya rosela juga memerlukan curah hujan yang tinggi. Curah
hujan yang diperlukan selama pertumbuhannya sekitar 182 cm. Jika curah hujan
Seiring dengan berkurangnya curah hujan, rosela akan mulai berbunga
dan siap dipanen pada 4 – 5 bulan setelah penanaman. Mulai muncul bunga
sampai siap panen, membutuhkan waktu sekitar setengah bulan.
2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada umumnya, kegiatan usahatani selalu mendapat serangan dari hama
dan penyakit tanaman. Akibatnya, akan memberi dampak yang negatif bagi
hasil usahatani. Begitu juga tanaman rosela, salah satu komoditi pertanian ini
tidak luput dari serangan hama.
Hama utama yang menyerang tanaman rosela adalah nematoda
Heterodera rudicicola yang menyerang bagian batang dan akar. Untuk mengurangi
serangan hama ini, perlu dilakukan pengairan secara terus-menerus. Akan tetapi,
samapai saat ini hama yang diketahui banyak menyerang rosela di Indonesia
adalah belalang. Hama ini bisa dikendalikan dengan pestisida. Penyakit yang
umum menyerang adalah busuk akar. Untuk mengatasinya, tanaman yang
terserang harus segera dicabut dan dibakar supaya tidak menular ke tanaman
lain (Maryani & Kristiana, 2008).
2.5. Panen dan Pascapanen
Pemanenan rosela dilakukan 4 – 5 bulan setelah tanam. Tetapi rosela
masih dapat berbunga, jika temperatur pada malam hari tidak kurang 21ºC.
Karena itu, pemanenan dapat terus dilakukan hingga tanaman tidak
menghasilkan bunga, yakni sekitar 4 – 8 bulan berikutnya. Pemanenan rata-rata
dilakukan setiap 10 hari sekali.
Setelah dipanen, ada dua penyajian yang bisa dilakukan. Rosela bisa
disajikan dalam bentuk segar maupun kering. Jika menginginkan bentuk kering,
maka media pengeringan harus mempunyai aliran udara yang baik agar
kualitasnya terjaga. Rasio pengerigan rosela umumnya sekitar 10:1, artinya setiap
10 kg kelopak segar akan menghasilkan 1 kg bahan kering.
2.6. Penelitian Terdahulu
2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi
Penelitian terdahulu dalam konteks yang sama, yaitu pertanian organik
Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung
Kalimuncar” Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor).
Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa petani dengan
sistem organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai dan biaya total lebih
besar dibandingkan dengan yang diperoleh petani non organik. Untuk pertanian
organik mendapatkan R/C rasio sebesar 6,56. Artinya petani tersebut
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 6,56 untuk setiap Rp 1 yang dikeluarkan.
Sedangkan untuk petani anorganik diperoleh R/C rasio sebesar 4,14. Artinya
petani tersebut menghasilkan penerimaan sebesar 4,14 setiap Rp 1 yang
dikeluarkan.
Ridhawati (2008), melakukan penelitian yang berjudul Kelayakan
Finansial Investasi Usahatani Asparagus (Asparagus officionalis) Ramah
Lingkungan, PT. Agro Lestari Bogor. Penelitiannya bertujuan menganalisis
aspek-aspek kelayakan, diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan
finansial.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, diperoleh nilai NPV
sebesar Rp 7.124.166,90 yang menunjukkan bahwa usahatani asparagus ramah
lingkungan, akan memberikan manfaat kepada perusahaan sebesar Rp
7.124.166,90 selama umur proyek. Nilai Net B/C diperoleh sebesar 1,04, artinya
bahwa setiap satuan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menghasilkan
manfaat sebesar 1,04 kali. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena hasilnya > 1.
Nilai IRR diperoleh sebesar 10,04 persen. Hal ini menunjukkan layak
karena posisi nilai yang berada lebih besar dari tingkat suku bunga deposito
yang berlaku, yakni 5,25 persen. Payback period diperoleh akan kembali dalam
waktu tiga tahun enam bulan, termasuk kriteria layak karena pengembalian
investasi terjadi sebelum proyek usahatani berakhir.
Berdasarkan analisis switching value, proyek usahatani asparagus ramah
lingkungan tetap layak untuk dilaksanakan sampai kenaikan harga pupuk
kandang sebesar 45,51 persen, pupuk organik cair sebesar 170,66 persen, harga
paket kemasan sebesar 45, 51 persen, penurunan volume produksi mencapai 42,7
persen per tahun dan terjadi penurunan harga jual sebesar 3,87 persen dari
Abriyanti (2007), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan
Sayuran Organik (Kasus di Matahari Farm Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor). Tujuannya yaitu mengkaji kelayakan investasi pengusahaan sayuran
organik dari aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial serta
menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakannya jika terjadi perubahan
dalam komponen dan manfaat.
Kriteria uji kelayakan finansial dilakukan melalui tiga skenario, dan
diambil salah satu yang terbaik. Skenario I yang menggunakan modal sendiri
merupakan skenario yang paling menguntungkan, karena memperoleh nilai
NPV yang lebih besar dari skenario II dan III, yaitu sebesar Rp 430.587.215.
Artinya pengusahaan sayuran organik yang dilakukan Matahari Farm
memberikan manfaat positif selama umur proyek dengan suku bunga 9,75
sehingga mempunyai kriteria layak untuk dilaksanakan.
Hasil analisis switching value diperoleh dari tiga skenario yang dilakukan.
Skenario II merupakan skenario yang sensitif / peka terhadap perubahan yang
terjadi baik pada parameter penurunan penjualan sebesar 12,94 persen walaupun
peningkatan biaya variabel sebesar 171,20 persen.
Nugraha (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan
Stroberi Organik (Kasus di PT. Anugrah Bumi Persada, Kabupaten Cianjur).
Tujuannya adalah menganalis aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen
pengusahaan stroberi organic di PT. Anugrah Bumi Persada; menganalisis
kelayakan aspek finansial pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah Bumi
Persada dan menganalisis sensitivitas kelayakannya.
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, teknis dan manajemen,
menunjukkan kelayakan terhadap pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah
Bumi Persada. Hasil dari analaisis finansial pengusahaan stroberi organik yaitu
nilai Net Present Value (NPV) yang dihasilkan adalah Rp 204.052.541,00; Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C) yang dihasilkan adalah 2,12; Internal Rate of Return
(IRR) menunjukkan 49 persen dan Payback Period sebesar 1,6. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengusahaan stroberi organik layak secara finansial.
Hasil analisis sensitivitas switching value menunjukkan bahwa
pengusahaan stroberi organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi
organik sebesar 39,88 persen, kenaikan biaya tetap tenaga kerja sebesar 101,20
persen dan kenaikan biaya variabel sebesar 524,09 persen.
Dhikawara (2010), melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Kelayakan fianansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes Di
Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah
menganalisis karakteristik usatani jambu biji yang dilakukan petani di desa
Ragajaya dan membandingkan analisis kelayakan finansial dan sensitivitas
usahatani jambu biji yang dilakukan petani di Desa Ragajaya dengan pengairan
hujan dan irigasi tetes (blubber iirigation).
Berdasarkan analisis karakteristik usahatani jambu biji di Desa Ragajaya
diketahui bahwa dari jumlah populasi petani jambu biji, luas lahan yang dimiliki
petani dengan status sewa adalah 47,2 persen menyewa lahan kurang dari 0,5
hektar; 44,5 persen menyewa lahan antara 0,5 sampai satu hektar, dan 8,40
persen menyewa lahan dengan luas lebih dari satu hektar.
Nilai NPV yang diperoleh petani yang menggunakan irigasi tetes dengan
penurunan harga output hingga 15 persen pada tingkat suku bunga diskonto 11
persen adalah lebih besar Rp 358.838.843,- atau 165,72 persen dibandingkan
dengan nilai NPV pada kondisi yang sama dengan pengairan tadah hujan.
Begitu pula dengan rasio Net B/C, pada irigasi tetes rasio Net B/C lebih besar
2,8 satuan atau 62,22 persen dan IRR lebih 12,28 persen dibandingkan usahatani
jambu biji dengan tadah hujan. Akibat dari pemanfaatan teknologi irigasi tetes
tersebut, waktu pengembalian investasi lebih cepat satu tahun sembilan bulan.
Dengan hasil uji kelayakan dan sensitivitas dimana petani dengan irigasi
tetes lebih menguntungkan daripada petani dengan tadah hujan memeberikan
suatu kesimpulan bahwa penerapan irigasi tetes layak untuk dilaksanakan untuk
petani pemilik terlebih lagi petani penyakap di Desa Ragajaya.
Seftiana (2010), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usahatani Pepaya Di
Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Tujuannya adalah
menganalis kelayakan usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan
Purwadadi, Kabupaten Subang, dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen,
aspek sosial ekonomi dan aspek pasar serta menganalisis kelayakan finansial
usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang
pepaya yang menggunakan 50 kilogram pupuk dasar organik, dan pola II adalah
usahatani pepaya yang menggunakan 15 kilogram pupuk dasar organik.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial, usahatani pepaya
untuk kedua pola pemupukan di awal tanam yang dijalankan oleh petani
pepaya di Desa Blendung layak untuk dilaksanakan. Sedangkan aspek
manajemen petani pepaya di Desa Blendung masih belum layak karena belum
adanya struktur yang jelas untuk usahatani pepaya tersebut.
Kedua usahatani dengan pola I dan II dapat mendatangkan keuntungan
sehingga layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua
pola usaha yang layak pola usahatani I merupakan pola usaha yang paling layak
untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan
bahwa NPV pola usahatani I > NPV pola usahatani II, masing-masing Rp
31.225.228,79 dan Rp 6.897.368,24. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR
nya. Sama halnya dengan payback period, pola usahatani I lebih cepat dalam hal
pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usahatani II.
2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela
Assyaukani (2008), dalam karya tulisnya meneliti tentang potensi produk
minuman rosela terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Salah satu dari
tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi ekonomi bagi komersialisasi
produk minuman rosela.
Hasil uji kelayakan bisnis (NPV dan IRR) dengan rentang tiga tahun dan
tingkat bunga 14 persen didapat nilai NPV sebesar Rp 67.668.263 yang artinya
akan ada penambahan keuntungan bersih sebesar angka tersebut selama tiga
tahun. Hasil perhitungan IRR sebesar 54,37 persen yang artinya diproyeksikan
nilai investasi akan bertambah sebesar angka tersebut selama tiga tahun dari
nilai investasi awal. Hasil-hasil tersebut menyimpulkan bahwa bisnis ini akan
menguntungkan dan layak untuk dijalankan.
Kurniasari (2009), melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Permintaan Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) Sebagai Bahan Minuman di Kota
Bogor. Tujuannya adalah menganalisis karakteristik konsumen rumah tangga
permintaan rosela di Kota Bogor, dan menganalisis permintaan rosela di Kota
Bogor terhadap harga dan pendapatan.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa konsumen rosela di Kota Bogor
sebagian besar berjenis kelamin wanita pada rentang usia 41-51 tahun dengan
tingkat pendidikan formal terakhir yaitu SMA dan pekerjaannya adalah ibu
rumah tangga. Konsumen kebanyakan mendapatkan sumber informasi
mengenai rosela dari penjual, tidak mengeluarkan waktu khusus menentukan
kualitas rosela karena mereka hanya mengenal rosela yang mereka konsumsi.
Model permintaan rosela di Kota Bogor adalah sebagai berikut : Y = 113 –
0,0901 X1 – 0,20 X2 – 0,258 X3 + 30,8 X4 – 1,64 X5 + 0,325 X6 – 51,0 D1 + 52,7 D2 +
10,8 D3. Hasil analisis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
nyata dalam menjelaskan keragaman permintaan rosela di Kota Bogor pada
selang kepercayaan 95 persen yaitu harga rosela (X1), jumlah orang yang
mengkonsumsi rosela dalam satu keluarga (X4), jenis kelamin (D1), dan
preferensi (D2). Dari keempatnya, variable jenis kelamin yang tidak sesuai
dengan hipotesis awal.
Elastisitas permintaan rosela terhadap harga menghasilkan -0,243. Nilai
ini menunjukkan sifat permintaan yang inelastis, artinya kenaikan harga
menyebabkan penurunan kuantitas dengan proporsi lebih kecil. Hal ini
menunjukkan rosela belum menjadi kebutuhan pokok konsumen. Selain itu,
karena terkait dengan posisi produk rosela di tahap perkenalan, informasi
mengenai rosela masih kurang terutama mengenai harga sehingga terjadinya
perubahan harga rosela di pasar belum diketahui oleh konsumen.
Aji (2009), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pemangkasan
Dengan Jumlah Cabang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Tujuannya adalah mempelajari respon
pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela yang mengalami pemangkasan
dengan berbagai jumlah cabang yang berbeda.
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan metode acak langkap
dengan satu faktor yaitu pemangkasan dengan jumlah cabang berbeda
memberikan pengaruh terhadap penurunan pada beberapa pertumbuhan
vegetatif dan generatif tanaman rosela. Tanaman yang mengalami pemangkasan
cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan bobot
kering tajuk, bobot basah dan bobot kering akar, jumlah bunga, jumlah kaliks
yang dipanen, bobot basah dan bobot kering kaliks, serta bobot basah dan bobot
kering buah.
Tanaman yang mengalami pemangkasan cenderung memiliki luas daun
dan kandungan antosianin yang lebih tinggi disbanding tanaman yang tidak
dipangkas. Secara umum, tanaman dengan 15 cabang primer memberikan
pengaruh terbaik pada pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela.
Radja (2010), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pupuk
Fosfor Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa
L.). Tujuan penelitiannya adalah mempelajari pengaruh pupuk fosfor terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.).
Berdasarkan metode faktor tunggal dengan susunan rancangan acak
langkap (RAL), diketahui bahwa perlakuan pupuk fosfor dengan dosis 0, 10, 20,
30 dan 40 g SP-18/polibag tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Status hara fosfor di media
tanam sangat tinggi yaitu 283 ppm, sehingga penambahan pupuk fosfor sampai
dengan 40 g SP-18/polibag tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan
generatif rosela dengan kandungan antosianin berkisar 0,31 – 0,39 mmol/g bobot
basah kaliks.
Penelitian tentang analisis kelayakan finansial usahatani rosela organik
belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong penulis untuk mengkajinya, apalagi
Wahana Farm belum lama berdiri, sehingga sangat menarik untuk dianalisis
kelayakannya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu mengacu
pada topik yang sama, yaitu kelayakan finansial usaha di bidang pertanian
organik dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan dari penelitian sebelumnya
adalah jenis komoditi dan alat analisis yang digunakan. Jenis komoditi dan alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis finansial usaha
2.7. Ruang Lingkup Penelitian
Studi kelayakan proyek adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk
menilai layak tidaknya proyek investasi yang akan dilakukan dengan berhasil
dan menguntungkan secara ekonomis. Tujuan utama dilakukan studi kelayakan
proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana
relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomi.
Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi kelayakan
meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini mengingat masa mendatang
mengandung penuh ketidakpastian (Suratman, 2002).
Secara umum, aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek
finansial. Kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi pasar dan
peluang pasar atas suatu produk yang akan diluncurkan di masa yang akan
datang. Kajian aspek teknis menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan
proyek dari sisi teknis seperti penentuan lokasi proyek, pemilihan mesin dan
peralatan lainnya. Kajian aspek manajemen mengacu pada sistem koordinasi
dalam struktur organisasi. Kajian aspek sosial menjelaskan tentang dampak
positif yang timbul karena adanya proyek. Kajian aspek finansial berkaitan
dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek
Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu
dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan
dengan jelas. Tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk
baru, atau melakukan penelitian dan pengembangan (Soeharto, 1997).
Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa ciri-ciri proyek adalah :
a. Memiliki tujuan yang jelas, produk akhir/hasil kerja akhir.
b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai
tujuan di atas telah ditentukan.
c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik
awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
d. Non rutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah
sepanjang proyek berlangsung.
Menurut Casley (1991), ada dua tujuan proyek yakni jangka pendek dan
jangka panjang. Tujuan jangka pendek secara khusus menentukan apa yang akan
dicapai oleh proyek, misalnya pelayanan masukan yang lebih baik, hasil per unit
yang lebih tinggi, produksi yang lebih tinggi, atau kesempatan kerja yang lebih
besar. Tujuan-tujuan jangka panjang ditentukan oleh konteks sektor, sektor
ganda, atau kebijaksanaan nasional yang lebih luas. Tujuan-tujuan tersebut
adalah untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, konsisten dengan
kebijaksanaan nasional melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek.
3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi
Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia
usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti
beroperasi, dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi
lainnya merupakan bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara
benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat dikendalikan dan diminimalkan
sekecil mungkin. Studi kelayakan yang dilakukan secara benar akan
menghasilkan laporan yang komprehensif tentang kelayakan proyek/bisnis
yang akan dihadapi/terjadi (Subagyo, 2007).
Subagyo (2007) menyatakan bahwa kerugian atau kegagalan suatu
proyek dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang juga merupakan
aspek-aspek studi kelayakan itu sendiri, antara lain:
1. Produk yang ditawarkan ternyata tidak diminati konsumen.
2. Produk tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Produk yang ditawarkan laku, tetapi pangsa pasarnya sangat kecil dan
volume penjualannya rendah sehingga tidak dapat menutup biaya yang
dikeluarkan.
4. Permintaan terhadap produk perusahaan tinggi, tetapi skala produksi yang
rendah karena kapasitas mesin yang rendah membuat opportunity cost juga
tinggi.
5. Lokasi perusahaan terlalu jauh dari pasar (konsumen). Akibatnya, biaya
transportasi bertambah sehingga profit margin menjadi rendah.
6. Waktu produksi terlalu lama. Proses produksi yang dipilih tidak tepat
sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan dan
kehilangan pasar.
7. Terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan
oleh karyawan (moral hazard) karena sistem pengendalian internal yang
lemah.
Soeharto (1997), mengemukakan bahwa pengkajian yang bersifat
menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau
investasi dikenal sebagai studi kelayakan. Disamping sifatnya yang menyeluruh,
studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif
tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumberdaya yang
diperlukan.
Ada enam tujuan utama analisa finansial untuk proyek-proyek pertanian
1. Penilaian pengaruh finansial
Penelitian ini didasarkan atas analisa keadaan finansial setiap peserta pada
saat tersebut, dan suatu proyeksi keadaan finansial pada masa yang akan datang
sejalan dengan pelaksanaan proyek.
2. Penilaian penggunaan sumberdaya terbatas
Jumlah pengembalian (hasil) proyek dan pembayaran pinjaman-pinjaman
yang meningkat pada perusahaan perseorangan, merupakan indikator yang
penting dari penggunaan sumberdaya secara efisien.
3. Penilaian insentif (penarik)
Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penilaian insentif
pada para petani, manajer, dan pemilik (termasuk pemerintah) yang ikut dalam
proyek. Untuk perusahaan-perusahaan semi umum, apakah hasil yang diperoleh
cukup untuk mempertahankan kebutuhan finansial sendiri dan memenuhi
tujuan-tujuan finansial yang telah ditetapkan oleh masyarakat.
4. Ketetapan suatu rencana pembelanjaan
Rencana finansial adalah dasar penentuan jumlah dan waktu
pembelanjaan dari luar – apakah dari lembaga-lembaga keuangan atau sumber
dari dalam – dan untuk penetapan bagaimana pembayaran pinjaman cepat
dilakukan. Perkiraan pengaruh inflasi baik pada pendapatan dan biaya akan
diperhitungkan dalam melakukan penilaian.
5. Koordinasi kontribusi finansial
Rencana finansial mengikuti kontribusi finansial dari berbagai peserta
proyek. Koordinasi tersebut dibuat pada dasar dari proyeksi seluruh finansial
untuk proyek sebagai suatu keseluruhan.
6. Penilaian kecakapan mengelola keuangan
Atas dasar proyeksi neraca finansial, khususnya untuk
perusahaan-perusahaan besar dan kesatuan (entity) proyek, analis dapat membuat penilaian
tentang kerumitan pengelolaan finansial proyek dan kemampuan pimpinan
dalam mengelola proyek.
3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan
Kriteria kelayakan menurut Soeharto (1997), mempunyai hubungan yang
pandang dan kepentingan. Misalnya masyarakat akan memandang keberhasilan
proyek pembangunan pabrik, dari sudut berapa jauh mereka dapat
berpartisipasi mengisi lapangan kerja dan kegiatan usaha. Bagi pemilik proyek
swasta, titik berat keberhasilan diletakkan pada aspek finansial dan ekonomi.
Sedangkan bagi pemerintah mempunyai kriteria yang lebih luas lagi, seperti
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan juga mendorong prakarsa
swasta.
Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi
kelayakan tentang keadaan objek tertentu dari fungsi-fungsi bisnis (marketing,
operasi, manajemen/SDM, hukum, lingkungan dan keuangan). Pelaksanaan
studi dan penelitian atas fungsi-fungsi bisnis tersebut terkadang disesuaikan
dengan kebutuhan dari analis ataupun stakeholder (Subagyo, 2007).
Beberapa aspek yang sering dikaitkan dalam studi kelayakan diantaranya
aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial.
1. Aspek pasar
Menurut Soeharto (1997), aspek pasar berfungsi untuk menghubungkan
manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi.
Selanjutnya informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan
permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Aspek pasar dalam
studi kelayakan suatu usulan proyek bertujuan untuk menghasilkan produk
tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisis masalah prakiraan
penawaran dan permintaan, pangsa pasa, dan strategi pemasaran. Kajian aspek
pasar dan pemasaran bertujuan untuk mengetahui keadaan objek di masa lalu
dan saat ini, sedangkan tujuan pemasaran dalam ilmu marketing adalah untuk
mengendalikan pasar di waktu yang akan datang (Subagyo, 2007).
2. Aspek teknis
Menurut Subagyo (2007), aspek teknis bertujuan untuk mengetahui,
memahami, dan mengevaluasi produk yang akan dihasilkan objek studi. Untuk
menghasilkan produk diperlukan langkah-langkah pra operasional, seperti
desain, pemilihan perangkat teknologi, mesin dan peralatan yang akan
digunakan, proses produksi, pemilihan dan penentuan lokasi pabrik/tempat
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan)
dan output (produksi) berupa barang-barang dan jasa. Hal-hal itu sangat
penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa
secara teknis dapat dilakukan dengan teliti (Gittinger, 1986).
3. Aspek manajemen
Menurut Gittinger (1986), masalah-masalah dalam persiapan proyek
berkisar diantara askpek-aspek institusional, organisasional dan manajerial yang
tumpang tindih (overlaping), yang secara jelas mempunyai pengaruh penting
terhadap pelaksanaan proyek. Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang
menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik.
4. Aspek sosial
Analisis proyek akan selalu ingin mempertimbangkan secara teliti
pengaruh yang akan merugikan suatu proyek pada golongan-golongan tertentu
dalam daerah-daerah tertentu. Untuk itu, pertimbangan-pertimbangan sosial lain
harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek
yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut (Gittinger,
1986).
5. Aspek finansial
Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para
peserta yang tergabung di dalamnya (Gittinger, 1986). Ada kriteria kelayakan
investasi yang diperoleh dalam aspek finansial yang dikemukakan oleh Soeharto
(1997), antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period.
A. Net Present Value (NPV)
NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai
sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama
umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung dasar yang
sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Mengkaji usulan proyek dengan NPV
memberikan petunjuk sebagai berikut :
NPV = positif, usulan proyek diterima, semakin tinggi semakin baik.
NPV = negatif, usulan proyek ditolak.
B. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk
sama dengan NPV aliran kas keluar. Untuk IRR ditentukan dulu NPV = 0,
kemudian dicari berapa besar arus pengembalian (diskonto) (i) agar hal
tersebut terjadi. Menganalisis usulan IRR memberi kita petunjuk sebagai
berikut :
IRR > arus pengembalian (i), proyek diterima.
IRR < arus pengembalian (i), proyek ditolak.
C. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Penekanannya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan
umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Kriteria B/C akan
memberikan petunjuk sebagai berikut :
B/C > 1, usulan proyek diterima.
B/C < 1, usulan proyek ditolak.
B/C = 0, netral.
D. Payback Period
Payback Period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net).
Kriteria ini meberikan indikasi atau petunjuk bahwa proyek dengan periode
pengembalian lebih cepat akan lebih disukai.
3.1.4. Analisis Switching Value
Analisis switching value (nilai pengganti) merupakan suatu variasi pada
analisis sensitivitas. Dalam analisa sensitivitas, secara langsung kita memilih
sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap
masalah yang dianggap penting pada analisa proyek dan kemudian kita dapat
menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek.
Sebaliknya, bila kita ingin menghitung suatu nilai pengganti maka kita harus
menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa proyek
yang akan diganti supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum
diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu ukuran
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam
bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan
direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan
usahanya.
Mengingat harga jual rosela organik masih tinggi, Wahana Farm
berupaya menyeimbangkan pangsa pasar dalam penjualan rosela organik,
sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.
Dari segi aspek pasar, proyek tersebut akan menyoroti pasar yang akan
dituju, sedangkan dari aspek teknis, akan menyoroti hal yang berkaitan dengan
lokasi seperti ketersediaan input, pengelolaan lahan, sistem pengairan, dan
jumlah tenaga kerja. Aspek manajemen memperlihatkan faktor-faktor internal
pada Wahana Farm dalam menjalankan proyeknya, sedangkan aspek sosial
melingkupi manfaat (benefit) terhadap kehidupan sosial dengan adanya proyek
rosela organik ini.
Aspek finansial merupakan aspek yang penting untuk dikaji, karena
merupakan prioritas utama dalam menentukan keuntungan suatu perusahaan.
Sehingga untuk menilai kelayakan proyek ini, aspek finansial akan mengacu
pada beberapa parameter kriteria kelayakan investasi, yaitu :
1. Net Present Value (NPV)
2. Internal Rate of Return (IRR)
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
4. Payback Period
Selain kajian yang akan dilakukan terhadap aspek-aspek kelayakan,
maka akan dilakukan analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana
perubahan-perubahan pada variabel agar tidak mengubah kelayakan. Variabel
yang digunakan adalah perubahan biaya variabel produksi rosela organik.
Setelah diketahui hasil dari analisis tersebut, maka akan diketahui nilainya
apakah layak atau tidak. Selain itu, diperlukan rekomendasi untuk penilaian
kelayakan usaha rosela organik di Wahana Farm guna tercapainya suatu usaha
yang berkesinambungan.
Bagan kerangka operasional yang akan dijalankan dalam penelitian ini
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor).
Rekomendasi Analisis kelayakan non
finansial (pasar, teknis, manajemen, sosial)
Analisis kelayakan finansial
Kriteria kelayakan :
1. Net Present Value
(NPV)
2. Internal Rate of
Return (IRR)
3. Net Benfit-Cost (Net
B/C)
4. Payback Period
Analisis
Switching Value
LAYAK TIDAK LAYAK
Modal awal usaha berasal dari keuangan pribadi secara bertahap dan sangat terbatas, sehingga produksi
belum optimal.
Hasil panen yang selalu habis terjual mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan produksi rosela organik dan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan
Darmaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive). Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai
April 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola
kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh
dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang
diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet.
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Analisa
kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari
aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif
digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Data
kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
4.3.1. Analisis Aspek Pasar
Pengkajian terhadap aspek pasar akan menguraikan bagaimana Wahana
Farm akan memasarkan produknya melalui bauran pemasaran (Marketing Mix)
yang mencakup product, price, place, dan promotion. Pengkajian aspek pasar juga
terkait dengan kondisi permintaan atau konsumsi. Bauran produk meliputi jenis
dan jumlah kemasan rosela organik yang diproduksi, bauran harga mencakup
jumlah harga rosela organik yang dijual tergantung dari berat kemasannya,
bauran tempat meliputi pelanggan rosela organik produksi Wahana Farm yang
terdiri dari beberapa swalayan, toko buah dan individu, sedangkan bauran
promosi meliputi pembuatan media promosi seperti spanduk, brosur, dan
4.3.2. Analisis Aspek Teknis
Pengkajian aspek teknis meliputi masalah-masalah proses produksi
seperti lokasi produksi, keberadaan lahan, sumber dan pemasaran hasil
produksi, ketersediaan benih, pupuk organik dan fasilitas lainnya yang
berhubungan secara teknis. Lahan yang dijadikan untuk produksi rosela organik
mempunyai luas sebesar 7500 m2, berada di Jl. Darmaga Bogor. Ketersediaan
produksi dan fasilitas lainnya berasal dari kepemilikan modal sendiri.
Pemasaran kepada konsumen dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
4.3.3. Analisis Aspek Manajemen
Pengkajian aspek manajemen terkait dengan sistem koordinasi yang ada
dalam proyek, dan mengetahui kondisi manajemen internal Wahana Farm, masa
rencana kegiatan proyek dan manajemen dalam operasi. Sistem koordinasi
terbentuk dari struktur organisasi. Setiap bagian organisasi mempunyai tugas
dan tanggung jawab masing-masing. Hubungan koordinasi dengan penyewa
lahan merupakan sistem bagi hasil, yang didapat dari hasil produksi rosela.
Selain itu, perencanaan produksi rosela organik tidak menutup kemungkinan
diadakannya tumpang sari dengan komoditas lain.
4.3.4. Analisis Aspek Sosial
Pengkajian aspek sosial meliputi manfaat yang ada terhadap pengaruh
kegiatan proyek, kemungkinan adanya kesempatan kerja, kehidupan sosial di
lokasi sekitar proyek dan lingkungan proyek. Adanya proyek ini memberikan
dampak positif, karena dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di
daerah setempat dan ikut menyukseskan program pemerintah Go Organic 2010.
4.3.5. Analisis Aspek Finansial
Pengkajian aspek kelayakan finansial meliputi analisis biaya dan manfaat,
rugi/laba dan kriteria kelayakan investasi. Tujuan analisis biaya manfaat adalah
untuk mengetahui dan mengidentifikasi biaya-biaya yang ada serta manfaat
yang diterima selama diadakannya proyek. Analisis rugi/laba digunakan untuk
mengetahui jumlah pendapatan yang diterima apakah dalam keadaan untung
sedangkan analisis kriteria investasi digunakan untuk menyimpulkan layak atau
tidaknya suatu usaha secara finansial.
Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain :
1. Net Present Value (NPV),
2. Internal Rate of Return (IRR),
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan
4. Payback Period.
Berikut ini adalah perumusan fungsi masing-masing kriteria kelayakan
investasi yang dilakuakan dalam penelitian ini :
1. Net Present Value (NPV)
Keterangan :
CFt = arus kas per tahun pada periode t I0 = investasi awal pada tahun 0 K = suku bunga (discount rate)
Sumber : Umar (2001).
Kriteria :
NPV positif, maka usulan proyek diterima
NPV negatif, maka usulan proyek ditolak
NPV = 0, maka usulan proyek dapat diterima tetapi tidak ada keuntungan
finansial
2. Internal Rate of Return (IRR)
Perkiraan IRR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
0Keterangan :
t = tahun ke
n = Jumlah tahun
I0 = nilai investasi awal
CF = arus kas bersih
IRR = tingkat bunga yang dicari harganya
Sumber : Umar (2001).
Kriteria :
IRR ≥ i = Usulan proyek dapat diterima
IRR ≤ i = Usulan proyek ditolak
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C =
Sumber : Umar (2001).
Kriteria ini erat hubungannya dengan kriteria NPV, dimana jika NPV
suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka menurut kriteria Net B/C juga
layak (Net B/C > 1) karena keduanya menggunakan variabel yang sama.
4. Payback Period
Payback Period =
tahun
Bersih
Masuk
Kas
Investasi
Nilai
1
Sumber : Umar (2001).
Hasil yang diperoleh dari perhitungan payback period menyimpulkan
bahwa usulan proyek dapat diterima jika masa pengembalian lebih cepat
dari umur proyek. Sebaliknya, usulan proyek ditolak jika masa
pengembalian lebih lama dari umur proyek, artinya proyek tidak mampu
mngembalikian biaya yang telah dikeluarkan.
keluar
kas
PV
masuk
ka