• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kualitas Tidur Dengan Konsentrasi Pada Mahasiswa Angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kualitas Tidur Dengan Konsentrasi Pada Mahasiswa Angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

MELLISSA CYINTIA WILLIAM 090100184

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

MELLISSA CYINTIA WILLIAM 090100184

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Kualitas Tidur dengan Konsentrasi pada Mahasiswa Angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Nama : Mellissa Cyintia William NIM : 090100184

Pembimbing Penguji

dr. Yetty Machrina, M.Kes

NIP. 197903242003122002 NIP. 195304171980032001 Prof. Dr. dr. Rozaimah Z. Hamid, M.S.,Sp.FK

NIP. 197812072008012013 dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL

Medan, 31 Desember 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220198110100

(4)

ABSTRAK

Konsentrasi seseorang mempengaruhi hasil aktivitas seseorang dan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah kualitas tidur. Dewasa ini, banyak individu yang memiliki waktu tidur yang kurang. Hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas tidur individu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah ada

hubungan antara kualitas tidur dan konsentrasi pada mahasiswa-mahasiswi angkatan 2009 Fakultas Kedokteran USU Medan.

Penelitian ini menggunakan metode analitik dan desain cross sectional. Jumlah sampel 46 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan diambil dengan cara quota sampling. Data diambil dengan cara wawancara yang dipandu oleh

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan dilanjutkan dengan Stroop test. Analisis data dilakukan dengan program SPSS Statistic Package for Social Science

(SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki kualitas tidur dan konsentrasi yang baik adalah 18 orang (39,13%), responden dengan kualitas tidur baik dan konsentrasi buruk adalah 13 orang (28,26%), responden dengan kualitas tidur buruk dan konsentrasi baik adalah 10 orang (21,73%), dan responden dengan kualitas tidur dan konsentrasi buruk adalah 5 orang (10,86%). Berdasarkan hasil uji chi square, dijumpai tidak terdapat hubungan yang

(5)

ABSTRACT

An individu concentration’s effect the result of one’s activity and is influenced by many things, one of them is the quality of sleep. These days, many people don’t have enough sleep. This of course effect their quality of sleep. The purpose of this research is to see if there is a link between the quality of sleep and concentration in medical students of 2009 year of north sumatera medical faculty in Medan. This research use analytical method and cross sectional design. The number of sampel is 46 people whom had fulfilled the inclusion and exclusion criteria and taken with quota sampling. The data taken by interview using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) as guide and continued by Stroop test. Data analysis is done with the Statistic Package for Social Science (SPSS ) program.

The research result shows that the number of respondent with good quality of sleep and concentration is 18 people (39,13%), good quality of sleep and bad concentration is 13 people (28,26%), bad quality of sleep and good concentration is 10 people (21,73%), and bad quality of sleep and concentration is 5 people (10,86%). Based by chi square test result, there’s no significant link between quality of sleep and concentration (p=0,575).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Hubungan Kualitas Tidur dengan Daya konsentrasi pada Mahasiswa Angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara” sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran, Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian proposal penelitian ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Orang tua penulis yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan mendoakan dan mendukung penulis menyelesaikan laporan penelitian dan pendidikan penulis.

2. dr. Yetty Machrina, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan banyak pengarahan dan masukan bagi penulis sehingga penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ atas dukungan materi, pengarahan dan masukan yang telah diberikan bagi penulis sehingga penulisan proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. dr. Rina Amelia atas dukungan materi, pengarahan dan masukan yang telah diberikan bagi penulis sehingga penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS, SpFK dan dr. Devira Zahara, SpTHT selaku dosen penguji, yang telah memberikan pengarahan dan masukan yang telah diberikan bagi penulis sehingga penulisan laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan proposal penelitian ini.

7. Abang senior angkatan 2008, Andy Susilo, yang telah memberikan nasehat dan dukungan materi bagi penulis dalam menjalani pendidikan dan penulisan proposal penelitian.

8. Rekan-rekan angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan materi dan moril pada penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

(7)

membangun demi perbaikan laporan penelitian ini sehingga dapat menjadi lebih baik di kemudian hari.

Medan, 5 Desember 2012

(8)

Daftar Isi

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran... x

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 4

2.1. Definisi Tidur ... 4

2.2. Pola Tidur ... 6

2.3. Tahap-Tahap Tidur ... 9

2.4. Siklus Tidur-Terjaga ... 13

2.5. Efek Psikologis Tidur ... 14

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur ... 15

2.7. Sistem Limbik ... 17

2.7.1. Anatomi Sistem Limbik ... 17

2.7.2. Fungsi Sistem Limbik ... 19

2.7.3. Fungsi “Reward” dan “Punishment” dari Sistem Limbik ... 20

2.7.4. Pusat Hadiah dan Hukuman ... 20

2.7.5. Amarah dan Asosiasinya dengan Pusat Hukuman ... 20

2.7.6. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Perilaku ... 21

2.7.8. Efek Sedativa pada Pusat Hadiah dan Hukuman ... 21

2.7.9. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Pembelajaran dan Memori-Kebiasaan vs Penguatan ... 21

2.8. Perhatian ... 22

2.8.1. Perhatian Selektif ... 22

2.8.2. Kapasistas Perhatian ... 23

(9)

2.9. Stroop Test ... 23

2.10. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) ... 23

Bab 3 Kerangka Konsep dan Definisi Operasional ... 26

3.1. Kerangka Konsep ... 26

3.2. Definisi Operasional ... 26

3.2.1. Kualitas Tidur ... 26

3.2.2. Daya Konsentrasi ...26

3.3. Hipotesis ... 26

Bab 4 Metode Penelitian ... 27

4.1. Jenis Penelitian ... 27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel ... 27

4.3.1. Populasi ... 27

4.3.2. Sampel ... 27

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 29

Bab 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 30

5.1. Hasil Penelitian ... 30

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

5.1.2. Distribusi Responden Penelitian ... 30

5.2. Hasil Analisa Data Statistik ... 34

5.3. Pembahasan ... 37

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 30 5.2. Distribusi Responden berdasarkan Lama Waktu Tidur 31 5.3. Distribusi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas

Tidur 31

5.4. Distribusi Responden berdasarkan Perasaan Saat Bangun

Tidur 33

5.5. Distribusi Responden berdasarkan Konsentrasi 34 5.6. Distribusi Responden berdasarkan Kualitas Tidur 34 5.7. Hubungan Konsentrasi dan Kualitas Tidur Responden 34 5.8. Hubungan Konsentrasi dan Jenis Kelamin Responden 35 5.9. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram homeostat tidur dan waktu circadian 6 2.2. Gelombang otak pada tahap-tahap tidur 13

2.3. Anatomi sistem limbik 18

2.4. Lokasi sistem limbik berdasarkan letak hypothalamus 19

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Lembar Penjelasan Lampiran 3. Informed Consent Lampiran 4. Kuesioner kualitas tidur Lampiran 5. Score PSQI

Lampiran 6. Stroop test mini cards Lampiran 7. Kuesioner stres Lampiran 8. Score kuesioner stres Lampiran 9. Data Penelitian

(13)

ABSTRAK

Konsentrasi seseorang mempengaruhi hasil aktivitas seseorang dan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah kualitas tidur. Dewasa ini, banyak individu yang memiliki waktu tidur yang kurang. Hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas tidur individu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah ada

hubungan antara kualitas tidur dan konsentrasi pada mahasiswa-mahasiswi angkatan 2009 Fakultas Kedokteran USU Medan.

Penelitian ini menggunakan metode analitik dan desain cross sectional. Jumlah sampel 46 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan diambil dengan cara quota sampling. Data diambil dengan cara wawancara yang dipandu oleh

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan dilanjutkan dengan Stroop test. Analisis data dilakukan dengan program SPSS Statistic Package for Social Science

(SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki kualitas tidur dan konsentrasi yang baik adalah 18 orang (39,13%), responden dengan kualitas tidur baik dan konsentrasi buruk adalah 13 orang (28,26%), responden dengan kualitas tidur buruk dan konsentrasi baik adalah 10 orang (21,73%), dan responden dengan kualitas tidur dan konsentrasi buruk adalah 5 orang (10,86%). Berdasarkan hasil uji chi square, dijumpai tidak terdapat hubungan yang

(14)

ABSTRACT

An individu concentration’s effect the result of one’s activity and is influenced by many things, one of them is the quality of sleep. These days, many people don’t have enough sleep. This of course effect their quality of sleep. The purpose of this research is to see if there is a link between the quality of sleep and concentration in medical students of 2009 year of north sumatera medical faculty in Medan. This research use analytical method and cross sectional design. The number of sampel is 46 people whom had fulfilled the inclusion and exclusion criteria and taken with quota sampling. The data taken by interview using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) as guide and continued by Stroop test. Data analysis is done with the Statistic Package for Social Science (SPSS ) program.

The research result shows that the number of respondent with good quality of sleep and concentration is 18 people (39,13%), good quality of sleep and bad concentration is 13 people (28,26%), bad quality of sleep and good concentration is 10 people (21,73%), and bad quality of sleep and concentration is 5 people (10,86%). Based by chi square test result, there’s no significant link between quality of sleep and concentration (p=0,575).

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang:

Sejak tahun 2006, Fakultas Kedokteran mengalami perubahan model pembelajaran sesuai dengan tetapan program dokter di Indonesia berupa standar kompetensi. Model kurikulum yang sesuai adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini berarti pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus dicapai mahasiswa (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Dalam sistem KBK yang menuntut penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan, mahasiswa dituntut untuk dapat belajar mandiri mengenai materi yang menjadi kompetensinya. Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mengarahkan proses belajarnya, karena mahasiswa mengetahui sejak awal kompetensi yang harus dikuasai di akhir pendidikan sehingga proses pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, KBK dilaksanakan dengan membagi mahasiwa ke dalam dua waktu. Kedua waktu tersebut terdiri dari dua kelas pada masing-masing waktu dan dilaksanakan secara pararel.

Waktu yang pertama, pagi hari, terdiri dari dua kelas, yaitu kelas A1 dan A2. Kelas A memiliki mayoritas jadwal kuliah pada pagi hari, skill lab dan praktikum pada siang hari, dan waktu mandiri pada sore dan malam hari.

Waktu yang kedua, siang hari, terdiri dari dua kelas, yaitu kelas B1 dan B2. Kelas B memiliki mayoritas jadwal kuliah pada siang ataupun sore hari, skill lab dan praktikum pada pagi hari, dan waktu mandiri pada sore ataupun malam hari.

(16)

Selain tugas-tugas yang menyertai kegiatan belajar mengajar, mahasiswa angkatan 2009 juga memiliki karya tulis ilmiah yang harus diselesaikan. Dalam penyelesaiannya, mereka tentu harus lebih banyak membaca, bimbingan dengan dosen pembimbing, mensurvei lapangan dan kegiatan lainnya yang dapat menunjang penyelesaian penyusunan karya tulis ilmiah tersebut.

Penyelesaian tugas yang menyertai kegiatan belajar-mengajar dan karya tulis ilmiah disertai dengan kegiatan pribadi mahasiswa sendiri, tentu memerlukan waktu yang banyak dalam penyelesaiannya. Sehingga dapat kita lihat bahwa mahasiswa angkatan 2009 memiliki waktu yang terbatas yang dapat digunakan untuk beristirahat.

Dari 103 mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanya, didapatkan bahwa jumlah waktu yang digunakan untuk tidur rata-rata adalah 6 jam. Orang dewasa memerlukan waktu tidur 7-8 jam per hari agar dapat berfungsi secara efektif (Robotham, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kuantitas tidur mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kurang satu jam dari waktu tidur efektif.

Tidur mempengaruhi kemampuan kita dalam menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita baca, dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan (Robotham, 2011).

Konsentrasi dan pemahaman seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh neurotransmitter serotonin yang konsentrasinya berkurang pada saat kurang tidur. Sehingga untuk mendapatkan konsentrasi serotonin yang adekuat dan seimbang, diperlukan kualitas tidur yang baik (Robotham, 2011).

Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah keadaan ruang tidur, peralatan yang digunakan saat tidur, posisi tidur, ada atau tidaknya depresi ataupun gangguan tidur, dan lama tidur. Walaupun lama tidur mempengaruhi efektivitas aktivitas saat terjaga, kualitas tidur lebih berperan dalam efektivitas saat terjaga (Smith, 2012; Mote, 2010).

(17)

perhatian selektif individu yang tentunya berbeda satu individu dengan individu lain (Guyton, 2005).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dan konsentrasi seseorang.

1.2. Rumusan Masalah :

Bagaimana hubungan kualitas tidur mahasiswa FK USU angkatan 2009 dengan daya konsentrasi.

1.3. Tujuan Penelitian : 1.3.1 Tujuan Umum :

Mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap daya konsentrasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009.

1.3.1. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui proporsi kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009.

b. Menilai daya konsentrasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009 menggunakan stroop test.

1.4. Manfaat Penelitian :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Sebagai sumber motivasi untuk menjaga kualitas tidur.

2. Sebagai dasar untuk dapat mengatur waktu belajar lebih baik sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tidur

Tidur bukanlah sebuah pilihan dalam lifestyle, namun merupakan kebutuhan seperti bernapas, makan dan minum. Walaupun tidur sering dipandang sebagai keadaan dimana tubuh tidak aktif, sebenarnya tidur merupakan keadaan aktif, penting dan involunter, dimana tanpanya kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Tidur bukan sekadar keadaan tidak terjaga, karena pada stadium tertentu, penyerapan oksigen oleh otak lebih tinggi dari normal (Robotham, 2011 ; Sherwood, 2001).

Secara primer, tidur memiliki peran tersendiri bagi otak. Tidur menyediakan waktu bagi otak untuk pulih kembali dan beregenerasi. Selama tidur, otak dapat memproses informasi, memperkuat memori, mengelompokkan informasi yang telah ada dan memberikan kesempatan bagi kita untuk belajar dan berfungsi secara efektif pada siang hari (Robotham, 2011).

Tidur juga mempengaruhi kemampuan kita dalam menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita baca, dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan. Selain itu, tidur juga mempengaruhi sistem imun tubuh (Robotham, 2011).

Pada manusia, jumlah jam yang diperlukan seseorang untuk tidur berbeda-beda, tergantung pada faktor-faktor tertentu dan usia mereka. Pada neonatus, waktu yang dibutuhkan rata-rata 15-18 jam dan waktu tidur mereka tidak dipengaruhi oleh siklus pagi dan malam yang disebabkan oleh ketiadaan “circadian ryhthm”. Waktu tersebut akan berkurang hingga 13-14 jam setelah satu tahun. Remaja memerlukan waktu tidur lebih lama daripada orang dewasa, yang dimungkinkan oleh perubahan fisiologis yang sedang terjadi pada tubuhnya (Robotham, 2011; Benaroch, 2012).

(19)

Balita usia 1-3 tahun memerlukan waktu tidur 12-14 jam per hari. Walaupun masih tidur siang, mereka hanya tidur siang sekali sehari dan tidak lagi tidur siang pada pagi hari (Benaroch, 2012).

Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun memerlukan waktu tidur 10-12 jam per hari. Waktu tidur siang mereka makin lama makin sedikit dan umumnya pada usia 5 tahun, anak tidak lagi tidur siang (Benaroch, 2012).

Anak usia 7-12 tahun memerlukan waktu tidur 10-11 jam per hari. Pada usia tersebut, aktivitas sehari-hari membuat mereka tidur makin larut dan rata-rata hanya tidur sekitar 9 jam (Benaroch, 2012).

Remaja usia 12-18 tahun memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari. Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa kanak-kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja memerlukan waktu tidur yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tuntutan sosial membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan kualitas tidur yang sesuai (Benaroch, 2012).

Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu tidur 7-8 jam per hari. Sedangkan lansia cenderung memerlukan waktu 6-7 jam per hari dengan tidur siang yang lebih sering pada siang hari. Waktu untuk tidur pada orang dewasa kebanyakan bervariasi dari tiap orang ke orang, dan umumnya berkisar antara 5-11 jam (Robotham, 2011).

Kurang tidur dapat mengakibatkan dampak negatif. Saat kita terjaga, kita menyimpan suatu keadaan yang disebut ‘sleep debt’ yang dapat diganti hanya melalui tidur. Hal ini diatur oleh suatu mekanisme dalam tubuh yang disebut sebagai “sleep homeostat”, yang mengatur keinginan kita untuk tidur. Jika jumlah ‘sleep debt’ besar, maka “sleep homeostat” akan memberitahukan pada kita bahwa kita perlu tidur lebih banyak (Robotham, 2011).

(20)

persepsi keperluan untuk tidur. Namun, walaupun terdapat persepsi seperti ini, seseorang tersebut tetap menumpuk “sleep debt” yang perlu diganti (Robotham, 2011).

2.2. Pola Tidur

Pola tidur juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan total jumlah waktu tidur. Bayi dan anak-anak cenderung tidur beberapa kali dalam setiap periode 24 jam. Namun seiring dengan pematangan menuju masa-masa sekolah dan dewasa, mereka cenderung tidur dalam satu fase yang lama, waktu tidur siang berkurang dan cenderung tidur sepanjang malam (Robotham, 2011).

Sebuah mekanisme yang disebut dengan “circadian timer” mengatur pola tidur-bangun dan berinteraksi dengan “sleep homeostat”. Rata-rata setiap makhluk hidup memiliki “internal circadian rhythms”, dimana mereka telah beradaptasi dengan siklus siang dan malam hari (Robotham, 2011).

Geophysicist Prancis Jean- Jacques d’Ortous de Mairan adalah orang pertama yang menemukan circadian rhythms pada sebuah eksperimen dengan tanaman pada tahun 1729. Dua abad kemudian, Dr. Nathaniel Kleitman mempelajari efek circadian rhythms pada siklus tidur manusia. Siklus ini bereaksi terutama pada terang dan gelap dan biasanya sedikit lebih lama dari 24 jam (Robotham, 2011).

(21)

Gambar 2.1. Diagram homeostat tidur dan waktu circadian.

Sumber : Robotham, 2011

Serotonin adalah bahan kimia lain yang mempengaruhi tidur dan diproduksi oleh otak yang dipengaruhi oleh pencahayaan. kadar serotonin yang tidak sesuai juga berperan dalam masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Kadar serotonin dalam otak mencapai titik puncak tertinggi saat kita terjaga dan aktif, dan otak memproduksi lebih banyak serotonin saat keadaan sekitar lebih terang. Inilah alasan mengapa kita merasa lebih lelah saat malam hari dan merupakan ide yang bagus untuk memadamkan lampu pada saat kita ingin ataupun mencoba untuk tidur. Sistem imun juga mempengaruhi kadar serotonin sehingga mempengaruhi pola tidur, yang mana menjelaskan mengapa kita tidur lebih banyak bila kita sakit (Robotham, 2011; National Sleep Foundation, 2006).

(22)

dengan lampu buatan, sehingga kita dapat melanjutkan aktivitas hingga larut malam. Orang-orang yang bekerja pada shift malam mungkin ingin mengurangi kadar cahaya yang memapari mereka saat siang hari agar dapat tidur, dan hal ini dapat dicapai dengan menggunakan gorden yang gelap (Robotham, 2011).

Pola tidur sangat bervariasi, beberapa fauna aktif saat siang dan cenderung tidur pada malam hari, dan yang lain aktif pada malam hari dan cenderung tidur pada siang hari. Pada manusia, waktu circadian setiap orang diatur sedikit berbeda; beberapa orang dapat beraktivitas secara maksminal pada pagi hari (larks), yang lainnya saat malam (owls), banyak di antara kita yang berada di antara keduanya (Robotham, 2011).

Beberapa orang mengalami apa yang disebut dengan Circadian Rhythm Sleep Disorder, yang mana sering diasosiasikan dengan masalah kesehatan mental. Orang yang sangat ‘owl’ mungkin memiliki delayed sleep phase syndrome, cenderung untuk tidur dan bangun sangat lambat. Orang yang sangat ‘lark’ mungkin memiliki

advanced sleep phase syndrome, bangun sangat cepat pada pagi hari namun di malam hari sangat mengantuk. Iregularitas ini dapat menjadi masalah, tergantung apa yang coba kita lakukan dalam hidup, walaupun untuk beberapa orang dapat menjadi sebuah aset (Robotham, 2011).

Efek yang mirip sering didapatkan pada orang-orang yang pola tidurnya diganggu oleh faktor eksternal, seperti bekerja pada shift malam secara regular

(terutama setelah bekerja pada shift siang minggu-minggu sebelumnya, disebut juga dengan work shifts disorder). Contoh yang lain adalah jetlag yang diakibatkan oleh perubahan time zones yang tidak sesuai dengan waktu circadian internal. Keduanya merupakan penemuan yang paling sering dari circadian rhythm disorders. Manusia tidak dirancang untuk terjaga pada malam hari dan tidur pada siang hari. Orang-orang yang secara regular bekerja pada shift malam diperkirakan lebih beresiko menderita kanker dan penyakit jantung, rasa mengantuk yang berlebihan, tidur yang buruk, kurang konsentrasi, refleks motorik yang buruk dan lambat, mual dan

(23)

Gangguan tidur dan circadian rhythm juga didapatkan pada orang-orang yang menderita bipolar disorder, walaupun tidak jelas apakah yang bertanggung jawab untuk underlying sleep disturbances adalah circadian timer atau sleep homeostat.

Telah diajukan bahwa perubahan circadian rhythm seseorang dapat menjadi trigger

untuk bipolar disorder, terutama mania (Robotham, 2011).

2.3. Tahap-Tahap Tidur

Pada saat tidur, kita melewati empat tahap non-REM sleep (75-80% total tidur pada dewasa rata-rata) sebelum memulai REM sleep. Proses ini bersifat siklus dan selama tidur dalam satu hari, kita dapat mengalami 4-5 siklus non-REM dan REM

sleep berulang dengan setiap siklus berdurasi 90-110 menit. Para peneliti hanya baru-baru ini mulai mengerti prosesnya, terutama sejak penelitian mengenai tidur dibantu oleh tiga parameter, yaitu :

1. Aktivitas gelombang otak menggunakan electroencephalogram (EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam otak,

2. Tonus otot melalui electromyogram (EMG), dan

3. Pergerakan mata melalui electro-oculogram (EOG) [Robotham, 2011].

Dari ketiga parameter, EEG-lah yang paling penting dalam membantu membedakan tahap-tahap tidur yang berbeda. Ketika terjaga, otak kita memperlihatkan sebuah pola gelombang otak yang dikenal dengan gelombang beta. Gelombang beta memiliki frekuensi tinggi, berarti mereka muncul cukup sering dan bertubi-tubi, tapi rendah amplitudo, berarti mereka cukup kecil (Robotham, 2011).

Saat kita terjaga gelombang-gelombang ini tidak mengikuti pola yang tetap. Hal ini masuk akal karena saat kita terjaga, otak kita sering melakukan beberapa tugas yang berbeda, menstimulasi otak dalam berbagai cara yang berbeda. Ketika kita beristirahat dengan mata tertutup, aktivitas otak kita melambat dan menjadi lebih sinkron, gelombang otak ini dikenal dengan gelombang alpha (Robotham, 2011).

(24)

1. Tahap 1 non-REM

• Merupakan tahap pertama dari lima tahap tidur. • Merupakan bentuk tidur yang ringan.

• Secara esensial merupakan jembatan antara terjaga dan tidur. • Dapat dibangunkan dengan mudah.

• Pernapasan mulai melambat dan otak memproduksi gelombang theta, gelombang yang lebih secil dan rendah dalam frekuensi dari gelombang alpha.

• Aktivitas otot, diukur dengan EMG, menunjukkan pelambatan pergerakan. • Terdapat hypnic jerks, gerakan yang tiba-tiba dan pendek, yang

kadang-kadang membangunkan individu yang tertidur, terutama bila disertai dengan perasaan jatuh, yang dialami orang banyak dari waktu ke waktu.

• Individu mungkin saja mengetahui keadaan sekitarnya, sehingga beberapa orang melaporkan pengalaman out-of body.

2. Tahap 2 non-REM

• Dialami beberapa menit setelah tahap pertama non-REM. • Pola pernapasan dan frekunsi denyut jantung melambat. • Menjadi lebih tidak waspada dengan dunia luar.

• Pergerakan mata berhenti.

• Gelombang theta menjadi lebih lambat dengan bursts of brain activity setiap lebih kurang beberapa menit, bursts of activity ini kadang-kadang dikenal sebagai sleep spindles.

• Memiliki karakteristik aktivitas gelombang otak yang dikenal dengan K-complex, aktivitas EEG bervoltase tinggi dengan sharp downward spike

yang diikuti dengan slower upwardcomponent; kadang-kadang menyerupai sebuah gunung.

(25)

• Seperti tahap pertama, dianggap sebagai tidur yang cukup ringan dan bila dibangunkan mereka akan mengelak telah tertidur.

3. Tahap 3 dan 4 non-REM

• Merupakan tahap terakhir non-REM sleep.

• Individu beralih dari gelombang theta pada tahap 1 dan 2 menjadi gelombang delta, gelombang terbesar dan terlambat.

• Tidak terdapat perbedaan yang pasti antara tahap 3 dan 4, kecuali pada tahap 3, tidur terdiri dari kurang dari 50% gelombang delta dan pada tahap 4 terdiri dari lebih dari 50% gelombang delta. Sehingga sering juga disebut dengan tidur gelombang lambat atau tidur dalam.

• Pernapasan dan frekuensi denyut jantung berada pada level terendah. • Bernapas secara ritmik dan aktivitas otot berkurang.

• Merupakan tipe tidur yang menyegarkan, dan sangat penting dalam membantu otak mengukuhkan apa yang sudah dipelajari pada siang hari. • Ketika dibangunkan, individu melaporkan merasa grogy dan disoriented

selama beberapa menit.

4. REM sleep/ Paradoxial Sleep/ Desynchronized Sleep

• Dialami setelah melewati tahap 3 dan 4 non-REM sleep.

• Pergerakan mata cepat, biasanya dengan mata tertutup seperti yang telah ditemukan oleh Nathaniel Kleitman and Eugene Aserinsky pada tahun 1953. • Gelombang otak mirip dengan saat kita beristirahat walaupun berada dalam

keadaan tidur.

• Aktivitas otak cukup tinggi dan dapat meningkatkan metabolisme otak hingga 20%.

• Frekuensi pernapasan dan tekanan darah meningkat.

• Frekuensi pernapasan dan detak jantung menjadi tidak beraturan, hal ini menunjukkan fase mimpi.

(26)

• Mata bergerak cepat walaupun terdapat inhibisi kuat pada peripheral musle.

• Merupakan tahap tidur yang cukup dangkal.

• Rata-rata berlangsung selama 5-30 menit dan 3-5 episode setiap malam. • Sulit dibangunkan dengan stimulus sensorik daripada tidur dalam, namun

pada pagi hari bangun selama spontan selama masa REM sleep. • Dimulai 70-90 menit setelah tertidur.

• Mendominasi 25% waktu tidur individu.

• Dapat mengalami mimpi karena bagian otak yang mengatur emosi, sensasi dan ingatan menjadi lebih aktif.

(27)

Gambar 2.2. Gelombang otak pada tahap-tahap tidur Sumber : Robotham, 2011

Tidur yang buruk tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah total tidur, tetapi juga oleh kualitas tidur dan jumlah waktu yang dipergunakan untuk terjaga. Tidur yang baik mencakup kelima tahap yang telah dibahas sebelumnya, dengan waktu yang cukup pada tahap tidur dalam (Robotham, 2011).

2.4. Siklus Tidur-Terjaga

Siklus tidur-terjaga yang pasti belum dapat dipastikan mekanismenya. Para peneliti hanya dapat membiarkan daya imajinasi mereka bekerja dan menghasilkan sebuah postulat tentang siklus tidur-terjaga (Guyton, 2005).

Ketika pusat tidur tidak aktif, mesencephalic dan bagian atas pontile reticular activating nuclei dilepaskan dari inhibisi, membiarkan reticular activating nuclei

(28)

untuk mengaktifkannya lebih jauh. Oleh sebab itu, saat proses terjaga dimulai, terjadi kecenderungan untuk menahan dirinya yang disebabkan oleh aktivitas feedback

positif tersebut (Guyton, 2005).

Setelah otak aktif selama beberapa jam, diperkirakan bahwa neuron-neuron di

activating system juga menjadi lelah. Akibatnya, siklus feedback positif pada

mesencephalic reticular nuclei dan cerebral cortex menghilang perlahan-lahan, dan efek sleep-promoting pada pusat tidur mengambil alih, mengarah ke transisi yang cepat dari terjaga kembali ke tidur (Guyton, 2005).

Teori ini dapat menjelaskan transisi yang cepat dari tidur ke terjaga dan terjaga ke tidur. Ia juga dapat menjelaskan proses arousal, insomnia yang terjadi ketika pikiran seseorang penuh pikiran, dan keadaan terjaga yang dihasilkan oleh aktivitas fisik tubuh (Guyton, 2005).

2.5. Efek Psikologis Tidur

Tidur menyebabkan dua tipe efek psikologik utama, yaitu efek pada sistem saraf dan efek pada sistem fungsional tubuh. Efek pada sistem saraf tampaknya jauh lebih penting sebab jika seseorang memiliki spinal cord di leher yang terpotong (sehingga tidak memiliki siklus tidur-terjaga di bawah perpotongan tersebut), tidak menunjukkan efek berbahaya yang dapat berperan langsung pada siklus tidur-terjaga (Guyton, 2005).

Namun, kurang tidur secara pasti mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat. Terjaga yang terlalu lama sering diasosiasikan dengan malfungsi progresif proses berpikir dan kadang-kadang menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton, 2005).

(29)

perlahan-lahan akan kehilangan baseline operasinya. Maka beralasan mengasumsikan bahwa efek yang sama akan muncul pada sistem saraf pusat sebab penggunaan berlebihan pada beberapa area tertentu otak dapat secara mudah membuat area-area ini tidak seimbang dengan sistem saraf yang lainnya (Guyton, 2005).

Kita dapat mempostulatkan bahwa secara prinsip, nilai tidur adalah mengembalikan keseimbangan alami pusat saraf. Fungsi psikologis spesifik tidur tetaplah merupakan sebuah misteri, dan mereka adalah subjek penelitian selanjutnya (Guyton, 2005).

2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat terjaga, termasuk kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi, kreativitas, tanda vital fisik dan bahkan berat badan (Smith, 2012). Oleh sebab itu, kualitas tidur hendaklah dijaga agar tetap baik.

Kualitas tidur sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar tidur, ada tidaknya stres, ada tidaknya masalah psikologis (seperti depresi, stres, schizophernia, dan lain-lain), aktivitas yang dilakukan saat siang hari, obat dan makanan yang dikonsumsi saat siang hari dan lainnya.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk (Robotham, 2011; Mote, 2010):

• Gangguan tidur, terutama Insomnia (ketidakmampuan untuk tidur baik mulai tidur ataupun tetap tidur dalam periode beberapa hari)

“Sleep debt” yang terlalu banyak hingga terdapat kelelahan fisik dan mental yang disertai dengan iritabilitas

• Hidung tersumbat • Osteoporosis • Diabetes

(30)

• Mimpi buruk (dapat karena trauma pada masa kecil ataupun depresi berkepanjangan)

• Kafein (menstimulasi CNS, meingkatkan frekuensi detak jantung dan sekresi adrenalin dan menekan sekresi melatonin)

• Alkohol (membantu individu tidur namun mengganggu kualitas tidur dengan efek diuretiknya)

• Nikotin (membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memasuki tahap-tahap tidur dan tortal waktu tidur yang kurang (sekitar 14 menit berkurang setiap malamnya))

• Mengonsumsi gula sintesis dalam jumlah besar.

Beberapa faktor yang dapat memperbaiki kualitas tidur (Robotham, 2011; Soong, 2011):

• Mengonsumsi sedikit makanan ringan agar perut tidak kosong

• Mengonsumsi makanan yang mungkin dapat memberikan efek mengantuk. Contoh :

o Nasi dan gandum mengandung sedikit melatonin yang meningkatkan

keinginan untuk tidur

o Produk olahan susu, mengandung asam amino tryptophan, membantu

dalam produksi melatonin

• Olahraga yang teratur terutama pada pagi-siang hari, seperti jogging atau bersepeda ringan

• Mengondisikan kamar tidur hingga nyaman. Misalnya, ruang tidur dikondisikan tenang, remang atau gelap, hangat, ventilasi baik, kasur dan peralatannya yang sesuai dengan kesenangan individu.

• Kebersihan ruangan dan diri individu sendiri saat tidur

• Posisi tidur yang nyaman. Umumnya adalah posisi miring ke kanan.

• Hipnotis dan obat-obatan (temazepam, benzodiazepine). Namun, dapat terjadi ketergantungan, (fisikal dan psikologikal) ataupun withdrawal symptoms

(31)

National Institure for Health and Clinical Excellence menyarankan cara tersebut hanya dipakai sebagai jalan terakhir setelah cara-cara lain telah dicoba dan gagal dengan waktu maksimum 2-4 minggu.

2.7. SISTEM LIMBIK

2.7.1 Anatomi Sistem Limbik

Sistem limbik mengacu pada sebuah cincin struktur-sruktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan dihubungkan satu sama lain oleh jalur-jalur saraf yang rumit (Tortora, 2009).

Komponen utama dari sistem limbik adalah (Tortora, 2009) :

Limbic lobe yang merupakan tepi cerebral cortex bagian permukaan medial dari setiap hemisfer. Bagian ini mencakup cingulate gyrus, yang terletak di atas corpus callosum, dan parahippocampal gyrus, yang terletak di bawah lobus temporalis. Hippocampus merupakan bagian parahippocampal gyrus

yang meluas hingga bagian dasar lateral ventricle.

Dentate gyrus yang terletak di antara Hippocampus dan parahippocampal gyrus.

Amygdala yang terdiri dari beberapa kelompok neuron dan terletak dekat bagian ekor nukleus caudatus.

Septal nuclei yang terletak dalam septal area, dibentuk oleh bagian-bagian tubuh di bawah corpus callosum dan paraterminal gyrus.

Mammillary bodies hypothalamus merupakan dua massa bulat dekat midline di

cerebral peduncles.

Anterior nucleus dan medial nucleus thalamus.

Olfactory bulbs merupakan badan yang rata dari olfactory pathway yang teletak di cribriform plate.

(32)
[image:32.612.137.502.117.369.2]

Gambar 2.3. Anatomi sistem limbik Sumber : Guyton, 2005

Kunci posisi Sistem limbik adalah (Guyton, 2005):

• Sistem limbik dikelilingi oleh limbic cortex,yang terdiri dari sebuah cincin dari

cerebral cortex di setiap sisi otak.

• Dimulai dari orbitofrontal area di permukaan ventral lobus frontalis, • Menyebar ke atas ke dalam subcallosal gyrus,

• Di atas corpus callosum ke aspek medial hemisfer cerebral di cingulate gyrus, • Melewati bagian belakang corpus callosum dan ke bawah menuju permukaan

(33)
[image:33.612.210.429.118.313.2]

Gambar 2.4. Lokasi sistem limbik berdasarkan letak hypothalamus Sumber : Guyton, 2005

2.7.2 Fungsi Sistem Limbik

Sistem limbik kadang-kadang disebut sebagai “otak emosional” karena berperan penting dalam emosi, termasuk kesenangan, nyeri, kepatuhan, suka, takut dan marah. Selain itu, sistem limbik juga berperan dalam penciuman dan daya ingat (Guyton, 2005).

Percobaan experimental pada hewan coba menunjukkan bahwa stimulasi daerah yang berbeda pada sistem limbik akan menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Stimulasi pada amydala atau bagian nukleus tertentu dari hypothalamus kucing memproduksi rasa takut dan pola perilaku yang disebut sebagai amarah. Kucing tersebut menunjukkan cakarnya, menaikkan ekornya, membuka lebar matanya, mendesis dan meludah. Sebaliknya, bila amydala diangkat, akan dihasilkan hewan yang tidak takut dan bersifat agresif. Individu yang amydala-nya rusak gagal untuk mengenal ekspresi takut pada yang lain ataupun mengekspresikan rasa takut pada situasi yang sesuai (Guyton, 2005).

(34)

2.7.3 Fungsi “Reward” dan “Punishment” dari Sistm Limbik

Beberapa struktur limbik lebih mengatur masalah perasaan alamiah, baik perasaan senang ataupun tidak senang. Kualitas perasaan ini disebut juga sebagai hadiah atau hukuman, atau kepuasan ataupun kebencian. Stimulasi elektrik daerah limbik tertentu menyenangkan atau memuaskan hewan, dimana stimulasi elektrik pada daerah yang lain menyebabkan teror, nyeri, takut, pertahanan, reaksi melarikan diri, dan elemen-elemen hukuman lain. Kekuatan stimulasi dari kedua sistem repon yang berlawanan ini sangat mempengaruhi perilaku hewan (Guyton, 2005).

2.7.4. Pusat hadiah dan hukuman

Pusat hadiah utama berlokasi pada sepanjang medial forebrain bundle, terutama daerah lateral dan ventromedial nuclei of the hypothalamus. Cukup aneh bahwa nukleus lateral termasuk dalam pusat hadiah, sebab stimulus yang lebih kuat pada area ini dapat menyebabkan amarah. Hal ini benar pada beberapa daerah, dengan stimulus yang lebih lemah memberikan perasaan hadiah dan sedangkan yang lebih kuat memberikan perasaan hukuman. Pusat hadiah yang lain, mungkin sekunder dari yang utama di hypothalamus ditemukan pada septum, amydala, daerah tertentu di

thalamus dan basal ganglia, dan menyebar ke bawah ke dalam basal tegmentum mesencephalon (Guyton, 2005).

Sedangkan daerah yang paling berpotensi untuk hukuman dan kecenderungan melarikan diri adalah daerah pusat abu-abu yang mengelilingi aque-duct of Sylvius

pada mesencephalon dan menyebar ke atar ke dalam zona periventrikular hypothalamus dan thalamus. Daerah hukuman sekunder ditemukan pada beberapa lokasi di amydala dan hippocampus. Cukup menarik bahwa pusat hukuman secara berkala menghambat pusat hadiah dan kepuasan secara total, menggambarkan bahwa hukuman dan ketakutan lebih penting daripada kepuasan dan hadiah (Guyton, 2005).

2.7.5. Amarah dan Asosiasinya dengan Pusat Hukuman

Stimulasi yang kuat pada pusat hukuman otak, terutama pada zona

(35)

ekornya, mendesis, meludah, growl, mengembangkan piloereksi, mata terbuka lebar, dan dilatasi pupil. Selain itu, provakasi yang sangat ringan sekalipun dapat menyebabkan penyerangan agreasif yang segera. Perilaku tersebut merupakan hal yang dipercayai ditunjukkan oleh hewan yang dihukum berat, dan pola tersebut disebut sebagai amarah (Guyton, 2005).

Untungnya, pada hewan normal, fenomena amarah tersebut dipertahankan dalam keadaan stabil terutama oleh penghambatan signal ventromedial nuclei of the hypothalamus. Sebagai tambahan, bagian hippocampus dan korteks limbik anterior, terutama pada anterior cingulate gyri dan subcallosal gyri membantu menekan fenomena amarah tersebut (Guyton, 2005).

2.7.6. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Perilaku

Hampir semua yang kita lakukan berhubungan dengan hadiah dan hukuman. Bila kita melakukan sesuatu yang dapat memberikan hadiah, kita akan terus melakukannya. Namun bila yang dihasilkan adalah hukuman, kita akan menghentikannya. Oleh sebab itu, pusat hadiah dan hukuman dipastikan merupakan salah satu kontrol terpenting dalam aktivitas tubuh, ambisi, kebencian dan motivasi kita (Guyton, 2005).

2.7.8. Efek Sedativa pada Pusat Hadiah dan Hukuman

Pemberian sedatif, seperti chlorpromazine, biasanya menghambat pusat hadiah dan hukuman, sehingga mengurangi aktivitas perasaan hewan tersebut. Oleh sebab itu, diasumsikan bahwa fungsi sedatif pada fase psychotic adalah mensupresi banyak daerah perilaku yang penting pada hypothalamus dan daerah-daerah asosiasinya pada limbik otak (Guyton, 2005).

2.7.9. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Pembelajaran dan Memori- Kebiasaan vs Penguatan

(36)

sensorik hampir selalu membangkitkan beberapa area pada korteks cerebral sekaligus. Namun, bila stimulus sensorik tersebut tidak memunculkan efek hadiah atau hukuman, pengulangan stimulus tersebut secara terus-menerus akan mengarah pada penghilangan hampir total respon cerebral cortical. Hewan tersebut telah menjadi terbiasa pada stimulus tersebut dan mengabaikannya (Guyton, 2005).

Bila stimulus tersebut memunculkan efek hadiah atau hukuman daripada yang tidak ada bedanya, respon cerebral cortical menjadi lebih kuat secara progresif selama pengulangan stimulasi tersebut daripada menghilang secara perlahan-lahan, dan respon tersebut dikatakan sebagai diperkuat. Seekor hewan membangun memori yang kuat untuk sensasi hadiah ataupun hukuman, namun mengembangkan kebiasaan sempurna bagi stimulus sensorik yang tidak ada bedanya (Guyton, 2005).

Terlihat nyata bahwa pusat hadiah dan hukuman pada sistem limbik banyak berperan dalam memilih informasi yang kita pelajari, biasanya membuang lebih dari 99% informasi dan memilih kurang dari 1% untuk diretensi (Guyton, 2005).

2.8. Perhatian

Perhatian merupakan proses yang mengatur alur pengelolaan informasi. Terdapat banyak aspek perhatian yang didasarkan pada letak secara neuroanatomik. Komponen-komponen tersebut adalah selektivitas, kapasitas dan penguatan konsentrasi. Ketiga komponen ini digunakan untuk menjelaskan kekurangan tertentu pada kelainan psikiatri, penelitian lebih lanjut mungkin dapat menjelaskan deskripsi berdasarkan neurofisiologis (Kaplan, 2000).

Konsep awal perhatian didasarkan pada ide Donald Broadbent tentang sebuah penyaring yang memilih sejumlah stimulus yang datang untuk diproses lebih jauh. Kapasitas perhatian yang terbatas berperan pada ketidakmampuan memproses jumlah stimulus yang terlalu banyak. Perhatian yang tertahan dideskripsikan muncul pada awal proses sensorik, sehingga secara otomatis atau lambat pada proses persespsi dan terlibat pada proses identifikasi dan klasifikasi (Kaplan, 2000).

2.8.1 Perhatian selektif

(37)

Filtering, memokuskan perhatian atau berkonsentrasi pada karakteristik tertentu. Contoh : kotak besar dibandingkan dengan kotak kecil.

Categorizing, konsentrasi yang didasarkan pada kelas stimulus. Contoh : memperhatikan kata-kata pada skripsi apapun.

Pigeonholing, mengurangi persepsi informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kategori spesifik suatu stimulus. Contoh : memakai hanya karakteristik rambut panjang untuk menglasifikasikan seseorang sebagai wanita.

Setiap aspek perhatian tersebut memproses stimuli yang datang untuk menentukan kategori karakteristik yang tepat. Pasien schizophrenia lebih menunjukkan kesulitan pada piegeonholing daripada filtering saat mereka berada dalam keadaan symptomatik (Kaplan, 2000).

2.8.2. Kapasitas Perhatian

Pada prinsipnya, kapasitas perhatian berhubungan dengan tugas yang diberikan mengakibatkan sebuah permintaan pada ruang sumber yang terbatas. Sebuah tugas yang dengan proses pengelolaan yang tinggi memerlukan lebih banyak sumber dari ruang tertentu daripada sebuah tugas dengan proses pengelolaan yang rendah, sehingga menghambat daya akses sumber untuk fungsi simultan lain yang bersumber dari ruang yang sama (Kaplan, 2000).

2.8.3. Perhatian yang Dipertahankan

Kemampuan untuk mempertahankan perhatian disebut sebagai vigilance dan dapat diuji coba dengan permintaan tugas untuk kewaspadaan dan konsentrasi dalam waktu tertentu, baik dalam menit maupun jam. Uji coba tersebut umumnya melibatkan kebutuhan untuk mengidentifikasi stimulus target yang terjadi

(38)

Sensitivitas merupakan hal yang membedakan target dari stimulus nontarget. Kriteria respon merupakan jumlah bukti persepsi yang dibutuhkan untuk mendukung keputusan mengenai sebuah stimulus target dibandingkan sebuah stimulus non-target (Kaplan, 2000).

2.9. Stroop Test

Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog untuk menilai daya konsentrasi seseorang.

Instrumen tes ini adalah kartu yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. Misalnya, bila yang kartu yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua.

Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan

stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) ≦13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score ≧14, maka dikatakan konsentrasi buruk.

2.10. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

(39)

berkontribusi kepada penilaian dan hanya berperan untuk mengetahui apakah

terdapat gangguan tidur ataupun tidak. Walaupun terdapat banyak gangguan tidur, hanya beberapa gangguan tidur yang ditanyakan. Pertanyaan gangguan tidur tersebut adalah ada tidaknya mendengkur, interval apnoe yang lama saat tidur, twitching

(40)

BAB 3

Kerangka Konsep dan Definisi Operasional 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

variabel independen variabel dependen

cofounding factor

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Kualitas Tidur

• Definisi: Kenyenyakan responden setelah tidur malam. • Cara Ukur : Wawancara

• Alat Ukur : Kuesioner • Kategori Hasil :

o Total score > 5 : Kualitas tidur buruk o Total score < 5 : Kualitas tidur baik

• Skala Pengukuran : Nominal 3.2.2. Daya Konsentrasi

• Definisi : Daya fokus responden saat dilakukan pengujian dengan stroop test • Cara ukur : Permainan asah otak (Brain games)

• Alat ukur : Stroop test • Kategori hasil :

o < 14 : Konsentrasi buruk o > 13 : Konsentrasi baik

• Skala ukur : Nominal

3.3. Hipotesis

Terdapat hubungan kualitas tidur dengan daya konsentrasi.

KUALITAS TIDUR KONSENTRASI

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan daya konsentrasi pada mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pendekatan yang digunakan pada adalah cross sectional study, dimana tiap subjek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sastroadmoro, 2011).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2012 di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target penelitian adalah seluruh mahasiswa angkatan 2009 tahun ajaran 2011/2012 di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Populasi terjangkau penelitian adalah mahasiswa angkatan 2009 yang ditemui dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

4.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik quota sampling, dimana jumlah sampel ditetapkan terlebih dahulu dan menjadi dasar pengambilan sampel yang dibutuhkan (Notoadmodjo, 2010).

Total sampel yang diperlukan dihitung menggunakan rumus data proporsi : uji hipotesis satu populasi (Wahyuni, 2007) :

n = { Z1-α/2 √P0 (1-P0) + Z1-β √Pa (1-Pa)}2 (Pa-P0)2

(42)

= {1,96 √ 0,5 (1-0,5) + 0,842 √ 0,3 (1-0,3)}2 (0,3-0,5)2

= {1,96 √ 0,5 (0,5) + 0,842 √ 0,3 (0,7)}2 (-0,2)2

= {1,96 √ 0,25 + 0,842 √ 0,21}2 0,04

= {0,98 + 0,38}2 0,04

= 46,24

Keterangan :

n = besar sampel minimun

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu = 1,96

Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu = 0,842 (80%)

P0 = proporsi di populasi = 0,5

Pa = perkiraan proporsi di populasi = 0,3

Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Maka, didapatkan bahwa jumlah sampel adalah 46 orang.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Mahasiswa angkatan 2009 yang aktif dalam perkuliahan dan bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Memiliki gangguan tidur Insomnia.

(43)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan adalah data primer yang didapat secara langsung dari responden dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, dimana subjek diwawancarai secara individual dan mengarah pada masalah tertentu secara detail (Sastroasmoro, 2011). Selain wawancara, responden juga akan diuji daya konsentrasinya dengan menggunakan stroop test.

Pada awalnya, responden akan diwawancarai dengan paduan Stress Questionnaire (Lampiran ) untuk menentukan apakah responden stres ataupun tidak. Bila responden tidak stres, maka wawancara akan dilanjutkan untuk mengetahui kualitas tidur mereka. Bila stres, maka wawancara akan dihentikan.

Wawancara akan dipandu oleh Pittsburgh Sleep Quality Index, kuesioner yang telah divalidasi dan digunakan secara internasional untuk menilai kualitas tidur individu. Kuesioner tersebut memiliki 7 komponen penilaian, dimana setiap komponen tersebut memiliki nilai 0-3 yang akan dijumlahkan secara keseluruhan (Lampiran 4).

Stroop test merupakan salah satu permainan asah otak yang menguji daya konsentrasi seseorang. Stroop test terdiri dari kartu-kartu yang berisikan sebuah kata dalam berbagai warna dalam setiap kartunya (Lampiran 5). Dalam pengujiannya, responden akan diminta untuk menyebutkan kata yang tertulis dan warna tulisan yang tertera dalam kartu, bukan hanya kata yang tertulis dalam kartu. Kemudian waktu keduanya diukur dan dikurangkan untuk mendapatkan interference score.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan program

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

bertempat di Jalan dr. T. Mansur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas Kedokteran ini

dibuka pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh Yayasan USU yang berlokasi di Kelurahan

Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara telah memakai sistem Kurikulum

Berbasis Kompetensi sebagai sistem perkuliahannya, dimana terdapat terdapat empat

kelas perkuliahan yang berlangsung. Kelas A1 dan A2 yang dilaksanakan secara pararel

pada pagi hari dan kelas B1 dan B2 pada siang hari. Selain perkuliahan dalam kelas,

terdapat juga kegiatan praktikum, skill lab, tutorial dan pleno pakar yang wajib diikuti

setiap mahasiswa-mahasiswi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.

5.1.2. Distribusi Responden Penelitian

[image:44.612.110.496.601.684.2]

Responden penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi angkatan 2009 Fakultas Kedokteran USU yang aktif dalam perkuliahan yang telah ditetapkan. Jumlah responden yang menjadi sampel adalah 46 orang dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya.

Tabel 5.1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN JUMLAH RESPONDEN

(ORANG)

PERSENTASE (%)

Laki-laki 26 56,5

43,5

100

Perempuan 20

TOTAL 46

(45)
[image:45.612.111.531.153.328.2]

Tabel 5.2. Distribusi Responden berdasarkan Lama Waktu Tidur

LAMA TIDUR (JAM) JUMLAH RESPONDEN (ORANG) PERSENTASE (%)

2 1 2,2

3 2 4,3

4 1 2,2

5 11 23,9

6 16 34,8

7 9 19,6

8 5 10,9

9 1 2,2

100

TOTAL 46

Dari tabel 5.2. di atas, didapatkan bahwa waktu tidur responden yang paling banyak adalah 6 jam dengan jumlah responden 16 orang (34,8%). Rata-rata lama tidur responden adalah 5,978 jam.

Tabel 5.3. Distribusi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

TIDAK <1 / MINGGU 1-2 / MINGGU >3 / MINGGU

Waktu baring

>30 menit

19(41,3%) 19(41,3%) 5(10,9%) 3(6,5%)

Bangun Tengah

Malam

20(43,5%) 11(23,9%) 11(23,9%) 4(8,7%)

Sesak 41(89,1%) 2(4,4%) 3(6,5%) 0(0%)

Ke Toilet

Batuk/Ngorok

25(54,3%) 16(34,8%) 4(8,7%) 1(2,2%)

1(2,2%)

41(89,1%) 3(6,5%) 1(2,2%)

Terlalu Dingin 25(54,3%) 15(32,7%) 2(4,3%) 4(8,7%)

Terlalu Panas 31(67,4%) 11(23%) 1(2,2%) 3(6,5%)

1(2,2%)

Mimpi Buruk 28(60,8%) 13(28,3%) 4(8,7%)

Merasa Nyeri 38(82,6%) 7(15,2%) 1(2,2%) 0(0%)

Ngantuk saat

Beraktivitas

28(60,9%) 11(23,9%) 5(10,9%) 2(4,3%)

Tidak Entusias

Beraktivitas

20(43,5%) 17(37,0%) 6(13,0%) 3(6,5%)

[image:45.612.112.514.430.710.2]
(46)

kurang dari satu kali dalam seminggu tidak dapat langsung tidur dalam 30 menit sejak berbaring di tempat tidur dengan jumlah masing-masing sebanyak 19 orang (41,3%) . Yang paling sedikit adalah yang tidak dapat tidur dalam waktu 30 menit sejak berbaring di tempat tidur lebih dari 3 kali seminggu sebanyak 3 orang (6,5%).

Responden yang dapat tidur tanpa terbangun pada tengah malam atau dini hari dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 20 orang (43,5%). Jumlah responden paling sedikit adalah responden yang terbangun pada tengah malam lebih dari tiga kali dalam seminggu sebanyak 4 orang (8,7%).

Responden yang tidak merasakan sesak sebelum tidur dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 41 orang (89,1%). Jumlah responden paling sedikit adalah yang merasakan sesak sebelum tidur dalam satu bulan terakhir kurang dari satu kali dalam seminggu sebanyak 2 orang (4,3%).

Responden yang tidak terbangun untuk ke toilet dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 41 orang (89,1%). Jumlah responden yang paling sedikit adalah yang dalam satu bulan terakhir terbangun untuk ke toilet lebih dari tiga kali dalam seminggu sebanyak 1 orang (2,2%).

Responden yang tidak batuk sebelum tidur ataupun mengorok dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 41 orang (89,1%). Jumlah responden yang paling sedikit adalah yang batuk sebelum tidur ataupun mengorok dalam satu bulan terakhir lebih dari tiga kali dalam seminggu sebanyak 1 orang (2,2%).

(47)

Responden yang tidak merasa kamar tidur terlalu panas dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 31 orang (67,4%). Yang paling sedikit adalah responden yang merasa kamar tidur terlalu panas dalam satu bulan terakhir 1-2 kali dalam seminggu adalah 1 orang (1-2,1-2%)

Responden yang tidak terbangun karena mimpi buruk dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 28 orang (60,9%). Yang paling sedikit adalah responden yang terbangun karena mimpi buruk dalam satu bulan terakhir lebih dari tiga kali dalam seminggu adalah 1 orang (2,2%)

Responden yang tidak merasa nyeri dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 38 orang (82,6%).. Yang paling sedikit adalah responden yang merasa nyeri dalam satu bulan terakhir 1-2 kali dalam seminggu adalah 1 orang (2,2%)

Responden yang tidak mengantuk saat beraktivitas dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 28 orang (60,9%). Yang paling sedikit adalah responden yang merasa kamar tidur terlalu dingin dalam satu bulan terakhir lebih dari tiga kali dalam seminggu adalah 2 orang (4,3%).

[image:47.612.109.521.650.740.2]

Responden yang tetap antusias untuk beraktivitas dalam satu bulan terakhir adalah yang paling banyak dengan jumlah 20 orang (43,5%). Yang paling sedikit adalah responden yang tidak antusias untuk beraktivitas dalam satu bulan terakhir 1-2 kali dalam seminggu adalah 3 orang (6,5%).

Tabel 5.4. Distribusi Responden berdasarkan Perasaan Saat Bangun Tidur

PERASAAN JUMLAH RESPONDEN (ORANG) PERSENTASE (%)

Sangat Bagus 19 41,3

Cukup Bagus 23 50

Cukup Buruk

TOTAL

4 8,7

(48)

Dari tabel 5.4. di atas, didapatkan bahwa dalam satu bulan terakhir jumlah responden yang bangun tidur dengan perasaan cukup bagus adalah yang paling banyak dengan jumlah 23 orang (50%). Yang paling sedikit adalah yang memiliki perasaan cukup buruk saat bangun tidur sebanyak 4 orang (8,7%).

Tabel 5.5. Distribusi Responden berdasarkan Konsentrasi

KONSENTRASI JUMLAH RESPONDEN (ORANG) PERSENTASE (%)

Baik 31 67,4

32,6

Buruk 15

TOTAL 46 100

[image:48.612.109.526.410.480.2]

Dari tabel 5.5. di atas, didapatkan bahwa jumlah responden yang memiliki konsentrasi baik adalah 31 orang (67,4%) dan konsentrasi buruk adalah 15 orang (32,6%). Data menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki konsentrasi baik.

Tabel 5.6. Distribusi Responden berdasarkan Kualitas Tidur

KUALITAS TIDUR JUMLAH RESPONDEN (ORANG) PERSENTASE (%)

Baik 28 60,9

Buruk 18 39,1

TOTAL 46 100

Dari tabel 5.6. di atas, didapatkan bahwa jumlah kualitas tidur satu bulan terakhir responden yang baik adalah 28 orang (60,9%) dan yang buruk adalah 18 orang (39,1%). Data menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki kualitas tidur baik.

[image:48.612.111.483.609.733.2]

5.2. Hasil Analisa Data Statistik

Tabel 5.7. Hubungan Konsentrasi dan Kualitas Tidur Responden

Konsentrasi baik Konsentrasi buruk TOTAL

Kualitas tidur baik 18 10 28

Kualitas tidur buruk 13 5 18

(49)
[image:49.612.109.458.301.419.2]

Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah sampel responden yang memiliki kualitas tidur dan konsentrasi yang baik adalah 18 orang (39,13%), responden dengan kualitas tidur baik dan konsentrasi buruk adalah 13 orang (28,26%), responden dengan kualitas tidur buruk dan konsentrasi baik adalah 10 orang (21,73%), dan responden dengan kualitas tidur dan konsentrasi buruk adalah 5 orang (10,86%). Dengan menggunakan uji statistik Chi square, didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan konsentrasi (p= 0,575)

Tabel 5.8. Hubungan Konsentrasi dan Jenis Kelamin Responden

Konsentrasi baik Konsentrasi buruk TOTAL

Laki-laki 18 8 26

Perempuan 13 7 20

TOTAL 31 15 46

Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah sampel responden laki-laki dengan konsentrasi yang baik adalah 18 orang (69,23%), responden laki-laki dengan konsentrasi buruk adalah 8 orang (30,76%), responden perempuan dengan konsentrasi baik adalah 13 orang (65%), dan responden perempuan dengan konsentrasi buruk adalah 7 orang (35%). Dengan menggunakan uji statistik Chi square, didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsentrasi (p= 0, 762)

Tabel 5.9. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur dengan Konsentrasi

FAKTOR KETERANGAN KONSENTRASI

BAIK (ORANG)

P VALUE

Lama tidur (Jam) 2-5

10 1

6-9

[image:49.612.106.505.636.732.2]
(50)

Waktu golek >30

menit

TIDAK dan <1 /

MINGGU 25 1

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

6

Bangun Tengah

Malam

TIDAK dan <1 /

MINGGU 23 0,191

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

8

Sesak TIDAK dan <1 /

MINGGU 28 0,541

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

3

Ke Toilet TIDAK dan <1 /

MINGGU 26 0,157

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

8

Batuk/Ngorok TIDAK dan <1 /

MINGGU 30 1

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

1

Terlalu Dingin TIDAK dan <1 /

MINGGU 29 0,078

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

2

Terlalu Panas TIDAK dan <1 /

MINGGU 27 0,288

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

4

Mimpi Buruk TIDAK dan <1 /

MINGGU 26 0,157

(51)

>3 / MINGGU

Merasa Nyeri TIDAK dan <1 /

MINGGU 31 0,326

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

0

Ngantuk saat

Beraktivitas

TIDAK dan <1 /

MINGGU 26 1

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

5

Tidak Entusias

Beraktivitas

TIDAK dan <1 /

MINGGU 26 0,445

1-2 / MINGGU dan

>3 / MINGGU

5

Perasaan Saat Bangun

Tidur BAIK 29 0,587

BURUK 2

Berdasarkan data pada tabel di atas, dari hasil uji Fisher exact test, didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur dengan konsentrasi (p > 0,05).

5.3. Pembahasan

Menurut teori yang ada pada sleep wake cycle (National Sleep Foundation), apabila seorang individu tidur kurang dari tujuh jam selama tujuh hari berturut-turut, maka individu tersebut akan mengalami kewaspadaan yang kurang pada siang hari dan gangguan pergerakan motoriknya. Selain itu, sleeping well(The nasional depression initiative) juga menyatakan bahwa tidur yang kurang dapat menyebabkan iritabilitas, lack of energy, dan konsentrasi yang buruk.

(52)

sendiri. Sedangkan faktor ekternal dapat berupa kebisingan ataupun masalah lain yang timbul dari lingkungan sekitar anak itu (Handy Susanto, 2006).

Dari penelitian yang telah dilaksanakan, didapatkan bahwa rata-rata mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara memiliki kualitas tidur dan daya konsentrasi yang baik. Namun uji analitik kai square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dan daya konsentrasi pada mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (p = 0,575).

Rata-rata lama tidur responden adalah 5,978 jam, tidak jauh berbeda dari batas tujuh jam yang disebutkan dalam sleep wake cycle. Orang dewasa, 19-60 tahun, cenderung membutuhkan waktu tidur 7-8 jam sehari sehingga daya konsentrasi responden tidak begitu terpengaruh dan masih berada dalam kategori baik.

Responden sering sekali tidak menganggap bahwa kualitas tidur penting dan tidak memperhatikannya (recall bias), sehingga mempengaruhi keakuratan data yang diambil sebab data yang diambil adalah data primer yang bersifat subjektif dan didasarkan pada ingatan responden. Recall bias terjadi karena apabila tidak terdapat gangguan tidur, seorang individu tidak akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur mereka karena tidak memiliki gangguan tidur. Seorang individu akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas mereka bila telah mengalami gangguan tidur.

Walaupun jadwal kuliah yang telah ditetapkan cukup padat, akan tetapi banyak mahasiswa dan mahasiswi menyesuaikan jadwal yang ada dengan kegiatan mereka agar dapat menyelesaikan tugas mereka dengan baik namun tetap mendapat istirahat yang cukup.

(53)
(54)

Bab 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara umum mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara memiliki kualitas tidur dan daya konsentrasi yang baik. Namun, secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dan daya konsentrasi pada mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6.2. Saran

1. Kepada mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk membagi waktu mereka dengan efisien dan memperhatikan waktu dan kualitas tidur mereka agar dapat berkonsentrasi dengan baik dalam beraktivitas.

2. Kepada peneliti yang akan membahas perihal yang sama untuk memperbanyak jumlah sampel, melakukan random sampling, mengondisikan semua sampel dalam kondisi dan perlakuan yang sama, dan mencari metode dan alat penelitian yang lebih akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian.

(55)

Daftar Pustaka

Benaroch, R. , 2012. How Much Sleep Do Children Need?, Soong. Available from : Http://www.Soong.com/parenting/guide/sleep-children . [Accessed 25 Maret 2012].

Center for Research on Health Care. Stroop. Available from :

http://www.pathwaysstudy.pitt.edu/codebook/stroop-sb.html. [Accessed 30 Maret 2012].

Guyton, A.C. , 2005. Behavioral and Motivational Mechanism of the Brain-The Limbic System and the Hypothalamus. In : Hall, J.E. , ed. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Mississippi : University of Mississippi Medical Center. p. 728-738.

Guyton, A.C. , 2005. States of Brain Activity-Sleep, Brain Waves, Epilepsy, Psychoses. In : Hall, J.E. , ed. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Mississippi : University of Mississippi Medical Center. p. 739-743.

Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia.

Mote, T. , 2010. Effects of Depression on Sleep. Avaiable from :

2012].

National Sleep Foundation, 2006. Sleep-Wake Cycle : Its Physiology an Impact on Health. Avaiable from :

(56)

Notoadmodjo, S. , 2010. Metode Pengambilan Sampel. In : Notoadmodjo, S. , ed. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rev ed. Jakarta : Rineka Cipta. p. 125.

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionare. Available from :

Http: [Accessed 18 Maret 2012].

Robotham, D. , Chakkalackal, L. , Cyhlarova, E. , 2011. Robotham : the impact of sleep on health and wellbeing, Mental Health Foundation. Available from :

Sastroasmoro, S. , Ismael, S. , 2011. Penelitian Kualitatif. In : Kaswandani, N. , Sastroasmro, S. , ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed. Jakarta : Sagung Seto. p. 291.

Sastroasmoro, S. , Ismael, S. , 2011. Studi cross-sectional. In : Ghazali, M.V. , Sastromihardjo, S. , Soedjarwo, S.R. , Soelaryo, T. , Pramulyo, H.S. , ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed. Jakarta : Sagung Seto. p. 130-131.

Sastroasmoro, S. , Ismael, S. , 2011. Pemilihan Uji Hipotesis. In : Ghazali, M.V. , Sastromihardjo, S. , Soedjarwo, S.R. , Soelaryo, T. , Pramulyo, H.S. , ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed. Jakarta : Sagung Seto. p. 338-341.

Sherwood , L. , 2001. Susunan Saraf Pusat. In : Pendit, B.U. , ed. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 136-138.

Siegel, D.J. , 2000. Perception and Cognition. In : Sadock, B.J. , Sadock, V.A. , ed.

Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins Publishers. p. 792-793.

Smith, M. , Robinson, L. , Segal, R. , M.A, 2012. How Much Sleep Do You Need?,

Help Guide. Available from : Http://www.Smith.org/life/sleeping.htm . [Accessed 27 Mei 2012].

Soong, J. , 2011. Side sleeper?Back sleeper? Stomach sleeper? How you sleep may hold clues o how well you sleep., Soong. Available from :

Gambar

Gambar 2.1. Diagram homeostat tidur dan waktu circadian.
Gambar 2.2. Gelombang otak pada tahap-tahap tidur
Gambar 2.3. Anatomi sistem limbik
Gambar 2.4. Lokasi sistem limbik berdasarkan letak hypothalamus Sumber : Guyton, 2005
+6

Referensi

Dokumen terkait

kondisi tidur yang buruk, seperti membiasakan tidur dalam waktu yang teratur setiap malamnya, menghindari tidur yang berlebihan pada siang hari, tidak mengkonsumsi kafein pada

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diambil secara langsung pada saat penelitian tentang Gambaran kualitas tidur dan kemampuan konsentrasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dispepsia fungsional dengan kualitas tidur di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012.. Kata kunci: kualitas tidur,

Dari hasil penelitian ini didapatkan proporsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 yang memiliki kualitas tidur yang buruk adalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah terdapat hubungan gangguan tidur dengan daya konsentrasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan judul Pengaruh Minuman Kopi Terhadap Kualitas Tidur

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MELLY 160100125 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS