UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT PENDAPATAN KARYAWAN PT. PP LONDON
SUMATRA INDONESIA Tbk, KANTOR PUSAT MEDAN
SKRIPSI DIAJUKAN OLEH :
NAMA : MAGENDREN
NIM : 020501002
DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul ” ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN KARYAWAN PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk, KANTOR PUSAT MEDAN “. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 30 orang, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan timbal balik ( saling mempengaruhi satu sama lain ), hubungan satu arah atau tidak ada hubungan sama sekali antara pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan terhadap pendapatan karyawan PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN.
Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier. Data yang ada diproses dengan menggunakan program Eviews. Hasil estimasi menunjukkan semakin tinggi pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan karyawan maka semakin tinggi pula pendapatan yang diterima karyawan PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN.
ABSTRACT
This search is title “ Analysis Factors Labour Income of PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN “. This search used 30 respondent. The goals of this search to know weather there are two ways relationships (influence each other), one way relationship at all between work experience and education rate to labour income.
This search use linier analysis regretion. Data is processed by use Eviews. The result of estimation show that if work experience and education rate increase causes increase too in labour income.
KATA PENGANTAR
Dengan segala Puji dan Syukur atas Rahmad dan Kuasa Tuhan Yang Maha Esa
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ ANALISIS
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN
KARYAWAN PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA TBK, KANTOR
PUSAT MEDAN. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh banyak
pihak.
Terima kasih yang sebesar – besarnya kepada kedua orang tua penulis
Goindasami dan jayamani yang mana telah membantu baik dari segi moral dan materi.
Skripsi ini sepenuhnya penulis sembahkan kepada kedua orang tua penulis sebagai tanda
bakti penulis dan ucapan terima kasih penulis atas kasih sayang orang tua penulis yang
sangat besar.
Melalui skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dorongan terutama kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, M.Soc. Phd selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
4. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, CAE, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dra. T. Diana Bakti, Msi selaku Dosen pembanding I, terima kasih atas
saran dan kritik yang membangun kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Drs. H.B. Tarmizi, SU selaku Dosen pembanding II, terima kasih atas
saran dan kritik yamg membangun kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen – dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya
dosen – dosen jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik penulis
selama menjalani perkuliahan.
8. Kepada Bapak Pimpinan dan Staff PT. PP LONDON SUMATRA, kantor pusat
Medan, juga kepada Bapak Nandra Netra atas kerjasama dan bantuannya.
9. Seluruh Staff Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah menyiapkan semua
keperluan administrasi penulis di Departemen Ekomomi Pembangunan.
10.Seluruh keluarga penulis yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta
bantuan materi dalam penulisan skripsi ini.
11.Kepada semua rekan – rekan Ekonomi Pembangunan stambuk ’02 dan ’03 serta
semua rekan – rekan diluar kampus yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu
persatu, terima kasih untuk semua perhatian, dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik
dari segi bahan penulisan maupun kemampuan ilmiah dan teknis penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan kesempurnaan
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca dan khususnya bagi penulis
sendiri. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, 19 Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT………i
KATA PENGANTAR………..iii
DAFTAR ISI………...vi
DAFTAR TABEL……….ix
DAFTAR GAMBAR………..x
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang………..1
1.2.Perumusan Masalah………..3
1.3.Hipotesa Penelitian………...3
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian……….3
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Pendapatan………...….5
2.1.1. Definisi Pendapatan………...5
2.1.2. Pendapatan Minimum………....6
2.1.3. Pendapatan Minimum Sektoral Regional………..7
2.1.4. Prosedur Penetapan UMSR………....9
2.2. Peranan dan Fungsi Pendapatan……….…….11
2.3. Perbedaan Tingkat Pendapatan………...12
2.4. Sistem Pendapatan………..…15
2.4.2. Sistem Pendapatan Potongan………...16
2.4.3. Sistem Pendapatan Kemufakatan……….17
2.4.4. Sistem Skala pendapatan Berubah………...…17
2.4.5. Sistem Pendapatn Indeks……….17
2.4.6. Sistem Pembagian Keuntungan………...………18
2.5. Jaminan Sosial Tenaga Kerja………..19
2.5.1. Definisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja……….19
2.5.2. Program Jaminan Sosial………...21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian………...23
3.2. Jenis dan Sumber Data………....23
3.3. Pengolahan Data……….………23
3.4. Model Analisa……….24
3.5. Test Goodness of Fit (uji Kesesuaian)………...….25
3.5.1. Koefisien Determinasi (R-Square)………...25
3.5.2. Uji t – Statistik……….……25
3.5.3. Uji F – Statistik………25
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………..26
3.6.1. Multikolinierity………26
3.6.2. Autokorelasi……….26
3.7. Definisi Operasional Variabel……….29
4.1.1. Sejarah Singkat PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk………....30
4.1.2. Strukur Organisasi Perusahaan………33
4.1.3. Karyawan PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat Medan………....40
4.1.4. Pendapatan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja……….………40
4.2. Analisa Data Hasil Penelitian……….41
4.2.1. Tingkat Pendapatan karyawan perbulan………..……41
4.2.2. Pengalaman atau Masa Kerja………..………….42
4.2.3. Tingkat Pendidikan………..43
4.3. Pengujian dan Interpretasi Model……….……..44
4.3.1. Uji Statistik………..………46
4.3.1.1. Uji t – Statistik………..………46
4.3.1.2. Uji F – Statistik……….48
4.3.1.3. Koefisien Determinasi (R-square)………....49
4.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi klasik………..…..49
4.3.2.1. Uji Multikolinierity……….…………..49
4.3.2.2. Uji Autokorelasi………50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………...…………..52
5.2. Saran……….……..52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
4.2.1 Tabel Distribusi Responden Menurut Tingkat Upah Perbulan…………..41
4.2.2 Tabel Distribusi Responden Menurut Pengalaman atau masa kerja……..42
4.2.3 Tabel Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan………....43
4.3 Tabel Hasil Regresi Linier………...…………..45
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
3.6 Kurva D – W Test………..28
4.3.1.1 Kurva Uji t – Statistik pada Variabel Pengalaman kerja…………...……47
4.3.1.1 Kurva Uji t – Statistik pada Variabel Tingkat Pendidikan…………...….48
4.3.1.2 Kurva Uji F – Statistik……….………..49
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul ” ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN KARYAWAN PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk, KANTOR PUSAT MEDAN “. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 30 orang, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan timbal balik ( saling mempengaruhi satu sama lain ), hubungan satu arah atau tidak ada hubungan sama sekali antara pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan terhadap pendapatan karyawan PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN.
Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier. Data yang ada diproses dengan menggunakan program Eviews. Hasil estimasi menunjukkan semakin tinggi pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan karyawan maka semakin tinggi pula pendapatan yang diterima karyawan PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN.
ABSTRACT
This search is title “ Analysis Factors Labour Income of PT. PP LONDON SUMATRA INDONESIA Tbk MEDAN “. This search used 30 respondent. The goals of this search to know weather there are two ways relationships (influence each other), one way relationship at all between work experience and education rate to labour income.
This search use linier analysis regretion. Data is processed by use Eviews. The result of estimation show that if work experience and education rate increase causes increase too in labour income.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. latar belakang
Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang
berpenghasilan sangat kecil, bahkan lebih kecil daripada kebutuhan hidupnya,
sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengembangkan penerapan
pendapatan yang harus diterima karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan,
sasarannya adalah supaya pendapatan itu paling sedikit cukup memenuhi kebutuhan
hidup karyawan dan keluarganya.
Dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan, pemerintah mengambil
kebijaksanaan UMR (Upah minimum Regional) untuk menerapkan pendapatan yang
harus diterima setiap karyawan dalam satu bulan yang berlaku dalam satu daerah tertentu,
yang mana merupakan syarat bagi setiap daerah atau perusahaan untuk dapat menetapkan
pendapatan terhadap karyawan yang bekerja di perusahaannya guna kesejahteraan
hidupnya.
