• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA TAHAP AKADEMIK TINGKAT AWAL DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA TAHAP AKADEMIK TINGKAT AWAL DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RICARD FERNANDO BANGUN 170100163

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir hasil penelitian ini,diantaranya:

1. Kepada Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe,Sp.S(K), selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas SumateraUtara.

2. Kepada Dr.dr Bugis Mardina M.Ked (Ped) Sp.A(K) selaku dosen pembimbing yang telah sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusun penelitian, pelaksanaan di lapangan, sehingga selesainya laporan hasil penelitian ini.

3. Kepada dr. Aridamuriany Dwiputri M.Ked (Ped) Sp.A(K) dan dr. Tengku Helvi Mardiani M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

4. Kepada orangtua penulis, Drs. Revindo Salomo Bangun dan Rosminawati Br Purba serta kakak penulis Jesika Mutia Bangun, adik penulis Yolanda Patricia Bangun, dan Nikita Perbina Bangun yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.

5. Ucapakan terimakasih penulis kepada Mahasiswa FK USU 2020 yang sudah berkenan menjadi responden dalam pembuatan skripsi ini, sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam proses pengambilan dan pengumpulan data untuk skripsi ini.

6. Kepada teman seperjuangan dalam iman dan kelompok kecil, Abangda Gideon Silalahi, Timothy Gershon Situmorang, Enda Agustina, Erika Siallagan, Ayu Hutagaol.

7. Kepada keluarga persekutuan CG 45, kak Gabriella Pardede, Darwin tan, Meysani, Steffani, Veronica tan, Beatrice, Ci Agek dan seluruh anggota persekutuan.

8. Kepada sahabat-sahabat penulis yang senantiasa memberikan semangat dan doanya untuk penulis sehingga dapat menyesaikan laporan hasil penulis.

(4)

9. Kepada teman-teman seperjuangan FK USU, juga TBM FK USU XVII, Mantap Mon, KJ, dan KMK atas bantuan, cerita dan dukungan selama masa perkuliahan semester.

Penulis menyadari bahwa penulisan laopran hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupum tata cara penulisannya. Oleh kerena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini dikemudian hari.

Medan, 5 Desember 2020

Ricard Fernando Bangun

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

Daftar Singkatan ... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur... 5

2.1.1 Definisi Tidur ... 5

2.1.2 Siklus Tidur... 5

2.1.3 Regulasi Tidur... 6

2.1.4 Fase dan TahapanTidur ... 7

2.1.5 Fungsi Tidur ... 9

2.2 Kualitas Tidur 2.2.1 Definisi Kualitas Tidur... 11

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur……… 12

2.2.2.1 Jenis Kelamin ... 13

2.2.2.2 Kafein... 13

2.2.2.3 Merokok ... 14

2.2.2.4 Kebiasaan Olahraga ... 15

2.2.2.5 Obat dan Zat ... 16

2.2.2.6 Gaya Hidup dan Stress Emosional... 16

2.2.2.7 Lingkungan ... 17

2.2.2.8 Makanan atau Asupan Kalori... 18

2.2.2.9 Usia ... 18

2.2.3 Kualitas Tidur pada Mahasiswa Kedokteran ... 19

2.2.4 Pittsburgh Sleep Quality Index ... 19

2.3 Kerangka Teori ... 20

2.4 Kerangka Konsep ... 21

(6)

BAB III. METODE PENELITIAN ...

3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 23

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.5 Metode Analisa Data... 25

3.6 Defenisi Operasional... 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 4.1 Hasil Penelitian ... 28

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian. ... 28

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 28

4.1.3 Hasil Analisa Data... 30

4.2 Pembahasan... 33

4.2.1 Gambaran Kualitas Tidur. ... 33

4.2.1 Berdasarkan Jenis Kelamin. ... 34

4.2.1 Berdasarkan Kebiasaan Merokok. ... 35

4.2.1 Berdasarkan Kebiasaan Olahraga. ... 36

4.2.1 Berdasarkan Konsumsi Kopi... 37

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran... 41

5.3 Keterbatasan Penelitian... 42

DAFTAR PUSTAKA... 43

LAMPIRAN... 49

(7)

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Tahapan Tidur... 6

Gambar 2.2 Siklus Tidur ... 6

Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian ... 20

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian... 21

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 29

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga ... 29

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok ... 30

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Kopi ... 30

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden ... 31 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin 31 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Merokok 32 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Olahraga 32 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Konsumsi Kopi 33

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Komisi Etik Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Lampiran 5 : Kuesioner PSQI Lampiran 6 : Data Induk

Lampiran 7 : Hasil Data dan Output Lampiran 8 : Curicullum Vitae Lampiran 8 : Curicullum Vitae

(10)

DAFTAR SINGKATAN

 BRFSS : Behavioral Risk Factor Surveillance System

 CDC : Center for Disease Control

 FK : Fakultas Kedokteran

 USU : Universitas Sumatera Utara

 PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index

 NSF : National Sleep Foundation

 KKI : Konsil Kedokteran Indonesia

 REM : Rapid Eye Movement

 NREM : Non Rapid Eye Movement

 ARAS : Ascending Reticulary Activity System

 RAS : Reticular Activating System

 EEG : Electroencephalography

 TNF : Tumor Necrotizing Factor

 GH : Growth Hormon

 PMDD : Premenstrual Dysphoric Disorder

 SPSS : Statistical Package For Social Science

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kualitas tidur memegang peran penting dalam siklus hidup mahasiswa karena mahasiswa mengahabiskan sepertiga waktu nya untuk tidur. Penelitian sebelumnya menunjukkan tingginya kejadian kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa kedokteran. Tahun akademik 2020/2021 mahasiswa kedokteran mengalami beberapa perbedaan sistem belajar oleh karena protokol kesehatan covid-19 dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel penelitian ini dengan metode simple random sampling. Kuesioner yang digunakan sebagai alat bantu dalam penelitian ini adalah kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil. Dari 100 mahasiswa pada penelitian ini 84% memiliki kualitas tidur yang buruk. Berdasarkan jenis kelamin, mahasiswa laki-laki (21,8%) memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan kebiasaan merokok, mahasiswa bukan perokok (16.2%) memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan perokok. Berdasarkan kebiasaan berolahraga, mahasiswa yang rutin berolahraga (33,3%) memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang jarang berolahraga.

Berdasarkan kebiasaan meminum kopi, mahasiswa yang rutin meminum kopi (19,4%) memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang jarang meminum kopi. Saran.

Mahasiswa kedokteran disarankan agar dapat membagi waktunya secara efisien dan memperhatikan kualitas tidurnya sebagai upaya peningkatan kemampuan akademik dan terhindar dari penyakit.

Kata kunci : Kualitas Tidur, Mahasiswa Kedokteran, PSQI.

(12)

ABSTRACT

Background. Sleep is an active process that take an important role in life. Sleep quality plays an important role in the student life cycle because students spend one third of their time to sleep. Previous research has shown a high prevalence of college students who have poor sleep quality. Academic year 2020/2021 medical students experience several differences in learning systems due to the Covid-19 health protocol with distance learning (PJJ). Objective. This study aims to determine the quality of sleep in early-level academic students at the Faculty of Medicine, University of North Sumatra in the academic year 2020/2021. Method. This research is a descriptive study with a cross-sectional approach. The sampling technique used in this research was simple random sampling. The questionnaire used as a tool in this study is the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire.

Result. From the study it can be conclude of the 100 students in this study 84% had poor sleep quality.

Based on gender, male students (21.8%) had better sleep quality than women. Based on smoking habits, non-smokers (16.2%) had better sleep quality than smokers. Based on exercise habits, students who regularly exercise (33.3%) have better sleep quality than students who rarely exercise. Based on the habit of drinking coffee, students who drank coffee regularly (19.4%) had better sleep quality than students who rarely drank coffee. Suggestion. Medical students are advised to be able to divide their time efficiently and pay attention to the quality of their sleep as an effort to improve their academic abilities and avoid diseases.

Key word : Sleep Quality, Medical Students, PSQI.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekadar hilangnya keadaan terjaga namun, tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Oleh karena itu, faktor kualitas dan kuantitas tidur sangat penting untuk seseorang individu memperoleh tidur yang cukup. Kualitas tidur adalah suatu kondisi yangdijalani oleh seseorang sehingga mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat bangun dari tidurnya sedangkan kuantitas tidur merupakan jumlah jam tidur normal yang diperlukan sesuai kebutuhan. Sebenarnya, kebutuhan tidur pada remaja dan dewasa muda semakin meningkat, sedangkan pada usia tersebut umumnya mengalami sejumlah perubahan yang sering kali mengurangi waktu tidur. Tuntutan gaya hidup, kuliah, kegiatan sosial setelah kuliah menekan waktu yang tersedia untuk tidur (Lumantow et al., 2016).

Saat ini sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat menempatkan mahasiswa di bawah pengaruh negatif dari gangguan fungsi kognitif, kinerja akademis yang buruk, depresi, konsumsi alkohol, dan perilaku bunuh diri. (Zhou et al., 2015).

Kebutuhan istirahat dan tidur setiap individu berbeda-beda sesuai tahap perkembangan dan aktivitas yang dijalani. Penelitian Asmadi pada tahun 2008 menjelaskan bahwa dewasa muda sering mengalami kesulitan tidur hingga larut malam, terbangun dipagi buta sehingga mengalami jam tidur yang tidak beraturan.

National Sleep Foundation merekomendasikan bahwa usia dewasa muda (18-25) tahun membutuhkan waktu tidur 7-9 jam per malam (NSF, 2010). Prevalensi kebutuhan tidur pada usia dewasa muda sangat rendah berdasarkan Center for Disease Control menganalisis data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System

(14)

(BRFSS) pada tahun 2009 didapatkan bahwa 74.571 responden dewasa dari 12 negara menyatakan 35,3% mengalami jam tidur kurang dari 7 jam selama periode 24 jam, 37,9% dilaporkan tidak sengaja tertidur disiang hari, dan 4,7% melaporkan mengantuk pada siang hari. Hal ini berakibat pada terganggunya aktivitas di siang hari dikarenakan rasa kantuk dan lelah yang berlebih (CDC, 2008).

Dalam sebuah studi di Cina, 19% dari mahasiswa kedokteran ditemukan memiliki kualitas tidur yang buruk dinilai dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Studi lain di Brasil mengkonfirmasi bahwa 38,9% mahasiswa kedokteran memiliki kualitas tidur yang buruk. Di Eropa, satu penelitian di Lithuania mengungkapkan kualitas tidur yang buruk pada 40% mahasiswa kedokteran (Azed et al., 2015).

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) pada umumnya memiliki kesibukan dengan jadwal akademis dan non akademis yang padat. Faktor-faktor lainnya seperti akses internet, peralatan elektronik di kamar tidur seperti televisi, komputer, gadget, konsumsi kafein dan stres juga dapat mempengaruhi tidur. Adapun faktor yang tidak kalah penting adalah adaptasi dari mahasiswa tahap akademik tingkat awal dikarenakan transisi jadwal dan gaya belajar dari masa Sekolah Menengah Atas dalam menghadapi perkuliahan di tahun pertama.

Terdapat beberapa hal yang berbeda pada tahun akademik 2020/2021 terkait Keputusan Bersama 4 Menteri Nomor 01/KB/2020 tanggal 15 Juni 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada tahun akademik 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menetapkan proses kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021.

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana gambaran kualitas tidur pada mahasiwa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kualitas tidur mahasiwa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain :

 Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiwa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 berdasarkan jenis kelamin.

 Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 berdasarkan kebiasaan berolahraga.

 Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 berdasarkan kebiasaan merokok.

 Untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi kopi.

(16)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan bagaimana pentingnya kualitas tidur yang baik.

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mandiri.

1.4.3 Bagi Peneliti lain

Memberikan masukan sebagai bahan atau referensi untuk penelitian berikutnya terkait dengan kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021.

1.4.4 Bagi Subjek Penelitian

Pengetahuan dan informasi tentang gambaran kualitas tidur pada komunitas mereka yaitu mahasiswa tahap akademik tingkat awal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 sebagai upaya dasar mencegah terjadinya kualitas tidur yang buruk.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tidur

2.1.1.Definisi Tidur

Tidur adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik dan emosional namun juga sangat erat hubungannya dengan fungsi kognitif pembelajaran dan atensi. Pada kondisi istirahat dan tidur, ini memberikan fungsi homeostatik bagi tubuh yang bersifat menyegarkan dan sangat penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi (Kaplan dan Sadock, 2015).

Tidur merupakan bagian dari ritme sirkardian tubuh, jika seseorang terbiasa untuk tidur tepat waktu dan teratur maka tubuh akan berespon pada hari berikutnya agar orang tersebut tidur dalam waktu yang sama, jadi ritme sirkardian adalah proses biologis yang muncul secara teratur dalam siklus 24 jam (Feldman, 2012). Tidur juga merupakan suatu proses aktif, bukan sekadar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal waktu terjaga (Sherwood, 2015).

(18)

Gambar 2.1 Tahapan dalam siklus tidur.

Gambar 2.2 Siklus tidur 2.1.3. Regulasi Tidur

Nukleus pada batang otak dan hipotalamus penting selama transisi siklus bangun-tidur. Perangsangan pada formasio retikularis midbrain dan hypotalamus posterior menghasilkan keadaan bangun, sementara untuk menghasilkan tidur diperlukan perangsangan pada hipotalamus anterior dan daerah di sekitar basal forebrain. Nukleus pada batang otak ini merupakan bagian dari sistem aktivasi retikular (Barrett dkk, 2010).

Keadaan terjaga atau bangun juga sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam

(19)

keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti serotonin, norepinefrin, asetilkolin, histamin, dan dopamin (Japardi,2002).

2.1.4 Fase atau TahapanTidur

Otak manusia mengalami pergantian berulang-ulang antara fase-fase tidur dalam periode tertentu. Terdapat dua fase tidur, yaitu fase rapid eye movement (REM) dan fase non rapid eye movement (NREM) atau fase slow-wave, dengan masing-masing fase ditandai dengan tipe aktifitas otak yang spesifik (Sherwood, 2015). Sebagian besar tidur dihabiskan pada fase NREM. Fase ini tenang dan merupakan fase istirahat yang dialami pada awal tidur. Tonus vaskular perifer, tekanan darah, laju pernapasan, dan laju metabolik basal menurun (Guyton dan Hall, 2016). Tubuh dapat bergerak pada fase ini, namun otak jarang memberi perintah untuk bergerak, biasanya hanya sementara untuk menyesuaikan posisi tubuh (Bear et al., 2016).

Pada fase NREM, otak memiliki laju penggunaan energi dan general firing rate pada titik terendah. Gambaran ritme electroencephalography (EEG) yang beramplitudo besar dan lambat mengindikasikan bahwa neuron-neuron pada korteks berada pada keadaan sinkroni yang tinggi dan bahkan input sensori tidak dapat mencapai korteks (Bear et al., 2016). Fase NREM dibagi menjadi empat tahap yang berbeda. Tahap satu merupakan tidur transisional dengan pola EEG ritmik alfa dari keadaan bangun menjadi kurang teratur dan perlahan melambat. Terjadi pergerakan mata yang lambat dan melingkar. Tahap satu terjadi sesaat, sekiranya hanya beberapa menit dan merupakan tahap tidur yang paling ringan (paling mudah dibangunkan).

Tahap dua sedikit lebih dalam dan dapat berlangsung selama 5-15 menit. Gambaran EEG didapatkan sleep spindle dengan 8-14 Hz dan terkadang K complex, gelombang tajam dengan amplitudo besar. Gerakan mata hampir hilang. Dilanjutkan tahap tiga dan pola EEG didapatkan ritmik delta lambat dengan amplitudo besar. Gerakan mata dan tubuh sedikit. Tahap empat merupakan tahap tidur terdalam dengan ritmik EEG

(20)

senilai atau kurang dari 2 Hz dan dapat berlangsung selama 20-40 menit (Bear et al.,2016).

Pada fase REM, terdapat gerakan cepat mata meskipun sedang dalam keadaan tidur. Fase ini berhubungan dengan mimpi yang terasa nyata dan gerakan aktif dari otot penggerak mata. Namun tonus otot lainnya menurun drastis dan frekuensi denyut jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur. Pada keadaan inhibisi otot perifer ini, gerakan otot ireguler masih dapat terjadi (Guyton dan Hall,2016).

Gambaran EEG pada fase REM menunjukkan gelombang yang mirip dengan keadaan sadar atau bangun. Otak berada dalam keadaan yang sangat aktif dan metabolisme otak meningkat hingga 20 persen. Fase ini disebut sebagai fase paradoksikal dikarenakan adanya gambaran yang aktif pada kerja otak meskipun dalam keadaan tidur (Guyton dan Hall, 2016).

Fase REM berlangsung selama 5 hingga 30 menit dan mencakup 25 persen dari waktu tidur orang dewasa. Saat tubuh dalam keadaan mengantuk, maka fase ini akan lebih singkat atau tidak terjadi sama sekali. Sebaliknya, saat dalam keadaan istirahat yang cukup, maka fase ini akan lebih lama (Guyton dan Hall, 2016).

Dari penyelidikan Aden (2012) Perubahan perubahan aktivitas otak selama tidur tercatat oleh electroencephalograph, didapatkan 2 fase dari tidur, yaitu:

A. Non Rapid Eye Movement (NREM) Tidur yang dibutuhkan untuk istirahat fisik. Tidur tipe NREM mempunyai tahap-tahap, yaitu :

 Tahap pertama, aktivitas otak sama seperti seseorang yang terjaga,di mana ia mulai merasa mengantuk, tetapi masih sadar terhadap keributan dan suara disekitarnya.

 Tahap kedua, gelombang otak menjadi lebih lambat dan bertambah besar dan orang tersebut menjadi rileks. Pada tahap ini sudah lebih sulit untuk membangunkan orang tersebut.

(21)

 Tahap ketiga, gelombang seseorang menjadi lebih besar dan lebih lambat, yang dikenal dengan gelombang delta. Seseorang akan merasakan suasana rileks yang mendalam dimana ia sama sekali tidak sadar terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Inilah yang disebut tidur yang nyenyak.

 Tahap keempat, di mana gelombang delta, terkait dengan tidur dalam, mulai terjadi, sementara gelombang delta mendominasi di tahap 4. Pada tahap ini seseorang sulit untuk dibangunkan

B. Rapid Eye Movement (REM)

Tidur yang dibutuhkan untuk istirahat mental. Pada tahapan tidur REM ini ada dua kejadian penting yang dialami manusia. Tahap pertama, terjadi penyimpanan dan retensi daya ingat. Pada saat tidur REM, terjadi pengaktifan neuron yang intensif yang menyebar ke atas dari batang otak. Hal ini dianggap sebagai penyebab meningkatnya penyimpanan dan retensi ingatan, serta memperbaiki kemampuan pengaterisasian informasi. Tahap kedua, terjadi proses organisasi dan reorganisasi ingatan. Berbagai informasi yang ada dan melekat dalam ingatan ditata sebagaimana penataan folder dalam komputer. Dalam kondisi tidur nyenyak, otak meningkatkan ingatan kembali, dalam tahap ini selalu terjadi mimpi meskipun hal itu tidak diingat keesokan harinya.

2.1.5 Fungsi Tidur

Tidur memiliki fungsi restoratif dan homeostatik dan tampaknya penting untuk termoregulasi dan cadangan energi normal (Kaplan dan Sadock, 2010).

Perubahan tidur atau terjadinya gangguan tidur dapat membahayakan tubuh karena terjadi penekanan terhadap imun yang mempermudah terjadinya penyakit. Sebagai contoh, orang yang mengalami insomnia akan mengalami pergeseran sekresi IL-6 dan Tumor Necrotizing Factor (TNF) yang secara normal pada waktu malam menjadi

(22)

siang. Gangguan ini akan meningkatkan angka kejadian infeksi dan penyakit lain yang berhubungan dengan sistem imun (Perumal et al, 2007).

Manfaat lain dari tidur yang juga didapat pada penelitian terhadap hewan coba yaitu tidur penting untuk proses belajar dan penguatan memori. Peningkatan proses belajar tidak mengalami kemajuan jika tidak mencapai periode gelombang lambat bersama tahap REM (Bareth et al, 2010).

Tidur diperlukan tubuh secara rutin untuk pemulihan proses biologis tubuh.

Proses biologis tubuh terjadi pada tahap 4 NREM dimana saat gelombang tidur lambat dan dalam, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk perbaikan dan perbaharuan sel epitel dan sel-sel khusus seperti sel-sel otak (Jones, 2005 dalam Potter dan Perry, 2010). Selain itu, tidur juga dapat menghemat energi tubuh karena saat tidur otot-otot rangka semakin rileks, kontraksi otot tidak terjadi sehingga mempertahankan energi kimia untuk proses seluler. Tidur REM berhubungan dengan perubahan aliran darah otak, peningkatan aktivitas korteks, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin. Gabungan aktivitas tersebut dapat membantu penyimpangan memori dan proses belajar sehingga menjadi penting untuk menjaga jaringan otak dan pemulihan kognitif. Selain itu, hilangnya tidur REM dapat menyebabkan perasaan bingung dan curiga. Tidur selama ini dipercaya berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis. Tidur nyenyak dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi jantung, tekanan darah, pernafasan, dan otot (Potter dan Perry, 2010). Colten dan Altevogt (2006) menyebutkan bahwa beberapa perubahan fisiologis yang terjadi selama tidur, yakni:

 Kardiovaskuler : mengalami perubahan pada denyut jantung dan tekanan darah terkait dengan aktivitas dari sistem saraf otonom. Aktivitas sistem saraf simpatik, mengalami penurunan selama fase tidur REM.

 Aliran darah otak : Tidur NREM memiliki hubungan dengan penurunan aliran darah dan metabolisme. Peningkatan aliran darah dan metabolisme pada otak

(23)

terjadi saat seseorang tidur. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya respon emosi dan fungsi visual yang berhubungan dengan sistem limbik.

 Pernafasan : frekuensi pernasan dan fungsi ventilasi mengalami perubahan yang terjadi selama seseorang tidur dan mengalami peningkatan menjadi lebih cepat terutama saat fase tidur REM.

 Ginjal : terjadi penurunan ekskresi kalium, natrium, kalsium, klorida, dan penurunan aliran urine. Ginjal yang mengalami perubahan fungsi secara kompleks ditunjukkan dengan terjadinya perubahan aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi hormon, dan stimulasi saraf simpatik.

Endokrin : diantaranya berhubungan dengan hormon pertumbuhan (GH), hormon tiroid, dan sekresi hormon melatonin. Sekresi GH terjadi beberapa jam setelah tidur, sekresi hormon tiroid terjadi saat menjelang tengah malam, sedangkan hormon melatonin yang berperan dalam menekan rasa kantuk terjadi karena adanya pengaruh aktivitas suprachiasmatic nucleus (SCN)

dipengaruhi siklus keadaan gelap dan terang.

2.2. Kualitas Tidur

2.2.1 Definisi Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur yang dapat diukur melalui beberapa aspek seperti jumlah waktu tidur, hambatan memulai tidur waktu terbangun, efisiensi tidur dan keadaan yang mengganggu saat tidur (Sutrisno et al., 2017). Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu tidur 7-9 jam per hari. Sedangkan lanjut usia cenderung memerlukan waktu 7-8 jam per hari dengan tidur siang yang lebih sering pada siang hari. Waktu untuk tidur pada orang dewasa kebanyakan bervariasi dari tiap orang ke orang, dan umumnya berkisar 5 sampai 11 jam (Hirshkowitz et al., 2015).

Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai aspek, antara lain, penilaian terhadap durasi tidur, gangguan tidur, onset

(24)

tidur, gangguan pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas tidur subjektif, dan penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu dari ketujuh aspek tersebut terganggu maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tidur (Buysse et al., 1989 dalam Bush et al.,2012). Aspek kuantitatif termasuk lamanya waktu tidur, sedangkan kualitatif tidur merupakan aspek subjektif dari kedalaman tidur dan perasaan segar pada saat bangun tidur (Lemma dkk, 2012).

Kualitas tidur mencakup elemen-elemen yang merefleksikan kepuasaan individual terhadap tidurnya dan mendasari kualitas tidur. Hal ini mengkorelasikan penilaian kualitas tidur sendiri dengan parameter lainnya seperti faktor lingkungan, waktu tidur, kelakuan, intervensi farmakologis, dan ada atau tidaknya gangguan tidur (Ohayon et al., 2017). Kualitas tidur memiliki hubungan dengan jenis kelamin, kondisi medis yang menyertai, tingkat depresi, kelelahan dan kecemasan. Hal ini mungkin berhubungan dengan etnis, lokasi geografis, gaya hidup, dan kebudayaan (Shim dan Kang,2017).

Penilaian kualitas tidur dapat menggunakan kuesioner Pittsburgh SleepQuality Index (PSQI). Pittsburgh Sleep Quality Index terdiri dari berapa pertanyaan. Penilaian terhadap pertanyaan yang dijawab sendiri menghasilkan 7 nilai komponen terhadap kualitas tidur. Skor setiap komponen memiliki rentang dari 0 sampai 3. Skor tiap komponen dijumlahkan untuk menilai skor total. Nilai kualitas tidur yang baik apabila total skor ≤ 5. Sedangkan nilai kualitas tidur yang buruk apabila total skor > 5 (Buysse et al., 1989 dalam Bush et al., 2012).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat terjaga, termasuk kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi, kreativitas, tanda vital fisik dan bahkan berat badan. Oleh sebab itu, kualitas tidur hendaklah dijaga agar tetap baik. Kualitas tidur sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar tidur, ada tidaknya stres, ada

(25)

tidaknya menderita suatu penyakit, aktivitas yang dilakukan saat siang hari, obat dan makanan yang dikonsumsi saat siang hari dan lainnya (William, 2013).

Menurut National Sleep Foundation (2013) ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas tidur, yaitu: Memelihara jadwal tidur dan bangun teratur termasuk di akhir pekan. Menciptakan suasana kamar tidur yang kondusif, gelap, tenang, nyaman dan sejuk. Tidur di kasur dan bantal yang nyaman. Menyelesaikan makan setidaknya 2-3 jam sebelum jadwal tidur sehari-hari. Berolahraga rutin.

Hindari kafein, nikotin, dan alkohol menjelang waktu tidur.Berikut faktor faktor yang mempengaruhi kualitas tidur :

2.2.2.1 Jenis Kelamin

Faktor hormonal, sindroma nyeri, dan masalah psikologis, terutama depresi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada wanita. Kualitas tidur yang buruk dan kurangnya waktu tidur mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Wanita dua kali lebih mungkin daripada laki-laki dalam hal memiliki kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur, walaupun sebelum pubertas tidak ada perbedaan signifikan yang jelas Hormon seks memainkan peranan dalam menyebabkan gangguan tidur pada wanita, baik dengan efek langsung pada proses tidur atau pada efek lainnya seperti pada suasana hati (mood) dan keadaan emosional.

Hormon seks mempengaruhi elektroensefalografik selama fase luteal dengan meningkatkan frekuensi elektroensefalografik dan suhu tubuh inti selama tidur. mood lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, terutama untuk sistem reproduksi wanita (misalnya, premenstrual dysphoric disorder (PMDD), pregnancy affective disorder, postpartum depression, perimenopausal mood disorder).

Sementara gangguan kecemasan sering dikaitkan dengan kesulitan memulai tidur, serta depresi biasanya dikaitkan dengan bangun terlalu pagi (Hertz, 2012).

(26)

Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak dan mempercepatkan tindakan otak agar tetap waspada dengan bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat. Jika adenosin terikat di reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein akan terikat pada reseptor tersebut dengan menghalang adenosin untuk berfungsi dan meningkatkan aktivitas sel saraf. Dampaknya aktivitas otak meningkat.

Ketika seseorang membutuhkan tidur, adenosin mengirimkan sinyal kelelahan pada reseptor sel tubuh yang hasil dalam peningkatan dorongan untuk tidur. Kafein mengikat reseptor sel di otak dan mencegah penerimaan sinyal kelelahan yang diproduksi oleh adenosin, untuk menjaga individu tetap terjaga dan waspada.

Penggunaan kafein menganggu pola tidur dan dengan penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kurang kualitas tidur dan efek kesehatan jangka panjang yang merugikan (Snel dan Lorist,2011).

2.2.2.3 Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok sudah sangat terang berdampak negatif bagi jantung.

Setiap tahun, WHO mengajak untuk memperingati hari bebas tembakau sedunia pada 31 Mei. Ajakan WHO mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap dampak buruk kebiasaan merokok bagi kesehatan dunia. Rokok juga memicu munculnya gangguan sulit tidur Diantaranya memperlama rentang waktu hingga jatuh terdidur, mencetuskan bangun tidur di tengah malam atau tidur terputus-putus akibat sering bangun.

. Nikotin rokok bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.

Merokok dan insomnia mempunyai keterkaitan yang erat. Meskipun merokok bukan satu-satunya prediktor bagi insomnia, tetapi nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan ketegangan pada syaraf simpatik dan syaraf parasimpatik, sehingga menyebabkan orang tersebut akan tetap terjaga. Padahal ketika orang dalam

(27)

keadaan tidur, semua syaraf dan organ manusia berelaksasi, bahkan detak jantung pun berdenyut lambat. Nikotin di dalam rokok akan memacu hormon dopamin di dalam tubuh manusia. Dimana hormon dopamin tersebut berfungsi untuk memberikan sensasi rasa senang, bahagia, merasa segar dan tidak mengantuk, meningkatkan konsentrasi, daya pikir, dan daya ingat. Oleh sebab itu, ketika hormon ini terpacu untuk meningkatkan fungsinya, maka syaraf-syaraf di dalam tubuh manusia, baik syaraf simpatik maupun parasimpatik, akan menegang atau berkontraksi tergantung dari dosis stimulus yang di berikan untuk memicu hormon dopamin tersebut. Dalam saat yang sama, hormon serotonin (kebalikan dari hormon dopamin) akan sedikit bekerja atau bahkan tidak bekerja sama sekali (Julianto, et al. 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh McNamara dkk (2013) mereka menemukan bahwa 11,9% dari perokok sulit untuk tidur, 10,6% bangun di malam hari dan 9,5%

bangun terlalu pagi. Angka-angka untuk bukan perokok jauh lebih rendah dan dalam penelitian ini secara signifikan menemukan bahwa mereka yang telah berhenti merokok melihat peningkatan dalam tidur mereka. Para peneliti juga menemukan bahwa untuk setiap batang rokok yang dihisap menurunkan jumlah waktu tidur sebesar 1,2menit. (Namara, et al 2013)

2.2.2.4 Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani, 2012).

(28)

Kantuk, insomnia, dan kelelahan sering terjadi sebagai akibat langsung dari obat umum yang diresepkan. Obat yang diresepkan untuk tidur sering menyebabkan lebih banyak masalah daripada manfaat. Lansia mengkonsumsi obat untuk mengontrol dan mengobati penyakit kronis, dan efek gabungan beberapa obat bias sangat mengganggu tidur. Salah satu substansi yang mendukung terjadinya tidur di banyak orang adalah L-triptofan, protein alami yang banyak ditemukan di makanan seperti susu, keju dan daging. Berikut beberapa jenis obat/zat dan pengaruhnya pada tidur:

Hipnotik : Mengganggu pencapaian tahap tidur yang lebih dalam pemberian sementara ( 1 minggu ) meningkatkan kuantitas tidur. Pada akhirnya menyebabkan mabuk pada siang hari, mengantuk berlebihan, kbingungan, penurunan energi.

 Antidepresan dan stimulan menekan REM Mengurangi total waktu tidur.

 Alkohol mempengaruhi kecepatan fase tidur Mengurangi tidur REM Membuat seseorang terjaga pada malam hari dan menyebakan kesulitan untuk tidur kembali.

 Kafein mencegah orang tertidur Penyebab orang terbangun di malam hari menggangu tidur REM.

 Diuretik menyebabkan terbangun di malam hari akibat nokturia.

 Beta-adrenergic blockers : memicu mimpi buruk, Insomnia, terbangun dari tidur.

 Benzodiazepin mengubah tidur REM Meningkatkan waktu tidur meningkatkan rasa kantuk di siang hari.

 Narkotik : Menekan REM, meningkatnya rasa kantuk di malam hari.

 Antikonvulsan : Penurunan waktu tidur REM Menyebabkan pusing di siang hari (Potter dan Perry, 2010).

(29)

Rutinitas seseorang dapat memengaruhi pola tidur. Seorang individu yang berkerja secara total (misalnya, 2 minggu siang hari diikuti oleh 1 minggu malam hari) itu sering mengalami kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Sebagai contoh, jam internal tubuh di atas pada jam 11 malam, tapi jadwal kerja memaksa tidur di jam 9. Inidividu hanya dapat tidur 3 atau 4 jam karena tubuh merasakan bahwa sudah waktunya untuk bangun dan aktif. Kesulitan mempertahankan kewaspadaan selama waktu bekerja menghasilkan penurunan dan bahkan kinerja yang berbahaya.

Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering menyebabkan frustasi ketika tidak dapat tidur. Stres juga menyebabkan seseorang berusaha terlalu keras untuk tidur, atau tidur terlalu lama. Stres yang berkelanjutan, menyebabkan kebiasaan tidur yang tidak baik. Klien yang berusia lebih muda lebih sering mengalami kehilangan yang mengarah ke stres emosional seperti pensiun, gangguan fisik, dan kematian orang yang dicintai. Lansia dan orang yang mengalami masalah depresi suasana hati mengalami penundaan waktu tidur, munculnya tidur REM lebih awal, seiring terbangun, meningkatkan waktu totak tidur, perasaan tidur buruk, dan bangun lebih awal.(Potter dan Perry, 2010).

2.2.1.7 Lingkungan

Lingkungan fisik di mana seseorang tidur secara signifikan memengaruhi kemampuan untuk memulai dan tetap tidur. Ventilasi yang baik sangat penting untuk tidur nyenyak. Ukuran, kenyamanan, dan posisi tempat tidur memengaruhi kualitas tidur. Jika seseorang biasanya tidur dengan individu lain, maka tidur sendiri akan menyebabkannya sering terjaga. Di sisi lain, tidur dengan teman tidur yang gelisah atau mendengkur dapat memengaruhi tidur. Di rumah sakit dan fasilitas rawat inap lainnya, kebisingan menciptakan masalah lain bagi pasien. Jadi pasien akan mudah terbangun. Masalah ini menjadi lebih besar di malam pertama rawat inap, ketika

(30)

pasien mengalami peningkatan total waktu bangun, sering terbangun, serta menurunkan tidur REM dan total waktu tidur (Potter dan Perry, 2010).

2.2.1.8 Makanan atau asupan kalori

Makanan besar, berat atau makanan pedas pada malam hari sering mengakibatkan gangguan pencernaan yang mengganggu tidur. Kafein, alkohol, dan nikotin yang dikonsumsi di malam hari menghasilkan insomnia. Kopi, teh, cola, dan coklat yang mengandung kafein dan xanthenes menyebabkan keadaan tidak dapat tidur.

Kehilangan atau penambahan berat badan dapat memengaruhi pola tidur.

Berat badan berkontribusi pada apnea tidur obstruksi karena terjadi penignkatan ukuran struktur jaringan lemak di saluran nafas bagian atas. Berat badan menyebabkan insomnia dan penurunan jumlah tidur. Gangguan tidur tertentu merupakan hasil diet semi-lapar yang populer di masyarakat peduli berat badan.

2.2.1.9 Usia

Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masapubertas, fase tidurnya menjadi telat.

Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari.

Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur (Nuraini, 2011). Pada lansia terbangun lebih sering pada malam hari dan memerlukan banyak waktu agar dapat tidur kembali. Kecenderungan untuk tidur siang tampaknya semakin terjaga di malam hari (Potter dan Perry, 2010).

Penelitian yang dilakukan Gunathi dan Diniari di Universitas Undayana terhadap responden yang berusia 14-20 didapati bahwa usia memiliki hubungan yang

(31)

Pada penelitian di Sekolah Kedokteran di brazil dari 540 siswa yang diundang untuk berpartisipasi, 372 menyelesaikan instrumen sepenuhnya. Dari mereka, 147 (39,5%) melaporkan kualitas tidur mereka sangat buruk; 110 (29,5%) melaporkan butuh lebih dari 30 menit untuk tertidur; 253 (68,0%) melaporkan tidur 6-7 jam per malam; 327 (87,9%) melaporkan efisiensi tidur yang memadai; 315 (84,6%) melaporkan tidak ada gangguan tidur; 32 (8,6%) dilaporkan menggunakan obat tidur; dan 137 (36,9%) melaporkan kesulitan tetap terjaga di siang hari setidaknya sekali seminggu (Camila et al, 2015). Sebuah studi menunjukkan kecenderungan gangguan tidur terjadi pada kelompok mahasiswa laki-laki baik pada mahasiswa kedokteran maupun mahasiswa bidang lainnya. (Satti et al, 2015).

2.2.3 Pittsburgh Sleep Quality Index

PSQI terdiri dari 19 butir pertanyaan yang meliputi tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari. Setiap dari nilai komponen tujuh tersebut diberi bobot yang sama dengan skala 0-3, 0 menunjukkan tidak ada kesulitan dan 3 menunjukkan kesulitan yang parah. Jumlah skor untuk nilai tujuh komponen ini akan menghasilkan satu skor secara keseluruhan, mulai dari 0 hingga 21. Skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas tidur buruk, dan bila skor PSQI secara keseluruhan > 5 maka seseorang tersebut memiliki kualitas tidur yang buruk. Dalam menjawab kuesioner PSQI dibutuhkan waktu 5-10 menit. PSQI telah divalidasi oleh University of Pittsburgh. PSQI telah divalidasi oleh University of Pittsburgh dengan sensitivitas 89,6% dan spesifisitas 86,5%. Realibilitas kuesioner ini telah diuji dengan nilai koefisien realibilitas (Cronbach‘s α) sebesar 0,83. (Buysse et al., 1989 dalam Bush et al., 2012).

(32)

Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian

(33)

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

(34)

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran

kualitas tidur pada mahasiswa tahap akademik tahun pertama pendidikan sarjana kedokteran Universitas Sumatera Utara .

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian : Dilakukan secara online.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

o Populasi target : Seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahap akademik tingkat awal tahun akademik 2020/2021.

o Populasi terjangkau : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahap akademik tingkst awal tahun akademik 2020/2021 yang aktif selama masa perkuliahan.

(35)

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2011). Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

Teknik Pengumpulan Sampel dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) yaitu pengambilan sampel secara acak yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Sampel penelitian ini adalah sebagian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tingkat satu tahun akademik 2020/2021 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Kriiteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:

 Kriteria Inklusi : Semua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tingkat satu tahun akademik 2020/2021 yang bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent), dan mahir berbahasa indonesia.

 Kriteria Ekslusi : Kuesioner yang diisi tidak lengkap dan dijawab lebih dari satu jawaban.

Besar sampel yang digunakan menggunakan rumus :

n = Total sampel minimal Zα = Deviat bakualpa

P = Harga proporsi di populasi

(36)

d = Tingkat ketetapan absolut yang ditetapkan

Q =1-P

Maka pada subyek yang dipilih menggunakan nilai P = 0,5 ; zα= 1,96 ; d = 0,10 ; Q: 1-P : 0,5 sehingga besar estimasi sampel pada penelitian ini adalah

Jadi, sampel minimal yang harus terpenuhi adalah 96 responden. Pada penelitian ini akan diambil sampel sebanyak 100 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian yaitu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tingkat pertama tahun akademik 2020/2021.

Kuesioner yang digunakan sebagai alat bantu dalam penelitian ini adalah kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang terlah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) telah di uji validitas dan reabilitasnya oleh University of Pittsbrugh (Bush et al, 2012)

3.5. Pengolahan dan Analisis Data 1) Editing

Dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner.

(37)

2) Coding

Memberikan kode terhadap data-data yang diperoleh.

3) Entry data

Memasukan data yang telah diperoleh kedalam program SPSS ( Statistical Package For Social Science ) serta menilai prevalensi kualitas tidur dan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas tidur yang buruk pada siswa dan siswi.

4) Cleaning

Memeriksa ulang data-data yang dimasukkan.

Data yang diambil dimasukkan ke dalam kemputer melalui program SPSS, Data yang diperoleh dari setiap responden akan dianalisis menggunakan program statistika dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan sesuai pustaka yang ada.

3.6. Definisi Operasional

3.6.1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Tahun I 2020

Definisi : Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang terdaftar dan aktif di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun akademik 2020/2021

3.6.2 Jenis Kelamin

 Definisi : identitas responden sesuai biologis atau fisiknya

 Cara Ukur : analisis kuesioner

 Alat Ukur : kuesioner onliner

 Kategori hasil: laki-laki dan perempuan

 Skala pengukuran : nominal

(38)

 Definisi : Mengacu pada aspek kuantitatif dari tidur seseorang, seperti durasi tidur, latensi tidur, waktu bangun, dan nyenyak /tidurnya

 Cara Ukur : analisis kuesioner

 Alat Ukur : kuesioner online

 Kategori hasil:

o Total skor ≤ 5 : kualitas tidur baik o Total skor > 5 : kualitas tidur buruk

 ·Skala Pengukuran : ordinal

3.6.4 Kebiasaan Merokok

 Definisi: kebiasan subjek mengkonsumsi rokok setiap harinya.

 Cara ukur: analisis kuesioner

 Alat ukur: kuesioner online

 Katergori hasil :

o Bukan perokok, yakni sudah berhenti atau tidak pernah mengkonsumsi rokok.

o Perokok ringan, bila menghisap rokok <10 batang per hari.

o Perokok sedang, bila menghisap rokok 10-20 batang per hari.

o Perokok berat, bila menghisap rokok >20 batang per hari (Bustan, 2000).

 Skala pengukuran : ordinal

(39)

 Definisi: frekuensi aktifitas fisik (olahraga) yang dilakukan responden dalam seminggu.

 Cara ukur: analisis kuesioner

 Alat ukur: kuesioner online

 Kategori hasil :

o Rutin, yakni ≥ 3 kali dalam seminggu

o Jarang, yakni < 3 kali dalam seminggu (Miftah,2012)

 Skala pengukuran : nominal

3.6.6 Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi

 Definisi : frekuensi kopi per cangkir/gelas yang dikonsumsi responden setiap harinya.

 Cara ukur : analisis kuesioner

 Alat ukur : kuesioner online

 Katergori hasil :

o Rutin, ≥ 1 cangkir/gelas per hari.

o Jarang atau tidak pernah (Martiani dan Lelyana,2012).

 Skala pengukuran : nominal

(40)

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diperoleh dari penilaian kualitas tidur menggunakan kuesioner online tentang kualitas tidur yang diberikan kepada mahasiswa/mahasiswi FK USU tahun akademik 2020/2021. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran kualitas tidur mahasiswa/mahasiswi FK USU tahun akademik 2020/2021.

Hasil kuesioner online yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara online. Peneliti membagikan link kuesioner online yang digunakan pada penelitian ini yaitu google form kepada responden mahasiswa FK USU tahun akademik 2020/2021 melalui sosial media.

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, tingkatan kelas, usia responden. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa- mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Dari keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi kopi.

Data lengkap mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel yang ada di bawah ini.

(41)

Jenis Kelamin f(n) %

Laki-laki 32 32

Perempuan 68 68

Total 100 100

Dari tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden pria adalah 32 orang (32%), sedangkan jumlah responden wanita adalah 68 orang (68%).

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga.

Kebiasaan Olahraga f(n) %

Rutin 15 15

Jarang 85 85

Total 100 100

Dari tabel 4.2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga sebanyak 15 orang (15%), sedangkan yang jarang berolahraga sebanyak 85 orang(85%).

(42)

Kebiasaan Merokok f(n) %

Perokok ringan 0 0

Perokok sedang 1 1

Perokok berat 0 0

Tidak Merokok 99 99

Total 100 100%

Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa responden yang tergolong perokok ringan dan perokok berat tidak ada, perokok sedang sebanyak 1 orang (1%), dan yang tidak merokok sebanyak 99 orang (99%).

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi.

Konsumsi Kopi f(n) %

Rutin 31 31

Jarang 69 69

Total 100 100

Dari tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki kebiasaan rutin meminum kopi sebanyak 31 orang (31%), sedangkan yang jarang meminum kopi sebanyak 69 orang (69%).

4.1.3 Hasil Analisis Data

Hasil uji terhadap kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner online dapat dilihat pada tabel berikut.

(43)

Kualitas Tidur Frekuensi %

Kualitas tidur baik 16 16

Kualitas tidur buruk 84 84

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat dari 100 responden yang merupakan mahasiswa FK USU semester ganjil tahun akademik 2020/2021 sebanyak 16 responden (16%) memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 84 responden (84%) memiliki kualitas tidur yang buruk.

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana gambaran kualitas tidur berdasarkan kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi kopi, kebiasaan olahraga, dan jenis kelamin.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin.

Kualitas Tidur

Jenis kelamin Baik Buruk Total

f(n) % f(n) % f(n) %

Laki-laki 7 21,8 25 78,2 32 100

Perempuan 9 13,2 59 86,8 68 100

Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan dari responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk, proporsi terbesarnya yaitu sebanyak 86,8% responden perempuan, sedangkan untuk responden laki-laki sebanyak 78,2% responden. Dari responden yang memiliki kualitas tidur yang baik, proporsi terbesar responden merupakan laki- laki yaitu sebanyak 21,8%, sedangkan perempuan sebanyak 13,2%.

(44)

Kualitas Tidur Kebiasaan

Merokok

Baik Buruk Total

f(n) % f(n) % f(n) %

Bukan perokok 16 16,2 83 83,8 99 100

Perokok ringan - - - -

Perokok sedang - - 1 100 1 100

Perokok berat - - - -

Dari tabel 4.7 di atas menunjukkan dari responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk, proporsi terbesarnya yaitu sebanyak 100% responden yang merupakan perokok sedang, sedangkan untuk responden yang bukan perokok sebanyak 83,8%

responden. Dari responden yang memiliki kualitas tidur yang baik, proporsi responden yang bukan perokok yaitu sebanyak 16,2%. Pada tabel juga dapat kita lihat bahwa tidak ada responden yang perokok berat dan perokok ringan.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Olahraga.

Kebiasaan Olahraga

Kualitas Tidur

Baik Buruk Total

f(n) % f(n) % f(n) %

Rutin 5 33,3 10 66,7 15 100

Jarang 11 12,9 74 87,1 85 100

Dari tabel 4.8 di atas menunjukkan dari responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk, proporsi terbesarnya yaitu sebanyak 87,1% responden yang jarang berolahraga, sedangkan untuk responden yang rutin berolahraga sebanyak 66,7%

(45)

responden. Dari responden yang memiliki kualitas tidur yang baik, proporsi terbesar responden yang rutin berolahraga yaitu sebanyak 33,3%, sedangkan responden yang jarang berolahraga sebanyak 12,9%.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi.

Kualitas Tidur Konsumsi

Kopi Baik Buruk Total

f(n) % f(n) % f(n) %

Rutin 6 19,4 25 80,6 31 100

Jarang 10 16,9 59 83,1 69 100

Dari tabel 4.9 di atas, dapat dilihat dari responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk, proporsi terbesarnya adalah 83,1% responden yang memiliki kebiasaan jarang minum kopi, sedangkan proporsi responden yang memiliki kebiasaan sering minum kopi sebesar 80,6%. Dari responden yang memiliki kualitas tidur baik, proporsinya terbesarnya, yaitu 19,4% responden yang memiliki kebiasaan rutin minum kopi, sedangkan proporsi responden yang memiliki kebiasaan jarang minum kopi sebesar 16,9%.

4.2. Pembahasan

4.2.1 Gambaran Kualitas Tidur

Kualitas tidur berbeda dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur mengukur seberapa banyak Anda tidur setiap malam, sedangkan kualitas tidur mengukur seberapa baik Anda tidur.

(46)

Kebiasaan tidur yang buruk, seperti jadwal tidur yang tidak teratur atau terlalu banyak mengonsumsi kafein dapat mengganggu kualitas tidur Anda. Dalam sebuah penelitian terhadap mahasiswa, merokok dan konsumsi kopi setiap hari adalah dua faktor terbesar yang terkait dengan kualitas tidur yang buruk (Park et al, 2015)

Dari hasil penelitian ini didapatkan proporsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2020/2021 yang memiliki kualitas tidur yang buruk adalah 84%. Penelitian ini mendekati hasil penelitian Stefanie di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara ditemukan 144 mahasiswa (73,1%) dengan kualitas tidur yang buruk. Hasil penelitian ini jauh lebih tinggi dari hasil penelitian pada universitas di Fakultas Kedokteran di Brazil sebanyak 42,3% yang memiliki kualitas tidur buruk (Lima dkk, 2009), di Ethiopia didapatkan mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 55,8% (Lemma dkk, 2012).

Penelitian lainnya oleh Gassara di University College of Medicine in Sfax, Tunisia dengan hasil penelitian 63,5 % Mahasiswa memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian yang dilakukan Haryono dkk menunjukkan hal yang sama yaitu sebanyak 62,8% remaja mengalami gangguan tidur. Sebuah studi terhadap mahasiswa kedokteran Meksiko menyimpulkan bahwa prediktor terbaik untuk kesulitan tidur adalah gejala yang terkait dengan stres, kemarahan, kekhawatiran, hiperarousal kognitif (Tafoya dkk, 2013). Pada penelitian Brick dkk (2010) , juga ditemukan bahwa kecemasan akibat ujian, tidak teraturnya jadwal kuliah, dan lingkungan berkontribusi terhadap meningkatnya angka kualitas tidur yang buruk pada mahasiswa kedokteran.

4.2.2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Faktor hormonal, dan masalah psikologis, terutama depresi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada wanita. Hormon memegang peranan penting pada siklus tidur manusia. Ketidakseimbangan hormon

(47)

menyebabkan gangguan tidur pada wanita, baik dengan efek langsung pada proses tidur atau pada efek lainnya seperti pada suasana hati (mood) dan keadaan emosional.

Hormon seks mempengaruhi elektroensefalografik selama fase luteal dengan meningkatkan frekuensi elektroensefalografik dan suhu tubuh inti selama tidur. mood lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, terutama untuk sistem reproduksi wanita (misalnya, premenstrual dysphoric disorder (PMDD), pregnancy affective disorder, postpartum depression, perimenopausal mood disorder).

Sementara gangguan kecemasan sering dikaitkan dengan kesulitan memulai tidur, serta depresi biasanya dikaitkan dengan bangun terlalu pagi (Hertz, 2012).

Dari penelitian ini responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk diperoleh hasil proporsi responden wanita sebesar 86,8%. Dari responden yang memiliki kualitas tidur yang baik diperoleh hasil proporsi responden laki laki sebesar 21,8% dari total responden laki laki, persentase responden laki laki lebih tinggi dari persentase responden wanita yang memiliki kualitas tidur baik. Dengan kata lain berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini proporsi kualitas tidur yang baik lebih banyak didapatkan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Fatima dari University of Queensland Australia dari 3778 responden berusia 19-21 tahun diperoleh hasil prevalensi kualitas tidur yang buruk lebih tinggi pada perempuan dengan 65,1%.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hestiantoro dalam Awaliyah (2008) selaku staf bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini berhubungan dengan masalah haid, gangguan tidur terjadi pada saat hormon progesteron mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang datangnya haid (hari ke 22 – 28 siklus haid) (Awaliyah, 2008). Hal yang berbeda ditemukan oleh peneliti lain seperti Lemola dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa wanita rata-rata memiliki total durasi tidur yang lebih lama, efisiensi tidur yang lebih tinggi, dan onset latensi tidur yang lebih pendek dibandingkan laki-laki.

(48)

Nikotin rokok bersifat neurostimulan yang justru membangkitkan semangat.

Merokok dan insomnia mempunyai keterkaitan yang erat. Meskipun merokok bukan satu-satunya prediktor bagi insomnia, tetapi nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan ketegangan pada syaraf simpatik dan syaraf parasimpatik, sehingga menyebabkan orang tersebut akan tetap terjaga. Padahal ketika orang dalam keadaan tidur, semua syaraf dan organ manusia berelaksasi, bahkan detak jantung pun berdenyut lambat. Nikotin di dalam rokok akan memacu hormon dopamin di dalam tubuh manusia. Dimana hormon dopamin tersebut berfungsi untuk memberikan sensasi rasa senang, bahagia, merasa segar dan tidak mengantuk (Julianto, et al.

2015).

Kandungan utama rokok yaitu nikotin menstimulasi tubuh dan menyebabkan banyaknya masalah gangguan tidur (Zandy et al, 2020). Dari hasil penelitian distribusi frekuensi kualitas tidur kita peroleh data hanya 1 responden yang memiliki kebiasaan merokok dan 99 lainnya tidak. Dari responden yang memiliki kualitas tidur buruk, proporsi terbesar adalah responden merupakan perokok (100 %), sedangkan responden merupakan bukan perokok (83,8%). Dengan kata lain, responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok memiliki kualitas tidur yang lebih baik pada penelitian ini. Hal ini juga sejalan dengan penelitian di China yang menunjukkan secara signifikan perokok memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dan lebih rentan memiliki gangguan tidur dibandingkan dengan bukan perokok (Liao dkk, 2019).

Menurut data Bada Pusat Statistik (BPS) 2018, menyatakan bahwa 31,1%

populasi Sumatera Utara berusia 15 tahun keatas merupakan perokok. Namun, fakta di lapangan responden mahasiswa FK USU tahun akademik 2020/2021 yang merokok merupakan kelompok minoritas. Bahkan, menunjukkan persentase yang jauh berbeda yaitu hanya 1% mahasiswa FK USU tahun akademik 2020/2021 yang merupakan perokok. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari 100 responden, hanya 1

(49)

merokok.

4.2.4 Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang. Mereka yang kurang dalam beraktivitas olahraga akan memicu seseorang menjadi sulit untuk masuk pada fase kedalaman tidur atau tidur yang dalam. Selain itu, seseorang yang biasa berolahraga maka akan lebih mudah untuk jatuh tidur. Dimana, hal ini juga disebabkan oleh keletihan yang biasanya mereka rasakan setelah selesai berolahraga (Sulistiyani, 2012). Olahraga teratur dapat membuat tidur lebih mudah di malam hari dan juga memberi sejumlah manfaat kesehatan lainnya (National Sleep Foundation, 2020).

Kebiasaan olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang dapat berperan serta mengatur siklus tidur seseorang.

Dari data distribusi frekuensi kualitas tidur berdasarkan kebiasaan berolahraga pada penelitian ini didapatkan bahwa dari responden yang memiliki kualitas tidur yang buruk proporsi terbesarnya yaitu sebanyak 87,1% responden yang jarang berolahraga, dan responden yang memiliki kualitas tidur yang baik, proporsi terbesarnya adalah responden yang rutin berolahraga yaitu sebanyak 33,3%. Dengan kata lain, kualitas tidur responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan jarang berolahraga.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan survey Youngstedt dan Kline (2006) didapatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan rutin berolahraga lebih atau sama dengan tiga kali seminggu memliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang berolahraga satu sampai dua kali seminggu. Selain itu, waktu melakukan olahraga juga tidak kalah pentingnya. Data meta analisis menyatakan bahwa terjadi penurunan latensi tidur dan kejadian terbangun saat tidur jika olahraga

Gambar

Gambar 2.1 Tahapan dalam siklus tidur.
Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran.. Universitas Sumatera Utara Tahun

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STAMBUK 2012.. Nama :

Mengetahui pola tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Utara angkatan 2011, 2012

Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan tuntutan prestasi akademik yang baik, jadwal yang padat serta pola tidur yang tidak teratur tentunya

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan judul Pengaruh Minuman Kopi Terhadap Kualitas Tidur

Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat Stres dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Semester VII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2016” yang merupakan salah

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian “Hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiwa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tujuan: Penelitian ini dirancang bertujuan menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun