• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan usaha rosela organik: studi kasus di "Wahana Farm" Darmaga Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan usaha rosela organik: studi kasus di "Wahana Farm" Darmaga Bogor"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK

(Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)

SKRIPSI

YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA

A 14105626

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA. Analisis Kelayakan Usaha Rosela

Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan usahanya. Kemudian target yang ingin dicapai adalah ceruk-ceruk pasar yang selama ini tidak terjangkau, dan segmen pasar yang akan dibidik adalah golongan menengah ke bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial (2) menganalis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial dan (3) menganalis switching value terhadap perubahan harga biaya variabel dan harga jual rosela organik.

Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet. Analisa kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period.

(3)

Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa pengusahaan rosela organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi penurunan harga jual rosela organik sebesar dua persen, kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen dan kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen.

(4)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK

(Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)

Yogaswara Prawirakusuma

A 14105626

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di

“Wahana Farm” Darmaga Bogor)

Nama : Yogaswara Prawirakusuma

NRP : A14105626

Disetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si.

NIP. 196501151990032001

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP 195712221982031002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis

Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga

Bogor) adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Yogaswara Prawirakusuma

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1984 di Bogor, Jawa Barat sebagai

anak tunggal dari pasangan Bapak Kurnia Susangka dan Ibu Yoyoh Rogayah.

Penulis mengawali pendidikan dengan memasuki Taman Kanak-kanak PGRI 1

Rangkasbitung pada tahun 1989-1990 dan melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri

Panaragan 2 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan

ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada

tahun yang sama, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 9

Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan

Industri Pakan, Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dan pernah mengikuti kegiatan

organisasi seperti Keluarga Besar Teknologi dan Industri Pakan pada tahun

periode 2002-2003. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis kemudian melanjutkan

studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Kelayakan Usaha

Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor), disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program

Sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya dukung aspek pasar,

teknis, manajemen dan sosial terhadap kelayakan usaha rosela organik serta

menganalisis kelayakan finansialnya. Rekomendasi yang dihasilkan setelah

dilakukan analisis pada penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan referensi

pihak pengelola dalam mengambil kebijakan dalam penyusunan biaya produksi,

sehingga tercapainya target penjualan yang signifikan dan menguntungkan.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

Bogor, Januari 2011

Yogaswara Prawirakusuma

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada :

1. Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar, dan

bijaksana meluangkan waktu, dan pikiran dalam memberikan bimbingan,

motivasi, serta arahan sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian

hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr.Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama atas evaluasi, saran,

dan motivasi yang sangat berharga selama penulis menyelesaikan studi

hingga skripsi ini diselesaikan.

3. Rahmat Yanuar, S.P, M.Si selaku dosen penguji komdik yang sudah

memberikan masukan serta evaluasi dalam penyempurnaan skripsi ini

sehingga penulis bisa menyelesaikannya.

4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas kerjasamanya

selama penulis menyelesaikan studi hingga skripsi ini diselesaikan.

5. Kedua orang tuaku yang telah banyak membantu dan membimbing baik

moril maupun materi serta kasih sayangnya yang telah diberikan tiada

henti. Khusus untuk ibu, inilah kado istimewa yang sempat tertunda

untukmu. Maafkan anakmu ini, karena belum bisa mewujudkannya di

waktu engkau masih ada. Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini akan

membuatmu lebih tenang di alam sana, Amin.

6. Tri Agung Junarto dan Hervina Wiranansyah atas waktu, kesempatan dan

kerjasamanya baik moril maupun materi dalam memberikan informasi serta

masukan selama penulis menyelesaikan skripsi.

7. Ika Yulianti atas motivasi, kesabaran dan kasih sayangnya baik moril

maupun materi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Alfan Hardiyansyah, Asep Hidayatullah, Aminudin,

Nuryafinanto, atas dukungannya selama ini sehingga penulis bisa

(10)

9. Teman-teman seperjuangan Ekstensi MAB, Wawan, Solihin, Ruslan, Siska,

Dizy, N’dhe, Nova, Rudy, Tovan, Uut, Zaky, serta teman-teman angkatan Pashing Out lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...………. iii

DAFTAR GAMBAR ………. iv

DAFTAR LAMPIRAN ……… v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 3

1.3. Tujuan Penelitian ………... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ………. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertanian Organik ………... 6

2.2. Botani Tanaman Rosela ………. 7

2.3. Budidaya Rosela ………... 8

2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit ……….. 9

2.5. Panen dan Pascapanen ………... 9

2.6. Penelitian Terdahulu ……….. 9

2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi ……….. 9

2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela ……….… 13

2.7. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……… 17

3.1.1. Definisi Proyek ………... 17

3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi ……….... 17

3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan ………. 19

3.1.4. Analisis Switching Value………..……….. 22

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……… 23

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 25

4.2. Jenis dan Sumber Data ………..…. 25

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ………... 25

4.3.1. Analisis Aspek Pasar ………. 25

4.3.2. Analisis Aspek Teknis ………... 26

4.3.3. Analsis Aspek Manajemen ……….….. 26

4.3.4. Analisis Aspek Sosial ……….… 26

4.3.5. Analisis Aspek Finansial ……….….. 26

4.3.6. Analisis Switching Value……….... 29

(12)

V. GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm ……….. 30

5.2. Struktur Organisasi ……… 30

5.3. Kegiatan Usahatani Rosela ………..….. 31

5.3.1. Subsistem Pengadaan Input Rosela ……… 31

5.3.2. Subsistem Budidaya Rosela ……….…. 33

5.3.2.1. Perencanaan Produksi ……… 33

5.3.2.2. Proses Produksi ……….. 33

5.3.3. Subsistem Pemasaran Rosela ……… 36

VI. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA ROSELA 6.1. Aspek Pasar ……….……..…... 38

6.2. Aspek Teknis ………..……. 40

6.2.1. Ketersediaan Sarana Produksi ………... 40

6.2.2. Ketersediaan Tenaga Kerja ………..…. 41

6.2.3. Layout Lahan ………..……… 44

6.3. Aspek Manajemen ………..….………… 44

6.4. Aspek Sosial ……….… 45

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial ……….... 46

7.1.1. Arus Penerimaan Proyek ……….…. 46

7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela ………. 46

7.1.2.1. Biaya Investasi ……….… 47

7.1.2.2. Biaya Operasional ……….….. 49

7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek ……….…… 50

7.2. Analisis Switching Value………...….. 52

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ……….……. 54

8.2. Saran ………..…… 54

DAFTAR PUSTAKA ……… 56

LAMPIRAN ………..… 58

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Gizi Rosela ……….………... 2

2. Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm

Bulan Juli - Oktober Tahun 2008……….. 3

4. Jumlah Penggunaan Input Usahatani Rosela di Wahana

Farm Tahun 2009 dengan Luas Lahan 7500 m2... 32

5. Penjualan Rosela Organik Produksi Wahana Farm

Tahun 2009………..………...….. 37

6. Permintaan Rosela Organik Langganan Wahana Farm

Tahun 2009………... 38

7. Biaya Penggunaan Input Rosela Organik di Wahana Farm

Tahun 2009 ...… 40

8. Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm

Tahun 2008 ... …….… 47

9. Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik

Wahana Farm ... 48

10. Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun

Proyek ……….…………. 48

11. Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun

2009 ……….………. 49

12. Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun

2009 ………..………. 49

13. Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm

Tahun 2009 ……… 50

14. Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tanaman Rosela ……….……… 7

2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Finansial

Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga

Bogor) ………...….……...…... 24

3. Struktur Organisasi Wahana Farm Tahun 2009 …………..……. 31

4. Metode Penanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ……. 34

5. Benih Rosela yang Digunakan Wahana Farm Tahun 2009 ……. 34

6. Bunga Tanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ………… 35

7. Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ……… 35

8. Saluran Pemasaran Rosela Organik Wahana Farm

Tahun 2009 ... 36

9. Proses Pencolokkan Biji Rosela di Wahana Farm Tahun

2009 ... 42

10. Proses Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ....…… 42

11. Proses Pengemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 .…….. 43

12. Pengepresan Plastik Kemasan Rosela di Wahana Farm Tahun

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia ... 59

2. Cashflow Kelayakan Usaha Rosela Organik di Wahana Farm

Tahun 2009 ………. 62

3. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya tetap Transportasi di

Wahana Farm ………. 63

4. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pestisida

Organik di Wahana Farm ………. 64

5. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Rosela di

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang subur terhadap perkembangan usaha

di bidang pertanian, karena mempunyai iklim tropis sehingga termasuk negara

agraris. Potensi yang ada telah menghasilkan berbagai komoditas tanaman dan

hasil bumi lainnya. Salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia adalah

rosela. Rosela termasuk salah satu tanaman perkebunan yang berada dibawah

binaan Direktorat Jenderal Perkebunan (Lampiran 1).

Penelitian tentang rosela penting untuk dikaji, karena selama dua tahun

terakhir tren rosela semakin meningkat di kalangan masyarakat. Hal ini

dipengaruhi oleh permintaan konsumsi yang berfluktuasi dan semakin

terkenalnya khasiat tanaman tersebut.

Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditi pertanian adalah

banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen.

Karena itu besar kecilnya komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga,

harga substitusi atau harga komplemennya, selera dan keinginan, jumlah

konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan.

Salah satu faktor penyebab adanya fluktuasi jumlah konsumsi tanaman

perkebunan yaitu dengan adanya sistem pertanian konvensional, yang ternyata

membawa dampak cukup serius bagi kesehatan manusia seperti pemberian

pupuk yang mengandung bahan kimia secara berlebihan. Untuk itu, sangatlah

penting melakukan kegiatan usahatani dengan cara organik dan dalam rangka

pencapaian target program pemerintah Go Organic 2010, yang akan memberi

peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara pengekspor terbesar tanaman

pangan organik.

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat

besar, dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru

sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000).

Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum

(17)

luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum

tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan

demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara

intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan

lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar dua

tahun.1

Salah satu komoditi pertanian yang dapat ditanam secara organik dan

mulai populer selama dua tahun terakhir ini adalah tanaman rosela. Harga rosela

pada tahun 2007 mencapai Rp 300.000/kg. Kondisi ini akan mendorong semakin

banyak petani maupun pengusaha melirik budidaya rosela.

Budidaya rosela pada awalnya ditujukan untuk memperoleh serat

batangnya dalam pembuatan tali dan karung goni. Karena sudah banyak produk

yang terbuat dari plastik (kresek), saat ini tanaman rosela sudah populer sebagai

penghasil bahan makanan dan minuman. Secara garis besar, rosela mempunyai

kandungan yang kaya akan gizi. Tabel 2 menunjukkan kandungan gizi rosela.

Tabel 2. Kandungan Gizi Rosela.

Kandungan 100 g

buah segar 100 g daun segar 100 g kelopak segar 100 g biji

Kalori 49 kal 43 kal 44 kal -

Air 84,5 % 85,6 % 86,2 % 7,6 %

Protein 1,9 g 3,3 g 1,6 g 24,0 %

Lemak 0,1 g 0,3 g 0,1 g 22,3 %

Karbohidrat 12,3 g 9,2 g 11,1 g -

Serat 2,3 g 1,6 g 2,5 g 15,3 %

Abu 1,2 g 1,6 g 1,0 g 7,0 %

Kalsium 1,72 mg 213 mg 160 mg 0,3 %

Fosfor 57 mg 93 mg 60 mg 0,6 %

Besi 2,9 mg 4,8 mg 3,8 mg -

Betakaroten 300 ìg 4135 ìg 285 ìg -

Vitamin C 14 mg 54 mg 14 mg -

Tiamin - 0,17 mg 0,004 mg -

Riboflavin - 0,45 mg 0,6 mg -

Niasin - 1,2 mg 0,5 mg -

Sulfida - - - 0,4 %

Nitrogen - - - 23,8 %

Sumber : Maryani & Kristiana, 2008. Mengacu pada Syamsuhidayat, Sri Sugiarti dan Johny Ria Hutapea, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1991.

1 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30

(18)

Kabupaten Bogor merupakan daerah yang cocok untuk kegiatan

budidaya tanaman perkebunan, termasuk budidaya rosela. Salah satu unit usaha

yang membudidayakan rosela adalah Wahana Farm. Usaha budidaya rosela

tersebut mendapat perhatian banyak konsumen, sehingga timbul motivasi untuk

merencanakan produksi rosela secara berkesinambungan.

1.2. Perumusan Masalah

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil,

hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang

dihadapi antara lain belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen

produk pertanian organik, perlu investasi mahal pada awal pengembangan

karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, belum

ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.2

Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha alternatif milik Agroteko

(kebun bibit University Farm IPB). Pemilik Agroteko menyewa lahan seluas 7500

m2 sebagai lahan alternatif jika masa kontrak Agroteko di lahan IPB tidak

diperpanjang. Lahan seluas 7500 m2 tersebut dikontrak selama lima tahun sejak

tahun 2007, sehingga lahan alternatif yang terlanjur disewa harus diberdayakan.

Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan

kondisi kas yang telah kosong. Operasional didanai dari keuangan pribadi secara

bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana

secara efisien. Pada tahun pertama, perkembangan produksi rosela organik di

Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm dengan Luas Lahan 7500 m2 Bulan Juli Oktober Tahun 2008.

Bulan Berat Kering

(Kg)

Juli 20,87

Agustus 13,51

September 11,5

Oktober 7,9

Total 53,78

Sumber : Wahana Farm, 2008.

2 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30

(19)

Hasil yang diperoleh dari Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi rosela

organik di Wahana Farm pada tahun pertama, yakni sebesar 53,78 kg. Tetapi,

berdasarkan pengalaman percobaan budidaya rosela organik selama satu tahun,

diketahui bahwa persediaan (hasil panen) selalu habis terjual dan belum

ditemukan pesaing produk rosela organik khususnya di Bogor. Kasus ini

mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan

melakukan kerjasama bagi hasil, sehingga target pasar yang ingin dicapai adalah

ceruk-ceruk pasar yang selama ini belum terjangkau oleh produsen/pelaku

bisnis rosela.

Kelayakan dari proyek ini cenderung mengalami perubahan. Perubahan

tersebut berupa kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan

biaya variabel pupuk organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela

sebesar dua persen. Metode analisis yang dihasilkan akan mengetahui

perubahan pada variabel yang bisa diterima agar usaha rosela tetap layak untuk

dilaksanakan. Variabel-variabel yang digunakan adalah kenaikan harga pada

beberapa komponen biaya tetap, biaya variabel, dan penurunan harga jual

rosela.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang akan diidentifikasi

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana daya dukung aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial terhadap

kelayakan usaha rosela organik?

2. Apakah investasi usaha rosela organik layak secara finansial?

3. Bagaimana perubahan harga pada beberapa komponen biaya tetap, biaya

variabel, dan penurunan harga jual rosela.

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan

sosial.

2. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial.

3. Analisis switching value terhadap perubahan harga pada beberapa komponen

(20)

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Wahana Farm, sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam melakukan

pengembangan usahatani rosela organik.

2. Masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk lebih mengenal rosela sebagai

jenis tanaman alternatif yang dapat dikomersilkan.

3. Pembaca, untuk memperluas wawasan dan sebagai referensi untuk

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan

bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan

utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian,

terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya

serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga

secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus

beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi

(nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).3

Sutanto (2002), mengemukakan bahwa pertanian organik ditakrifkan

sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berdasarkan daur ulang secara

hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta

limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.

Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama

dikenal sejalan dengan berkembang peradaban manusia. Filosofi yang melandasi

pertanian organik adalahmengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan

pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan langsung kepada

tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan member makanan

langsung kepada tanaman.

Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari

sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang

selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam

larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih

tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda

sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara

cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan

takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto,

2002).

3 www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30

(22)

2.2. Botani Tanaman Rosela

Rosela merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5–3

meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal,

berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan

pangkal berlekuk. Panjang daun 6–15 cm dan lebarnya 5–8 cm. Tangkai daun

bulat berwarna hijau, dengan panjang 4–7 cm. Bunga rosela yang keluar dari

ketiak daun merupakan bunga tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya

terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8–11 helai kelopak yang berbulu,

panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berdekatan dan berwarna merah. Kelopak

bunga ini sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang

sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani &

Kristiana, 2008).

Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari lima helaian, panjangnya

3–5 cm. Tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari

berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5mm.

Putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk

kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi lima ruang, berwarna merah. Bentuk

biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat

masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu-abu.

Gambar 1 merupakan jenis tanaman rosela.

(23)

Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya, tanaman ini dikenal

dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel, jamaica sorrel, indian

sorrel, guinea sorrel, sour-sour, queensland jelly plant, jelly okra, lemon bush dan

florida cranberry. Di Perancis, rosela juga disebut dengan nama oseille rouge atau

oseille de guineé. Di Spanyol dikenal dengan nama quimbombó chino, sereni, rosa de

jamaica, flor de jamaica, jamaica, agria, agrio de guinea, quetmia ácida, viňa, dan

viňuela. Sementara itu, di Portugis dikenal sebagai vinagreira, azeda de guiné, cururú azédo dan quiabeiro azédo (Maryani & Kristiana, 2008).

Di Malaysia, rosela dikenal sebagai asam susur dan di Thailand disebut

kachieb priew. Zuring merupakan nama rosela di Belanda dan bisap merupakan

sebutan rosela di Senegal. Di Afrika Utara, dikenal sebagai karkadé atau carcadé.

Nama terakhir inilah yang dipakai sebagai nama dagang rosela, baik dalam

dunia pengobatan maupun sebagai bahan makanan di Benua Eropa. Sementara

itu, nama flor de jamaica (bunga jamaica) dan hibiscus flores (bunga hibiscus) yang

dipopulerkan oleh pedagang makanan kesehatan merupakan nama yang salah

kaprah. Hal itu karena yang dimanfaatkan adalah kelopaknya, bukan mahkota

bunganya (Maryani & Kristiana, 2008).

2.3. Budidaya Rosela

Menurut Maryani & Kristiana (2008), tanaman ini tidak ditanam sebagai

tanaman utama, tetapi hanya sebagai tanaman tambahan. Rosela bisa

ditumpangsarikan dengan tanaman apa saja, yang penting tetap mendapatkan

sinar matahari cukup.

Namun bila ditanam sebagai tanaman utama, sebaiknya ditanam sendiri,

karena tanaman ini membutuhkan sinar matahari langsung. Rosela juga mudah

tumbuh di tanah yang mendapat pengairan cukup. Meskipun kondisi tanah

kurang subur, asal airnya cukup rosela tetap bisa tumbuh.

Pada 4 - 5 bulan setelah tanam, tanaman ini memerlukan banyak sinar

matahari untuk mencegah munculnya bunga prematur. Biasanya bunga yang

muncul sebelum waktunya mempunyai kualitas yang rendah. Selain itu, pada

awal pertumbuhannya rosela juga memerlukan curah hujan yang tinggi. Curah

hujan yang diperlukan selama pertumbuhannya sekitar 182 cm. Jika curah hujan

(24)

Seiring dengan berkurangnya curah hujan, rosela akan mulai berbunga

dan siap dipanen pada 4 – 5 bulan setelah penanaman. Mulai muncul bunga

sampai siap panen, membutuhkan waktu sekitar setengah bulan.

2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada umumnya, kegiatan usahatani selalu mendapat serangan dari hama

dan penyakit tanaman. Akibatnya, akan memberi dampak yang negatif bagi

hasil usahatani. Begitu juga tanaman rosela, salah satu komoditi pertanian ini

tidak luput dari serangan hama.

Hama utama yang menyerang tanaman rosela adalah nematoda

Heterodera rudicicola yang menyerang bagian batang dan akar. Untuk mengurangi

serangan hama ini, perlu dilakukan pengairan secara terus-menerus. Akan tetapi,

samapai saat ini hama yang diketahui banyak menyerang rosela di Indonesia

adalah belalang. Hama ini bisa dikendalikan dengan pestisida. Penyakit yang

umum menyerang adalah busuk akar. Untuk mengatasinya, tanaman yang

terserang harus segera dicabut dan dibakar supaya tidak menular ke tanaman

lain (Maryani & Kristiana, 2008).

2.5. Panen dan Pascapanen

Pemanenan rosela dilakukan 4 – 5 bulan setelah tanam. Tetapi rosela

masih dapat berbunga, jika temperatur pada malam hari tidak kurang 21ºC.

Karena itu, pemanenan dapat terus dilakukan hingga tanaman tidak

menghasilkan bunga, yakni sekitar 4 – 8 bulan berikutnya. Pemanenan rata-rata

dilakukan setiap 10 hari sekali.

Setelah dipanen, ada dua penyajian yang bisa dilakukan. Rosela bisa

disajikan dalam bentuk segar maupun kering. Jika menginginkan bentuk kering,

maka media pengeringan harus mempunyai aliran udara yang baik agar

kualitasnya terjaga. Rasio pengerigan rosela umumnya sekitar 10:1, artinya setiap

10 kg kelopak segar akan menghasilkan 1 kg bahan kering.

2.6. Penelitian Terdahulu

2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi

Penelitian terdahulu dalam konteks yang sama, yaitu pertanian organik

(25)

Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung

Kalimuncar” Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor).

Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa petani dengan

sistem organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai dan biaya total lebih

besar dibandingkan dengan yang diperoleh petani non organik. Untuk pertanian

organik mendapatkan R/C rasio sebesar 6,56. Artinya petani tersebut

menghasilkan penerimaan sebesar Rp 6,56 untuk setiap Rp 1 yang dikeluarkan.

Sedangkan untuk petani anorganik diperoleh R/C rasio sebesar 4,14. Artinya

petani tersebut menghasilkan penerimaan sebesar 4,14 setiap Rp 1 yang

dikeluarkan.

Ridhawati (2008), melakukan penelitian yang berjudul Kelayakan

Finansial Investasi Usahatani Asparagus (Asparagus officionalis) Ramah

Lingkungan, PT. Agro Lestari Bogor. Penelitiannya bertujuan menganalisis

aspek-aspek kelayakan, diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan

finansial.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, diperoleh nilai NPV

sebesar Rp 7.124.166,90 yang menunjukkan bahwa usahatani asparagus ramah

lingkungan, akan memberikan manfaat kepada perusahaan sebesar Rp

7.124.166,90 selama umur proyek. Nilai Net B/C diperoleh sebesar 1,04, artinya

bahwa setiap satuan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menghasilkan

manfaat sebesar 1,04 kali. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena hasilnya > 1.

Nilai IRR diperoleh sebesar 10,04 persen. Hal ini menunjukkan layak

karena posisi nilai yang berada lebih besar dari tingkat suku bunga deposito

yang berlaku, yakni 5,25 persen. Payback period diperoleh akan kembali dalam

waktu tiga tahun enam bulan, termasuk kriteria layak karena pengembalian

investasi terjadi sebelum proyek usahatani berakhir.

Berdasarkan analisis switching value, proyek usahatani asparagus ramah

lingkungan tetap layak untuk dilaksanakan sampai kenaikan harga pupuk

kandang sebesar 45,51 persen, pupuk organik cair sebesar 170,66 persen, harga

paket kemasan sebesar 45, 51 persen, penurunan volume produksi mencapai 42,7

persen per tahun dan terjadi penurunan harga jual sebesar 3,87 persen dari

(26)

Abriyanti (2007), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan

Sayuran Organik (Kasus di Matahari Farm Kecamatan Cisarua, Kabupaten

Bogor). Tujuannya yaitu mengkaji kelayakan investasi pengusahaan sayuran

organik dari aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial serta

menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakannya jika terjadi perubahan

dalam komponen dan manfaat.

Kriteria uji kelayakan finansial dilakukan melalui tiga skenario, dan

diambil salah satu yang terbaik. Skenario I yang menggunakan modal sendiri

merupakan skenario yang paling menguntungkan, karena memperoleh nilai

NPV yang lebih besar dari skenario II dan III, yaitu sebesar Rp 430.587.215.

Artinya pengusahaan sayuran organik yang dilakukan Matahari Farm

memberikan manfaat positif selama umur proyek dengan suku bunga 9,75

sehingga mempunyai kriteria layak untuk dilaksanakan.

Hasil analisis switching value diperoleh dari tiga skenario yang dilakukan.

Skenario II merupakan skenario yang sensitif / peka terhadap perubahan yang

terjadi baik pada parameter penurunan penjualan sebesar 12,94 persen walaupun

peningkatan biaya variabel sebesar 171,20 persen.

Nugraha (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan

Stroberi Organik (Kasus di PT. Anugrah Bumi Persada, Kabupaten Cianjur).

Tujuannya adalah menganalis aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen

pengusahaan stroberi organic di PT. Anugrah Bumi Persada; menganalisis

kelayakan aspek finansial pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah Bumi

Persada dan menganalisis sensitivitas kelayakannya.

Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, teknis dan manajemen,

menunjukkan kelayakan terhadap pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah

Bumi Persada. Hasil dari analaisis finansial pengusahaan stroberi organik yaitu

nilai Net Present Value (NPV) yang dihasilkan adalah Rp 204.052.541,00; Net

Benefit Cost Ratio (Net B/C) yang dihasilkan adalah 2,12; Internal Rate of Return

(IRR) menunjukkan 49 persen dan Payback Period sebesar 1,6. Hasil ini

menunjukkan bahwa pengusahaan stroberi organik layak secara finansial.

Hasil analisis sensitivitas switching value menunjukkan bahwa

pengusahaan stroberi organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi

(27)

organik sebesar 39,88 persen, kenaikan biaya tetap tenaga kerja sebesar 101,20

persen dan kenaikan biaya variabel sebesar 524,09 persen.

Dhikawara (2010), melakukan penelitian yang berjudul Analisis

Kelayakan fianansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes Di

Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah

menganalisis karakteristik usatani jambu biji yang dilakukan petani di desa

Ragajaya dan membandingkan analisis kelayakan finansial dan sensitivitas

usahatani jambu biji yang dilakukan petani di Desa Ragajaya dengan pengairan

hujan dan irigasi tetes (blubber iirigation).

Berdasarkan analisis karakteristik usahatani jambu biji di Desa Ragajaya

diketahui bahwa dari jumlah populasi petani jambu biji, luas lahan yang dimiliki

petani dengan status sewa adalah 47,2 persen menyewa lahan kurang dari 0,5

hektar; 44,5 persen menyewa lahan antara 0,5 sampai satu hektar, dan 8,40

persen menyewa lahan dengan luas lebih dari satu hektar.

Nilai NPV yang diperoleh petani yang menggunakan irigasi tetes dengan

penurunan harga output hingga 15 persen pada tingkat suku bunga diskonto 11

persen adalah lebih besar Rp 358.838.843,- atau 165,72 persen dibandingkan

dengan nilai NPV pada kondisi yang sama dengan pengairan tadah hujan.

Begitu pula dengan rasio Net B/C, pada irigasi tetes rasio Net B/C lebih besar

2,8 satuan atau 62,22 persen dan IRR lebih 12,28 persen dibandingkan usahatani

jambu biji dengan tadah hujan. Akibat dari pemanfaatan teknologi irigasi tetes

tersebut, waktu pengembalian investasi lebih cepat satu tahun sembilan bulan.

Dengan hasil uji kelayakan dan sensitivitas dimana petani dengan irigasi

tetes lebih menguntungkan daripada petani dengan tadah hujan memeberikan

suatu kesimpulan bahwa penerapan irigasi tetes layak untuk dilaksanakan untuk

petani pemilik terlebih lagi petani penyakap di Desa Ragajaya.

Seftiana (2010), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usahatani Pepaya Di

Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Tujuannya adalah

menganalis kelayakan usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan

Purwadadi, Kabupaten Subang, dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen,

aspek sosial ekonomi dan aspek pasar serta menganalisis kelayakan finansial

usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang

(28)

pepaya yang menggunakan 50 kilogram pupuk dasar organik, dan pola II adalah

usahatani pepaya yang menggunakan 15 kilogram pupuk dasar organik.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial, usahatani pepaya

untuk kedua pola pemupukan di awal tanam yang dijalankan oleh petani

pepaya di Desa Blendung layak untuk dilaksanakan. Sedangkan aspek

manajemen petani pepaya di Desa Blendung masih belum layak karena belum

adanya struktur yang jelas untuk usahatani pepaya tersebut.

Kedua usahatani dengan pola I dan II dapat mendatangkan keuntungan

sehingga layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua

pola usaha yang layak pola usahatani I merupakan pola usaha yang paling layak

untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan

bahwa NPV pola usahatani I > NPV pola usahatani II, masing-masing Rp

31.225.228,79 dan Rp 6.897.368,24. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR

nya. Sama halnya dengan payback period, pola usahatani I lebih cepat dalam hal

pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usahatani II.

2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela

Assyaukani (2008), dalam karya tulisnya meneliti tentang potensi produk

minuman rosela terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Salah satu dari

tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi ekonomi bagi komersialisasi

produk minuman rosela.

Hasil uji kelayakan bisnis (NPV dan IRR) dengan rentang tiga tahun dan

tingkat bunga 14 persen didapat nilai NPV sebesar Rp 67.668.263 yang artinya

akan ada penambahan keuntungan bersih sebesar angka tersebut selama tiga

tahun. Hasil perhitungan IRR sebesar 54,37 persen yang artinya diproyeksikan

nilai investasi akan bertambah sebesar angka tersebut selama tiga tahun dari

nilai investasi awal. Hasil-hasil tersebut menyimpulkan bahwa bisnis ini akan

menguntungkan dan layak untuk dijalankan.

Kurniasari (2009), melakukan penelitian yang berjudul Analisis

Permintaan Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) Sebagai Bahan Minuman di Kota

Bogor. Tujuannya adalah menganalisis karakteristik konsumen rumah tangga

(29)

permintaan rosela di Kota Bogor, dan menganalisis permintaan rosela di Kota

Bogor terhadap harga dan pendapatan.

Hasil analisis menyimpulkan bahwa konsumen rosela di Kota Bogor

sebagian besar berjenis kelamin wanita pada rentang usia 41-51 tahun dengan

tingkat pendidikan formal terakhir yaitu SMA dan pekerjaannya adalah ibu

rumah tangga. Konsumen kebanyakan mendapatkan sumber informasi

mengenai rosela dari penjual, tidak mengeluarkan waktu khusus menentukan

kualitas rosela karena mereka hanya mengenal rosela yang mereka konsumsi.

Model permintaan rosela di Kota Bogor adalah sebagai berikut : Y = 113 –

0,0901 X1 – 0,20 X2 – 0,258 X3 + 30,8 X4 – 1,64 X5 + 0,325 X6 – 51,0 D1 + 52,7 D2 +

10,8 D3. Hasil analisis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

nyata dalam menjelaskan keragaman permintaan rosela di Kota Bogor pada

selang kepercayaan 95 persen yaitu harga rosela (X1), jumlah orang yang

mengkonsumsi rosela dalam satu keluarga (X4), jenis kelamin (D1), dan

preferensi (D2). Dari keempatnya, variable jenis kelamin yang tidak sesuai

dengan hipotesis awal.

Elastisitas permintaan rosela terhadap harga menghasilkan -0,243. Nilai

ini menunjukkan sifat permintaan yang inelastis, artinya kenaikan harga

menyebabkan penurunan kuantitas dengan proporsi lebih kecil. Hal ini

menunjukkan rosela belum menjadi kebutuhan pokok konsumen. Selain itu,

karena terkait dengan posisi produk rosela di tahap perkenalan, informasi

mengenai rosela masih kurang terutama mengenai harga sehingga terjadinya

perubahan harga rosela di pasar belum diketahui oleh konsumen.

Aji (2009), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pemangkasan

Dengan Jumlah Cabang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Tujuannya adalah mempelajari respon

pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela yang mengalami pemangkasan

dengan berbagai jumlah cabang yang berbeda.

Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan metode acak langkap

dengan satu faktor yaitu pemangkasan dengan jumlah cabang berbeda

memberikan pengaruh terhadap penurunan pada beberapa pertumbuhan

vegetatif dan generatif tanaman rosela. Tanaman yang mengalami pemangkasan

(30)

cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan bobot

kering tajuk, bobot basah dan bobot kering akar, jumlah bunga, jumlah kaliks

yang dipanen, bobot basah dan bobot kering kaliks, serta bobot basah dan bobot

kering buah.

Tanaman yang mengalami pemangkasan cenderung memiliki luas daun

dan kandungan antosianin yang lebih tinggi disbanding tanaman yang tidak

dipangkas. Secara umum, tanaman dengan 15 cabang primer memberikan

pengaruh terbaik pada pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela.

Radja (2010), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pupuk

Fosfor Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa

L.). Tujuan penelitiannya adalah mempelajari pengaruh pupuk fosfor terhadap

pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.).

Berdasarkan metode faktor tunggal dengan susunan rancangan acak

langkap (RAL), diketahui bahwa perlakuan pupuk fosfor dengan dosis 0, 10, 20,

30 dan 40 g SP-18/polibag tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Status hara fosfor di media

tanam sangat tinggi yaitu 283 ppm, sehingga penambahan pupuk fosfor sampai

dengan 40 g SP-18/polibag tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan

generatif rosela dengan kandungan antosianin berkisar 0,31 – 0,39 mmol/g bobot

basah kaliks.

Penelitian tentang analisis kelayakan finansial usahatani rosela organik

belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong penulis untuk mengkajinya, apalagi

Wahana Farm belum lama berdiri, sehingga sangat menarik untuk dianalisis

kelayakannya.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu mengacu

pada topik yang sama, yaitu kelayakan finansial usaha di bidang pertanian

organik dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan dari penelitian sebelumnya

adalah jenis komoditi dan alat analisis yang digunakan. Jenis komoditi dan alat

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis finansial usaha

(31)

2.7. Ruang Lingkup Penelitian

Studi kelayakan proyek adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk

menilai layak tidaknya proyek investasi yang akan dilakukan dengan berhasil

dan menguntungkan secara ekonomis. Tujuan utama dilakukan studi kelayakan

proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana

relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomi.

Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi kelayakan

meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini mengingat masa mendatang

mengandung penuh ketidakpastian (Suratman, 2002).

Secara umum, aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan

meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek

finansial. Kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi pasar dan

peluang pasar atas suatu produk yang akan diluncurkan di masa yang akan

datang. Kajian aspek teknis menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan

proyek dari sisi teknis seperti penentuan lokasi proyek, pemilihan mesin dan

peralatan lainnya. Kajian aspek manajemen mengacu pada sistem koordinasi

dalam struktur organisasi. Kajian aspek sosial menjelaskan tentang dampak

positif yang timbul karena adanya proyek. Kajian aspek finansial berkaitan

dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus

(32)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek

Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang

berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu

dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan

dengan jelas. Tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk

baru, atau melakukan penelitian dan pengembangan (Soeharto, 1997).

Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa ciri-ciri proyek adalah :

a. Memiliki tujuan yang jelas, produk akhir/hasil kerja akhir.

b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai

tujuan di atas telah ditentukan.

c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik

awal dan akhir ditentukan dengan jelas.

d. Non rutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah

sepanjang proyek berlangsung.

Menurut Casley (1991), ada dua tujuan proyek yakni jangka pendek dan

jangka panjang. Tujuan jangka pendek secara khusus menentukan apa yang akan

dicapai oleh proyek, misalnya pelayanan masukan yang lebih baik, hasil per unit

yang lebih tinggi, produksi yang lebih tinggi, atau kesempatan kerja yang lebih

besar. Tujuan-tujuan jangka panjang ditentukan oleh konteks sektor, sektor

ganda, atau kebijaksanaan nasional yang lebih luas. Tujuan-tujuan tersebut

adalah untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, konsisten dengan

kebijaksanaan nasional melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek.

3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi

Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia

usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti

beroperasi, dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi

lainnya merupakan bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara

(33)

benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat dikendalikan dan diminimalkan

sekecil mungkin. Studi kelayakan yang dilakukan secara benar akan

menghasilkan laporan yang komprehensif tentang kelayakan proyek/bisnis

yang akan dihadapi/terjadi (Subagyo, 2007).

Subagyo (2007) menyatakan bahwa kerugian atau kegagalan suatu

proyek dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang juga merupakan

aspek-aspek studi kelayakan itu sendiri, antara lain:

1. Produk yang ditawarkan ternyata tidak diminati konsumen.

2. Produk tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

3. Produk yang ditawarkan laku, tetapi pangsa pasarnya sangat kecil dan

volume penjualannya rendah sehingga tidak dapat menutup biaya yang

dikeluarkan.

4. Permintaan terhadap produk perusahaan tinggi, tetapi skala produksi yang

rendah karena kapasitas mesin yang rendah membuat opportunity cost juga

tinggi.

5. Lokasi perusahaan terlalu jauh dari pasar (konsumen). Akibatnya, biaya

transportasi bertambah sehingga profit margin menjadi rendah.

6. Waktu produksi terlalu lama. Proses produksi yang dipilih tidak tepat

sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan dan

kehilangan pasar.

7. Terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan

oleh karyawan (moral hazard) karena sistem pengendalian internal yang

lemah.

Soeharto (1997), mengemukakan bahwa pengkajian yang bersifat

menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau

investasi dikenal sebagai studi kelayakan. Disamping sifatnya yang menyeluruh,

studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif

tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumberdaya yang

diperlukan.

Ada enam tujuan utama analisa finansial untuk proyek-proyek pertanian

(34)

1. Penilaian pengaruh finansial

Penelitian ini didasarkan atas analisa keadaan finansial setiap peserta pada

saat tersebut, dan suatu proyeksi keadaan finansial pada masa yang akan datang

sejalan dengan pelaksanaan proyek.

2. Penilaian penggunaan sumberdaya terbatas

Jumlah pengembalian (hasil) proyek dan pembayaran pinjaman-pinjaman

yang meningkat pada perusahaan perseorangan, merupakan indikator yang

penting dari penggunaan sumberdaya secara efisien.

3. Penilaian insentif (penarik)

Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penilaian insentif

pada para petani, manajer, dan pemilik (termasuk pemerintah) yang ikut dalam

proyek. Untuk perusahaan-perusahaan semi umum, apakah hasil yang diperoleh

cukup untuk mempertahankan kebutuhan finansial sendiri dan memenuhi

tujuan-tujuan finansial yang telah ditetapkan oleh masyarakat.

4. Ketetapan suatu rencana pembelanjaan

Rencana finansial adalah dasar penentuan jumlah dan waktu

pembelanjaan dari luar – apakah dari lembaga-lembaga keuangan atau sumber

dari dalam – dan untuk penetapan bagaimana pembayaran pinjaman cepat

dilakukan. Perkiraan pengaruh inflasi baik pada pendapatan dan biaya akan

diperhitungkan dalam melakukan penilaian.

5. Koordinasi kontribusi finansial

Rencana finansial mengikuti kontribusi finansial dari berbagai peserta

proyek. Koordinasi tersebut dibuat pada dasar dari proyeksi seluruh finansial

untuk proyek sebagai suatu keseluruhan.

6. Penilaian kecakapan mengelola keuangan

Atas dasar proyeksi neraca finansial, khususnya untuk

perusahaan-perusahaan besar dan kesatuan (entity) proyek, analis dapat membuat penilaian

tentang kerumitan pengelolaan finansial proyek dan kemampuan pimpinan

dalam mengelola proyek.

3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan

Kriteria kelayakan menurut Soeharto (1997), mempunyai hubungan yang

(35)

pandang dan kepentingan. Misalnya masyarakat akan memandang keberhasilan

proyek pembangunan pabrik, dari sudut berapa jauh mereka dapat

berpartisipasi mengisi lapangan kerja dan kegiatan usaha. Bagi pemilik proyek

swasta, titik berat keberhasilan diletakkan pada aspek finansial dan ekonomi.

Sedangkan bagi pemerintah mempunyai kriteria yang lebih luas lagi, seperti

pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan juga mendorong prakarsa

swasta.

Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi

kelayakan tentang keadaan objek tertentu dari fungsi-fungsi bisnis (marketing,

operasi, manajemen/SDM, hukum, lingkungan dan keuangan). Pelaksanaan

studi dan penelitian atas fungsi-fungsi bisnis tersebut terkadang disesuaikan

dengan kebutuhan dari analis ataupun stakeholder (Subagyo, 2007).

Beberapa aspek yang sering dikaitkan dalam studi kelayakan diantaranya

aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial.

1. Aspek pasar

Menurut Soeharto (1997), aspek pasar berfungsi untuk menghubungkan

manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi.

Selanjutnya informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan

permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Aspek pasar dalam

studi kelayakan suatu usulan proyek bertujuan untuk menghasilkan produk

tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisis masalah prakiraan

penawaran dan permintaan, pangsa pasa, dan strategi pemasaran. Kajian aspek

pasar dan pemasaran bertujuan untuk mengetahui keadaan objek di masa lalu

dan saat ini, sedangkan tujuan pemasaran dalam ilmu marketing adalah untuk

mengendalikan pasar di waktu yang akan datang (Subagyo, 2007).

2. Aspek teknis

Menurut Subagyo (2007), aspek teknis bertujuan untuk mengetahui,

memahami, dan mengevaluasi produk yang akan dihasilkan objek studi. Untuk

menghasilkan produk diperlukan langkah-langkah pra operasional, seperti

desain, pemilihan perangkat teknologi, mesin dan peralatan yang akan

digunakan, proses produksi, pemilihan dan penentuan lokasi pabrik/tempat

(36)

Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan)

dan output (produksi) berupa barang-barang dan jasa. Hal-hal itu sangat

penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa

secara teknis dapat dilakukan dengan teliti (Gittinger, 1986).

3. Aspek manajemen

Menurut Gittinger (1986), masalah-masalah dalam persiapan proyek

berkisar diantara askpek-aspek institusional, organisasional dan manajerial yang

tumpang tindih (overlaping), yang secara jelas mempunyai pengaruh penting

terhadap pelaksanaan proyek. Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang

menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik.

4. Aspek sosial

Analisis proyek akan selalu ingin mempertimbangkan secara teliti

pengaruh yang akan merugikan suatu proyek pada golongan-golongan tertentu

dalam daerah-daerah tertentu. Untuk itu, pertimbangan-pertimbangan sosial lain

harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek

yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut (Gittinger,

1986).

5. Aspek finansial

Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek menerangkan

pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para

peserta yang tergabung di dalamnya (Gittinger, 1986). Ada kriteria kelayakan

investasi yang diperoleh dalam aspek finansial yang dikemukakan oleh Soeharto

(1997), antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net

Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period.

A. Net Present Value (NPV)

NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai

sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama

umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung dasar yang

sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Mengkaji usulan proyek dengan NPV

memberikan petunjuk sebagai berikut :

NPV = positif, usulan proyek diterima, semakin tinggi semakin baik.

NPV = negatif, usulan proyek ditolak.

(37)

B. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk

sama dengan NPV aliran kas keluar. Untuk IRR ditentukan dulu NPV = 0,

kemudian dicari berapa besar arus pengembalian (diskonto) (i) agar hal

tersebut terjadi. Menganalisis usulan IRR memberi kita petunjuk sebagai

berikut :

IRR > arus pengembalian (i), proyek diterima.

IRR < arus pengembalian (i), proyek ditolak.

C. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Penekanannya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan

umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Kriteria B/C akan

memberikan petunjuk sebagai berikut :

B/C > 1, usulan proyek diterima.

B/C < 1, usulan proyek ditolak.

B/C = 0, netral.

D. Payback Period

Payback Period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net).

Kriteria ini meberikan indikasi atau petunjuk bahwa proyek dengan periode

pengembalian lebih cepat akan lebih disukai.

3.1.4. Analisis Switching Value

Analisis switching value (nilai pengganti) merupakan suatu variasi pada

analisis sensitivitas. Dalam analisa sensitivitas, secara langsung kita memilih

sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap

masalah yang dianggap penting pada analisa proyek dan kemudian kita dapat

menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek.

Sebaliknya, bila kita ingin menghitung suatu nilai pengganti maka kita harus

menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa proyek

yang akan diganti supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum

diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu ukuran

(38)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam

bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan

direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan

usahanya.

Mengingat harga jual rosela organik masih tinggi, Wahana Farm

berupaya menyeimbangkan pangsa pasar dalam penjualan rosela organik,

sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.

Dari segi aspek pasar, proyek tersebut akan menyoroti pasar yang akan

dituju, sedangkan dari aspek teknis, akan menyoroti hal yang berkaitan dengan

lokasi seperti ketersediaan input, pengelolaan lahan, sistem pengairan, dan

jumlah tenaga kerja. Aspek manajemen memperlihatkan faktor-faktor internal

pada Wahana Farm dalam menjalankan proyeknya, sedangkan aspek sosial

melingkupi manfaat (benefit) terhadap kehidupan sosial dengan adanya proyek

rosela organik ini.

Aspek finansial merupakan aspek yang penting untuk dikaji, karena

merupakan prioritas utama dalam menentukan keuntungan suatu perusahaan.

Sehingga untuk menilai kelayakan proyek ini, aspek finansial akan mengacu

pada beberapa parameter kriteria kelayakan investasi, yaitu :

1. Net Present Value (NPV)

2. Internal Rate of Return (IRR)

3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

4. Payback Period

Selain kajian yang akan dilakukan terhadap aspek-aspek kelayakan,

maka akan dilakukan analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana

perubahan-perubahan pada variabel agar tidak mengubah kelayakan. Variabel

yang digunakan adalah perubahan biaya variabel produksi rosela organik.

Setelah diketahui hasil dari analisis tersebut, maka akan diketahui nilainya

apakah layak atau tidak. Selain itu, diperlukan rekomendasi untuk penilaian

kelayakan usaha rosela organik di Wahana Farm guna tercapainya suatu usaha

yang berkesinambungan.

Bagan kerangka operasional yang akan dijalankan dalam penelitian ini

(39)
[image:39.595.96.484.81.655.2]

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor).

Rekomendasi Analisis kelayakan non

finansial (pasar, teknis, manajemen, sosial)

Analisis kelayakan finansial

Kriteria kelayakan :

1. Net Present Value

(NPV)

2. Internal Rate of

Return (IRR)

3. Net Benfit-Cost (Net

B/C)

4. Payback Period

Analisis

Switching Value

LAYAK TIDAK LAYAK

Modal awal usaha berasal dari keuangan pribadi secara bertahap dan sangat terbatas, sehingga produksi

belum optimal.

Hasil panen yang selalu habis terjual mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan produksi rosela organik dan

(40)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan

Darmaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive). Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai

April 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola

kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh

dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang

diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Analisa

kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari

aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif

digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Data

kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.

4.3.1. Analisis Aspek Pasar

Pengkajian terhadap aspek pasar akan menguraikan bagaimana Wahana

Farm akan memasarkan produknya melalui bauran pemasaran (Marketing Mix)

yang mencakup product, price, place, dan promotion. Pengkajian aspek pasar juga

terkait dengan kondisi permintaan atau konsumsi. Bauran produk meliputi jenis

dan jumlah kemasan rosela organik yang diproduksi, bauran harga mencakup

jumlah harga rosela organik yang dijual tergantung dari berat kemasannya,

bauran tempat meliputi pelanggan rosela organik produksi Wahana Farm yang

terdiri dari beberapa swalayan, toko buah dan individu, sedangkan bauran

promosi meliputi pembuatan media promosi seperti spanduk, brosur, dan

(41)

4.3.2. Analisis Aspek Teknis

Pengkajian aspek teknis meliputi masalah-masalah proses produksi

seperti lokasi produksi, keberadaan lahan, sumber dan pemasaran hasil

produksi, ketersediaan benih, pupuk organik dan fasilitas lainnya yang

berhubungan secara teknis. Lahan yang dijadikan untuk produksi rosela organik

mempunyai luas sebesar 7500 m2, berada di Jl. Darmaga Bogor. Ketersediaan

produksi dan fasilitas lainnya berasal dari kepemilikan modal sendiri.

Pemasaran kepada konsumen dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

4.3.3. Analisis Aspek Manajemen

Pengkajian aspek manajemen terkait dengan sistem koordinasi yang ada

dalam proyek, dan mengetahui kondisi manajemen internal Wahana Farm, masa

rencana kegiatan proyek dan manajemen dalam operasi. Sistem koordinasi

terbentuk dari struktur organisasi. Setiap bagian organisasi mempunyai tugas

dan tanggung jawab masing-masing. Hubungan koordinasi dengan penyewa

lahan merupakan sistem bagi hasil, yang didapat dari hasil produksi rosela.

Selain itu, perencanaan produksi rosela organik tidak menutup kemungkinan

diadakannya tumpang sari dengan komoditas lain.

4.3.4. Analisis Aspek Sosial

Pengkajian aspek sosial meliputi manfaat yang ada terhadap pengaruh

kegiatan proyek, kemungkinan adanya kesempatan kerja, kehidupan sosial di

lokasi sekitar proyek dan lingkungan proyek. Adanya proyek ini memberikan

dampak positif, karena dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di

daerah setempat dan ikut menyukseskan program pemerintah Go Organic 2010.

4.3.5. Analisis Aspek Finansial

Pengkajian aspek kelayakan finansial meliputi analisis biaya dan manfaat,

rugi/laba dan kriteria kelayakan investasi. Tujuan analisis biaya manfaat adalah

untuk mengetahui dan mengidentifikasi biaya-biaya yang ada serta manfaat

yang diterima selama diadakannya proyek. Analisis rugi/laba digunakan untuk

mengetahui jumlah pendapatan yang diterima apakah dalam keadaan untung

(42)

sedangkan analisis kriteria investasi digunakan untuk menyimpulkan layak atau

tidaknya suatu usaha secara finansial.

Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain :

1. Net Present Value (NPV),

2. Internal Rate of Return (IRR),

3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan

4. Payback Period.

Berikut ini adalah perumusan fungsi masing-masing kriteria kelayakan

investasi yang dilakuakan dalam penelitian ini :

1. Net Present Value (NPV)

Keterangan :

CFt = arus kas per tahun pada periode t I0 = investasi awal pada tahun 0 K = suku bunga (discount rate)

Sumber : Umar (2001).

Kriteria :

NPV positif, maka usulan proyek diterima

NPV negatif, maka usulan proyek ditolak

NPV = 0, maka usulan proyek dapat diterima tetapi tidak ada keuntungan

finansial

2. Internal Rate of Return (IRR)

Perkiraan IRR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

0
(43)

Keterangan :

t = tahun ke

n = Jumlah tahun

I0 = nilai investasi awal

CF = arus kas bersih

IRR = tingkat bunga yang dicari harganya

Sumber : Umar (2001).

Kriteria :

IRR ≥ i = Usulan proyek dapat diterima

IRR ≤ i = Usulan proyek ditolak

3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C =

Sumber : Umar (2001).

Kriteria ini erat hubungannya dengan kriteria NPV, dimana jika NPV

suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka menurut kriteria Net B/C juga

layak (Net B/C > 1) karena keduanya menggunakan variabel yang sama.

4. Payback Period

Payback Period =

tahun

Bersih

Masuk

Kas

Investasi

Nilai

1

Sumber : Umar (2001).

Hasil yang diperoleh dari perhitungan payback period menyimpulkan

bahwa usulan proyek dapat diterima jika masa pengembalian lebih cepat

dari umur proyek. Sebaliknya, usulan proyek ditolak jika masa

pengembalian lebih lama dari umur proyek, artinya proyek tidak mampu

mngembalikian biaya yang telah dikeluarkan.

keluar

kas

PV

masuk

ka

Gambar

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Rosela
Gambar 3. Struktur Organisasi Wahana Farm Tahun 2009.
Gambar 5. Benih Rosela yang Ditanam di Wahana Farm Tahun 2009.
Gambar 6. Bunga Tanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila Vizan Farm melakukan kegiatan produksi sesuai kriteria budidaya ikan Black Ghost yang baik seperti, jarak antara lokasi usaha dengan lokasi pakan dan

Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dijejaki dalam usaha pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm meliputi aspek pasar, aspek

1. Produk yang dihasilkan hanya satu jenis yaitu benih ikan patin. Luas lahan yang dimiliki Number One Fish Farm 500 m². Umur proyek dari analisis kelayakan finansial usaha

LISNAWATI HERMAWAN. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Domba pada CV Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh

Dari hasil kegiatan spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tanaman brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh bahwa risiko produksi yang

Untuk mengembangkan kapasitas produksi, dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga dibutuhkan suatu analisis kelayakan usaha pengolahan susu sapi murni yang berkaitan

Apabila Vizan Farm melakukan kegiatan produksi sesuai kriteria budidaya ikan Black Ghost yang baik seperti, jarak antara lokasi usaha dengan lokasi pakan dan

Pemanas yang digunakan usaha peternakan Abdul Djawad Farm adalah semawar dengan bahan bakar minyak tanah. Setiap kandang dilengkapi lima buah pemanas. Satu buah pemanas dapat