SDM merupakan salah satu sumber daya pembangunan nasional suatu daerah
maupun negara, bahkan sumber daya yang penting disamping sumber daya alam, sumber
daya Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), dan sumber daya lain yang berperan dalam
pembangunan nasional suatu negara. Tanpa SDM suatu negara maupun daerah tidak
mungkin dapat melakukan suatu kegiatan, termasuk kegiatan yang berorientasi pada
pembangunan, yang mana hasil daripada kegiatan itu adalah pendapatan yang digunakan
Dan sebaliknya pula, kebutuhan hidup tidak akan tercapai apabila manusia itu
tidak mempunyai pekerjaan karena dengan bekerja seseorang akan memperoleh hasil atau
pendapatan yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada dasarnya, pendapatan merupakan sumber utama penghasilan bagi setiap
orang. Sebab itu, pendapatannya harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
karyawan dan keluarganya sampai yang paling minimum, pemenuhan ini merupakan
tangung jawab bersama antara pemerintah dan perusahaan untuk menjamin bahwa
pemenuhan hidup karyawan dapat terpenuhi melalui pekerjaan darimana dia memperoleh
pendapatan.
Pendapatan yang lebih baik pengunaanya dalam pemenuhan kebutuhan hidup
akan mendorong dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan, yang mana
produktivitas kerja karyawan dipengaruhi banyak faktor antara lain : tingkat gizi,
kesehatan, pendidikan, dan manajemen pimpinan. Namun bagi karyawan yang
berpenghasilan rendah, tingkat gizi dan kesehatan merupakan faktor dominan untuk
meningkatkan produktivitas kerja, produktivitas kerja terhambat bila kondisi gizi dan
kesehatan karyawan sangat rendah, sebab itu untuk dapat meningkatkan produktivitas
kerja karyawan, pendapatan mereka harus cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dengan melihat begitu pentingnya pendapatan yang diterima dan digunakan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dan merupakan faktor pendorong
terlaksananya pembangunan demi kesejahteraan karyawan dan perusahaan serta negara,
“ Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan karyawan PT. PP
London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat Medan “.
1.2. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap pendapatan yang diperoleh karyawan PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk, kantor pusat Medan?
1.3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah merupakan jawaban sementara permasalahan yang kebenarannya
masih harus diuji, berdasarkan perumusan masalah di atas dapat diambil hipotesis
penelitian adalah sebagai berikut :
“ Pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan mempunyai pengaruh
terhadap pendapatan yang diperoleh karyawan PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk, kantor pusat Medan “.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan
1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengkaji pengaruh pengalaman atau masa kerja terhadap pendapatan yang
diperoleh karyawan PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat
Medan.
b. Mengkaji pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan yang diperoleh
2. Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Untuk menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada,
khususnya di bidang ekonomi.
b. Sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang relefan yang pernah
ada.
c. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa-mahasiswi
fakultas ekonomi universitas sumatera utara khususnya mahasiswa-mahasiswi
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Pendapatan
2.1.1. Definisi Pendapatan
Pendapatan adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerjanya atas suatu pekerjaan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan
keluarganya.
Sedangkan menurut Imam Soepomo, ( Imam Soepomo ; 1987 : 130 ), pendapatan
adalah “ pembayaran yang diterima buruh atau selama ia melakukan pekerjaan atau
dipandang melakukan pekerjaan, pendapatan dapat berupa uang maupun berupa barang
termasuk pengobatan, perawatan, pengangkutan, perumahan, jasa dan lain sebagainya.
Berbagai pandangan mengenai pendapatan dari sisi pekerja maupun produsen :
(Abud Salim dan Sisdjiatmo Kusumosiswidho, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1982) Pendapatan bagi produsen adalah biaya yang harus dibayarkan kepada buruh dan
diperhitungkan dalam penentuan biaya total.
Pendapatan bagi karyawan adalah penghasilan yang diperoleh oleh karyawan
2.1.2. Pendapatan Minimum
Berdasarkan konversi ILO No. 131 / 1970 pemerintah memberlakukan ketentuan
pendapatan melalui Upah Minimum Regional (UMR). Ketentuan ini merupakan salah
satu bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar tenaga kerja. Pada kondisi Labour
Surplus, tanpa ada intervensi dari pemerintah adalah sangat tidak mungkin dapat
memperbaiki kesejahteraan masyarakat atau tenaga kerja. Kebijakan ini mulai diaktifkan
kembali pada tahun 1989, penentuan biasanya dimulai dari pembahasan pada tingkat
komisi pengupahan dan jaminan sosial di dewan pengusaha, pemerintah dan unsur dari
perguruan tinggi mengadakan sidang merumuskan besarnya pendapatan untuk tahun
berikutnya. Hasil tersebut direkomendasikan Gubernur diteruskan kepada menteri tenaga
kerja dengan mempertimbangkan masukan dari dewan penelitian pengupahan nasional
(DPPN), besarnya pendapatan ditetapkan melalui keputusan menteri tenaga kerja.
Ketentuan ini efektif berlaku per april pada tahun bersangkutan. Setelah era otonomi
daerah, keputusan tersebut didelegasikan kepada gubernur dan mulai berlaku per 1
januari pada tahun yang bersangkutan.
UMR merupakan pendapatan terendah yang diijinkan diberikan oleh pengusaha
kepada pekerja yang bersifat normative. Dengan demikian pengusaha diperbolehkan
memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan tersebut, bahkan pengusaha
yang telah memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan ini dilarang
menurunkan pendapatan karyawan baik pendapatan pokok ataupun tunjangan tetap.
(Sasono ; 1994 : 18)
Besarnya penentuan pendapatan yang sekarang lazim dikenal dengan Upah
harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, pendapatan pada umumnya yang berlaku
secara regional, kelangsungan perusahaan, dan tingkat perkembangan ekonomi regional
ataupun nasional.
2.1.3. Pendapatan Minimum Sektoral Regional
Pada tahun 1999 pemerintah mulai menerapkan kebijakan pendapatan minimum
sektoral regional melalui Upah Minimum Sektoral Regional (UMSR). Kebijakan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa ketetapan pendapatan yang berlaku selama ini
diterapkan untuk seluruh usaha, tanpa membedakan kemampuan perusahaan, sektor
usaha, skala perusahaan atau beban resiko kerja. Cakupan ini tidak memandang antara
usaha kecil yang berkemampuan rendah dengan perusahaan besar yang tergolong
mampu.
Lebih ironis bagi perusahaan besar yang kuat secara financial menjadikan UMR
sebagai pendapatan yang standar. Kenaikan pendapatan diperusahaan cenderung
menunggu kenaikan pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya pendapatan
karyawan relatif tetap dan berada pada level UMR, artinya walaupun perusahaan
menetapkan pendapatan yang relative tinggi dari UMR, tetapi kenaikan tersebut lebih
disebabkan oleh tuntutan karyawan untuk menaikan pendapatannya bersamaan dengan
kenaikan upah minimum.
Kenaikan pendapatan yang demikian disebut upah sundulan. Mekanisme
kenaikan pendapatan semacam ini sangat tidak diinginkan karena ada kecenderungan
untuk terus menerus tergantung pada kenaikan pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
interpretasi penetapan UMR sebagai pendapatan yang standar. Penetapan pendapatan
diperusahaan seyogyanya ditumbuhkan dari kesadaran akan kemampuan perusahaan
yang lebih tinggi untuk membayar pendapatan melalui perundingan untuk memperoleh
kesepakatan yang paling diinginkan.
Dengan pendekatan tersebut masyarakat karyawan mengetahui seberapa besar
kontribusi yang dicurahkan untuk menghasilkan output, dan kemapuan pengusaha
sebenarnya dalam memberikan pendapatan karyawannya. Demikian pula, pengusaha
mengetahui secara persis kemampuan memberikan pendapatan dan tingkat pendapatan
yang sebanding dengan produktivitas tenaga kerja.
Dalam masa krisis, perbedaan kemampuan memberikan pendapatan
masing-masing sektor atau perusahaan terlihat semakin nyata, beberapa perusahaan yang
bergerak di bidang perkebunan / perikanan, industri hulu, dan hilir yang berorientasi
didaerah rural dan ekspor banyak mendapatkan keuntungan besar dari melemahnya
rupiah. Dalam kondisi demikian dipandang perlu untuk berbagi keuntungan kepada
karyawannya, hal ini mutlak diperlukan disaat kenaikan UMR pada tahun yang
bersangkutan yang tidak bisa mengikuti kenaikan harga barang kebutuhan hidup yang
mencapai 80%. Pada gilirannya penetapan UMSR yang lebih tinggi daripada UMR dapat
meningkatkan daya beli masyarakat yang secara nasional dapat meningkatkan permintaan
efektif yang selanjutnya mampu menolong menghidupkan kembali aktivitas
perekonomian makro.
Dalam konteks makro yang berjangka panjang tentunya tidak bisa diharapkan
memperoleh keuntungan sesaat akibat konjungtur perekonomian. basis yang lebih kokoh
perlu diidentifikasikan sebagai dasar dalam meningkatkan kinerja perusahaan sedemikian
rupa sehingga kemampuan perusahaan dalam memberikan pendapatan karyawannya yang
bekerja juga terangkat. Dengan basis yang kokoh , peningkatan kemampuan membayar
perusahaan bisa lebih berkelanjutan (sustainable) tanpa tergantung pada situasi dan
kondisi perekonomian. Akibat positif selanjutnya, peningkatan kesejahteraan perusahaan
dan karyawan juga menjadi lebih bias dipastikan.
2.1.4. Prosedur Penetapan UMSR
Pada hakekatnya prosedur penetapan UMSR tidak berbeda jauh dengan penetapan
UMR. Penentuan besarnya UMSR sepenuhnya didasarkan pada kesepakatan secara
biparti didaerah antara wakil pengusaha dengan wakil tenaga kerja dan masyarakat,
pemerintah dalam kesepakatan tersebut hanyalah bertindak sebagai fasilitator dalam
penyediaan dana dan informasi kajian peraturan perundangan, keadaan sosial ekonomi
masyarakat pekerja, serta perkembangan dunia usaha. Dalam kaitan ini Kandepnaker /
Kanwil Depnaker melakukan inventarisasi potensi sektor-sektor yang memungkinkan
untuk penetapan UMSR. Hasil inventarisasi potensi tersebut dibahas dalam sidang komisi
pengupahan untuk menyepakati sektor-sektor unggulan guna penetapan UMSR. Dalam
menyepakati dan menentukan sektor-sektor unggulan komisi pengupahan
mempertimbangkan kriteria :
Mencakup perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang relatif banyak.
Mempunyai nilai tambah yang cukup besar.
Beban dan resiko kerja secara sektoral.
Kemampuan perusahaan secara sektoral
Ada asosiasi perusahaan.
Ada serikat pekerja terkait.
Sektor-sektor unggulan tersebut kemudian disampaikan kepada asosiasi perusahaan dan
serikat pekerja terkait melakukan perundingan secara bipartit untuk menyepakati
besarnya UMSR nominal. Pada suatu sektor atau sub sektor yang belum mempunyai
asosiasi perusahaan dan atau serikat pekerja, tetapi sektor yang bersangkutan telah
memenuhi tiga butir kriteria yang disebut pertama, dapat ditetapkan UMSR. Perundingan
untuk menyepakati besarnya UMSR dilakukan oleh APINDO (Asosiasi Pengusaha
Indonesia) atau bersama perusahaan-perusahaan pada sektor yang bersangkutan dengan
FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Hasil kesepakatan disampaikan
kepada menteri tenaga kerja setalah direkomendasikan pada gubernur melalui komisi
pengupahan yang kemudian disahkan dan ditetapkan seacara normatif yang mengikat
seluruh pengusaha dan pekerja disektor tersebut pada wilayah bersangkutan.
Dalam penetapan UMSR perlu diperhatikan pula beberapa rambu sebagai berikut.
Pertama, UMSR harus lebih besar daripada UMR. Dalam peraturan menteri tenaga kerja
ditentukan bahwa perbedaan tersebut setidak-tidaknya mencapai 10%. Kedua, bahwa
selisih antara UMSR dan UMR harus substansial (nyata) sehingga apabila UMSR
skor yang dicakup dalam UMSR harus jelas penamaannya sesuai dengan nomor kode
KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia).
2.2. Peranan dan Fungsi Pendapatan
Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan kelangsungan hidup
perusahaan, pengusaha perlu menjamin pemberian imbalan yang layak secara
kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh karyawannya. Oleh
karenanya kebijaksanaan pendapatan disamping memperhatikan peningkatan
produktifitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, perlu diarahkan kepada
peningkatan kesejahteraan dan peningkatan daya beli golongan penerima pendapatan
yang rendah, sehubungan dengan itu, pihak perusahaan wajib memperhatikan
peningkatan kesejahteraan buruh berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan kemajuan
yang telah dicapai perusahaan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk melindungi buruh dan meningkatkan
kesejahteraan dalam pemenuhan kebutuhan hidup adalah melalui pengaturan pendapatan
minimum, terutama ditujukan kepada jenis pendapatan yang masih dibawah tingkat
kelayakan. Gagasan ini sudah dikembangkan sejak awal 1970-an bertujuan untuk
mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya pendapatan minimum paling sedikit
dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum (KFM). Usaha menyelaraskan pendapatan
minimum dengan KFM ini diharapkan dapat menjamin karyawan untuk memenuhi
kebutuhan hidup beserta keluarga sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas
kerja karyawan di perusahaan ia bekerja, karena disadari tujuan tersebut diatas sukar
dewasa ini baru bersifat pencegahan dan stimulasi. Pencegahan artinya supaya tidak
terjadi pembayaran pendapatan yang lebih rendah dari pendapatan yang sudah diberikan
perusahaan. Sedangkan stimulasi berarti menimbulkan pengertian dan alam pikiran
pengusaha mengenai usaha-usaha perbaikan pendapatan.
2.3. Perbedaan Tingkat Pendapatan
Perbedaan tingkat pendapatan terjadi,
Pertama karena pada dasarnya pasar tenaga kerja itu sendiri terdiri dari beberapa pasar
tenaga kerja yang berbeda dan terpisah satu sama lain (segmented labours market).
Disatu pihak, pekerjaan yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan
yang berbeda. Dipihak lain, masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan dan
keterampilan yang berbeda. Sebagaimana diketahui bahwa produktifitas tiap orang
berbeda menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya. Ini jelas terlihat dalam
perbedaan penghasilan.
Kedua, pengamatan menunjukan bahwa tingkat pendapatan disetiap perusahaan berbeda
menurut persentase biaya pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil
proporsi biaya pekerja dibandingkan dengan biaya keseluruhan, pendapatan dan kenaikan
pendapatan bukan merupakan persoalan biasa bagi pengusaha. Dengan kata lain, semakin
kecil proporsi biaya karyawan terhadap biaya keseluruhan semakin tinggi tingkat
pendapatan. Kenyataannya pendapatan yang relative tinggi dapat disaksikan dalam
perusahaan yang padat modal seperti perusahaan minyak, pertambangan, industri berat
Ketiga, perbedaan tingkat pendapatan antara beberapa perusahaan dapat pula terjadi
menurut perbedan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Pengusaha
cenderung untuk membagi keuntungannya kepada para karyawannya. Semakin besar
proporsi keuntungan terhadap penjualan semakin besar jumlah absolute keuntungan,
semakin tinggi tingkat pendapatan.
Keempat, perbedaan tingkat pendapatan antara perusahaan dapat juga berbeda karena
perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga.
Perusahaan-perusahaan monopoli dapat menaikkan harga tanpa takut akan kompetisi. Demikian juga
pengusaha-pengusaha oligopoly lebih mudah untuk bersama-sama berunding
menentukan harga, sehingga tidak perlu berkompetisi satu sama lain. Dalam perusahaan
seperti ini lebih mudah menimpakan kenaikan pendapatan kepada harga jual barang.
Sebab itu, tingkat pendapatan dalam perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk
lebih tinggi daripada tingkat pendapatan diperusahaan yang sifatnya kompetisi bebas.
Kelima, tingkat pendapatan dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan.
Perusahaan yang besar dapat memperoleh kemaanfaatan “ economic of scale “ dan oleh
sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominisi pasar. Dengan demikian
perusahaan cenderung lebih mampu memberikan tingkat pendapatan yang dapat
dibayarkan kepada para pekerja.
Keenam, tingkat pendapatan dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen
usaha. Semakin efektif manajemen usaha, semakin efisiensi cara penggunaan faktor
Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan
perbedaan tingkat pendapatan. Serikat pekerja yang kuat dalam arti mengemukakan
alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil dalam mengusahakan kenaikan tingkat
pendapatan. Dengan kata lain, tingkat pendapatan diperusahaan-perusahaan yang serikat
pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi daripada diperusahaan-perusahaan yang serikat
pekerjanya lemah.
Kedelapan, tingkat pendapatan dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan, semakin
langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi pendapatan yang
ditawarkan pengusaha.
Kesembilan, tingkat pendapatan dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya resiko
atau kemungkinan mendapat kecelakaan dilingkungan pekerjaan. Semakin tinggi
kemungkinan mendapat resiko, semakin tinggi tingkat pendapatan.
Perbedaan tingkat pendapatan terdapat juga dari sektor satu dengan sektor
lainnya. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh satu atau lebih dari sembilan
alasan tersebut diatas. Demikian juga satu atau lebih alasan-alasan diatas menimbulkan
perbedaan tingkat pendapatan dalam daerah yang berbeda.
Akhirnya perbedaan tingkat pendapatan ini dapat terjadi karena pemerintah
campur tangan dalam menentukan pendapatan yang berbeda (Payaman J. Simanjuntak ;
2.4. Sistem Pendapatan
Dalam ketetapan MPR No.11 / MPR/ 1998 tentang GBHN pasal 3 disebutkan
bahwa : “ kebijaksanaan pengupahan dan pendapatan disamping memperhatikan
produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi perlu diarahkan pada peningkatan
kesejahteraan dan peningkatan daya beli golongan penerima pendapatan rendah “.
Adapun beberapa sistem pendapatan antara lain :
2.4.1. Sistem Pendapatan Jangka Waktu
Merupakan sistem yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu karyawan
melakukan pekerjaan, jika dihitung dalam jam diberi pendapatan jam, jika dihitung dalam
hari diberi pendapatan harian, untuk perhitungan dalam minggu, diberi pendapatan
mingguan ataupun secara bulanan jika perhitungan pendapatan perbulan. Dalam sistem
ini, karyawan menerima pendapaan yang tetap karena untuk waktu-waktu tertentu
mereka akan menerima pendapatan yang tertentu pula. Karyawan tidak melakukan
pekerjaannya secara tersisa-sisa untuk mengejar hasil sebanyak-banyaknya, sehingga
dapat diharapkan pekerjaan dilakukan dengan baik dan teliti. Sebaliknya kelemahan
dalam sistem ini adalah kurangnya dorongan untuk bekerja secara giat, bahkan
kadang-kadang hasil kerja kurang dari layak dapat diharapkan karena itu sistem ini sering kali
disertai dengan sistem premi, dari karyawan ditargetkan dalam jangka waktu tertentu
harus menghasilkan hasil yang tertentu, jika ia dapat menghasilkan lebih dari target yang
2.4.2. Sistem Pendapatan Potongan
Sistem ini selalu digunakan untuk menggantikan sistem pendapatan jangka waktu
jika hasil pekerjaan tidak memuaskan. Namun pendapatan ini hanya dapat ditetapkan jika
hasil pekerjaan dapat diukur menurut ukuran tertentu, misalnya dalam jumlah banyaknya,
jumlah beratnya, jumlah luasnya dan hasil yang dikerjakan, maka sistem pendapatan
potongan tidak dapat digunakan pada semua perusahaan.
Kebaikan dari sistem ini antara lain :
a. adanya dorongan bagi karyawan untuk bekerja lebih cepat, karena semakin
banyak ia menghasilkan semakin banyak pula pendapatan yang diterimanya.
b. Produktivitas karyawan dapat ditingkatkan secara optimal.
c. Penggunaan barang modal secara intensif, seperti mesin dan sebagainya.
Kelemahan dari sistem pendapatan potongan :
a. kegiatan karyawan yang berlebihan.
b. Karyawan menjadi kurang mengindahkan kesehatan dan keselamatannya.
c. Kurang teliti dalam mengerjakan sesuatu.
2.4.3. Sistem Pendapatan Kemufakatan.
Pada dasarnya sistem ini merupakan sistem pendapatan potongan, yaitu
pendapatan untuk hasil pekerjaan tertentu, misalnya pada pembuatan jalan, pekerjaan
bongkar muat dan sebagainya. Tetapi pendapatan tersebut tidak diberikan kepada
masing-masing karyawan melainkan kepada sekumpulan karyawan yang bersama-sama
melakukan pekerjaan itu.
2.4.4. Sistem Skala Pendapatan Berubah.
Sistem skala pendapatan berubah ini terdapat kaitan antara pendapatan dengan
harga penjualan produk perusahaan. Cara pengupahan ini dapat dijalankan oleh
perusahaan yang hanya produknya tergantung dari harga pasaran diluar negeri.
Pendapatan naik dan turun menurut naik turunnya harga penjualan produk perusahaan.
Sistem ini dianut perusahaan pertambangan pada pabrik bagian inggris. Kelemahannya
adalah bilamana harga produk turun, dengan sendirinya akan mengakibatkan penerimaan
pendapatan yang kecil, karena buruh sudah biasa menerima pendapatan yang lebih tinggi
maka penurunan pendapatan ini akan menimbulkan masalah.
2.4.5. Sistem Pendapatan Indeks.
Sistem pendapatan indeks adalah sistem pendapatan yang naik turunnya menurut
naik turunnya angka indeks biaya penghidupan. Namun pendapatan ini tidak
2.4.6. Sistem Pembagian Keuntungan.
Disamping pendapatan yang diterima karyawan pada waktu-waktu tertentu, pada
penutupan tahun buku bila ternyata perusahaan mendapat keuntungan yang cukup besar
kepada karyawan diberikan sebahagian daripada keuntungan itu, sistem pembagian
keuntungan ini pada umumnya tidak disukai oleh pihak perusahaan dengan alasan bahwa
keuntungan itu adalah pembayaran bagi resiko yang menjadi tanggungan perusahaan.
Karyawan tidak ikut menanggung bila perusahaan mengalami kerugian.
Sistem pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan sistem jangka
waktu, yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya
didasarkan pada pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata lain, penentuan
pendapatan pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip dari teori human capital,
yaitu bahwa pendapatan seseorang diberikan sebanding dengan tingkat pendidikan dan
latihan yang dicapainya. Disamping pendapatan tersebut biasanya karyawan menerima
juga berbagai macam tunjangan atau insentif, masing-masing sebagai persentase dari
pendapatan atau dalam jumlah tertentu, misalnya insentif kerajinan, tunjangan keluarga
yang diberikan untuk seorang istri atau suami dan anak dalam jumlah dan sampai umur
tertentu. Jumlah pendapatan beserta tunjangan-tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor.
Dari gaji kotor tersebut, pekerja dikenakan berbagai macam potongan, misalnya potongan
untuk asuransi kesehatan, tabungan hari tua atau dana pensiun, dan lain sebagainya.
pendapatan yang diterima adalah gaji kotor dikurangi potongan-potongan tersebut.
Selain itu dikenal pula “ Fringe Benefits “ yaitu berbagai jenis benefit diluar
Fringe Benefits ini dapat berbentuk dana yang disisikan oleh pengusaha untuk
pendapatan yang dibayarkan pada hari libur, cuti, sakit, kendaraan dinas, perumahan
dinas, telepon rumah atas tanggungan perusahaan, makan siang, bensin, fasilitas
olahraga, rekreasi, dan sebagainya.
Penyediaan Fringe Benefits, tunjangan, fasilitas-fasilitas kerja, dan insentif
merupakan penambahan biaya bagi perusahaan terhadap unit barang yang diproduksinya
yang dikenal dengan istilah penambahan labor cost per unit barang.
2.5. Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2.5.1. Definisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pendapatan diberikan kepada karyawan apabila ia melakukan atau dianggap
melakukan pekerjaan. Memperoleh pendapatan merupakan tujuan utama karyawan
melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, kesinambungan penerimaan pendapatan ini perlu
diperhatikan, sebab kenyataanya suatu saat ketika karyawan tidak dapat melakukan
pekerjaan, misalnya karena sakit, cacat dan karena usia tua. Beberapa peraturan dapat
disebut sebagai peraturan yang mencoba melindungi karyawan untuk tetap menerima
pendapatan ataupun sejumlah pembayaran.
Pada pokonya, beberapa peraturan diatas menegaskan, bahwa apabila karyawan
mengalami kecelakaan sewaktu menjalankan pekerjaan atau sewaktu dalam hubungan
kerja, perusahaan atau majikan harus memberikan ganti kerugian kepada karyawan.
Pemberian ganti kerugian ini merupakan tanggung jawab perusahaan atas kerugian yang
Kenyataanya, pelaksanaan ketentuan dalam beberapa perusahaan tersebut tidak
memuaskan, terutama bagi karyawan. Salah satu sebabnya adalah banyak pemilik
perusahaan karena kondisi perusahaanya tidak bersedia memberikan ganti rugi pada
karyawannya yang mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, kemudian hukum perburuhan
mengalihkan perhatiaanya, yakni dengan mengalihkan beban majikan atau perusahaan
kepihak lain melalui program asuransi. Proram-program ini lazim disebut dengan
jaminan sosial.
Dengan demikian, jaminan sosial menitikberatkan perhatiaanya pada pembayaran
yang harus diberikan kepada karyawan sewaktu ia tidak menjalankan pekerjaanya bukan
karena kesalahannya. Berkaitan dengan hal diatas, maka keluarlah peraturan pemerintah
Nomor 33 tahun 1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja. Penyelenggaraan Asuransi
Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dimaksudkan sebagai pelaksanaan undang-undang nomor
14 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, khususnya
pasal 10 dan pasal 15. Penyelenggaraan ASTEK pada dasarnya mencakup ruang lingkup
dan tujuan yang luas pula dan pada hakekatnya pembiayaan program tersebut akan
merupakan beban masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penyelengaraannya
perlu kebutuhan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat yang berkaitan
langsung dengan kebutuhan tenaga kerja akan jaminan sosial.
ASTEK sendiri yang merupakan salah satu bentuk persyaratan jaminan sosial
adalah system perlindungan yang dimaksudkan untuk menangulangi resiko social yang
secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.
karyawan saja, melainkan juga orang yang bekerja diluar hubungan kerja, berarti bukan
karyawan.
Menurut UU Nomor 33 tahun 1992 jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
2.5.2. Program Jaminan Sosial
Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau
seluruh penghasilan yang hilang. Tekanan jaminan sosial tenaga kerja terletak pada masa
depan tenaga kerja. Sebab, siapa pun mungkin sakit, mungkin cacat, mungkin tua, dan
pasti meninggal dunia. Oleh karena itu, program jaminan sosial tenaga kerja dikaitkan
dengan hal-hal tersebut. Disamping itu, jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa
aspek, diantaranya adalah :
Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi
tenaga kerja beserta keluarganya.
Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga
dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja
Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja meliputi :
1. Jaminan kecelakaan kerja
2. Jaminan kematian
3. Jaminan hari tua
4. Jaminan pemeliharaan kesehatan
Program jaminan sosial tenaga kerja dari nomor satu hingga akhir hanya diperuntukkan
bagi tenaga kerja yang bersangkutan, sedangkan khusus untuk program jaminan
pemeliharaan kesehatan berlaku pula untuk keluarga tenaga kerja. Namun perlu diketahui
bahwa program tersebut diatas merupakan program minimal. Artinya dimasa yang akan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji
hipotesa penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan menyusun skripsi ini,
penulis mengunakan metodologi penelitian sebagai berikut :
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan terhadap
pendapatan yang diperoleh karyawan PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor
pusat Medan.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, data primer diperoleh langsung dari karyawan PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk, kantor pusat Medan dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner
oleh sample yang diambil secara acak. Data sekunder diperoleh melalui library research ,
yaitu penelitian melalui kepustakaan yang diperoleh dari buku – buku literature yang ada
hubungaanya dengan topic yang akan diteliti. Dan jenis data yang dipergunakan adalah
kombinasi antara time series data dan cross section data yang disebut data polling.
3.3. Pengolahan Data
Penulis menggunakan program E-Views untuk mengolah data dalam penulisan skripsi
3.4. Model Analisa
Model yang digunakan dalam menganalisa pengalaman atau masa kerja dan
tingkat pendidikan terhadap pendapatan yang diperoleh karyawan PT. PP London
Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat Medan. adalah model ekonometrika dengan
meregresikan variabel-variabel yang ada dengan mengunakan metode tehnik ordinary
least square (OLS) atau metode kuadrat terkecil.
Secara sistematis, model persamaan dirumuskan sebagai berikut :
Y = + 1X1 + 2X2 +
= Kesalahan pengganggu
Bentuk hipotesisnya sebagai berikut :
,
( tingkat pendapatan ) mengalami kenaikan, asumsi cateris paribus.
, 0
2
X
Y artinya jika terjadi kenaikan pada X
2 (tingkat pendidikan), maka Y ( tingkat
3.5. Test Goodness of Fit (Uji kesesuaian)
Untuk melihat goodness of fit dari hipotesis tersebut maka perlu dilakukan uji
statistik yaitu :
3.5.1. Koefisien Determinasi ( R-Square )
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variasi
variabel-variabel independent secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variasi
variabel dependen.
3.5.2. Uji t-statistik ( uji Parsial )
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
apakah hubungan antara variabel independen secara individu ( parsial ) dan variabel
dependen signifikan atau tidak.
Rumus untuk memperoleh nilai t-hitung :
(b1 – b)
t-hitung =
Sbi
Dimana:
b1 : Koefisien variabel independent ke i
b : Nilai hipotesis nol
Sbi : Simpangan baku dari variabel independent ke-i
3.5.3. Uji F-statistik (Uji Serempak)
Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
seluruh variabel independen secara serempak (bersama-sama) terhadap variabel
Rumus untuk menghitung F-statistik :
R²/k – 1
F-hitung =
(1 – R²)/(n – k)
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan
n = Jumlah sampel
Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan 95% sebagai berikut :
Ho diterima jika F-hitung < Fα
Ho ditolak jika F-Hitung > Fα
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
3.6.1. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya korelasi yang sangat erat di antara variabel bebas.
3.6.2. Autokorelasi
Istilah autokorelasi dapat didefenisikan sebagai kolerasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu)
atau ruang (seperti dalam data cross section), atau korelasi pada dirinya sendiri. Apabila
ada ketergantungan antara kesalahan pengganggu ui dan kesalahan pengganggu uj, maka
dikatakan ada otokorelasi, dengan simbol dapat dinyatakan sebagai berikut: dengan :
D-W test (Uji Durbin Watson)
D-W test digunakan untuk mengetahui apakah dalam model terdapat autokorelasi
ataupun antara disturbance errornya.
∑ (et – (et – 1)²
DW – hitung =
∑(et)²
Kriteria Pengambilan Keputusan :
Nilai D-W berdasarkan
Tolak Ho terdapat serial kolerasi negative
diantara disturbance error.
Tidak ada kesimpulan
Terima Ho
Terima Ho
Tidak ada kesimpulan
Tolak Ho terdapat serial kolerasi positif diantara
disturbance terms.
Bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut:
Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi
Kurva D-W test dapat dilihat sebagai berikut :
inconclusive
Autokorelasi (+) Autokorelasi (-)
H0 diterima
(tidak autokorelasi)
0 dL dU 4-dU 4-dL 4
Gambar 3.6
Kurva D-W Test
Jika diantara beberapa variabel independent tersebut merupakan lag variables maka
anggapan penggunaan D-W test tidak berlaku dalam mengetahui apakah model tersebut
3.7. Defenisi Operasional Variabel
1. Tingkat pendapatan adalah seluruh kompensasi yang diterima karyawan setelah
bekerja selama 1 bulan yang dinyatakan dengan uang (Rupiah) di PT. PP London
Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat Medan.
2. Pengalaman kerja adalah lama karyawan bekerja di PT. PP London Sumatra Indonesia
Tbk, kantor pusat sampai saat survey dilakukan, yang dinyatakan dalam tahun.
3. Tingkat Pendidikan adalah suatu tingkatan dalam pendidikan formal yang telah
dicapai karyawan PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat yang
dinyatakan dengan pemberian skor . SD = 1, SMP = 2, SMU = 3, Perguruan
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk.
1. Sejarah singkat PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk.
Pada umumnya setiap kantor atau perusahaan, baik milik pemerintah maupun
milik swasta mempunyai sejarah yang berbeda-beda. Diawali dengan berdirinya kantor
atau perusahaan tersebut sampai tumbuh dan berkembangnya serta
perubahaan-perubahaan yang terjadi. Demikian juga halnya dengan PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk Medan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut ini :
Perseroan Terbatas Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Terbuka (
PT. PP Lonsum Indonesia Tbk ) merupakan salah satu anak perusahaan dari Harrison dan
Crosfield yang didirikan pada tahun 1844 di London, Inggris. Saham perusahaan ini
dimiliki oleh kerajaan Inggris dengan komoditi ekspor. Perusahaan ini mengelola
bermacam-macam usaha, antara lain :
1. Perkebunan
2. Perkayuan
3. Perdagangan Umum Internasional
Semua jenis perusahaan tersebut diatas tersebar diseluruh dunia. Di Indonesia
perusahaannya hanya beroperasi dibidang perkebunan saja yaitu : kelapa sawit, kelapa,
the, karet dan kakao.
Perusahaan perkebunan ini memperluas bidang usahanya dengan mengadakan
Utara, dengan penggabunggan ini terbentuklah PT. PP Lonsum Indonesia Tbk pada
tanggal 18 Desember 1962 dihadapan notaris Raden Kardiman di Jakarta dengan akte
pendirian Nomor 93 dan kemudian mengalami perbaikan dengan naskah Nomor 20
tertanggal 9 September 1963 yang berkantor pusat dijalan A. Yani No.2 Medan yang
dibuat dihadapan notaris yang sama.
Akibat adanya perubahan antara pemerintah Inggris dengan Indonesia pada masa
konfrontasi dengan Malaysia, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih
kepemilikan perusahaan dibawah pengawasan pemerintah Indonesia. Pengelolaan
perusahaan perkebunan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah dipercayakan
kepada Badan Pengawasan Perkebunan Asing Republik Indonesia (BPPARI) yang
kemudian diganti menjadi PT. PP Dwikora I dan II pada 22 Januari 1964.
Setelah berakhirnya konfrontasi antar Indonesia dan Malaysia, diadakan perjanjian antara
pemerintah republik Indonesia dengan Harrison dan Crosfield, yang berlaku mulai 20
maret 1968. adapun maksud dan tujuan dari perjanjian ini adalah untuk :
1. Pengembangan hak milik penguasaan dan pengusahaan dari pemerintah
republik Indonesia kepada Harrison dan Crosfield terhadap perkebunan yang
pernah dikelola.
2. Melakukan kerjasama untuk kepentingan bersama dalam hal perkebunan
karet,kelapa sawit, dan proyek pertanian lainnya serta proyek pangan yang
mungkin dilaksanakan oleh perusahaan
Setelah adanya perjanjian ini maka pada tanggal 1 april 1968 penguasaan dan
Harrison dan Crosfield dan nama perusahaan ini kembali menjadi PT. PP London
Sumatrra Indonesia, Tbk.
Pada tanggal 17 desember 1970 pengembalian perusahaan kepada pemiliknya
dilaksanakan sesuai dengan surat keputusan menteri ekonomi keuangan dan industri
dengan surat kuasa nomor 1120 / Menkuin / 121 / 170 tentang penanaman modal asing
yang diadakan di Indonesia untuk memperluas bidang usahanya pada tanggal 21
november 1991 PT. PP London Simatera Indonesia, Tbk melakukan penggabungan
dengan benerapa perusahaan berikut :
1. PT. Nagodang Plantation Company.
2. PT. United Plantation Company.
3. PT. Sibulan Plantation Company.
4. PT. Perusahaan Perkebunan Bajoe Kidoel.
5. PT. Perusahaan Perkebunan sulawesi.
Pada tanggal 22 juli 1994 kepemilikan saham PT. PP London Sumatera Indoneia,
Tbk sepenuhnya diambil oleh Pan London Sumatera Plantation dengan komposisi saham
100% dipegang oleh Pan London Sumatera Plantation, dikarenakan krisis moneter yang
melanda Indonesia menyebabkan komposisi saham mengalami beberapa kali perubahan.
Pada tahun 1998 kepemilikan saham PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk adalah Pan
London Sumatera Plantation dengan komposisi saham sebesar 47, 23 %, Commerz Bank
( SEA ) Ltd Singapore sebesar 5,83 % dan Malaysia sebesar 46,94 %.
Status PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk adalah perusahaan penanaman
modala asing ( PMA ) berdasarkan surat ketua badan koordinasi penanaman modal
1991. dan sejak terhitung 5 juli 1996 perusahaan ini menjadi perusahaan yang “ Go
Public “ dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
2. Struktur Organisasi Perusahaan.
Stuktur organisasi marupakan susunan atau perwujudan yang mencerminkan arus
atau garis perintah, tugas, kewajiban serta tanggung jawab. Dalam menjalankan
fungsi-fungsi dan tugas masing - masing serta memperlancar aktivitas arus kerja perusahaan,
maka diperlukan stuktur organisasi yang jelas dalam menggambarkan
departemen-departemen yang dapat membantu pimipinan dalam mencapai suatu tujuan serta dapat
mengetahui posisi, tugas dan wewenang setiap departemen-departemen tersebut.
Bentuk struktur organisasi PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat
Medan adalah stuktur organisasi garis atau line organization yang menggambarkan
pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab serta wewenag didalam perusahaan secara
vertikal serta mencerminkan hubungan antar departemen secara horizontal. Berikut ini
akan dijelaskan tentang tugas dan wewenang masing-masing bagian yang terdapat
didalam PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk, kantor pusat Medan berdasarkan
stuktur organisasi yang terlampir :
a. Dewan Komisaris ( Board of Commisioner )
Dewan komisaris adalah posisi yang tertinggi dalam stuktur organisasi di PT. PP
London Sumatera Indonesia Tbk, Medan. Posisi ini dikuasai oleh pemegang saham yang
Wewenang dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris adalah sebagai berikut :
1. Mengawasi pekerjaan direksi
2. Berhak memeriksa dokumen kantor, gedung dan kekayaan
perusahaan,
3. Meminta berbagai keterangan dari direksi yang berkenaan dengan
kepentingan perseroan.
4. Berhak memeriksa keuangan perusahaan
5. Berhak atas beban perusahaan serta meminta bantuan ahli untuk
melakukan pemeriksaan.
6. Berhak meminta agar presiden direktur memanggil para persero
untuk menyelenggarakan rapat luar biasa.
7. Mempertimbangkan serta memutuskan laporan tahunan dan
program kerja tahunan yang diajukan Presiden Direktur.
8. Menyetujui kebijaksanaan Presiden Direktur dalam penggunaan
kekayaan menurut cara pandang yang baik.
9.
b. Presiden Direktur (Presiden Director)
Presiden direktur adalah pimpinan tertinggi yang berkuasa penuh terhadap
perusahaan dengan berkewajiban mengawasi pekerjaan para direktur. Bagian ini
merupakan direktur utama yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan perusahaan
yang mana kegiatan tersebut dikerjakan oleh beberapa direktur. Presiden direktur
perusahaan kepada Dewan Komisaris. Wewenang dan tanggung jawab dari Presiden
Direktur adalah sebagai berikut :
1) Membuat kebijaksanaan yang diperlukan dalam pelaksanaan.
2) Mengatur strategi agar pelaksanaan operasi perusahaan dapat
berjalan dengan lancar.
3) Merencanakan dan mengendalikan kebijaksanaan keuangan yang
dibuat oleh bagian keuangan termasuk menyetujui anggaran
belanja dan biaya perusahaan.
c. Direktur Research
1) Mengadakan diskusi dan menemani para ahli dari konsultan
perusahaan selama kunjungan ke perusahaan.
2) Mengontrol produksi bibit sawit, cokelat, karet dan hasil
pemeliharaan bibit unggul.
d. Director Production (Direktur Produksi)
1) Bertugas dan bertanggung jawab atas perencanaan, pengaturan,
bidang produksi termasuk kelancaran proses produksi baik kualitas
maupun kuantitas.
2) Membawahi pekerjaan yang dilaksanaan oleh bagian produksi.
e. Director Accounts (Direktur Keuangan)
1) Merencanakan dan mengawasi keuangan perusahaan dalam hal
pengadaan atau perolehan dana agar tidak terjadi suatu
pemborosan atau penggunaan uang yang tidak tepat.
3) Bertanggung jawab terhadap pengukuran laporan keuangan
perusahaan.
4) Mengendalikan atau mengadakan pengawasan terhadap arus uang
masuk dan uang keluar.
f. Director Agriculture (Direktur Tanaman)
1) Mengadakan diskusi dan mendampingi para ahli dari Horrison &
Fleming Advisce Service (HFAS) London selama kunjungannya
ke PT PP LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk, Medan.
2) Mengatur dan memeriksa ke lapangan sesuai dengan rekomendasi
dari HFAS London.
3) Mengadakan pengawasan kepada inspektur terhadap kepincangan
yang terjadi yang dilakukan oleh staff dalam menjalankan
tugasnya.
4) Mengadakan pengendalian data dari perkebunan (estate).
g. Inspectorate
1) Meneliti dan mengawasi tanaman secara langsung ke lapangan.
2) Mengadakan percobaan – percobaan terhadap tanah, bibit dan
lainnya baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual.
h. Estate Departments
1) Membuat laporan bulanan dan tahunan.
2) Memperkirakan pengeluaran tahunan.
3) Menunjukkan hasil panen bulanan dan laporan hasil panen tengah
4) Mengatur peredaran uang tunai.
5) Membuat laporan rutin ke pemerintahan.
6) Membuat perbandingan harga tiap bulan.
7) Mengurus penjualan bibit.
8) Mengatur pemakaian modal.
9) Mengurus pembelian.
10)Menganalisa daun tanaman.
i. Bahlias Research Station
1) Meneliti dan mengawasi tanaman secara langsung ke lapangan.
2) Meneliti dan mengadakan percobaan – percobaan terhadap tanah,
bibit, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual.
j. Seed Production Section
Bertugas khusus untuk memproduksi benih seperti sawit, cokelat dan karet
baik untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual.
k. Tissue Culture
1) Melakukan pengembangan bibit dengan menggunakan kultur
jaringan.
2) Melakukan penelitian atas bibit – bibit tersebut.
l. Management Department
1) Mengadakan perencanaan tenaga kerja, training, kenaikan pangkat
sampai pada masalah pemberhentian sampai pensiun.
2) Menguasai segala macam sekretariat, pengaturan perjalanan tamu
3) Mengurus hal yang berhubungan dengan hukum, agrarian,
perizinan, dan keamanan.
4) Bertindak sebagai Public Relation perusahaan.
5) Mengawasi masalah umum di dalam perusahaan baik itu masalah
karyawan, staff maupun masyarakat yang mempunyai hubungan
dengan perusahaan.
m.Training Section
1) Merencanakan training.
2) Mengadakan pelatihan – pelatihan kepada tenaga kerja yang baru
maupun yang lama baik staff maupun karyawan.
n. General and Home Affect
Menangani dan mengendalikan masalah dan gangguan yang terjadi di rumah/kediaman
atau dimana saja untuk para dewan komisaris, presiden direktur dan direktur.
o. Clinic Section
Menangani pengobatan para staff dan karyawan kantor di klinik – klinik dan juga
pelayanan yang diberikan oleh medis yang disediakan perusahaan.
p. Drafting Section
1) Membuat gambar bangunan dan pabrik.
2) Membuat peta – peta kebun Commodity Section.
3) Menerima pesanan konsumen terhadap hasil produksi yaitu kelapa
sawit, karet dan cokelat.
q.Estates Department
1) Melakukan evaluasi terhadap tugas inspectur.
2) Melakukan pengontrolan data perkebunan.
3) Bertanggung jawab terhadap kegiatan bidang tanaman.
4) Mengevaluasi cara kerja para pegawai dan staf yang meneliti
tanaman.
r.Develop Office
Bertanggung jawab atas lahan yang akan digunakan untuk penanaman
bibit.
s.Personnel Section (Personalia)
1) Mendokumentasikan kartu dan berkas staff dan pegawai.
2) Melakukan pengangkatan dan pemberhentian staff, pegawai dan
buruh.
3) Mengurus acara – acara keagamaan.
4) Mengurus biaya perjalanan untuk staff kantor pusat.
5) Mempersiapkan dokumen dan izin yang diperlukan baik untuk
karyawan maupun pihak luar.
6) Memeriksa dan mengontrol rekening pengobatan pada klinik
perusahaan.
t.Public Relation/Security
1) Sebagai utusan/perwakilan perusahaan untuk menghadiri undangan
2) Mewakili perusahaan dalam pameran dan promosi yang dilakukan
oleh perusahaan.
3) Mengangani masalah – masalah yang terbaik baik di kantor
maupun di perkebunan seperti demonstrasi dan sekaligus juga
sebagai pihak yang mengamankan situasi.
u. General Affairs Department
Berfungsi sebagai bagian umum yang tugasnya untuk memberikan
pelayanan di bagian umum seperti membuat surat – surat dinas, surat
perjalanan dinas, cuti pegawai, kesehatan, keagamaan, olahraga, humas,
serta bidang – bidang umum lainnya.
4.1.3. Karyawan PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk, kantor pusat Medan
Kantor besar PT. PP London Sumatera Indonesia,Tbk Medan memperkerjakan
307 pegawai, yang terdiri dari 150 staff dan 157 non staff yang masing – masing
ditempatkan sesuai dengan kualitas atau pendidikan yang dimiliki masing – masing
karyawan atau staff tersebut.
4.1.4. Pendapatan dan jamsostek karyawan
Pendapatan diterima oleh setiap karyawan adalah secara bulanan, yang diterima
berdasarkan satu bulan kerja ditambah dengan waktu lembur karyawan bekerja.
Dalam meningkatkan kesejahteraan karyawannya, PT. PP London Sumatera Indonesia
Tbk, kantor pusat Medan juga memberikan jaminan social tenaga kerja (Jamsostek)
kepada seluruh karyawannya berupa jaminan kecelakaan, kesehatan, kematian, dan hari
tua. Pihak perusahaan memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja dari para
kesehatan dan keselamtan kerja dari para karyawannya tersebut sangat mempengaruhi
tingkat produktivitas dari karyawan tersebut dan kesinambungan perusahaan pada
akhirnya.
4.2. Analisa data hasil penelitian
4.2.1. Tingkat pendapatan karyawan per bulan
Pendapatan diberikan secara bulanan kepada karyawan oleh perusahaan. Besarnya
pendapatan yang diberikan pada masing – masing karyawan berbeda sesuai dengan
pengalaman atau masa kerja karyawan dan tingkat pendidikan karyawan yang
bersangkutan. Adapun distribusi responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2.1
Distribusi Responden Menurut Tingkat Upah Per Bulan
NO. Upah /bulan (Rp.) Jumlah Responden
(orang) Persentase (%)
1 1.000.000 - 1.499.000 7 23,33
Sumber : Data olahan ( Kuesioner )
Dari data diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 23,33 persen atau 7 orang yang berada
sedangkan hanya 10,00 persen atau 3 orang dari seluruh responden yang tertinggi
pendapatannya yakni sebesar Rp 4100.000.
4.2.2. Pengalaman / masa kerja
Pengalaman atau masa kerja disini adalah lamanya seseorang karyawan bekerja
pada PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk, kantor pusat Medan hingga waktu
penelitian ini dilakukan.
Tabel 4.2.2
Distribusi Responden Menurut Pengalaman atau Masa Kerja
NO. Masa Kerja (tahun) Jumlah Responden
(orang) Persentase (%)
1 1 – 3 18 60,00
Sumber : Data olahan ( Kuesioner )
Masa kerja bervariasi antara setahun hingga 12 tahun, namun yang dominan adalah
karyawan yang bekerja pada perusahaan hanya berkisar antara satu tahun sampai tiga
tahun, yakni sebesar 60 %, sedangkan untuk karyawan yang bekerja paling lama hanya
3,33 persen atau 1 orang dari 30 responden yang disurvei. Banyak faktor yang
mempengaruhi lamanya seseorang karyawan bekerja, salah satunya adalah kelangsungan
perusahaan, pendapatan atau kompensasi yang diberikan serta perhatian perusahaan
4.2.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan manusia pada umumnya memyebabkan daya kreativitas manusia
dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan responden dalam penelitian ini adalah
bervariasi menurut jenjang pendidikan yang ada yaitu dari SMU / SMK hingga perguruan
tinggi
Tabel 4.2.3
Distirbusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
NO. Jenjang Pendidikan Jumlah Responden
(orang) Persentase (%)
1 SD - -
2 SMP - -
3 SMU 13 43,33
4 Perguruan Tinggi 17 56,66
Total 30 100,00
Sumber : Data olahan ( Kuesioner )
Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat pekerja sekarang sudah lebih baik
dibandingkan dulu, hal tersebut mungkin karena pemerintah telah menerapkan program
waji belajar sembilan tahun, dan program peningkatan mutu sumber daya manusia.
Berdasarkan hasil survey sebesar 43,33 persen responden telah sekolah hingga SMU atau
SMK, sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi sebesar 56,66 persen atau 17 orang dari
30 responden. Hal ini disebabkan karena adanya keinginan dari perusahaan dan
karyawannya untuk bersaing didalam mencapai kemakmuran perusahaan dan kehidupan
4.3. Pengujian dan Interpretasi Model
Pengaruh pengalaman atau masa kerja dan tingkat pendidikan terhadap
pendapatan karyawan PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk, kantor pusat Medan dapat
dijelaskan terlebih dahulu dengan fungsi matematika sebagai berikut:
Y = f ( X1, X2) ………(1.1)
Fungsi di atas kemudian dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika berikut ini:
Y = + 1X1 + 2X2 + ………(1.2)
Dimana:
Y = Pendapatan karyawan per bulan (rupiah)
X1 = Pengalaman atau masa kerja (tahun)
X2 = Tingkat pendidikan (dummy variable)
SD : 1, SMP : 2, SMU: 3, dan PT/Akademi: 4
α = Konstanta
1... 2 = Koefisien regressi
= Kesalahan pengganggu
Dari hasil pengolahan data dengan memakai program Eviews 4.1, maka diperoleh
Tabel 4.3 : Hasil Regresi Linier
Variabel Dependen : Pendapatan Karyawan Per Bulan
Varibel Koe
Dependent variable: pendapatan karyawan per bulan
Y = -2121437 + 299782,4X1 + 929119,0X2
Std. Error 526922,9 41648,67 160548
t-Stat -4,026086 7,197887 5,787151
F-stat 78,42 Durbin-Watson stat : 1,61
Pengalaman kerja karyawan (X1)
Pengalaman kerja karyawan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat
pendapatan karyawan per bulan. Koefisien sebesar 299782,4 menjelaskan bahwa setiap
bertambahnya pengalaman kerja (X1) 1 tahun, maka pendapatan akan meningkat
sebanyak 299782,4, cateris paribus.
Tingkat pendidikan (X2)
Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat
pendapatan karyawan. Koefisien sebesar 929119,0 menjelaskan bahwa setiap ada
peningkatan jenjang pendidikan (X2), maka tingkat pendapatan juga akan naik sebesar
929119,0, cateris paribus.
4.3.1. Uji Statistik
Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui pangaruh dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui pengaruh nyata/tidaknya
masing-masing variabel tersebut, baik secara parsial maupun serentak dapat dilakukan
dengan uji “t” dan uji “F” berikut ini.
Variabel X1 (pengalaman kerja karyawan)
Hipotesis : Ho : b1 = 0
Ha : b1≠ 0
Kriteria : Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel
Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel
)
Gambar 4.3.1.1: Uji t-Statistik pada variabel pengalaman kerja
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar
variabel X1 (pengalaman kerja) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
variabel Y (tingkat pendapatan karyawan) pada tingkat kepercayaan 95%.
Variabel X2 (Tingkat pendidikan karyawan)
Hipotesis : Ho : b2 = 0
: Ha : b2≠ 0
Kriteria : Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel
Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel
)
Gambar 4.3.1.1: Uji t-Statistik pada variabel tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar
variabel X2 (Tingkat pendidikan) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap
variabel Y (Tingkat pendapatan karyawan) pada tingkat kepercayaan 95%.
4.3.2.Uji “F”
Untuk mengetahui apakah variabel bebas (independent variable) berpengaruh
nyata atau tidak secara bersama-sama terhadap variabel terikat (dependent variable) dapat
ditentukan melalui uji F berikut ini.
Hipotesis : Ho : b1 = b2 = 0
Ha : b1≠ b2≠ 0
Kriteria : Ho diterima apabila F-hitung < F-tabel
Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel