• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laju Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU INFILTRASI PADA BERBAGAI KELAS UMUR

TEGAKAN KARET (Hevea brasiliensis)

DI DESA TOGUR KECAMATAN DOLOK SILAU

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh :

Erni D. Simanjuntak 031202027/ Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengendalian besarnya erosi tanah terutama fungsi intersepsi dan infiltrasi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan penduduk juga meningkat. Dan untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut banyak hutan yang dikonversikan sebagai lahan pertanian dan lahan perkebunan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi fungsi hidrologis hutan dalam hal ini infiltrasi tanah. Salah satu perkebunan yang sedang berkembang saat ini adalah perkebunan karet. Karena karet memiliki bentuk yang sama dengan tegakan hutan, maka perlu dilakukan penelitian tentang laju infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur tegakan karet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya laju infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur tegakan karet. Pengamatan dilakukan di perkebunan rakyat yang ada di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. Hipotesa penelitian ini adalah umur tegakan karet berpengaruh terhadap besarnya laju infiltrasi tanah, dimana semakin tingggi kelas umur tegakan karet maka kapasitas infiltrasi semakin tinggi. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltometer. Laju infiltrasi semakin tinggi dengan bertambahnya kelas umur tegakan karet. Laju infiltrasi awal untuk masing – masing kelas umur tegakan karet dari umur 7, 17 dan 27 tahun berturut-turut adlah

44,4 cm/jam, 118,8 cm/jam dan 76,8 cm/jam dan kapasitas infiltrasinya adalah 7, 68 cm/jam, 13,44 cm/jam dan 22,8 cm/jam.

(3)

ABSTRACT

Forest has an important in control the soil erotion especially the function of interseption and infiltration. There are many forest that have been converted as agriculture and plantation by the increasing of the people because needs also increase. The condition ofcourse will influencethe soil infiltration of forest. Rubber plantation is one of developing plantation in nowdays. The tree has the same shape with forests trees, so it needs experiment about the rate of soil infiltration in various age classes of rubber trees. The purpose this experiment is to know how fast the rate soil infiltration in various age classes of rubber tree. The observation is done in mass plantation in Togur village, Dolok Silau district, Simalungun. The hypotesis of this experiment is the age of the rubber trees influential to the rate of soil infiltration where the higher the age classes, the higher infiltration capacities. The measure of the rate infiltratin is done with double ring infiltrometer. The rate of soil infiltration in rubber trees are higher with the in creasing of the rubber classes. The beginning of rate infiltration for ages 7, 17, and 27 are 44,4 cm/hr, 118,8 cm/hr, and 76,8 cm/hr and infiltration capacities is 7,68 cm/hr, 13,44 cm/hr dan 22,8 cm/hr.

(4)

Judul Penelitian : Laju Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur,

Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. Nama : Erni Darmauli Simanjuntak

Program Studi : Budidaya Hutan Minat Studi : Hidrologi Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Bejo Slamet S.Hut, M.Si Dr.Ir. Abdul Rauf ,MP Ketua Anggota

Mengetahui

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesa penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Sistematika Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) ... 4

Persyaratan Tempat Tumbuh Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) ... 6

Daur Hidrologi ... 8

Infiltrasi ... 9

Proses Terjadinya Infiltrasi ... 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi ... 11

Kapasitas Infiltrasi ... 13

Tekstur Tanah ... 13

Agregat dan Struktur Tanah ... 17

Bulk Density dan Total Ruang Pori ... 20

(6)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Prosedur Penelitian ... 25

Penentuan Lokasi Pengamatan ... 25

Pemasangan Alat dan Pengukuran Laju Infiltrasi ... 25

Pengambilan Sampel Tanah ... 27

Pengolahan Data ... 28

Rancangan Penelitian ... 28

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis ... 30

Kondisi Iklim ... 30

Potensi Alam ... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sifat Fisik Tanah ... 35

Analisis Statistik Laju Infiltrasi Tegakan Karet ... 40

Laju Infiltrasi Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan ... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Proporsi fraksi tanah menurut kelas tekstur tanah 16

2. Contoh Tally sheet 25

3. Rataan Laju Infiltrasi Pada Tiga Kelas Umur Tegakan Karet 32 4. Persentase Pasir, debu dan liat Pada Masing-masing Kelas Umur

Tegakan Karet

35 5. Laju Infiltrasi Tanah Setelah Mencapai Kondisi Stabil 36

6 Bulk density dan Total ruang Pori Tanah Setiap Kelas Umur

Tegakan KAret

(8)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) 7

2. Doble Ring yang dipasang sebagai alat pengukur laju infiltrasi 26

3. Cara Pengambilan Sampel Tanah tidak Terganggu dengan Menggunakan ring sample

27 4. Kurva Laju Infiltrasi Rata-rata Ketiga Kelas Umur Tegakan

Karet

33

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1 Tabel 7. Laju Infiltrasi Tegakan Karet Umur 7 Tahun. 44 2 Tabel 8. Laju Infiltrasi Tegakan Karet Umur 17 Tahun. 45 3 Tabel 9. Laju Infiltrasi Kelas Umur 27 Tahun 46 4 Tabel 10. Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Kelas Umur

7 Tahun

47 5 Gambar 6. Kurva Laju Infiltrasi Tegakan Karet Kelas

Umur 7 Tahun

47 6 Tabel 11. Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Kelas Umur

17 Tahun

48 7 Gambar 7. Kurva Laju Infiltrasi Tegakan Karet Kelas

Umur 17 Tahun

48 8 Tabel 12. Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Kelas Umur

27 Tahun

49 9 Gambar 8. Kurva Laju Infiltrasi Tegakan Karet Kelas

Umur 27 Tahun

49 10 Perhitungan Bulk density dan total ruang pori (TRP)

pada kelas umur 7 tahun

50 11 Perhitungan Bulk density dan total ruang pori (TRP)

pada kelas umur 17 tahun

50 12 Perhitungan Bulk density dan total ruang pori (TRP)

pada kelas umur 27 tahun

51 13 Tabel 13. Perhitungan RAL (Rancangan Acak

Lengkap) Infiltrasi Tegakan Karet

51

14 Tabel 14. Anova Laju Infiltrasi 52

15 Tabel 15. Anova hasil SPSS 52

(10)

ABSTRAK

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengendalian besarnya erosi tanah terutama fungsi intersepsi dan infiltrasi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan penduduk juga meningkat. Dan untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut banyak hutan yang dikonversikan sebagai lahan pertanian dan lahan perkebunan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi fungsi hidrologis hutan dalam hal ini infiltrasi tanah. Salah satu perkebunan yang sedang berkembang saat ini adalah perkebunan karet. Karena karet memiliki bentuk yang sama dengan tegakan hutan, maka perlu dilakukan penelitian tentang laju infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur tegakan karet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya laju infiltrasi tanah pada berbagai kelas umur tegakan karet. Pengamatan dilakukan di perkebunan rakyat yang ada di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun. Hipotesa penelitian ini adalah umur tegakan karet berpengaruh terhadap besarnya laju infiltrasi tanah, dimana semakin tingggi kelas umur tegakan karet maka kapasitas infiltrasi semakin tinggi. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltometer. Laju infiltrasi semakin tinggi dengan bertambahnya kelas umur tegakan karet. Laju infiltrasi awal untuk masing – masing kelas umur tegakan karet dari umur 7, 17 dan 27 tahun berturut-turut adlah

44,4 cm/jam, 118,8 cm/jam dan 76,8 cm/jam dan kapasitas infiltrasinya adalah 7, 68 cm/jam, 13,44 cm/jam dan 22,8 cm/jam.

(11)

ABSTRACT

Forest has an important in control the soil erotion especially the function of interseption and infiltration. There are many forest that have been converted as agriculture and plantation by the increasing of the people because needs also increase. The condition ofcourse will influencethe soil infiltration of forest. Rubber plantation is one of developing plantation in nowdays. The tree has the same shape with forests trees, so it needs experiment about the rate of soil infiltration in various age classes of rubber trees. The purpose this experiment is to know how fast the rate soil infiltration in various age classes of rubber tree. The observation is done in mass plantation in Togur village, Dolok Silau district, Simalungun. The hypotesis of this experiment is the age of the rubber trees influential to the rate of soil infiltration where the higher the age classes, the higher infiltration capacities. The measure of the rate infiltratin is done with double ring infiltrometer. The rate of soil infiltration in rubber trees are higher with the in creasing of the rubber classes. The beginning of rate infiltration for ages 7, 17, and 27 are 44,4 cm/hr, 118,8 cm/hr, and 76,8 cm/hr and infiltration capacities is 7,68 cm/hr, 13,44 cm/hr dan 22,8 cm/hr.

(12)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengendalian besar

limpasan permukaan, terutama sekali fungsi hutan dalam intersepsi dan infiltrasi.

Gerakan air tampungan di dalam tanah dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah,

bahan-bahan organik dan flora dan fauna tanah ( Sri Harto, 1993).

Selama kurun waktu tahun 1997–2000, ditemukan fakta baru bahwa

penyusutan hutan di indonesia meningkat menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Dua

kali lebih cepat dibandingkan tahun 1980. Ini menjadikan Indonesia merupakan

salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia

berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar

hutan dan lahan rusak, di antaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam

kawasan hutan. Dan hal ini menciptakan potret keadaan hutan Indonesia dari sisi

ekologi, ekonomi, dan sosial ternyata semakin memprihatinkan

(Cahyana dan Parlan, 2004).

Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan dengan meningkatnya

kebutuhan manusia, maka berpengaruh terhadap penurunan fungsi hutan. Hal ini

ditandai dengan laju deforestasi yang terus meningkat setiap tahunnya.

Luas perkebunan Indonesia, baik perkebunan besar maupun perkebunan

rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh komoditas utama

perkebunan (karet, kopi, teh, kelapa, kakao, tebu, dan kelapa sawit), komoditas

kelapa sawit dan karet adalah areal pertanaman yang diperluas

(13)

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan

perekonomian Indonesia. Total luas perkebunan karet di Indonesia mencapai 3

juta hektar lebih, terluas di dunia. Banyak penduduk Indonesia yang hidup dengan

mengandalkan komoditi penghasil getah ini. Karet bukan hanya diusahakan oleh

perkebunan-perkebunan yang besar milik negara yang memiliki areal mencapai

ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat

(Penebar Swadaya, 2006).

Karet (Hevea brasiliensis) memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda

dengan struktur pohon hutan. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang fungsi

hidrologis tegakan karet. Salah satu parameter fungsi hidrologis tegakan adalah

kemampuan untuk menginfiltrsikan air. Oleh karena itu, perlu adanya kajian

untuk mengetahui kemampuan tegakan karet dalam menginfiltrasi air.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya laju infiltrasi

pada berbagai kelas umur tegakan karet (Hevea brasiliensis).

Hipotesa Penelitian

Umur tegakan karet (Hevea brasiliensis) berpengaruh terhadap besarnya laju

infiltrasi tanah dimana semakin tinggi kelas umur maka kapasita infiltrasi semakin

(14)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumber informasi mengenai besarnya laju infiltrasi tenah pada

berbagai kelas umur tegakan karet (Hevea brasiliensis).

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam pemberian

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Sistematika Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea brasiliensis

yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

tanaman karet alam dunia (Penebar Swadaya, 2006).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup

besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya

tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun

karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring ke arah

utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks

(Wikipedia, 2008) .

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada

ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada

sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung

meruncing. Tepinya rata dan gundul (Wikipedia, 2008).

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada

tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit

keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai

dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini

mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar

(Wikipedia, 2008)

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat

(16)

sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut vilt. Ukurannya

lebih besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang beruang

tiga. Kepala putik yang akan dibuahib dalam posisi duduk juga berjumlah tiga

buah. Bunga jantan memiliki sepuluh benang sari yang tersusun menjadi satu

tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang

lainnya. Paling ujung adalah bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (Penebar

Swadaya, 2006).

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Jumlah ruang biasanya

tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah

sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Biji karet terdapat dalam setiap

ruang buah. Jadi, jumlahnya biasanya tiga, kadang enam sesuai dengan jumlah

ruang (Penebar Swadaya, 2006).

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar

tunggang. Akar ini mamapu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan

besar (Penebar Swadaya, 2006).

Sistematika tanaman karet menurut Nazarudin dan Paimin (2006) dalam

Wikipedia (2008) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

(17)

Gambar 1. Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun.

Persyaratan Tempat Tumbuh Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks

yang optimal, maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkunagn yang diinginkan

oleh tanaman ini. Hal ini disebabkan karena lingkungan yang diinginkan yang

cocok akan menunjang pertumbuhan (Penebar Swadaya, 2006).

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi

iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media

tumbuhnya. Menurut Nazarudin dan Paimin (2006) dalam Wikipedia (2008),

sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim

tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah-daerah tropis lainnya. Adapun

persyaratan tumbuh tanaman karet adalah :

1). Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o LS

dan 15o LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga

(18)

2). Curah hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai

4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan

150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan

berkurang.

3). Tinggi tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan

ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut

tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara

250C sampai 350C.

4). Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk

penanaman karet.

5). Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini

disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman

karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan

sifat fisiknya.

Berbagai jenis tanah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik

tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut <2 m. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum,

kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum

(19)

subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH 3,0 dan

pH >8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara

lain: solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas,

aerase dan drainase cukup, tekstur tanah remah, porous dan dapat menahan air,

struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir, tanah bergambut tidak lebih dari 20

cm, kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro, reaksi

tanah dengan pH 4,5-pH 6,5, kemiringan tanah <16% dan permukaan air tanah

<100 cm.

Daur Hidrologi

Daur hidrologi adalah suatu pola perdauran yang umum yang terdiri dari

susunan gerakan-gerakan air yang rumit dan juga transformasinya. Secara

sederhana dapat dikatakan sebagai air yang mengalir dari atmosfer ke daratan, ke

laut sampai pada atmosfer kembali (Lee, 1990).

Konsep dasar daur hidrologi merupakan sesuatu yang berguna sebagai titik

awal untuk mempelajari hidrologi secara akademis. Daur ini dimulai dengan

penguapan air laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.

Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan

yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi yang jatuh ke bumi

bergerak kearah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari

presipitasi tersebut untuk sementara tertahan pada tanah di tempat ia jatuh, dan

akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi), dan

(20)

Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena adanya perbedaan presipitasi

dari tahun ke tahun, dari musim ke musim dan juga dari satu wilayah ke wilayah

yang lain. Sirkulasi udara ini dipengaruhi oleh situasi meteorologi (suhu, tekanan

atmosfer, angin, dan lain-lain) dan kondisi topografi. Air permukaan tanah dan air

tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat

dalam proses sirkulasi ini. Jadi, jika sirkulasi ini tidak merata maka akan terjadi

bermacam-macam kesulitan (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Infiltrasi

Infiltrasi dapat diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah

sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air

ke arah vertikal). Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas

terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai

akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal dengan proses perkolasi. Laju maksimal

gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas

infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam

menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari

pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan

(Asdak, 1995).

Menurut Sri Harto (1993), proses infiltrasi adalah bagian yang sangat

penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan

menjadi aliran di sungai. Dengan adanya proses infiltrasi maka dapat mengurangi

terjadinya banjir, mengurangi terjadinya erosi tanah. Selain itu kegunaan dari

(21)

kembali reservoir tanah dan menyediakan aliran sungai pada saat musim kemarau

(Seyhan, 1990).

Proses Terjadinya Infiltrasi

Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air

hujan tersebut masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses

masuknya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan

gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi

oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air

hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang

lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah

dan ke arah horizontal. Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan

pori-pori yang relatif kecil (USDA Natural Resouces Conservation Service, 1998).

Dapat dikatakan bahwa, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang

saling tidak tergantung satu sama lain, yaitu (1) proses masuknya air hujan

melalui pori-pori permukaan tanah, (2) tertampungnya air hujan tersebut di dalam

tanah, (3) proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping,

dan atas).

Meskipun tidak saling tergantung, ketiga proses tersebut saling terkait. Besarnya

laju infiltrasi pada tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju

(22)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tekstur dan

struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur

organik, jenis dan kedalaman serasah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup

tanah lainnya (Asdak, 1995).

Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi dapat berubah-ubah sesuai dengan

intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi

akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi maksimum setiap tanah

bersangkutan (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Setiap jenis tanah mempunyai karakteristik laju infiltrasi yang

berbeda-beda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Jenis tanah

berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah

liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis

tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang

berbeda pula. Makin padat suatu tanah, maka semakin kecil laju infiltrasinya

(Sri Harto, 1993). Menurut Asdak (1995), Tanah dengan pori-pori jenuh air

mempunyai kapasitas infiltrasi lebih kecil dibandingkan tanah dalam keadaan

kering.

Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhi

laju infiltrasi. Potensial kapiler bagian bawah lapisan tanah yang menjadi kering

(oleh evaporasi) kurang dari kapasitas menahan air normal akan meningkat jika

lapisan teratas dibasahi oleh curah hujan. Peningkatan potensial kapiler ini,

bersama-sama dengan gravitasi akan mempercepat infiltrasi

(23)

Menurut Sri Harto (1993), kelembaban tanah yang selalu berubah setiap

saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah,

laju infiltrasi dalam tanah tersebut semakin kecil. Dengan demikian, dapat

dimengerti bahwa kalau dalam satu jenis tanah terjadi infiltrasi, infiltrasinya

makin lama makin kecil.

Pengaruh tanaman diatas permukaan tanah menurut Sri Harto (1993), ada

dua yaitu berfungsi menghambat aliran air dipermukaan sehingga kesempatan

berinfiltrasi besar, sedangkan yang kedua sistem akar-akaran yang dapat lebih

menggemburkan tanah. Sehingga makin baik penutupan tanah, maka laju infiltrasi

cenderung lebih tinggi.

Jika permukaan tanah tertutup oleh pohon-pohon dan rumput-rumputan

maka infiltrasi dapat dipercepat. Tumbuh-tumbuhan bukan hanya melindungi

permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi juga lapisan humus

yang terjadi mempercepat penggalian-penggalian serangga dan lain-lain yang

akhirnya akan mempercepat laju infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Keadaan tajuk penutup tanah yang rapat dapat mengurangi jumlah air

hujan yang sampai ke permukaan tanah, dan dengan demikian akan mengurangi

infiltrasi. Sementara sistem perakaran vegetasi dan serasah yang dihasilkan dapat

membantu menaikkan permeabilitas tanah dan dengan demikian, meningkatkan

(24)

Kapasitas Infiltrasi

Penghitungan kapasitas infiltrasi sama dasarnya dengan penghitungan

infiltrasi. Dasar infiltrasi didefenisikan sebagai kecepatan maksimum tanah yang

memberikan kondisi tanah dapat menyerap air hujan. Kuantitas kecepatan

infiltrasi didefenisikan sebagai nilai volume air didalam per unit tanah dari suatu

area per satuan waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi bervariasi

seperti penutupan tanah dan vegetasi, faktor-faktor fisik, karakteristik tanah,

faktor iklim, karakteristik air, dan lain-lain (Singh, 2001).

Kapasitas infiltrasi yaitu kemampuan tanah dalam merembeskan

banyaknya air ke dalam tanah. Semakin besar aliran kapasitas infiltrasi, maka

aliran permukaan akan makin kecil. Dengan demikian maka infiltrasi air yang

semaksimal mungkin ke dalam tanah akan dapat mengendalikan erosi

(Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).

Faktor-faktor yang terpenting yang dapat menentukan daya infiltrasi air ke

dalam tanah adalah tekstur tanah, kompaksi atau pemadatan tanah, dan struktur

tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif jumlah fraksi pasir, debu dan

liat. Gabungan dari ketiga fraksi ini menentukan kelas tekstur tanah. Tekstur tanah

adalah merupakan sifat fisik tanah yang tidak banyak berubah walaupun proses

pembentukan tanah berlangsung secara aktif. Tanah yang berpasir atau berliat

(25)

Tekstur tanah adalah salah satu sifat tanah yang sangat mempengaruhi

tanah itu sendiri. Tekstur tanah berhubungan dengan ukuran partikel mineral

tanah. Ukuran partikel tanah ini akan mempengaruhi sifat kapasitas peganga air

tanah dan juga aerasinya. Ukuran dari partikel tanah mempengaruhi permukaan

tanah dan juga ukuran ruang pori tanah tersebut. Hal ini perlu diketahui karena

kebanyakan reaksi-reaksi tanah terjadi pada permukaan tanah (Plaster, 1992).

Ukuran untuk masing-masing komponen penyusun tekstur tanah tersebut

aalah untuk liat berukuran 0,002 mm, untuk debu berukuran 0,002-0,06 mm, dan

pasir berukuran sekitar 0,06-2,0 mm. Perbedaan komposisi ketiga komponen atau

fraksi tersebut akan menyebabkan daya infiltrasi yang berbeda pula

(Kartasapoetra, 1989).

Untuk menentukan golongan tekstur tanah berdasarkan kandungan pasir,

debu dan liat, fraksi-fraksi tanah ini biasanya dinyatakan dengan persen (%).

Menurut Kartasapoetra et.al (1987), berdasarkan pasir, debu dan liat dibagi dalam

3 golongan atau kelas dasar, yaitu :

1. Tanah berpasir (sandy soil), yaitu tanah dimana kandungan pasirnya >70%

yang bila dalam keadaan lembab tanah berpasir terasa kasar dan tidak lekat.

Termasuk juga dalam hal ini yaitu tanah pasir dan tanah lempung berpasir

(sandy and loamy sand soil).

2. Tanah berlempung (loamy soil), merupakan tanah yang kandungan debu-liat

relative sama. Tanah tersebut tidak terlalu lepas dan juga tidak terlalu lekat.

3. Tanah liat, yaitu tanah dengan kandungan liatnya >35, dan biasanya tidak

lebih kecil dari 40%. Tanah liat sangat lekat dan bila kering akan menjadi

(26)

Besar dari pori tanah tergantung dari ukuran partikel tanah. Tanah yang

liatnya tinggi memiliki pori-pori tanah yang sempit. Sedangkan tanah yang

mengandung banyak pasir memiliki pori-pori yang kecil tetapi luas atau banyak.

Air akan mengalir deras pada tanah yang memiliki pasir yang tinggi dan ini

disebut dengan macropori. Pori-pori yang kecil atau yang sering disebut sebagai

micropori mampu untuk menahan air. Kedua ukuran pori tanah tersebut sangat

penting, dimana untuk menahan air dibutuhkan tanah yang mikropori dan untuk

makropori untuk menahan udara (Plaster, 1992).

Tipe-tipe tanah (pasir, debu dan liat) dapat mengontrol laju infiltrasi.

Sebagai contoh, Permukaan tanah yang berpasir secara umum memiliki laju

infiltrasi yang tinggi dari pada tanah yang permukaannya liat

(National Soil Survey Center, 1998). Dan kenyataanya juga pada beberapa

pengamatan memang kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir adalah lebih besar

dibandingkan dengan fraksi liat, hal ini memang dipengaruhi oleh karena liat kaya

akan pori yang halus tetapi miskin akan pori yang besar. Sebaliknya pasir miskin

akan pori halus namun kaya akan pori yang besar (Kartasapoetra, 1989).

Air bergerak lebih cepat melalui pori-pori dan ruang pori yang besar pada

tanah berpasir dari pada melalui pori-pori yang kecil pada tanah liat. Ketika

kandungan bahan organik tanah rendah, akan berpengaruh signifikan dalam hal

kerentanan terhadap pengerasan fisik tanah (Soil Quality Institute et.al, 2001).

Berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi

(Hanafiah, 2005):

1) Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung

(27)

2) Tanah bertekstur halus atau berliat berarti tanah yang mengandung minimal

37,5% liat, liat berdebu atau liat berpasir.

3) Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari :

a) Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar, meliputi tanah bertekstur

lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus.

b) Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir

sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu

(silt), dan

c) Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay

loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat

berdebu (sandy-silt loam).

Tabel 1. Proporsi fraksi tanah menurut kelas tekstur tanah :

Kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah

Pasir Debu Liat

1. Pasir (Sandy)

2. Pasir berlempung (Loam sandy) 3. Lempung berpasir (sandy loam) 4. Lempung (loam)

5. Lempung liat berpasir (sandy clay

loam)

6. Lempung liat berdebu (sandy silt loam) 7. Lempung berliat (clay loam)

8. Lempung berdebu (silty loam) 9. Debu (silt)

(28)

Agregat dan Struktur Tanah

Struktur tanah didefenisikan sebagai penyusunan partikel-patikel tanah

menjadi agregat. Partikel tanah bukan hanya unsur pasir, debu dan liat, tetapi juga

termasuk agregat atau unsur struktur yang telah dibentuk oleh agregasi dari fraksi

mekanis terkecil (Saidi, 2006).

Struktur tanah dapat dibagi kedalam struktur makro dan sturktur mikro.

Struktur makro adalah penyusun agregat-agregat tanah satu dengan yang lainnya,

sedangkan struktur mikro adalah penyusun butir-butir primer tanah ke dalam

butir-butir majemuk atau agregat-agregat satu sama lain dibatasi oleh

bidang-bidang belah alami. Menurut Kartasapoetra et.al (1987) tipe dan kedudukan

struktur tanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis struktur mikro, yaitu :

1. Remah-lepas, dapat dilihat dengan jelas tanpa alat pembantu. Keadaannya

tampak cerai berai, mudah digusur atau didorong ke tempat-tempat yang

dikehendaki.

2. Remah-sedang, cenderung agak bergumpal dan akan tampak jelas jika

profilnya diperhatikan, susunan lapisan-lapisan tanah tampak ada dalam

agregasi atau bergumpalan dan terdapat pula yang berporous

berlubang-lubang, memudahkan air menerobos menyerap ke dalam lapisan-lapisan

tanah bagian bawah.

3. Kondisi lengket-lengket, umumnya sangat kompak bila dalam bentuk

gumpalan dan amat berat apabila digali serta keras bila diolah, terlebih bila

dalam keadaan kering, gumpalan-gumpalannya sangat keras dan terdapat

(29)

Secara umum partikel tanah tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori.

Yang berdiameter >2 cm disebut dengan batu, berdiameter antara 2 mm dan 2 cm

disebut kerikil, dan berdiameter <2 mm disebut dengan bahan tanah halus. Dalam

analisis tanah, bahan tanah yang halus dapat dipisahkan menjadi 3 fraksi

utama,yaitu: pasir, debu dan liat (Notohadiprawiro, 1998).

Tanah-tanah yang memiliki kekuatan agregat tanah yang kuat menjadi

granular atau struktur tanah yang memiki laju infiltrasi yang tinggi dari pada tanah

yang mempunyai agregat yang lemah, massive atau struktur plate. Tanah-tanah

yang memiliki ukuran struktur yang lebih kecil memiliki laju infiltrasi yang lebih

tinggi dari pada tanah-tanah yang ukuran agregat tanahnya besar

(National Soil Survey Center, 1998). Menurut Plaster (1992), pasir memiliki

bentuk seperti butiran, jadi tanah berpasir jarang mempunyai struktur yang baik.

Tanah berpasir secara umum permebel, jadi butiran pasir tanah memiliki laju

infiltrasi dan aerasi yang baik.

Kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas infiltrasi

yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya masukan bahan organik ke dalam

tanah yang terus menerus dari daun-daun, cabang dan ranting yang berguguran

sebagai seresah, dan dari akar tanaman serta hewan tanah yang telah mati. Dengan

meningkatnya infiltrasi air tanah dan penyerapan air oleh tumbuhan hutan serta

bentang lahan alami dari hutan, maka terjadi pengurangan limpasan permukaan,

bahaya banjir, dan pencemaran air tanah. Jadi hutan berperan sebagai filter

(saringan) dan pada peran ini sangat menentukan fungsi hidrologi hutan pada

(30)

Pembukaan lahan hutan menjadi lahan perkebunan umumnya dilakukan

dengan cara menebang dan membakar hutan. Kegiatan ini dapat menyebabkan

rusaknya struktur tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Kerusakan

struktur tanah tentu akan berdampak terhadap penurunan jumlah makroporositas

tanah dan akan diikuti dengan penurunan laju infiltrasi tanah dan peningkatan

limpasan permukaan. Kerusakan struktur tanah yang demikian akan menyebabkan

berubahnya pola aliran air di dalam sistem tata guna lahan

(Suprayogo, et.al, 2002).

Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat

tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan.

Penurunan kestabilan agregat tanah akan berkaitan dengan penurunan kandungan

bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah.

Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan

agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang

lebih kecil juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil

crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau

partikel-partikel yang

halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan

pori tanah. Pada saat hujan turun kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga

menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini

porositas tanah, distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan

air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat

(31)

Bulk Density (Kerapatan Lindak) dan Total Ruang Pori

Perbandingan ruang pori terhadap padatan merupakan sifat tanah yang

penting dan banyak menentukan ekonomi air, udara, temperatur dan hara tanah,

ruang perakaran tanaman, mudah atau tidaknya tanah untuk diolah serta

mempengaruhi proses-proses perkolasi yang terlibat dalam pembentukan tanah

tersebut (Saidi, 2006).

Partikel density adalah berat tanah dimana tidak ada lagi ruang pori tanah,

yaitu yang terdapat hanya densitas partikel-partikel tanah saja. Kepadatan

(densitas) tanah bervariasi sesuai dengan jenis mineral yang terdapat pada

material induk dan jumlah material organik di dalam tanah. Namun, pada

kenyataannya, hanya sedikit variasi yang terdapat. Rata-rata 2,65 gr/cm3. Nilai ini

digunakan sebagai standar density dalam perhitungan tanah (Plaster, 1998).

Bulk density merupakan perbandingan antara berat tanah kering oven

dengan volume tanah (gr/cm3). Dalam menentukan nilai BD, volume tanah

dipindahkan dari lapangan dengan hati-hati. Tanah yang tidak terganggu tersebut

dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C samapai memiliki berat yang

konstan. Dan berat inilah yang disebut dengan tanah kering oven. Tanah yang

dikeluarkan dari oven kemudian ditimbang dan dihitung bulk densitynya dengan

menggunakan cara (Plaster, 1998) :

Berat tanah kering oven (gr) BD =

(32)

Tekstur dan struktur tanah memberikan pengaruh yang besar tehadap

bobot dan ruang pori tanah. Karena udara dan air disimpan di dalam akar dan

dipindahkan melalui ruangan pori (Foth, 1994).

Total ruang pori adalah ukuran dalah ukuran dari volume tanah dimana

dapat menahan air dan udara. Nilainya biasanya digambarkan dengan

persentasidan disebut dengan porositas. Plaster (1998), merumuskan

perhitungannya adalah :

Perbandingan ruang pori total (RPT) dapat diturunkan dari kerapatan

partikel (KP) yakni rata-rata kerapatan partikel tanah dan bobot isi tanah. Bobot

isi (BI) adalah kerapatan tanah termasuk ruang pori yang diukur dari berat tanah

kering oven dibagi dengan volume tanah. Saidi (2006) merumuskan

perhitungannya dengan :

Volume ruang pori BI

RPT = = 1-

Volume tanah total KP

Volume ruang pori total terdiri dari ruang pori besar, sedang dan halus

sehingga dengan demikian, masing-masing ruang pori memiliki tingkah laku yang

bebeda-beda terhadap air dan udara. Schoeder (1984) dalam Saidi (2006),

membagi ruang pori atas :

1) Ruang pori besar, dimana dengan ruang pori yang besar maka perkolasi air

(33)

2) Ruang pori sedang, memegang air terikat yang tersedia bagi tanaman dan akan

diisi udara bila dikeringkan.

3) Ruang pori halus, ruang pori ini berisi udara bila dikeringkan.

Ruang pori total pada tanah yang berpasir semakin rendah, tetapi sebagian

besar dari pori-pori itu terdiri dari pori-pori yang besar dan sangat efisien dalam

pergerakan air dan udara. Air dan udara bergerak melalui tanah dengan sukar,

karena hanya sedikit saja terdapat pori-pori yang besar. Jadi, ukuran ruang pori

tanah sama pentingnya dengan total ruang pori tanah (Hakim et.al, 1986).

Pengukuran Infiltrasi

Dalam pengukuran laju infiltrasi Asdak (1995), dapat dilakukan dengan

tiga cara, yaitu :

1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada

percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan.

2. Menggunakan alat infiltrometer.

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran hujan.

Sri Harto, (1993) mengelompokkan cara pengukuran laju infiltrasi tersebut

kedalam dua kelompok, yaitu : dengan pengukuran di lapangan dan dengan

analisis hidrograf.. Alat – alat yang digunakan dalam pengukuran laju infiltrasi

tersebut adalah :

1. Single ring infiltrometer

2. Double ring infiltrometer

(34)

Rainfall simulator pada dasarnya terdiri dari seperangkat alat pembuat

hujan buatan, yang terdiri dari pompa dan deretan pipa-pipa dengan nozzle yang

dapat menyemprotkan air. Jumlah air yang disemprotkan dapat diatur sesuai

dengan intensitas hujan buatan yang dikehendaki (Sri Harto, 1993).

Single ring infiltrometer merupakan silinder baja atau bahan lain yang

memiliki diameter 25-30 cm. tinggi alat kurang lebih 50 cm. Double ring

infiltrometer pada dasarnya sama dengan single ring infiltrometer namun

diameternya lebih besar dari diameter single ring infiltrometer (Sri Harto, 1993).

Alat infiltrometer yang biasa digunakan adalah infiltrometer ganda (double

ring infiltrometer), yaitu satu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam

infiltrometer silinder yang lebih besar diameternya. Pengukuran laju infiltrasi

hanya dilakukan terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi

sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitin ini dilakukan di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten

Simalungun. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Sentral (Riset dan

Teknologi) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Februari-Maret 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tanah pada berbagai kelas umur tegakan karet (Hevea brasiliensis).

2. Air sebagai media pengukuran laju infiltrasi.

Peralatan yang digunakan adalah :

1. Double ring infiltrometer, untuk mengukur laju infiltrasi.

2. Pemukul/palu untuk memukul ring.

3. Stopwatch, untuk mengukur waktu yang digunakan selama infiltrasi terjadi.

4. Penggaris, untuk mengukur besarnya penurunan air sebagai akibat infiltrasi.

5. Ember dan jerigen, untuk mengangkut air.

6. Ring sample untuk mengambil tanah yang tidak terganggu.

7. Plastik ukuran 1 kg dan karet gelang untuk menyimpan sampel tanah.

8. Alat tulis untuk menulis data yang diperoleh.

9. Tally sheet untuk penulisan data hasil pengukuran.

10.Kertas label untuk memberi tanda sampel tanah.

(36)

Tabel 2. Contoh tally sheet

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada kelas umur 7 tahun, 17 tahun dan

27 tahun. Untuk setiap kelas umur dilakukan pengukuran dengan 5 kali ulangan.

Pemasangan Alat dan Pengukuran Laju Infiltrasi 1. Dipilih lokasi kemudian dibersihkan.

2. Ring yang berdiameter lebih kecil diletakkan tegak lurus dengan tanah begitu

juga dengan ring yang berdiameter lebih besar dengan satu poros.

3. Kemudian penutup ring yang terbuat dari baja diletakkan diatas ring,

(37)

Ring terus dipukul sampai ring masuk sampai pada kedalaman kurang lebih

15 cm. Air, alat tulis dan stopwatch disediakan.

4. Penggaris ditancapkan ke dalam tanah untuk mengetahui banyaknya air yang

masuk ke dalam tanah.

5. Air dimasukkan ke dalam ruang silinder diameter kecil, sampai batas yang

ditentukan. Ruang antar ring juga diisi dengan air untuk menjaga air tidak

merembes kesamping.

6. Dihitung waktu yang diperlukan air untuk turun per satuan waktu. Untuk

sepuluh menit pertama dilihat setiap satu menit, untuk menit ke-10 sampai

menit ke- 20 dilihat per dua menit. Setelah menit ke-20 dilihat per 5 menit,

demikian sampai penurunan air konstan.

7. Apabila penurunan air belum konstan dan air hampir habis, maka air segera

ditambahkan dan dilihat batas penambahannya dan dituliskan pada tally sheet.

8. Pengukuran terus dilakukan sampai laju penurunan muka air konstan.

Gambar 2. Doble Ring yang dipasang sebagai alat pengukur laju infiltrasi

(38)

1. Dipilih lokasi yang akan diambil sampel tanahnya kemudian dibersihkan.

Untuk mengambil sampel tanah yang tidak terganggu digunakan dua buah

ring sample.

2. Ring sample yang pertama diletakkan diatas permukaan tanah kemudian

ditekan masuk ke dalam tanah.

3. Kemudian ring yang kedua diletakkan tepat diatas ring yang pertama,

kemudian ditekan sampai batas permukaan tanah.

4. Tanah disekitar ring dikorek dengan menggunakan parang sampai kedalaman

kurang lebih 15 cm. Diusahakan tidak terlalu dekat dengan ring agar tanah

utuh terambil.

5. Ring diangkat secara perlahan, kemudian persambungan ring atas dengan ring

bawah dipotong dengan menggunakan parang.

6. Ring yang paling bawah diberi label sesuai dengan kelas umurnya kemudian

dimasukkan ke dalam plastik dan diikat.

7. Untuk pengambilan sampel tanah yang terganggu dilakukan dengan

penggalian tanah sampai kedalaman tertentu, kemudian dimasukkan ke dalam

plastik dan diberi label sesuai dengan kelas umurnya dan diikat.

Gambar 3. Cara Pengambilan sample tanah tidak terganggu dengan menggunakan

ring sample.

(39)

Data penurunan air yang sudah diperoleh dianalisis sehingga diperoleh laju

infiltrasinya. Laju infiltrasi dihitung dengan menggunakan persamaan :

f =

∆ : Perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm)

t

∆ : Selang waktu pengukuran (menit)

Untuk mengetahui bulk density dan juga total ruang porinya digunakan

persamaan :

Setelah pengukuran laju infiltrasi untuk kelas umur yang berbeda selesai

dilakukan, maka data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan :

(40)

Dimana

Yij : Pengaruh kelas umur terhadap infiltrasi

αi : Pengaruh perlakuan ke-i

βj : Pengaruh ulangan ke-j

εij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Setalah diketahui pengaruhnya, maka dilakukan uji lanjutan dengan

menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan persamaan :

BNTα = tα(V) . Sd

Dimana :

BNTα : Beda Nyata Terkecil riil

tα(V) : Nilai t tabel

Sd : Galat baku beda rataan setiap pasang rataan perlakuan

Sd = 2KTG/r

Dimana

KTG : Kuadrat Tengah Galat

(41)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis

Kabupaten Simalungun terletak antara 02° 36' - 03° 18' LU dan

98° 32' - 99° 35' BT, dan berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu:

Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Tobasa, Kabupaten

Samosir dan Kabupaten Asahan. Luas wilayah kabupaten Simalungun adalah

4.386.6 km2 atau 6.12 % dari luas wilayah provinsi Sumatera Utara, dan terdiri

dari 30 kecamatan, dan 302 desa/nagari (Kabupaten Simalungun, 2008).

Desa Togur adalah salah satu desa yang terdapat di Kabupaten

Simalungun. Secara administratif terletak di Kecamatan Dolok Silau. Desa ini

baru berpisah dari Kecamatan Barumun Lokung dan sekarang termasuk kedalam

Kecamatan Dolok Silau.

Kondisi Iklim

Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang, suhu

tertinggi terdapat pada bulan April dan Mei dengan rata-rata 25,9° C. Rata-rata

suhu udara tertinggi pertahun adalah 32,1° dan terendah 20,0° C. Kelembaban

udara rata-rata per bulan 83,0 % dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan

Oktober yaitu 86 % dan bulan Desember yaitu 86 %, dengan penguapan rata-rata

0.05 min/hari. Dalam satu tahun rata-rata terdapat 15 hari hujan dengan hari hujan

tertinggi terdapat pada bulan September dan Oktober sebanyak 24 hari hujan,

(42)

Potensi Alam

Potensi ekonomi kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada

produksi pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan,

pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa. Produksi Padi di Kabupaten

Simalungun merupakan produksi terbesar kedua di Sumatera Utara pada tahun

2003 sesudah Kabupaten Deli Serdang (Kabupaten Simalungun, 2008).

Produksi kelapa sawit dari perkebunan yang ada di kabupaten ini menjadi

komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Labuhan

Batu. Selain memproduksi Kelapa Sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga

menghasilkan karet dan coklat selain teh yang jumlah produksinya semakin

menurun. Penjualan hasil tani Karet dibantu oleh kehadiran PT Good Year

Sumatra Plantations (didirikan 1970) yang biarpun memiliki perkebunan sendiri

tetapi tetap menampung hasil perkebunan rakyat dan mengolahnya menjadi bahan

setengah jadi sebelum menjualnya ke luar daerah (Kabupaten Simalungun, 2008).

Di Desa Togur sendiri perkebunan yang banyak dikembangkan adalah

perkebunan karet. Hampir seluruh penduduk memiliki perkebunan karet walaupun

tidak dalam luasan yang besar. Masyarakat sekitar biasanya mengambil karet

setiap hari senin untuk kemudian dijual pada hari selasa. Pengembangan

(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses infiltrasi ditandai dengan mengalirnya air ke dalam tanah yang

disebabkan oleh gaya gravitasi bumi dan sifat kapilaritas tanah. Pada penelitian ini

laju infiltrasi diukur dengan menggunakan metode double ring infiltrometer,

dimana terdiri dari dua buah cincin yang terbuat dari besi baja dengan diameter

yang berbeda.

Laju infiltrasi penelitian menggunakan laju infiltrasi rata-rata untuk 5 kali

ulangan untuk masing-masing kelas umur tegakan karet. Laju infiltrasi untuk

masing-masing kelas umur dapat dilihat pada lampiran..., dan rataan laju infiltrasi

hasil penelitian disajikan pada tabel 3. berikut.

Tabel 3. Rataan laju infiltrasi pada 3 kelas umur tegakan karet.

Waktu (Menit)

Laju infiltrasi rata-rata kelas umur 7

tahun

Laju Infiltrasi rata-rata kelas umur 17

tahun

Laju infiltrasi rata-rata kelas umur 27

(44)

Jika diamati, laju infiltrasi makin lama makin kecil dan akhirnya akan

konstan yang disebut dengan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi dimaksudkan

yaitu, kemampuan maksimal tanah untuk menyimpan air. Menurut Asdak (1995),

kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah

dalam menyerap kelembaban tanah. Keadaan ini disebabkan karena kelembaban

tanah semakin lama semakin tinggi dan kemampuan tanah untuk menyerap air

semakin berkurang. Menurut Sri Harto (1993), kelembaban tanah yang selalu

berubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar

air dalam tanah, laju infiltrasi dalam tanah tersebut semakin kecil. Dengan

demikian, dapat dimengerti bahwa kalau dalam satu jenis tanah terjadi infiltrasi,

infiltrasinya makin lama makin kecil.

0

Laju infiltrasi rata-rata kelas umur 7 tahun

Laju Infiltrasi rata-rata kelas umur 17 tahun

Laju infiltrasi rata-rata kelas umur 27 tahun

(45)

Gambar 3 menunjukkan kurva perbandingan laju infiltrasi tegakan karet

tersebut. Dari kurva terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan laju infiltrasi untuk

ketiga kelas umur tegakan karet, dimana laju infiltrasi kelas umur 17 dan 27 tahun

lebih cepat dari pada kelas umur 7 tahun. Begitu juga halnya dengan kapasitas

infiltrasinya, kelas umur 27 tahun memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih besar

dari pada kelas umur 17 tahun dan 7 tahun.

Kelas umur 7 tahun pada menit pertama memiliki laju infiltrasi sebesar

44,4 cm/jam dengan kapasitas infiltrasi 7,68 cm/jam. Pada kelas umur 17 tahun,

laju infiltrasi awal adalah 118,8 cm/jam dengan kapasitas infiltrasi adalah 13,44

cm/jam. Dan pada kelas umur 27 tahun, laju infiltrasi awal adalah 76,8 cm/jam

dan kapasitas infiltrasinya adalah 22,8 cm/jam.

Tingginya laju infiltrasi pada kelas umur 27 tahun dapat disebabkan

karena, umur tanaman yang sudah tua memungkinkan serasah lebih banyak dan

proses pelapukan sudah sering terjadi sehingga tanah menjadi gembur. Dengan

banyaknya serasah dan proses pelapukan yang terus menerus terjadi dapat

meningkatkan bahan organik yang terdapat pada tanah akan meningkatkan

aktivitas mikroorganisme tanah. Mikroorganisme tanah ini akan membuat

pori-pori atau celah pada tanah sehingga memungkinkan tanah lebih banyak

menyimpan air. Selain itu sistem perakaran tanaman juga mempengaruhi tanah

dalam menyerap air. Akar karet yang cukup kuat juga akan tertanam dalam ke

tanah, sehingga akar-akar tersebut akan membuat rekahan-rekahan sehingga

memudahkan air masuk dan tersimpan lama. Menurut Asdak (1995), sistem

(46)

tersebut dapat mempengaruhi permeabilitas tanah, dimana permeabilitas akan

mempengaruhi laju infiltrasi tanah.

Analisis Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah juga akan mempengaruhi laju infiltrasi tersebut. Sifat fisik

tanah yang diamati pada penelitian ini adalah tekstur tanah, struktur tanah, Bulk

density, dan total ruang pori (TRP) tanah.

Tekstur tanah ditentukkan dengan melihat perbandingan pasir, debu dan

liat yang terdapat pada tanah. Setelah diketahui persentasenya, maka teksturnya

ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA (United State Department of

Agricultural) yang biasa digunakan untuk menentukan kelas tekstur tanah.

Tabel 4. Persentase pasir, debu dan liat pada masing-masing kelas

Tabel 4. menunjukkan persentase pasir, debu dan liat yang terdapat pada

masing-masing kelas umur tegakan karet. Dari persentase tersebut dapat diketahui

bahwa tekstur tanah untuk kelas umur 7 tahun adalah lempung liat berpasir, untuk

kelas umur 17 dan 27 tahun adalah lempung berpasir.

Tekstur tanah berhubungan dengan pori-pori tanah. Jika diperhatikan,

komponen penyusun utama dari tanah ini merupakan pasir. Karena teksturnya

didominasi oleh pasir, maka tanah ini memiliki laju infiltrasi yang cukup tinggi.

Pasir memiliki pori-pori yang besar sehingga air dapat bergerak lebih cepat.

Kartasapoetra (1989) berpendapat bahwa kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir

(47)

mempunyai karakteristik laju infiltrasi yang berbeda-beda, yang bervariasi dari

yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya

cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya,

cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama

dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula.

Makin padat suatu tanah, maka semakin kecil laju infiltrasinya.

Brouwer et.al. (1999), mengelompokkan laju infiltrasi sesuai dengan

tekstur tanahnya seperti terlihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Laju infiltrasi tanah setelah mencapai kondisi stabil

Tekstur tanah Laju infiltrasi mm/jam

Pasir

Dengan mengacu pada pendapat Brouwer et.al (1999), maka tanah dari tegakan

karet ini memiliki laju infiltrasi 20-30 cm/jam karena tekstur tanahnya secara

umum adalah lempung berpasir,yaitu pada kelas umur 17 dan 27 tahun.

Tanah yang berasal dari tegakan karet umur 7 tahun memiliki struktur

gumpal tapi bila dipecahkan akan membentuk remah, karena sebagian besar

komponen penyusunnya adalah pasir. Sruktur yang mengandung lebih banyak

pasir, membuat tanah ini cepat menyerap air. Dapat dilihat pada laju infiltrasinya

yang cukup besar di awal pengamatan. Namun disisi lain tanah ini lebih cepat

jenuh air, karena selain mengandung pasir, tanah ini juga mangandung liat yang

akan memperlambat laju aliran air. Sifat struktur tanah untuk kelas umur 17 tahun

tidak jauh berbeda dengan struktur tanah dari bawah tegakan kelas umur 7 tahun.

(48)

dasarnya juga adalah pasir.Begitu juga halnya dengan tanah yang berasal dari

bawah tegakan karet kelas umur 27 tahun, memiliki ciri yang sama dengan tanah

yang berasal dari bawah tegakan karet kelas umur 7 tahun dan juga kelas umur 17

tahun. Yang berbeda dari ketiga kelas umur ini adalah tekstur tanahnya, dan

antara kelas umur 17 tahun dan 27 tahun memiliki tekstur tanah yang sama.

Secara kasat mata jika diamati, tanah ini cenderung agak bergumpal dan

bila dipecah lagi, maka akan tampak akan membentuk agregat yang lebih kecil

lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra et.al (1987), jenis tanah yang

berasal dari bawah tegakan umur 7 tahun, 17 tahun dan 27 tahun termasuk ke

dalam struktur remah-sedang. Struktur yang remah sedang ini akan cepat

menyerap air, namun cepat jenuh karena selain mengandung pasir, tanah ini juga

mengandung liat yang akan menghalangi air terus masuk ke dalam tanah.

(A) (B)

(C)

(49)

Perbedaan penggunaan lahan menyebabkan perubahan sifat fisika tanah,

dalam hal ini juga adalah sifat sruktur tanah. Tanah di bawah tegakan hutan akan

memiliki agregasi tanah yang baik di seluruh lapisan tanah, sedangkan pada tanah

yang diusahakan untuk pertanian memiliki persentase agregasi yang kecil. Hal ini

merupakan pendapat Lubis dan Rauf (2003)

Cepat atau lambatnya laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh bulk density

(BD) dan Total Ruang Pori (TRP) dari tanah tersebut. Bulk density dan total ruang

pori berkaitan erat satu sama lain. Besarnya total ruang pori dapat diketahui bila

bulk density dari tanah tersebut sudah diketahui. Untuk mengetahui besarnya bulk

density tanah, diambil sampel tanah yang tidak terganggu dengan menggunakan

ring sampel. Tanah diambil dari kedalaman kurang lebih 20 cm. Dengan

kedalaman ini diperkirakan, tanah yang diambil bukan serasah tumbuhan yang

terdapat di atasnya.

Tabel 6. Bulk density dan total ruang pori tanah setiep kelas umur tegakan karet.

No Kelas Umur Tegakan Karet Bulk density Tanah

(gr/cm3)

Total ruang Pori

1 7 Tahun 0.377 85.7%.

2 17 Tahun 0,377 85.7%

3 27 Tahun 0,375 85.8%

Tabel 6. menunjukkan besarnya bulk density tanah dan juga total ruang pori tanah.

Jika nilai bulk densitynya tinggi, maka total ruang porinya akan semakin kecil,

dan jika bulk densitynya kecil, maka total ruang porinya akan semakin tinggi.

Dari hasil penelitian jika ditinjau dari besarnya bulk density tanah dan total

ruang pori tanah, perbedaannya tidak begitu besar. Antara kelas umur 7 dan 17

tahun besar bulk density dan total ruang porinya sama, sedangakan untuk kelas

(50)

Besarnya total ruang pori tanah tersebut menunjukkan tanah tersebut gembur dan

memiliki banyak ruang pori. Hal ini berarti proses penyerapan terhadap air cepat.

Menurut Hakim et.al (1986), top soil yang berpasir biasanya mempunyai

kerapatan isi yang lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berliat. Hal

ini berarti bahwa, dalam kondisi tanah kering, tanah berpasir memiliki volume

yang diisi ruang pori lebih rendah. Tetapi bila dilihat dari waktu yang digunakan

tanah untuk berinfiltrasi sampai laju infiltrasinya konstan, antara tanah yang

berasal dari bawah tegakan kelas umur 7 tahun berbeda dengan tanah dibawah

tegakan kelas umur 17 tahun. Tanah di bawah tegakan karet kelas umur 17 tahun,

laju infiltrasinya lebih cepat konstan dari pada tanah di bawah tegakan kelas umur

7 tahun.

Laju infiltrasi tanah untuk tiap kelas umur tegakan karet berbeda-beda,

baik besarnya laju infiltrasi awal, maupun waktu yang dibutuhkan sehingga laju

infiltrasi dapat konstan, yang menandakan bahwa tanah tersebut telah jenuh

terhadap air. Perbedaan waktu tersebut dapat disebabkan karena umur tegakan

yang lebih tua, sehingga permukaan tanah lebih banyak ditutupi oleh

serasah-serasah yang berasal dari tegakan tersebut. Serasah-serasah-serasah tersebut berupa

daun-daun yang berguguran, ranting-ranting yang jatuh kemudian membusuk, bahkan

tumbuhan yang berada disekitar pohon. Serasah-serasah tersebut akhirnya

membuat tanah lebih gembur dan menyerap air lebih cepat di awal dan lebih cepat

(51)

Analisis Statistik Laju Infiltrasi Tegakan Karet

Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh kelas umur

terhadap laju infiltrasi pada berbagai kelas umur tegakan karet tersebut. Tabel

Anova laju infiltrasi tegakan karet tersebut dapat dilihat pada lampiran . Dari

hasil sidik ragam tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelas umur tegakan karet

berpengaruh nyata terhadap laju infiltrasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F

hitung yang lebih kecil dari nilai F hitung pada taraf 5%.

Karena kelas umur tegakan karet berpengaruh nyata terhadap laju

infiltrasi, maka dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji

BNT (Beda Nilai Terkecil). Dari hasil uji BNT tersebut diketahui kelas umur 27

tahun berbeda nyata pada taraf 5% terhadap kelas umur 7 tahun dan berbeda tidak

nyata pada umur 17 tahun. Sementara untuk kelas umur 17 tahun berbeda tidak

nyata dengan kelas umur 7 tahun. Kondisi ini dapat disebabkan oleh karena faktor

sifat fisik tanah ketiga kelas umur tersebut yang tidak jauh berbeda satu sama lain.

Laju Infiltrasi Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan

Menurut susswein et.al (2001), dalam supriyogo (2002), tanah hutan

mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi dan makroporositas yang relatif

banyak, diiringi dengan tingginya aktivitas biologi tanah dan perakaran. Dengan

demikian, maka memungkinkan tanah untuk mengalirkan air hujan masuk lebih

dalam ke dalam tanah. Tanaman hutan akan menghasilkan akar-akar yang

membuat agregat-agregat tanah renggang, sehingga akan menimbulkan

(52)

mati akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang akan menghasilkan bahan

organik

Dengan meningkatnya konversi hutan menjadi lahan perkebunan,

memungkinkan fungsi hutan sebagai pencegah erosi akan berkurang. Keadaan itu

dapat disebabkan karena perubahan sifat-sifat tanah tersebut dalam hal ini juga

termasuk sifat fisik tanah yang akan mempengaruhi laju infiltrasi tanah. Terdapat

perbedaan laju infiltrasi dan lapasitas infiltrasi pada beberapa penggunaan lahan

hutan.

Tabel 7. Laju infiltrasi beberapa penggunaan lahan

No. Keterangan Laju

infiltrasi (cm/jam)

Sumber

1 Tegakan pinus (Pinus

merkusii) umur tua

182.84 Octavia dan Agung (2007)

2 Tegakan pinus (Pinus

merkusii) umur muda

23.29 Octavia dan Agung (2007)

3 Kebun ketela pohon 4.7899 Witthawatchutikul dan Rouysungnern

4 Tegakan rambutan 8.8893 Witthawatchutikul dan Rouysungnern

5 Tegakan durian 8.1346 Witthawatchutikul dan Rouysungnern

6 Hutan lapangan FISIP

USU-Medan

3.6 Siagian, 2005

7 Taman Air

Mancur-Medan

24.96 Simanjuntak, 2004

10

Octavia dan Agung (2007) melakukan penelitian ini pada berbagai

tegakan pinus (Pinus merkusii). Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa dengan

semakin meningkatnya umur tegakan pinus, laju infiltrasinya semakin meningkat

dan kapasitas infiltrasinya juga tinggi. Tegakan pinus yang paling tua memiliki

laju infiltrasi awal 210 cm/jam dan kapasitas infiltrasinya 182.84 cm/jam. Dan

(53)

infiltrasinya 23.29 cm/jam. Bila dibandingkan dengan laju infiltrasi tegakan karet

pada penelitian ini, maka laju infiltrasi tegakan pinus lebih besar dan lebih banyak

menyimpan air.

Penelitian tentang laju infiltrasi juga dilakukan pada perkebunan ketela

pohon, dibawah tegakan rambutan, dan dibawah tegakan durian. Penelitian ini

dilakukan oleh Witthawatchutikul dan Rouysungnern. Penelitian ini menunjukkan

bahwa laju infiltrasi pada perkebunan ketela pohon adalah 478.99 mm/jam. Dan

laju infiltrasi untuk rambutan dan durian berturut-turut adalah 888.93 mm/jam,

813.46 mm/jam. Nilai ini menunjukkan bahwa tegakan karet lebih baik dalam hal

meningkatkan laju infiltrasi dari pada perkebunan ketela pohon, rambutan dan

durian.

Penelitian ini juga telah dilakukan pada beberapa hutan buatan yang ada di

kota Medan. Seperti pada hutan Tridharma USU yang tegakannya adalah Mahoni.

Hutan buatan ini menunjukkan laju infiltrasi yang lebih baik dari pada laju

infiltrasi pada tegakan karet.

Dengan demikian telah terbukti bahwa laju infiltrasi tegakan hutan lebih

baik dari pada tegakan lainnya. Sehingga mampu menurunkan limpasan

permukaan dan erosi. Hal ini disebabkan karena hutan memiliki lapisan seresah

yang cukup tebal. Kenyataan ini akan memberikan kesempatan bagi cacing tanah

untuk hidup karena memiliki persediaan makanan yang cukup, sehingga diduga

ukuran tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan cacing tanah yang ada di

perkebunan. Kondisi ini akan menyebabkan tingginya aktivitas cacing dan

mikroorganisme tanah lainnya dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah.

(54)

meningkatkan penyerapan air. Hutan juga memiliki sistem perakaran yang

(55)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kapasitas infiltrasi rata-rata untuk kelas umur tegakan karet umur 7 tahun, 17

tahun dan 27 tahun adalah 7.68 cm/jam, 13.44 cm/jam dan 22.8 cm/jam.

2. Semakin tinggi kelas umur tegakan karet, maka kapasitas infiltrasi tanah

semakin tinggi.

3. Hasil analisa statistika menunjukkan bahwa kelas umur tegakan karet (Hevea

brasiliensis) berpengaruh nyata terhadap laju infiltrasi pada taraf 5%.

4. Hasil uji lanjutan yaitu uji BNT (Beda Nilai Terkecil), kelas umur 27 tahun

berbeda nyata terhadap kelas umur 7 tahun dan berpengaruh tidak nyata

terhadap kelas umur 17 tahun.

Saran

Pengukuran BD (Bulk Density) tanah dilakukan untuk masing-masing

ulangan agar pengaruh variasi BD terhadap laju infiltrasi dapat diketahui. Dan

perlu juga diketahui bahan organik yang terdapat pada tanah sehingga dapat

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaisi, M. 004. Infiltration Rate for Native And Reconstructed. Praieries Across Iowa. Iowa State University

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Brouwer, C, K. Prins, M. Kay, M.Heibloem. 1990. Irrigation Water Management Training Manual. http://www.fao.org/docrep/S8684E/s8684e0a.htm

(31 Agustus 2008)

Cahyana,L dan Parlan,T.M. 2004. Potret Buram Hutan Indonesia.

Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UGM-Press. Yogyakarta

Hakim, N, Nyakpa,Y, Lubis,A.M, Ghani,S, Nugroho, Diha,A, Hong,G.B, Bailey,H.H. 1986. Lampung Unversity Press. Lampung

Hanafiah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Gramedia. Jakarta

Kabupaten Simalungun. 2008. Profil Wilayah Simalungun.

Kartasapoetra, A.G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara. Jakarta

Kartasapoetra, G., Kartasapoetra A.G., Sutedjo.M.M. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. P.T.Melton Putra. Jakarta

Kartodihardjo, H. dan Supriono.A., 2000. Dampak Pembangunan Sektoral Terhadap Konversi dan Degradasi Hutan Alam: Kasus Pembangunan HTI dan Perkebunan.

Gambar

Tabel 7.  Laju Infiltrasi Tegakan Karet Umur 7 Tahun. Tabel 8. Laju Infiltrasi Tegakan Karet Umur 17 Tahun
Gambar 1. Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun
Tabel 1. Proporsi fraksi tanah menurut kelas tekstur tanah :
Tabel 2. Contoh  tally sheet
+7

Referensi

Dokumen terkait

gambar di bawah ini merupakan beberapa usaha bisnis yang dimiliki WNA asal Timur Tengah yang berada di kawasan Desa Tugu Selatan..

Hasil penelitian dari lapangan direduksi kemudian disusun supaya lebih sistematis, yang difokuskan pada fokus-fokus dari hasil-hasil penelitian yang disusun secara

[r]

Metode ini digunakan sebagai penentuan kadar klorida karena pelaksanaannya yang mudah dan cepat serta memiliki ketepatan dan kecepatan yang tinggi, juga dapat digunakan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil

Prosedur ini bertujuan memberi latihan SEMUA guru-guru dan staf sekurang-kurangnya 7 hari dalam tahun semasa untuk meningkatkan kompetensi bagi melaksanakan P &amp; P yang

Pelayanan yang diterapkan PT Serasi Transportasi Nusantara (Orenztaxi) yaitu dengan memberikan standard grooming senyum, salam, sapa (3S) kepada setiap pelanggan

juga akan menghasilkan anak yang baik karena sering. orang tua memberikan perhatian berlebihan,